TENTANG
4. Peraturan ...
1
4. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010
tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi,
Kementerian Negara serta Susunan Organisasi,
Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara,
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun
2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 126);
5. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009,
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Presiden Nomor 60/P Tahun 2013;
6. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor PER.02/MEN/2009 tentang Tata Cara
Penetapan Kawasan Konservasi Perairan;
7. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor PER.15/MEN/2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan
Perikanan;
8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor PER.30/MEN/2010 tentang Rencana
Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi
Perairan;
MEMUTUSKAN:
KEEMPAT ...
2
KEEMPAT : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 27 Januari 2014
ttd.
SHARIF C. SUTARDJO
3
LAMPIRAN
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6/KEPMEN-KP/2014
TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI
TAMAN NASIONAL PERAIRAN LAUT SAWU DAN
SEKITARNYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2014 - 2034
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan tingkat keanekaragaman
terumbu karang yang tinggi dengan ekosistem yang menyediakan
kehidupan bagi masyarakat pesisir dan sekitarnya. Sebagai bagian dari
Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle), wilayah Indonesia Timur,
mempunyai keanekaragaman terumbu karang paling kaya di Bumi.
Untuk itu Pemerintah Republik Indonesia berkomitmen penuh
mendukung Regional Plan of Action Coral Triangle Initiative on Coral
Reefs, Fisheries and Food Security, utamanya terkait dengan upaya
pengelolaan kawasan konservasi perairan yang efektif (Marine Protected
Areas (MPAs) Established and Effectively Managed and therefore
(CTMPAS) in place and fully functional). Kementerian Kelautan dan
Perikanan juga telah memiliki Rencana Aksi Nasional Coral Triangle
Initiative (CTI) agar kawasan konservasi perairan dapat terkelola dan
berfungsi dengan baik.
Pengelolaan kawasan konservasi perairan bertujuan untuk
melindungi dan melestarikan sumberdaya alam dalam rangka
pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Upaya ini dilakukan
antara lain dengan membentuk dan menguatkan ketahanan jejaring
Kawasan Konservasi Perairan/Taman Nasional Perairan dengan prioritas
pada eko-wilayah dari sebuah bentang wilayah luas. Pemerintah
Indonesia pada Tahun 2013 telah memiliki kawasan konservasi laut
seluas 15,7 juta ha dan berkomitmen untuk meningkatkan kawasan
konservasi laut menjadi 20 juta hektar pada Tahun 2020.
Perairan Laut Sawu terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
yang berbatasan langsung dengan dengan wilayah pesisir barat Timor
Leste. Perairan Laut Sawu terletak di wilayah lintasan arus lintas
Indonesia (Arlindo), yang merupakan pertemuan dua massa arus dari
Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Perairan Laut Sawu
1
memanjang dari barat ke timur sepanjang 600 km dan dari utara ke
Selatan sepanjang 250 km. Perairan Laut Sawu bagi pembangunan di
Provinsi NTT bermakna strategis, karena hampir sebagian
Kabupaten/Kota di Provinsi NTT sangat tergantung kepada Laut Sawu
yang menyumbang lebih dari 65 % potensi lestari sumberdaya ikan di
Provinsi NTT .
Perairan Laut Sawu memiliki sebaran tutupan terumbu karang
dengan keragaman hayati spesies sangat tinggi di dunia yang merupakan
habitat kritis sebagai wilayah perlintasan 21 (dua puluh satu) jenis
setasea, termasuk 2 (dua) spesies paus langka, yaitu paus biru dan paus
sperma. Perairan Laut Sawu juga merupakan habitat yang penting bagi
duyung, ikan pari manta, dan penyu. Disamping itu, perairan Laut Sawu
merupakan daerah utama jalur pelayaran di Indonesia. Wilayah ini juga
merupakan salah satu instrumen penting dalam rangka mengatasi
dampak perubahan iklim (climate change), ketahanan pangan (food
security) dan pengelolaan laut dalam (deep sea).
Wilayah perairan Laut Sawu mempunyai berbagai permasalahan
antara lain perusakan terumbu karang, penurunan populasi biota laut
penting, kegiatan penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan.
Berdasarkan hal tersebut, sebagaian perairan Laut Sawu dicadangkan
sebagai Taman Nasional Perairan melalui Keputusan Menteri Kelautan
dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP.38/MEN/2009 tentang
Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan Nasional Laut Sawu dan
Sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Taman Nasional Perairan
Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang
selanjutnya disebut TNP Laut Sawu meliputi perairan seluas
3.521.130,01 hektar, yang terdiri dari 2 bagian yaitu Wilayah Perairan
Selat Sumba dan Sekitarnya seluas 567.165,64 hektar dan Wilayah
Perairan Pulau Sabu-Rote-Timor-Batek dan Sekitarnya seluas
2.953.964,37 hektar.
Taman Nasional Perairan merupakan kawasan konservasi perairan
yang mempunyai ekosistem asli, yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan yang menunjang
perikanan yang berkelanjutan, wisata perairan, dan rekreasi. Penetapan
kawasan konservasi perairan dilaksanakan dengan tujuan melindungi
dan melestarikan sumber daya ikan serta tipe-tipe ekosistem penting di
perairan untuk menjamin keberlanjutan fungsi ekologisnya, mewujudkan
2
pemanfaatan sumber daya ikan dan ekosistemnya serta jasa
lingkungannya secara berkelanjutan, melestarikan kearifan lokal dalam
pengelolaan sumber daya ikan di dalam dan/atau di sekitar kawasan
konservasi perairan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
sekitar kawasan konservasi perairan. Secara khusus tujuan
pencadangan TNP Laut Sawu adalah mewujudkan kelestarian
sumberdaya ikan dan ekosistemnya sebagai bagian wilayah ekologi
perairan laut Sunda Kecil (Lesser Sunda Marine Eco-Region), melindungi
dan mengelola ekosistem perairan Laut Sawu dan sekitarnya, sebagai
kerangka acuan pembangunan daerah di bidang perikanan, pariwisata,
masyarakat pesisir, pelayaran, ilmu pengetahuan dan konservasi, serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui mata pencaharian yang
berkelanjutan (sustainable livelihood).
Menindaklanjuti pencadangan wilayah perairan Laut Sawu sebagai
TNP Laut Sawu dan untuk menjamin keberlanjutan pengelolaannya,
maka Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Balai Kawasan
Konservasi Peraian Nasional (Balai KKPN) Kupang membentuk Kelompok
Kerja (Pokja) Penyusun Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu
yang bertugas untuk menyusun Rencana Pengelolaan 20 (dua puluh)
tahun TNP Laut Sawu yang mencakup di dalamnya Rencana Jangka
Menengah 5 (lima) tahun. Pokja Penyusun Rencana Pengelolaan dan
Zonasi TNP Laut Sawu ini keanggotaanya terdiri dari berbagai pemangku
kepentingan terkait dalam pengelolaan TNP Laut Sawu yaitu Balai KKPN
Kupang, Sekretariat Daerah Provinsi NTT, Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi NTT, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi NTT, Badan
Perencanaan dan Pembangunan Daerah Provinsi NTT, Badan
Lingkungan Hidup Daerah Provinsi NTT, Dinas Perhubungan Provinsi
NTT, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTT, Polda NTT,
LANTAMAL VII Kupang, Perguruan Tinggi (Universitas Nusa Cendana,
Universitas Kristen Artha Wacana, dan Universitas Muhammadiyah
Kupang), perwakilan FAO, Lembaga Swadaya Masyarakat (Yayasan
Iehari, Yayasan Alfa Omega, Yayasan Pengembangan Pesisir dan Lautan,
dan The Nature Conservancy-Savu Sea MPA Development Project),
Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Provinsi NTT, Kelompok
Masyarakat, dan dunia usaha dari bidang perikanan dan pariwisata.
3
Penyusunan dokumen ini berdasarkan pada Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.30/MEN/2010
tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan
dilakukan melalui berbagai hasil studi dan analisis yang mendalam,
penelusuran lapang (ground-truthing) dan konsultasi publik dengan
pemangku kepentingan terkait di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten,
yang melibatkan masyarakat di 10 kabupaten di dalam TNP Laut Sawu.
Berdasarkan hal tersebut, dengan mempertimbangkan hasil
konsultasi publik yang dilakukan, luas kawasan TNP Laut Sawu yang
semula 3.521.130,01 hektar berubah menjadi 3.355.352,82 hektar yang
terdiri dari 2 bagian yaitu Wilayah Perairan Selat Sumba dan Sekitarnya
seluas 557.837,40 hektar dan Wilayah Perairan Pulau Sabu-Rote-Timor-
Batek dan Sekitarnya seluas 2.797.515,42 hektar.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penyusunan dokumen Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut
Sawu bertujuan untuk memberikan pedoman dan arahan bagi
pengelolaan kawasan dan seluruh potensinya secara komprehensif
dan indikatif untuk keperluan jangka panjang, yang menjadi acuan
bagi penyusunan rencana pengelolaan jangka menengah, dan rencana
kerja tahunan, serta rencana-rencana teknis.
2. Tujuan Pengelolaan
Tujuan Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu yaitu:
a. melindungi dan melestarikan sumberdaya ikan serta tipe-tipe
ekosistem penting di perairan untuk menjamin keberlanjutan
fungsi ekologisnya;
b. mewujudkan pemanfaatan sumberdaya ikan dan ekosistemnya
serta jasa lingkungannya secara berkelanjutan;
c. melestarikan kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan di
dalam dan/atau disekitar kawasan konservasi perairan; dan
d. meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan
konservasi perairan.
4
C. Ruang Lingkup
1. Lingkup Wilayah
Lingkup wilayah Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu
yaitu wilayah perairan seluas 3.355.352,82 hektar yang meliputi
Wilayah Perairan Selat Sumba dan Sekitarnya seluas 557.837,40
hektar dan Wilayah Perairan Pulau Sabu-Rote-Timor-Batek dan
Sekitarnya seluas 2.797.515,42 hektar.
2. Lingkup Materi
Lingkup materi Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu ini
memuat pembahasan substansi mengenai:
a. isu dan permasalahan
Menjelaskan tentang berbagai isu dan masalah yang terkait
dengan hubungan antara masyarakat dan sumberdaya kawasan,
pola-pola pemanfaatan sumberdaya kawasan dan dampaknya
terhadap keberadaan sumber daya, serta potensi ancaman baik
secara alami maupun akibat intervensi.
b. kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan
Menguraikan tentang visi dan misi pengelolaan, opsi-opsi
pengelolaan yang dapat diterima semua pihak.
c. arahan rencana pengelolaan kawasan.
Menguraikan inti dari dokumen rencana pengelolaan, antara lain
berisi program-program pengelolaan pada setiap zona,
penyelenggara pengelolaan kawasan, dan pembiayaan pengelolaan
kawasan.
5
BAB II
POTENSI DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN
A. Potensi
1. Potensi Fisik Kawasan
a. Lokasi Kawasan
TNP Laut Sawu terletak di bentang laut Paparan Sunda
Kecil (Ecoregion Lesser Sunda), yang meliputi wilayah perairan
Selat Sumba dan perairan Timur Rote-Sabu-Batek, sebagaimana
terdapat pada Gambar 1.
6
Tabel 1. Titik batas koordinat pencadangan Kawasan Konservasi
Perairan Nasional Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi
Nusa Tenggara Timur
ID X Y Keterangan
1 119ᵒ 46᾽29,4῝BT 9ᵒ10᾽24,9῝ LS Selat Sumba
2 118ᵒ 55᾽36,1῝BT 9ᵒ10᾽22,8῝ LS Selat Sumba
3 118ᵒ 55᾽34,7῝BT 9ᵒ33᾽35,8῝ LS Selat Sumba
4 119ᵒ 53᾽0,0῝ BT 8ᵒ49᾽42,9῝ LS Selat Sumba
5 120ᵒ 22᾽22,8῝BT 8ᵒ49᾽5,6῝ LS Selat Sumba
6 120ᵒ 11᾽28,6῝BT 9ᵒ28᾽20,4῝ LS Selat Sumba
7 120ᵒ 08᾽49,8῝BT 10ᵒ13᾽18,4῝ LS Pulau Sumba
8 120ᵒ 03᾽49,3῝BT 10ᵒ19᾽10,4῝ LS Pulau Sumba
9 121ᵒ 14᾽11,8῝BT 11ᵒ0᾽11,7῝ LS Pulau Dana B
10 121ᵒ 50᾽5,4῝BT 10ᵒ50᾽27,1῝ LS Pulau Sabu
11 122ᵒ 52᾽46,7῝BT 11ᵒ09᾽22,3῝ LS Pulau Dana A
12 124ᵒ 23᾽38.9῝BT 10ᵒ10᾽12,5῝ LS Tanjung Kolbano
13 124ᵒ 02᾽47,6῝BT 9ᵒ20᾽9,9῝ LS Perbatasan Timur Leste
14 123ᵒ 59᾽52,2῝BT 9ᵒ14᾽35,1῝ LS Pulau Batek
15 122ᵒ 34᾽4,3῝BT 10ᵒ26᾽38,6῝ LS Pulau Rote
16 122ᵒ 4᾽8,8῝BT 10ᵒ24᾽32,0῝ LS Tanjung Niuwudu (Pulau
Sabu)
17 120ᵒ 38᾽58,8῝BT 9ᵒ51᾽7,0῝ LS Tanjung Tuak (Melolo)
18 124ᵒ 1’9,4῝BT 9ᵒ14᾽53,2῝ LS Pulau Batek
7
d. sebagian perairan di sebelah utara perairan Timor, Rote, dan
Sabu dimasukkan ke dalam TNP Laut Sawu.
ID X Y Keterangan
1 118° 55' 40.39''BT 9° 32' 54.15''LS Tanjung Karoso
Utara Tanjung
2 118° 55' 36.10'' BT 9° 10' 22.80'' LS
Karoso
3 119° 46' 29.40'' BT 9° 10' 24.90'' LS Selat Sumba
Tanjung
4 119° 52' 58.32'' BT 8° 49' 45.57'' LS
Karitamese
5 120° 22' 23.11'' BT 8° 49' 4.28'' LS Terong
6 120° 11' 28.93'' BT 9° 28' 20.15'' LS Hambapraing
7 120° 38' 57.86'' BT 9° 51' 7.21'' LS Lumbukore
8 120° 8' 50.49'' BT 10° 13' 16.61'' LS Praimadita
Barat Pulau
9 120° 3' 48.60'' BT 10° 19' 9.85'' LS
Mengudu
Selat Raijua-
10 120° 45' 49.11'' BT 10° 43' 30.92'' LS
Sumba Timur
Selat Raijua-
11 120° 53' 36.62'' BT 10° 48' 5.71'' LS
Sumba Timur
Selatan Pulau
12 121° 14' 11.41'' BT 11° 0' 11.82'' LS
Dana Sabu
Selatan Pulau
13 121° 50' 11.01'' BT 10° 47' 5.26'' LS
Sabu
14 122° 10' 17.18'' BT 10° 54' 14.36'' LS Selat Sabu-Ndao
15 122° 18' 30.54'' BT 10° 57' 9.94'' LS Selat Sabu-Ndao
Selatan Pulau
16 122° 52' 46.77'' BT 11° 9' 21.94'' LS Ndana Rote
8
ID X Y Keterangan
Selatan Pulau
17 123° 4' 53.31'' BT 11° 1' 28.35'' LS
Rote
18 123° 4' 53.35'' BT 10° 51' 21.52'' LS Kuli
19 123° 25' 30.56'' BT 10° 28' 19.78'' LS Daiama/cek
20 123° 26' 26.62'' BT 10° 29' 35.97'' LS Tanjung Usu/cek
Selatan Pulau
21 123° 43' 10.81'' BT 10° 36' 32.07'' LS
Timor
22 124° 23' 40.72'' BT 10° 10' 11.71'' LS Tuafanu
Netemnanu
23 124° 0' 28.66'' BT 9° 20' 35.29'' LS
Selatan
Timur Pulau
24 124° 0' 58.41'' BT 9° 15' 52.67'' LS
Batek
Utara Pulau
25 123° 58' 59.58'' BT 9° 14' 21.14'' LS
Batek
26 122° 46' 52.75'' BT 9° 57' 12.33'' LS Utara Pulau Rote
27 122° 33' 23.56'' BT 10° 5' 13.77'' LS Utara Pulau Ndao
28 121° 57' 45.92'' BT 10° 26' 26.79'' LS Jiwuwu
29 121° 48' 44.63'' BT 10° 30' 28.63'' LS Ledeana
Selat Raijua-
30 121° 38' 45.85'' BT 10° 14' 32.57'' LS
Sumba Timur
Selat Raijua-
31 121° 33' 39.39'' BT 10° 12' 32.46'' LS
Sumba Timur
Selat Raijua-
32 121° 23' 19.09'' BT 10° 17' 42.94'' LS
Sumba Timur
Selat Raijua-
33 121° 18' 21.37'' BT 10° 10' 22.06'' LS
Sumba Timur
Selat Raijua-
34 121° 22' 37.10'' BT 10° 8' 12.96'' LS
Sumba Timur
TNP Laut Sawu dapat dijangkau melalui jalur darat, laut, dan
udara. Seluruh jalur tersebut berpusat di Kupang sebagai ibukota
Provinsi NTT dan terhubung secara langsung dengan 10 (sepuluh)
kabupaten di kawasan TNP Laut Sawu. Jalur darat di kawasan
TNP Laut Sawu diklasifikasi dalam jalan negara, provinsi dan
kabupaten. Kondisi jalan negara umumnya baik namun jalan
provinsi dan kabupaten sebagian dalam kondisi rusak dan ada
juga yang tidak beraspal. Transportasi darat merupakan fasilitas
yang dominan dipergunakan masyarakat di kawasan TNP Laut
Sawu.
9
yang rendah. Rata-rata suhu minimum 240C dan maksimum
320C, dengan curahan matahari rata-rata ±12 jam. Pola umum
iklim wilayah ini adalah pola musim hujan dan musim
kemarau. Musim hujan berlangsung antara bulan November
sampai dengan bulan Maret, sedangkan musim kemarau
antara bulan April sampai dengan bulan Oktober. Pola iklim
demikian dikendalikan oleh pola Angin Muson dari Tenggara
yang relatif kering dan dari arah Barat Laut, yang membawa
banyak uap air. Konfigurasi kepulauan dan topografi wilayah
juga merupakan pengendali iklim lokal yang berpengaruh
terhadap karakteristik iklim lokal. Kecenderungan angin pada
Bulan Juni – September, arah angin berasal dari Australia dan
tidak banyak mengandung uap air sehingga mengakibatkan
musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember – Maret
arah angin berasal dari Asia dan Samudera Pasifik yang
banyak mengandung uap air sehingga terjadi musim hujan.
Keadaan seperti ini berganti setiap setengah tahun setelah
melewati masa peralihan pada bulan April – Mei dan Oktober –
Nopember. Namun demikian, mengingat wilayah TNP Laut
Sawu dekat dengan Australia, arah angin yang banyak
mengandung uap air dari Asia dan Samudera Pasifik sampai
pada kawasan TNP Laut Sawu, kandungan uap airnya sudah
berkurang yang mengakibatkan hari hujan di wilayah ini
berkurang. Hal inilah yang menjadikan wilayah ini sebagai
wilayah yang tergolong kering, yaitu 8 (delapan) bulan relatif
kering (bulan April sampai dengan bulan November), dan 4
(empat) bulan keadaannya relatif basah (bulan Desember
sampai dengan bulan Maret).
10
dikatakan sangat cocok untuk pengembangan kawasan
pertanian dan perkebunan yang berumur pendek. Salah satu
unsur penting pembentuk iklim di atas adalah curah hujan.
Akibatnya, keragaman iklim antar wilayah di daerah ini juga
sangat besar, misalnya rata-rata curah hujan tahunan sekitar
850 mm/tahun dapat terjadi di wilayah Pulau Sabu. Secara
umum, iklim wilayah NTT termasuk ke dalam kategori iklim
semi-arid, dengan periode hujan yang hanya berlangsung 3-4
bulan, dan periode kering 8-9 bulan. Kondisi iklim demikian
mendeterminasi pola pertanian tradisional di wilayah TNP Laut
Sawu yang hanya mengusahakan tanaman semusim, yang
ditanam dalam periode musim hujan. Keadaan demikian juga
mempengaruhi produktivitas tenaga kerja pertanian, yang
tergolong sangat rendah (jumlah jam kerja <5 jam/minggu),
akibat dari waktu kerja bertani yang hanya berlangsung 3-4
bulan dalam setahun.
11
laut dan sumber daya ikan yang produktif diantara perubahan
iklim global. (BMG NTT, 2010).
12
Gipsum, Batu Marmer, Batu Gamping, Granit, Andesit,
Balsitis, Pasir Batu (Pa), Batu apung, Tanah Diatomea dan
Lempung/Clay.
13
3) Hidrologi
Secara umum keadaan hidrologi di dalam kawasan TNP
Laut Sawu, terutama air permukaan, agak kurang. Hal ini
disebabkan karena musim hujan dalam satu tahun hanya
berlangsung paling lama 4 bulan. Kondisi ini mengakibatkan
sulitnya eksploitasi sumber air permukaan oleh penduduk.
Daerah Aliran Sungai (DAS) dibentuk dari beberapa sungai dan
danau. Di wilayah Provinsi NTT terdapat 27 DAS dengan luas
keseluruhan 1.527.900 hektar. Sungai yang terpanjang di
wilayah Provinsi NTT adalah Sungai Benanain dengan panjang
100 Km, yang terdapat di Kabupaten Belu. DAS terluas adalah
DAS Benain, seluas 329.841 hektar (21,58%), dan DAS terkecil
adalah DAS Oka, seluas 4.125,33 hektar (0,27%).
a) Bathimetri
Perairan TNP Laut Sawu memiliki karakteristik dan
bentuk dasar perairan yang bervariasi yaitu karakteristik
dasar perairan dengan tipe dasar perairan landai,
bergelombang sampai dengan curam. Pada umumnya
morfologi dasar laut TNP Laut Sawu untuk daerah dekat
pantai (nearshore) relatif datar, sebagaimana terdapat pada
Gambar 4 dan untuk profil kedalaman Laut Sawu
sebagaimana terdapat pada Gambar 5.
14
Gambar 4. Bathimetri Laut Sawu
15
b) Pola Pasang Surut
16
dimana :
F = Nilai Formzahl
Ki dan 01 = konstanta pasut harian utama
M2 dan S2 = konstanta pasut ganda utama
Klasifikasi sifat pasut di lokasi tersebut adalah:
1. Pasang ganda jika F ¼
2. Pasang campuran (ganda dominan) jika ¼ F 1 ½
3. Pasang campuran (tunggal dominan) jika 1 ½ F 3
4. Pasang tunggal jika F 3
c) Pola Arus
Arus di laut dapat diakibatkan oleh tiupan angin atau
pengaruh pasang surut. Untuk perairan pantai umumnya
didominasi oleh arus pasang surut dan yang dibangkitkan
oleh tiupan angin. Pola arus Laut Sawu sebagaimana
terdapat pada Gambar 6.
17
Pola Arus Pasang Pola Arus Surut
d) Gelombang Laut
Kondisi Gelombang pada musim barat merupakan
gelombang dari barat yakni Samudera Hindia memasuki
perairan Laut Sawu dan menerpa langsung daerah pesisir
yang berhadapan dengan Samudera Hindia yakni di Pantai
Barat dan Barat Daya Pulau Timur, Pulau Rote, Pulau
Sabu, dan Pulau Sumba. Adanya angin utara dan barat
laut di atas perairan Kepulauan Indonesia mengalami
pembelokan ketika memasuki kawasan Laut Sawu dan
pulau-pulaunya menuju ke timur dan tenggara. Kondisi
angin demikian menyebabkan pembangkitan gelombang
barat dan barat laut menuju ke arah Pulau-Pulau Bagian
Selatan dari Laut Sawu. Kondisi gelombang musim barat
sebagaimana terdapat pada Gambar 7. dan kondisi
gelombang musim timur terdapat pada Gambar 8.
18
Gambar 7. Kondisi Gelombang Musim Barat
(Sumber: Analisis model gelombang, 2011)
e) Pola Angin
Pola angin pada periode musim Barat (periode
Desember sampai Februari), angin didominasi oleh angin
19
barat yang bertiup paling kuat pada Bulan Desember (>11
meter/detik) yang kemudian melemah pada bulan Januari
dan makin lemah di Bulan Februari seiring masuknya
periode peralihan satu.
20
St. Rote St. Waingapu
5) Kualitas Perairan
Kualitas air laut di setiap lokasi rencana pengelolaan
diukur berdasarkan parameter pH, salinitas, suhu dan DO
dapat dilihat pada Tabel 2.4. Kondisi kualitas air
menunjukkan kisaran normal air laut dan belum
mengindikasikan terjadinya pencemaran. pH rata-rata perairan
laut berkisar antara 7,56 sampai 8,10, salinitas berada pada
kisaran 34 - 37 o/
oo, Sedangkan suhu permukaan air laut
berkisar 29,0 °C sampai 34,8 °C. Selain itu juga diketahui
bahwa kandungan oksigen terlarut di perairan berkisar antara
4,01 s/d 8,8 mg/l.
21
pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena
mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan
dalam air. Selain itu, ikan dan makhluk-makhluk lainnya
hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan diketahuinya
nilai pH, kita dapat mengetahui apakah air tersebut sesuai
atau tidak untuk menunjang kehidupan mahluk hidup
didalamnya. Nilai derajat keasaman di perairan lokasi
cenderung homogen yaitu 7,56–8,10, dengan pola sebaran pH
hampir merata di perairan. Indikasi tersebut menunjukkan pH
perairan cenderung masih sesuai dengan baku mutu yang
ditentukan.
22
dengan kriteria pencemaran yang ditetapkan oleh Schmitz
(1972) dalam Haryanto (2001) dengan menetapkan lima
kriteria pencemaran melalui indikasi oksigen terlarut (DO),
nilai-nilai tersebut termasuk pencemaran dengan kriteria kritis
jika nilainya 4 mg/l dan kriteria baik jika nilainya 6 mg/l.
Selanjutnya kriteria tersebut di modifikasi menjadi kriteria
sedikit tercemar jika nilainya 4 mg/l dan tidak tercemar jika
nilainya 6 mg/l.
23
November 2010
April 2011
Gambar 10. Kandungan Klorofil di Laut Sawu pada Bulan November 2010
dan April 2011
24
dalam air yang berujung pada kematian ikan yang
dibudidayakan.
25
(denitrifikasi) yg terbentuk dalam kondisi anaerob. Sumber
nitrit dapat berupa limbah industri dan limbah domestik.
Kadar nitrit pada perairan relatif stabil karena segera
dioksidasi menjadi nitrat. Perairan alami mengandung nitrit
sekitar 0,001 mg/l. Sementara itu, kadar nitrit yang
diperbolehkan tidak lebih dari 0,5 ppm. Kandungan Nitrit di
perairan berada dalam kisara 0,001 - 0,021 mg/l. Kandungan
tersebut menunjukkan bahwa nitrit telah melebihi kandungan
daripada perairan alami, akan tetapi tidak melebihi daripada
kandungan diperbolehkan.
2. Potensi Ekologis
a. Ekosistem Pesisir dan Laut
1) Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang merupakan struktur di dasar
laut berupa endapan kalsium karbonat (CaCO3) yang
dihasilkan terutama hewan karang. Karang adalah hewan
yang tidak bertulang belakang yang termasuk dalam phylum
Coelenterata (hewan berongga) atau Cnidaria yang dapat
mengeluarkan CaCO3. Jika CaCO3 terkena air laut maka akan
membentuk endapan kapur (Timotius, 2003 dalam Yulianda
dkk., 2009). Terumbu karang adalah ekosistem yang
memerlukan nutrien lingkungan dengan konsentrasi rendah,
seperti di lautan tropis, dimana tumbuhan dan organisme
26
autotrof lainnya seringkali memanfaatkan nitrogen dan fosfor
yang tersedia. Cahaya merupakan salah satu faktor yang
penting bagi karang hermatypic (kelompok karang yang mampu
membentuk terumbu). Cahaya dibutuhkan oleh simbion
karang zooxanthellae yang hidup di dalam jaringan tubuh
karang hermatypic yang merupakan penyuplai utama
kebutuhan hidup karang.
27
Gambar 11. Sebaran Ekosistem Terumbu Karang di Wilayah
TNP Laut Sawu dan Sekitarnya
Sumber : Savu Sea Project, TNC (2011)
28
Terumbu karang di TNP Laut Sawu ditemukan tersebar di
perairan desa-desa pesisir di Kabupaten Kupang, Kabupaten
Rote Ndao, Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Sumba Timur,
Kabupaten Sumba Tengah, Kabupaten Sumba Barat Daya,
Kabupaten Manggarai, dan Kabupaten Manggarai Barat, dan
sebarannya terkonsentrasi terutama di Kabupaten Rote Ndao.
Kondisi terumbu karang bervariasi dari keadaan baik sekali
hingga buruk sekali yang ditunjukkan oleh persentase tutupan
karang hidupnya. Hasil pengamatan lintasan survey
sepanjang 413,63 km yang meliputi 8 kabupaten di kawasan
TNP Laut Sawu menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang
dalam kategori baik sekali adalah 0,4%, kondisi baik 4,6%,
kondisi sedang 39,2%, kondisi buruk 28,4%, dan kondisi
buruk sekali 27,4%. Hasil ini mengindikasikan hampir
sebagian dari total lintasan survey terumbu karang di TNP
Laut Sawu dalam keadan buruk (persentase tutupan karang
hidup ≤ 25%). Untuk mengetahui kondisi eksisting dan
sebaran terumbu karang di kawasan TNP Laut Sawu dan
tingkat kerusakannya serta sebaran biota laut lainnya akan
dijelaskan pada setiap Kabupaten berikut ini.
a) Kabupaten Kupang
Kondisi terumbu karang di Kabupaten Kupang
bervariasi dari kondisi baik sekali hingga buruk sekali yang
ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidup
tertinggi 80%, hingga tidak ditemukan tutupan karang
hidup. Hampir sepanjang lintasan survey di Desa Soliu
tidak ditemukan karang hidup dan substrat dasar perairan
didominasi oleh pasir dan batu dengan persentase tutupan
masing-masing dalam kisaran 30%-100% dan 5%-40%
sehingga kondisi terumbu karang termasuk kategori buruk
sekali. Kondisi terumbu yang buruk sekali di Desa Soliu
yang disebabkan substrat dasar dan perairan yang kurang
mendukung pertumbuhan karang. Kondisi terumbu di
Kabupaten Kupang yang termasuk baik sekali hingga baik
ditemukan pada lintasan yang pendek di Desa Afoan dan
Lifuleo, sedangkan kondisi terumbu kategori sedang
ditemukan dalam lintasan survey yang panjang meliputi
29
Desa Kuanheum, Desa Oematnunu, Desa Tesabela, Desa
Lifuleo, dan Desa Akle. Bentuk pertumbuhan karang hidup
di Kabupaten Kupang umumnya tersusun atas karang
massive dan encrusting terutama lintasan survey dari Desa
Soliu hingga Desa Naikliu selanjutnya bentuk
pertumbuhan bervariasi dengan adanya karang tabulate,
branching, sub massive dan foliose di desa-desa seperti di
Desa Kuanheum, Desa Oematnunu, Desa Tesabela, Desa
Lifuleo dan Desa Uitiuhana. Kondisi terumbu karang di
Kabupaten Kupang sebagaimana terdapat pada Gambar
12.
30
b) Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat
Terumbu karang di Kabupaten Manggarai dan
Kabupaten Manggarai Barat tersebar di pesisir Desa
Sataruwuk, Desa Cekaluju yang terletak di Kabupaten
Manggarai dan Desa Nangabere yang terletak di Kabupaten
Manggarai Barat serta di Desa Nuca Molas yang terletak di
Kabupaten Manggarai. Kondisi terumbu karang di dua
kabupaten tersebut bervariasi dari sedang hingga buruk
sekali ditunjukkan dari persen tutupan karang hidup 10-
50%. Kondisi terumbu karang di Kabupaten Manggarai dan
Kabupaten Manggarai Barat sebagaimana terdapat pada
Gambar 13.
31
tutupan karang hidup di Desa Cekaluju karena substrat
dasar umumnya tersusun dari pasir dan batu sehingga
karang tidak dapat tumbuh dengan baik sedangkan di
Desa Sataruwuk, selain tertutup pasir dan batu substrat
tersusun oleh karang lunak. Kondisi yang berbeda terjadi
di Desa Nuca Molas, meskipun tutupan karang hidup di
Desa Nuca Molas mencapai 50% akan tetapi rata-rata
persentase tutupan karang hidup hanya 15%. Hal tersebut
terjadi karena umumnya substrat dasar di pulau tersebut
tersusun oleh pecahan karang dan karang lunak. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa di Desa Nuca Molas telah
terjadi kerusakan tingkat sedang oleh aktivitas
penangkapan ikan dengan bom.
32
Tingkat kerusakan terumbu karang di perairan
Kabupaten Rote Ndao tergolong sedang hingga tinggi.
Secara umum penyebabnya adalah aktivitas penangkapan
ikan merusak dengan menggunakan bom dan racun ikan
seperti yang ditemukan di Kecamatan Rote Timur.
Beberapa kerusakan juga terjadi di dataran terumbu akibat
aktivitas makameting, seperti yang terjadi di Desa
Londalusi, Teluk Papela. Rendahnya tutupan karang hidup
di Desa Daiama, Mulut Seribu Kecamatan Rote Timur
selain akibat penggunaan bom juga dikarenakan
kekeruhan dan aktivitas budidaya rumput laut. Penyakit
karang (coral disease) umumnya ditemukan di perairan
yang mengalami kekeruhan. Meskipun ancaman kerusakan
dari sedang hingga tinggi, Kabupaten Rote Ndao adalah
lokasi yang memiliki banyak ragam jenis large fauna yang
ditemukan. Terdapat lima jenis large fauna yang ditemukan
yaitu Bumphead parrotfish, Snapper, Sweetlips, Hiu, Giant
Trevally dan Platax. Lokasi ditemukan large fauna tersebar
di beberapa lokasi di Rote Timur, Onatali, Bo’a, Mbueain,
Pulau Ndo’o dan Pulau Ndana. Kondisi terumbu karang di
Kabupaten Rote Ndao sebagaimana terdapat pada Gambar
14.
33
d. Kabupaten Sabu Raijua
Kondisi terumbu karang di Kabupaten Sabu Raijua
bervariasi dari baik hingga buruk sekali yang ditunjukkan
oleh persentase tutupan karang hidup 10%-60%. Kategori
baik hanya ditemukan pada lintasan yang pendek di Desa
Menia, Kecamatan Sabu Barat dan Desa Molie, Kecamatan
Hawu Mehara, sedangkan kategori sedang umum
ditemukan di Kabupaten Sabu Raijua. Kondisi terumbu
karang sedang dijumpai di Desa Molie dan di desa-desa di
Kecamatan yang sama seperti Desa Lobohede, Desa Daeiko,
Desa Raedewa. Selain itu kondisi terumbu karang sedang
juga dijumpai di Desa Mebba dan Desa Menia, Kecamatan
Sabu Barat, Desa Ledeke, Desa Ledeunu, Desa Ballu dan
Desa Kolorae, Kecamatan Raijua.
Bentuk pertumbuhan karang hidup di Kabupaten
Sabu Raijua meliputi massive, sub-massive, tabulate,
branching, encrusting dan foliose. Meskipun kondisi
terumbu karang buruk sekali ditemukan dalam lintasan
survey cukup panjang utamanya di Desa Menia namun
tingkat kerusakan terumbu tergolong rendah. Kerusakan
umumnya diakibatkan oleh adanya pengadukan sedimen
dasar dan resuspensi akan tetapi beberapa diantaranya
akibat aktivitas nelayan membuang jangkar untuk
berlabuh seperti terjadi di Desa Ledeke. Kondisi terumbu
karang di Kabupaten Sabu Raijua sebagaimana terdapat
pada Gambar 15.
34
Gambar 15. Peta kondisi terumbu karang di Kabupaten
Sabu Raijua (Munasik, dkk, 2011)
35
(Carangidae), dan Pari (Eagle ray). Namun demikian
ekosistem terumbu karang di Kecamatan Rindi memiliki
tingkat kerusakan yang tinggi akibat aktivitas
penangkapan ikan yang merusak dengan menggunakan
racun ikan. Ancaman penangkapan ikan merusak dengan
menggunakan bom juga terjadi di Desa Napu, Kecamatan
Haharu serta aktivitas nelayan berupa pembuangan
jangkar di Desa Rindi. Kondisi terumbu karang di
Kabupaten Sumba Timur sebagaimana terdapat pada
Gambar 16.
36
karang dengan kategori buruk dan buruk sekali ditemukan
dalam lintasan yang pendek di semua desa. Bentuk
pertumbuhan karang hidup umumnya massive, branching,
foliose, tabulate dan encrusting. Bentuk pertumbuhan
karang di Desa Lenang umumnya didominasi oleh karang
branching. Tingkat kerusakan terumbu karang di
Kabupaten Sumba Tengah tergolong tinggi kecuali Desa
Tanambanas Kecamatan Katikutana dengan tingkat
kerusakan rendah hingga sedang. Secara umum, ancaman
kerusakan terumbu karang adalah penangkapan ikan
merusak dengan menggunakan bom dan racun ikan.
Kondisi terumbu karang di Kabupaten Sumba Tengah
sebagaimana terdapat pada Gambar 17.
37
adalah kategori sedang (26%-50%) berpadu dengan kondisi
buruk (10%-25%) yang ditemukan di desa-desa pesisir
Kabupaten Sumba Barat Daya, yaitu Desa Bukambero,
Desa Waelonda, Desa Kori, Desa Weepangali, Desa Karuni,
dan Desa Letekonda. Bentuk pertumbuhan karang
umumnya massive, submassive, branching, foliose, tabulate
dan encrusting. Tingkat kerusakan terumbu karang di
Kabupaten Sumba Barat Daya bervariasi dari rendah
hingga tinggi. Penyebab kerusakan umumnya adalah
akibat badai yang mengakibatkan karang tabulate terbalik
serta aktivitas nelayan membuang jangkar. Kondisi
terumbu karang di Kabupaten Sumba Barat Daya
sebagaimana terdapat pada Gambar 18.
2) Mangrove
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang sangat
berperan bagi sumberdaya ikan. Ekosistem mangrove
berfungsi sebagai tempat mencari makan bagi ikan, tempat
memijah, tempat berkembang biak dan sebagai tempat
memelihara anak. Ekosistem mangrove juga dapat berfungsi
sebagai penahan abrasi yang disebabkan oleh gelombang dan
arus, selain itu ekosistem ini juga secara ekonomi dapat
38
dimanfaatkan sebagai kayu bakar, alat tangkap ikan, dan
bahan membuat rumah. Jenis kerapatan dan lingkar batang
mangrove terdapat pada Tabel 7.
Tabel 7. Jenis Kerapatan dan Lingkar Batang Mangrove
Kerapatan Lingkar
St Kabupaten mt mu Lokasi Spesies Dominan
(ind/10 m2) Batang
1 Rote Ndao 541999 8828401 Daiama Rhizophora stylosa 8 80
Rhizophora
2 531454 8828331 Oen apiculata 12 50
Sonneratia Alba 4 100
3 523921 8827578 Oenggae Rhizophora apiculata 14 60
4 508176 8800261 Dombo Sonneratia alba 4 180
5 508222 8800118 Dombo Sonneratia alba 4 140
Rhizophora stylosa 3 60
Aegiceras floridum 2 120
6 488216 8793572 Oeseli Bruguiera spp 7 80
7 Sabu Raijua 372407 8839098 Osbornia octodonta 3 100
Ceriops tagal 9 50
Rhizophora spp 1 30
8 373184 8839727 Seba Osbornia octodonta 3 100
Ceriops tagal 9 50
9 Sumba Timur 258918 8897861 Heikatapu Aegialitis annulata 56 40
3) Padang Lamun
Ekosistem padang lamun mempunyai peran yang sangat
penting. Apabila ditinjau dari beberapa aspek
keanekaragaman hayati, padang lamun memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi. Indonesia diperkirakan
memiliki 13 (tiga belas) jenis lamun. Selain itu, padang lamun
juga merupakan habitat penting untuk berbagai jenis hewan
39
laut, antara lain ikan, moluska, krustasea, ekinodermata,
penyu, dan dugong. Lamun dapat juga mengurangi dampak
gelombang pada pantai sehingga dapat membantu
menstabilkan garis pantai. Secara ekonomi, padang lamun
menyediakan berbagai sumberdaya yang dapat digunakan
untuk menyokong kehidupan masyarakat antara lain untuk
makanan, perikanan, bahan baku obat, dan pariwisata.
Ancaman terhadap ekosistem padang lamun ada beberapa
faktor antara lain perubahan fisik dasar laut, seperti erosi,
sedimentasi, dan pelumpuran yang mengurangi wilayah dan
kepadatan tutupan padang lamun, kekeruhan yang
mempengaruhi kapasitas fotosintesis dan pertumbuhan pada
lamun, serta metode penangkapan ikan yang tidak ramah
lingkungan.
Hasil analisa citra satelit resolusi tinggi, lamun paling
banyak ditemukan di semua perairan Kabupaten Sumba
Timur, Kabupaten Sabu Raijua, dan Kabupaten Rote Ndao.
Total luasan daerah lamun di TNP Laut Sawu yaitu 5320,62
hektar. Sedikitnya terdapat 10 (sepuluh jenis) lamun dalam 2
famili di TNP Laut Sawu (TNC Savu Sea, 2011).
40
TNP Laut Sawu merupakan pulau satelit, yang diidentifikasi
sebagai habitat dengan keanekaragaman hayati yang termasuk
komponen pesisir dan kelautan yang penting.
Upwelling musiman yang kuat di TNP Laut Sawu terjadi di
perairan Kupang sebelah barat, Rote sebelah barat, Sumba
Timur dan Manggarai serta Manggarai Barat pada bulan Mei
sampai dengan Oktober. Fenomena upwelling yang membawa
massa air laut bersuhu dingin dari dasar perairan yang kaya
akan nutrient ke perairan di atasnya menjadikan variasi suhu
yang tinggi di daerah perairan tersebut sehingga perairan
tersebut mempunyai produktivitas primer yang tinggi sehingga
ikan banyak berkumpul mencari makan di daerah ini dan juga
menjadikan daerah ini tahan terhadap dampak dari
pemanasan global sehingga menjadikan habitat vital seperti
terumbu karang lebih tahan terhadap fenomena pemutihan
(bleaching). Habitat perairan dalam dan oseanografi di TNP
Laut Sawu sebagaimana terdapat pada Gambar 19.
41
perairan Laut Sawu khususnya TNP Laut Sawu mempunyai
koridor-koridor penting perlintasan mamalia laut. Perlintasan-
perlintasan tersebut penting artinya terkait dengan upaya
pengelolaan wilayah TNP Laut Sawu itu sendiri, sehingga perlu
mendapatkan perhatian. Di perairan TNP Laut Sawu ditemukan
mamalia laut sebanyak 22 spesies yang terdiri dari 14 spesies
paus, 7 spesies lumba-lumba, dan 1 spesies dugong (Ped-Soede,
2002; dan Kahn, 2005). Mamalia laut yang ditemukan di TNP
Laut Sawu sebagaimana terdapat pada Tabel 8.
Tabel 8. Mamalia Laut yang ditemukan di TNP Laut Sawu
42
Secara khusus, Kahn (2005) melakukan pengamatan di
Laut Sawu dan menemukan beberapa jenis paus di Laut Sawu,
antara lain paus sperma (sperm whale), paus pembunuh kerdil
(pigmy killer whale), paus kepala semangka (melon headed
whale), paus bryde (Bryde’s whale), lumba-lumba paruh
panjang (spinner dolphin), lumba-lumba totol (pan-tropical
spotted dolphin), lumba-lumba gigi kasar (rough-toothed dolphin),
lumba-lumba abu-abu (risso’s dolphin), dan lumba-lumba
Fraser (Fraser’s dolphin). Adapun pola gerakan paus yang
melintasi TNP Laut Sawu sebagaimana terdapat pada Gambar
20.
43
Lumba–lumba Paruh Panjang (Stenella longirostris), Lumba–
lumba Abu-abu (Grampus griseus), dan 1 jenis paus tidak
teridentifikasi karena jauhnya jarak pengamatan. Paus Biru
(Balaenoptera musculus) yang ditemukan sebanyak 1 ekor. Hasil
monitoring yang dilakukan oleh TNC terhadap keberadaan Paus
di perairan Laut Sawu pada tanggal 23 Mei 2011 di perairan
Desa Uitiuhana, Kecamatan Semau Selatan, Kabupaten Kupang
sebagaimana terdapat pada Tabel 9.
Tabel 9. Monitoring Keberadaan Paus di Perairan Laut Sawu
Waktu /jam Posisi Jenis paus dan arah pergerakan
Paus Biru berenang ke arah Utara
S-10.28287204°;
menuju Pulau Kambing,
E123.42552764°
Kecamatan Semau.
11.44–11.47 WITA S-10.28176085°; Arah pergerakan berenang ke arah
E123.42478945 barat menuju Selat Tablolong
S-10.28169388°; Arah pergerakannya menuju ke
E123.42490420° Utara menuju Tanjung Akle
Arah pergerakan hanya berputar –
S-10.32491173°; putar di Tanjung Akle dari selatan
8.00 WITA
E123.41491867° ke timur (jenis paus tidak
teridentifikasi)
Sumber : Savu Sea Project - TNC, 2011
44
Gambar 21. Peta Sebaran Mamalia Laut di TNP Laut Sawu (TNC
Savu Sea Project, 2011)
2) Penyu
Penyu adalah reptilia laut yang banyak ditemukan di
perairan Laut Sawu. Berdasar hasil survey yang dilakukan,
kawasan TNP Laut Sawu merupakan habitat bagi minimal 6
spesies penyu yaitu :
1. Penyu hijau (Chelonia mydas) ditemukan di perairan
Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Sabu,
Kabupaten Manggarai, Kabupaten Sumba, dan Kabupaten
Timur Tengah Selatan;
2. Penyu sisik (Eretmochelys imbricata) ditemukan di perairan
Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Sabu,
Kabupaten Manggarai, Kabupaten Sumba, dan Kabupaten
Timur Tengah Selatan;
3. Penyu lekang (Lepidochelys olivacea) ditemukan di perairan
Kabupaten Timur Tengah Selatan;
4. Penyu belimbing (Dermochelys coriacea) ditemukan di
perairan Kabupaten Kupang, Kabupaten Sumba, dan
Kabupaten Timur Tengah Selatan;
5. Penyu pipih (Natator depressus) ditemukan di perairan
Kabupaten Rote Ndao dan Kabupaten Sabu;
6. Penyu tempayan (Caretta caretta) ditemukan di perairan
Sumba.
45
Monitoring manta tow juga berhasil menemukan
keberadaan penyu dalam ekosistem terumbu karang. Lokasi
keberadaan penyu terdapat di Desa Nuca Molas di Kabupaten
Manggarai, dan di Desa Bolatena, Desa Rotedale, serta Desa
Bo’a di Kabupaten Rote Ndao dengan jenis Penyu Hijau
(Chelonia mydas), Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), dan
Penyu Lekang (Lepydochelys olivachea). Jenis Penyu Hijau
adalah jenis yang paling banyak ditemukan yaitu 9 (sembilan)
ekor, dengan lokasi di Desa Nuca Molas, Kabupaten Manggarai
sebanyak 8 (delapan) ekor dan Desa Bolatena, Kabupaten Rote
Ndao sebanyak 1 (satu) ekor.
Pada jalur manta tow ditemukan Penyu Sisik
(Eretmochelys imbricata) yang sedang melintas di Desa Nuca
Molas, Kabupaten Manggarai dan Desa Rotedale, Kabupaten
Rote Ndao sebanyak 2 (dua) ekor, sementara di Tanjung Bo’a,
Kabupaten Rote Ndao ditemukan Penyu Lekang yang sedang
melakukan perkawinan di permukaan air dengan kondisi
gelombang yang besar. Peta sebaran reptil di TNP Laut Sawu
sebagaimana terdapat pada Gambar 22.
Gambar 22. Peta Sebaran Reptil di TNP Laut Sawu (TNC Savu
SeaProject, 2011)
3) Large Fauna
Large Fauna merupakan biota target dalam monitoring
Manta Tow TNP Laut Sawu 2011 yang memiliki ukuran besar
46
serta memiliki peranan penting baik dalam sisi ekologis maupun
ekonomis di area terumbu karang. Biota yang menjadi target
pengamatan antara lain jenis Kerapu (Grouper),
Humphead/Napoleon (Cheilinus undulatus), Hiu (Charcanidae),
Bumphead parrotfish (Bolbometopon muricatum), Pari Manta
(Manta byrostris), Tuna Sirip Kuning (Thunus albacores).
Monitoring Manta Tow yang dilakukan di 4 (empat) kabupaten
yaitu Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten
Manggarai, dan Kabupaten Manggarai Barat menemukan 4
(empat) jenis Large Fauna. Jenis yang ditemukan adalah
Bumphead parrotfish (Bolbometopon muricatum), Humphead
(Cheilinus undulatus), Grouper (Ephinephelus. spp) dan Hiu
(Negaprion acuntides). Bumphead parrotfish (Bolbometopon
muricatum) merupakan jenis yang paling banyak ditemukan,
baik lokasi maupun persebarannya. Jenis tersebut paling
banyak ditemukan di Kabupaten Rote Ndao. Schooling
Bumphead parrotfish (Bolbometopon muricatum) di Kecamatan
Rote Barat Laut ditemukan di Desa Nembrala sebanyak 20 (dua
puluh) ekor, Pulau Ndo’o 4 (empat) ekor, Pulau Ndao 10
(sepuluh) ekor, Pulau Nuse 25 (dua puluh lima) ekor. Di
Kecamatan Rote Timur, jenis tersebut ditemukan di Desa
Sotimori sebanyak 20 (dua puluh) ekor. Humphead (Cheilinus
undulatus) ditemukan secara individual. Jenis tersebut
ditemukan di Kabupaten Manggarai, Kabupaten Kupang, dan
Kabupaten Rote Ndao. Adapun persebaran paling banyak
ditemukan di Desa Nuca Molas, Kecamatan Satarmese Barat,
Kabupaten Manggarai yaitu sebanyak 2 (dua) ekor dalam towing
yang berbeda. Di Kabupaten Kupang jenis tersebut ditemukan
sebanyak 1 (satu) ekor, yaitu di Desa Soliu, Kecamatan Amfoang
Barat Laut. Grouper (Ephinephelus. spp) ditemukan di Desa
Bo’a, Kecamatan Rote Barat Daya, Kabupaten Rote Ndao
sebanyak 1 (satu) ekor. Estimasi ukuran tubuhnya lebih dari 40
(empat puluh) cm. Selain Grouper (Kerapu), di Pulau Ndana
ditemukan pula ikan karang Sweetlips (Plectorincus
chaetodontoides) dengan ukuran lebih dari 40 (empat puluh) cm.
Ikan tersebut ditemukan sedang bergerombol dengan ikan
karang jenis Kakap/Snaper (Lutjanidae) yang ukurannya lebih
47
kecil dari Sweetlips. Hiu (Negaprion acuntides) ditemukan di
Desa Sotimori, Kecamatan Rote Timur, Kabupaten Rote Ndao
sebanyak 1 (satu) ekor. Berdasarkan informasi dari nelayan, hiu
yang ditemukan tidak temasuk dalam ikan target penangkapan
karena nilai ekonomisnya rendah. Selain itu, berdasarkan
informasi yang diperoleh, Desa Sotimori dan Desa Bo’a
merupakan lokasi – lokasi penangkapan ikan bernilai ekonomis
tinggi di Kabupaten Rote Ndao, ketika musim angin barat.
Daerah tempat ditemukannya large fauna yaitu di area terumbu
karang. Bumphead parrotfish banyak terdapat di Pulau Ndo’o
dengan kondisi terumbu karang baik (sedang dan tinggi).
Bumphead parrotfish adalah ikan herbivora. Ketersediaan
makanan menjadi faktor utama, sebab pada area terumbu
karang juga banyak ditemukan alga. Alga biasanya menempel
pada karang hidup, batu, dan pecahan karang. Kecuali di Pulau
Ndo’o, lokasi ditemukannya large fauna tidak semuanya
memiliki tutupan terumbu karang yang baik (kategori; sedang,
tinggi, sangat tinggi). Large fauna ditemukan di lokasi tersebut
karena pada lokasi itu tersedia tempat berlindung. Grouper dan
Sweetlips menggunakan celah pada substrat batu sebagai
habitat. Berbeda dengan Tanjung Bo’a dan Pulau Ndana, Hiu di
Mulut Seribu menyamarkan keberadaanya pada substrat pasir.
3. Potensi Ekonomi
Berdasarkan perkembangan peranan masing-masing sektor
ekonomi, dalam kurun waktu tahun 2007–2009 dapat dilihat bahwa
sektor ekonomi yang dominan dalam perekonomian Provinsi NTT yaitu
sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor
jasa. Peranan dari ketiga sektor ini pada kurun waktu tahun 2007–
2009 merupakan yang terbesar, yaitu sekitar 88,34% dari seluruh
PDRB Provinsi NTT masing-masing tahun pada kurun waktu tersebut.
Meskipun cenderung terus menurun peranannya dalam kurun waktu
tahun 2007–2009, sektor pertanian masih merupakan yang paling
besar sumbangannya terhadap PDRB Provinsi NTT. Pada tahun 2007,
peranan nilai tambah bruto sektor pertanian sebesar 43,36% dari
seluruh nilai PDRB harga berlaku. Peranan tersebut kemudian terus
menurun hingga menjadi hanya sekitar 39,24% pada tahun 2009.
Gambaran ini memperlihatkan bahwa sektor pertanian meskipun
48
cenderung melemah, tetap memegang peranan penting dalam
perekonomian di wilayah ini.
Sektor perdagangan, hotel dan restoran menunjukkan prospek
yang cukup menggembirakan. Peranan sektor ini sebesar 17,55%
terhadap perekonomian Provinsi NTT. Kemudian pada tahun
berikutnya, peranan sektor ini sedikit menurun menjadi sebesar
17,51%. Akan tetapi kembali meningkat pada tahun-tahun
berikutnya, hingga akhirnya mencapai 17,93% pada tahun 2009.
Demikian halnya peranan sektor jasa dalam perekonomian Provinsi
NTT, juga terlihat semakin meningkat pada kurun waktu tahun 2007–
2009. Meskipun pada tahun 2007 sektor ini hanya mampu
menyumbang 16,47% terhadap PDRB Provinsi NTT, bahkan
kedudukannya lebih rendah dan tergeser oleh sektor perdagangan,
hotel dan restoran sebagai penyumbang kedua terbesar setelah sektor
pertanian, namun sejak diberlakukannya otonomi daerah sampai
dengan tahun 2008 dan berlanjut hingga tahun 2009 sumbangan
sektor ini terhadap PDRB Nusa Tenggara Timur kembali menduduki
urutan kedua terbesar dengan sumbangan sebesar 18,51% hingga
21,17 %.
Uraian singkat tersebut memperlihatkan bahwa peran dominan
sektor pertanian dalam perekonomian Provinsi NTT, tetap tidak
bergeser pada kurun waktu tahun 2000–2003. Sedangkan untuk
sektor dominan lain telah terjadi pergeseran posisi. Dominasi ketiga
sektor tersebut secara gabungan terhadap perekonomian Provinsi NTT
cenderung menguat. Hal ini ditunjukkan oleh semakin kecilnya
peranan sektor lain terhadap pembentukan PDRB Provinsi NTT dalam
kurun waktu tahun 2000–2002, meskipun peranan sektor lain ini
mengalami sedikit kenaikan pada tahun 2003 menjadi 21,66%.
Setelah sempat terpuruk dengan pertumbuhan negatif pada
tahun 1998, perekonomian Provinsi NTT kembali membaik dengan
laju pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat. Laju
pertumbuhan pada kurun waktu tahun 2007–2009 memberi
pertumbuhan positif dengan kecenderungan yang relatif menguat.
Pada tahun 2009 laju pertumbuhan Provinsi NTT sedikit melemah
dengan pencapaian 5,87%. Sektor jasa selalu menempati sektor
dengan laju pertumbuhan paling tinggi, yaitu berkisar antara 9,31%
sampai dengan 13,39%. Selain itu, peran sektor ini merupakan sektor
49
yang memberi sumbangan kedua terbesar dalam perekonomian
Provinsi NTT.
Sektor bangunan dan sektor pertambangan dan penggalian
merupakan sektor yang mengalami kemunduran ekonomi paling
parah pada tahun 1998 dengan pertumbuhan masing-masing sebesar
minus 20,47% dan minus 19,46%. Akan tetapi pada kurun waktu
tahun 2007-2009, kedua sektor tersebut telah mampu bangkit dan
mengalami pertumbuhan yang cukup menyakinkan. Pada kurun
waktu tahun 2007–2009, pertumbuhan sektor bangunan berkisar
antara 0,48% hingga 2,00%, sedangkan pertumbuhan di sektor
pertambangan dan penggalian berkisar antara 7,02% hingga 2,50%.
Keduanya memiliki pola yang serupa yakni cenderung memiliki
pertumbuhan yang menguat .
Pertumbuhan ekonomi di sektor-sektor dominan dan sektor jasa
pada kurun waktu yang sama ternyata cukup menggembirakan.
Sektor pertanian terus mengalami pertumbuhan yang menguat mulai
dari 2,35% hingga mencapai pertumbuhan sebesar 3,14%. Sektor
perdagangan, hotel dan restoran meskipun pertumbuhannya sedikit
melemah menjadi sebesar 6,38% pada tahun 2009, tetapi
pertumbuhan ini tercipta setelah mengalami kenaikan selama 3 (tiga)
tahun berturut-turut dari sebesar 4,18% pada tahun 2007 hingga
tumbuh sebesar 6,50% pada tahun 2009.
50
penduduk 99 jiwa per km2 dengan laju pertumbuhan penduduk
sebesar 2,07% per tahun (BPS Provinsi NTT, 2011). TNP Laut
Sawu, memiliki cakupan 195 desa pesisir di 47 kecamatan.
1) Komposisi Penduduk
Komposisi penduduk Provinsi NTT menurut umur,
memperlihatkan presentase penduduk usia antara 15-64 tahun
paling besar jumlahnya yaitu 57,73% (2.703.973 jiwa), dan
diikuti persentase anak-anak (0-14 tahun) sebesar 37,31%
(1.747.536 jiwa), sedangkan penduduk usia 65 tahun ke atas
paling kecil yakni 5,04% (236.065 jiwa) dari keseluruhan jumlah
penduduk Provinsi NTT. Tingkat kepadatan penduduk tahun
2011 menggambarkan bahwa rata-rata jumlah penduduk yang
adalah 99 (sembilan puluh sembilan) orang/km2. Apabila
dilihat menurut kabupaten/kota, maka rata-rata tingkat
kepadatan penduduk tertinggi berada di Kota Kupang yaitu
1.785 orang/km2. Adapun Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten
Sumba Tengah, dan Kabupaten Kupang merupakan kabupaten
dengan tingkat kepadatan penduduk terendah yaitu 33
orang/km2, 33 orang/km2, dan 56 orang/km2.
2) Ketenagakerjaan
Persentase angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja
pada kabupaten yang terdapat didalam kawasan TNP Laut Sawu
secara umum mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2009, persentase angkatan kerja terhadap penduduk usia
kerja yaitu sebesar 60,46%, namun di tahun 2010 meningkat
menjadi 62,61% atau meningkat 2,15% dari tahun sebelumnya.
Tahun 2011 persentase angkatan kerja terhadap penduduk usia
kerja kembali mengalami penurunan menjadi 61,25% dari
tahun sebelumnya. Persentase terbesar terjadi di Kabupaten
Sumba Tengah yaitu sebesar 64,29%, sedangkan persentase
terkecil terjadi di Kabupaten Sumba Timur yaitu sebesar
60,36%. Berdasar data tahun 2011 yang diperoleh dari Survey
Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), diketahui bahwa jumlah
angkatan kerja pada tahun 2009 hingga tahun 2011 mengalami
fluktuasi, namun jumlah angka pengangguran di kabupaten-
kabupaten di kawasan TNP Laut Sawu mengalami penurunan.
Jumlah angka pengangguran pada tahun 2009 sebanyak
51
89.395 jiwa, sementara pada tahun 2010 jumlahnya menurun
menjadi 71.152 jiwa atau turun sebanyak 18.243 jiwa, jumlah
tersebut kembali mengalami penurunan jumlah pada tahun
2011 sebesar 13.153 jiwa menjadi 57.999 jiwa.
Jumlah penduduk yang bekerja menurut data SAKERNAS
2011 menunjukkan persentase terbesar lapangan perkerjaan
berada pada sektor pertanian, kehutanan dan perkebunan
sebesar 64,89% atau sebesar 1.360.265 jiwa, sementara
persentase terkecil 0,12% atau 2.420 jiwa pada sektor listrik,
gas, dan air. Jumlah penduduk bekerja menurut lapangan
pekerjaan utama pada tahun 2009 sebesar 2.086.105 jiwa,
sementara pada tahun 2010 jumlahnya menurun menjadi
2.061.229 jiwa atau turun sebesar 24.876 jiwa. Pada tahun
2011, jumlahnya kembali meningkat menjadi 2.096.259 jiwa
atau naik 35.030 jiwa dari tahun sebelumnya. Jumlah dan
Proporsi Tenaga Kerja menurut Usaha tahun 2011 sebagaimana
terdapat pada Tabel 10.
52
sektor kontruksi dan tenaga kerja informal di sektor jasa akan
beralih pekerjaan ke sektor pertanian. Namun demikian, pada
bulan Agustus yang merupakan awal musim kemarau, aktifitas
sektor pertanian mengalami penurunan, dan akan di ikuti
dengan pengalihan pekerjaan dari tenaga kerja sektor pertanian
ke sektor kontruksi dan tenaga kerja informal di sektor jasa.
Jumlah pencari kerja yang terdaftar dan dapat
ditempatkan pada tahun 2011, mencapai 37.535 jiwa. Rata-
rata upah yang diterima masyarakat pada kawasan yang masuk
dalam TNP Laut Sawu adalah Rp. 895.000,- di Kabupaten
Sumba Barat, Rp. 905.000,- di Kabupaten Sumba Timur, Rp.
1.115.000,- di Kabupaten Kupang, Rp. 977.250,- di Kabupaten
Timur Tengah Selatan, Rp. 1.017.000,- di Kabupaten
Manggarai, Rp. 868.000,- di Kabupaten Rote Ndao, Rp.
1.196.000,- di Kabupaten Manggarai Barat, Rp. 874.500,- di
Kabupaten Sumba Tengah, Rp.893.000,- di Kabupaten Sumba
Barat Daya. Adapun UMR pada Provinsi NTT adalah Rp.
850.000,-.
53
Provinsi NTT. Jumlah armada penangkapan di 10 (sepuluh)
kabupaten yang wilayah perairannya berada di dalam Kawasan
TNP Laut Sawu terbanyak berada di Kabupaten Kupang yaitu
682 (enam ratus delapan puluh dua unit), diikuti Kabupaten
Rote Ndao sebanyak 482 unit, Kabupaten Manggarai Barat
sebanyak 394 (tiga ratus sembilan puluh empat) unit,
Kabupaten Manggarai sebanyak 372 (tiga ratus tujuh puluh
dua) unit, Kabupaten Sumba Barat sebanyak 246 (dua ratus
empat puluh enam) unit, Kabupaten Sumba Timur sebanyak
219 (dua ratus sembilan belas) unit armada, dan di Kabupaten
Timur Tengah Selatan, Kabupaten Sumba Tengah, Kabupaten
Sabu Raijua, dan Kabupaten Sumba Barat Daya masing-masing
kurang dari 100 (seratus) unit.
Kondisi wilayah kepulauan dengan tempat-tempat
pendaratan illegal yang tersebar menyulitkan pencatatan jumlah
ikan yang didaratkan maupun yang di kirim ke luar wilayah.
Hingga saat ini, di Provinsi NTT baru terdapat 1 (satu)
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) dan 6 (enam) Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) yang tersebar di beberapa kabupaten.
Dengan sangat terbatasnya jumlah pelabuhan perikanan dan
tenaga pengawas sumberdaya, praktek illegal, unreported and
unregulated fishing (IUU fishing) masih sangat tinggi.
Meningkatnya kegiatan yang merusak memberikan dampak
pada kelestarian ekosistem laut dangkal, terutama mangrove
dan terumbu karang. Tingkat kerusakan untuk kedua jenis
ekosistem pantai tersebut rata-rata mencapai 70%.
Berdasarkan data yang diperoleh, terlihat bahwa alat
penangkapan ikan yang digunakan terdiri atas 9 (sembilan)
jenis yang terdiri dari pukat kantong, pukat cincin, jaring
insang, jaring angkat, pancing, perangkap, alat pengumpul, alat
penangkap, dan lain-lain (jala tebar, garpu dan tombak).
Berdasar data jumlah produksi dan nilai produksi perikanan
tangkap tahun 2011, diketahui bahwa jumlah dan nilai
produksi perikanan tangkap terbesar berada di Kabupaten
Kupang dengan jumlah produksi sebanyak 8.389 ton, diikuti
Kabupaten Manggarai sebanyak 3.749,5 ton, sementara
Kabupaten Manggarai Barat sebanyak 3.553,4 ton, Kabupaten
54
Rote Ndao sebanyak 1.516,7 ton, Kabupaten Sumba Timur
1.468.8 ton, Kabupaten Sumba Barat sebanyak 1.320,4 ton,
diikuti Kabupaten Sumba Barat Daya sebanyak 799,2 ton,
Kabupaten Timor Tengah Selatan sebanyak 559,9 ton, dan
Kabupaten Sumba Tengah memiliki jumlah terkecil sebanyak
404,1 ton.
Sektor industri perikanan yang terdapat di kawasan
kabupaten yang wilayah perairannya termasuk dalam TNP Laut
Sawu kondisinya cukup beragam, berupa industri perorangan
maupun perusahaan. Industri perikanan baik yang dikelola oleh
perorangan maupun perusahaan dapat dikelompokkan menjadi
jenis usaha perikanan budidaya, pengolahan, dan
penampungan. Jenis perikanan budidaya di laut yang
berkembang pesat yaitu budidaya rumput laut. Perairan
Provinsi NTT sangat cocok untuk budidaya rumput laut karena
memiliki salinitas yang tinggi dan stabil sepanjang tahun. Selain
itu, perairannya jernih dan bebas cemaran. Selama periode
tahun 2000-2007, produksi rumput laut meningkat dengan
pesat karena pemeliharaannya relatif mudah, investasi yang
relatif rendah, tersedianya pasar untuk produk, serta cepat
menghasilkan uang, sehingga menarik minat masyarakat untuk
membudidayakannya. Selama kurun waktu tersebut, jumlah
pembudidaya meningkat dengan pesat. Jumlah ini diperkirakan
akan terus bertambah dengan semakin banyaknya nelayan kecil
yang beralih menjadi pembudidaya ikan. Selain itu, petani lahan
kering yang tinggal di desa-desa pesisir banyak yang beralih ke
budidaya rumput laut karena kegiatan ini dapat dilaksanakan
hampir sepanjang tahun.
55
Suku Manggarai Riung, Suku Ngada, Suku Ende Lio, Suku
Nagekeo, Suku Sikka-Krowe Muhang, Suku Lamaholot, Suku
Kedang, dan Suku Labala. Selain itu di pulau-pulau lainnya,
terdapat beranekaragam suku bangsa. Secara terperinci, suku-
suku bangsa yang mendiami pulau-pulau yang ada di Provinsi
NTT berdasarkan tempat asal sebagaimana terdapat pada Tabel
11.
56
Pada tahun 2008 rata-rata angkatan kerja di Provinsi NTT
ditinjau dari tingkat pendidikan yang tidak/belum pernah sekolah,
tidak/belum pernah tamat SD, meningkat dari tahun sebelumnya
yaitu 70,99% pada tahun 2007 menjadi 71,83% pada tahun 2008.
Dengan demikian peningkatan kualitas tenaga kerja perlu menjadi
perhatian dalam rangka pertumbuhan ekonomi daerah ke depan.
Tingkat produktifitas tenaga kerja diperoleh dengan
membandingkan PDRB harga konstan menurut sektor pada tahun
tertentu dengan jumlah tenaga kerja yang berkerja pada sektor
tersebut, dengan demikian kita dapat mengetahui berapa rupiah
yang dihasilkan per tenaga kerja pada sektor tersebut.
Setiap suku yang mendiami daerah-daerah di Provinsi NTT
juga memiliki bahasa daerah yang beda-beda pula. Bahasa daerah
merupakan alat komunikasi yang sangat vital dan digunakan oleh
setiap suku dalam berinteraksi, melakukan kegiatan-kegiatan
ritual/keagamaan, upacara/pesta adat dan lain sebagainya.
Secara geografis, bahasa daerah berdasarkan tempat asal di
seluruh wilayah di Provinsi NTT sebagaimana terdapat pada Tabel
12.
Tabel 12. Bahasa Daerah di NTT berdasarkan Tempat Asal
57
musik daerah, dan seni tenun ikat daerah yang memiliki
karakteristik dan perbedaan satu dengan lainnya. Kesenian
daerah tersebut digunakan oleh setiap suku di Provinsi NTT dalam
melaksanakan acara-acara ritual/keagamaan, upacara adat, pesta
perkawinan, penyambutan tamu, dan lain sebagainya.
Masyarakat pesisir sekitar Laut Sawu memiliki sejumlah
kearifan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan.
Kearifan lokal masyarakat pesisir di Provinsi NTT dalam
pemanfaatan sumberdaya perikanan dapat dijumpai pada
masyarakat Belong di Kabupaten Kupang, dan masyarakat
Sumba, masyarakat Alor, masyarakat Solor, masyarakat Rote,
masyarakat Timor dan masyarakat Lamalera di Kabupaten
Lembata. Beberapa dari kearifan lokal ini sudah mengalami
degradasi, namun masih ada yang tetap eksis sampai saat ini.
Tradisi penangkapan paus secara tradisional oleh masyarakat
Lamalera di Kabupaten Lembata merupakan salah satu kearifan
lokal yang masih berlaku sampai dengan saat ini. Tradisi
perburuan paus oleh masyarakat Lamalera di Kabupaten Lembata
sudah berlangsung ratusan tahun sejak nenek moyang mereka
dan tetap mempertahankan ketradisionalannya hingga saat ini.
Masyarakat Timor/Atoni Pah Meto, hidup dalam kultur
lahan kering dan terikat pada ritus-ritus tertentu. Aktifitas yang
berkaitan dengan peri kehidupan dan kemasyarakat selalu
didahului dengan ritual tertentu, antara lain tait nuta ma nopo
(membakar tebasan), tsifo nopo (mendinginkan lahan yg sudah
dibakar), tsimo suan (memilih bibit dan menanam), toil ulan
(mendatangkan hujan), tofa lele (membersihkan lahan), eka hoe
(membendung aliran air), tatam pen tauf (persembahkan hasil
panen).
Falsafah hidup masyarakat Rote erat kaitannya dengan
pohon lontar. Seluruh bagian dari pohon lontar menjiwai sebagian
besar perikehidupan kemasyarakatan orang Rote. Falsafah ini
membuat Masyarakat Rote menjadi orang yang pekerja keras
untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan. Pola hidup
kebaharian telah dianut oleh masyarakat Lamaholot sejak dulu
kala. Pemanfaatan hasil laut diutamakan pula untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kewajiban menjaga
58
keseimbangan dengan menerapkan hak, kewajiban, dan larangan
dalam pemanfaatan hasil laut. Hak yang dimaksud merupakan
hak adat yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat.
Adapun kewajibannya antara lain harus menjaga kelestarian
lingkungan laut. Sedangkan larangan antara lain berupa daerah
tangkapan dan jenis ikan yang diperbolehkan untuk ditangkap.
Peran musyawarah adat akan sangat menentukan dalam setiap
hal yang terjadi dalam pemanfaatan hasil laut tersebut.
c. Kearifan Lokal
Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu
pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud
aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab
berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dalam
bahasa asing sering juga dikonsepsikan sebagai kebijakan
setempat “local wisdom” atau pengetahuan setempat “local
knowledge” atau kecerdasan setempat “local genious”. Wilayah
Perairan Laut Sawu ternyata menyimpan banyak peninggalan
kebajikan yang jika difungsikan memiliki potensi untuk
melindungi upaya pelestarian lingkungan khususnya konservasi
laut. Saat ini upaya revitalisasi mutlak diperlukan, hal tersebut
penting guna menghidupkan kembali muatan lokal berbasis
kebudayaan dan kebijakan yang secara partisipatif melibatkan
masyarakat agar proses implementasi pelestarian lingkungan
dapat tumbuh dan berkembang kembali dalam pola kehidupan
masyarakat.
Berdasar hasil pengamatan yang telah dilakukan di
lapangan, terdapat tidak kurang dari 20 kearifan lokal yang
tumbuh dan berkembang di masyarakat desa pesisir di TNP Laut
Sawu. Salah satu contohnya adalah kebudayaan Hohorok yang
menyebar pada beberapa desa pesisir di Kabupaten Rote Ndao,
Dawwu dan Pudhi Dahi di Kabupaten Sabu Raijua, Mehing Parotu
di Dataran Sumba, Banu di Kabupaten Timor Tengah Selatan
serta Nempung Cama dan Nareng di Kabupaten Manggarai dan
Kabupaten Manggarai Barat.
Salah satu tujuan pengembangan TNP Laut Sawu adalah
pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat. Potensi kearifan lokal
yang ada di masyarakat dapat menjadi salah satu faktor
59
pendukung terlaksananya tujuan ini. Dengan merevitalisasi
kearifan lokal, maka masyarakat dapat ikut serta mendukung
upaya perlindungan terhadap sumberdaya pesisir dan laut yang
ada di desa pesisir pada kawasan TNP Laut Sawu.
Kawasan Perairan Laut Sawu memiliki banyak kawasan
larang ambil yang diatur melalui ragam peraturan adat beserta
perangkat adat yang ada didalamnya. Kawasan larang ambil ini
juga memiliki ragam ritual yang dilakukan pada setiap musim
menjelang turun ke laut. Sebagai upaya pengembangan kawasan
TNP Laut Sawu, dilakukan proses identifikasi ragam kearifan lokal
yang terdapat di dalam kawasan TNP Laut Sawu. Proses
identifikasi kearifan lokal dilakukan dengan mendatangi dan
melakukan wawancara dengan para narasumber yang dianggap
memiliki banyak informasi mengenai bentuk ritual adat ataupun
kebiasaan turun temurun yang ada pada suatu tempat ataupun
kawasan dan pemetaan lokasi kearifan lokal.
1) Kabupaten Kupang
Kabupaten Kupang memiliki kearifan lokal yang disebut
dengan Lilifuk/Niful Loles. Lilifuk/Niful Loles yang dalam bahasa
Dawan artinya kolam adalah daerah cekung pada permukaan
dasar perairan pantai yang masih tergenang air laut pada saat
surut tertinggi. Kondisi tergenangnya air laut pada saat surut
ini menyerupai kolam besar di laut. Lilifuk/Niful Loles terbentuk
dengan diprakarsai oleh salah satu suku adat yang ada di Desa
Kuanheum yakni Suku Baineo. Menurut sejarahnya, Suku/klan
Baineo memiliki hak penuh terhadap lilifuk/Nifu Loles namun
dengan diawali perang antar Suku Baineo dengan Suku Lai
Kopan (Suku di Desa Bolok) dalam memperebutkan tiga
gugusan lokasi yang terhitung dari lokasi perairan pantai
(Tinmau). Tinmau adalah sebuah kolam yang sederetan dengan
Lilifuk/Nifu Loles dengan kedalaman lebih dari 15 meter,
berbentuk lingkaran yang berdiameter ± 500 meter dan dasar
kolam terdapat ekosistem terumbu karang.
Sejak Suku Baineo menguasai Lilifuk/Nifu Loles maka
pengelolaannya pun diatur berdasarkan kesepakatan adat suku
Baineo. Selain itu juga terdapat ragam larangan dalam
pengelolaan lilifuk ini antara lain:
60
a) bahwa setiap orang dilarang masuk dan mengambil ikan di
dalam Lilifuk/Nifu Loles sampai dengan batas waktu yang
ditentukan;
b) masa panen Lilifuk/Nifu Loles dilaksanakan satu kali dalam
setahun, kebiasaan setahun sekali ini dikenal dengan istilah
TUT NIFU, namun yang sekarang menjadi wacana adalah
panen Lilifuk dilakukan 2 tahun sekali yaitu pada bulan Juni
dan bulan Desember;
c) pada saat panen Lilifuk/Nifu Loles diharuskan memberi
undangan kepada desa-desa tetangga; dan
d) upeti/kontribusi bagi suku Baineo selaku pemilik
Lilifuk/Nifu Loles pada saat panen adalah beberapa ekor ikan
yang diambil dari hasil tangkapan setiap undangan yang
datang dalam istilah adatnya adalah TANAIB IKA artinya
seikat ikan.
Semua larangan tersebut ditetapkan dalam sebuah
upacara ritual yang dikenal dengan istilah adat yakni TASAEB
TALAS yang artinya mendirikan rambu-rambu. Sedangkan
sanksi yang dijatuhkan kepada pelanggar adalah, apabila ada
oknum-oknum yang kedapatan melanggar maka akan
dikenakan sanksi berupa denda 1 (satu) ekor hewan yaitu
sapi, babi atau kambing. Sementara itu bagi pelaku yang
melakukan pencurian ikan di Lilifuk/Nifu Loles pada masa
penutupan akan dikenakan sanksi adat berupa 1 (satu) ekor
babi dan beras 100 (seratus) kg dan bagi pelaku yang
menggunakan pukat garu yang dapat mengakibatkan
rusaknya Lilifuk/Nifu Loles akan dikenakan sanksi adat
berupa uang Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).
2) Kabupaten Sabu Raijua
Kabupaten Sabu Raijua merupakan daerah yang
memegang teguh tradisi adatnya, banyak kearifan lokal yang
dimiliki kabupaten ini antara lain:
a) Kowa Hole
Masyarakat Sabu memiliki ritual Hole (merupakan
aktifitas kehidupan berdasarkan jadwal tertentu seperti
memanggil nira, memanggil hujan, menolak kekuatan gaib,
atau keseluruhan upacara dari mulai menanam, memanen
61
sampai pada persembahan hasil panen), yang merupakan
ritual puncak dari sebagian besar ritual dalam kebudayaan
orang sabu. Hole menggambarkan cognitive culture atau
orientasi budaya yang merupakan pandangan hidup yang
membentuk sikap individual maupun sikap sosial dan
kultural. Hole juga dijadikan landasan berkomunikasi
simbolik melalui ungkapan syair-syair juga melalui simbol
artefak dalam konteks kulturalnya. Hole dalam konteks
internal menggambarkan budaya kognitif individual yang
membimbing bagaimana individu dalam tata kehidupan
sosial.
Dalam konteks eksternal, Hole merupakan aspek
sosial budaya yang masyarakat Sabu ciptakan dalam relasi
antar personal dengan orang lain, sehingga peta kognitif
masyarakat Sabu menghayati hole sebagai sebuah ungkapan
syukur bagi kemakmuran manusia, hewan dan tumbuhan
yang dalam satu kesatuan karena telah memberikan mereka
kehidupan. Upacara ini masih tetap terjaga, terutama yang di
lakukan oleh masyarakat di Kecamatan Sabu Liae yang
bertujuan untuk memanggil nira, hujan, dan menolak
kekuatan gaib. Sejak kegiatan menanam, memanen, sampai
pada persembahan hasil panen baik untuk hasil darat
maupun laut, ritual ini harus dilakukan sekali dalam setiap
tahun pada bulan april.
Proses pengambilan karang yang akan digunakan
untuk kapur sirih adalah sebuah keunikan tersendiri yang
dimiliki masyarakat Sabu. Pengambilan karang ini hanya
boleh dilakukan satu kali dalam setahun dengan
menggunakan Kowa (perahu). Ritual ini adalah sebuah
kegiatan yang berbentuk pelepasan kowa (perahu) kepada
Rutay sang penguasa laut yang berisi hasil panen. Hal ini
dilakukan sebagai upaya permohonan untuk menghindari
terjadinya keburukan keburukan yang dapat ditimbulkan
akibat kurangnya rasa bersyukur serta harapan agar sang
penguasa laut akan menerima persembahan tersebut dan
melimpahkan hasil laut untuk penduduk yang telah
memberikan persembahan.
62
Ada hal yang menarik dalam ritual ini yakni adalah
papan perahu yang digunakan akan kembali lagi ke tepi
pantai dan untuk selanjutnya digunakan kembali dalam
pelepasan perahu ditahun yang akan datang. Pada prosesi ini
sebelum perahu dilepas ke pantai dilakukan pembacaan
syair-syair yang mengisahkan puji-pujian kepada Rutay dan
setelah upacara pelepasan selesai dilakukan para peserta
harus segera pulang dan dilarang untuk menoleh ke
belakang.
b) Larangan penggunaan akar tuba
Di Desa Limaggu terdapat aturan adat yang tidak
membolehkan digunakannya akar tuba (Dawwu) dalam setiap
proses penangkapan dan masih di desa ini juga terdapat
suatu wilayah yang sakral atau wilayah suci yang tidak boleh
dimasuki sembarangan yang dapat digunakan sebagai
sumber ikan (Menangalea).
c) Panadahi
Pulau Raijua memiliki kearifan lokal yang disebut
Panadahi, yang merupakan konsep Meting yang merupakan
bentuk lain untuk mempertahankan keberlangsungan
sumber daya yang ada dilaut.
Meting merupakan suatu kegiatan mencari ikan di
pantai pada saat kondisi surut/meting yang sudah
berlangsung secara turun temurun di hampir seluruh daerah
Provinsi NTT, akan tetapi ada keunikan di Raijua, untuk
menjaga agar kelangsungan tangkapan terus terjaga
masyarakat disini melakukan proses buka tutup lahan untuk
meting.
Suatu lahan di kawasan perairan akan dimanfaatkan
selama dua tahun dan kemudian untuk dua tahun
berikutnya kawasan tersebut akan ditutup dan masyarakat
disana berdasarkan kesepakatan yang dilakukan bersama
dan disahkan oleh ketua adat dilarang untuk melakukan
proses penangkapan disana.
Proses pembukaan dan penutupan kawasan tersebut
berdasarkan hasil pengamatan para tetua adat setelah
melakukan serangkaian ritual upacara tradisional dan hanya
63
tetua adat yag berhak untuk menentukan kapan waktu
untuk proses panadahi tersebut dimulai.
d) Kati Dana
Penduduk Raijua percaya jika ruh para leluhur ada
selalu menjaga dan mengawasi segala bentuk kegiatan yang
mereka lakukan sehari-hari. Ruh para leluhur ini diyakini
berdiam di Pulau Dana yang merupakan pulau terluar yang
ada di bagian selatan Kabupaten Sabu Raijua.
Sebagai salah satu ungkapan rasa syukur dan
terimakasih karena telah menjaga dan menjauhkan mereka
dari marabahaya maka penduduk yang ada di Kabupaten
Sabu Raijua secara rutin setiap tahunnya antara bulan Juni–
Juli mengadakan upacara adat yang disebut dengan Kati
Dana.
Prosesi yang dimulai dengan bersama-samanya para
penduduk ini mengarahkan perahu mereka ke Pulau Dana
dengan membawa beragam persembahan seperti daging sapi,
ayam, atau apapun yang dapat dimakan yang ditujukan
sebagai penghormatan kepada para leluhur atas kemurahan
hatinya membolehkan hasil yang ada dilaut dapat
dimanfaatkan.
Sesampainya di Pulau Dana maka para penduduk
Raijua akan melakukan doa bersama dan juga makan
bersama dengan para leluhur yang ditunjukkan dengan
melabuhkan bahan makan kelautan bebas.
e) Peluru Ruju
Sebagai salah satu perairan yang memiliki padang
lamun dalam kondisi baik, menjadikan perairan Pulau Raijua
menjadi salah satu habitat dugong. Hal inilah yang kemudian
menginspirasi para penduduk yang ada disana untuk
melakukan semacam uji keberanian dan juga sebagai tanda
kedewasaan bagi setiap laki-laki yang ada disana.
Peluru Ruju adalah salah satu ritual perburuan
dugong yang dilakukan setiap tahunnya pada bulan Maret-
April oleh penduduk disana. Aktivititas ini dimulai dengan
pemancangan satu buah tonggak disekitar perairan yang
diperkirakan akan didekati oleh mamalia tersebut, untuk
64
kemudian para lelaki dipersilahkan untuk melakukan proses
penombakan.
Namun demikian masih terdapat kearifan yaitu, para
pemburu hanya dibolehkan menombak satu kali dan dugong
yang boleh ditombak hanya yang menyentuhkan hidungnya
ke tonggak yang telah dipancangkan, dan dugong tersebut
harus yang sudah dewasa dan jantan. Hal ini menunjukkan
ada kebajikan yang mengatur bagaimana adat dan
kelangsungan hidup mamalia tersebut harus berjalan secara
seimbang.
65
Seiring dengan perkembangan zaman, tradisi Mihi
Parotu di Desa Mburukulu, Kabupaten Sumba Timur, sudah
mulai memudar. Tradisi ini merupakan ajaran dari
kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Pulau Sumba
dimasa lalu yakni Marapu, dimana penganut aliran tersebut
sudah semakin sedikit, karena masyarakat sudah mulai
mengenal agama yang melarang adanya perbuatan tersebut
karena dianggap bertentangan.
Di Desa Wendewa Utara, Kabupaten Sumba Tengah
terdapat lokasi yang dikenal dengan nama Samba yakni
tempat yang dianggap suci dan tidak boleh ada proses
penangkapan apapun di sana. Sementara itu, di Desa
Tanambanas terdapat ritual tahunan berupa Luat, yakni
upacara persembahan bagi roh dan leluhur yang telah menjaga
laut serta memberikan hasil yang ada di dalamnya kepada
masyarakat yang ada disana. Di Desa Lokory, Kecamatan
Lokory, Kabupaten Sumba Barat terdapat kearifan yang
dikenal dengan nama Samba yang sama dengan tempat
persembahan yang ada di Kabupaten Sumba Tengah.
Kabupaten Sumba Barat Daya menyimpan banyak kearifan
seperti watuweri di Desa Atedalo, dan Watu Umbu di Desa
Kalembukaha, Kecamatan Kodi.
66
tersebut, biasanya wilayah/areal papadak diberi tanda oleh
Manahora dan hanya boleh mengambil diluar areal papadak.
Sedangkan untuk wilayah/areal papadak yang diberi tanda
yang ada didalamnya dilarang untuk mengambil hasilnya,
kecuali ada jangka waktu tertentu yang sudah ditentukan
berdasarkan kesepakatan papadak untuk bisa diambil hasilnya.
Waktu yang diperbolehkan untuk mengambil hasil di
dalam wilayah/areal papadak adalah 1 atau 2 tahun, kemudian
ditutup kembali sampai ada izin untuk dibuka kembali. Untuk
di darat, hasil papadak yang diambil berupa pakan ternak dan
kelapa. Sedangkan untuk di laut papadak diberlakukan untuk
teripang dan lobster yang banyak terdapat di Teluk Pouk
Kecamatan Rote Timur.
67
Kegiatan ini dilakukan pada rentang bulan Desember sampai
dengan bulan Maret setiap tahunnya dimulai dengan
pembuatan sangkar penangkapan ikan dengan acara bakar
ayam atau telur untuk meminta hasil dan keselamatan untuk
kemudian dilakukan persembahan bagi para penguasa lautan,
agar hasil tangkapan dapat melimpah. Sedangkan di Kabupaten
Manggarai Barat, ada hal yang disebut dengan Nempung Cama
atau duduk bersama mendiskusikan hal-hal yang baik untuk
keberlanjutan hidup termasuk upaya perlindungan alam dan
habitat dari kerusakan. Sanksi atas pelanggaran ditentukan
berdasarkan kesepakatan diantara tokoh desa dan masyarakat,
biasanya berupa hewan ataupun uang. Secara terperinci, Status
Kearifan Lokal di dalam TNP Laut Sawu sebagaimana terdapat
pada Tabel 13.
Tabel 13. Status Kearifan Lokal di dalam TNP Laut Sawu
Kabupaten Kearifan Lokal Status
Sudah diaktifkan kembali melalui proses
Kupang Lilifuk revitalisasi dan juga pembuatan
Peraturan Desa yang mengatur Lilifuk
Sabu Kowa hole Aktif
Raijua Panadahi Aktif
Papadak Aktif
Rote Ndao Hohorok Aktif
Manggarai Ritual lambagor Aktif
Manggarai Nempung cama Dalam proses revitalisasi
Barat Nareng Tidak aktif
B. Permasalahan Pengelolaan
Permasalahan pengelolaan di TNP Laut Sawu sangat beragam
sehingga memerlukan strategi pengelolaan yang tepat untuk
mengatasinya. Populasi mamalia laut yang luar biasa di TNP Laut Sawu
memerlukan pengelolaan dan pendekatan terpadu terhadap ancaman
68
yang berdampak pada populasi. Untuk menghindari seringnya mamalia
laut tertangkap, maka salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah
penetapan zonasi. Ancaman utama untuk paus dan lumba-lumba
adalah penangkapan oleh nelayan sebagai hasil tangkapan sampingan
(by-catch), polusi suara, limbah kimia, dan benturan oleh kapal atau
perahu. Sementara untuk mengurangi ancaman tertangkapnya dugong,
strategi pengelolaan yang efektif adalah membatasi gangguan dari biota
lain yaitu dengan menciptakan zona "tidak ada gangguan (no
disturbance)". Zona tersebut diperuntukkan dalam menjaga kelestarian
dugong serta kelestarian padang lamun sebagai feeding ground mereka.
Ancaman utama yang teridentifikasi dari proses Rencana Aksi
Konservasi (RAK) untuk penyu adalah penangkapan oleh nelayan
sebagai hasil tangkapan sampingan (by-catch). Sedangkan ancaman
lainnya yaitu penambangan pasir pantai tempat penyu bertelur.
Eksploitasi penyu selalu sulit untuk dikelola, mengingat terdapat daerah
yang penduduknya mengkonsumsi penyu dan telur penyu. Oleh karena
itu, informasi lebih lanjut mengenai tingginya ancaman dan dampak
pada populasi penyu perlu dikumpulkan, sehingga pengelola dapat
menentukan zona serta daerah perlindungan bagi penyu. Selain hal
tersebut, program kesadaran masyarakat dan pelibatan masyarakat
dalam pengawasan, monitoring dan melindungi penyu dan pantai
peneluran penyu harus segera dilakukan. Peta ancaman/aktifitas
terhadap sumberdaya hayati yang ada di TNP Laut Sawu sebagaimana
terdapat pada Gambar 23.
69
penebangan mangrove. Adapun untuk habitat terumbu karang
ancaman/aktifitas yang dominan merusak adalah pengeboman ikan,
penggunaan racun ikan, dan penambangan karang. Ancaman/aktifitas
yang mengakibatkan rusaknya/menurunnya kualitas sumberdaya
hayati lainnya di TNP Laut Sawu antara lain yaitu pengambilan lamun,
penambangan pasir, pengambilan sirip hiu, panangkapan pari manta,
dan polusi.
Run off daratan, limbah kimia, plastik, sampah, polusi, dan
sedimentasi diidentifikasi sebagai sumber ancaman dari darat. Untuk
menanganinya, perlu dibangun kolaborasi dengan unit pengelolaan
daratan dan meningkatkan regulasi/peraturan untuk kualitas air dalam
kawasan TNP Laut Sawu dan di daratan. Selain hal tersebut, perlu
dilakukan identifikasi lebih lanjut aktivitas-aktivitas yang berdampak
pada ekosistem laut di dalam kawasan TNP Laut Sawu, termasuk
mempelajari Daerah Aliran Sungai (DAS) selama musim kemarau dan
hujan, aliran sungai, daerah di dekat pembangunan perkotaan, desa,
tambang, dan segala jenis eksploitasi yang dapat mempengaruhi
kualitas air di dalam kawasan TNP Laut Sawu. Kebiasaan membuang
sampah di tengah laut oleh penumpang maupun anak buah kapal (ABK)
pada kapal penyeberangan juga merupakan sumber ancaman
pencemaran perairan di kawasan TNP Laut Sawu.
Ancaman ini tidak hanya mempengaruhi habitat dan spesies yang
berasosiasi di dalamnya, tetapi mengubah keseimbangan dalam
ekosistem yang rapuh. Terumbu karang dapat bertahan dari setiap
ancaman secara terpisah. Namun demikian, ketika ancaman tersebut
dikombinasikan misalnya oleh pemboman ikan, sedimentasi, mereka
akan kehilangan ketahanan/resilient mereka untuk pulih dari tekanan
alami seperti badai atau dampak dari pemanasan global.
70
BAB III
PENATAAN ZONASI
A. Umum
1. Proses Penataan Zonasi
Penataan zonasi merupakan tahapan awal yang harus dipenuhi
sebelum dilakukan proses pengembangan kawasan, pemanfaatan dan
sistem pengelolaan yang efektif. Salah satu kebutuhan TNP Laut
Sawuyang cukup mendasar adalah penataan zonasi dengan
mempertimbangkan ekosistem dan masyarakat secara menyeluruh,
sehingga dalam pelaksanaannya mampu menjalankan fungsi kawasan
pelestarian alam dan didukung secara penuh oleh semua pihak
(stakeholder).
a. Identifikasi Isu
Proses ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi isu dan
masalah yang ada dan mungkin timbul yang berkaitan dengan
keberadaan dan pemanfaatan sumberdaya alam, kelembagaan,
masyarakat dan pemanfaatan perikanan.
b. Pengumpulan Data
Proses ini dilaksanakan untuk mengetahui kondisi TNP Laut
Sawu dengan menggunakanData yang dikumpulkansebagai
berikut:
1) Data fisik, meliputi iklim, keadaan pantai dan perairan,
oseanografi, dan potensi lainnya;
71
2) Data bio-ekologis, meliputi tipe dan lokasi habitat yang bernilai
tinggi dan karakteristiknya seperti keberagaman jenis, ukuran,
tingkat kealamiahan, keunikan dan keterwakilan serta
ketergantungan biota terhadap Kawasan Konservasi Perairan;
3) Data sosial dan budaya, meliputi tipe, lokasi dan jumlah
masyarakat pengguna, tingkat kemandirian masyarakat
pengguna, dampak terhadap biota dan habitat, kegiatan lain
yang merusak habitat dan sumber daya ikan, keberadaan dan
potensi ancaman dari aktivitas di luar kawasan dan di sekitar
kawasan antar zona dalam kawasan, kearifan lokal serta adat
istiadat; dan
4) Data ekonomi, meliputi mata pencaharian masyarakat, nilai
penting perikanan, potensi rekreasi dan pariwisata, dan
kemudahan mencapai kawasan.
c. ProsesPenyusunan Zonasi
Proses penyusunan zonasi TNP Laut Sawu dilakukan
melalui tahapan-tahapan, sebagai berikut:
1) Analisis Data
Data dan informasi yang telah dikumpulkan selanjutnya
dianalisis untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi
masing-masing parameter data. Kondisi masing-masing
parameter data tersebut selanjutnya menjadi input pada
proses pemilihan zona dalam TNP Laut Sawu.
72
diperoleh dari kriteria-kriteria biofisik dan sosial yang juga
merupakan kriteria zona inti dalam TNP Laut Sawu, sementara
beban biaya adalah pengaruh negatif aktivitas sosial
masyarakat terhadap konservasi, dimana semakin tinggi
pengaruh negatif suatu aktivitas semakin tinggi pula angka
yang diberikan, dan sebaliknya.
2) Proses Partisipatif
Proses ini dilaksanakan dengan mengumpulkan informasi
serta mencari masukan dari berbagai pihak yang mempunyai
kepentingan terhadap pengelolaan TNPLaut Sawu. Wujud dari
proses ini berupa konsultasi publik dan/atau pertemuan-
pertemuan di tingkat komunitas, dengan materi masukan
adalah hasil analisis rencana zonasi yang telah dilakukan
sebelumnya.
2. Desain Zonasi
Desain untuk rencana zonasi TNP Laut Sawu berdasarkan pada
analisis dari data yang telah tersedia sesuai dengan pedoman dalam
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan NomorPER.30/MEN/2010,
tujuan dan kriteria desain (biofisik, resilien, dan sosial ekonomi)
untuk TNP Laut Sawu. TNP Laut Sawu dengan luasan 3.355.352,82
hektar dan lebih dari 50 layer data yang perlu dianalisis. Untuk
membantu tugas yang kompleks tersebut,digunakan perangkat
lunak/software MARXAN untuk membantu dalam analisis
pengambilan keputusan untuk mengembangkan rencana zonasi TNP
Laut Sawu, yang mempunyai kemampuan untuk memberikan
beberapa pilihan desain kawasan perlindungan laut secara cepat.
Hasilnya akan digunakan untuk mengidentifikasi daerah penting yang
cocok untuk konservasi/non-ekstraktif pada zona yang sesuai. Batas-
batas zonasi dibuat dan dimodifikasi berdasarkan masukan dari
stakeholder kunci dan ahli ilmiah. Hasil utama dari analisis ini berupa
identifikasi daerah-daerah dengan nilai konservasi yang tinggi dengan
tingkat pemanfaatan yang rendah.
Hasil analisis data menggunakan MARXAN kemudian
dimodifikasi berdasarkan masukan dari stakeholder kunci untuk
73
mendapatkan masukan tentang kondisi lokal atau informasi yang
tidak didapatkan pada data set yang ada.
Dalam perangkat lunak MARXAN suatu wilayah dapat dibagi
menjadi beberapa satuan perencanaan yang akan dipilih sebagai
calon prioritas bagi suatu kawasan konservasi yang akan dikelola
ataupun suatu area yang teridentifikasi memiliki tingkat
keanekaragaman hayati tinggi namun juga memiliki beban biaya
pengelolaan yang rendah. Istilah “Planning Unit” atau satuan unit
perencanaan ini mengacu kepada seberapa besarnya suatu area dapat
dibagi menurut tingkat kedetailan rentang sumber data yang tersedia
untuk dapat mewakili suatu target konservasi yang berpengaruh
terhadap efektifitas pengelolaan yang baik. Dari luasan total
3.355.352,82 hektar TNP Laut Sawu, maka yang dijadikan target
utama adalah wilayah pesisir dengan batas kedalaman yang tidak
melampaui 200 meter dengan luas ukuran permasing-masing satuan
unit perencanaan adalah sebesar 500 m² (meter persegi). Hasil yang
didapatkan terdiri dari ± 14,815 buah satuan unit perencanaan yang
mencakup keseluruhan TNP Laut Sawu.
Stratifikasi unit dipergunakan untuk membagi TNP Laut Sawu
baik secara geografis dan adanya kedekatan hubungan interaksi
secara ekosistem sehingga nantinya dapat memenuhi sasaran
konservasi yang diinginkan. Oleh karna itu, TNP Laut Sawu di bagi
menjadi 7 stratifikasi unit yang terdiri dari 1) Flores Selatan 2) Sumba
Utara 3) Sumba Timur, 4) Sabu Raijua 5) Rote Ndao, 6) Timor Tengah
Selatan dan 7) Kupang Utara. Pembagian inilah yang mendasari suatu
hirarki unit analisis terhadap satuan unit perencanaan dalam
perangkat lunak MARXAN.
“Cost layer” atau tema beban biaya menjadi salah satu faktor
penting yang dapat mempengaruhi pemilihan suatu satuan unit
perencanaan. Dari hasil identifikasi awal yang telah dilakukan, maka
faktor sosial ekonomi dan aktifitas kegiatan manusia lainnya menjadi
komponen utama dari tema beban biaya ini. Tema beban biaya yang
digunakan dalam kajian ini meliputi budidaya laut, pelabuhan,
transportasi laut, daerah tangkapan ikan, daerah bekas penangkapan
ikan dengan bom, penambangan karang, penambangan pasir,
penebangan mangrove, penangkapan ikan dengan racun serta
aktifitas memancing. Adapun angka skor yang diberikan sebagai
74
bobot pada masing – masing tema beban biaya yaitu 3 (rendah), 6
(menengah), dan 9 (tinggi), dimana angka-angka ini menunjukkan
semakin berpengaruh negatif terhadap konservasi, maka angka yang
diberikan akan tinggi (misalnya 9) dan sebaliknya.
Penentuan angka persentase target konservasi yang akan
dicapai telah dikaji melalui proses ilmiah maupun pengalaman dan
pengamatan di lapangan. Adapun untuk analisis ini yang digunakan
sebagai berikut:
a. 10 % (sepuluh) persen untuk masing-masing habitat laut dangkal
(terumbu karang, mangrove, padang lamun dan estuari)
b. 33 % (tiga puluh tiga) persen untuk daerah tempat peneluran
penyu (penyu sisik, penyu lekang, penyu pipih, penyu hijau,
penyu belimbing, penyu tempayan)
c. 20 % (dua puluh) persen untuk wilayah buaya
d. 25 % (dua puluh lima) persen untuk lokasi pemijahan ikan dan
dugong
e. 5 % (lima) persen untuk habitat pelagis yang memiliki cakupan
besar (misalnyaUpwelling), pulau satelit dan selat
f. 5 % (lima) persen untuk lokasi sebaran dan koridor setasea serta
lumba-lumba
g. 5 % (lima) persen untuk lokasi hiu dan pari manta
75
b. kawasan konservasi yang sudah ada baik yang secara langsung
sudah diperuntukkan untuk laut ataupun peruntukkan darat
yang memiliki kaitan dengan laut.
Data yang tersedia merupakan data terlengkap yang dapat
dikumpulkan dari berbagai sumber baik data primer (pengambilan
data di lapangan secara langsung) ataupun data sekunder (data yang
diperoleh dari hasil analisis ataupun publikasi), namun data-data
tersebut memiliki tingkat akurasi yang berbeda-beda. Hal ini juga
yang dijadikan acuan pada tahapan penentuan persentase untuk
target konservasi, misalnya pada data mamalia laut yang cenderung
memiliki area cakupan yang cukup luas dengan akurasi yang rendah
maka untuk angka target konservasi dibuat kecil sebaliknya dengan
tingkat akurasi yang cukup tinggi seperti data terumbu karang
ataupun mangrove maka penentuan angka target konservasi dibuat
lebih tinggi.
Boundary Length Modifier (BLM) menjadi penentu lainnya yang
dapat dipergunakan dalam analisis ini. Dari proses analisis yang telah
dilakukan secara berulang-ulang maka didapatkan angka 0,001, yang
dimana angka ini cukup signifikan untuk membuat satuan unit
perencanaan yang dipilih menjadi semakin mengelompok namun
sebaliknya angka yang semakin besar akan memberikan pengaruh
terhadap hasil yang terpilih menjadi semakin acak dan tersebar.
Dari 3 (tiga) tahapan atau skenario yang dibuat dengan
MARXAN maka kami memperoleh daerah-daerah yang mempunyai
nilai konservasi tinggi dan memiliki beban biaya konservasi yang
rendah atau tingkat pemanfaatan yang rendah. Dengan acuan dari
informasi tersebut dan setelah dilakukan cross-check dengan data
yang tersedia dan juga memasukkan desain kriteria yang telah dibuat
bersama dengan Tim P4KKP Laut Sawu guna membantu dalam
memprioritaskan hasil dari MARXAN, maka dibuat “kotak-kotak
persegi” sebagai batas kasar untuk daerah-daerah yang mempunyai
nilai konservasi tinggi dan memiliki beban biaya konservasi yang
rendah atau tingkat pemanfaatan yang rendah di TNP Laut Sawu yang
nantinya dapat memberikan arahan untuk menentukan zona larang
ambil. Adapun jumlah kotak tersebut sebanyak 63 buah yang
mencakup keseluruhan area.
76
3. Kriteria DesainRencana Zonasi TNP Laut Sawu
Selain kriteria-kriteria yang mengacu pada pembagian zonasi
yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
NomorPER.30/MEN/2010, perlu juga memperhatikan beberapa aspek
yang berkaitan dengan penentuan zonasi TNP Laut Sawu agar
menjadi TNP yang resilien dan tangguh, diantaranya adalah:
a. Aspek Biofisik
1) ukuran setiap zona tanpa ambil memiliki diameter minimal 10-
20 km untuk ukuran terkecil, kecuali di wilayah-wilayah
pesisir yang masyarakatnya mempunyai ketergantungan yang
tinggi terhadap sumberdaya laut, hal ini dimaksudkan guna
pengaplikasian minimal 1 km2 untuk zona tanpa ambil.
2) tiaptipe habitat (terumbu karang, mangrove, padang lamun)
harus terwakili dalam sebuah zona tanpa-ambil Minimal 10%
(sepuluh) persen, dengan sasaran 30% (tiga puluh) persen.
3) gunamengurangi peluang terjadinya gangguan di habitat
tersebut oleh akibat yang sama maka harus dilakukan minimal
tiga kali pengulangan dari masing-masing tipe habitat di dalam
zona tanpa-ambil.
4) pilihlahdaerah yang memiliki tipe-tipe habitat yang beragam ke
dalam sebuah zona tanpa-ambil guna memastikan adanya
keterkaitan ekologi yang tinggi antar habitat.
5) pilihlahzona tanpa-ambil yang dekat dengan kawasan lindung
darat guna memaksimalkan keutuhan ekosistem pesisir.
6) fragmentasi(pemisahan) harus dihindarkan, masukkanlah
keseluruhan suatu satuan biologis dalam zona tanpa-ambil
(misalnya sebuah gunung laut, sebuah atoll, sebuah laguna,
yang utuh).
7) pilihbentuk-bentuk sederhana sebagai zona-zona tanpa ambil
guna meminimalisir pengaruh akibat tata batas, namun tetap
memaksimalkan perlindungan di dalam kawasan lindung.
8) lindungi daerah-daerah yang kritis atau unik, seperti misalnya:
a) habitat spesies yang terancam punah;
b) komunitas biota laut yang unik dan beragam;
c) spesies yang endemik atau daerah-daerah kunci bagi ke-
endemikan biota-biota;
d) habitat-habitat yang penting secara global;
77
e) daerah-daerah yang penting dalam tahapan-tahapan
kehidupan suatu species seperti tempat-tempat berkumpul
ikan untuk kawin, tempat-tempat berkumpul atau
berkembang-biak hiu, pantai-pantai peneluran atau
daerah-daerah makan/istirahat penyu, dan tempat-tempat
bertelur burung laut;
f) habitat buaya;
g) habitat duyung;
h) habitat-habitat pelagis yang unik (misalnya: daerah-daerah
yang memiliki konsentrasi yang tinggi dari upwelling,
tempat bertemu arus dan pusaran-pusaran arus laut).
78
1) diketahuidan dihargainya hak masyarakat setempat, serta
memastikan bahwa masyarakat dilibatkan dalam semua proses
pengambilan keputusan untuk zonasi.
2) pemaduserasianpengetahuan tradisional, praktek-praktek
konservasi tradisional dan perikanan berkelanjutan ke dalam
pengelolaan TNP Laut Sawu.
3) meminimalisir dampak negatif kegiatan-kegiatan mata
pencaharian masyarakat setempat yang ada.
4) lindungidaerah-daerah yang memiliki nilai-nilai budaya-
tradisional yang penting bagi pemilik-pemilik sumberdaya
lokal.
5) minimalisirpemanfaatan-pemanfaatan yang akan menimbulkan
konflik (misalnya antara pariwisata dan perikanan).
6) mempertimbangkanspesies-spesies penting bagi perikanan
masyarakat (misalnya lola, teripang, lobster, siput hijau,
abalone, kima), serta mengetahui variasi-variasi sebaran
tempat dan musim dalam pemanfaatannya dan nilai-nilainya.
7) dukungpenangkapan ikan yang subsisten (untuk kebutuhan
sehari-hari) dan perikanan yang berdampak rendah.
8) lindungipemanfaatan sumberdaya laut masyarakat setempat
dengan melarang praktek-praktek perikanan yang merusak.
9) fasilitasidan dukung penerapan praktek-praktek pengelolaan
yang mendukung keberlanjutan dan perikanan komersial yang
berdampak rendah.
10) pengembanganTNP Laut Sawu dirancang untuk mendukung
perikanan artisanal (skala kecil atau tradisional) bagi
masyarakat setempat.
11) pertimbangkanspesies-spesies yang rentan terhadap
penangkapan berlebihan (misalnya kerapu, hiu).
12) lindungitempat-tempat wisata yang potensial.
13) dukungindustri ramah lingkungan yang berdampak rendah
yang cocok dengan kawasan konservasi laut (misalnya wisata
alam, budidaya mutiara).
14) cegahpenempatan zona tanpa-ambil di dekat lokasi
infrastruktur perkapalan yang ada.
79
4. Penilaian Lokasi Hasil Analisis Marxan
Berdasarkan hasil analisis data kondisi kawasan konservasi
TNP laut Sawu, dengan menggunakan perangkat lunak Marxan, telah
berhasil diidentifikasi 63 (enam puluh tiga) buah titik lokasi yang
merupakan area penting yang memiliki tingkat keanekaragaman yang
tinggi.
Lokasi-lokasi tersebut berada dalam 7 (tujuh) stratifikasi yang
dibuat berdasarkan faktor geografis dan kedekatan dengan ekosistem.
Ketujuh stratifikasi unit tersebut adalah : 1) bagian Flores bagian
Selatan; 2) Sumba bagian Utara; 3) Sumba bagian Timur, 4) Sabu
Raijua 5) Rote Ndao, 6) Timor Tengah Selatan dan 7) Kupang bagian
Utara.
80
Gambar 25.Hasil prioritas daerah-daerah penting TNP Laut Sawu
81
Gambar 26. Peta Zonasi TNP Laut Sawu
82
B. Zona Inti
83
Nama Zona ID Zona X Y
123° 58' 59,58" BT 9° 14' 21,14" LS
119° 55' 18,48" BT 8° 51' 42,19" LS
119° 55' 35,99" BT 8° 52' 19,78" LS
119° 54' 49,23" BT 8° 52' 34,86" LS
1020 119° 52' 17,69" BT 8° 51' 47,82" LS
119° 52' 17,69" BT 8° 51' 47,82" LS
119° 52' 17,68" BT 8° 51' 47,81" LS
119° 52' 58,32" BT 8° 49' 45,57" LS
119° 50' 39,91" BT 9° 21' 24,06" LS
119° 50' 24,44" BT 9° 21' 6,48" LS
1030
119° 51' 24,06" BT 9° 20' 27,42" LS
119° 51' 36,94" BT 9° 20' 48,23" LS
121° 44' 31,66" BT 10° 28' 39,21" LS
121° 38' 16,70" BT 10° 32' 16,01" LS
121° 33' 18,10" BT 10° 32' 23,11" LS
1040 121° 30' 17,55" BT 10° 33' 59,07" LS
121° 27' 11,75" BT 10° 21' 49,78" LS
121° 37' 49,20" BT 10° 17' 57,84" LS
121° 44' 31,66" BT 10° 28' 39,21" LS
84
Tabel 15. Letak dan Luasan Masing-masing ID Zona Inti
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
1 1000 Inti - Pulau Dana Sabu Raijua Kolorae 20534,54 Pulau Oseanik yang pantainya
merupakan pantai peneluran
penyu; terdapat terumbu karang,
koridor migrasi setasea, lumba-
lumba, dan habitat laut dalam
(selat); Pulau ini juga merupakan
pulau terdepan NKRI yang
berbatasan dengan Australia.
2 1010 Inti - Pulau Batek Kupang Netemnanu 946,02 Pulau Batek merupakan pulau
Selatan terdepan NKRI yang berbatasan
dengan Timor Leste, pantainya
merupakan pantai peneluran
penyu hijau, terdapat terumbu
karang, koridor migrasi setasea,
paus, dan lumba-lumba. Terdapat
pos penjagaan TNI di pulau ini.
3 1020 Inti - Tanjung Manggarai Nangabere 924,67 Terdapat buaya muara, komodo,
Karitamese Barat habitat burung, pantai peneluran
penyu, lokasi SPAGS, terumbu
karang, paus, lumba-lumba,
habitat laut dalam (selat), dan
daerah upwelling.
85
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
4 1030 Inti - Tanambanas Sumba Tanambanas 148,34 Wilayah zona ini termasuk dalam
Tengah wilayah Desa Tanambanas.
Kondisi terumbu karangnya
masuk dalam kategori sedang
sampai dengan baik dengan
dominan baik. Perairannya juga
ditemukan lumba-lumba. Di
perairan sekitarnya mempunyai
habitat perairan dalam yaitu selat.
Terdapat pos pengawasan DKP di
wilayah ini.
5 1040 Inti - Perairan Sabu Raijua - 57115,05 Kawasan zona ini melingkupi
Utara Pulau Perairan sebelah Utara dari Pulau
Raijua Raijua yang memiliki koridor
migrasi setasea, lumba-lumba,
dan habitat laut dalam (selat);
Hasil REA Setasea juga
ditemukan asosiasi 3 spesies
setasea dalam jumlah yang cukup
besar yaitu 80 ekor Paus Kepala
Melon, 50 ekor Lumba-lumba
Risso dan 50 ekor Lumba-lumba
Fraser, serta ditemui juga Paus
Biru dengan ukuran sekitar 20
meter yang sedang bermigrasi
melewati perairan ini.
Luas Total Zona Inti 79668,62 2,37 % dari luas TNP Laut Sawu
86
Luas total zona inti TNP Laut Sawu adalah 79.668,2 hektar atau sebesar 2,37 % dari luas total kawasan TNP Laut Sawu, hal ini
sudah memenuhi standar minimum luas zona inti menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.30/MEN/2010, yaitu luas zona inti suatu kawasan konservasi perairan paling sedikit 2% (dua persen) dari luas kawasan.
1. Potensi
Potensi dan fitur konservasi untuk masing-masing ID Zona Inti ditampilkan dalam tabel sebagaimana terdapat pada tabel
16. dibawah ini:
87
Zona Sub Zona ID Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas
Zona Konservasi (Hektar)
Luas Zona 1010 946,02
1020 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 6,58
Habitat Perairan Selat 790,41
Dalam dan Upwelling 883,23
Oseanografi
Luas Zona 1020 924,67
1030 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 98,14
Habitat Perairan Selat 144,37
Dalam dan
Oseanografi
Kondisi yang Pos Pengawasan (DKP) 148,34
Mendukung
Konservasi
Spesies Lumba-lumba 5,88
Luas Zona 1030 148,34
1040 Spesies Koridor Setasea 57115,05
Lumba-lumba (Fraser dan Risso) 57115,05
Paus Biru dan Paus Melon 57115,05
Luas Zona 1040 57115,05
88
2. Peruntukan/Tujuan Zona
Peruntukan zona inti adalah sebagai perlindungan mutlak
habitat dan populasi ikan; penelitian; dan pendidikan.
a. Kegiatan perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan meliputi:
perlindungan proses ekologis yang menunjang kelangsungan
hidup dari suatu jenis atau sumberdaya ikan dan ekosistemnya;
penjagaan dan pencegahan kegiatan yang dapat mengakibatkan
perubahan keutuhan potensi kawasan dan perubahan fungsi
kawasan; dan pemulihan dan rehabilitasi ekosistem.
b. Kegiatan penelitian yang diperbolehkan yaitu: penelitian dasar
menggunakan metode naturalistik untuk tujuan pengumpulan
data dasar kondisi biologis dan ekologis; penelitian terapan
menggunakan metode survei untuk tujuan monitoring kondisi
biologis dan ekologis dan pengembangan dengan metode
eksperimental untuk tujuan rehabilitasi.
c. Kegiatan pendidikan diperuntukkan bagi kegiatan tanpa
melakukan pengambilan material langsung dari alam.
Tabel 17. Perumusan kegiatan yang boleh dan tidak boleh pada Zona Inti
Perumusan
No Jenis Kegiatan
Kegiatan
Kegiatan yang 1 Patroli pengawasan
boleh 2 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (Pos Jaga,
Jetty)
Kegiatan yang 1 Monitoring dan Penelitian non ekstraktif
tidak boleh 2 Pendidikan pemeliharaan dan peningkatan
tetapi dengan keanekaragaman hayati (ekosistem lamun,
izin manggrove, terumbu dan laut dalam);
perlindungan sumberdaya masyarakat lokal;
pembangunan perekonomian berbasis ekowisata
bahari; pemeliharaan proses ekologis dan sistem
pendukung kehidupan; promosi pemanfaatan
sumber daya secara berkelanjutan; promosi
upaya tata kelola untuk perlindungan
lingkungan
Kegiatan yang 1 Monitoring dan Penelitian ekstraktif
tidak boleh 2 Tambatan perahu
3 Pembangunan Infrastruktur wisata hotel, home
stay, dan sarana penginapan lainnya
89
Perumusan
No Jenis Kegiatan
Kegiatan
4 Pembangunan Infrastruktur wisata (resor
permanen)
5 Pembangunan Rumah Adat
6 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (kantor)
7 Sarana dan pelayanan untuk melakukan wisata
petualangan (kapal layar (cruise), kapal selam,
sea walker, penenggelaman kapal (ship wreck)
8 Rekreasi pantai
9 Wisata menyelam
10 Wisata snorkling
11 Wisata Jet Ski
12 Wisata Kayak/Dayung
13 Wisata Surfing
14 Wisata Kite surfing
15 Wisata Mancing (Catch and Release)
16 Wisata perahu kaca (glass boat)
17 Perahu wisata
18 Wisata melihat Paus dan Lumba-Lumba
19 Wisata melihat burung
20 Wisata mangrove
21 Wisata Budaya
22 Wisata tracking
23 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan
komersial
24 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan non
komersial
25 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang tetap
(Set gill nets (anchored))
26 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang hanyut
(Drift nets)
27 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang oseanik
28 Penangkapan Ikan dengan Jaring angkat (Lift
Net)
29 Penangkapan Ikan dengan Jaring serok (scoop
net)
30 Penangkapan Ikan dengan Bagan Tancap
(bamboo platform lift net)
31 Penangkapan Ikan dengan Bagan Perahu/rakit
(Boat/raft lift net)
32 Penangkapan Ikan dengan Bubu
33 Penangkapan Ikan dengan Pancing ulur
34 Penangkapan Ikan dengan Pancing tonda
35 Penangkapan Ikan dengan Pancing layang-
layang
36 Penangkapan Ikan dengan Sero
37 Penangkapan Ikan dengan Jermal
38 Penangkapan Ikan dengan Rawai Tuna
39 Penangkapan Ikan dengan Rawai Hanyut
40 Penangkapan Ikan dengan Rawai Tetap
41 Penangkapan Ikan dengan Rawai Hiu/Cucut
90
Perumusan
No Jenis Kegiatan
Kegiatan
42 Penangkapan Ikan dengan Huhate
43 Makameting (dengan alat dan cara yang tidak
merusak terumbu karang)
44 Pemasangan Rumpon
45 Rumpon telur ikan terbang
46 Menggunakan bahan beracun, kompresor dan
bom
47 Menangkap Ikan Hias
48 Menangkap ikan dengan tombak
49 Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan kecil
dan artisanal serta kelompok nelayan yang
secara ekonomis memiliki struktur dan unit
usaha kecil yang tidak diwajibkan memiliki izin
usaha penangkapan ikan
50 Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh
usaha menengah keatas
51 Pukat cincin pelagis besar dengan satu kapal
52 Lampara dasar
53 Penangkapan Ikan dengan Kapal 5 - 30 GT
dengan alat penangkapan ikan yang
diperbolehkan
54 Penangkapan Ikan dengan Kapal < 5 GT dengan
alat penangkapan ikan yang diperbolehkan
55 Menangkap, melukai dan membunuh biota yang
dilindungi (termasuk penyu, buaya, manta,
duyung, hiu, paus, lumba-lumba, dll)
56 Mengambil dan menjual telur penyu
57 Budidaya Rumput Laut
58 Budidaya Mutiara
59 Budidaya dengan Keramba Jaring Apung (KJA)
60 Budidaya Teripang
61 Budidaya Lobster
62 Membangun Tambak
63 Alur Kapal untuk perhubungan
64 Pelayaran selain di alur kapal untuk
perhubungan
65 ALKI III
66 Penebangan Mangrove
67 Pengambilan Karang hidup atau mati
68 Pengambilan Karang hidup atau mati dalam
aktifitas keruga (kearifan lokal Sabu Raijua)
hanya boleh dilakukan setahun sekali dalam
satu hari dan waktunya diatur oleh kesepakatan
adat.
69 Penambangan Pasir Laut
70 Survey Seismic Minyak dan Gas
71 Penambangan Minyak dan Gas
72 Pembuangan Limbah dan Sampah
91
C. Zona Perikanan Berkelanjutan
1. Rancangan Zonasi dan Koordinat
Zonasi Perikanan Berkelanjutan adalah bagian kawasan
konservasi perairan yang karena letak, kondisi dan potensinya
mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona
pemanfaatan.
Kriteria dari Zona Perikanan Berkelanjutan antara lain:
a. memiliki nilai konservasi, tetapi dapat bertoleransi dengan
pemanfaatan budidaya ramah lingkungan dan penangkapan ikan
dengan alat dan cara yang ramah lingkungan;
b. mempunyai karakteristik ekosistem yang memungkinkan untuk
berbagai pemanfaatan ramah lingkungan dan mendukung
perikanan berkelanjutan;
c. mempunyai keanekaragaman jenis biota perairan beserta
ekosistemnya;
d. mempunyai kondisi perairan yang relatif masih baik untuk
mendukung kegiatan multifungsi dengan tidak merusak ekosistem
aslinya;
e. mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin pengelolaan
budidaya ramah lingkungan, perikanan tangkap berkelanjutan,
dan kegiatan sosial ekonomi dan budaya masyarakat; dan
f. mempunyai karakteristik potensi dan keterwakilan biota perairan
bernilai ekonomi.
92
untuk mengakomodir kepentingan nelayan lokal dalam TNP Laut
Sawu yang sebagian besar dalam kegiatan penangkapan
menggunakan alat penangkapan ikan tradisional yang ramah
lingkungan dengan armada penangkapan yang sederhana seperti
sampan dan perahu berukuran GT kecil.
c. Sub Zona Perlindungan Setasea
Sub Zona Perlindungan Setasea diperuntukkan guna melindungi
habitat dan koridor migrasi penting bagi setasea (paus dan lumba-
lumba) di TNP Laut Sawu dan memungkinkan juga untuk berbagai
pemanfaatan ramah lingkungan dan untuk mendukung kegiatan
perikanan artisanal (skala kecil atau tradisional) bagi masyarakat
yang didalamnya terdapat beberapa pengaturan penggunaan alat
penangkapan ikan untuk memaksimalkan perlindungan setasea.
93
ID
Nama Zona X Y
Zona
121° 12' 37,64" BT 10° 45' 37,78" LS
121° 9' 3,77" BT 10° 57' 10,87" LS
120° 30' 53,36" BT 10° 34' 44,60" LS
120° 30' 47,03" BT 10° 20' 36,88" LS
120° 32' 5,35" BT 10° 18' 45,75" LS
120° 33' 13,67" BT 10° 18' 1,61" LS
120° 36' 38,63" BT 10° 18' 53,10" LS
6010 120° 46' 10,36" BT 10° 14' 35,68" LS
120° 48' 23,41" BT 10° 11' 31,84" LS
120° 51' 19,60" BT 10° 10' 10,96" LS
120° 54' 8,60" BT 10° 5' 9,54" LS
120° 54' 26,58" BT 10° 1' 10,67" LS
120° 51' 39,87" BT 9° 56' 5,54" LS
121° 23' 52,35" BT 10° 8' 42,44" LS
121° 12' 37,64" BT 10° 45' 37,78" LS
123° 31' 38,45" BT 9° 58' 37,48" LS
123° 29' 48,93" BT 10° 2' 56,30" LS
123° 27' 18,33" BT 10° 1' 11,37" LS
123° 21' 29,23" BT 10° 2' 56,30" LS
123° 12' 42,15" BT 10° 14' 36,09" LS
123° 12' 28,46" BT 10° 17' 45,10" LS
123° 12' 49,00" BT 10° 21' 8,15" LS
123° 13' 31,69" BT 10° 21' 26,28" LS
123° 18' 55,68" BT 10° 23' 38,56" LS
123° 8' 13,49" BT 10° 34' 22,96" LS
6020 123° 6' 31,16" BT 10° 33' 45,57" LS
122° 38' 24,65" BT 10° 24' 28,36" LS
122° 44' 17,10" BT 10° 19' 21,17" LS
123° 38' 29,23" BT 9° 32' 10,40" LS
123° 39' 51,64" BT 9° 33' 50,61" LS
123° 36' 39,64" BT 9° 36' 57,24" LS
123° 37' 0,17" BT 9° 42' 18,67" LS
123° 34' 56,96" BT 9° 45' 48,35" LS
123° 36' 5,41" BT 9° 50' 0,02" LS
123° 31' 24,76" BT 9° 53' 15,79" LS
123° 31' 38,45" BT 9° 58' 37,48" LS
119° 45' 59,63" BT 9° 10' 45,22" LS
119° 43' 7,94" BT 9° 19' 21,34" LS
119° 41' 49,26" BT 9° 19' 13,32" LS
119° 40' 14,69" BT 9° 17' 56,97" LS
119° 36' 22,20" BT 9° 17' 4,73" LS
119° 31' 50,31" BT 9° 18' 49,21" LS
6030 119° 28' 13,59" BT 9° 17' 48,93" LS
119° 22' 46,53" BT 9° 19' 9,30" LS
119° 18' 6,76" BT 9° 17' 52,95" LS
119° 13' 3,35" BT 9° 19' 17,34" LS
119° 10' 9,97" BT 9° 18' 53,23" LS
119° 4' 54,73" BT 9° 21' 38,00" LS
118° 59' 43,44" BT 9° 22' 50,34" LS
94
ID
Nama Zona X Y
Zona
118° 55' 40,10" BT 9° 25' 45,71" LS
118° 55' 39,70" BT 9° 10' 45,77" LS
119° 45' 59,63" BT 9° 10' 45,22" LS
118° 55' 36.10'' BT 9° 10' 22.80'' LS
119° 46' 29.40'' BT 9° 10' 24.90'' LS
120° 53' 36,62'' BT 10° 48' 5,71'' LS
6040 121° 20' 8,26'' BT 10° 20' 57,74'' LS
121° 9' 3,77'' BT 10° 57' 10,87'' LS
95
Nama Zona ID Zona X Y
123° 14' 58,18" BT 10° 15' 15,92" LS
123° 14' 58,19" BT 10° 15' 15,96" LS
123° 14' 58,18" BT 10° 15' 16,01" LS
123° 15' 5,41" BT 10° 15' 56,25" LS
123° 15' 25,01" BT 10° 16' 39,59" LS
123° 15' 27,07" BT 10° 17' 22,93" LS
123° 15' 33,26" BT 10° 18' 16,58" LS
123° 15' 40,74" BT 10° 18' 46,23" LS
123° 15' 47,31" BT 10° 19' 5,49" LS
123° 16' 10,25" BT 10° 19' 29,32" LS
123° 16' 39,24" BT 10° 19' 58,23" LS
123° 17' 27,79" BT 10° 20' 32,78" LS
123° 18' 8,95" BT 10° 20' 53,35" LS
123° 19' 4,78" BT 10° 20' 44,13" LS
123° 19' 32,77" BT 10° 20' 32,16" LS
123° 19' 30,97" BT 10° 25' 33,09" LS
123° 22' 13,44" BT 10° 25' 29,45" LS
123° 22' 31,42" BT 10° 25' 51,73" LS
123° 17' 29,06" BT 10° 30' 49,50" LS
123° 16' 57,10" BT 10° 29' 26,25" LS
123° 13' 48,23" BT 10° 31' 29,33" LS
123° 14' 45,65" BT 10° 32' 34,47" LS
123° 8' 14,19" BT 10° 38' 54,03" LS
123° 8' 26,88" BT 10° 38' 29,54" LS
123° 7' 56,50" BT 10° 38' 8,66" LS
123° 7' 21,79" BT 10° 38' 14,88" LS
123° 6' 50,55" BT 10° 38' 53,09" LS
123° 6' 8,06" BT 10° 39' 19,93" LS
123° 6' 8,21" BT 10° 39' 20,24" LS
123° 6' 24,96" BT 10° 39' 54,91" LS
123° 5' 48,51" BT 10° 40' 21,33" LS
123° 5' 28,82" BT 10° 39' 50,68" LS
123° 5' 28,70" BT 10° 39' 50,50" LS
123° 5' 24,92" BT 10° 39' 54,79" LS
123° 4' 59,99" BT 10° 40' 23,15" LS
123° 5' 0,15" BT 10° 40' 23,28" LS
123° 5' 17,36" BT 10° 40' 37,00" LS
123° 5' 34,69" BT 10° 40' 50,80" LS
123° 4' 12,27" BT 10° 42' 13,88" LS
123° 4' 12,21" BT 10° 42' 13,91" LS
123° 4' 12,20" BT 10° 42' 13,89" LS
123° 3' 43,11" BT 10° 41' 39,62" LS
123° 3' 16,20" BT 10° 42' 2,72" LS
123° 3' 41,65" BT 10° 42' 28,91" LS
123° 3' 41,82" BT 10° 42' 29,09" LS
123° 3' 41,73" BT 10° 42' 29,28" LS
123° 3' 41,73" BT 10° 42' 29,28" LS
122° 57' 58,65" BT 10° 44' 34,19" LS
122° 57' 58,90" BT 10° 43' 14,71" LS
96
Nama Zona ID Zona X Y
122° 55' 10,18" BT 10° 43' 14,75" LS
122° 53' 25,34" BT 10° 44' 9,79" LS
122° 53' 25,26" BT 10° 45' 25,70" LS
122° 49' 57,51" BT 10° 55' 51,71" LS
122° 49' 56,00" BT 10° 55' 52,45" LS
122° 49' 24,84" BT 10° 56' 32,68" LS
122° 49' 25,47" BT 10° 59' 55,75" LS
122° 51' 7,02" BT 11° 1' 42,40" LS
122° 53' 7,26" BT 11° 1' 42,73" LS
122° 54' 25,76" BT 11° 0' 32,15" LS
122° 54' 27,29" BT 10° 57' 10,72" LS
122° 53' 16,90" BT 10° 54' 52,86" LS
123° 10' 40,14" BT 10° 49' 45,57" LS
123° 10' 15,14" BT 10° 50' 11,65" LS
123° 10' 57,28" BT 10° 50' 38,12" LS
123° 11' 30,43" BT 10° 50' 43,77" LS
123° 11' 30,19" BT 10° 50' 10,08" LS
123° 23' 29,71" BT 10° 40' 54,34" LS
123° 23' 30,31" BT 10° 42' 12,94" LS
123° 24' 52,31" BT 10° 42' 12,29" LS
123° 26' 38,73" BT 10° 39' 21,80" LS
123° 26' 38,73" BT 10° 37' 43,86" LS
123° 25' 32,76" BT 10° 37' 43,74" LS
123° 25' 30,56" BT 10° 28' 19,78" LS
123° 26' 26,93" BT 10° 29' 30,96" LS
123° 26' 30,74" BT 10° 29' 41,29" LS
123° 29' 52,18" BT 10° 29' 43,35" LS
123° 29' 51,62" BT 10° 32' 24,58" LS
123° 27' 25,18" BT 10° 33' 58,67" LS
123° 29' 1,01" BT 10° 38' 24,96" LS
123° 28' 40,48" BT 10° 41' 13,18" LS
123° 23' 46,13" BT 10° 45' 4,53" LS
123° 21' 36,07" BT 10° 44' 50,51" LS
123° 18' 44,94" BT 10° 46' 56,71" LS
123° 15' 53,82" BT 10° 52' 12,29" LS
123° 11' 54,23" BT 10° 53' 57,51" LS
123° 8' 28,88" BT 10° 53' 8,41" LS
123° 5' 24,06" BT 10° 55' 49,75" LS
123° 2' 5,14" BT 10° 58' 30,38" LS
123° 1' 38,17" BT 10° 58' 52,16" LS
123° 0' 38,43" BT 10° 59' 11,57" LS
122° 56' 57,52" BT 11° 0' 23,37" LS
122° 54' 13,23" BT 11° 3' 46,89" LS
122° 51' 1,57" BT 11° 3' 53,91" LS
122° 47' 15,68" BT 11° 0' 16,36" LS
122° 47' 1,99" BT 10° 58' 10,06" LS
122° 45' 33,00" BT 10° 53' 43,48" LS
122° 37' 20,15" BT 10° 52' 40,35" LS
122° 34' 42,71" BT 10° 48' 48,91" LS
97
Nama Zona ID Zona X Y
122° 36' 11,69" BT 10° 45' 32,57" LS
122° 41' 47,11" BT 10° 44' 29,47" LS
122° 48' 58,35" BT 10° 42' 58,34" LS
122° 53' 39,01" BT 10° 41' 20,19" LS
122° 57' 16,78" BT 10° 40' 10,51" LS
122° 57' 18,05" BT 10° 40' 10,10" LS
123° 0' 50,25" BT 10° 39' 56,08" LS
123° 6' 5,33" BT 10° 36' 9,70" LS
123° 7' 20,43" BT 10° 35' 15,75" LS
123° 18' 55,68" BT 10° 23' 38,56" LS
123° 13' 31,69" BT 10° 21' 26,28" LS
123° 12' 49,00" BT 10° 21' 8,15" LS
123° 12' 28,46" BT 10° 17' 45,10" LS
123° 12' 42,15" BT 10° 14' 36,09" LS
123° 21' 29,23" BT 10° 2' 56,30" LS
123° 27' 18,33" BT 10° 1' 11,37" LS
123° 29' 48,93" BT 10° 2' 56,30" LS
123° 31' 38,45" BT 9° 58' 37,48" LS
123° 31' 24,76" BT 9° 53' 15,79" LS
123° 36' 5,41" BT 9° 50' 0,02" LS
123° 34' 56,96" BT 9° 45' 48,35" LS
123° 37' 0,17" BT 9° 42' 18,67" LS
123° 36' 39,64" BT 9° 36' 57,24" LS
123° 39' 51,64" BT 9° 33' 50,61" LS
123° 43' 50,88" BT 9° 29' 58,09" LS
123° 45' 6,18" BT 9° 27' 3,49" LS
123° 50' 0,52" BT 9° 24' 57,79" LS
123° 54' 20,64" BT 9° 20' 53,41" LS
123° 56' 58,08" BT 9° 17' 58,88" LS
123° 56' 11,60" BT 9° 16' 47,07" LS
123° 57' 14,25" BT 9° 15' 52,64" LS
123° 57' 14,51" BT 9° 15' 52,65" LS
122° 45' 0,00" BT 10° 47' 8,10" LS
122° 45' 5,39" BT 10° 47' 59,50" LS
122° 45' 56,72" BT 10° 47' 56,69" LS
122° 47' 20,24" BT 10° 47' 32,85" LS
122° 47' 40,09" BT 10° 47' 14,62" LS
122° 47' 40,09" BT 10° 46' 34,65" LS
122° 47' 12,21" BT 10° 46' 34,65" LS
122° 42' 39,97" BT 10° 48' 42,50" LS
122° 42' 40,75" BT 10° 51' 2,18" LS
122° 45' 35,75" BT 10° 51' 0,73" LS
122° 45' 36,41" BT 10° 48' 41,92" LS
122° 42' 39,97" BT 10° 48' 42,50" LS
122° 1' 49,83" BT 10° 23' 40,81" LS
122° 3' 37,46" BT 10° 25' 55,81" LS
4020 122° 4' 12,18" BT 10° 28' 21,48" LS
122° 3' 30,52" BT 10° 30' 15,18" LS
122° 1' 32,47" BT 10° 35' 45,70" LS
98
Nama Zona ID Zona X Y
121° 58' 28,45" BT 10° 36' 46,13" LS
121° 53' 19,43" BT 10° 40' 37,21" LS
121° 50' 8,47" BT 10° 41' 2,10" LS
121° 47' 0,98" BT 10° 40' 19,43" LS
121° 43' 53,49" BT 10° 40' 22,99" LS
121° 41' 3,35" BT 10° 38' 54,11" LS
121° 37' 28,09" BT 10° 41' 19,87" LS
121° 34' 17,12" BT 10° 42' 6,10" LS
121° 30' 24,49" BT 10° 41' 48,32" LS
121° 27' 55,19" BT 10° 39' 58,10" LS
121° 27' 27,42" BT 10° 37' 21,68" LS
121° 30' 17,55" BT 10° 33' 59,07" LS
121° 33' 18,10" BT 10° 32' 23,11" LS
121° 38' 16,70" BT 10° 32' 16,01" LS
121° 47' 11,39" BT 10° 27' 6,86" LS
121° 48' 59,03" BT 10° 23' 19,50" LS
121° 55' 14,01" BT 10° 21' 36,49" LS
122° 1' 49,83" BT 10° 23' 40,81" LS
121° 52' 14,26" BT 10° 25' 52,33" LS
121° 52' 14,07" BT 10° 25' 52,45" LS
121° 51' 45,94" BT 10° 25' 9,99" LS
121° 50' 46,93" BT 10° 25' 45,24" LS
121° 49' 55,11" BT 10° 26' 35,78" LS
121° 49' 50,40" BT 10° 27' 4,91" LS
121° 50' 37,49" BT 10° 27' 15,28" LS
121° 50' 37,50" BT 10° 27' 15,38" LS
121° 43' 42,27" BT 10° 32' 58,01" LS
121° 43' 42,27" BT 10° 32' 58,01" LS
121° 43' 44,89" BT 10° 32' 56,07" LS
121° 43' 16,55" BT 10° 32' 8,34" LS
121° 41' 8,45" BT 10° 33' 41,39" LS
121° 41' 38,22" BT 10° 34' 12,44" LS
121° 52' 8,93" BT 10° 37' 3,09" LS
121° 52' 8,96" BT 10° 37' 3,03" LS
121° 52' 47,79" BT 10° 37' 54,46" LS
121° 56' 44,45" BT 10° 34' 37,54" LS
121° 56' 18,69" BT 10° 34' 13,79" LS
121° 56' 5,50" BT 10° 34' 1,63" LS
121° 58' 24,29" BT 10° 32' 57,99" LS
121° 58' 24,29" BT 10° 33' 39,53" LS
121° 59' 22,07" BT 10° 33' 39,53" LS
121° 59' 48,37" BT 10° 33' 6,01" LS
121° 59' 16,01" BT 10° 32' 45,73" LS
122° 0' 21,26" BT 10° 28' 15,14" LS
122° 1' 12,38" BT 10° 28' 20,40" LS
122° 1' 14,84" BT 10° 27' 10,93" LS
122° 0' 48,72" BT 10° 26' 23,31" LS
122° 0' 27,68" BT 10° 25' 59,36" LS
121° 59' 52,65" BT 10° 26' 31,91" LS
99
Nama Zona ID Zona X Y
121° 59' 52,58" BT 10° 26' 31,87" LS
121° 37' 53,12" BT 10° 37' 53,02" LS
121° 38' 37,91" BT 10° 37' 25,00" LS
121° 38' 42,05" BT 10° 36' 22,14" LS
121° 38' 10,17" BT 10° 36' 21,54" LS
121° 38' 6,40" BT 10° 36' 24,81" LS
121° 33' 7,13" BT 10° 38' 23,87" LS
121° 33' 4,12" BT 10° 39' 9,12" LS
121° 34' 43,63" BT 10° 39' 12,35" LS
121° 34' 44,93" BT 10° 38' 32,51" LS
121° 36' 42,20" BT 10° 37' 58,73" LS
121° 37' 53,12" BT 10° 37' 53,02" LS
123° 29' 47,02" BT 10° 15' 44,81" LS
123° 29' 43,42" BT 10° 15' 45,65" LS
123° 29' 42,62" BT 10° 15' 43,35" LS
123° 29' 32,84" BT 10° 15' 44,62" LS
123° 29' 35,70" BT 10° 15' 59,04" LS
123° 29' 47,41" BT 10° 15' 57,17" LS
123° 29' 46,44" BT 10° 15' 54,39" LS
123° 29' 51,25" BT 10° 15' 53,32" LS
123° 29' 51,25" BT 10° 15' 53,28" LS
123° 28' 47,35" BT 10° 18' 34,58" LS
123° 25' 13,36" BT 10° 17' 39,35" LS
4030 123° 24' 44,06" BT 10° 14' 35,91" LS
123° 24' 44,08" BT 10° 14' 35,82" LS
123° 24' 48,99" BT 10° 14' 35,87" LS
123° 24' 56,17" BT 10° 14' 36,08" LS
123° 25' 6,01" BT 10° 14' 38,94" LS
123° 25' 6,02" BT 10° 14' 38,90" LS
123° 25' 33,10" BT 10° 14' 45,79" LS
123° 25' 33,28" BT 10° 14' 45,97" LS
123° 26' 30,52" BT 10° 15' 0,44" LS
123° 27' 3,54" BT 10° 15' 6,63" LS
123° 28' 15,77" BT 10° 14' 43,93" LS
123° 29' 20,95" BT 10° 14' 1,05" LS
124° 18' 19,59" BT 10° 13' 40,44" LS
124° 10' 4,43" BT 10° 12' 56,71" LS
124° 8' 30,57" BT 10° 13' 48,54" LS
124° 7' 19,24" BT 10° 15' 53,31" LS
124° 4' 56,57" BT 10° 17' 19,71" LS
123° 59' 28,06" BT 10° 20' 6,75" LS
123° 51' 18,11" BT 10° 23' 41,83" LS
4040
123° 42' 34,37" BT 10° 25' 33,23" LS
123° 32' 51,82" BT 10° 23' 47,60" LS
123° 29' 46,76" BT 10° 24' 30,03" LS
123° 29' 44,29" BT 10° 22' 18,25" LS
123° 33' 1,02" BT 10° 20' 45,64" LS
123° 33' 4,02" BT 10° 19' 51,10" LS
123° 55' 28,76" BT 10° 17' 42,61" LS
100
Nama Zona ID Zona X Y
123° 55' 41,74" BT 10° 18' 28,77" LS
123° 56' 15,16" BT 10° 19' 4,66" LS
123° 58' 7,11" BT 10° 19' 13,65" LS
124° 0' 4,31" BT 10° 18' 21,89" LS
124° 1' 10,30" BT 10° 17' 52,75" LS
124° 1' 5,22" BT 10° 16' 34,50" LS
124° 1' 3,87" BT 10° 16' 24,48" LS
124° 6' 1,47" BT 10° 11' 16,09" LS
124° 22' 9,51" BT 10° 11' 11,00" LS
120° 38' 58,21" BT 9° 51' 7,35" LS
120° 51' 39,87" BT 9° 56' 5,54" LS
120° 54' 26,58" BT 10° 1' 10,67" LS
120° 54' 8,60" BT 10° 5' 9,54" LS
120° 51' 19,60" BT 10° 10' 10,96" LS
120° 48' 23,41" BT 10° 11' 31,84" LS
120° 46' 10,36" BT 10° 14' 35,68" LS
120° 36' 38,63" BT 10° 18' 53,10" LS
120° 33' 13,67" BT 10° 18' 1,61" LS
120° 32' 5,35" BT 10° 18' 45,75" LS
120° 30' 47,03" BT 10° 20' 36,88" LS
120° 30' 13,89" BT 10° 21' 23,90" LS
120° 27' 6,91" BT 10° 22' 33,80" LS
120° 20' 31,37" BT 10° 18' 45,75" LS
120° 16' 23,26" BT 10° 18' 42,07" LS
120° 15' 36,52" BT 10° 21' 20,23" LS
120° 11' 5,01" BT 10° 23' 14,41" LS
4050
120° 7' 55,76" BT 10° 21' 28,35" LS
120° 9' 5,59" BT 10° 21' 25,37" LS
120° 8' 41,54" BT 10° 16' 40,70" LS
120° 8' 41,54" BT 10° 16' 40,68" LS
120° 5' 48,30" BT 10° 16' 49,78" LS
120° 8' 50,49" BT 10° 13' 16,61" LS
120° 23' 7,33" BT 10° 15' 58,79" LS
120° 22' 3,07" BT 10° 17' 30,80" LS
120° 26' 55,12" BT 10° 20' 28,51" LS
120° 27' 11,44" BT 10° 18' 51,26" LS
120° 45' 42,14" BT 9° 56' 5,26" LS
120° 46' 20,11" BT 9° 55' 16,05" LS
120° 45' 17,08" BT 9° 54' 26,48" LS
120° 44' 48,46" BT 9° 54' 25,65" LS
120° 44' 35,22" BT 9° 55' 23,15" LS
120° 38' 58,02" BT 9° 51' 7,60" LS
120° 38' 58,21" BT 9° 51' 7,35" LS
119° 59' 33,18" BT 9° 15' 0,17" LS
120° 0' 20,46" BT 9° 17' 8,75" LS
120° 3' 2,02" BT 9° 20' 13,60" LS
4070
120° 5' 31,76" BT 9° 22' 42,31" LS
120° 7' 22,09" BT 9° 25' 19,07" LS
120° 12' 29,87" BT 9° 24' 40,52" LS
101
Nama Zona ID Zona X Y
120° 11' 28,93" BT 9° 28' 20,15" LS
119° 56' 38,87" BT 9° 17' 28,01" LS
119° 57' 39,52" BT 9° 16' 49,87" LS
119° 57' 39,52" BT 9° 16' 18,23" LS
119° 56' 8,15" BT 9° 15' 24,33" LS
119° 55' 14,14" BT 9° 15' 23,16" LS
119° 52' 56,81" BT 9° 18' 28,32" LS
119° 53' 46,53" BT 9° 19' 14,08" LS
119° 51' 47,18" BT 9° 20' 41,00" LS
119° 51' 13,09" BT 9° 19' 43,56" LS
119° 49' 39,21" BT 9° 20' 50,72" LS
119° 50' 23,76" BT 9° 21' 36,78" LS
119° 45' 13,16" BT 9° 23' 9,17" LS
119° 45' 15,63" BT 9° 21' 54,77" LS
119° 40' 15,73" BT 9° 20' 23,50" LS
119° 39' 25,27" BT 9° 22' 4,96" LS
119° 25' 57,03" BT 9° 22' 19,91" LS
119° 25' 56,61" BT 9° 21' 35,23" LS
119° 24' 21,91" BT 9° 21' 35,23" LS
119° 24' 21,91" BT 9° 22' 28,09" LS
119° 19' 39,41" BT 9° 22' 18,96" LS
119° 19' 39,81" BT 9° 20' 29,10" LS
119° 16' 26,89" BT 9° 20' 29,10" LS
119° 16' 26,45" BT 9° 22' 0,43" LS
119° 11' 24,31" BT 9° 22' 26,44" LS
119° 11' 24,62" BT 9° 21' 31,13" LS
119° 10' 15,87" BT 9° 21' 32,29" LS
119° 8' 11,75" BT 9° 22' 30,62" LS
119° 8' 43,09" BT 9° 23' 23,42" LS
118° 58' 55,57" BT 9° 27' 52,33" LS
118° 58' 11,40" BT 9° 27' 17,75" LS
118° 57' 3,73" BT 9° 28' 39,13" LS
118° 57' 49,07" BT 9° 29' 6,18" LS
118° 55' 44,98" BT 9° 32' 35,57" LS
118° 55' 40,39" BT 9° 32' 36,46" LS
118° 55' 40,10" BT 9° 25' 45,71" LS
118° 59' 43,44" BT 9° 22' 50,34" LS
119° 4' 54,73" BT 9° 21' 38,00" LS
119° 10' 9,97" BT 9° 18' 53,23" LS
119° 13' 3,35" BT 9° 19' 17,34" LS
119° 18' 6,76" BT 9° 17' 52,95" LS
119° 22' 46,53" BT 9° 19' 9,30" LS
119° 28' 13,59" BT 9° 17' 48,93" LS
119° 31' 50,31" BT 9° 18' 49,21" LS
119° 36' 22,20" BT 9° 17' 4,73" LS
119° 40' 14,69" BT 9° 17' 56,97" LS
119° 41' 49,26" BT 9° 19' 13,32" LS
119° 43' 7,94" BT 9° 19' 21,34" LS
119° 43' 25,67" BT 9° 19' 23,15" LS
102
Nama Zona ID Zona X Y
119° 47' 4,49" BT 9° 19' 45,47" LS
119° 51' 20,62" BT 9° 16' 48,66" LS
119° 53' 42,48" BT 9° 13' 39,81" LS
119° 56' 24,03" BT 9° 13' 3,66" LS
119° 59' 33,18" BT 9° 15' 0,17" LS
120° 16' 12,59" BT 8° 50' 53,43" LS
120° 15' 53,71" BT 8° 51' 30,17" LS
120° 16' 45,49" BT 8° 51' 45,66" LS
120° 17' 38,68" BT 8° 51' 27,75" LS
120° 17' 30,32" BT 8° 50' 48,07" LS
120° 22' 22,87" BT 8° 49' 4,23" LS
120° 22' 22,96" BT 8° 49' 4,81" LS
120° 20' 8,20" BT 8° 57' 9,79" LS
120° 16' 37,69" BT 8° 58' 36,16" LS
120° 13' 4,91" BT 8° 56' 59,81" LS
120° 11' 50,04" BT 8° 53' 47,12" LS
120° 8' 25,13" BT 8° 50' 50,51" LS
119° 58' 30,13" BT 8° 53' 2,97" LS
4080 119° 57' 7,38" BT 8° 54' 55,36" LS
119° 54' 37,64" BT 8° 55' 39,52" LS
119° 51' 20,54" BT 8° 54' 39,64" LS
119° 52' 17,68" BT 8° 51' 47,82" LS
119° 52' 17,68" BT 8° 51' 47,81" LS
119° 52' 17,69" BT 8° 51' 47,82" LS
119° 52' 17,69" BT 8° 51' 47,82" LS
119° 54' 49,23" BT 8° 52' 34,86" LS
119° 55' 35,99" BT 8° 52' 19,78" LS
119° 55' 18,48" BT 8° 51' 42,19" LS
119° 59' 50,58" BT 8° 49' 4,91" LS
119° 59' 50,58" BT 8° 50' 0,50" LS
120° 1' 51,88" BT 8° 49' 59,98" LS
120° 1' 52,13" BT 8° 48' 50,52" LS
103
Zona
Nama Zona X Y
ID
121° 23' 52,35" BT 10° 8' 42,44" LS
121° 52' 41,38" BT 10° 20' 0,07" LS
122° 4' 9,61" BT 10° 24' 29,90" LS
122° 38' 24,65" BT 10° 24' 28,36" LS
123° 6' 31,16" BT 10° 33' 45,57" LS
123° 8' 13,49" BT 10° 34' 22,96" LS
123° 7' 20,43" BT 10° 35' 15,75" LS
123° 6' 5,33" BT 10° 36' 9,70" LS
123° 0' 50,25" BT 10° 39' 56,08" LS
122° 57' 18,05" BT 10° 40' 10,10" LS
122° 57' 16,78" BT 10° 40' 10,51" LS
122° 53' 39,01" BT 10° 41' 20,19" LS
122° 48' 58,35" BT 10° 42' 58,34" LS
122° 41' 47,11" BT 10° 44' 29,47" LS
122° 36' 11,69" BT 10° 45' 32,57" LS
122° 34' 42,71" BT 10° 48' 48,91" LS
122° 37' 20,15" BT 10° 52' 40,35" LS
122° 45' 33,00" BT 10° 53' 43,48" LS
122° 47' 1,99" BT 10° 58' 10,06" LS
122° 47' 15,68" BT 11° 0' 16,36" LS
122° 51' 1,57" BT 11° 3' 53,91" LS
122° 54' 13,23" BT 11° 3' 46,89" LS
122° 56' 57,52" BT 11° 0' 23,37" LS
123° 0' 38,43" BT 10° 59' 11,57" LS
123° 1' 38,17" BT 10° 58' 52,16" LS
123° 2' 5,14" BT 10° 58' 30,38" LS
123° 1' 6,86" BT 11° 3' 55,94" LS
122° 52' 46,77" BT 11° 9' 21,94" LS
121° 50' 11,01" BT 10° 47' 5,26" LS
121° 14' 11,41" BT 11° 0' 11,82" LS
121° 9' 3,77" BT 10° 57' 10,87" LS
121° 12' 37,64" BT 10° 45' 37,78" LS
121° 44' 31,66" BT 10° 28' 39,21" LS
121° 37' 49,20" BT 10° 17' 57,84" LS
121° 27' 11,75" BT 10° 21' 49,78" LS
121° 30' 17,55" BT 10° 33' 59,07" LS
121° 27' 27,42" BT 10° 37' 21,68" LS
121° 27' 55,19" BT 10° 39' 58,10" LS
121° 30' 24,49" BT 10° 41' 48,32" LS
121° 34' 17,12" BT 10° 42' 6,10" LS
121° 37' 28,09" BT 10° 41' 19,87" LS
121° 41' 3,35" BT 10° 38' 54,11" LS
121° 43' 53,49" BT 10° 40' 22,99" LS
121° 47' 0,98" BT 10° 40' 19,43" LS
121° 50' 8,47" BT 10° 41' 2,10" LS
121° 53' 19,43" BT 10° 40' 37,21" LS
121° 58' 28,45" BT 10° 36' 46,13" LS
122° 1' 32,47" BT 10° 35' 45,70" LS
122° 3' 30,52" BT 10° 30' 15,18" LS
104
Zona
Nama Zona X Y
ID
122° 4' 12,18" BT 10° 28' 21,48" LS
122° 3' 37,46" BT 10° 25' 55,81" LS
122° 1' 49,83" BT 10° 23' 40,81" LS
121° 55' 14,01" BT 10° 21' 36,49" LS
121° 48' 59,03" BT 10° 23' 19,50" LS
121° 47' 11,39" BT 10° 27' 6,86" LS
121° 44' 31,66" BT 10° 28' 39,21" LS
120° 20' 31,37" BT 10° 18' 45,75" LS
120° 27' 6,91" BT 10° 22' 33,80" LS
120° 30' 13,89" BT 10° 21' 23,90" LS
120° 30' 47,03" BT 10° 20' 36,88" LS
5010 120° 30' 53,36" BT 10° 34' 44,60" LS
120° 11' 5,01" BT 10° 23' 14,41" LS
120° 15' 36,52" BT 10° 21' 20,23" LS
120° 16' 23,26" BT 10° 18' 42,07" LS
120° 20' 31,37" BT 10° 18' 45,75" LS
123° 25' 13,36" BT 10° 17' 39,35" LS
123° 28' 47,35" BT 10° 18' 34,58" LS
123° 27' 21,85" BT 10° 20' 53,64" LS
123° 26' 38,48" BT 10° 20' 52,14" LS
123° 26' 40,75" BT 10° 22' 1,92" LS
123° 27' 46,96" BT 10° 22' 25,90" LS
123° 29' 31,88" BT 10° 22' 24,09" LS
123° 29' 44,29" BT 10° 22' 18,25" LS
5020
123° 26' 30,74" BT 10° 29' 41,29" LS
123° 26' 26,93" BT 10° 29' 30,96" LS
123° 25' 30,56" BT 10° 28' 19,78" LS
123° 22' 31,42" BT 10° 25' 51,73" LS
123° 22' 13,44" BT 10° 25' 29,45" LS
123° 19' 30,97" BT 10° 25' 33,09" LS
123° 19' 32,77" BT 10° 20' 32,16" LS
123° 19' 30,54" BT 10° 20' 20,05" LS
123° 43' 50,88" BT 9° 29' 58,09" LS
123° 39' 51,64" BT 9° 33' 50,61" LS
123° 38' 29,23" BT 9° 32' 10,40" LS
123° 56' 11,60" BT 9° 16' 47,07" LS
5030 123° 56' 58,08" BT 9° 17' 58,88" LS
123° 54' 20,64" BT 9° 20' 53,41" LS
123° 50' 0,52" BT 9° 24' 57,79" LS
123° 45' 6,18" BT 9° 27' 3,49" LS
123° 43' 50,88" BT 9° 29' 58,09" LS
120° 11' 50,04" BT 8° 53' 47,12" LS
120° 13' 4,91" BT 8° 56' 59,81" LS
120° 16' 37,69" BT 8° 58' 36,16" LS
120° 20' 8,20" BT 8° 57' 9,79" LS
5040
120° 12' 29,87" BT 9° 24' 40,52" LS
120° 7' 22,09" BT 9° 25' 19,07" LS
120° 5' 31,76" BT 9° 22' 42,31" LS
120° 3' 2,02" BT 9° 20' 13,60" LS
105
Zona
Nama Zona X Y
ID
120° 0' 20,46" BT 9° 17' 8,75" LS
119° 59' 33,18" BT 9° 15' 0,17" LS
119° 56' 24,03" BT 9° 13' 3,66" LS
119° 53' 42,48" BT 9° 13' 39,81" LS
119° 51' 20,62" BT 9° 16' 48,66" LS
119° 47' 4,49" BT 9° 19' 45,47" LS
119° 43' 25,67" BT 9° 19' 23,15" LS
119° 43' 7,94" BT 9° 19' 21,34" LS
119° 45' 59,63" BT 9° 10' 45,22" LS
119° 51' 20,54" BT 8° 54' 39,64" LS
119° 54' 37,64" BT 8° 55' 39,52" LS
119° 57' 7,38" BT 8° 54' 55,36" LS
119° 58' 30,13" BT 8° 53' 2,97" LS
120° 8' 25,13" BT 8° 50' 50,51" LS
120° 11' 50,04" BT 8° 53' 47,12" LS
123° 4' 53,31'' BT 11° 1' 28,35'' LS
122° 52' 46,77'' BT 11° 9' 21,94'' LS
122° 18' 30,54'' BT 10° 57' 9,94'' LS
5050 122° 35' 22,04'' BT 10° 21' 21,17'' LS
122° 38' 24,65'' BT 10° 24' 28,36'' LS
123° 8' 13,49'' BT 10° 34' 22,96'' LS
123° 4' 53,33'' BT 10° 56' 14,56'' LS
106
Tabel 21. Letak dan Luasan Masing-masing ID Zona Perikanan Berkelanjutan
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
1 4010 Perikanan Perikanan Perairan Rote Rote Ndao 215766,88
Berkelanjutan Berkelanjutan Ndao s/d dan
Tradisional perairan Kupang
sebelah Utara
Kupang
2 4020 Perikanan Perikanan Perairan Sabu Sabu 75959,19
Berkelanjutan Berkelanjutan Raijua Raijua
Tradisional
3 4030 Perikanan Perikanan Perairan Selat Kupang 5217,22
Berkelanjutan Berkelanjutan Semau
Tradisional
4 4040 Perikanan Perikanan Perairan Kupang 53219,73
Berkelanjutan Berkelanjutan sebelah dan TTS
Tradisional selatan
Kupang dan
TTS
5 4050 Perikanan Perikanan Perairan Sumba 88487,19
Berkelanjutan Berkelanjutan sebelah Timur
Tradisional selatan
Praimaditha
s/d
Lumbukore
6 4070 Perikanan Perikanan Perairan Sumba 97770,56
Berkelanjutan Berkelanjutan Atedalo s/d Barat
Tradisional Hambapraing Daya s/d
Sumba
Timur
107
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
7 4080 Perikanan Perikanan Perairan Manggarai 45550,06
Berkelanjutan Berkelanjutan Nangabere s/d Barat dan
Tradisional Terong Manggarai
Luas Total Zona Perikanan Berkelanjutan Tradisional 581970,83 17,34 % dari luas
TNP Laut Sawu
1 6000 Perikanan Perikanan Perairan Rote, 113032,08
Berkelanjutan Berkelanjutan sebelah Kupang,
Umum tenggara Rote s/d TTS
s/d Sebelah
selatan TTS
2 6010 Perikanan Perikanan Perairan Sumba 363378,80
Berkelanjutan Berkelanjutan antara Sumba Timur s/d
Umum Timur dan Sabu
Sabu Raijua Raijua
3 6020 Perikanan Perikanan Perairan Rote s/d 653800,49
Berkelanjutan Berkelanjutan sebelah Utara Kupang
Umum Rote s/d
sebelah Utara
Kupang
4 6030 Perikanan Perikanan Perairan Sumba 151459,25
Berkelanjutan Berkelanjutan sebelah Utara Barat
Umum Sumba Daya s/d
(Sumba Barat Sumba
Daya s/d Tengah
Sumba
Tengah)
5 6040 Perikanan Perikanan Perairan Sabu 111187,98
Berkelanjutan Berkelanjutan sebelah Barat Raijua
Umum – Barat Daya
108
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
Pulau Dana
Sabu Raijua
Luas Total Zona Perikanan Berkelanjutan Umum 1392858,61 41,51 % dari luas
TNP Laut Sawu
1 5000 Perikanan Perlindungan Perairan Rote Rote Ndao 530958,20
Berkelanjutan Setasea Barat dsk dan Sabu
serta Raijua
Perairan
Sabu Raijua
dsk
2 5010 Perikanan Perlindungan Perairan Sumba 53937,49
Berkelanjutan Setasea sebelah Timur
Selatan
Tanjung
Nguyu
3 5020 Perikanan Perlindungan Selat antara Rote Ndao 28980,94
Berkelanjutan Setasea Rote dan s/d Kupang
Kupang
Barat
4 5030 Perikanan Perlindungan Perairan Kupang 35942,12
Berkelanjutan Setasea sebelah
Utara
Kupang
(Soliu s/d
Kifu)
5 5040 Perikanan Perlindungan Selat Sumba 251179,65
Berkelanjutan Setasea
6 5050 Perikanan Perlindungan Perairan Rote Rote Ndao 339770,13
Berkelanjutan Setasea Barat dsk
109
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
Luas Total Zona Perlindungan Setasea 1240768,54 36,98 % dari luas
TNP Laut Sawu
2. Potensi
Potensi dan fitur konservasi untuk masing-masing ID Zona Perikanan Berkelanjutan sebagaimana terdapat pada tabel 22. di
bawah ini:
Tabel 22. Potensi dan Fitur Konservasi untuk masing-masing ID Zona Perikanan Berkelanjutan
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Perikanan Perikanan 4010 Habitat Wilayah Estuari 145,23
Berkelanjutan Berkelanjutan Pesisir
Tradisional Mangrove 112,13
Terumbu Karang 23118,96
Lamun 2044,50
Habitat Perairan Sills 46032,37
Dalam dan Selat 109076,64
Oseanografi
Upwelling 104071,84
Kondisi yang Kawasan Konservasi Eksisting 0,02
Mendukung (TB. Pulau Ndana)
Konservasi Wisata Selam 49,31
Daerah Mistis/ Angker 153,58
Budidaya Mutiara 7019,44
Pos pengawasan (TNI AL) 6392,96
Wisata Rekreasi 421,36
Surfing 402,17
110
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Wisata Berenang 14,78
Pengetahuan Lokal Usulan Daerah Larang Ambil 169,21
Spesies Koridor Setasea 175944,87
Lumba-lumba 70288,07
Dugong 13649,75
Pari Manta 1199,33
Hiu 1640,16
SPAGS 947,09
Penyu 25964,42
Paus 14585,31
Paus 59950,90
Luas Zona 4010 215766,88
4020 Habitat Wilayah Terumbu Karang 4897,29
Pesisir
Lamun 297,35
Habitat Perairan Sills 75173,83
Dalam dan
Selat 75959,19
Oseanografi
Kondisi yang Wisata Selam 66,57
Mendukung Wisata Rekreasi 283,52
Konservasi
Surfing 311,17
Spesies Koridor Setasea 75959,19
Lumba-lumba 35844,17
Dugong 3991,82
Hiu 78,52
Penyu 9740,14
111
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Paus 40755,06
Luas Zona 4020 75959,19
4030 Habitat Wilayah Mangrove 0,01
Pesisir
Terumbu Karang 1054,81
Lamun 126,50
Habitat Perairan Upwelling 5185,02
Dalam dan
Oseanografi
Kondisi yang Kawasan Konservasi Eksisting 0,01
Mendukung (SM. Perhatu dan TWAL. Teluk
Konservasi Kupang)
Wisata Selam 2,99
Lilifuk (Kearifan Lokal) 0,00016
Pos pengawasan (Polair dan TNI 500,14
AL)
Pengetahuan Lokal Usulan Daerah Larang Ambil 80,48
Spesies Koridor Setasea 393,83
Buaya 38,19
Lumba-lumba 265,45
Paus 2563,98
Luas Zona 4030 5217,22
4040 Habitat Wilayah Estuari 7,52
Pesisir
Terumbu Karang 265,38
Habitat Perairan Selat 50391,38
Dalam dan Upwelling 40638,11
Oseanografi
112
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Kondisi yang Wisata Rekreasi 971,55
Mendukung Surfing 971,55
Konservasi
Spesies Koridor Setasea 10343,75
Lumba-lumba 4259,96
Dugong 407,31
Pari Manta 52,67
Hiu 4718,01
Penyu 1132,12
Paus 65,64
Luas Zona 4040 53219,73
4050 Habitat Wilayah Estuari 260,56
Pesisir
Mangrove 42,23
Terumbu Karang 14454,42
Lamun 1290,64
Habitat Perairan Pulau Satelit 49049,59
Dalam dan Sills 46920,29
Oseanografi
Selat 42605,40
Upwelling 86679,14
Kondisi yang Tokoh Masyarakat yang 54,50
Mendukung Mendukung Konservasi
Konservasi Surfing 80,35
Wisata Berenang 80,36
Pengetahuan Lokal Usulan Daerah Larang Ambil 1064,74
Spesies Koridor Setasea 86825,75
Buaya 1,40
113
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Lumba-lumba 26069,05
Dugong 3004,74
Pari Manta 1674,13
Hiu 10657,84
SPAGS 626,11
Penyu 5504,76
Paus 70708,20
Paus 3125,47
Luas Zona 4050 88487,19
4070 Habitat Wilayah Estuari 0,48
Pesisir
Terumbu Karang 2980,65
Lamun 87,18
Habitat Perairan Selat 62798,57
Dalam dan
Oseanografi
Kondisi yang Pos pengawasan (DKP, Polair, 11892,78
Mendukung dan TNI AL)
Konservasi Wisata Rekreasi 693,98
Surfing 52,56
Wisata Berenang 420,40
Spesies Koridor Setasea 1829,21
Lumba-lumba 18392,34
Dugong 894,25
Pari Manta 131,08
Hiu 52959,04
SPAGS 319,33
114
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Penyu 4421,48
Paus 23326,27
Paus 10672,74
Luas Zona 4070 97770,56
4080 Habitat Wilayah Estuari 21,87
Pesisir
Terumbu Karang 690,96
Lamun 12,90
Habitat Perairan Pulau Satelit 12211,76
Dalam dan Selat 2214,11
Oseanografi
Upwelling 34990,32
Kondisi yang Wisata Selam 367,86
Mendukung
Wisata Rekreasi 367,86
Konservasi
Wisata Berenang 0,02
Spesies Koridor Setasea 5218,27
Lumba-lumba 28586,32
Dugong 186,45
Pari Manta 78,52
Hiu 3888,26
SPAGS 179,63
Penyu 3813,15
Paus 27421,01
Luas Zona 4080 45550,06
Perikanan Perikanan 6000 Habitat Perairan Selat 13532,30
Berkelanjutan Berkelanjutan Dalam dan Upwelling 1755,92
Umum Oseanografi
115
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Spesies Koridor Setasea 2807,17
Lumba-lumba 1391,82
Paus 11,73
Luas Zona 6000 113032,08
6010 Habitat Perairan Pulau Satelit 1597,60
Dalam dan Sills 39446,57
Oseanografi
Selat 37994,95
Upwelling 40347,29
Spesies Koridor Setasea 40347,29
Lumba-lumba 4184,95
Paus 38329,45
Luas Zona 6010 363378,80
6020 Habitat Perairan Upwelling 49,42
Dalam dan
Oseanografi
Spesies Koridor Setasea 3737,48
Paus 902,80
Luas Zona 6020 653800,49
6030 Habitat Perairan Selat 64,56
Dalam dan
Oseanografi
Spesies Hiu 64,56
Luas Zona 6030 151459,25
6040 Habitat Perairan Pulau Satelit 319,52
Dalam dan Sills 7889,31
Oseanografi
Selat 7598,99
116
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Upwelling 8069,46
Spesies Koridor Setasea 8069,46
Lumba-lumba 836,99
Paus 7665,89
Luas Zona 6040 111187,98
Perikanan Perlindungan 5000 Habitat Wilayah Terumbu Karang 10,53
Berkelanjutan Setasea Pesisir
Habitat Perairan Sills 14537,53
Dalam dan
Oseanografi
Selat 51092,8
Upwelling 23313,59
Spesies Koridor Setasea 51399
Lumba-lumba 973,87
Paus 17299,02
Luas Zona 5000 530958,20
5010 Habitat Perairan Pulau Satelit 5587,95
Dalam dan Upwelling 6349,53
Oseanografi
Spesies Koridor Setasea 6349,53
Paus 680,39
Luas Zona 5010 53937,49
5020 Habitat Wilayah Terumbu Karang 3392,11
Pesisir
Lamun 127,73
Habitat Perairan Selat 7439,65
Dalam dan Upwelling 8958,72
Oseanografi
117
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Kondisi yang Kawasan Konservasi Eksisting 0,01
Mendukung (TWAL Teluk Kupang)
Konservasi
Wisata Rekreasi 7,37
Spesies Koridor Setasea 25803,97
Lumba-lumba 3648,16
Paus 3502,86
Luas Zona 5020 28980,94
5030 Spesies Koridor Setasea 2802,79
Lumba-lumba 2802,79
Dugong 2769,51
Paus 451,67
Paus 2802,79
Luas Zona 5030 35942,12
5040 Habitat Perairan Selat 444,85
Dalam dan Upwelling 163,21
Oseanografi
Spesies Lumba-lumba 163,21
Hiu 2553,68
Paus 2108,83
Paus 163,21
Luas Zona 5040 251179,65
5050 Habitat Wilayah Terumbu Karang 5,27
Pesisir
Habitat Perairan Sills 7268,77
Dalam dan
Oseanografi
Selat 25546,40
118
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Upwelling 11656,79
Spesies Koridor Setasea 25699,50
Lumba-lumba 486,94
Paus 8649,51
Luas Zona 5050 339770,13
119
3. Peruntukan/Tujuan Zona
a. Peruntukan/Tujuan Sub Zona Perikanan Berkelanjutan Umum,
yaitu perlindungan habitat dan populasi ikan; penangkapan ikan
dengan alat dan cara yang ramah lingkungan; budidaya ramah
lingkungan; pariwisata dan rekreasi; penelitian dan
pengembangan; pendidikan; dan alur pelayaran.
1) kegiatan perlindungan habitat dan populasi ikan yang
diperbolehkan yaitu: Perlindungan proses-proses ekologis yang
menunjang kelangsungan hidup dari suatu jenis atau
sumberdaya ikan dan ekosistemnya; Pengamanan, pencegahan
dan/atau pembatasan kegiatan-kegiatan yang dapat
mengakibatkan perubahan keutuhan potensi kawasan dan
perubahan fungsi kawasan; Pengelolaan jenis sumberdaya ikan
beserta habitatnya untuk dapat menghasilkan keseimbangan
antara populasi dan habitatnya; Alur migrasi biota perairan;
Pemulihan.
2) kegiatan Penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah
lingkungan meliputi: alat penangkapan ikan yang sifatnya
statis atau pasif dan semi aktif; dan cara memperoleh ikan
dengan memperhatikan daya dukung habitat dan/atau tidak
mengganggu keberlanjutan sumber daya ikan.
alat penangkapan ikan yang sifatnya pasif adalah alat
penangkapan ikan yang menetap, yang mana ikan mendatangi
alat tersebut sehingga tertangkap yang diperbolehkan yaitu:
Jaring Angkat (Lift Net), Jaring insang tetap (Set gill nets
(anchored)), Bagan Perahu/rakit (boat/raft lift net), Bagan
Tancap (bamboo platform lift net), Jaring Serok (scoop net), dan
Jaring angkat lainnya (Other Lift Net).
alat penangkapan ikan yang sifatnya semi aktif yang
diperbolehkan yaitu: Rawai Tuna (Tuna Long Line), Rawai Tetap
(Set Long Line), Huhate (Pole and Line), Pancing Tonda (Troll
Line), Pancing Ulur (Hand Line), Pancing Layang-Layang,
panah, tombak, Jermal (Stow Net), Lampara dasar dan Pukat
cincin pelagis besar dengan satu kapal.
120
kegiatan penangkapan ikan hanya diperbolehkan: dengan
menggunakan kapal berukuran dibawah 30 GT dan dengan
alat penangkapan ikan yang diperbolehkan. rumpon dan
lampu.
3) Kegiatan budidaya ramah lingkungan yang diperbolehkan di
zona ini meliputi kegiatan budidaya yang mempertimbangkan:
jenis ikan yang dibudidayakan; jenis pakan; teknologi; jumlah
unit usaha budidaya; dan daya dukung dan kondisi
lingkungan sumber daya ikan.
Prinsip/tata cara kegiatan budidaya perikanan ramah
lingkungan adalah cara memelihara dan/atau membesarkan
ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang
terkontrol sehingga memberikan jaminan keamanan pangan
dari pembudidayaan dengan memperhatikan sanitasi, pakan,
obat ikan, dan bahan kimia, serta bahan biologis.
Jenis ikan yang dibudidaya di kawasan konservasi perairan
adalah jenis ikan lokal yang bertujuan untuk konservasi
spesies dan low input.
Jenis ikan yang dibudidaya diutamakan pada jenis ikan yang
dalam praktek budidayanya tidak perlu diberikan pakan
tambahan atau kalaupun diberi pakan tambahan,
pemberiannya hanya sekali-kali serta tidak perlu diberi obat-
obatan dan dalam kegiatan budidaya tersebut diperlukan
kualitas air yang baik.
Budidaya perikanan yang menggunakan teknologi budidaya
tradisional, yakni teknologi budidaya dengan padat penebaran
yang rendah, pemberian pakan yang rendah dan tidak
menggunakan obat-obatan.
Budidaya perikanan yang menggunakan teknologi budidaya
intensif yang diperbolehkan adalah budidaya jenis ikan yang
dalam praktek budidayanya tidak perlu memberikan pakan
tambahan ataupun obat-obatan serta dalam kegiatan budidaya
tersebut diperlukan kualitas air yang baik seperti budidaya
tiram mutiara.
121
Penggunaan jenis pakan ikan harus mengandung nutrisi yang
terdiri dari sumber kalori dan protein sesuai kebutuhan dari
masing-masing jenis dan umur ikan; tidak mengandung zat
beracun, bahan pencemaran yang berbahaya bagi ikan
dan/atau manusia, atau yang mengakibatkan penurunan
produksi atau menyebabkan pencemaran/kerusakan
lingkungan.
Jenis budidaya yang diperbolehkan adalah budidaya rumput
laut, mutiara, karamba jaring apung (KJA), teripang, lobster
dan tambak.
Jumlah unit usaha budidaya ikan di kawasan konservasi
perairan dibatasi dengan pertimbangan pertimbangan daya
dukung lingkungannya.
4) Kegiatan pariwisata dan rekreasi yang diperbolehkan meliputi:
rekreasi pantai; menyelam; pariwisata tontonan seperti
snorkeling dan menggunakan perahu kaca (glass boat);
pariwisata minat khusus; perahu pariwisata; olahraga
permukaan air seperti berenang, selancar air (surfing), kite
surfing, jetsky, dan dayung/kayak, memancing (sport and
recreation fishing), dan jenis olah raga air lainnya; wisata
penelitian untuk mendapat pengetahuan terkait bidang ilmu
tertentu seperti mengamati kehidupan biota perairan (paus,
penyu dan lain-lain), formasi kehidupan terumbu karang,
mangrove, burung dan lain-lain; wisata budaya, tracking dan
pembuatan foto, video dan film.
5) Kegiatan penelitian dan pengembangan yang diperbolehkan
meliputi: penelitian dasar untuk kepentingan perikanan
berkelanjutan dan konservasi; penelitian terapan untuk
kepentingan perikanan berkelanjutan dan konservasi; dan
pengembangan untuk kepentingan konservasi.
6) Kegiatan pendidikan yang diperbolehkan merupakan
pendidikan untuk memberikan wawasan dan motivasi yang
meliputi aspek: biologi, ekologi, sosial ekonomi dan budaya,
tata kelola dan pengelolaan.
122
7) Alur pelayaran yang diperbolehkan di zona perikanan
berkelanjutan umum adalah alur pelayaran untuk
perhubungan, pelayaran selain di alur pelayaran untuk
perhubungan, dan ALKI III.
123
dari pembudidayaan dengan memperhatikan sanitasi, pakan,
obat ikan, dan bahan kimia, serta bahan biologis.
Jenis ikan yang dibudidaya di kawasan konservasi perairan
adalah jenis ikan lokal yang bertujuan untuk konservasi
spesies dan low input.
Jenis ikan yang dibudidaya di diutamakan pada jenis ikan
yang dalam praktek budidayanya tidak perlu diberikan pakan
tambahan atau kalaupun diberi pakan tambahan,
pemberiannya hanya sekali-kali serta tidak perlu diberi obat-
obatan dan dalam kegiatan budidaya tersebut diperlukan
kualitas air yang baik.
Budidaya perikanan yang menggunakan teknologi budidaya
tradisional, yakni teknologi budidaya dengan padat penebaran
yang rendah, pemberian pakan yang rendah dan tidak
menggunakan obat-obatan.
Budidaya perikanan yang menggunakan teknologi budidaya
intensif yang diperbolehkan adalah budidaya jenis ikan yang
dalam praktek budidayanya tidak perlu memberikan pakan
tambahan ataupun obat-obatan serta dalam kegiatan budidaya
tersebut diperlukan kualitas air yang baik seperti budidaya
tiram mutiara.
Penggunaan jenis pakan ikan harus mengandung nutrisi yang
terdiri dari sumber kalori dan protein sesuai kebutuhan dari
masing-masing jenis dan umur ikan; tidak mengandung zat
beracun, bahan pencemaran yang berbahaya bagi ikan
dan/atau manusia atau yang mengakibatkan penurunan
produksi atau menyebabkan pencemaran/kerusakan
lingkungan.
Jenis budidaya yang diperbolehkan adalah budidaya rumput
laut, mutiara, karamba jaring apung (KJA), teripang, lobster
dan tambak.
Jumlah unit usaha budidaya ikan di kawasan konservasi
perairan dibatasi dengan pertimbangan-pertimbangan daya
dukung lingkungannya.
124
4) Kegiatan pariwisata dan rekreasi yang diperbolehkan meliputi:
rekreasi pantai, menyelam; pariwisata tontonan seperti
snorkeling dan menggunakan perahu kaca (glass boat);
pariwisata minat khusus; perahu pariwisata; olahraga
permukaan air seperti berenang, selancar air (surfing), kite
surfing, jetsky, dan dayung/kayak, memancing (sport and
recreation fishing), dan jenis olah raga air lainnya; wisata
penelitian untuk mendapat pengetahuan terkait bidang ilmu
tertentu seperti mengamati kehidupan biota perairan (paus,
penyu dan lain-lain), formasi kehidupan terumbu karang,
mangrove, burung dan lain-lain; wisata budaya, tracking dan
pembuatan foto, video dan film.
Pembatasan ukuran kelompok wisatawan yang dapat
melakukan kegiatan wisata dalam waktu yang bersamaan dan
pembatasan jenis kegiatan dan usaha pariwisata disesuaikan
dengan daya dukung kawasan yang dikelola oleh Pengelola
TNP Laut Sawu.
Jenis pengusahaan pariwisata yang diperbolehkan yaitu usaha
penyediaan jasa wisata alam dan usaha penyediaan sarana
wisata alam.
5) Kegiatan penelitian dan pengembangan yang diperbolehkan
meliputi: penelitian dasar untuk kepentingan perikanan
berkelanjutan dan konservasi; penelitian terapan untuk
kepentingan perikanan berkelanjutan dan konservasi; dan
pengembangan untuk kepentingan konservasi.
6) Kegiatan pendidikan yang diperbolehkan merupakan
pendidikan untuk memberikan wawasan dan motivasi yang
meliputi aspek: biologi, ekologi, sosial ekonomi dan budaya,
tata kelola dan pengelolaan.
7) Alur pelayaran yang diperbolehkan di zona perikanan
berkelanjutan tradisional adalah alur pelayaran untuk
perhubungan, pelayaran selain di alur pelayaran untuk
perhubungan, dan ALKI III.
8) Aktifitas kearifan lokal Keruga yaitu kegiatan pengambilan
terumbu karang hidup untuk digunakan sebagai batu kapur
125
untuk sirih pinang oleh masyarakat seperti di Kabupaten Sabu
Raijua diperbolehkan satu tahun sekali dalam waktu satu hari
dalam jumlah yang secukupnya dengan waktu/hari yang
ditentukan oleh keputusan adat.
c. Peruntukan/Tujuan Sub Zona Perlindungan Setasea
Sub Zona Perlindungan Setasea diperuntukkan untuk:
perlindungan habitat, populasi ikan dan setasea; perlindungan
koridor migrasi penting setasea; penangkapan ikan dengan alat
dan cara yang ramah lingkungan; budidaya ramah lingkungan;
pariwisata dan rekreasi; penelitian dan pengembangan;
pendidikan; alur pelayaran; dan Aktifitas kearifan lokal Keruga.
1) Kegiatan perlindungan habitat, populasi ikan dan setasea yang
diperbolehkan yaitu: Perlindungan proses-proses ekologis yang
menunjang kelangsungan hidup dari suatu jenis atau
sumberdaya ikan dan ekosistemnya; Pengamanan, pencegahan
dan/atau pembatasan kegiatan-kegiatan yang dapat
mengakibatkan perubahan keutuhan potensi kawasan dan
perubahan fungsi kawasan; Pengelolaan jenis sumberdaya ikan
beserta habitatnya untuk dapat menghasilkan keseimbangan
antara populasi dan habitatnya; Alur migrasi biota perairan;
Pemulihan.
2) Kegiatan Penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah
lingkungan meliputi: alat penangkapan ikan yang sifatnya
statis dan atau pasif dan semi aktif; dan cara memperoleh ikan
dengan memperhatikan daya dukung habitat dan/atau tidak
mengganggu keberlanjutan sumber daya ikan.
3) Kegiatan budidaya ramah lingkungan yang diperbolehkan di
zona ini meliputi kegiatan budidaya yang mempertimbangkan:
jenis ikan yang dibudidayakan; jenis pakan; teknologi; jumlah
unit usaha budidaya; dan daya dukung dan kondisi
lingkungan sumber daya ikan.
4) Kegiatan pariwisata dan rekreasi yang diperbolehkan meliputi:
rekreasi pantai, menyelam; pariwisata tontonan seperti
snorkeling dan menggunakan perahu kaca (glass boat);
pariwisata minat khusus; perahu pariwisata; olahraga
126
permukaan air seperti berenang, selancar air (surfing), kite
surfing, dan dayung/kayak, memancing (sport and recreation
fishing), dan jenis olah raga air lainnya; wisata penelitian
untuk mendapat pengetahuan terkait bidang ilmu tertentu
seperti mengamati kehidupan biota perairan (paus, penyu dan
lain-lain), formasi kehidupan terumbu karang, mangrove,
burung dan lain-lain; wisata budaya, tracking dan pembuatan
foto, video dan film.
Pembatasan ukuran kelompok wisatawan yang dapat
melakukan kegiatan wisata dalam waktu yang bersamaan dan
pembatasan jenis kegiatan dan usaha pariwisata disesuaikan
dengan daya dukung kawasan yang dikelola oleh Pengelola
TNP;
5) Kegiatan penelitian dan pengembangan yang diperbolehkan
meliputi : penelitian dasar untuk kepentingan perlindungan
setasea dan konservasi lainnya; penelitian terapan untuk
kepentingan perlindungan setasea dan konservasi lainnya; dan
pengembangan untuk kepentingan perlindungan setasea dan
konservasi lainnya.
6) Kegiatan pendidikan yang diperbolehkan merupakan
pendidikan untuk memberikan wawasan dan motivasi yang
meliputi aspek: biologi, ekologi, sosial ekonomi dan budaya,
tata kelola dan pengelolaan.
7) Alur pelayaran yang diperbolehkan di zona perlindungan
setasea adalah alur pelayaran untuk perhubungan, dan
pelayaran selain di alur pelayaran untuk perhubungan.
8) Aktifitas kearifan lokal Keruga yaitu kegiatan pengambilan
terumbu karang hidup untuk digunakan sebagai batu kapur
untuk sirih pinang oleh masyarakat seperti di Kabupaten Sabu
Raijua diperbolehkan satu tahun satu kali satu hari dalam
jumlah yang secukupnya dengan waktu/hari yang ditentukan
oleh keputusan adat.
127
4. Kegiatan yang Boleh dan Tidak Boleh
a. Kegiatan yang Boleh dan Tidak Boleh di Sub Zona Perikanan
Berkelanjutan Umum sebagaimana terdapat pada tabel 23 di
bawah ini:
Tabel 23. Kegiatan yang boleh dan tidak boleh pada Sub Zona
Perikanan Berkelanjutan Umum
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
Kegiatan 1 Patroli pengawasan
yang boleh 2 Tambatan perahu
3 Pembangunan Rumah Adat
4 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (kantor)
5 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (Pos
Jaga, Jetty)
6 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan
non komersial
7 Pemasangan Rumpon
8 Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan
kecil dan artisanal serta kelompok nelayan
yang secara ekonomis memiliki struktur dan
unit usaha kecil yang tidak diwajibkan
memiliki izin usaha penangkapan ikan
9 Penangkapan Ikan dengan Kapal < 5 GT
dengan alat penangkapan ikan yang
diperbolehkan
10 Budidaya Rumput Laut
11 Alur Kapal untuk perhubungan
12 Pelayaran selain di alur kapal untuk
perhubungan
13 ALKI III
Kegiatan 1 Monitoring dan Penelitian non ekstraktif
yang 2 Monitoring dan Penelitian ekstraktif
diperbolehk
3 Pendidikan pemeliharaan dan peningkatan
an tetapi
keanekaragaman hayati (ekosistem lamun,
dengan izin
manggrove, terumbu dan laut dalam);
perlindungan sumberdaya masyarakat lokal;
pembangunan perekonomian berbasis
ekowisata bahari; pemeliharaan proses
ekologis dan sistem pendukung kehidupan;
promosi pemanfaatan sumber daya secara
berkelanjutan; promosi upaya tata kelola
untuk perlindungan lingkungan.
4 Pembangunan Infrastruktur wisata hotel,
home stay, dan sarana penginapan lainnya
5 Pembangunan Infrastruktur wisata (resor
permanen)
6 Sarana dan pelayanan untuk melakukan
wisata petualangan (kapal layar (cruise),
128
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
kapal selam, sea walker, penenggelaman
kapal (ship wreck)
7 Rekreasi pantai
8 Wisata menyelam
9 Wisata snorkling
10 Wisata Jet Ski
11 Wisata Kayak/Dayung
12 Wisata Surfing
13 Wisata Kite surfing
14 Wisata Mancing (Catch and Release)
15 Wisata perahu kaca (glass boat)
16 Perahu wisata
17 Wisata melihat Paus dan Lumba-Lumba
18 Wisata melihat burung
19 Wisata mangrove
20 Wisata Budaya
21 Wisata tracking
22 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan
komersial
23 Penangkapan ikan dengan Jaring insang
tetap (Set gill nets (anchored))
24 Penangkapan ikan dengan Jaring angkat
(Lift Net)
25 Penangkapan ikan dengan Jaring serok
(scoop net)
26 Penangkapan ikan dengan Bagan Tancap
(bamboo platform lift net)
27 Penangkapan ikan dengan Bagan
Perahu/rakit (Boat/raft lift net)
28 Penangkapan ikan dengan Pancing ulur
29 Penangkapan ikan dengan Pancing tonda
30 Penangkapan ikan dengan Pancing layang-
layang
31 Penangkapan ikan dengan Jermal
32 Penangkapan ikan dengan Rawai Tuna
33 Penangkapan ikan dengan Rawai Tetap
34 Penangkapan ikan dengan Huhate
35 Menangkap ikan dengan tombak
36 Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan
oleh usaha menengah keatas
37 Penangkapan ikan dengan Pukat cincin
pelagis besar dengan satu kapal
38 Penangkapan ikan dengan Lampara dasar
39 Penangkapan Ikan dengan Kapal 5 - 30 GT
dengan alat penangkapan ikan yang
diperbolehkan
40 Budidaya Mutiara
41 Budidaya dengan Keramba Jaring Apung
129
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
(KJA)
42 Budidaya Teripang
43 Budidaya Lobster
44 Membangun Tambak
Kegiatan 1 Penangkapan ikan dengan Jaring insang
yang tidak hanyut (Drift nets)
boleh 2 Penangkapan ikan dengan Jaring insang
oseanik
3 Penangkapan ikan dengan Bubu
4 Penangkapan ikan dengan Sero
5 Penangkapan ikan dengan Rawai Hanyut
6 Penangkapan ikan dengan Rawai Hiu/Cucut
7 Makameting (dengan alat dan cara yang
tidak merusak terumbu karang)
8 Rumpon telur ikan terbang
9 Menggunakan bahan beracun, kompresor
dan bom
10 Menangkap Ikan Hias
11 Menangkap, melukai dan membunuh biota
yang dilindungi (termasuk penyu, buaya,
manta, duyung, hiu, paus, lumba-lumba, dll)
12 Mengambil dan menjual telur penyu
13 Penebangan Mangrove
14 Pengambilan Karang hidup atau mati
15 Pengambilan Karang hidup atau mati dalam
aktifitas keruga (kearifan local Sabu Raijua)
hanya boleh dilakukan setahun sekali dalam
satu hari dan waktunya diatur oleh
kesepakatan adat.
16 Penambangan Pasir Laut
17 Survey Seismic Minyak dan Gas
18 Penambangan Minyak dan Gas
19 Pembuangan Limbah dan Sampah
130
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
5 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (Pos
Jaga, Jetty)
6 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan
non komersial
7 Makameting (dengan alat dan cara yang
tidak merusak terumbu karang)
8 Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan
kecil dan artisanal serta kelompok
nelayan yang secara ekonomis memiliki
struktur dan unit usaha kecil yang tidak
diwajibkan memiliki izin usaha
penangkapan ikan
9 Penangkapan Ikan dengan Kapal < 5 GT
dengan alat penangkapan ikan yang
diperbolehkan
10 Budidaya Rumput Laut
11 Alur Kapal untuk perhubungan
12 Pelayaran selain di alur kapal untuk
perhubungan
13 ALKI III
14 Pengambilan Karang hidup atau mati
dalam aktifitas keruga (kearifan local
Sabu Raijua) hanya boleh dilakukan
setahun sekali dalam satu hari dan
waktunya diatur oleh kesepakatan adat.
Kegiatan yang 1 Monitoring dan Penelitian non ekstraktif
diperbolehkan 2 Monitoring dan Penelitian ekstraktif
tetapi dengan 3 Pendidikan pemeliharaan dan
izin peningkatan keanekaragaman hayati
(ekosistem lamun, manggrove, terumbu
dan laut dalam); perlindungan
sumberdaya masyarakat lokal;
pembangunan perekonomian berbasis
ekowisata bahari; pemeliharaan proses
ekologis dan sistem pendukung
kehidupan; promosi pemanfaatan sumber
daya secara berkelanjutan; promosi
upaya tata kelola untuk perlindungan
lingkungan
4 Pembangunan Infrastruktur wisata hotel,
home stay, dan sarana penginapan
lainnya
5 Pembangunan Infrastruktur wisata (resor
permanen)
6 Sarana dan pelayanan untuk melakukan
wisata petualangan (kapal layar (cruise),
kapal selam, sea walker, penenggelaman
kapal (ship wreck)
7 Rekreasi pantai
8 Wisata menyelam
131
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
9 Wisata snorkling
10 Wisata Jet Ski
11 Wisata Kayak/Dayung
12 Wisata Surfing
13 Wisata Kite surfing
14 Wisata Mancing (Catch and Release)
15 Wisata perahu kaca (glass boat)
16 Perahu wisata
17 Wisata melihat Paus dan Lumba-Lumba
18 Wisata melihat burung
19 Wisata mangrove
20 Wisata Budaya
21 Wisata tracking
22 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan
komersial
23 Penangkapan ikan dengan Jaring insang
tetap (Set gill nets (anchored))
24 Penangkapan ikan dengan Jaring angkat
(Lift Net)
25 Penangkapan ikan dengan Jaring serok
(scoop net)
26 Penangkapan ikan dengan Bagan Tancap
(bamboo platform lift net)
27 Penangkapan ikan dengan Bagan
Perahu/rakit (Boat/raft lift net)
28 Penangkapan ikan dengan Pancing ulur
29 Penangkapan ikan dengan Pancing tonda
30 Penangkapan ikan dengan Pancing
layang-layang
31 Penangkapan ikan dengan Jermal
32 Penangkapan ikan dengan Rawai Tetap
33 Menangkap ikan dengan tombak
34 Penangkapan ikan dengan Lampara
dasar
35 Budidaya Mutiara
36 Budidaya dengan Keramba Jaring Apung
(KJA)
37 Budidaya Teripang
38 Budidaya Lobster
39 Membangun Tambak
Kegiatan yang 1 Penangkapan ikan dengan Jaring insang
tidak boleh hanyut (Drift nets)
2 Penangkapan ikan dengan Jaring insang
oseanik
3 Penangkapan ikan dengan Bubu
4 Penangkapan ikan dengan Sero
5 Penangkapan ikan dengan Rawai Tuna
6 Penangkapan ikan dengan Rawai Hanyut
132
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
7 Penangkapan ikan dengan Rawai
Hiu/Cucut
8 Penangkapan ikan dengan Huhate
9 Pemasangan Rumpon
10 Rumpon telur ikan terbang
11 Menggunakan bahan beracun, kompresor
dan bom
12 Menangkap Ikan Hias
13 Kegiatan penangkapan ikan yang
dilakukan oleh usaha menengah keatas
14 Penangkapan ikan dengan Pukat cincin
pelagis besar dengan satu kapal
15 Penangkapan Ikan dengan Kapal 5 - 30
GT dengan alat penangkapan ikan yang
diperbolehkan
16 Menangkap, melukai dan membunuh
biota yang dilindungi (termasuk penyu,
buaya, manta, duyung, hiu, paus, lumba-
lumba, dll)
17 Mengambil dan menjual telur penyu
18 Penebangan Mangrove
19 Pengambilan Karang hidup atau mati
20 Penambangan Pasir Laut
21 Survey Seismic Minyak dan Gas
22 Penambangan Minyak dan Gas
23 Pembuangan Limbah dan Sampah
133
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
struktur dan unit usaha kecil yang tidak
diwajibkan memiliki izin usaha
penangkapan ikan
9 Penangkapan Ikan dengan Kapal < 5 GT
dengan alat penangkapan ikan yang
diperbolehkan
10 Budidaya Rumput Laut
11 Alur Kapal untuk perhubungan
12 Pelayaran selain di alur kapal untuk
perhubungan
Kegiatan 1 Monitoring dan Penelitian non ekstraktif
yang 2 Monitoring dan Penelitian ekstraktif
diperbolehk 3 Pendidikan pemeliharaan dan
an tetapi peningkatan keanekaragaman hayati
dengan izin (ekosistem lamun, manggrove, terumbu
dan laut dalam); perlindungan
sumberdaya masyarakat lokal;
pembangunan perekonomian berbasis
ekowisata bahari; pemeliharaan proses
ekologis dan sistem pendukung
kehidupan; promosi pemanfaatan sumber
daya secara berkelanjutan; promosi
upaya tata kelola untuk perlindungan
lingkungan
4 Pembangunan Infrastruktur wisata hotel,
home stay, dan sarana penginapan
lainnya
5 Pembangunan Infrastruktur wisata (resor
permanen)
6 Rekreasi pantai
7 Wisata menyelam
8 Wisata snorkling
9 Wisata Kayak/Dayung
10 Wisata Surfing
11 Wisata Kite surfing
12 Wisata Mancing (Catch and Release)
13 Wisata perahu kaca (glass boat)
14 Perahu wisata
15 Wisata melihat Paus dan Lumba-Lumba
16 Wisata melihat burung
17 Wisata mangrove
18 Wisata Budaya
19 Wisata tracking
20 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan
komersial
21 Penangkapan Ikan dengan Jaring angkat
(Lift Net)
22 Penangkapan Ikan dengan Jaring serok
(scoop net)
134
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
23 Penangkapan Ikan dengan Bagan
Perahu/rakit (Boat/raft lift net)
24 Penangkapan Ikan dengan Pancing ulur
25 Penangkapan Ikan dengan Pancing tonda
26 Penangkapan Ikan dengan Pancing
layang-layang
27 Penangkapan Ikan dengan Jermal
28 Penangkapan Ikan dengan Huhate
29 Menangkap ikan dengan tombak
30 Penangkapan Ikan dengan Lampara
dasar
31 Penangkapan Ikan dengan Kapal 5 - 30
GT dengan alat penangkapan ikan yang
diperbolehkan
32 Budidaya Teripang
33 Budidaya Lobster
34 Membangun Tambak
Kegiatan 1 Sarana dan pelayanan untuk melakukan
yang tidak wisata petualangan (kapal layar (cruise),
boleh kapal selam, sea walker, penenggelaman
kapal (ship wreck)
2 Wisata Jet Ski
3 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang
tetap (Set gill nets (anchored))
4 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang
hanyut (Drift nets)
5 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang
oseanik
6 Penangkapan Ikan dengan Bagan Tancap
(bamboo platform lift net)
7 Penangkapan Ikan dengan Bubu
8 Penangkapan Ikan dengan Sero
9 Penangkapan Ikan dengan Rawai Tuna
10 Penangkapan Ikan dengan Rawai Hanyut
11 Penangkapan Ikan dengan Rawai Tetap
12 Penangkapan Ikan dengan Rawai
Hiu/Cucut
13 Pemasangan Rumpon
14 Rumpon telur ikan terbang
15 Menggunakan bahan beracun, kompresor
dan bom
16 Menangkap Ikan Hias
17 Kegiatan penangkapan ikan yang
dilakukan oleh usaha menengah keatas
18 Penangkapan Ikan dengan Pukat cincin
pelagis besar dengan satu kapal
19 Menangkap, melukai dan membunuh
biota yang dilindungi (termasuk penyu,
buaya, manta, duyung, hiu, paus, lumba-
135
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
lumba, dll)
D. Zona Pemanfaatan
1. Rancangan Zonasi dan Koordinat
Zona Pemanfaatan merupakan bagian kawasan konservasi
perairan yang letak, kondisi, dan potensi alamnya diutamakan untuk
kepentingan pariwisata alam perairan dan/atau kondisi/jasa
lingkungan serta untuk kegiatan penelitian dan pendidikan. Zona
pemanfaatan mempunyai kriteria sebagai berikut:
a. mempunyai daya tarik pariwisata alam berupa biota perairan
beserta ekosistem perairan yang indah dan unik;
b. mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian
potensial dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan
rekreasi;
c. mempunyai karakter objek penelitian dan pendidikan yang
mendukung kepentingan konservasi;
d. mempunyai kondisi perairan yang relatif masih baik untuk
berbagai kegiatan pemanfaatan dengan tidak merusak ekosistem
aslinya.
Koordinat lokasi, letak, dan luasan untuk masing-masing ID Zona
Pemanfaatan ditampilkan dalam tabel 26 dan tabel 27. dibawah ini:
Tabel 26. Koordinat Lokasi untuk Masing-Masing ID Zona Pemanfaatan
136
Nama Zona Zona ID X Y
122° 53' 16,86" BT 10° 54' 52,86" LS
122° 53' 16,90" BT 10° 54' 52,86" LS
Zona 122° 54' 27,29" BT 10° 57' 10,72" LS
Pemanfaatan 122° 54' 25,76" BT 11° 0' 32,15" LS
122° 53' 7,26" BT 11° 1' 42,73" LS
2000
122° 51' 7,02" BT 11° 1' 42,40" LS
122° 49' 25,47" BT 10° 59' 55,75" LS
122° 49' 24,84" BT 10° 56' 32,68" LS
122° 49' 56,00" BT 10° 55' 52,45" LS
122° 49' 57,51" BT 10° 55' 51,71" LS
122° 45' 36,41" BT 10° 48' 41,92" LS
122° 45' 35,75" BT 10° 51' 0,73" LS
2010 122° 42' 40,75" BT 10° 51' 2,18" LS
122° 42' 39,97" BT 10° 48' 42,50" LS
122° 45' 36,41" BT 10° 48' 41,92" LS
122° 47' 40,09" BT 10° 47' 14,62" LS
122° 47' 20,24" BT 10° 47' 32,85" LS
122° 45' 56,72" BT 10° 47' 56,69" LS
122° 45' 5,39" BT 10° 47' 59,50" LS
2020 122° 45' 0,00" BT 10° 47' 8,10" LS
122° 45' 0,00" BT 10° 47' 8,10" LS
122° 47' 12,21" BT 10° 46' 34,65" LS
122° 47' 40,09" BT 10° 46' 34,65" LS
122° 47' 40,09" BT 10° 47' 14,62" LS
122° 57' 58,90" BT 10° 43' 14,71" LS
122° 57' 58,65" BT 10° 44' 34,19" LS
122° 57' 58,65" BT 10° 44' 34,29" LS
2030 122° 53' 25,26" BT 10° 45' 25,70" LS
122° 53' 25,34" BT 10° 44' 9,79" LS
122° 55' 10,18" BT 10° 43' 14,75" LS
122° 57' 58,90" BT 10° 43' 14,71" LS
123° 8' 26,88" BT 10° 38' 29,54" LS
123° 8' 14,19" BT 10° 38' 54,03" LS
123° 6' 24,96" BT 10° 39' 54,91" LS
123° 6' 8,21" BT 10° 39' 20,24" LS
2040 123° 6' 8,06" BT 10° 39' 19,93" LS
123° 6' 50,55" BT 10° 38' 53,09" LS
123° 7' 21,79" BT 10° 38' 14,88" LS
123° 7' 56,50" BT 10° 38' 8,66" LS
123° 8' 26,88" BT 10° 38' 29,54" LS
121° 34' 44,93" BT 10° 38' 32,51" LS
121° 34' 43,63" BT 10° 39' 12,35" LS
121° 33' 4,12" BT 10° 39' 9,12" LS
2060
121° 33' 7,13" BT 10° 38' 23,87" LS
121° 34' 45,44" BT 10° 38' 16,79" LS
121° 34' 44,93" BT 10° 38' 32,51" LS
2070 121° 41' 38,22" BT 10° 34' 12,44" LS
137
Nama Zona Zona ID X Y
121° 41' 8,45" BT 10° 33' 41,39" LS
121° 43' 16,55" BT 10° 32' 8,34" LS
121° 43' 44,89" BT 10° 32' 56,07" LS
121° 43' 42,27" BT 10° 32' 58,01" LS
121° 43' 42,10" BT 10° 32' 58,14" LS
121° 59' 48,37" BT 10° 33' 6,01" LS
121° 59' 22,07" BT 10° 33' 39,53" LS
121° 58' 24,29" BT 10° 33' 39,53" LS
2080
121° 58' 24,29" BT 10° 32' 57,99" LS
121° 59' 16,01" BT 10° 32' 45,73" LS
121° 59' 48,37" BT 10° 33' 6,01" LS
123° 16' 57,10" BT 10° 29' 26,25" LS
123° 17' 29,06" BT 10° 30' 49,50" LS
123° 14' 45,68" BT 10° 32' 34,51" LS
2090
123° 14' 45,65" BT 10° 32' 34,47" LS
123° 13' 48,23" BT 10° 31' 29,33" LS
123° 16' 57,10" BT 10° 29' 26,25" LS
123° 33' 4,02" BT 10° 19' 51,10" LS
123° 33' 1,02" BT 10° 20' 45,64" LS
123° 29' 31,88" BT 10° 22' 24,09" LS
2100 123° 27' 46,96" BT 10° 22' 25,90" LS
123° 26' 40,75" BT 10° 22' 1,92" LS
123° 26' 38,48" BT 10° 20' 52,14" LS
123° 27' 21,85" BT 10° 20' 53,64" LS
124° 1' 3,87" BT 10° 16' 24,48" LS
124° 1' 5,22" BT 10° 16' 34,50" LS
124° 1' 10,30" BT 10° 17' 52,75" LS
124° 0' 4,31" BT 10° 18' 21,89" LS
2110 123° 58' 7,11" BT 10° 19' 13,65" LS
123° 56' 15,16" BT 10° 19' 4,66" LS
123° 55' 41,74" BT 10° 18' 28,77" LS
123° 55' 28,76" BT 10° 17' 42,61" LS
124° 1' 3,87" BT 10° 16' 24,48" LS
120° 8' 41,54" BT 10° 16' 40,70" LS
120° 9' 5,59" BT 10° 21' 25,37" LS
120° 7' 55,76" BT 10° 21' 28,35" LS
2120 120° 3' 48,60" BT 10° 19' 9,85" LS
120° 3' 48,60" BT 10° 19' 9,84" LS
120° 5' 48,30" BT 10° 16' 49,78" LS
120° 8' 41,54" BT 10° 16' 40,70" LS
123° 29' 47,41" BT 10° 15' 57,17" LS
123° 29' 35,70" BT 10° 15' 59,04" LS
123° 29' 32,84" BT 10° 15' 44,62" LS
2130 123° 29' 42,62" BT 10° 15' 43,35" LS
123° 29' 43,42" BT 10° 15' 45,65" LS
123° 29' 46,44" BT 10° 15' 54,39" LS
123° 29' 47,41" BT 10° 15' 57,17" LS
138
Nama Zona Zona ID X Y
124° 23' 40,72" BT 10° 10' 11,71" LS
2140 124° 22' 9,51" BT 10° 11' 11,00" LS
124° 6' 1,47" BT 10° 11' 16,09" LS
123° 39' 45,74" BT 9° 47' 40,84" LS
123° 39' 45,75" BT 9° 47' 40,84" LS
123° 38' 50,16" BT 9° 47' 41,54" LS
123° 37' 51,59" BT 9° 46' 22,64" LS
2170
123° 38' 34,37" BT 9° 45' 21,91" LS
123° 40' 1,64" BT 9° 45' 19,73" LS
123° 40' 1,59" BT 9° 45' 33,12" LS
123° 40' 1,59" BT 9° 45' 33,21" LS
123° 49' 23,37" BT 9° 27' 57,34" LS
123° 49' 21,94" BT 9° 29' 48,70" LS
123° 49' 21,94" BT 9° 29' 48,80" LS
123° 49' 21,42" BT 9° 29' 48,91" LS
2180 123° 47' 23,83" BT 9° 32' 4,86" LS
123° 47' 23,81" BT 9° 32' 4,85" LS
123° 44' 57,92" BT 9° 30' 52,61" LS
123° 46' 32,59" BT 9° 27' 53,51" LS
123° 49' 23,37" BT 9° 27' 57,34" LS
119° 24' 21,91" BT 9° 22' 28,09" LS
119° 24' 21,91" BT 9° 21' 35,23" LS
2190 119° 25' 56,61" BT 9° 21' 35,23" LS
119° 25' 57,03" BT 9° 22' 19,91" LS
119° 24' 21,91" BT 9° 22' 28,09" LS
119° 19' 39,81" BT 9° 20' 29,10" LS
119° 19' 39,41" BT 9° 22' 18,96" LS
2200 119° 16' 26,45" BT 9° 22' 0,43" LS
119° 16' 26,89" BT 9° 20' 29,10" LS
119° 19' 39,81" BT 9° 20' 29,10" LS
119° 39' 25,27" BT 9° 22' 4,96" LS
119° 39' 25,27" BT 9° 22' 4,96" LS
2210 119° 40' 15,73" BT 9° 20' 23,50" LS
119° 45' 15,63" BT 9° 21' 54,77" LS
119° 45' 13,16" BT 9° 23' 9,17" LS
124° 0' 28,67" BT 9° 20' 35,19" LS
123° 56' 6,81" BT 9° 25' 14,73" LS
123° 56' 6,72" BT 9° 25' 14,73" LS
2220 123° 55' 57,86" BT 9° 25' 14,72" LS
123° 56' 0,11" BT 9° 21' 23,81" LS
124° 0' 42,57" BT 9° 18' 23,17" LS
124° 0' 42,77" BT 9° 18' 23,05" LS
119° 57' 39,52" BT 9° 16' 18,23" LS
119° 57' 39,52" BT 9° 16' 49,87" LS
2230 119° 56' 38,87" BT 9° 17' 28,01" LS
119° 53' 46,53" BT 9° 19' 14,08" LS
119° 52' 56,81" BT 9° 18' 28,32" LS
139
Nama Zona Zona ID X Y
119° 55' 14,14" BT 9° 15' 23,16" LS
119° 56' 8,15" BT 9° 15' 24,33" LS
119° 57' 39,52" BT 9° 16' 18,23" LS
120° 1' 52,13" BT 8° 48' 50,52" LS
120° 1' 51,88" BT 8° 49' 59,98" LS
2250
119° 59' 50,58" BT 8° 50' 0,50" LS
119° 59' 50,58" BT 8° 49' 4,91" LS
120° 27' 11,44" BT 10° 18' 51,26" LS
120° 26' 55,12" BT 10° 20' 28,51" LS
2131 120° 22' 3,07" BT 10° 17' 30,80" LS
120° 23' 7,33" BT 10° 15' 58,79" LS
120° 27' 11,44" BT 10° 18' 51,26" LS
120° 46' 20,11" BT 9° 55' 16,05" LS
120° 45' 42,14" BT 9° 56' 5,26" LS
120° 44' 35,22" BT 9° 55' 23,15" LS
2160
120° 44' 48,46" BT 9° 54' 25,65" LS
120° 45' 17,08" BT 9° 54' 26,48" LS
120° 46' 20,11" BT 9° 55' 16,05" LS
120° 17' 30,32" BT 8° 50' 48,07" LS
120° 17' 38,68" BT 8° 51' 27,75" LS
120° 16' 45,49" BT 8° 51' 45,66" LS
2241
120° 15' 53,71" BT 8° 51' 30,17" LS
120° 16' 12,59" BT 8° 50' 53,43" LS
120° 17' 30,32" BT 8° 50' 48,07" LS
119° 11' 24,31" BT 9° 22' 26,44" LS
119° 8' 43,09" BT 9° 23' 23,42" LS
119° 8' 11,75" BT 9° 22' 30,62" LS
2201
119° 10' 15,87" BT 9° 21' 32,29" LS
119° 11' 24,62" BT 9° 21' 31,13" LS
119° 11' 24,31" BT 9° 22' 26,44" LS
118° 58' 55,57" BT 9° 27' 52,33" LS
118° 57' 49,07" BT 9° 29' 6,18" LS
2202 118° 57' 3,73" BT 9° 28' 39,13" LS
118° 58' 11,40" BT 9° 27' 17,75" LS
118° 58' 55,57" BT 9° 27' 52,33" LS
119° 51' 47,18" BT 9° 20' 41,00" LS
119° 51' 36,94" BT 9° 20' 48,23" LS
119° 51' 24,06" BT 9° 20' 27,42" LS
119° 50' 24,44" BT 9° 21' 6,48" LS
2231 119° 50' 39,91" BT 9° 21' 24,06" LS
119° 50' 23,76" BT 9° 21' 36,78" LS
119° 49' 39,21" BT 9° 20' 50,72" LS
119° 51' 13,09" BT 9° 19' 43,56" LS
119° 51' 47,18" BT 9° 20' 41,00" LS
121° 56' 44,45" BT 10° 34' 37,54" LS
2081 121° 52' 47,79" BT 10° 37' 54,46" LS
121° 52' 8,96" BT 10° 37' 3,03" LS
140
Nama Zona Zona ID X Y
121° 52' 8,93" BT 10° 37' 2,99" LS
121° 52' 32,28" BT 10° 37' 3,87" LS
121° 53' 4,43" BT 10° 37' 2,31" LS
121° 53' 22,13" BT 10° 36' 50,59" LS
121° 53' 55,84" BT 10° 35' 54,39" LS
121° 55' 1,63" BT 10° 35' 24,51" LS
121° 55' 25,58" BT 10° 34' 58,78" LS
121° 56' 18,69" BT 10° 34' 13,79" LS
121° 56' 44,45" BT 10° 34' 37,54" LS
122° 1' 14,84" BT 10° 27' 10,93" LS
122° 1' 12,38" BT 10° 28' 20,40" LS
122° 0' 21,26" BT 10° 28' 15,14" LS
121° 59' 52,58" BT 10° 26' 31,96" LS
2082
121° 59' 52,65" BT 10° 26' 31,91" LS
122° 0' 27,68" BT 10° 25' 59,36" LS
122° 0' 48,72" BT 10° 26' 23,31" LS
122° 1' 14,84" BT 10° 27' 10,93" LS
123° 4' 12,20" BT 10° 42' 13,89" LS
123° 3' 41,65" BT 10° 42' 28,91" LS
2042 123° 3' 16,20" BT 10° 42' 2,72" LS
123° 3' 43,11" BT 10° 41' 39,62" LS
123° 4' 12,20" BT 10° 42' 13,89" LS
123° 5' 48,51" BT 10° 40' 21,33" LS
123° 5' 34,69" BT 10° 40' 50,80" LS
123° 5' 17,36" BT 10° 40' 37,00" LS
123° 5' 0,15" BT 10° 40' 23,28" LS
2041 123° 4' 59,99" BT 10° 40' 23,15" LS
123° 5' 24,92" BT 10° 39' 54,79" LS
123° 5' 28,70" BT 10° 39' 50,50" LS
123° 5' 28,82" BT 10° 39' 50,68" LS
123° 5' 48,51" BT 10° 40' 21,33" LS
141
Tabel 27. Letak dan Luasan Masing-masing ID Zona Pemanfaatan
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
1 2000 Pemanfaatan - Pulau Ndana Rote Ndao Oeseli 7850,41 Wilayah Daratan Pulau Ndana
merupakan Kawasan
konservasi Taman Buru; Pulau
ini memiliki potensi wisata
yang tinggi di daratan maupun
perairannya; sekeliling Pulau
pantainya digunakan sebagai
pantai peneluran penyu sisik;
sekeliling perairan pulau
terdapat terumbu karang dalam
kondisi buruk sampai dengan
sedang, padang lamun, lokasi
SPAGS, paus, lumba-lumba,
koridor migrasi setasea, habitat
laut dalam (daerah upwelling,
selat dan sills), dan terdapat
pos penjagaan TNI-AL; Pulau ini
juga merupakan pulau
terdepan NKRI yang berbatasan
dengan Australia.
142
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
2 2010 Pemanfaatan - Pulau Ndoo Rote Ndao Ndaonuse 2104,95 Pulau Ndoo merupakan pulau
kecil tidak berpenghuni di
sebelah barat Pulau Rote,
pantainya digunakan sebagai
peneluran penyu dan pulau ini
diduga sebagai sarang oleh
beberapa jenis burung laut.
Perairan pulau ini dikelilingi
oleh terumbu karang dengan
kondisi sedang sampai dengan
baik sekali, padang lamun di
sebelah utara pulau. Di
perairan sekitarnya mempunyai
habitat perairan dalam yaitu
sills, selat dan daerah
upwelling, merupakan koridor
setasea, paus dan lumba-
lumba.
143
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
3 2020 Pemanfaatan - Pulau Nuse Rote Ndao Ndaonuse 631,41 Wilayah zona ini mencakup
sebelah sebelah selatan Pulau Nuse.
selatan Pantainya digunakan sebagai
peneluran penyu dan menurut
masyarakat pulau tersebut,
setiap malam penyu mendarat
di pantai pulau tersebut untuk
bertelur. Kondisi terumbu
karang di sebelah selatan pulau
ini masuk dalam kategori
sedang sampai dengan baik.
Padang lamun lebat yang
merupakan habitat dugong. Di
perairan sekitarnya mempunyai
habitat perairan dalam yaitu
sills, selat dan daerah
upwelling, merupakan koridor
setasea, paus, lumba-lumba
dan pari manta.
4 2030 Pemanfaatan - Pulau Rote Ndao Oelua, 1987,04 Pulau Dengka dan wilayah
Dengka dsk Netenain, sekitarnya terdapat 2 pulau
dan Daudolu yang ditumbuhi mangrove
padat, diduga sebagai sarang
oleh beberapa jenis burung
laut. Kondisi terumbu karang
di perairan pulau ini masuk
dalam kategori buruk sampai
144
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
sedang. Padang lamun dengan
kepadatan jarang sampai
dengan lebat. Di perairan
sekitarnya mempunyai habitat
perairan dalam yaitu sills dan
daerah upwelling, merupakan
koridor setasea.
5 2040 Pemanfaatan - Batu Rote Ndao Onatali dan 495,76 Wilayah zona ini mencakup
Termanu Nggodimeda sebelah utara Batu Termanu
sebelah dan perairan sekitarnya yang
utara diyakini masyarakat
merupakan daerah
mistis/angker karena terdapat
gurita raksasa, ular besar dan
ikan kerapu berukuran sangat
besar. Kondisi terumbu karang
di perairan pulau ini masuk
dalam kategori buruk sampai
baik dengan dominan sedang.
Padang lamun dengan
kepadatan jarang sampai
dengan lebat.
6 2041 Pemanfaatan - Sebelah Rote Ndao Onatali 124,58 Wilayah zona ini mencakup
barat Batu sebelah barat Batu Termanu
Termanu dan perairan sekitarnya yang
diyakini masyarakat
145
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
merupakan daerah
mistis/angker karena terdapat
gurita raksasa, ular besar dan
ikan kerapu berukuran sangat
besar. Kondisi terumbu karang
di perairan pulau ini masuk
dalam kategori sedang sampai
baik dengan dominan sedang.
7 2042 Pemanfaatan - Tanjung Rote Ndao Maubesi 109,41 Wilayah zona ini mencakup
Boloanak Tanjung Boloanak dan perairan
dan perairan sekitarnya. Kondisi terumbu
sekitarnya karang di perairan pulau ini
masuk dalam kategori baik.
Perairannya juga merupakan
koridor setasea.
8 2060 Pemanfaatan - Bolua Sabu Raijua Bolua 415.99 Wilayah zona ini termasuk
dalam wilayah Desa Bolua.
Pantainya digunakan sebagai
peneluran penyu pipih, penyu
hijau dan penyu
tempayan.Padang lamun lebat
yang merupakan habitat
dugong. Di perairan sekitarnya
mempunyai habitat perairan
dalam yaitu sills dan selat dan
merupakan koridor setasea.
Perairannya juga memiliki
146
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
terumbu karang.
9 2070 Pemanfaatan - Molie Sabu Raijua Molie 760.83 Wilayah zona ini termasuk
dalam wilayah Desa Molie.
Pantainya digunakan sebagai
peneluran penyu hijau, sisik
dan tempayan. Kondisi
terumbu karangnya masuk
dalam kategori buruk sampai
dengan baik. Di perairan
sekitarnya mempunyai habitat
perairan dalam yaitu sills dan
selat serta merupakan koridor
setasea. Daerah terumbu
karangnya berpotensi besar
sebagai dive spot/titik lokasi
wisata selam.
147
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
10 2080 Pemanfaatan - Lobodei Sabu Raijua Lobodei 278,92 Wilayah zona ini termasuk
dalam wilayah Desa Lobodei.
Pantainya digunakan sebagai
peneluran penyu lekang dan
hijau. Di perairan sekitarnya
mempunyai habitat perairan
dalam yaitu sills dan selat serta
merupakan koridor setasea.
Daerah terumbu karangnya
berpotensi besar sebagai dive
spot/titik lokasi wisata selam.
11 2081 Pemanfaatan - Halapaji dsk Sabu Raijua Deme, 1069,84 Wilayah zona ini termasuk
Ledetalo, dalam wilayah 5 desa yaitu
Halapaji, Desa Deme, Ledetalo, Halapaji,
Eilogo dan Eilogo dan Waduwala.
Waduwala Pantainya digunakan sebagai
peneluran penyu sisik, penyu
hijau dan penyu tempayan. Di
perairan sekitarnya mempunyai
habitat perairan dalam yaitu
sills dan selat serta merupakan
koridor setasea. Daerah
terumbu karangnya berpotensi
besar sebagai dive spot/titik
lokasi wisata selam.
148
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
12 2082 Pemanfaatan - Tanjung Sabu Raijua Kujiratu dan 594,94 Wilayah zona ini termasuk
Raemea dsk Bodae dalam wilayah Desa Kujiratu
dan Bodae. Pantainya
digunakan sebagai peneluran
penyu hijau dan penyu lekang.
Di perairan sekitarnya
mempunyai habitat perairan
dalam yaitu sills dan selat serta
merupakan koridor setasea.
Padang lamun dengan
kepadatan dari jarang sampai
sedang. Daerah terumbu
karangnya berpotensi besar
sebagai dive spot/titik lokasi
wisata selam.
13 2090 Pemanfaatan - Sotimori dsk Rote Ndao Sotimori dan 1405,61 Wilayah zona ini termasuk
Bolatena dalam wilayah Desa Sotimori
dan Bolatena. Pantainya
digunakan sebagai peneluran
penyu hijau. Kondisi terumbu
karangnya masuk dalam
kategori buruk sampai dengan
sedang dengan dominan
sedang. Padang lamun dengan
kepadatan jarang sampai
dengan lebat, mangrove dan
koridor setasea.
149
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
14 2100 Pemanfaatan - Lifuleo dsk Kupang Lifuleo, 2605,02 Wilayah zona ini termasuk
Tesabela, dalam wilayah Desa Lifuleo,
Sumlili, dan Tesabela, Sumlili, dan Bone
Bone dan berbatasan dengan Suaka
Margasatwa Danau Tuadale. Di
sebelah timur zona ini,
pantainya digunakan sebagai
peneluran penyu sisik. Kondisi
terumbu karangnya masuk
dalam kategori buruk sampai
dengan sedang. Padang lamun
dengan kepadatan jarang
sampai dengan lebat, mangrove
yang padat dan alami, paus,
lumba-lumba dan koridor
setasea. Daerah ini digunakan
sebagai daerah peristirahatan
burung yang sedang bermigrasi
dari Australia. Di perairan
sekitarnya mempunyai habitat
perairan dalam yaitu selat dan
daerah upwelling.
150
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
15 2110 Pemanfaatan - Buraen dsk Kupang Buraen dan 3621,34 Wilayah zona ini termasuk
Pakubaun dalam wilayah Desa Buraen
dan Pakubaun. Pantainya
digunakan sebagai peneluran
penyu sisik. Perairannya
terdapat terumbu karang, hiu,
dan lumba-lumba. Di perairan
sekitarnya mempunyai habitat
perairan dalam yaitu selat dan
daerah upwelling. Perairan
pantai Buraen digunakan
untuk wisata sailing dan
rekreasi.
16 2120 Pemanfaatan - Pulau Sumba Praimaditha 5483,96 Pulau Mengudu merupakan
Mengudu Timur pulau terdepan Indonesia yang
dsk berbatasan langsung dengan
Australia. Pantainya digunakan
sebagai peneluran penyu.
Perairannya memiliki terumbu
karang, dan koridor setasea
(lumba-lumba, dan paus).
Padang lamun dari kerapatan
jarang sampai dengan sedang.
Perairannya juga termasuk
pulau satelit dan daerah
upwelling yang merupakan
habitat perairan dalam.
151
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
Perairan pantainya digunakan
untuk wisata surfing dan sudah
terdapat beberapa fasilitas
pariwisata seperti bungalow.
17 2130 Pemanfaatan - Kuanheum Kupang Kuanheum 14,74 Wilayah zona ini termasuk
dalam wilayah Desa Kuanheum
yang berbatasan dengan zona
kearifan lokal Lilifuk.
Perairannya memiliki terumbu
karang dengan kondisi sedang.
Padang lamun dari kerapatan
jarang sampai dengan sedang.
Perairannya juga termasuk
daerah upwelling. Terdapat pos
pengawasan TNI-AL dan Polair
di dekat zona ini.
18 2131 Pemanfaatan - Kakaha Sumba Kakaha 2965,12 Wilayah zona ini termasuk
Timur dalam wilayah Desa Kakaha.
Pantainya digunakan sebagai
peneluran penyu Sisik dan
Hijau. Perairannya memiliki
terumbu karang, dan koridor
setasea (lumba-lumba dan
paus). Perairannya juga
termasuk pulau satelit dan
daerah upwelling yang
152
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
merupakan habitat perairan
dalam.
19 2140 Pemanfaatan - Bena dsk Kupang dan Pakubaun, 7097,80 Wilayah zona ini termasuk
TTS Enoraen, dalam wilayah Desa Pakubaun,
Bena, Enoraen, Bena, Oebelo, Toineke
Oebelo, dan Tuafanu. Wilayah zona ini
Toineke dan berbatasan dengan 2 kawasan
Tuafanu konservasi eksisting yaitu TWA.
Pulau Menipo dan TB. Dataran
Bena. Sepanjang pantainya
digunakan sebagai peneluran
penyu hijau. Di perairan
sekitarnya mempunyai habitat
perairan dalam yaitu selat dan
daerah upwelling. Perairannya
juga merupakan koridor
setasea, lumba-lumba, paus,
pari manta dan hiu. Wilayah ini
memiliki mangrove yang sangat
alami dan estuari yang juga
merupakan habitat buaya
muara. Pantainya sering
digunakan untuk rekreasi.
153
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
20 2160 Pemanfaatan - Rindi dsk Sumba Rindi dan 551,93 Wilayah zona ini termasuk
Timur Tanaraing dalam wilayah Desa Rindi dan
Tanaraing. Pantainya
digunakan sebagai peneluran
penyu sisik dan hijau. Kondisi
terumbu karangnya masuk
dalam kategori buruk sampai
dengan sedang dengan
dominan buruk. Perairannya
juga memiliki padang lamun
dengan kepadatan jarang
sampai dengan sedang, pari
manta, hiu, koridor setasea
(lumba-lumba dan paus) dan
mangrove yang alami. Di
perairan sekitarnya mempunyai
habitat perairan dalam yaitu
sills dan daerah upwelling.
21 2170 Pemanfaatan - Nuataus Kupang Nuataus 764,29 Wilayah zona ini termasuk
dalam wilayah Desa Nuataus.
Pantainya digunakan sebagai
peneluran penyu. Terumbu
karangnya berbentuk parit dan
kanal yang indah, kondisi
terumbu karang termasuk
dalam kategori buruk sampai
dengan sedang. Perairannya
154
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
juga merupakan koridor
setasea (paus) serta daerah
upwelling.
22 2180 Pemanfaatan - Afoan Kupang Afoan 3486,61 Wilayah zona ini termasuk
dalam wilayah Desa Afoan.
Pantainya digunakan sebagai
peneluran penyu sisik dan
hijau. Kondisi terumbu
karangnya masuk dalam
kategori buruk sampai dengan
baik sekali di daerah dekat
dermaga. Perairannya
merupakan habitat dugong,
hiu, lokasi SPAGS, koridor
setasea, lumba-lumba dan
paus.
23 2190 Pemanfaatan - Lokory dsk Sumba Wendewa 467,86 Wilayah zona ini termasuk
Barat, Barat, dalam wilayah Desa Wendewa
Sumba Lokory, dan Barat, dan Lokory. Pantainya
Barat Daya Bondoboghila digunakan sebagai peneluran
dan Sumba penyu sisik dan hijau.
Tengah Perairannya juga memiliki
terumbu karang, estuari,
mangrove, dugong, lumba-
lumba, dan paus. Di perairan
155
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
sekitarnya mempunyai habitat
perairan dalam yaitu selat.
Terdapat pos pengawasan KKP
di wilayah ini.
24 2200 Pemanfaatan - Karuni dsk Sumba Karuni dan 1379,33 Wilayah zona ini termasuk
Barat Daya Letekonda dalam wilayah Desa Karuni dan
Letekonda. Pantainya
digunakan sebagai peneluran
penyu belimbing, sisik dan
hijau. Kondisi terumbu
karangnya masuk dalam
kategori buruk sampai dengan
sedang dengan dominan buruk.
Perairannya juga memiliki pari
manta, hiu, lokasi SPAGS,
lumba-lumba, dan paus. Di
perairan sekitarnya mempunyai
habitat perairan dalam yaitu
selat. Pantainya sering
digunakan untuk rekreasi.
25 2201 Pemanfaatan - Weelonda Sumba Weelonda 1046,67 Wilayah zona ini termasuk
Barat Daya dalam wilayah Desa Weelonda.
Kondisi terumbu karangnya
masuk dalam kategori buruk
sampai dengan baik dengan
dominan buruk. Perairannya
156
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
juga memiliki pari manta, hiu,
lokasi SPAGS, dugong, lumba-
lumba, dan paus. Di perairan
sekitarnya mempunyai habitat
perairan dalam yaitu selat.
Terdapat pos pengawasan KKP
di dekatnya.
26 2202 Pemanfaatan - Mangganipi Sumba Kori dan 519,03 Wilayah zona ini termasuk
dsk Barat Daya Mangganipi dalam wilayah Desa Kori dan
Mangganipi. Kondisi terumbu
karangnya masuk dalam
kategori buruk sampai dengan
sedang dengan dominan
sedang. Perairannya juga
ditemukan hiu dan lumba-
lumba. Di perairan sekitarnya
mempunyai habitat perairan
dalam yaitu selat.
27 2210 Pemanfaatan - Lenang Sumba Lenang 3581,61 Wilayah zona ini termasuk
Tengah dalam wilayah Desa Lenang.
Pantainya digunakan sebagai
peneluran penyu lekang,
belimbing, hijau dan sisik.
Kondisi terumbu karangnya
masuk dalam kategori buruk
sampai dengan baik sekali
dengan dominan baik.
157
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
Perairannya juga memiliki
dugong, hiu, lokasi SPAGS,
buaya, lumba-lumba, dan paus.
Di perairan sekitarnya
mempunyai habitat perairan
dalam yaitu selat.
28 2220 Pemanfaatan - Kifu dsk Kupang Nunuanah, 3635,74 Wilayah zona ini termasuk
Kifu, dan dalam wilayah Desa Nunuanah,
Netemnanu Kifu, dan Netemnanu Selatan.
Selatan Perairannya merupakan habitat
dugong, terumbu karang,
estuari, koridor setasea, lumba-
lumba dan paus.
29 2230 Pemanfaatan - Napu Sumba Napu 2287,32 Wilayah zona ini termasuk
Timur dalam wilayah Desa Napu.
Pantainya digunakan sebagai
peneluran penyu sisik, hijau
dan tempayan. Kondisi
terumbu karangnya masuk
dalam kategori buruk sampai
dengan baik dengan dominan
baik. Perairannya juga memiliki
padang lamun, hiu, lokasi
SPAGS, koridor setasea, lumba-
lumba, dan paus. Di perairan
158
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
sekitarnya mempunyai habitat
perairan dalam yaitu selat.
Terdapat pos pengawasan KKP
di wilayah ini.
30 2231 Pemanfaatan - Tanambanas Sumba Tanambanas 497,30 Wilayah zona ini termasuk
Tengah dalam wilayah Desa
Tanambanas. Kondisi terumbu
karangnya masuk dalam
kategori buruk sampai dengan
sedang dengan dominan
sedang. Perairannya juga
ditemukan lumba-lumba. Di
perairan sekitarnya mempunyai
habitat perairan dalam yaitu
selat. Pantainya sering
digunakan untuk wisata
rekreasi dan berenang.
Terdapat pos pengawasan KKP
di wilayah ini.
31 2241 Pemanfaatan - Sataruwuk Manggarai Sataruwuk 336,00 Wilayah zona ini termasuk
dalam wilayah Desa
Sataruwuk. Pantainya
digunakan sebagai peneluran
penyu sisik, hijau, belimbing
dan tempayan. Kondisi
terumbu karangnya masuk
159
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
dalam kategori buruk.
Perairannya juga ditemukan
hiu, lumba-lumba, dan paus.
Perairannya juga termasuk
pulau satelit dan daerah
upwelling yang merupakan
habitat perairan dalam.
32 2250 Pemanfaatan - Perbatasan Manggarai Nangabere 689,74 Wilayah zona ini termasuk
Nangabere Barat dan dalam wilayah Desa Nangabere
dengan Bentengdewa dan Bentengdewa. Pantainya
Bentengdewa digunakan sebagai peneluran
dsk penyu sisik dan hijau.
Perairannya memiliki terumbu
karang, lumba-lumba, dan
paus. Perairannya juga
termasuk daerah upwelling.
Luas Total Zona Pemanfaatan 58861,14 1,75 % dari luas TNP Laut
Sawu
160
2. Potensi
Potensi dan fitur konservasi di masing-masing ID Zona Pemanfaatan disajikan dalam tabel 28. dibawah ini.
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Pemanfaatan - 2000 Habitat Wilayah Pesisir
Terumbu Karang 1322,29
Lamun 76,91
Habitat Perairan Dalam Sills 4415,30
dan Oseanografi Selat 7832,34
Upwelling 7832,38
Kondisi yang Kawasan Konservasi 1,54
Mendukung Konservasi Eksisting (TB. Pulau Ndana)
Pos pengawasan (TNI AL) 5648,54
Wisata Rekreasi 146,62
Surfing 146,62
Pengetahuan Lokal Usulan Daerah Larang Ambil 3809,61
Spesies Koridor Setasea 7850,41
Lumba-lumba 631,29
SPAGS 300,39
Penyu 4492,28
Paus 946,41
Luas Zona 2000 7850,41
2010 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 1205,09
Lamun 69,07
161
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Habitat Perairan Dalam Sills 2104,95
dan Oseanografi
Selat 2103,78
Upwelling 2103,78
Pengetahuan Lokal Usulan Daerah Larang Ambil 1000,41
Spesies Koridor Setasea 2104,95
Lumba-lumba 2104,04
Penyu 29,93
Paus 2104,04
Luas Zona 2010 2104,95
2020 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 619,10
Lamun 93,31
Habitat Perairan Dalam Sills 631,41
dan Oseanografi Selat 631,21
Upwelling 631,21
Kondisi yang Wisata Rekreasi 43,42
Mendukung Konservasi Surfing 43,42
Spesies Koridor Setasea 631,41
Dugong 111,25
Pari Manta 581,93
Penyu 1150,36
Luas Zona 2020 631,41
2030 Habitat Wilayah Pesisir Mangrove 24,39
Terumbu Karang 877,55
Lamun 169,39
162
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Habitat Perairan Dalam Sills 1133,83
dan Oseanografi Upwelling 1964,18
Spesies Koridor Setasea 1987,04
Luas Zona 2030 1987,04
2040 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 247,93
Lamun 33,25
Kondisi yang Daerah Mistis/ Angker 15,35
Mendukung Konservasi
Pengetahuan Lokal Usulan Daerah Larang Ambil 15,73
Luas Zona 2040 495,76
2041 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 27,42
Kondisi yang Daerah Mistis/ Angker 26,35
Mendukung Konservasi
Pengetahuan Lokal Usulan Daerah Larang Ambil 8,80
Luas Zona 2041 124.58
2042 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 54,94
Spesies Koridor Setasea 109,41
Luas Zona 2042 109,41
2060 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 143,30
Habitat Perairan Dalam Sills 415,99
dan Oseanografi
Selat 415,70
Spesies Koridor Setasea 415,99
Dugong 4,83
Penyu 282,51
163
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Paus 415,98
Luas Zona 2060 415,99
2070 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 111,07
Habitat Perairan Dalam Sills 760,83
dan Oseanografi Selat 759,66
Kondisi yang Wisata Selam 3,14
Mendukung Konservasi
Spesies Koridor Setasea 760,83
Penyu 1285,67
Luas Zona 2070 760,83
2080 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 86,82
Habitat Perairan Dalam Sills 278,92
dan Oseanografi Selat 276,70
Kondisi yang Wisata Selam 3,14
Mendukung Konservasi
Spesies Koridor Setasea 278,92
Penyu 324,75
Luas Zona 2080 278,92
2081 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 236,90
Habitat Perairan Dalam Sills 1069,84
dan Oseanografi Selat 1069,26
Kondisi yang Wisata Selam 8,72
Mendukung Konservasi
Spesies Koridor Setasea 1069,84
164
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Lumba-lumba 50,11
Penyu 496,06
Luas Zona 2081 1069,84
2082 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 483,08
Lamun 126,41
Habitat Perairan Dalam Sills 594,94
dan Oseanografi Selat 590,87
Kondisi yang Wisata Selam 2,63
Mendukung Konservasi
Spesies Koridor Setasea 594,94
Penyu 313,10
Luas Zona 2082 594,94
2090 Habitat Wilayah Pesisir Mangrove 1,03
Terumbu Karang 628,75
Lamun 182,54
Spesies Koridor Setasea 1405,61
Penyu 515,23
Luas Zona 2090 1405,61
2100 Habitat Wilayah Pesisir Mangrove 5,38
Terumbu Karang 363,08
Lamun 31,56
Habitat Perairan Dalam Selat 2243,06
dan Oseanografi Upwelling 2458,36
Kondisi yang Kawasan Konservasi 0,0036
Mendukung Konservasi Eksisting (SM. Danau
165
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Tuadale)
166
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
2130 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 14,74
Lamun 2,76
Habitat Perairan Dalam Upwelling 14,74
dan Oseanografi
Kondisi yang Pos pengawasan Polair dan 14,03
Mendukung Konservasi TNI AL
Luas Zona 2130 14,74
2131 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 5,35
Habitat Perairan Dalam Pulau Satelit 2960,46
dan Oseanografi Upwelling 2960,46
Spesies Koridor Setasea 2965,12
Lumba-lumba 822,28
Penyu 1382,74
Paus 2960,46
Paus 822,25
Luas Zona 2131 2965,12
2140 Habitat Wilayah Pesisir Estuari 155,28
Mangrove 5,44
Habitat Perairan Dalam Selat 7085,18
dan Oseanografi Upwelling 1827,65
Kondisi yang Kawasan Konservasi 0,03
Mendukung Konservasi Eksisting (TWA, Pulau
Menipo dan TB. Dataran
Bena)
Wisata Rekreasi 0,001
167
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Spesies Lumba-lumba 1418,22
Pari Manta 90,74
Hiu 1727,58
Penyu 1740,40
Luas Zona 2140 7097,80
2160 Habitat Wilayah Pesisir Mangrove 17,44
Terumbu Karang 232,82
Lamun 28,66
Habitat Perairan Dalam Sills 349,92
dan Oseanografi Upwelling 545,13
Kondisi yang Tokoh Masyarakat yang 4,42
Mendukung Konservasi Mendukung Konservasi
Spesies Koridor Setasea 551,93
Lumba-lumba 167,00
Pari Manta 544,54
Hiu 551,89
Penyu 435,77
Luas Zona 2160 551,93
2170 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 187,59
Habitat Perairan Dalam Upwelling 761,28
dan Oseanografi
Spesies Koridor Setasea 764,29
Lumba-lumba 93,42
Luas Zona 2170 764,29
168
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
2180 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 36,70
Spesies Koridor Setasea 3486,61
Lumba-lumba 3486,58
Dugong 90,51
Hiu 146,40
SPAGS 391,81
Penyu 1785,42
Paus 1012,47
Paus 1122,34
Luas Zona 2180 3486,61
2190 Habitat Wilayah Pesisir Estuari 7,24
Mangrove 0,23
Terumbu Karang 78,16
Habitat Perairan Dalam Selat 460,92
dan Oseanografi
Kondisi yang Pos pengawasan (DKP) 467,86
Mendukung Konservasi
Spesies Lumba-lumba 137,49
Dugong 30,17
Penyu 255,43
Paus 85,75
Luas Zona 2190 467,86
2200 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 144,21
Habitat Perairan Dalam Selat 1378,80
dan Oseanografi
169
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Kondisi yang Wisata Rekreasi 0,05
Mendukung Konservasi
Spesies Lumba-lumba 1356,67
Pari Manta 78,52
Hiu 38,59
SPAGS 60,92
Penyu 1201,16
Paus 757,85
Luas Zona 2200 1379,33
2201 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 131,12
Habitat Perairan Dalam Selat 1008,55
dan Oseanografi
Kondisi yang Pos Pengawasan (DKP) 179,67
Mendukung Konservasi
Spesies Lumba-lumba 774,35
Dugong 663,45
Hiu 210,72
SPAGS 212,63
Paus 774,35
Luas Zona 2201 1046,67
2202 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 91,54
Habitat Perairan Dalam Selat 496,64
dan Oseanografi
Spesies Lumba-lumba 267,13
Hiu 234,08
170
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Luas Zona 2202 519,03
2210 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 226,12
Habitat Perairan Dalam Selat 3574,76
dan Oseanografi
Kondisi yang Wisata Rekreasi 87,95
Mendukung Konservasi
Spesies Buaya 0,03
Lumba-lumba 2076,46
Dugong 231,38
Hiu 589,79
SPAGS 135,57
Penyu 3223,65
Paus 923,11
Luas Zona 2210 3581,61
2220 Habitat Wilayah Pesisir Estuari 2,28
Terumbu Karang 32,72
Spesies Koridor Setasea 3635,74
Lumba-lumba 2525,31
Dugong 1358,81
Paus 3617,58
Paus 1818,56
Luas Zona 2220 3635,74
2230 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 167,39
Lamun 10,05
171
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Habitat Perairan Dalam Selat 1752,21
dan Oseanografi
Kondisi yang Pos pengawasan (DKP) 202,49
Mendukung Konservasi Wisata Rekreasi 391,65
Wisata Berenang 391,65
Spesies Koridor Setasea 10,02
Lumba-lumba 512,30
Hiu 118,90
SPAGS 136,05
Penyu 1743,00
Paus 494,42
Luas Zona 2230 2287,32
2231 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 50,07
Habitat Perairan Dalam Selat 494,63
dan Oseanografi
Kondisi yang Pos pengawasan (DKP) 497,30
Mendukung Konservasi Wisata Rekreasi 2,52
Wisata Berenang 2,52
Spesies Lumba-lumba 332,19
Penyu 0,16
Luas Zona 2231 497,30
2241 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 26,32
Habitat Perairan Dalam Pulau Satelit 321,78
dan Oseanografi Upwelling 321,78
Spesies Lumba-lumba 195,55
172
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Hiu 150,89
Penyu 1056,22
Paus 178,30
Luas Zona 2241 336,00
2250 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 15,26
Habitat Perairan Dalam Upwelling 689,63
dan Oseanografi
Spesies Lumba-lumba 249,49
Penyu 306,28
Paus 71,36
Luas Zona 2250 689,74
173
3. Peruntukan/Tujuan Zona
Peruntukan Zona Pemanfaatan adalah sebagai perlindungan dan
pelestarian habitat dan populasi ikan; pariwisata dan rekreasi; penelitian
dan pengembangan; pendidikan; dan alur pelayaran.
a. Kegiatan perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi ikan yang
diperbolehkan meliputi: perlindungan proses-proses ekologis yang
menunjang kelangsungan hidup dari suatu jenis atau sumberdaya
alam hayati dan ekosistemnya; penjagaan dan pencegahan kegiatan-
kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan potensi
kawasan dan perubahan fungsi kawasan; pengelolaan jenis
sumberdaya ikan beserta habitatnya untuk dapat menghasilkan
keseimbangan antara populasi dan daya dukung habitatnya;
perlindungan alur migrasi biota perairan; pemulihan dan rehabilitasi
ekosistem.
b. Kegiatan pariwisata dan rekreasi yang diperbolehkan meliputi:
rekreasi pantai, menyelam; pariwisata tontonan seperti snorkeling dan
menggunakan perahu kaca (glass boat); pariwisata minat khusus;
perahu pariwisata; olahraga permukaan air seperti berenang, selancar
air (surfing), memancing catch and release (catch and release fishing),
kite surfing, jetsky, dayung/kayak dan jenis olahraga air lainnya;
wisata penelitian untuk mendapat pengetahuan terkait bidang ilmu
tertentu seperti mengamati kehidupan biota perairan (paus, penyu
dan lain-lain), formasi kehidupan terumbu karang, mangrove, burung
dan lain-lain; wisata budaya, tracking dan pembuatan foto, video dan
film.
c. Kegiatan penelitian dan pengembangan yang diperbolehkan meliputi:
penelitian dasar untuk kepentingan pemanfaatan dan konservasi,
penelitian terapan untuk kepentingan pemanfaatan dan konservasi,
dan pengembangan untuk kepentingan konservasi.
d. Kegiatan pendidikan yang diperbolehkan meliputi: pemeliharaan dan
peningkatan keanekaragaman hayati; perlindungan sumberdaya
masyarakat lokal; pembangunan perekonomian berbasis ekowisata
bahari; pemeliharaan proses ekologis dan sistem pendukung
kehidupan; promosi pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan;
174
promosi upaya tata kelola untuk perlindungan lingkungan Taman
Nasional Perairan.
e. Alur pelayaran yang diperbolehkan di Zona Pemanfaatan adalah alur
pelayaran untuk perhubungan, dan pelayaran selain di alur pelayaran
untuk perhubungan.
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
Kegiatan yang 1 Patroli pengawasan
boleh 2 Tambatan perahu
3 Pembangunan Rumah Adat
4 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (kantor)
5 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (Pos Jaga,
Jetty)
6 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan non
komersial
7 Alur Kapal untuk perhubungan
8 Pelayaran selain di alur kapal untuk
perhubungan
Kegiatan yang 1 Monitoring dan Penelitian non ekstraktif
diperbolehkan 2 Monitoring dan Penelitian ekstraktif
tetapi dengan 3 Pendidikan pemeliharaan dan peningkatan
izin keanekaragaman hayati (ekosistem lamun,
manggrove, terumbu dan laut dalam);
perlindungan sumberdaya masyarakat lokal;
pembangunan perekonomian berbasis ekowisata
bahari; pemeliharaan proses ekologis dan sistem
pendukung kehidupan; promosi pemanfaatan
sumber daya secara berkelanjutan; promosi
upaya tata kelola untuk perlindungan lingkungan
4 Pembangunan Infrastruktur wisata hotel, home
stay, dan sarana penginapan lainnya
5 Pembangunan Infrastruktur wisata (resor
permanen)
6 Sarana dan pelayanan untuk melakukan wisata
petualangan (kapal layar (cruise), kapal selam,
sea walker, penenggelaman kapal (ship wreck)
7 Rekreasi pantai
8 Wisata menyelam
9 Wisata snorkling
10 Wisata Jet Ski
175
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
11 Wisata Kayak/Dayung
12 Wisata Surfing
13 Wisata Kite surfing
14 Wisata Mancing (Catch and Release)
15 Wisata perahu kaca (glass boat)
16 Perahu wisata
17 Wisata melihat Paus dan Lumba-Lumba
18 Wisata melihat burung
19 Wisata mangrove
20 Wisata Budaya
21 Wisata tracking
22 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan
komersial
Kegiatan yang 1 Penangkapan ikan dengan Jaring insang tetap
tidak boleh (Set gill nets (anchored))
2 Penangkapan ikan dengan Jaring insang hanyut
(Drift nets)
3 Penangkapan ikan dengan Jaring insang oseanik
4 Penangkapan ikan dengan Jaring angkat (Lift
Net)
5 Penangkapan ikan dengan Jaring serok (scoop
net)
6 Penangkapan ikan dengan Bagan Tancap
(bamboo platform lift net)
7 Penangkapan ikan dengan Bagan Perahu/rakit
(Boat/raft lift net)
8 Penangkapan ikan dengan Bubu
9 Penangkapan ikan dengan Pancing ulur
10 Penangkapan ikan dengan Pancing tonda
11 Penangkapan ikan dengan Pancing layang-layang
12 Penangkapan ikan dengan Sero
13 Penangkapan ikan dengan Jermal
14 Penangkapan ikan dengan Rawai Tuna
15 Penangkapan ikan dengan Rawai Hanyut
16 Penangkapan ikan dengan Rawai Tetap
17 Penangkapan ikan dengan Rawai Hiu/Cucut
18 Penangkapan ikan dengan Huhate
19 Makameting (dengan alat dan cara yang tidak
merusak terumbu karang)
20 Pemasangan Rumpon
21 Rumpon telur ikan terbang
22 Menggunakan bahan beracun, kompresor dan
bom
23 Menangkap Ikan Hias
24 Menangkap ikan dengan tombak
25 Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan kecil
dan artisanal serta kelompok nelayan yang
secara ekonomis memiliki struktur dan unit
176
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
usaha kecil yang tidak diwajibkan memiliki izin
usaha penangkapan ikan
26 Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh
usaha menengah keatas
27 Penangkapan ikan dengan Pukat cincin pelagis
besar dengan satu kapal
28 Penangkapan ikan dengan Lampara dasar
29 Penangkapan Ikan dengan Kapal 5 - 30 GT
dengan alat penangkapan ikan yang
diperbolehkan
30 Penangkapan Ikan dengan Kapal < 5 GT dengan
alat penangkapan ikan yang diperbolehkan
31 Menangkap, melukai dan membunuh biota yang
dilindungi (termasuk penyu, buaya, manta,
duyung, hiu, paus, lumba-lumba, dll)
32 Mengambil dan menjual telur penyu
33 Budidaya Rumput Laut
34 Budidaya Mutiara
35 Budidaya dengan Keramba Jaring Apung (KJA)
36 Budidaya Teripang
37 Budidaya Lobster
38 Membangun Tambak
39 ALKI III
40 Penebangan Mangrove
41 Pengambilan Karang hidup atau mati
42 Pengambilan Karang hidup atau mati dalam
aktifitas keruga (kearifan local Sabu Raijua)
hanya boleh dilakukan setahun sekali dalam satu
hari dan waktunya diatur oleh kesepakatan adat.
43 Penambangan Pasir Laut
44 Survey Seismic Minyak dan Gas
45 Penambangan Minyak dan Gas
46 Pembuangan Limbah dan Sampah
E. Zona Lainnya
1. Rancangan Zonasi dan Koordinat
Zona lainnya merupakan zona di luar zona inti, zona perikanan
berkelanjutan, dan zona pemanfaatan yang karena fungsi dan
kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu antara lain seperti zona
perlindungan dan zona rehabilitasi. Zona lainnya di TNP Laut Sawu
yaitu:
a. Sub Zona Kearifan Lokal
Sub Zona Kearifan Lokal diperuntukkan untuk melindungi
daerah-daerah yang memiliki nilai-nilai budaya-tradisional yang
177
penting dan mengakomodir kearifan lokal masyarakat yang
terdapat dan tersebar di masing-masing daerah di TNP Laut Sawu
yang mempunyai keunikan dan mendukung upaya konservasi
seperti Lilifuk, dan Panadahi.
b. Sub Zona Pemanfaatan Pariwisata dan Budidaya
Sub Zona Pemanfaatan Pariwisata dan Budidaya
diperuntukkan untuk kepentingan pariwisata alam perairan non
ekstraksi dan/atau kondisi/jasa lingkungan serta untuk kegiatan
budidaya ramah lingkungan (skala kecil atau tradisional) bagi
masyarakat.
Koordinat lokasi untuk masing-masing ID Sub Zona Kearifan Lokal
ditampilkan dalam tabel 30. dibawah ini:
178
Tabel 31. Koordinat Lokasi untuk Masing-Masing ID Sub Zona Pemanfaatan
Pariwisata dan Budidaya
179
Tabel 32. Letak dan Luasan Masing-masing ID Zona Lainnya
Nama Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Kabupaten Desa Keterangan
Lokasi (Hektar)
1 3000 Lain Kearifan Kuanheum Kupang Kuanheum 3,79 Wilayah zona ini termasuk dalam
Lokal wilayah Desa Kuanheum.
(Lilifuk) Perairannya memiliki terumbu
karang dan padang lamun dari
kerapatan jarang sampai dengan
sedang. Perairannya juga
termasuk daerah upwelling.
Terdapat pos pengawasan TNI AL
dan Polair di dekat zona ini.
Masyarakat di zona ini mempunyai
kearifan lokal yaitu Lilifuk. Lilifuk
adalah suatu kawasan yang
menyerupai kolam yang pada saat
surut terendah masih digenangi
air yang dikelola oleh masyarakat
adat Baineo dengan cara menutup
kawasan tersebut selama setengah
tahun dan pada saat ditutup
tersebut tidak boleh dilakukan
penangkapan ikan di daerah
tersebut baik oleh masyarakat
setempat ataupun masyarakat
luar dan kemudian baru
diperbolehkan menangkap hanya
1-2 hari dalam setengah tahun
180
Nama Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Kabupaten Desa Keterangan
Lokasi (Hektar)
tergantung dari keputusan pemilik
Lilifuk dengan sebelumnya
melakukan ritual/perayaan adat
sehari sebelum panen. Orang yang
melanggar melakukan
penangkapan selama masa
penutupan tersebut akan
dikenakan sanksi adat berupa
denda berupa uang ataupun
hewan (babi, kambing).
2 3010 Lain Kearifan Ledeke dsk Sabu Raijua Bolua, 764,93 Wilayah zona ini termasuk dalam
Lokal Ledeke, wilayah Desa Bolua, Ledeke, dan
(Panadahi) dan Ledeunu. Pantainya digunakan
Ledeunu sebagai peneluran penyu pipih,
hijau dan tempayan. Kondisi
terumbu karangnya masuk dalam
kategori buruk sampai dengan
sedang dengan dominan buruk.
Padang lamun lebat yang
merupakan habitat dugong. Di
perairan sekitarnya mempunyai
habitat perairan dalam yaitu sills
dan selat yang juga merupakan
koridor setasea. Masyarakat di
zona ini mempunyai kearifan lokal
yaitu Panadahi. Panadahi adalah
kegiatan makameting berpindah.
181
Nama Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Kabupaten Desa Keterangan
Lokasi (Hektar)
Suatu kawasan dibuka untuk
masyarakat melakukan
makameting sedangkan kawasan
lainnya didalam zona ini ditutup
selama kurun waktu tertentu
melalui kesepakatan adat. Dan
kemudian kawasan yang ditutup
tersebut dibuka kembali,
sedangkan kawasan yang
sebelumnya dibuka kemudian
ditutup, begitu seterusnya.
Luas Total Zona Kearifan Lokal 768,72 0,02 % dari luas TNP Laut Sawu
1 3020 Lain Pemanfaatan Halapaji dsk Sabu Raijua Deme, 456,36 Wilayah zona ini termasuk dalam
Pariwisata Ledetalo, wilayah 5 desa yaitu Desa Deme,
dan Halapaji, Ledetalo, Halapaji, Eilogo dan
Budidaya Eilogo dan Waduwala. Pantainya digunakan
Waduwala sebagai peneluran penyu sisik,
penyu hijau dan penyu tempayan.
Perairannya memiliki padang
lamun dengan kepadatan jarang
sampai dengan sedang. Di
perairan sekitarnya mempunyai
habitat perairan dalam yaitu sills
dan selat serta merupakan koridor
setasea. Daerah terumbu
karangnya berpotensi besar
sebagai dive spot/titik lokasi
182
Nama Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Kabupaten Desa Keterangan
Lokasi (Hektar)
wisata selam.
Luas Total Zona Pemanfaatan Pariwisata dan Budidaya 456,36 0,01 % dari luas TNP Laut Sawu
2. Potensi
Potensi dan fitur konservasi di masing-masing ID Zona Lainnya disajikan dalam tabel 33. dibawah ini:
Tabel 33. Potensi dan Fitur Konservasi di Masing-Masing ID Zona Lainnya
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Lain Kearifan Lokal 3000 Habitat Wilayah Terumbu Karang 3,79
Pesisir
Lamun 3,79
Habitat Perairan Upwelling 3,79
Dalam dan
Oseanografi
Kondisi yang Lilifuk (Kearifan Lokal) 0,26
Mendukung Pos pengawasan (Polair dan TNI 3,79
Konservasi
183
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
AL)
Luas Zona 3000 3,79
3010 Habitat Wilayah Terumbu Karang 549,65
Pesisir
Lamun 143,23
Habitat Perairan Sills 764,93
Dalam dan Selat 762,49
Oseanografi
Spesies Koridor Setasea 764,93
Dugong 123,46
Penyu 764,93
Paus 764,88
Luas Zona 3010 764,93
Lain Pemanfaatan 3020 Habitat Wilayah Terumbu Karang 310,09
Pariwisata dan Pesisir
Budidaya Lamun 63,75
Habitat Perairan Sills 456,36
Dalam dan Selat 446,32
Oseanografi
Kondisi yang Wisata Selam 75,56
Mendukung
Konservasi
Spesies Koridor Setasea 456,36
Penyu 379,23
Luas Zona 3020 456,36
184
3. Peruntukan/Tujuan Zona
a. Peruntukan/Tujuan Sub Zona Kearifan Lokal
Peruntukan untuk Sub Zona Kearifan Lokal adalah sebagai berikut
perlindungan habitat dan populasi ikan; perlindungan daerah-daerah yang
memiliki nilai-nilai budaya-tradisional yang penting; kearifan lokal
masyarakat yang mempunyai keunikan dan mendukung upaya konservasi;
pariwisata dan rekreasi; penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah
lingkungan; budidaya ramah lingkungan; penelitian dan pengembangan;
pendidikan; dan alur pelayaran.
1) Kegiatan perlindungan habitat dan populasi ikan yang diperbolehkan
yaitu: Perlindungan proses-proses ekologis yang menunjang
kelangsungan hidup dari suatu jenis atau sumberdaya ikan dan
ekosistemnya; Pengamanan, pencegahan dan/atau pembatasan
kegiatan-kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan
potensi kawasan dan perubahan fungsi kawasan; Pengelolaan jenis
sumberdaya ikan beserta habitatnya untuk dapat menghasilkan
keseimbangan antara populasi dan habitatnya; Alur migrasi biota
perairan; Pemulihan.
2) Kegiatan Penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah
lingkungan meliputi: alat penangkapan ikan yang sifatnya statis dan
atau pasif dan semi aktif; dan cara memperoleh ikan dengan
memperhatikan daya dukung habitat dan/atau tidak mengganggu
keberlanjutan sumber daya ikan.
3) Kegiatan yang berkaitan dengan kearifan lokal yang melibatkan pihak
luar perlu menginformasikan ke Pengelola TNP Laut Sawu.
4) Kegiatan budidaya ramah lingkungan yang diperbolehkan di zona ini
meliputi kegiatan budidaya yang mempertimbangkan: jenis ikan yang
dibudidayakan; jenis pakan; teknologi; jumlah unit usaha budidaya;
dan daya dukung dan kondisi lingkungan sumber daya ikan.
5) Kegiatan pariwisata dan rekreasi yang diperbolehkan meliputi: rekreasi
pantai, berenang, dayung/kayak, menyelam, perahu wisata; pariwisata
tontonan seperti snorkeling dan menggunakan perahu kaca (glass
boat); wisata penelitian untuk mendapat pengetahuan terkait bidang
ilmu tertentu seperti mengamati kehidupan biota perairan (paus,
lumba-lumba, penyu dan lain-lain), formasi kehidupan terumbu
185
karang, mangrove, burung dan lain-lain; wisata budaya, tracking dan
pembuatan foto, video dan film.
6) Kegiatan penelitian dan pengembangan yang diperbolehkan meliputi:
penelitian dasar untuk kepentingan pelestarian budaya dan
konservasi; penelitian terapan untuk kepentingan pelestarian budaya
dan konservasi; dan pengembangan untuk kepentingan pelestarian
budaya dan konservasi.
7) Kegiatan pendidikan yang diperbolehkan merupakan pendidikan untuk
memberikan wawasan dan motivasi yang meliputi aspek: biologi,
ekologi, sosial ekonomi dan budaya, tata kelola dan pengelolaan.
8) Alur pelayaran yang diperbolehkan di zona kearifan lokal adalah alur
pelayaran untuk perhubungan, dan pelayaran selain di alur pelayaran
untuk perhubungan.
9) Aktifitas kearifan lokal Keruga yaitu kegiatan pengambilan terumbu
karang hidup untuk digunakan sebagai batu kapur untuk sirih pinang
oleh masyarakat seperti di Kabupaten Sabu Raijua diperbolehkan satu
tahun sekali dalam waktu satu hari dalam jumlah yang secukupnya
dengan waktu/hari yang ditentukan oleh keputusan adat.
b. Peruntukan/Tujuan Sub Zona Pemanfaatan Pariwisata dan Budidaya
Peruntukan untuk Sub Zona Pemanfaatan Pariwisata dan Budidaya
adalah sebagai berikut perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi
ikan; budidaya ramah lingkungan; pariwisata dan rekreasi; penelitian dan
pengembangan; pendidikan; dan alur pelayaran.
1) Kegiatan perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi ikan yang
diperbolehkan meliputi : perlindungan proses-proses ekologis yang
menunjang kelangsungan hidup dari suatu jenis atau sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya; penjagaan dan pencegahan kegiatan-kegiatan
yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan potensi kawasan dan
perubahan fungsi kawasan; pengelolaan jenis sumberdaya ikan beserta
habitatnya untuk dapat menghasilkan keseimbangan antara populasi
dan daya dukung habitatnya; perlindungan alur migrasi biota perairan;
pemulihan dan rehabilitasi ekosistem.
2) Kegiatan budidaya ramah lingkungan yang diperbolehkan di zona ini
meliputi kegiatan budidaya yang mempertimbangkan: jenis ikan yang
dibudidayakan; jenis pakan; teknologi; jumlah unit usaha budidaya;
dan daya dukung dan kondisi lingkungan sumber daya ikan.
186
3) Kegiatan pariwisata dan rekreasi yang diperbolehkan meliputi: rekreasi
pantai, menyelam; pariwisata tontonan seperti snorkeling dan
menggunakan perahu kaca (glass boat); pariwisata minat khusus;
perahu pariwisata; olahraga permukaan air seperti berenang, selancar
air (surfing), memancing catch and release (catch and release fishing),
kite surfing, jetsky, dayung/kayak dan jenis olahraga air lainnya; wisata
penelitian untuk mendapat pengetahuan terkait bidang ilmu tertentu
seperti mengamati kehidupan biota perairan (paus, penyu dan lain-
lain), formasi kehidupan terumbu karang, mangrove, burung dan lain-
lain; wisata budaya, tracking dan pembuatan foto, video dan film.
4) Kegiatan penelitian dan pengembangan yang diperbolehkan meliputi:
penelitian dasar untuk kepentingan pemanfaatan dan konservasi,
penelitian terapan untuk kepentingan pemanfaatan dan konservasi,
dan pengembangan untuk kepentingan konservasi.
5) Kegiatan pendidikan yang diperbolehkan meliputi: pemeliharaan dan
peningkatan keanekaragaman hayati; perlindungan sumberdaya
masyarakat lokal; pembangunan perekonomian berbasis ekowisata
bahari; pemeliharaan proses ekologis dan sistem pendukung
kehidupan; promosi pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan;
promosi upaya tata kelola untuk perlindungan lingkungan Taman
Nasional Perairan.
6) Alur pelayaran yang diperbolehkan di Zona Pemanfaatan Pariwisata dan
Budidaya adalah alur pelayaran untuk perhubungan, dan pelayaran
selain di alur pelayaran untuk perhubungan.
Tabel 34. Perumusan kegiatan yang boleh dan tidak boleh pada Sub Zona
Kearifan Lokal
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
Kegiatan yang 1 Patroli pengawasan
boleh 2 Tambatan perahu
187
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
3 Pembangunan Rumah Adat
4 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (Pos Jaga,
Jetty)
5 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan non
komersial
6 Makameting (dengan alat dan cara yang tidak
merusak terumbu karang)
7 Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan kecil
dan artisanal serta kelompok nelayan yang
secara ekonomis memiliki struktur dan unit
usaha kecil yang tidak diwajibkan memiliki izin
usaha penangkapan ikan
8 Penangkapan Ikan dengan Kapal < 5 GT dengan
alat penangkapan ikan yang diperbolehkan
9 Alur Kapal untuk perhubungan
10 Pelayaran selain di alur kapal untuk
perhubungan
11 Pengambilan Karang hidup atau mati dalam
aktifitas keruga (kearifan local Sabu Raijua)
hanya boleh dilakukan setahun sekali dalam satu
hari dan waktunya diatur oleh kesepakatan adat.
Kegiatan yang 1 Monitoring dan Penelitian non ekstraktif
diperbolehkan 2 Monitoring dan Penelitian ekstraktif
dengan izin 3 Pendidikan pemeliharaan dan peningkatan
keanekaragaman hayati (ekosistem lamun,
manggrove, terumbu dan laut dalam);
perlindungan sumberdaya masyarakat lokal;
pembangunan perekonomian berbasis ekowisata
bahari; pemeliharaan proses ekologis dan sistem
pendukung kehidupan; promosi pemanfaatan
sumber daya secara berkelanjutan; promosi
upaya tata kelola untuk perlindungan lingkungan
4 Rekreasi pantai
5 Wisata menyelam
6 Wisata snorkling
7 Wisata Kayak/Dayung
8 Wisata perahu kaca (glass boat)
9 Perahu wisata
10 Wisata melihat Paus dan Lumba-Lumba
11 Wisata melihat burung
12 Wisata mangrove
13 Wisata Budaya
14 Wisata tracking
15 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan
komersial
16 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang tetap
(Set gill nets (anchored))
188
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
17 Penangkapan Ikan dengan Jaring angkat (Lift
Net)
18 Penangkapan Ikan dengan Jaring serok (scoop
net)
19 Penangkapan Ikan dengan Pancing ulur
20 Penangkapan Ikan dengan Pancing tonda
21 Penangkapan Ikan dengan Pancing layang-layang
22 Menangkap ikan dengan tombak
23 Budidaya Rumput Laut
24 Budidaya Teripang
25 Budidaya Lobster
26 Membangun Tambak
Kegiatan yang 1 Pembangunan Infrastruktur wisata hotel, home
tidak boleh stay, dan sarana penginapan lainnya
2 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang hanyut
(Drift nets)
3 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang oseanik
4 Pembangunan Infrastruktur wisata (resor
permanen)
5 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (kantor)
6 Sarana dan pelayanan untuk melakukan wisata
petualangan (kapal layar (cruise), kapal selam,
sea walker, penenggelaman kapal (ship wreck)
7 Wisata Jet Ski
8 Wisata Surfing
9 Wisata Kite surfing
10 Wisata Mancing (Catch and Release)
11 Penangkapan Ikan dengan Bagan Tancap
(bamboo platform lift net)
12 Penangkapan Ikan dengan Bagan Perahu/rakit
(Boat/raft lift net)
13 Penangkapan Ikan dengan Bubu
14 Penangkapan Ikan dengan Sero
15 Penangkapan Ikan dengan Jermal
16 Penangkapan Ikan dengan Rawai Tuna
17 Penangkapan Ikan dengan Rawai Hanyut
18 Penangkapan Ikan dengan Rawai Tetap
19 Penangkapan Ikan dengan Rawai Hiu/Cucut
20 Penangkapan Ikan dengan Huhate
21 Pemasangan Rumpon
22 Rumpon telur ikan terbang
23 Menggunakan bahan beracun, kompresor dan
bom
24 Menangkap Ikan Hias
25 Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh
usaha menengah keatas
26 Penangkapan Ikan dengan Pukat cincin pelagis
189
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
besar dengan satu kapal
27 Penangkapan Ikan dengan Lampara dasar
27 Penangkapan Ikan dengan Kapal 5 - 30 GT
dengan alat penangkapan ikan yang
diperbolehkan
28 Menangkap, melukai dan membunuh biota yang
dilindungi (termasuk penyu, buaya, manta,
duyung, hiu, paus, lumba-lumba, dll)
29 Mengambil dan menjual telur penyu
30 Budidaya Mutiara
31 Budidaya dengan Keramba Jaring Apung (KJA)
32 ALKI III
33 Penebangan Mangrove
34 Pengambilan Karang hidup atau mati
35 Penambangan Pasir Laut
36 Survey Seismic Minyak dan Gas
37 Penambangan Minyak dan Gas
38 Pembuangan Limbah dan Sampah
b. Kegiatan yang Boleh dan Tidak Boleh di Sub Zona Pemanfaatan Pariwisata
dan Budidaya
Tabel 35. Perumusan kegiatan yang boleh dan tidak boleh pada Sub Zona
Pemanfaatan Pariwisata dan Budidaya
Perumusan Kegiatan
No
Kegiatan
Kegiatan yang 1 Patroli pengawasan
boleh 2 Tambatan perahu
3 Pembangunan Rumah Adat
4 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (kantor)
5 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (Pos Jaga,
Jetty)
6 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan non
komersial
7 Budidaya Rumput Laut
8 Alur Kapal untuk perhubungan
9 Pelayaran selain di alur kapal untuk
perhubungan
Kegiatan yang 1 Monitoring dan Penelitian non ekstraktif
diperbolehkan 2 Monitoring dan Penelitian ekstraktif
190
Perumusan Kegiatan
No
Kegiatan
dengan izin 3 Pendidikan pemeliharaan dan peningkatan
keanekaragaman hayati (ekosistem lamun,
manggrove, terumbu dan laut dalam);
perlindungan sumberdaya masyarakat lokal;
pembangunan perekonomian berbasis ekowisata
bahari; pemeliharaan proses ekologis dan sistem
pendukung kehidupan; promosi pemanfaatan
sumber daya secara berkelanjutan; promosi
upaya tata kelola untuk perlindungan
lingkungan
4 Pembangunan Infrastruktur wisata hotel, home
stay, dan sarana penginapan lainnya
5 Pembangunan Infrastruktur wisata (resor
permanen)
6 Sarana dan pelayanan untuk melakukan wisata
petualangan (kapal layar (cruise), kapal selam,
sea walker, penenggelaman kapal (ship wreck)
7 Rekreasi pantai
8 Wisata menyelam
9 Wisata snorkling
10 Wisata Jet Ski
11 Wisata Kayak/Dayung
12 Wisata Surfing
13 Wisata Kite surfing
14 Wisata Mancing (Catch and Release)
15 Wisata perahu kaca (glass boat)
16 Perahu wisata
17 Wisata melihat Paus dan Lumba-Lumba
18 Wisata melihat burung
19 Wisata mangrove
20 Wisata Budaya
21 Wisata tracking
22 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan
komersial
23 Budidaya Teripang
24 Budidaya Lobster
Kegiatan yang 1 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang tetap
tidak boleh (Set gill nets (anchored))
2 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang hanyut
(Drift nets)
3 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang oseanik
4 Penangkapan Ikan dengan Jaring angkat (Lift
Net)
5 Penangkapan Ikan dengan Jaring serok (scoop
net)
6 Penangkapan Ikan dengan Bagan Tancap
(bamboo platform lift net)
7 Penangkapan Ikan dengan Bagan Perahu/rakit
(Boat/raft lift net)
191
Perumusan Kegiatan
No
Kegiatan
8 Penangkapan Ikan dengan Bubu
9 Penangkapan Ikan dengan Pancing ulur
10 Penangkapan Ikan dengan Pancing tonda
11 Penangkapan Ikan dengan Pancing layang-
layang
12 Penangkapan Ikan dengan Sero
13 Penangkapan Ikan dengan Jermal
14 Penangkapan Ikan dengan Rawai Tuna
15 Penangkapan Ikan dengan Rawai Hanyut
16 Penangkapan Ikan dengan Rawai Tetap
17 Penangkapan Ikan dengan Rawai Hiu/Cucut
18 Penangkapan Ikan dengan Huhate
19 Makameting (dengan alat dan cara yang tidak
merusak terumbu karang)
20 Pemasangan Rumpon
21 Rumpon telur ikan terbang
22 Menggunakan bahan beracun, kompresor dan
bom
23 Menangkap Ikan Hias
24 Menangkap ikan dengan tombak
25 Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan kecil
dan artisanal serta kelompok nelayan yang
secara ekonomis memiliki struktur dan unit
usaha kecil yang tidak diwajibkan memiliki izin
usaha penangkapan ikan
26 Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh
usaha menengah keatas
27 Penangkapan Ikan dengan Pukat cincin pelagis
besar dengan satu kapal
28 Penangkapan Ikan dengan Lampara dasar
29 Penangkapan Ikan dengan Kapal 5 - 30 GT
dengan alat penangkapan ikan yang
diperbolehkan
30 Penangkapan Ikan dengan Kapal < 5 GT dengan
alat penangkapan ikan yang diperbolehkan
31 Menangkap, melukai dan membunuh biota yang
dilindungi (termasuk penyu, buaya, manta,
duyung, hiu, paus, lumba-lumba, dll)
32 Mengambil dan menjual telur penyu
33 Budidaya Mutiara
34 Budidaya dengan Keramba Jaring Apung (KJA)
35 Membangun Tambak
36 ALKI III
37 Penebangan Mangrove
38 Pengambilan Karang hidup atau mati
39 Pengambilan Karang hidup atau mati dalam
aktifitas keruga (kearifan local Sabu Raijua)
hanya boleh dilakukan setahun sekali dalam
satu hari dan waktunya diatur oleh kesepakatan
192
Perumusan Kegiatan
No
Kegiatan
adat.
40 Penambangan Pasir Laut
41 Survey Seismic Minyak dan Gas
42 Penambangan Minyak dan Gas
43 Pembuangan Limbah dan Sampah
F. Peraturan Tambahan yang Berlaku Untuk Setiap Zona dan Sub Zona TNP Laut
Sawu
Apabila bertemu dengan paus atau lumba-lumba, baik dari
kapal/perahu, kendaraan lainnya, ataupun pada saat di dalam air:
1. tidak boleh membunuh, mengambil, melukai dan/atau mengganggu paus
dan lumba-lumba; Mengganggu dalam artian mengganggu, mengejar, dan
mengarahkan/ menggembalakan.
2. tidak boleh membatasi/mengganggu arah pergerakan paus dan lumba-
lumba
3. tidak boleh menyentuh atau memberi makan, berusaha menyentuh atau
memberi makan paus dan lumba-lumba
4. tidak boleh masuk ke dalam air pada jarak kurang dari 100 meter dari
paus atau 50 meter dari lumba-lumba
5. apabila anda di dalam air, maka tidak boleh mendekati lebih dari 30 meter
dari paus dan lumba-lumba. Apabila paus dan lumba-lumba mendekati
anda pada saat di dalam air, bergeraklah pelan, tidak boleh menyentuh
atau berenang mendekatinya.
6. harus meminimalisir kebisingan/suara apabila berada pada jarak 300
meter dari paus dan lumba-lumba.
Apabila mengoperasikan kapal/perahu atau kendaraan lainnya:
1. kapal/perahu atau kendaraan lainnya tidak boleh mendekati paus dan
lumba-lumba pada jarak kurang dari 100 meter dari paus atau 50 meter
dari lumba-lumba
2. pada saat mendekati paus dan lumba-lumba hanya boleh dari arah
belakangnya atau memposisikan kapal/perahu di depan paus dan lumba-
lumba
3. Apabila kapal/perahu atau kendaraan lainnya anda berada pada jarak
kurang dari 300 meter dari paus atau 150 meter dari lumba-lumba, maka
harus dioperasikan pada kecepatan rendah dan konstan, apabila
kendaraan anda berada pada jarak kurang dari 50 metres dari lumba-
193
lumba, kendaraan anda tidak boleh berganti arah atau kecepatan secara
tiba-tiba.
4. Apabila terdapat 3 kendaraan pada jarak kurang dari 300 meter dari paus
atau lumba-lumba, maka apabila terdapat kendaraan lainnya harus
berada pada jarak radius diatas 300 meter dari paus atau lumba-lumba.
5. Apabila paus atau lumba-lumba mendekati kapal/perahu anda, upayakan
semua perlakuan agar tidak terjadi tabrakan, baik mengurangi kecepatan
dan mengarahkan kendaraan anda menjauhi hewan tersebut atau
posisikan mesin ke dalam gigi netral dan biarkan hewan tersebut lewat.
6. Apabila anda secara tidak disengaja menabrak paus atau lumba-lumba,
maka anda harus melaporkan ke unit pengelola TNP Laut Sawu.
Peraturan Tambahan yang berlaku untuk zona dan sub zona TNP Laut Sawu
di sekitar alur ALKI III (ID Zona 5000, 5050, 6010, dan 6040), yaitu:
1. Kapal yang melaksanakan hak lintas Alur Kepulauan Indonesia harus
mematuhi 19 (sembilan belas) persyaratan yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangannya (Pasal 53 UNCLOS Tahun 1982; Pasal 18 UU No.
6 Tahun 1996; dan Pasal 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 Peraturan
Pemerintah No. 37 Tahun 2002) yang telah diadopsi juga oleh International
Maritime Organisation (IMO).
2. Kapal yang melintas di jalur ALKI yang terdapat pada ID Zona 5000
diwajibkan untuk mengurangi kecepatan dan menempatkan 2 orang ABK
sebagai pengamat untuk mendeteksi keberadaan paus atau lumba-lumba.
3. Apabila paus atau lumba-lumba mendekati kapal anda, upayakan semua
perlakuan agar tidak terjadi tabrakan, baik mengurangi kecepatan dan
mengarahkan kapal anda menjauhi hewan tersebut atau posisikan mesin
ke dalam gigi netral dan biarkan hewan tersebut lewat.
Apabila kapal secara tidak disengaja menabrak paus atau lumba-lumba, maka
Nahkoda harus melaporkan ke Pemerintah RI yang kemudian diteruskan ke unit
pengelola TNP Laut Sawu.
194
BAB IV
RENCANA JANGKA PANJANG
1. Review Terhadap Kebijakan Nasional dan Lokal terkait dengan Taman Nasional
Perairan
195
8) Energi;
196
a) Visi dan Misi KKP
Visi Pembangunan Kelautan dan Perikanan 2010-2014
adalah Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan
Terbesar 2015. Sedangkan misi Pembangunan Kelautan dan
Perikanan 2010-2014 adalah Mensejahterakan Masyarakat
Kelautan dan Perikanan.
b) Grand Strategy KKP
Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut telah ditetapkan
Grand Strategy yang dikenal sebagai The Blue Ocean Policies for
Sustainable Development yang terdiri dari 4(butir) butir berikut:
1) Memperkuat Kelembagaan dan SDM secara Terintegrasi;
2) Mengelola Sumber Daya Kelautan dan Perikanan secara
Berkelanjutan;
3) Meningkatkan Produktivitas dan Daya Saing Berbasis
Pengetahuan;
4) Memperluas Akses Pasar Domestik dan Internasional;
197
dengan sumber daya ikan, Undang-undang ini bersinergi dengan
berbagai perundangan lain, diantaranya dengan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45
Tahun 2009. Terkait dengan desentralisasi, Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 merupakan perekat
hubungan antar beberapa undang-undang sebagai materi muatan dalam
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di daerah. Pemberlakuan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 tersebut memiliki implikasi terhadap pengelolaan sumberdaya
pesisir secara berkelanjutan. Implikasi akan bersifat sinergis, apabila
setiap pemerintah dan masyarakat di wilayah otonomi menyadari arti
penting dari pengelolaan suberdaya pesisir secara berkelanjutan,
sehingga pemanfaatan sumberdaya pesisir dilakukan secara bijaksana
dengan menerapkan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan.
Implikasi negatif akan muncul apabila setiap daerah berlomba
mengeksploitasi sumberdaya pesisir tanpa memperhatikan kaidah-kaidah
pembangunan berkelanjutan. Sedangkan payung kebijakan dalam
konservasi sumber daya ikan, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah
Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan, yang
merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004
tentang Perikanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 45 Tahun 2009. Melalui peraturan pemerintah ini diharapkan
segala urusan mengenai konservasi sumberdaya ikan dapat terwadahi.
Pertemuan puncak dunia mengenai pembangunan berkelanjutan di
Johannesburg pada tahun 2002 mendeklarasikan bahwa, “Samudera,
laut, pulau, dan wilayah pantai merupakan satu komponen terpadu dan
essensial dari ekosistem bumi yang sangat penting bagi
ketersediaan pangan global yang aman untuk menjaga kemakmuran
ekonomi dan kesejahteraan ekonomi banyak Negara, terutama di negara-
negara berkembang. Pembangunan samudera yang berkelanjutan
membutuhkan koordinasi dan kerjasama yang efektif, termasuk pada
198
tingkat global dan regional, diantara badan-badan yang berkepentingan
dan tindakan-tindakan di segala tingkatan”.
Arah kebijakan pembangunan lingkungan hidup dan sumberdaya
alam tersebut menunjukkan prinsip-prinsip yang sangat mendasar dan
harmonisasi antara keseimbangan, keselarasan dan keserasian sistem
ekologi, sosial, ekonomi dan budaya. Pembangunan yang semata-mata
menempatkan sistem dan fungsi ekonomi sebagai prioritas dan
mengabaikan fungsi ekologi, sosial dan budaya akan menimbulkan
masalah-masalah yang pelik dan konflik sosial yang
berkepanjangan. Oleh karena itu, upaya pemerintah untuk membangun
dan mengembangkan keseimbangan fungsi ekologi, ekonomi, sosial dan
budaya harus dapat terimplementasikan dalam berbagai perangkat
kebijakan maupun program pemerintah.
Sebagai pelaksanaan visi dan misi Kementerian Kelautan dan
Perikanan, maka Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil menetapkan Visi, yaitu: Pengelolaan kelautan, pesisir dan pulau-
pulau kecil secara optimum dan lestari bagi kesejahteraan masyarakat.
Visi ini dijabarkan dalam 5 (lima) Misi yaitu:
a) Memfasilitasi terwujudnya penataan ruang untuk kepentingan dan
kepastian hukum bagi pembangunan di wilayah laut, pesisir dan
pulau-pulau kecil;
b) Memperbaiki sistem pengelolaan pesisir dan lautan untuk
mewujudkan wilayah pesisir dan lautan yang bersih, sehat, produktif
dan aman;
c) Mendorong pertumbuhan investasi pulau-pulau kecil yang
berkelanjutan dan berbasis masyarakat;
d) Mengembangkan konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya
melalui upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan yang
berkelanjutan pada tingkat ekosistem, jenis dan genetik; dan
199
Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Direktorat Jenderal
Kelautan, Pesisir dan Pulau Pulau Kecil yang mengemban misi
Mengembangkan konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya melalui
upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan yang berkelanjutan
pada tingkat ekosistem, jenis dan genetik tersebut, menetapkan strategi
pengelolaan konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya dengan
melakukan pengelolaan dan pengembangan konservasi sumberdaya alam
dan lingkungannya, melalui upaya perlindungan, pelestarian dan
pemanfaatan secara berkelanjutan pada tingkat ekosistem, jenis dan
genetik, dengan mengembangkan kebijakan, penyusunan/
pengembangan pedoman, pengembangan kapasitas sumberdaya manusia
dan kelembagaan, pengembangan pilot project, bimbingan teknis fasilitasi
serta mengembangkan kerjasama nasional dan internasional di bidang
konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya.
Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan telah menyusun
beberapa kebijakan dan strategi dalam rangka konservasi sumberdaya
ikan dan lingkungannya, antara lain strategi utama konservasi
keanekaragaman hayati laut (grand strategy marine biodiversity
conservation), kebijakan dan strategi pengelolaan terumbu karang,
strategi utama jejaring kawsan konservasi laut, kebijakan dan strategi
konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya di perairan daratan,
serta berbagai panduan maupun pedoman sebagai pelaksanaan dari
kebijakan dan strategi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Pelaksanaan Konservasi Sumberdaya Ikan dan Lingkungannya pada
Direktorat Kawasan konservasi dan Jenis Ikan bertujuan untuk
mewujudkan konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya melalui
upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya ikan,
termasuk ekosistem, jenis dan genetik dalam rangka menjamin
keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan dengan tetap memelihara
dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragaman sumber daya
ikan untuk kesejahteraan masyarakat. Adapun sasarannya sebagai
berikut:
a) terwujudnya pengembangan kawasan konseravsi perairan seluas 3,5
juta hektar;
b) terlaksananya pengembangan konservasi jenis dan genetik di tiga
wilayah biogeografi, sebanyak 4 jenis;
200
c) terlaksananya rehabilitasi ekosistem sumberdaya ikan dan
lingkungannya di 8 provinsi, 15 kabupaten dan 21 lokasi;
d) pengembangan Unit Pelaksana Teknis (UPT) konservasi sumebrdaya
ikan, sebanyak 2 UPT;
e) terlaksananya peningkatan kapasitas sumberdaya manusia konservasi
sumberdaya ikan sebanyak 250 orang; dan
f) tersusunnya peraturan, pedoman standar dan norma tentang
konservasi sumberdaya ikan sebanyak 18 dokumen.
Kegiatan pokok direktorat konservasi, antara lain pengembangan
konservasi kawasan perairan, pengembangan konservasi jenis dan
genetik, rehabilitasi sumberdaya ikan dan lingkungannya, dan
pengembangan kelembagaan, kapasitas sumberdaya manusia dan
peraturan.
Strategi pengembangan kawasan konservasi perairan yang dilakukan
oleh KKP, melalui Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan antara
lain:
a) perluasan kawasan konservasi laut, dengan target 10 (sepuluh) juta
hektar pada tahun 2010 dan 20 (dua puluh) juta hektar pada tahun
2020;
b) melakukan upaya pengelolaan efektif Kawasan Konservasi Perairan
yang meliputi perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan secara
berkelanjutan, serta pengembangan kawasan percontohan;
c) melakukan pendekatan ilmiah, termasuk: eco-regional, resilient, and
resistant principles;
d) memantapkan jaringan global dan kerjasama dalam pengelolaan
KKP;
e) implementasi kolaborasi pengelolaan dalam kerjasama antar
pemerintah, masyarakat dan organisasi non pemerintah (LSM);
f) penguatan pengelolaan KKP melalui program “Capacity Building”;
g) pengembangan mekanisme pendanaan, serta berbagai kegiatan
pembinaan dan pengembangan masyarakat dalam pengelolaan
kawasan konservasi secara berkelanjutan.
201
3. Kebijakan Pembangunan Provinsi Nusa Tenggara Timur (RPJMD 2009-2013)
a. Visi dan Misi
Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan
nasional dan regional, dilaksanakan dengan mengacu kepada kebijakan
nasional terutama dalam hubungannya dengan sistem perencanaan
pembangunan nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dengan
demikian Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi NTT disusun
dengan mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional.
Berdasarkan tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam 20
tahun kedepan serta dengan memperhatikan potensi dan kemampuan
daerah serta berbagai faktor strategis lainnya, maka Visi Provinsi NTT
Tahun 2009-2013 adalah “Terwujudnya masyarakat Nusa Tenggara
Timur yang berkualitas, sejahtera, Adil dan Demokratis, dalam Bingkai
Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Visi tersebut mengandung pengertian bahwa kondisi Provinsi NTT
yang ingin diwujudkan dalam lima tahun mendatang adalah Nusa
Tenggara Timur yang memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas,
memperhatikan keseimbangan antara kewajiban dan hak, menghargai
pendapat dan menerima pendapat orang lain.
Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, maka misi pembangunan
Provinsi NTT tahun 2009-2013 adalah:
1) Meningkatkan pendidikan yang berkualitas, relevan, efisien dan
efektif yang dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat.
Melalui misi ini pemerintah ingin meningkatkan kesempatan
pendidikan bagi masyarakat baik yang di kota mapun di desa dengan
meningkatkan fasilitas pelayanan pendidikan baik jumlah, kualitas
terutama penyebarannya, namun perluasan kesempatan belajar ini
dibarengi pula dengan relevansi jenis dan jenjang pendidikan dengan
kebutuhan masyarakatnya sehingga perluasan pendidikan dimaksud
dapat efektif dan efisien.
2) Meningkatkan derajat dan kualitas kesehatan masyarakat melalui
pelayanan yang dapat dijangkau seluruh masyarakat.
Melalui misi ini pemerintah ingin meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat melalui pola hidup sehat, pemerataan pelayanan
202
kesehatan, meningkatkan fasilitas sarana dan prasarana kesehatan
serta peningkatan kualitas gizi masyarakat yang tiap tahunnya terus
melanda NTT dan berdampak pada penurunan kualitas sumber daya
manusia.
3) Memberdayakan ekonomi rakyat dengan mengembangkan pelaku
ekonomi yang mampu memanfaatkan keunggulan potensi lokal.
Melalui misi ini pemerintah ingin meningkatkan kesejahteraan
penduduk yang saat ini cukup memprihatinkan akibat masih
tingginya angka kemiskinan yang disebabkan oleh rendahnya
pendapatan perkapita, meningkatnya angka pengangguran, belum
berkembangnya sektor riil serta rendahnya pertumbuhan dan
produktivitas UKM dan Koperasi. Untuk itu perekonomian NTT yang
saat ini masih mengandalkan sektorsektor tradisonal harus juga
memperhatikan sektor-sektor non tradisional seperti industri dan
tersier khususnya jasa-jasa dengan memanfaatkan potensi lokal yang
ada.
4) Meningkatkan infrastruktur yang memadai agar masyarakat dapat
memiliki akses untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak.
Melalui misi ini pemerintah memandang peningkatan kesejahteraan
masyarakat juga perekonomian, sangat bergantung pada kelayakan
infrastruktur pembangunan yang ada. Untuk itu dalam lima tahun
kedepan, pemerintah akan meningkatkan penyediaan sarana dan
prasarana infrastruktur baik dalam jumlah, kualitas serta
penyebarannya terutama sarana dan prasarana air dan listrik,
transportasi darat, laut dan udara, pendidikan, kesehatan dan
ekonomi serta infrastruktur perumahan dan permukiman .
5) Meningkatkan penegakan supremasi hukum dalam rangka
menjelmakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN serta
mewujudkan masyarakat yang adil dan sadar hukum.
Melalui misi ini pemerintah Provinsi NTT ingin menata dan membina
hukum tingkat daerah serta menempatkan supremasi hukum sebagai
landasan pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan, dengan
mengedepankan norma /kaidah hukum dalam masyarakat serta nilai-
nilai sosial dan rasa keadilan masyarakat.
6) Meningkatkan pembangunan yang berbasis tata ruang dan
lingkungan hidup.
203
Melalui misi ini pemerintah ingin menunjukkan pentingnya
penanganan masalah penataan ruang yang merupakan salah satu
matra dalam perencanaan pembangunan daerah, serta masalah
lingkungan hidup yang erat kaitanya dalam mendukung kehidupan
masyarakat sehari-hari.
7) Meningkatkan akses perempuan, anak dan pemuda dalam sektor
publik, serta meningkatkan perlindungan terhadap perempuan, anak
dan pemuda.
Sudah menjadi komitmen pembangunan nasional juga dunia untuk
memperhatikan kualitas hidup serta perlindungan terhadap
perempuan dan anak. Untuk itu melalui misi ini pemerintah ingin
meningkatkan perlindungan dan kualitas hidup perempuan dan anak
melalui peningkatan akses perempuan dan anak dalam sektor publik
serta meningkatnya perlindungan hukum bagi perempuan dan anak.
8) Mempercepat penanggulangan kemiskinan, pengembangan kawasan
perbatasan, pembangunan daerah kepulauan, dan pembangunan
daerah rawan bencana alam.
Melalui misi ini pemerintah daerah menekankan pada percepatan
penanggulangan masalah yang mendasar pada masyarakat NTT
umumnya dan masyarakat desa khususnya yakni masalah
kemiskinan. Selain itu NTT juga hampir setiap tahun tertimpa
bencana alam sehingga harus ada upaya penanggulangan secepat
mungkin agar masyarakat tidak harus terlalu menderita. Selain itu
wilayah NTT yang merupakan wilayah kepulauan perlu adanya
strategi tersendiri dibandingkan dengan daerah daratan yang lebih
mudah dijangkau, hal ini ditambah lagi dengan posisi NTT yang juga
menjadi daerah perbatasan dengan Negara lain seperti Timor Leste
dan Australia yang rawan terhadap masalah-masalah lintas batas
termasuk penyelundupan.
b. Agenda Pembangunan Daerah
Visi dan Misi di atas selanjutnya diterjemahkan dalam 8 Agenda
Pembangunan Provinsi NTT tahun 2009 – 2013 sebagai berikut:
1) Pemantapan Kualitas Pendidikan;
2) Pembangunan Kesehatan;
3) Pembangunan Ekonomi;
4) Pembangunan Infrastruktur;
204
5) Pembenahan sistem hukum (daerah) dan keadilan;
6) Konsolidasi Tata Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
7) Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Pemuda; dan
8) Agenda Khusus: penanggulangan kemiskinan, pembangunan daerah
perbatasan, pembangunan daerah kepulauan dan pembangunan
daerah rawan bencana.
205
Pemberdayaan Masyarakat diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan
pembangunan sosial, budaya dan ekonomi
5. Kebijakan Spasial dan Perda Provinsi NTT tentang RTRW 2010-2030
Penataan ruang wilayah provinsi bertujuan untuk mewujudkan Provinsi NTT sebagai
provinsi kepulauan dan maritim yang berbasis pada pengembangan potensi sumber daya
alam dan budaya lokal yang terpadu dan berkelanjutan, bertumpu pada masyarakat
berkualitas, adil dan sejahtera, dengan tetap memperhatikan aspek mitigasi bencana.
a) Rencana Struktur Ruang Provinsi NTT
Rencana struktur dan pola ruang Povinsi NTT terdiri atas pusat
sistem kegiatan dan pusat jaringan prasarana wilayah. Rencana
pengembangan sistem perkotaan di Provinsi NTT, meliputi:
1) Pusat Kegiatan Nasional (PKN) terdapat di Kota Kupang, berfungsi
sebagai pusat pelayanan seluruh wilayah Provinsi NTT;
2) PKN promosi (PKNp) terdapat di Waingapu di Kabupaten Sumba
Timur dan Maumere di Kabupaten Sikka;
3) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) terdapat di Soe di Kabupaten Timor
Tengah Selatan, Kefamenanu di Kabupaten Timor Tengah Utara,
Ende di Kabupaten Ende, Ruteng di Kabupaten Manggarai dan
Labuan Bajo di Kabupaten Manggarai Barat;
4) PKW promosi (PKWp) terdapat di Tambolaka di Kabupaten Sumba
Barat Daya, Bajawa di Kabupaten Ngada, Larantuka di Kabupaten
Flores Timur, Waikabubak di Kabupaten Sumba Barat dan Atambua
di Kabupaten Belu, dan Mbay di Kabupaten Nagekeo;
5) Pusat Kegiatan Lokal (PKL) terdapat di Oelamasi di Kabupaten
Kupang, Ba’a di Kabupaten Rote Ndao, Seba di Kabupaten Sabu
Raijua, Lewoleba di Kabupaten Lembata, Kalabahi di Kabupaten
Alor, Waibakul di Kabupaten Sumba Tengah, dan Borong di
Kabupaten Manggarai Timur;
6) Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) terdapat di Atambua di
Kabupaten Belu, Kefamenanu di Kabupaten Timor Tengah Utara,
dan Kalabahi di Kabupaten Alor.
Sistem perdesaan mencakup seluruh pusat kecamatan diluar
sistem perkotaan di seluruh wilayah kabupaten/kota di wilayah
Provinsi.
206
b) Rencana Pola Ruang
Rencana pola ruang wilayah Provinsi NTT meliputi rencana
kawasan lindung dan kawasan budidaya yang mempunyai nilai
strategis provinsi dan/atau lintas kabupaten dan/atau kota. Rencana
pola ruang Provinsi NTT diuraikan sebagai berikut:
1) Rencana Kawasan Lindung
Rencana Kawasan Lindung ditetapkan berdasarkan kebijakan
dan strategi pola ruang wilayah Provinsi NTT untuk Kawasan
Lindung. Rencana kawasan Lindung Provinsi NTT minimal 29,03%
dari total luas wilayah Provinsi NTT yaitu sekitar 1.348.760,25
hektar, dimana luas lahan total adalah 3.297.598,85 hektar.
Adapun luas perairan Provinsi NTT sekitar 19.148.400 hektar, yang
mencakup pemanfaatan Lindung di wilayah Laut Provinsi NTT. Peta
Rencana Pola Ruang Provinsi NTT sebagaimana terdapat pada
Gambar 27.
2) Kawasan Perlindungan
Gambar Setempat
27. Peta Rencana Pola Ruang Provinsi NTT
Kawasan Perlindungan Setempat meliputi sempadan pantai,
sempadan sungai, kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan
sekitar mata air, serta kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal.
Adapun Kawasan Perlindungan Setempat yang terdapat di Propinsi
NTT, meliputi kawasan sempadan pantai, kawasan sempadan
sungai, kawasan sekitar danau atau waduk dan kawasan
sempadan jurang.
207
(a) Kawasan sempadan pantai;
Kawasan sempadan pantai yang terdapat di Provinsi NTT
memiliki luas total kurang lebih 56.274 hektar, meliputi:
(1) kawasan sempadan pantai yang berjarak 100 meter dari
titik pasang tertinggi ke arah darat yaitu di sepanjang
pantai Provinsi Nusa Tenggara Timur; dan
(2) kawasan sempadan pantai rawan gelombang pasang dan
tsunami yang berjarak lebih dari 100 meter disesuaikan
dengan karakter pantai, terdapat di Maumere di
Kabupaten Sikka, Daerah Atapupu/pantai utara Belu,
pantai selatan Pulau Sumba, pantai utara Ende, pantai
utara Flores Timur, pantai selatan Lembata, dan pantai
selatan Pulau Timor.
(b) Kawasan sempadan sungai;
Kawasan sempadan sungai yang terdapat di Provinsi NTT
memiliki luas total kurang lebih 181.837 hektar, meliputi:
(1) kawasan sempadan sungai di kawasan non permukiman
berjarak sekurang-kurangnya 100 m dari kiri dan kanan
untuk aliran sungai utama dan sekurang-kurangnya 50
meter dari kiri dan kanan untuk anak sungai; dan
(2) kawasan sempadan sungai di kawasan permukiman
berjarak sekurang-kurangnya 10 meter.
208
taman hutan raya, kawasan taman wisata alam dan kawasan
cagar budaya.
(1) Kawasan Suaka Alam
Kawasan suaka alam merupakan kawasan dengan
kriteria kawasan yang memiliki keanekaragaman biota,
ekosistem, serta gejala dan keunikan alam yang khas baik
di darat maupun diperairan dan mempunyai fungsi utama
sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis biota,
ekosistem, serta gejala dan keunikan alam yang terdapat
didalamnya. Kawasan suaka alam yang terdapat di Provinsi
NTT yaitu Kawasan Suaka Alam Laut Sawu dan Kawasan
Suaka Alam Laut Flores.
(2) Kawasan Suaka Margasatwa dan Suaka Margasatwa Laut
Kawasan ini memiliki kriteria :
1. merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari
suatu jenis satwa yang perlu dilakukan upaya
konservasi,
2. memiliki keanekaragaman satwa yang tinggi,
3. merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa
migrant tertentu; dan
4. memiliki luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa
yang bersangkutan.
209
3. memiliki kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang
masih asli dan belum diganggu manusia;
4. memiliki luas dan bentuk tertentu; dan
5. memiliki ciri khas yang merupakan satu-satunya
contoh suatu daerah serta keberadaannya memerlukan
konservasi.
Di Provinsi NTT, kawasan jenis ini meliputi Kawasan Cagar
Alam Riung di Kabupaten Ngada, Kawasan Cagar Alam
Maubesi di Kabupaten Belu, Kawasan Cagar Alam Way
Wuul/Mburak di Kabupaten Manggarai Barat, Kawasan
Cagar Alam Watu Ata di Kabupaten Ngada, Kawasan Cagar
Alam Wolo Tadho di Kabupaten Ngada, dan Kawasan Cagar
Alam Gunung Mutis yang terdapat di Kabupaten Timor
Tengah Selatan dan Kabupaten Timor Tengah Utara.
(4) Kawasan Pantai Berhutan Bakau
Kawasan pantai berhutan bakau memiliki kriteria
koridor di sepanjang pantai dengan lebar paling sedikit 130
kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan
terendah tahunan, diukur dari garis air surut terendah
dari arah darat. Kawasan pantai berhutan bakau di
Provinsi NTT terdapat di Kabupaten Belu, Rote Ndao dan
Manggarai Barat.
(5) Kawasan Taman Nasional dan Taman Nasional Laut
Kawasan ini ditetapkan dengan kriteria :
1. berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki
tumbuhan dan satwa yang beragam;
2. memiliki luas yang cukup untuk menjamin
kelangsungan proses ekologi secara alami;
3. memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik
berupa jenis tumbuhan maupun jenis satwa dan
ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh;
4. memiliki paling sedikit satu ekosistem yang terdapat di
dalamnya yang secaramateri atau fisik tidak boleh
diubah baik oleh ekspoitasi maupun pendudukan
manusia; dan
210
5. memiliki keadaan alam yang asli untuk dikembangkan
sebagai pariwisata alam.
Di Provinsi NTT kawasan jenis ini meliputi Kawasan
Taman Nasional Kelimutu di Kabupaten Ende, Kawasan
Taman Nasional Laiwangi-Wanggameti di Kabupaten
Sumba Timur, Kawasan Taman Nasional Manupeu-
Tanadaru di Kabupaten Sumba Tengah, Kawasan Taman
Nasional Komodo di Kabupaten Manggarai Barat,
Kawasan Taman Nasional Laut Komodo di Kabupaten
Manggarai Barat dan Kawasan Taman Nasional Laut Selat
Pantar di Kabupaten Alor.
(6) Kawasan Taman Hutan Raya
Kawasan Taman Hutan Raya ditetapkan dengan kriteria:
1. berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki
tumbuhan dan/atau satwa yang beragam;
2. memiliki arsitektur bentang alam yang baik;
3. memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata;
4. merupakan kawasan dengan cirri khas baik asli
maupun buatan, baik pada kawasan yang
ekosistemnya masih utuh maupun kawasan yang
sudah berubah;
5. kemiliki keindahan alam dan/atau gejala alam;
6. memiliki luas yang memungkinkan untuk
mengembangkan koleksi tumbuhan dan/atau satwa
jenis asli dan/atau bukan asli;
7. untuk kawasan berdasarkan kriteria tersebut berupa
Taman Hutan Raya Prof Ir. Herman Yohannes yang
terdapat di Kabupaten Kupang;
(7) Kawasan Taman Wisata Alam Dan Taman Wisata Alam
Laut
Kawasan jenis ini ditetapkan dengan kriteria :
1. memiliki daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa dan
ekosistemnya yang masih asli serta formasi geologi yang
indah, unik dan langka;
2. memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata;
211
3. memiliki luas yang cukup untuk menjamin pelestarian
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya untuk
dimanfaatkan bagi kegiatan wisata alam; dan
4. kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya
pengembangan kegiatan wisata alam.
212
Kawasan ini ditetapkan dengan kriteria sebagai hasil
budidaya manusia yang bernilai tinggi yang dimanfaatkan
untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Di Provinsi NTT,
kawasan ini meliputi:
1. Kawasan Kapela Tuan Ma Larantuka di Kabupaten
Flores Timur;
2. Kawasan Meriam Jepang dan Tugu Jepang di Kota
Kupang;
3. Kawasan Gereja Tua di Kota Kupang;
4. Kawasan Gua Alam Baumata di Kabupaten Kupang;
5. Kawasan cagar budaya berupa kampung adat yang
terdapat di Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Sumba
Tengah, Sumba Barat, Sumba Timur, Ngada, Nagekeo,
Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Ende, dan
Belu; dan
6. Kawasan Gua Bitauni di TTU.
213
mengalami bencana banjir. Kawasan ini terdapat di Takari dan
Noelmina di Kabupaten Kupang, Benanain di Kabupaten Belu,
Dataran Bena dan Naemeto di Kabupaten Timor Tengah
Selatan, dan Ndona di Kabupaten Ende.
Selain kawasan yang disebutkan diatas terdapat juga
kawasan rawan bencana alam geologi, meliputi kawasan rawan
gempa, kawasan rawan gelombang pasang dan tsunami, dan
kawasan rawan bencana letusan Gunung Berapi.
214
No Jenis Kawasan
Ata di Kabupaten Ngada; dan
Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah Wolo
Tadho di Kabupaten Ngada.
3 Kawasan Pengungsian Satwa Kawasan Perairan Laut Flores;
Kawasan Perairan Laut Sawu;
Kawasan Perairan Laut Alor; dan
Kawasan Perairan Laut Timor.
4 Kawasan Terumbu Karang Kawasan Terumbu Karang Laut Flores;
Kawasan Terumbu Karang Laut Sawu; dan
Kawasan Terumbu Karang Laut Timor.
5 Kawasan Koridor Jenis Satwa/ Kawasan Komodo di Kabupaten Manggarai
Biota Laut yang di Lindungi Barat;
Perairan Laut Flores;
Perairan Laut Sawu; dan
Perairan Laut Timor.
215
(e) Kawasan Sumba, yang memiliki sektor unggulan pertanian,
pariwisata dan perkebunan;
(f) Kawasan Andalan Laut Flores, yang memiliki sektor unggulan
pariwisata dan perikanan;
(g) Kawasan Andalan Laut Sawu dan sekitarnya, yang memiliki
sektor unggulan pariwisata, perikanan dan pertambangan;
(h) Kawasan Andalan Laut Sumba dan sekitarnya, yang memiliki
sektor unggulan pariwisata dan perikanan.
216
(8) Pantai Kolbano di Kabupaten Timor Tengah Selatan; dan
(9) Kawasan Wisata Gunung Mutis di Kabupaten Timor
Tengah Selatan.
(b) Kawasan peruntukan Pariwisata Budaya
Kawasan yang termasuk jenis pariwisata budaya meliputi:
(1) Atraksi Pasola di Kabupaten Sumba Barat dan Sumba
Barat Daya;
217
Wilayah pesisir dan laut di TNP Laut Sawu mengalami
penurunan ekosistem sebagai akibat dari berbagai aktivitas
penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan
linggis dan hammer, potassium dan bom oleh nelayan pendatang. Di
samping itu konversi ekosistem hutan bakau yang kerap dijadikan
bahan bangunan dan perumahan juga menjadi persoalan yang perlu
menjadi perhatian untuk mengantisipasi abrasi pantai, ekosistem
mangrove tidak terdegradasi.
(2) Terjadinya penurunan keanekaragaman hayati dan habitat
perikanan
TNP Laut sawu merupakan daerah migrasi ikan menuju ke
Samudera Pasifik & Samudera Hindia dari berbagai biota terutama
penyu, paus dan biota ekonomis tinggi lainnya, sehingga menjadi
target penangkapan bagi nelayan.
Penangkapan biota laut yang berlebihan akibat dari open akses
dan kurangnya pengaturan tentang ukuran yang boleh ditangkap,
jenis yang tidak boleh ditangkap, jenis alat tangkap yang dilarang,
serta nilai ekonomi sumberdaya tersebut menyebabkan terjadinya
overfishing yang mengancam keberadaan dan kelestarian biota.
Dikhawatirkan jika kegiatan tersebut berlanjut tanpa perlindungan
dan pengendalian dapat menjadi ancaman bagi kepunahan biota
tersebut.
(3) Lemahnya Koordinasi sehingga terjadi konflik lintas sektor dan antar
sektor
Konflik lintas sektor dan antar sektor merupakan konflik yang
terjadi dalam pemanfaatan dan pengelolaan di TNP Laut Sawu
sebagai akibat tidak adanya koordinasi dan kolabarosi dari dan
antar sektor tersebut, sehingga diperlukan leading sector yang dapat
mengayomi semua kepentingan dalam pemanfaatan dan
pengelolaan.
(4) Pengelolaan Pasca panen
Untuk meningkatkan nilai tambah (value added) dari
sumberdaya diperlukan pengolahan pasca panen secara tepat
melalui keragaman bentuk pengolahan yang dapat menjadikan nilai
tambah dari produk yang dihasilkan dan tidak cepat membusuk,
218
sehingga tingkat harga produk dapat dipertahankan atau
ditingkatkan.
219
rencana strategi pembangunan daerah salah satu prioritasnya
adalah peningkatan kualitas SDM.
220
terumbu karang dapat mengakibatkan rusaknya terumbu karang
tersebut.
221
dapat mempercepat kerusakan ekosistem dan kritisnya biota
tersebut.
222
tersebut dapat menjadi pedoman yang seharusnya tidak dilanggar
oleh pemangku kepentingan.
Misi:
1. Mengembangkan upaya pemanfaatan sumber daya laut di TNP Laut
Sawu secara optimal dan berkelanjutan bagi kesejahteraan
masyarakat dan daerah.
2. Menerapkan sistem pengelolaan kawasan TNP Laut Sawu yang adaptif
guna menjamin kelestarian sumber daya laut dan ekosistemnya serta
pemanfaatannya bagi kesejahteraan masyarakat.
3. Mengintegrasikan fungsi kawasan dengan pembangunan wilayah
Provinsi Nusa Tenggara Timur di dalam dan sekitar TNP Laut Sawu.
4. Memantapkan sistem pengelolaan TNP Laut Sawu yang berbasis
ekosistem, kehati-hatian, keterpaduan, adaptif, partisipatif dan
kolaboratif.
223
Misi 1 “Mengembangkan upaya pemanfaatan sumberdaya laut di
TNP Laut Sawu secara optimal dan berkelanjutan bagi kesejahteraan
masyarakat dan daerah”, mencakup tujuan:
1) meningkatkan kegiatan identifikasi, inventarisasi,
monitoring dan evaluasi sumberdaya laut dan
pemanfaatannya;
2) mengembangkan mekanisme pemanfaatan sumberdaya laut
dan ekosistemnya;
3) melestarikan kearifan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya
laut yang selaras dengan keberlanjutan sumberdaya laut dan
ekosistemnya;
4) mengembangkan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata
alam serta budaya;
5) mengatur pengelolaan dan pengembangan industri kelautan di
TNP Laut Sawu dengan tetap memperhatikan keberlanjutan
sumberdaya laut;
6) mendorong pengembangan upaya perikanan yang
berkelanjutan;
7) mengembangkan strategi pengelolaan dalam bidang sosial
budaya dan ekonomi masyarakat; dan
8) mengembangkan pemberdayaan masyarakat pesisir untuk
pengembangan dalam rencana pengelolaan jangka panjang TNP
Laut Sawu.
224
3) menyelenggarakan suatu Sistem Pemantauan dan
Penanggulangan Bencana di TNP Laut Sawu serta
rehabilitasinya sebagai sub sistem dari sistem pencegahan dan
penanggulangan bencana alam nasional dan daerah;
225
2. melakukan penataan dan penetapan zonasi TNP Laut Sawu,
sebagai bagian integral dari sistem penataan ruang nasional,
provinsi dan kabupaten/kota;
3. meningkatkan sistem pengelolaan terhadap alur pelayaran,
jaringan pipa dan kabel bawah laut; dan
4. meningkatkan sistem pengelolaan terhadap sumber
pencemaran dari daratan dan perairan.
No Tujuan-Tujuan Sasaran-Sasaran
1 Meningkatkan kegiatan a. Tersedianya panduan
identifikasi, teknis/protokol monitoring
inventarisasi, sumberdaya laut sesuai
monitoring dan kebutuhan;
evaluasi sumberdaya
b. Adanya tim monitoring bersama;
laut dan
pemanfaatannya c. Terlaksananya monitoring
pemanfaatan sumber daya laut
sesuai dengan protokol;
d. Tersedianya data pemanfaatan
226
sumber daya laut sebagai dasar
dalam pengaturan pemanfaatan
secara berkelanjutan;
e. Terpantaunya lokasi-lokasi kritis
ekosistem di TNP Laut Sawu dari
kegiatan merusak dan
penangkapan berlebih;
f. Adanya database terpadu
berbasis web terkait data
inventarisasi dan monitoring
sumberdaya laut dan
pemanfaatannya.
2 Mengembangkan a. Adanya petunjuk teknis
mekanisme pemanfaatan pemanfaatan sumberdaya laut
sumberdaya laut dan secara berkelanjutan;
ekosistemnya b. Adanya analisis yang
berkelanjutan untuk peningkatan
pemanfaatan sumber daya laut
dan ekosistemnya.
3 Melestarikan kearifan a. Tersedianya informasi dan data
lokal dalam pemanfaatan praktek-praktek kearifan lokal
sumberdaya laut yang dalam pemanfaatan sumber daya
selaras dengan laut secara berkelanjutan;
keberlanjutan b. Adanya penguatan dan
sumberdaya laut dan pendampingan ke masyarakat
ekosistemnya; terkait praktek-praktek kearifan
lokal dalam pemanfaatan
sumberdaya laut secara
berkelanjutan
c. Terlaksananya pemanfaatan
sumber daya laut secara
berkelanjutan melalui pendekatan
kearifan lokal.
d. Terintegrasinya kearifan lokal-
kearifan lokal dalam pemanfaatan
sumber daya laut secara
berkelanjutan di dalam Rencana
Pengelolaan KKP
e. Tersedianya petunjuk teknis
monitoring dan evaluasi praktek-
praktek kearifan lokal dalam
pemanfaatan sumberdaya laut
secara berkelanjutan.
4 Mengembangkan a. Tersedianya informasi jenis,
pemanfaatan jasa potensi dan daya dukung
lingkungan dan pemanfaatan jasa lingkungan,
pariwisata alam serta pariwisata alam dan budaya;
budaya: b. Adanya petunjuk teknis dan
prosedur pemanfaatan jasa
lingkungan, pariwisata alam dan
budaya yang ramah lingkungan
yang disyahkan oleh yang
berwenang;
c. Terselenggaranya promosi
pemanfaatan jasa lingkungan dan
pariwisata alam dan budaya yang
ramah lingkungan
227
d. Terwujudnya pemanfaatan jasa
lingkungan, pariwisata alam dan
budaya yang ramah lingkungan
e. Tersedianya desain
pengembangan pemanfaatan jasa
lingkungan, pariwisata alam dan
budaya yang ramah lingkungan.
5 Mengatur pengelolaan Tercapainya keterpaduan sektor-
dan pengembangan sektor terkait yang mencakup sarana
industri kelautan di TNP dan prasarana, Ilmu dan teknologi,
Laut Sawu dengan tetap sumber daya manusia serta
memperhatikan pendanaan
keberlanjutan
sumberdaya laut;
228
Pemberdayaan masyarakat pesisir yang secara
masyarakat pesisir langsung maupun tidak langsung
untuk pengembangan bergantung pada pengelolaan TNP
dalam rencana Laut Sawu dengan
pengelolaan jangka pengembangan mata pencaharian
panjang TNP Laut Sawu alternatif;
b. Tersedianya Pengembangan
teknologi alternatif ramah
lingkungan, dan peningkatan
kesadaran dan tanggung jawab
masyarakat pesisir dalam
pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya di dalam kawasan
TNP Laut Sawu.
Misi 2. Menerapkan sistem pengelolaan kawasan TNP Laut Sawu yang
adaptif guna menjamin kelestarian sumberdaya laut dan ekosistemnya
serta pemanfaatannya bagi kesejahteraan masyarakat
No Tujuan-Tujuan Sasaran-Sasaran
1 Mengembangkan, a. Tersedianya Bank Data meliputi
menyusun, mengelola, data tentang karakteristik laut,
dan memelihara Bank baku mutu laut, bathimetry,
Data TNP Laut Sawu hydrography, oceanography, data
yang dihimpun dari tentang cuaca, data sumberdaya
berbagai kegiatan hayati dan non hayati, data
penelitian, tentang lempeng tanah dasar
pengembangan dan laut, data tentang gempa di laut,
penerapan ilmu dan tsunami, data tentang pulau-
teknologi kelautan dan pulau, data tentang peta laut,
menyebarkannya dalam data tentang penduduk pesisir
sistem informasi data dan data lain yang diperlukan;
potensi sumberdaya
b. Tersedianya perangkat penunjang
alam TNP Laut Sawu
system Bank Data, termasuk
peralatan, dan pendanaan;
c. Tersusunnya system bank data
yang selalu dapat diakses,
diperbaharui dan menjadi
referensi serta umpanbalik dalam
system pengelolaan TNP Laut
Sawu.
2 Mengembangkan dan a. Tersedianya panduan
menerapkan sistem teknis/protokol monitoring
pemantauan/monitoring sumberdaya laut sesuai
status sumberdaya laut kebutuhan dan prioritas;
dan ekosistemnya secara
b. Terlaksananya monitoring
berkelanjutan;
sumberdaya laut dan
ekosistemnya secara berkala;
c. Tersedianya analisis hasil
monitoring sumberdaya laut dan
ekosistemnya sebagai masukan
dan umpan balik reguler bagi
pengelolaan TNP Laut Sawu
sekaligus sebagai bagian dari
Bank Data;
229
d. Tersusunnya profil status
sumberdaya laut dan
ekosistemnya yang selalu
terperbaharui
3 Menyelenggarakan suatu a. Teridentifikasinya potensi dan
Sistem Pemantauan dan klasifikasi bencana alam di Laut
Penanggulangan bencana Sawu, termasuk diantaranya
alam di TNP Laut Sawu bencana Tsunami, Badai Alam
serta rehabilitasinya yang sangat destruktif dan
sebagai sub sistem dari malapetaka laut yang sifatnya
sistem pencegahan dan dahsyat
penanggulangan bencana (massive/catastrophic/imminent
alam nasional dan danger) sesuai dengan peraturan
daerah; perundangan dan hukum laut
internasional yang berlaku;
230
pemanfaatan sumberdaya
terumbu karang dan
konsekuensinya bagi pengelolaan
kawasan konservasi, dampak
lingkungan kegiatan ekonomi
alternatif di dekat kawasan
konservasi, dll;
d. Terlaksananya kajian
pengembangan, penelitian, dan
pendidikan di TNP Laut Sawu;
e. Terlaksananya peningkatan
kemampuan teknis dan
manajemen pengelolaan kawasan
bagi personil/ staf pengelola TNP
Laut Sawu melalui diklat-diklat
dan pelatihan.
231
padang lamun, termasuk
penataan dan rambu-rambu
pembatasan alih fungsi.
7 Mengembangan dan a. Tersedianya data dan informasi
menerapkan skema tentang sebaran, pola hidup dan
pengelolaan habitat dan dinamika serta ancaman
populasi jenis-jenis terhadap habitat dan populasi
biota laut utamanya jenis-jenis biota langka dan/atau
jenis-jenis langka bernilai ekonomi tinggi di
dan/atau bernilai perairan TNP Laut Sawu;
ekonomis tinggi
b. Tersedianya kerangka
pengelolaan dan petunjuk
teknis/protokol pengelolaan
habitat dan populasi jenis-jenis
biota langka dan/atau bernilai
ekonomi tinggi di perairan TNP
Laut Sawu;
c. Terlaksananya program
pengelolaan habitat dan populasi
jenis-jenis biota langka dan/atau
bernilai ekonomi tinggi di
perairan TNP Laut Sawu,
termasuk monitoring dan evaluasi
terhadap pelaksanaan
pengelolaan habitat dan populasi
8 Mengembangkan a. Tersedianya data dan informasi
pengelolaan populasi tentang sebaran, pola hidup dan
setasea dinamika serta ancaman
terhadap habitat dan populasi
setasea di perairan TNP Laut
Sawu dan sekitarnya;
b. Tersusunnya skema pengelolaan
Setasea di perairan TNP Laut
Sawu termasuk identifikasi dan
pengaturan alat tangkap, musim
(selama migrasi paus),
pengaturan aktifitas
penangkapan (terutama ikan
tuna) dan kode etik untuk
menghindarkan by-catch;
identifikasi dan pengaturan alur
pelayaran tertentu dan koridor
Setasea untuk lintasan kapal,,
pengaturan eksplorasi
pertambangan (pembatasan
seismik, dsb);
c. Terkoordinasinya pengaturan dan
pelaksanaan penggunaan
perairan TNP Laut Sawu antar
stakeholder kunci sekaligus
komitmen dan partisipasi
termasuk dalam penggunaan alur
lintasan, pengendalian polusi dan
pemantauan dalam rangka
232
menjamin kelestarian habitat dan
populasi Setasea;
d. Terlaksananya penguatan hukum
adat yang memiliki nilai
konservasi setasea yang tinggi.
9 Mengembangkan dan a. Tersedianya peta ancaman dan
menerapkan sistem kerawanan terhadap sumberdaya
pengawasan dan kawasan serta pembaharuannya
pengamanan kawasan secara berkala;
yang efektif b. Tersusunnya skema pengamanan
kawasan yang disusun secara
kolaboratif antar stakeholder
kunci;
c. Tersusunnya protokol
pengamanan terpadu;
d. Terbentuknya tim pengamanan
terpadu antar lembaga penegakan
hukum dan komponen
masyarakat serta dukungan
sarana-prasarana yang memadai;
e. Terlaksananya pengawasan dan
pengamanan kawasan
berdasarkan ketentuan yang
sesuai dan berlaku.
10 Meningkatkan penguatan a. Tersusunnya peraturan
regulasi, perangkat dan perundang-undangan yang
penegakan hukum yang mendukung efektifitas
kuat, komprehensif dan pengelolaan TNP Laut Sawu
effektif serta berdasarkan kajian komprehensif
memperhatikan kearifan dan konsultasi para pihak,
local dalam kerangka termasuk peraturan adat
menunjang pengelolaan setempat yang dapat memperkuat
TNP L Sawu yang hukum positif;
fungsional b. Tersosialisasinya peraturan
perundang-undangan kepada
masyarakat dan penegak hukum;
c. Terlaksananya komitmen para
penegak hukum dalam
penegakan hukum secara
konsisten serta evaluasinya
dalam rangka meningkatkan
effektivitas pengelolaan
sumberdaya TNP Laut Sawu
secara berkesinambungan.
11 Meningkatkan kapasitas a. Teridentifikasinya kebutuhan
sumberdaya manusia sumber daya manusia dan
yang kompeten dan kompetensinya untuk
berdedikasi dalam peningkatan kapasitas dalam
kerangka menunjang pengelolaan efektif TNP Laut
pengelolaan TNP Laut Sawu;
Sawu yang fungsional b. Tersusunnya rancangan skema
peningkatan kapasitas sumber
daya manusia untuk pengelolaan
TNP Laut Sawu dengan
mengutamakan peningkatan
kompetensi serta sumber daya
manusia di lapangan;
c. Terkonsolidasinya komitmen para
233
pihak untuk meningkatkan
kapasitas SDM pengelolaan serta
dukungannya dalam
penerapannya;
d. Terlaksananya program
peningkatan kapasitas SDM
untuk pengelolaan TNP Laut
Sawu yang fungsional melalui
berbagai jalur, termasuk
pendidikan, pelatihan, magang,
pendampingan, perbantuan
tenaga ahli, penjenjangan karir,
dan sebagainya.
Misi 3. Mengintegrasikan fungsi kawasan dengan pembangunan
wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur di dalam dan sekitar TNP Laut
Sawu
No Tujuan-Tujuan Sasaran-Sasaran
1 Melakukan penguatan a. Tersedianya titik referensi batas
status titik referensi kawasan TNP disepakati bersama
sebagai titik ikat batas oleh pengelola TNP Laut Sawu
kawasan TNP Laut Sawu dan Pemerintah Daerah yang
penguatan status titik dituangkan dalam Berita Acara
referensi sebagai titik serta tercantum secara jelas
ikat batas kawasan TNP dalam peta batas TNP serta
Laut Sawu menjadi acuan para pihak;
b. Tersedianya titik referensi batas
dilengkapi dengan tanda berupa
pelampung dan atau lampu suar.
2 Melakukan penataan dan a. Terintegrasinya dan selarasnya
penetapan zonasi TNP zonasi TNP Laut Sawu dalam
Laut Sawu, sebagai RTRW Provinsi Nusa Tenggara
bagian integral dari Timur serta RTRW Kabupaten-
sistem penataan ruang kabupaten di dalam TNP Laut
nasional, provinsi dan Sawu dan menjadi acuan bagi
kabupaten/kota para pihak didalam
implementasinya;
b. Terlaksananya penyerasian pola
pemanfaatan di dalam TNP Laut
Sawu sesuai dengan RPJPP&M di
tingkat nasional, provinsi dan
kabupaten;
c. Terlaksananya pengesahan
Rencana Zonasi TNP Laut Sawu
oleh Menteri Kelautan dan
Perikanan dan diketahui oleh
Gubernur Nusa Tenggara Timur
dan masyarakat luas;
d. Tersedianya tanda batas zonasi di
lapangan dan panduan
pengetahuan pengenalan batas
zonasi TNP Laut Sawu;
e. Tersosialisasinya Rencana Zonasi
TNP Laut Sawu ke pemangku
kepentingan dan masyarakat.
3 Meningkatkan sistem a. Terkelolanya kerentanan alur
pengelolaan terhadap pelayaran dan Alur Laut
234
alur pelayaran, jaringan Kepulauan Indonesia (ALKI)
pipa dan kabel bawah terhadap pengelolaan TNP Laut
laut Sawu serta mengintegrasikan
jaringan pipa dan kabel bawah
laut dengan menjadikannya
sebagai aset pendukung terhadap
pengelolaan kawasan untuk
meningkatkan pertumbuhan
ekonomi kawasan dan
pengembangan wilayah serta
mempertahankan pertahanan dan
keamanan nasional;
b. Terintegrasinya wilayah alur laut
kepulauan Indonesia (ALKI) dan
alur pelayaran kapal di dalam
pengelolaan TNP Laut Sawu.
4 Meningkatkan sistem a. Teridentifikasinya secara
pengelolaan terhadap berkelanjutan aktivitas-aktivitas
sumber pencemaran dari yang berdampak pada ekosistem
daratan dan perairan laut di dalam TNP Laut Sawu;
b. Tersedianya pengaturan dan
pengawasan secara kolaboratif
terhadap sumber pencemaran
yang berasal dari daratan dan
lautan;
c. Tersedianya rekomendasi untuk
penyempurnaan peraturan untuk
kualitas air di dalam TNP Laut
Sawu dan kearah darat.
235
mutasi pegawai yang jelas;
f. Tersedianya pedoman tentang
pembinaan (mentoring dan
conselling) bagi setiap pegawai
(hubungan bawahan atasan);
g. Tersedianya mekanisme penilaian
kinerja, pemberian sanksi dan
penghargaan yang jelas dan
proporsional.
3 Meningkatkan sarana a. Tersedianya sarana prasarana
dan prasarana pengelolaan TNP Laut Sawu
pengelolaan TNP Laut sesuai dengan kebutuhan dan
Sawu standar;
b. Terpeliharanya sarana dan
prasarana;
c. Tersedianya kriteria kelayakan
operasional sarana prasarana
(kepentingan replacement).
4 Mengembangkan sistem a. Tersedianya analisa kebutuhan
pendanaan yang pendanaan yang rasional;
berkelanjutan b. Tersedianya standarnisasi
pembiayaan untuk setiap jenis
kegiatan pengelolaan;
c. Tersedianya analisa peluang
penggalangan sumber pendanaan
yang berkelanjutan;
d. Tersedianya mekanisme
pendanaan alternative;
e. Terselenggaranya Pengelolaan
keuangan yang professional,
transparan dan akuntabel.
236
kepentingan para pihak;
d. Tersedianya mekanisme
monitoring dan evaluasi terhadap
pelaksanan pengelolaan
kolaboratif sesuai dengan
kebutuhan yang adaptif.
237
Tabel 38. Hasil Identifikasi Kondisi Lingkungan Internal Kawasan TNP
Laut Sawu
238
No Unsur Kekuatan Kelemahan
dan kearifan lokal
dalam pemanfaatan
sumberdaya laut
239
b. Analisis Lingkungan Eksternal Kawasan
Lingkungan eksternal adalah faktor-faktor diluar kendali pengelola
yang dapat mempengaruhi pilihan arah dan tindakan, struktur
organisasi, dan proses internal pengelola kawasan. Lingkungan
eksternal dapat disikapi sebagai peluang bagi keberhasilan
pengelolaan, dan dapat pula dipandang sebagai tantangan
keberhasilan pelaksanaan pengelolaan. Hasil identifikasi kondisi
lingkungan eksternal yang dianggap cukup penting dan berpengaruh
dalam pencapaian visi, misi dan tujuan pengelolaan kawasan
sebagaimana terdapat pada Tabel 39.
240
No Unsur Peluang Ancaman
pengelolaa laut dan kenaikan
kawasan wisata di suhu permukaan
Bali yang laut (menyebabkan
lokasinya masih bleaching dan
cukup dekat penyakit).
dengan kawasan;
c. Kerusakan habitat
c. Pemanfaatan akibat penangkapan
sumberdaya yang tidak ramah
perairan oleh lingkungan,
masyarakat masih penambangan
dapat karang, dll.
dioptimalkan
d. Banyaknya
dengan penerapan
pencemaran (limbah
sistem dan
cair, padat dan gas)
teknologi ramah
dari daratan
lingkungan, dan
maupun
juga mata
pencemaran minyak
pencaharian
dari kapal berupa
laternatif lainnya
plastik, limbah
yang
kimia, suara
memanfaatkan
SDA perairan. e. Perburuan spesies-
spesies yang
d. Adanya spesies
dilindungi
dilindungi yang
mempunyai nilai
memiliki nilai
ekonomis yang
ekonomis tinggi
tinggi.
f. Kerusakan
ekosistem dan
habitat alami akibat
bencana alam
3 Infrastruktur Visi dan agenda Dampak
Wilayah RPJMD Provinsi yang pembangunan,
berupaya sedimentasi, konversi,
meningkatkan pelayaran, terhadap
infrastruktur wilayah keutuhan ekosistem
secara merata
241
No Unsur Peluang Ancaman
5 Kebijakan dan a. Komitmen a. Penyalahgunaan
Kelembagaan Pimpinan kewenangan dalam
Nasional dan pengelolaan kawasan
daerah; b. Kebijakan komitmen
b. Kebijakan- yang tidak
kebijakan berkelanjutan
pengelolaan
konservasi
nasional yang
menguntungkan
pengelolaan
kawasan;
6 Sumberdaya Perhatian dunia dan Bantuan pendanaan
pendanaan negara terhadap internasional sarat
keberlangsungan dengan kepentingan.
biodiversity
berpeluang sebagai
penggalangan dana-
dana pengelolaan
7 Kebencanaan Kerusakan ekosistem
dan habitat alami
akibat bencana alam
242
dengan semua pihak, baik nasional maupun internasional
untuk konservasi sumberdaya hayati dan lingkungan di TNP.
Laut Sawu;
c) memfasilitasi pengembangan pemanfaatan potensi
sumberdaya alam di kawasan TNP. Laut sawu secara lestari
dan berkelanjutan, sebagai upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat; dan
d) melakukan upaya-upaya untuk mempertahankan budaya dan
kearifan lokal yang mendukung pengelolaan kawasan, melalui
integrasi nilai budaya dan kearifan lokal dalam pengelolaan
dan promosi kawasan dengan memanfaatkan teknologi dan
informasi.
243
h) melakukan mitigasi dan adaptasi bencana dalam rangka
menghadapi bencana;
i) mengoptimalkan budaya dan kearifan lokal yang tinggi sebagai
aset pengembangan kawasan dalam rangka menghadapi
dampak negatif globalisasi dan informasi; dan
j) menjaring kerjasama dengan berbagai pihak untuk
memperkuat pendanaan pengelolaan kawasan.
3) Kekuatan–Ancaman(Strategi ST)
a) memelihara keberlanjutan dukungan sumberdaya manusia
dalam pengelolaan kawasan TNP Laut Sawu dengan program-
program pengembangan kapasitas, sosialisasi berkelanjutan,
dan peningkatan nilai tambah kawasan bagi kesejahteraan
masyarakat;
b) meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam
rangka pengamanan kawasan, pengawasan terhadap
pembangunan yang berdampak pada lingkungan kawasan,
dan pengawasan terhadap pemanfaatan sumberdaya kawasan
dengan menggunakan peralatan yang merusak; dan
c) mengoptimalkan pengelolaan potensi sumberdaya secara
berkelanjutan dalam rangka antisipasi tidak adanya
pendanaan yang sarat dengan kepentingan.
244
d) meningkatkan sumberdaya manusia guna keberlanjutan
dukungan oleh masyarakat; dan
e) mengoptimalkan pengelolaan dan pengawasan sumberdaya
alam dalam rangka antisipasi gangguan keamanan kawasan;
245
6) mengoptimalkan pengelolaan potensi sumberdaya secara
berkelanjutan dalam rangka antisipasi tidak adanya pendanaan
yang sarat dengan kepentingan;
7) meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka
peningkatan kualitas sumberdaya manusia;
8) pengembangan jejaring kawasan konservasi Perairan dalam skala
nasional dan regional (ekoregion) terutama dalam hal pendanaan
dan sharing ilmu dan pengetahuan dalam pengelolaan kawasan
dengan tetap menjaga prinsip kesetaraan, dan norma-norma yang
berlaku secara lokal dan nasional;
9) mengoptimalkan peran Balai KKPN dalam pengelolaan kawasan
sehingga dapat meminimalisir penyalahgunaan kewenangan dan
kebijakan komitmen yang tidak berkelanjutan;
246
7) mengoptimalkan pengelolaan dan pengawasan sumberdaya alam
dalam rangka antisipasi gangguan keamanan kawasan.
247
C. Program Pengelolaan TNP Laut Sawu
1. Kelembagaan Pengelolaan
Kawasan konservasi merupakan benteng terakhir upaya konservasi
sumber daya alam hayati. Namun pengelolaannya sampai saat ini masih
belum optimal. Isu otonomi daerah, tuntutan terhadap manfaat kawasan
konservasi dan sumberdaya alam di dalamnya, serta efektifitas manajemen
kawasan konservasi (terrestrial dan marine) telah mendorong tuntutan
terhadap pergeseran paradigma pengelolaan kawasan konservasi yang
berimplikasi luas terhadap keseluruhan aspek manajemen dan perangkat
regulasinya. Keberadaan sebuah kelembagaan yang handal sangat penting
dalam menunjang keberhasilan pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan.
Kelembagaan yang dijalankan secara profesional serta dapat mengakomodasi
kepentingan para pemangku kepentingan lebih dapat menunjang
keberhasilan pengelolaan kawasan konservasi dalam mencapai tujuan
pembentukannya.
Pembentukan kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan
dimaksudkan agar pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan dapat berjalan
secara efisien, efektif dan transparan yang didukung dengan kemampuan,
kebutuhan dan potensi pada masing-masing daerah. Untuk itu dalam
pembentukan kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan perlu dipersiapkan
melalui suatu proses dan perencanaan yang baik agar lembaga yang
terbentuk dapat menjadi penggerak dalam pengelolaan Kawasan Konservasi
Perairan.
248
Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tanggal 15 November 2007
telah menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.19/MEN/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Kawasan
Konservasi Perairan Nasional (Balai KKPN) dengan jenjang struktural
setingkat eselon IIIa. Wilayah kerjanya mencakup perairan nasional di
Indonesia bagian timur yakni Provinsi NTT, Provinsi NTB, Provinsi Sulsel,
Provinsi Sultra, Provinsi Sulbar, Provinsi Sulteng, Provinsi Gorontolo,
Provinsi Sulut, Provinsi Maluku Utara, Provinsi Maluku, Provinsi Irian
Jaya Barat dan Papua.
Balai KKPN Kupang, adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat
yang berada di lingkup Ditjen KP3K-KKP yang bertanggung jawab
langsung kepada Direktur Jenderal KP3K, Kementerian Kelautan dan
Perikanan. Balai KKPN Kupang mempunyai tugas melaksanakan
pemangkuan, pemanfaatan dan pengawasan kawasan konservasi
perairan nasional yang bertujuan untuk melestarikan sumberdaya ikan
dan lingkungannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan memiliki fungsi:
1) penyusunan rencana, program dan evaluasi di bidang
pemangkuan, pemanfaatan dan pengawasan kawasan konservasi
perairan nasional;
2) pelaksanaan pemangkuan, pemanfaatan dan pengawasan
kawasan konservasi perairan nasional;
3) pelaksanaan pemberdayaan dan peningkatan kesadaran
masyarakat (Public Awareness) didalam dan sekitar kawasan
konservasi perairan nasional;
4) pelaksanaan bimbingan pemangkuan, pemanfaatan dan
pengawasan kawasan konservasi perairan nasional; dan
5) pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
250
Unit Pengelola/ BALAI
KKPN
Fungsi Pengelolaan
Keterangan
: Aliran Langsung
: Aliran Tidak Langsung
251
3) mengkoordinasi program lintas sektoral terkait dukungan
pengelolaan TNP Laut Sawu ;
4) mengakomodir aspirasi dari Pemerintah Daerah terkait dengan
implementasi rencana pengelolaan serta penyusunan program
dan kegiatan;
5) membantu pemerintah daerah dalam melakukan monitoring dan
evaluasi terhadap implementasi rencana pengelolaan TNP Laut
Sawu oleh Lembaga Pengelola;
6) memberikan masukan kepada Lembaga Pengelola dalam rangka
pengelolaan TNP Laut Sawu;
7) membantu Lembaga Pengelola dalam menyusun program dan
kegiatan, menggalang dan memobilisasi pendanaan serta
memperkuat kemitraan untuk pengembangan TNP Laut Sawu;
dan
8) melakukan koordinasi secara berkala dalam setiap kegiatan
sesuai kewenangan.
252
d. Dukungan Pendanaan dari Badan Kolaborasi untuk Pengembangan TNP
Laut Sawu
Badan Kolaborasi yang didalamnya terdapat dinas/instansi
pemerintah provinsi dan kabupaten, akademisi, asosiasi profesi, NGO
dan stakeholder lainnya dalam dukungannya bagi pengelolaan TNP
Laut Sawu memiliki spesifikasi pendanaan sebagai berikut :
1) pendanaan Badan Kolaborasi berasal dari sumber-sumber
tertentu;
2) sumber pendanaan badan kolaborasi berasal anggota badan
kolaborasi baik berupa dana tunai maupun kolaborasi program
tertentu;
3) Badan Kolaborasi dapat melaksanakan kerjasama (MoU) dengan
Lembaga, badan di dalam maupun di lauar negeri dengan tetap
menjunjung tinggi asas kemaslahatan kawasan konservasi;
4) segala sumber dana (hibah serta bantuan yang tidak mengikat)
pada badan kolaborasi, peruntukkannya tertuang di dalam
pedoman umum pengelolaan keuangan untuk sebesar-besarnya
pengembangan kawasan konservasi perairan, termasuk TNP Laut
Sawu;
253
Selain itu dana tersebut untuk mendanai upaya-upaya
pencegahan pengalihan status zona pada kawasan konservasi.
254
Tipe Biaya Deskripsi Keterangan
Biaya Konservasi Biaya yang dikenakan Biaya yang
(Conservation Fee) untuk dipungut dari
pengunjung/swasta aktifitas pariwisata
yang beroperasi di antara lain toko
Kawasan Konservasi souvenir,
pengunjung yang
membawa kamera
Biaya Penggunaan Biaya dikenakan oleh Biaya untuk
Fasilitas Umum pengunjung yang menggunakan
menggunakan fasilitas tempat parkir,
umum di dalam tempat
Kawasan Konservasi perkemahan,
visitor centre, kapal
boat, shelter
Biaya Royalti dan Uang dari penjualan Uang hasil
Pendapatan produk penjualan
penjualan souvenir, peralatan
dan perlengkapan
rekreasi
Biaya Lisensi dan Instrumen yang Izin untuk operator
Surat Izin diperlukan untuk perjalanan maupun
perusahaan- pemandu wisata
perusahaan swasta
(atau
individu) untuk
melakukan kegiatan di
TNP Laut Sawu
255
APBD, Donor, Dana APBN, Donor
Perbantuan, dan Dana Luar Luar Negeri
Negeri
Ijin (penangkapan
dan budidaya)
Dana retribusi Fungsi Pengelolaan
Pariwisata
Ganti rugi
256
Gambar 32. Skenario investasi pengelolaan TNP Laut Sawu dengan
standar biaya minimal dan biaya tinggi (TNC, 2009)
257
Sumber-sumber pendanaan di atas dapat digunaan untuk
membiaya implementasi program pengelolaan TNP Laut Sawu yang
secara umum meliputi:
1) Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan;
2) Pengembangan Konservasi;
3) Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi;
4) Pengembangan Pariwisata;
5) Pengembangan Ekonomi Masyarakat secara Berkelanjutan;
6) Pengembangan Pengawasan dan Monitoring Kawasan; dan
7) Pengembangan Penyadartahuan Masyarakat, Informasi dan
Komunikasi.
258
BLU-TNP Laut Sawu Dewan
Kepala/Pemimpin Konservasi
PNS-PPA/ Non PNS
Bendahara Sekretaris
PNS-PPA/ Non PNS PNS-PPA/ Non PNS
259
2. Penguatan pengelolaan sumber daya kawasan; dan
3. Penguatan sosial ekonomi dan budaya.
Strategi dan Program pengelolaan jangka panjang TNP Laut Sawu
sebagaimana terdapat pada Tabel 41.
Tabel 41. Strategi dan Program pengelolaan jangka panjang TNP Laut
Sawu
No Strategi Program
1 Penguatan 1. Peningkatan kapasitas kelembagaan
Kelembagaan pengelola TNP laut Sawu
2. Perencanaan dan pengendalian
pengelolaan
3. Pengembangan kelembagaan mandiri
berbentuk Badan Layanan Umum
4. Pengembangan sistem pengelolaan
kolaborasi;
5. Pengembangan kerjasama kemitraan
pengelolaan TNP Laut Sawu;
6. Pengembangan sistem pendanaan
berkelanjutan TNP Laut Sawu;
7. Penyelenggaraan urusan tata usaha
dan rumah tangga perkantoran;
8. Pengembangan peraturan yang
mendukung pengelolaan TNP Laut
Sawu.
9. Pengembangan jejaring kawasan
konservasi perairan
10. Pengembangan Bank Data TNP Laut
Sawu
11. Monitoring dan evaluasi
2 Penguatan 1. Penetapan kawasan TNP Laut;
pengelolaan 2. Penataan kawasan TNP Laut Sawu
sumber daya 3. Pengelolaan perikanan tangkap dan
kawasan budidaya laut;
4. Pengelolaan keanekaragaman hayati
dan ekosistem TNP Laut Sawu
5. Perlindungan, pengawasan dan
pengamanan kawasan
6. Pengembangan industri kelautan
yang lestari
7. Pengembangan pemanfaatan jasa
lingkungan dan wisata alam
8. Pengembangan Sistem Pemantauan
dan penanggulangan bencana alam
secara kolaboratif dengan
stakeholder terkait
9. Pengembangan Pengelolaan habitat
perairan dalam
10. Pengembangan Pengelolaan
260
No Strategi Program
menghadapi perubahan iklim
11. Pengelolaan populasi setasea
12. Penelitian, pengembangan dan
penerapan ilmu dan teknologi
kelautan
13. Pengelolaan pelayaran
14. Monitoring dan evaluasi
3 Penguatan sosial 1. Peningkatan kesadaran masyarakat
ekonomi dan dan pendidikan lingkungan;
budaya 2. Pengembangan mekanisme
penyebarluasan informasi dan
komunikasi TNP Laut Sawu
3. Pengembangan partisipasi
masyarakat;
4. Pemberdayaan masyarakat pesisir
5. Pengembangan mata pencaharian
yang berkelanjutan
6. Pelestarian adat dan budaya
masyarakat pesisir
7. Monitoring dan evaluasi
1. Penguatan Kelembagaan
1.1. Peningkatan kapasitas kelembagaan pengelola TNP Laut Sawu
261
Peningkatan kapasitas kelembagaan TNP Laut Sawu dilaksanakan
dalam rangka membangun kelembagaan pengelolaan yang mantap
yang didukung dengan sumberdaya manusia yang berkualitas
berdasarkan kualifikasi dan kompetensi yang sesuai dengan
kebutuhan pengelolaan. Hal ini diwujudkan dalam bentuk kegiatan:
a) penyusunan rencana formasi SDM;
b) peningkatan kemampuan dan profesionalisme SDM pengelola
TNP Laut Sawu melalui pendidikan dan latihan, penyegaran,
magang dan studi banding untuk mendukung pengelolaan yang
efektif.
1.2. Perencanaan dan pengendalian pengelolaan
262
Dalam rangka peningkatan kapasitas kelembagaan BKKPN, ada 3
(tiga) tataran pokok yang menjadi fokus diantaranya yaitu sistem
(kerangka aturan dan kebijakan pendukung), lembaga (tata cara,
sumberdaya, struktur organisasi, pengambilan keputusan budaya
kerja), dan individu (pengetahuan, keterampilan, kompetensi dan
etos kerja). Oleh karena kewenangan pengelolaan Kawasan
Konservasi Perairan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota merupakan kewenangan pemerintah pusat
yang berupa penetapan kebijakan, norma, standar dan kriteria
pengelolaan sumberdaya kelautan wilayah nasional dan ZEE. Disisi
lain, pemerintah daerah Provinsi NTT dengan kewenangan
pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan di
wilayah laut kewenangan provinsi dan pemerintah daerah
kabupaten/kota didalam kawasan memiliki kewenangan dalam hal
pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan di
wilayah laut kewenangan kabupaten/kota. Dalam kaitan dengan
kewenangan pengelolaan tersebut, pendanaan pengelolaan
Kawasan Konservasi Perairan untuk tahap awal pengelolaan dapat
dianggarkan oleh Pemerintah Pusat melalui APBN, pemerintah
daerah provinsi melalui APBD Provinsi dan pemerintah daerah
kabupaten/kota melalui APBD kabupaten/kota.
Untuk menjamin kelangsungan dan kemandirian pengelolaan TNP
Laut Sawu maka upaya pengembangan kelembagaan mandiri
berbentuk Badan Layanan Umum (BLU) diharapkan dapat menjadi
pola pengelolaan keuangan lembaga pengelola TNP Laut Sawu. BLU
dapat ditentukan oleh Menteri/Gubernur, dengan lingkup kerjanya
meliputi 10 kabupaten. Secara substantif hal ini terkait dengan
pengadaan barang dan secara teknis berprinsip pada Kinerja
Layanan Layak Kelola. Untuk itu dalam 3 tahun kedepan
direncanakan lembaga pengelola TNP Laut Sawu dapat menjadi
BLU dengan beberapa persyaratan antara lain membuat pernyataan
kesanggupan meningkatkan kinerja, memiliki pola tata kelola yang
jelas, memiliki Renstra Bisnis Anggaran, memiliki Standar
Pelayanan Minimal, mampu Laporan Keuangan Pokok (proposal
laporan keuangan) dan membuat laporan audit.
1.4. Pengembangan sistem pengelolaan kolaborasi
263
b. penguatan forum konsultasi para pihak dengan memfasilitasi
pelatihan/kursus, memfasilitasi pertemuan rutin di tingkat,
kecamatan 3 bulan sekali, kabupaten 6 bulan sekali dan
provinsi setahun sekali;
c. formulasi dan penerapan mekanisme keluhan (Grievance
mechanism) dengan merancang mekanisme dan
impelementasinya.
1.5. Pengembangan kerjasama kemitraan pengelolaan TNP Laut Sawu;
264
yang memadai dalam pelaksanaannya. Sehingga didapatkan
Rencana Pembiayaan dan Pendanaan berkelanjutan bagi TNP Laut
Sawu. Model pembiayaan dan keuangan untuk pengelolaan TNP
Laut Sawu didasarkan prinsip-prinsip perancangan pengelolaan
antara lain prosentase pada kawasan yang dilindungi secara ketat,
prosentase pada kawasan multi guna serta sistem perijinan bagi
nelayan kecil, menengah dan besar. Berdasarkan hal tersebut
maka kerangka pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam,
dalam kaitannya dengan struktur pengelolaan, termasuk sumber
pengeluaran utama dan potensi kebutuhan/kekurangan dana
untuk implementasi pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam,
alternatif potensi sumber dana untuk menutup biaya pengelolaan.
Pilihan model operasional, yakni strategi investasi rendah dan
tinggi. Dalam skenario ini perbedaan tingkat investasi meliputi
berbagai kebijakan dan upaya pengelolaan yang berbeda
kebutuhan pendanaan. Skenario investasi tingkat rendah
mencerminkan upaya pengelolaan yang minimal lebih
memfokuskan pada aktivitas utama yakni pada pengawasan
daerah perlindungan melalui sistem zonasi.
Sedangkan skenario investasi tinggi meliputi semua biaya utama
pada cakupan kegiatan dan usaha yang besar termasuk juga biaya
untuk wilayah yang dilindungi seperti pemantauan biologi,
pengembangan masyarakat dan manajemen kolaborasi. Dengan
memperhatikan pada hubungan tanggung-jawab dan institusi
pengelolaan yang ada. Untuk tujuan studi, area pengelolaan atau
"area-of-interest" juga menjadi bahan pertimbangan. Secara
keilmuan, disampaikan area pengelolaan berupa "daerah lindung"
(no take zone) seluas 30% dari kawasan pesisir dari pantai sampai
kedalaman 200 meter merupakan scenario investasi rendah,
sedangkan daerah perlindungan dengan jarak hingga 5 mil laut
sebagai skenario investasi tinggi. Inventarisasi dan analisa sumber-
sumber pembiayaan yang memungkinkan untuk pengelolaan TNP
Laut Sawu yakni alokasi pemerintah, donor dan bantuan,
perikanan dan pariwisata. Terkait dengan tujuan pengelolaan TNP
Laut Sawu semua pihak perlu untuk merumuskan mekanisme
pendanaannya, pemanfaatan dan penggunaannya serta aturan
perundang-undangan untuk setiap sumber pembiayaan. Khusus
dalam bidang pariwisata, sumber pendapatan tidak hanya berasal
dari atraksi dan daerah tujuan wisata, tapi juga dapat diperoleh
dari unsur pendukung lainnya seperti fasilitas wisata, transportasi,
penginapan, penanganan didarat dan lain-lain. Penerapan inisiatif
baru, terutama pembagian pendapatan sektor perikanan dengan
setiap pemerintah daerah yang berada di dalam TNP Laut Sawu
merupakan proses yang butuh perhatian utama. Dalam upaya
menjamin pendanaan yang berkelanjutan, maka secara operasional
perencanaan program dan pendanaan pengelolaan TNP
disesuaikan dengan siklus perencanaan program dan pendanaan
tahunan pemerintah, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi.
Sinkronisasi program kerja juga sangat diperlukan dengan
pemerintah pusat (KKP). Pengelolaan keuangan harus bersifat
dinamis dan harus berlangsung untuk jangka waktu yang tidak
terbatas, oleh karena itu akan diperlukan dana yang
berkesinambungan dalam pengelolaannya.
265
1.7. Penyelenggaraan urusan tata usaha dan rumah tangga perkantoran
Penyelenggaraan urusan tata usaha dan rumah tangga perkantoran
ditujukan guna mendukung kelancaran pelaksanaan tugas-tugas
ketatausahaan dan rumah tangga perkantoran sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dari pengelolaan TNP Laut Sawu secara
keseluruhan dalam bentuk kegiatan pengelolaan gaji, honorarium
dan tunjangan penyelenggaraan operasional perkantoran,
perawatan sarana dan prasarana, serta penyelenggaraan tata usaha
perkantoran, kearsipan, perpustakaan dan dokumentasi
(pencetakan/penerbitan/penggandaan/laminasi/dokumentasi).
Fasilitas dan perlengkapan dalam rangka mendukung pengelola
Laut Sawu terdiri dari:
a. fasilitas domisili
b. fasilitas penunjang:
1) penunjang kebutuhan dasar perkantoran
2) penunjang kinerja kelembagaan
3) penunjang aksesibilitas kegiatan
c. perlengkapan:
1) perangkat lunak
2) perangkat keras
Indikasi program utama merupakan petunjuk yang memuat usulan
program utama, perkiraan pendanaan beserta sumbernya, instansi
pelaksana, dan waktu pelaksanaan dalam rangka mewujudkan
pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang.
Indikasi program utama merupakan acuan utama dalam
penyusunan program Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNP
Laut Sawu yang merupakan kunci dalam pencapaian tujuan
pengelolaan TNP Laut Sawu, serta acuan sektor dalam menyusun
rencana strategis beserta besaran investasi. Indikasi program
utama lima tahunan disusun untuk jangka waktu rencana 20 (dua
puluh) tahun.
Pengembangan peraturan yang mendukung pengelolaan TNP Laut
1.8.
Sawu
Pengembangan peraturan yang mendukung pengelolaan TNP
Laut Sawu dimaksudkan sebagai bentuk pengintegrasian peraturan
perundangan bidang konservasi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya ke dalam rancangan peraturan daerah sehingga arah
pengembangan dan pembangunan di Provinsi NTT selalu sejalan
dengan tujuan pengelolaan TNP Laut Sawu yaitu dengan
mendorong penyusunan rancangan Peraturan Daerah yang
mendukung pengelolaan TNP seperti rancangan Peraturan Daerah
pengelolaan kolaboratif TNP Laut Sawu, pengaturan alat tangkap,
tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten, dan pemberlakuan
karcis masuk dan tarif atas kegiatan wisata dalam kawasan, dan
lain-lain.
266
merupakan keterkaitan yang mempresentasikan daya lenting
spesies dan habitatnya untuk mencapai keseimbangan ekosistem
melalui pengelolaan bersama. Jejaring tersebut mempunyai
peranan yang penting dalam mempertahankan keanekaragaman
hayati di kawasan tersebut. Jejaring di sekitar TNP Laut Sawu
akan:
a. menggambarkan, menjaga dan memelihara keanekaragaman
hayati;
b. memberikan model pemanfaatan kawasan konsersasi perairan
yang mendukung ekosistem setempat;
c. menjaga atau melindungi tempat biota laut yang dilindungi dari
berbagai ancaman;
d. menjaga keberadaan potensi sumberdaya perikanan laut, serta
memperluas dan meningkatkan ketahanan kawasan konsersasi
perairan.
Keterkaitan (connectivity) merupakan kata kunci pengembangan
jejaring kawasan konservasi perairan. Adanya keterkaitan
bioekologis merupakan pertimbangan dasar untuk mengelola
beberapa kawasan konsersasi perairan dalam satu sistem
pengelolaan bersama untuk mewujudkan kawasan konsersasi
perairan yang tahan (resilient) terhadap ancaman dan dapat
berfungsi efektif untuk mendukung perikanan berkelanjutan.
Pengelola TNP laut Sawu melaksanakan kerja sama antar unit
organisasi pengelola di eko-region sunda kecil.
1.10. Pengembangan Bank Data TNP Laut Sawu
Pengembangan Bank Data TNP Laut Sawu yang dihimpun dari
berbagai kegiatan penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu
dan teknologi kelautan. Didalamnya memiliki elemen berupa data
yang menyediakan informasi, prosedur pemanfaatan data yang
membantu pengguna mengoperasikan, dan membuat serta
menyelesaikan data tersebut. Pengembangan data termasuk juga
basis data untuk sistem informasi geografis dan sistem informasi
kelautan dengan menyesuaikan kepada kelompok referensi yang
sesuai.
1.11. Monitoring dan evaluasi
Monitoring, atau yang selanjutnya disebut pemantauan, dan
evaluasi dilakukan dengan mengamati dan memeriksa kesesuaian
antara penyelenggaraan pengelolaan Laut Sawu dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Apabila hasil pemantauan dan
evaluasi terbukti terjadi penyimpangan administratif dalam
penyelenggaraan pengelolaan Laut Sawu, Menteri, Gubernur, dan
Bupati/Walikota mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan
kewenangannya.
Pemantauan adalah melihat kesesuaian pelaksanaan perencanaan
dengan arah, tujuan, dan ruang lingkup yang menjadi pedoman
dalam rangka menyusun perencanaan berikutnya.
2. Penguatan Pengelolaan Sumber Daya Kawasan
2.1. Penetapan kawasan TNP Laut Sawu
267
Konservasi Perairan, setelah dicadangkan maka harus memenuhi
beberapa hal. TNP Laut Sawu merupakan kawasan konservasi
perairan yang mempunyai ekosistem asli yang dimanfaatkan untuk
tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan yang
menunjang perikanan berkelanjutan, wisata perairan dan rekreasi.
Penetapan TNP Laut Sawu sebagai Kawasan Konservasi Peraian
akan dilakukan setelah tersedianya informasi dan data yang cukup
meliputi lokasi dan luas kawasan konservasi perairan dengan
batas-batas koordinat yang jelas, satuan unit organisasi di tingkat
pemerintah untuk melakukan pengelolaan, evaluasi oleh pejabat
yang ditunjuk terhadap beberapa aspek. Setelah seluruh unsur
pendukung terpenuhi selanjutnya Menteri dapat mengeluarkan
aturan penetapan untuk selanjutnya mengumumkan dan
mensosialisasikan kepada masyarakat dan menunjuk panitia
penataan batas kawasan yang terdiri dari unsur-unsur pemerintah
dan pemerintah daerah
2.2. Penataan Kawasan TNP Laut Sawu
Penataan kawasan TNP Laut Sawu dilaksanakan dalam rangka
efektifitas pengelolaan yang bertujuan untuk memperoleh kepastian
hukum yang jelas dengan pembagian ruang-ruang pengelolaan
berdasarkan fungsi peruntukan yang diwujudkan ke dalam bentuk
kegiatan evaluasi fungsi kawasan, rekonstruksi batas luar kawasan
dan penataan zonasi TNP Laut Sawu.
Upaya membangun Pengelolaan TNP haruslah didasarkan atas
aturan-aturan tertulis serta prinsip-prinsip yang dapat menjamin
keberlangsungan keberadaan Lembaga Pengelola TNP secara jangka
panjang, yang diterima oleh para pemangku kepentingan. Adapun
prinsip-prinsip yang perlu dikembangkan dalam kelembagaan
pengelolaan TNP adalah: sikap keterbukaan, Berbasis kepada
kebutuhan para pemangku kepentingan, Jenjang pengawasan yang
efektif dengan struktur yang efisien, dapat dipertanggungjawabkan,
kejelasan wilayah kewenangan pengelolaan. berikut peran dan
tanggung jawab berdasar protokol yang menunjang, Adanya
kelengkapan protokol yang mengatur sistem TNP, mengakomodasi
dan memfasilitasi norma dan lembaga setempat, dikelola secara
profesional dan legal, menerapkan prinsip dan norma hukum dalam
rangka pengelolaan.
Usaha-usaha penataan kawasan guna mendukung system
penyangga kehidupan di TNP Laut Sawu, dengan memperhatikan
kegiatan yang ada saat ini, maka pembinaan daya dukung
sumberdaya yang tidak bisa ditinggalkan, adalah: 1) perlindungan
sumberdaya alam dari eksploitasi yang tidak terkendali terutama di
zona inti, zona pemanfaatan pariwisata alam, zona perikanan
perikanan berkelanjutan dan zona lainnya serta pengelolaan dan
perlindungan keanekaragaman keanekaragaman hayati dari
ancaman kepunahan; 2) rehabilitasi ekosistem dan habitat yang
rusak, di pesisir (terumbu karang, mangrove, padang lamun, dan
estuaria) 3) pengembangan teknologi berwawasan lingkungan,
termasuk tradisional pengelolaan sumberdaya alam, pengelolaan
limbah dan teknologi yang ramah lingkungan; 4) pengembangan
pola pemanfaatan sumberdaya yang berbasiskan masyarakat
2.3 Pengelolaan Perikanan Tangkap dan Budidaya Laut
268
Perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi penting bagi
masyarakat di wilayah pesisir TNP Laut Sawu, khususnya
masyarakat nelayan dan pembudidaya. dengan melihat potensi
yang ada, maka sektor perikanan dan kelautan menjanjikan
prospek yang cukup baik bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat melalui perolehan pendapatan asli daerah dari kegiatan
pemanfaatan sumberdaya perikanan. Secara umum dapat dilihat
hingga saat ini hasil produksi untuk sektor perikanan masih
bergantung pada jenis perikanan laut dan kegiatan budidaya
perikanan. Untuk dapat meningkatkan perekonomian masyarakat
maka usaha-usaha budidaya ini perlu untuk terus dikembangkan
di samping tetap menjaga kelestarian sumberdaya alam hayati
tersebut dari kepunahan.
Strategi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dan budidaya
laut dalam rencana jangka panjang TNP Laut Sawu sebagai berikut:
a. mendorong pembuatan aturan/ batasan alat tangkap, ukuran
ikan yang ditangkap, daerah perikanan dan musim tangkapan
untuk mencapai perikanan yang berkelanjutan berdasarkan
hasil dari taksiran data statistik perikanan, analisis ancaman
kritis dan perencanaan para pemangku kepentingan yang
terlibat.
b. memastikan informasi dan status terkini ancaman kritis, hasil
tangkapan perikanan, potensi sumberdaya daya kelautan dan
perikanan tercatat dan teranalisis dengan baik.
c. mendorong pembuatan sistem perijinan kolaboratif yang
didukung oleh peraturan perundang-undangan bagi kapal-kapal
perikanan yang beroperasi di dalam kawasan TNP Laut Sawu
sesuai dengan zonasi yang telah ada.
d. sistem perijinan yang mendukung pengelolaan perikanan yang
berkelanjutan bidang perikanan tangkap dan budidaya
e. mencegah dan merintangi praktek perikanan yg menyalahi
hukum, tidak dilaporkan dan tidak diatur (IUU fishing) di dalam
TNP Laut Sawu.
f. pembinaan sarana dan prasarana perikanan budidaya melalui
penyusunan rencana, inventarisasi, identifikasi, analisis
kebutuhan dan pemanfaatan sarana-prasarana perikanan
budidaya serta bimbingan, pemanfaatan sarana prasarana serta
verifikasi dan pengujian lapangan
g. melakukan kegiatan pengembangan dan teknologi
perikanan budidaya melalui penyusunan rencana, inventarisasi,
identifikasi, kajian kebutuhan teknologi dalam rangka
optimalisasi perikanan budidaya,
269
dan memiliki banyak permintaan dari pasar internasional. Jumlah
permintaan tidak dapat dipenuhi semua dari hasil penangkapan
ikan tuna di Indonesia. Peningkatan permintaan ini terutama
disebabkan oleh adanya peningkatan masyarakat mengkonsumsi
ikan sejak dasawarsa terakhir ini. Tingginya permintaan ikan tuna
dengan harga yang relatif lebih mahal daripada jenis ikan-ikan lain,
menyebabkan armada penangkapan ikan tuna semakin banyak di
Indonesia. Teknologi penangkapan ikan tuna juga semakin maju.
Kondisi menyebabkan masalah terhadap sumber perikanan tuna
dunia, termasuk di perairan laut Indonesia. Umumnya peraian
Indonesia yang menjadi fishing ground ikan tuna, telah mengalami
tangkap jenuh (fully exploited), bahkan sudah mengalami tangkap
lebih (overfishing).
Tekanan eksploitasi penangkapan yang dapat menyebabkan
overfishing dan cara menangkap destructive menjadi permasalahan
utama dalam pengelolaan perikanan karang. Kerusakan ekosistem
terumbu karang akan menyebabkan sumberdaya ikan karang
berkurang sehingga perekonomian nelayan dari hasil penangkapan
ikan karang juga akan terganggu. Permasalahan ini harus
diantisipasi melalui pengelolaan perikanan karang berbasis
ekosistem, metode penangkapan sampai pada pola perdagangan
yang harus memperhatikan sumber ikan yang bebas cara tangkap
merusak.
Pengelolaan perikanan karang berbasis ekosistem dan kebijakan
perdagangan yang memperhatikan aspek lingkungan memiliki
ruang lingkup manajemen yang komprehensif. Hal ini menyangkut
pengelolaan kawasan secara menyeluruh. Pengelolaan ini dapat
diterapkan secara efektif pada suatu kawasan konservasi.
Pencadangan Laut Sawu sebagai TNP dapat menjadi momentum
dalam pengelolaan perikanan karang sesuai prinsip-prinsip
ekosistem dengan tetap memperhatikan aspek ekonomi dalam
perdagangannya.
Peningkatan kapasitas tangkap nelayan dengan alat tangkap
selektif dan memperhatikan kondisi sumberdaya ikan, peningkatan
prasarana perikanan, seleksi zonasi TNP berdasarkan spawning,
nursery dan fishing ground, pengawasan illegal fishing, penegakan
peraturan dan perizinan perikanan dan studi lanjutan sumberdaya
perikanan dan baseline data perikanan merupakan hal penting
dalam menjamin pengelolaan sumberdaya perikanan di TNP Laut
Sawu.
Pengelola TNP Laut Sawu bersama para pemangku kepentingan
lainnya harus mampu merencanakan operasional, mengendalikan
dan mengevaluasi kegiatan perikanan tangkap, pengawasan dan
pengendalian sumber daya kelautan dan perikanan, melalui
pengembangan sarana prasarana, pengembangan teknologi serta
pengawasan dan pengendalian sumber daya kelautan dan
perikanan, berdasarkan ketentuan dan prosedur yang berlaku
untuk pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan secara
optimal dan berkelanjutan.
2.4 Pengelolaan keanekaragaman hayati dan ekosistem TNP Laut Sawu
Pengelolaan keanekaragaman hayati dan ekosistem TNP Laut Sawu
bertujuan untuk melestarikan sumberdaya laut dan ekosistemnya
sesuai tujuan penunjukan dan penetapan TNP Laut Sawu untuk
270
dapat memenuhi fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan dan keanekaragaman jenis serta ekosistemnya serta
pemanfaatan secara lestari sumberdaya kelautan dan perikanan
dan ekosistemnya secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan bagi
penelitian ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
budaya, wisata alam dan peran serta masyarakat.
Hal ini akan diwujudkan ke dalam bentuk kegiatan survey dan
monitoring sumberdaya alam (ekologi kawasan, karang, mangrove,
setasea, penyu, daerah pemijahan ikan, habitat burung pantai, pola
pemanfaatan sumberdaya alam dan potensi wisata alam) dan
pengelolaan ekosistem, habitat, dan populasi (pemulihan ekosistem
mangrove, restoking jenis ikan melalui kegiatan rehabilitasi,
restorasi dan pengembangan budidaya laut dan penangkaran
satwa.
Eksplorasi survei-survei dan monitoring haruslah berjalan secara
rutin, instensif dan berkelanjutan, kegiatan survei dan eksplorasi
diperlukan untuk mencari potensi-potensi sumberdaya kelautan
dan perikanan baru yang mungkin menjadi kunci dalam pelestarian
kawasan.
Monitoring yang berkelanjutan akan menjamin keterbaharuan data,
sehingga analisis mengenai status dan kondisi sumberdaya
kelautan dan perikanan menjadi lebih representatif. Survei dan
monitoring yang dilakukan bukan hanya terhadap sumberdaya
kelautan dan perikanan tetapi juga interaksi dan dampak
pemanfaatannya.
2.5 Perlindungan, Pengawasan dan Pengamanan Kawasan
Kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan TNP Laut Sawu
difokuskan pada pencegahan dan pemberantasan kejahatan
pencurian atau pengambilan hasil laut tanpa izin (illegal fishing)
seperti penggunaan bahan peledak/bahan kimia (potasium cyanida)
dalam penangkapan ikan yang dapat menimbulkan kerusakan
ekosistem yang lebih luas baik dari segi ekonomi, ekologi, dan
sosial budaya.
Beberapa faktor penyebab utama terjadinya illegal fishing sebagai
berikut:
a. bahan peledak/bahan kimia masih dianggap sebagai
alat/bahan yang dapat mendatangkan keuntungan besar
dengan mudah dan cepat;
b. adanya jaringan penadah hasil tangkapan illegal fishing;
c. adanya jaringan pemasok bahan baku peledak (amonium nitrat)
dan kimia (potassium cyanida);
d. lemahnya penegakan hukum;
e. tingginya permintaan ikan hidup di luar negeri;
f. kondisi sosial ekonomi masyarakat di dalam kawasan; dan
g. SDM, sarana prasarana dan dana operasional perlindungan
yang belum memadai.
Kerugian yang sangat besar dari segi ekologi dimana ratusan jenis
tumbuhan, karang dan satwa di dalamnya terancam kelangsungan
hidupnya dan untuk memulihkan diri kembali membutuhkan
waktu yang lama. Kepunahan satu unsur akan mempengaruhi
kondisi ekosistem karena fungsinya tidak bisa digantikan oleh
unsur yang lain. Kerugian yang nyata dan dapat langsung dilihat
271
adalah rusak/matinya rumput laut akibat penggunaan bahan
kimia (potasium cyanida).
Oleh karena itu berbagai langkah/upaya untuk mengurangi,
mencegah dan memberantas kegiatan yang bersifat merusak serta
peredaran tumbuhan dan satwa yang dilindungi perlu terus
dilakukan secara fungsional maupun gabungan (kolaborasi)
bersama dengan pemerintah daerah di sekitar kawasan TNP Laut
Sawu, LSM serta berbagai elemen masyarakat. Kegiatan
perlindungan dan pengamanan kawasan TNP Laut Sawu akan
diwujudkan melalui kegiatan:
a. pengamanan kawasan baik yang bersifat fungsional maupun
gabungan dalam bentuk patroli rutin/reguler dan patroli
mendadak;
b. peningkatan kapasitas petugas pengawasan dan kelembagaan
perlindungan dalam bentuk pendidikan dan pelatihan,
penyegaran, studi banding dan magang bagi pengawas
perikanan dan PPNS;
c. proses penyelesaian hukum atas perkara/kasus pelanggaran
yang terjadi di dalam kawasan TNP Laut Sawu.
272
dan terbarukan, air murni dan sejenis.
2.7 Pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam
Daya tarik wisata kawasan TNP Laut Sawu dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu daya tarik wisata berbasis alam, wisata berbasis
budaya dan kehidupan masyarakat, serta daya tarik wisata
berbasis wisata buatan. Beberapa dari kawasan tersebut telah
berkembang dan dikelola secara professional serta pangsa pasarnya
dari wisatawan mancanegara. Panorama bawah laut dengan
berbagai jenis ikan dan terumbu karang yang sangat indah
merupakan produk utama yang terdapat di kawasan ini. Jadi
pengembangan obyek wisata yang akan dilakukan adalah: wisata
menyelam, keragaman biota laut yang tinggi, migrasi mamalia laut
(whale watching dan dolphin watching), berselancar, memancing
wisata dan tempat peneluran penyu.
Kawasan TNP Laut Sawu mempunyai potensi dan daya tarik wisata
yang sangat tinggi, antara lain:
1. kawasan TNP Laut Sawu merupakan koridor migrasi lebih dari
18 spesies mamalia laut (paus, lumba-lumba dan dugong),
dengan didukung bentang laut dengan transisi kedalaman dari
perairan dangkal ke perairan dalam hanya beberapa ratus
meter saja dari pantai sehingga sangat berpotensi untuk
dijadikan wisata melihat paus.
2. diving dan snorkeling di Rote Ndao, Sabu Raijua, Kupang,
Sumba dan beberapa tempat lainnya
3. berselancar (surfing), berlayar (sailing), dan kite surfing di
Nembrala dan Boa Kabupaten Rote Ndao.
4. wisata pantai, mengingat semua kabupaten yang termasuk
kawasan TNP mempunyai pantai yang sangat indah untuk
dijadikan obyek wisata pantai.
5. wisata mangrove di Sumba Timur dan Rote.
6. wisata kayak, di beberapa tempat di Rote Ndao terutama di
Mulut Seribu dengan pemandangan bukit-bukit karst yang
sangat indah.
273
Peningkatan wisata memerlukan perencanaan dan pengelolaan
cermat, termasuk peraturan yang jelas, untuk menjamin
terwujudnya pariwisata yang berkelanjutan, serta melindungi
kelestarian sumberdaya alam yang merupakan fondasi dari
kegiatan wisata itu sendiri. Strategi dalam pengelolaan pariwisata
dalam rencana pengelolaan jangka panjang TNP Laut Sawu adalah
mendorong pembangunan pariwisata bahari yang ramah
lingkungan dan berkelanjutan untuk memastikan pelayanan jasa
lingkungan yang memberi manfaat secara ekologi, ekonomi dan
sosial terhadap masyarakat lokal.
2.8 Pengembangan sistem pemantauan dan penanggulangan bencana
alam secara kolaboratif dengan stakeholder terkait
274
Hal penting untuk mengatasi dampak perubahan iklim perlu
dipersiapkan sejak dini, yakni dibutuhkan kesadaran bersama
bahwa ancaman yang timbul harus disikapi secara proaktif dengan
mengembangkan dan menerapkan strategi adaptasi dan
membangun fleksibilitas yang cukup dalam sistem manajemen
untuk memungkinkan respon yang adaptif.
TNP Laut Sawu sebagai bagian dari Ekoregion Sunda Kecil, adalah
daerah di Indonesia dimana upaya untuk mendapatkan informasi
terkait dengan setasea telah lama dilakukan baik terhadap untuk
setasea dan habitat asosiasi mereka "di perairan laut dan sekitar
pesisir". Laut Sawu merupakan habitat koridor kritis secara
regional penting, bagi paus biru dan paus sperma, yang juga
menggunakan Laut Sawu sebagai tempat untuk mencari makan
(feeding ground) dan melahirkan keturunan mereka. Paus biru
dapat digunakan sebagai "flagship spesies atau simbolis" untuk
TNP Laut Sawu. Wisata mamalia laut dan ekowisata di TNP Laut
Sawu memiliki potensi yang tinggi. Paus dari Laut Sawu dapat
mempromosikan pembangunan pariwisata berbasis alam tersebut
untuk kepentingan masyarakat lokal. Beberapa lokasi di Laut Sawu
masih kekurangan informasi sehingga harus segera dilengkapi
dengan data melalui survei dan penelitian di kedua habitat pesisir
dan laut dan spesies. Upaya ini harus dikaitkan oleh pengelola TNP
Laut Sawu melalui pembangunan kapasitas pada semua aspek
pengelolaan kolaborasi tingkat lokal.
275
multi-aspek di TNP Laut Sawu melalui Sistem Zonasi yang jelas.
2.12 Penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi
. kelautan
TNP Laut Sawu dengan potensi alur pelayaran yang strategis dan
sangat berkepentingan terhadap pembangunan di sektor pelayaran
baik dalam arus perdagangan dan wisata. Sehubungan dengan itu
perhatian terhadap pelayaran dapat dilakukan dengan membangun
prasarana dan sarana perhubungan dengan kapasitas dan kualitas
pelayanan memadai serta sebagai wilayah yang relatif dekat dengan
wilayah perbatasan maka terjangkaunya pelayanan perhubungan
ke seluruh wilayah perbatasan dapat dijadikan sebagai prioritas
dalam pembangunannya. Laut Sawu merupakan jalur pelayaran
276
lokal dan internasional dengan lalu lintas yang padat. Pengelolaan
melalui peraturan yang mengatur tentang hal ini seperti penutupan
musiman daerah tertentu untuk kapal barang, peraturan ketat
pada kecepatan, aturan dilarang membuang sampah di laut dan
keamanan kapal (untuk menghindari tenggelam atau rusaknya
kapal di daerah ini) perlu disusun agar hal ini bisa dikelola dengan
baik. Pengelolaan terhadap keamanan dan kenyamanan pelayaran
dengan titik berat pada aspek-aspek: pengembangan titik asal dan
tujuan pelayaran, pengembangan jalur-jalur pelayaran dan
Pengembangan armada pelayaran.
2.14
Monitoring dan evaluasi
.
277
a. pentingnya konservasi sumberdaya alam dan lingkungan
b. tujuan pembentukan TNP Laut Sawu dan aspek konservasi
lingkungan dan keterkaitannya dengan kondisi sosekbud
masyarakat lokal
c. sistem dan klasifikasi zonasi kawasan serta kaitannya terhadap
pola mata pencaharian masyarakat
d. berbagai bentuk upaya perikanan tangkap yang bersifat
merusak dan dampaknya terhadap keberlanjutan eksosistem
sumberdaya serta taraf hidup/kesejahteraan masyarakat lokal.
Perlu juga disampaikan perikanan tangkap yang ramah
lingkungan berdasarkan hasil riset dan dampak positifhya
terhadap usaha mata pencaharian masyarakat
e. berbagai bentuk perikanan budidaya yang "destructive" dan
ramah lingkungan berdasarkan hasil riset di beberapa wilayah
di Indonesia ataupun di negara lain
f. pengembangan program mata pencaharian alternatif di TNP
Laut Sawu
278
3.3. Pengembangan Partisipasi Masyarakat
Pengembangan partisipasi masyarakat dimaksudkan untuk
mendorong peran aktif masyarakat semakin meningkat di lapangan,
sehingga pengelolaan TNP Laut Sawu menjadi lebih efektif dan
efisien serta dapat dukungan penuh dari masyarakat serta semua
pihak. Hal ini diwujudkan melalui kegiatan perlindungan
sumberdaya laut, pengawasan berbasis masyarakat, perbaikan
kualitas lingkungan, rehabilitasi (bersih pantai, penanaman pohon
bakau), pengamanan preventif masyarakat, penguatan aturan di
tingkat desa, dan akses terhadap kebijakan dan informasi
pengembangan TNP Laut Sawu.
3.4. Pemberdayaan masyarakat pesisir
Pemberdayaan masyarakat dimaksudkan untuk mendorong
peningkatan pendayagunaan potensi yang terdapat di masyarakat,
untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar
kawasan serta dukungannya terhadap kawasan dalam pelestarian
sumberdaya kelautan dan perikanan melalui kegiatan-kegiatan :
penguatan kapasitas masyarakat dan kelompok pengguna
sumberdaya laut, dan pengembangan usaha ekonomi masyarakat
pengguna sumberdaya kelautan dan perikanan di dalam TNP Laut
Sawu.
Pemberian akses pemanfaatan sumberdaya ikan dan ekosistemnya
kepada masyarakat lokal dan tradisional dengan memperhatikan
aspek spesifik lokasi, adaptif, kebersamaan dan kemitraan,
keterpaduan, keberlanjutan, dan kelestarian serta dalam
pelaksanaannya tidak mengubah status dan fungsi kawasan, tidak
memberikan hak kepemilikan atas kawasan dan hanya hak
pemanfaatan yang diatur, serta merupakan bagian pengelolaan
yang dilakukan secara utuh.
3.5. Pengembangan mata pencaharian yang berkelanjutan
Studi mata pencaharian alternatif di TNP Laut Sawu yang telah
dilakukan diharapkan dapat diadopsi oleh masyarakat dengan
bantuan dan pendampingan dari pemerintah dan stakeholder
terkait pada saat tahap implementasi TNP Laut Sawu. Studi
matapencaharian alternatif yang telah dilakukan ini menghasilkan
rekomendasi jenis dan bentuk kegiatan usaha mata pencaharian
alternatif yang sesuai dengan karakteristik/kondisi masyarakat dan
geofisik lokasi, layak dari sisi bisnis, dapat diterima secara sosial
budaya masyarakat setempat, dapat dilaksanakan secara teknis,
ramah lingkungan dan memiliki tingkat keberlanjutan yang tinggi
yang dapat dikembangkan oleh masyarakat di masing-masing
Kabupaten yang termasuk dalam kawasan TNP Laut Sawu.
3.6. Pelestarian Adat dan Budaya Masyarakat Pesisir
Wilayah Perairan Laut Sawu ternyata menyimpan banyak
peninggalan kebajikan yang jika difungsikan memiliki potensi
untuk melindungi upaya pelestarian lingkungan khususnya
konservasi laut. Saat ini upaya revitalisasi mutlak diperlukan, hal
tersebut penting guna menghidupkan kembali muatan lokal
berbasis kebudayaan dan kebijakan yang secara partisipatif
melibatkan masyarakat agar proses implementasi pelestarian
lingkungan dapat tumbuh dan berkembang kembali dalam pola
kehidupan masyarakat.
279
Berdasar hasil pengamatan yang telah dilakukan dilapangan,
terdapat tidak kurang dari 20 kearifan lokal yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat desa pesisir di TNP Laut Sawu yang
sekarang ini hanya sedikit sekali yang masih aktif.
Ragam kebajikan ini seharusnya dapat direvitalisasi kembali,
mengingat hal ini dapat menjadi suatu upaya perlindungan dan
pelestarian lingkungan yang bernuansa lokal. Selain itu,
pemerintah juga dapat melakukan inisiasi dengan memasukkan
semua hal yang berkaitan dengan kearifan lokal ini kedalam
kurikulum pendidikan formal yang berupa muatan lokal disekolah
mengenai pengetahuan bentuk kearifan lokal yang ada di
wilayahnya sebagai sarana untuk proses diseminasi informasi
tentang upaya pentingnya melestarikan lingkungan.
3.7. Monitoring dan evaluasi
Monitoring, atau yang selanjutnya disebut pemantauan, dan
evaluasi dilakukan dengan mengamati dan memeriksa kesesuaian
antara penyelenggaraan pengelolaan Laut Sawu dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Apabila hasil pemantauan dan
evaluasi terbukti terjadi penyimpangan administratif dalam
penyelenggaraan pengelolaan Laut Sawu, Menteri, Gubernur, dan
Bupati/Walikota mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan
kewenangannya.
Pemantauan adalah melihat kesesuaian pelaksanaan perencanaan
dengan arah, tujuan, dan ruang lingkup yang menjadi pedoman
dalam rangka menyusun perencanaan berikutnya.
280
BAB V
RENCANA JANGKA MENENGAH
A. Umum
281
terwujudnya pengembangan demplot-demplot mata pencaharian
alternatif yang cocok diimplementasikan di masing-masing daerah
berdasarkan survey dan analisis
1. Penguatan Kelembagaan
282
l. pengelolaan pelayaran;
m. monitoring dan evaluasi.
283
MATRIK PROGRAM DAN RENCANA KEGIATAN PENGELOLAAN JANGKA MENENGAH 5 TAHUN KE - 1
TNP LAUT SAWU TAHUN 2014-2019
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
1 Penguatan Peningkatan Penyusunan rencana Menyusun kualifikasi dan Formasi personel TNP Laut BKKPN Kupang
Kelembagaan kapasitas formasi SDM pengelola klasifikasi kebutuhan SDM Sawu disusun berdasarkan
kelembagaan TNP Laut Sawu TNP Laut Sawu kualifikasi dan klasifikasi
pengelola TNP kebutuhan
laut Sawu
Rekruitmen SDM Formasi personel TNP Laut BKKPN Kupang
Sawu direkruit berdasarkan
kualifikasi dan klasifikasi
kebutuhan
284
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengadaan alat dan mesin Alat dan mesin untuk BKKPN Kupang
menunjang aktifitas
pengelolaan
Perencanaan Penyusunan Rencana Penyusunan dan review Dokumen Rencana BKKPN Kupang
dan Pengelolaan TNP Laut Rencana Pengelolaan 20 Pengelolaan 20 Tahun TNP Tim P4KKP Laut
pengendalian Sawu Tahun TNP Laut Sawu Laut Sawu Sawu
pengelolaan Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
LSM
285
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Penyusunan Standar Penyusunan dan pelatihan - Dokumen SOP tentang BKKPN Kupang
Operasional Prosedur implementasi SOP tentang administrasi perkantoran
(SOP) pengelolaan dan administrasi perkantoran dan dan pengelolaan keuangan
pelatihan pelaksanaan pengelolaan keuangan - Adanya SDM pengelola
SOP yang terlatih dan
bertanggung jawab dalam
administrasi perkantoran
dan pengelolaan keuangan
286
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
287
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
288
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
289
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
290
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
291
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Penguatan peran forum Memfasilitasi peningkatan Meningkatnya peran forum BKKPN Kupang
kolaborasi para Pihak kapasitas SDM forum kolaborasi para pihak Pemprov NTT
melalui peningkatan Pemda Kabupaten
kapasitas SDM dan LSM
koordinasi rutin
Koordinasi rutin dengan para BKKPN Kupang
pihak Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
LSM
292
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengembangan Pengembangan Kerja sama teknis: penelitian, Adanya kerjasama teknis: BKKPN Kupang
kerjasama kerjasama dengan ilmu pengetahuan dan penelitian, ilmu pengetahuan Pemprov NTT
kemitraan institusi/lembaga/piha pendidikan (tenaga ahli) dan pendidikan (tenaga ahli) Pemda Kabupaten
pengelolaan TNP k lain dalam rangka Uniconsufish
Laut Sawu efektifitas dan LIPI
peningkatan kapasitas LSM
pengelolaan Lembaga lain
(pemerintah, LSM,
lembaga pendidikan, Kerja sama operasional Adanya kerjasama BKKPN Kupang
kelompok/lembaga pengelolaan (tenaga, dana, operasional pengelolaan Pemprov NTT
masyarakat) lingkup sarana prasarana) (tenaga, dana, sarana Pemda Kabupaten
lokal, regional, nasional prasarana) Uniconsufish
dan internasional LSM
Lembaga lain
293
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengembangan Penyusunan rencana Penyusunan rincian Dokumen rencana anggaran BKKPN Kupang
sistem anggaran kebutuhan kebutuhan anggaran per tahunan LSM
pendanaan pengelolaan dan kegiatan
berkelanjutan peluang sumber
TNP Laut Sawu pendanaan Analisis peluang sumber Hasil analisis peluang BKKPN Kupang
294
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Penetapan standar Penyusunan standar biaya Dokumen standar biaya BKKPN Kupang
biaya komponen komponen pengelolaan TNP komponen pengelolaan TNP
pengelolaan TNP Laut Laut Sawu berdasarkan syarat Laut Sawu berdasarkan
Sawu profesionalisme syarat profesionalisme
295
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Penyelenggaraan Pengelolaan gaji, Penyediaan gaji, honorarium Gaji, honorarium dan BKKPN Kupang
urusan tata honorarium dan dan tunjangan tunjangan terkelola dengan
usaha dan tunjangan baik dan akuntabel
rumah tangga
perkantoran Penyelenggaraan Rapat-rapat Operasional perkantoran BKKPN Kupang
operasional koordinasi/konsultasi/kerja/d terselenggara dengan baik
perkantoran inas
Perawatan sarana dan Perawatan gedung/bangunan Sarana dan prasaranan BKKPN Kupang
prasarana pengelola terawat dan
Perawatan peralatan digunakan untuk menunjang BKKPN Kupang
pengelolaan
Perawatan angkutan air BKKPN Kupang
296
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengembangan Mendorong Dukungan dalam menyusun Adanya dukungan dari BKKPN Kupang
peraturan yang penyusunan rancangan draft akademik perda pengelola dalam menyusun Pemprov NTT
mendukung peraturan yang pengelolaan kolaboratif, draft akademik perda Pemda Kabupaten
pengelolaan TNP mendukung pengaturan alat tangkap, tata pengelolaan kolaboratif,
Laut Sawu pengelolaan TNP Laut ruang wilayah, pemberlakukan pengaturan alat tangkap,
Sawu karcis masuk dan tarif atas tata ruang wilayah,
kegiatan wisata dalam pemberlakukan karcis
kawasan masuk dan tarif atas
kegiatan wisata dalam
kawasan
Pengembangan Kerjasama antar unit Rapat koordinasi regular antar Terlaksananya rapat BKKPN Kupang
jejaring kawasan organisasi pengelola unit organisasi pengelola koordinasi regular antar unit BBKSDA NTT
konservasi organisasi pengelola Pemprov NTT
perairan Pemda Kabupaten
297
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pembuatan Website Merancang desain website Desain website TNP Laut BKKPN Kupang
Sawu LSM
Penyajian dan pengelolaan Website TNP Laut Sawu bisa BKKPN Kupang
website diakses secara global oleh
semua kalangan dan dikelola
dan diupdate secara regular
298
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Monitoring dan Monitoring dan evaluasi Melakukan monev internal Laporan monev internal dan BKKPN Kupang
evaluasi kelembagaan dan eksternal (monev eksternal (monev Pemprov NTT
kelembagaan, pendanaan dan kelembagaan, pendanaan Pemda Kabupaten
kerjasama/kemitraan) dan kerjasama/kemitraan)
2 Penguatan Penetapan Evaluasi rencana Penyusunan dokumen Tersedianya dokumen BKKPN Kupang
pengelolaan kawasan TNP penetapan kegiatan dan kajian yang telah kegiatan dan pengkajian Tim P4KKP Laut
sumber daya Laut dilaksanakan di TNP Laut yang telah dilakukan di TNP Sawu
kawasan Sawu Laut Sawu sebagai bahan
masukan rencana penetapan
TNP Laut Sawu
299
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Penunjukan unit Penunjukan unit organisasi Adanya unit organisasi BKKPN Kupang
organisasi pengelola pengelola kawasan dan pengelola kawasan yang Kementerian KP
disahkan dengan SK Menteri ditunjuk dan disahkan
Kelautan dan Perikanan dengan SK Menteri dengan
tugas pokok dan fungsi
sesuai dengan yang telah
ditentukan
Penunjukan Panitia Penunjukan panitia penataan SK panitia penataan batas BKKPN Kupang
penataan batas batas kawasan yang yang ditetapkan oleh Menteri Kementerian KP
ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI
berdasarkan usulan dari
Direktur Jenderal atau
Gubernur
Penataan Batas Perancangan penataan batas Rancangan penataan batas Panitia Penataan
Kawasan kawasan; kawasan Batas
BKKPN Kupang
300
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
BKKPN Kupang
Pemasangan tanda batas dan Tanda batas dan papan BKKPN Kupang
pembuatan papan informasi informasi batas kawasan
batas kawasan; telah dibuat dan dipasang
Pembuatan berita acara tata Berita acara tata batas Panitia Penataan
batas; dan kawasan Batas
BKKPN Kupang
301
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Penataan Penataan kawasan Penataan zonasi TNP Laut Rencana Zonasi TNP Laut BKKPN Kupang
kawasan TNP Sawu Sawu disusun berdasarkan Tim P4KKP Laut
Laut Sawu data-data yang akurat dan Sawu
dianalisis secara LSM
komprehensif sesuai arahan
dari Permen 30 Tahun 2010
dan disepakati oleh
stakeholder dan masyarakat
di dalam TNP Laut Sawu
Padu serasi zonasi TNP Laut Zonasi TNP Laut Sawu BKKPN Kupang
Sawu dengan RTRW terintegrasi di dalam RTRW Pemprov NTT
Nasional/Provinsi/Kabupaten Nasional, RTRW Provinsi NTT Pemda Kabupaten
dan RTRW Kabupaten- Tim P4KKP Laut
Kabupaten di dalam TNP Sawu
Laut Sawu LSM
302
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
303
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengelolaan Pembuatan aturan/ Formulasi kebutuhan aturan/ Kebutuhan aturan/ batasan BKKPN Kupang
perikanan batasan alat tangkap, batasan alat tangkap, ukuran alat tangkap, ukuran dan DKP Prov NTT
tangkap dan ukuran ikan yang dan jenis ikan yang boleh jenis ikan yang boleh DKP Kabupaten
budidaya laut ditangkap, daerah ditangkap, daerah fishing ditangkap, daerah fishing Tim P4KKP Laut
yang fishing ground, dan ground, dan musim tangkapan ground, dan musim Sawu
berkelanjutan musim tangkapan di masing-masing zona di tangkapan di masing- LSM
dengan pendekatan dalam TNP Laut Sawu masing zona di dalam TNP
zonasi berdasarkan informasi terkini. Laut Sawu berdasarkan
informasi terkini.
304
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Mencegah dan Pengusulan perda khusus Perda khusus tentang hal- BKKPN Kupang
merintangi praktek tentang hal-hal yang tidak hal yang tidak diatur dalam DKP Prov NTT
perikanan yg menyalahi diatur dalam perundangan perundangan dan TNP Laut DKP Kabupaten
hukum, tidak dan TNP Laut Sawu Sawu Tim P4KKP Laut
dilaporkan dan tidak di Sawu
atur (IUU fishing) di Uniconsufish
dalam TNP Laut Sawu. LSM
Pengelolaan Survey dan monitoring Rapid Ecological Asessment (10 - Tersedianya petugas dari BKKPN Kupang
keanekaragaman sumber daya kelautan tahun sekali) pengelola yang memiliki LIPI
hayati dan dan perikanan keahlian khusus dalam Uniconsufish
305
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
306
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
307
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
308
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Penegakan hukum atas Proses hukum/penyelesaian Semua kasus pelanggaran BKKPN Kupang
pelanggaran dan kasus secara hukum dalam kawasan TNP Laut DKP Provinsi NTT
gangguan dalam Sawu diselesaikan secara DKP Kabupaten
kawasan TNP Laut hukum sesuai dengan Polair
Sawu peraturan perundangan yang TNI AL
berlaku
309
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
terbarukan
Pengembangan Pengembangan wisata Promosi dan penyebaran - Tersedia desain teknik Disbudpar Provinsi
pemanfaatan bahari dan wisata informasi potensi pariwisata pengembangan sarana NTT
jasa lingkungan budaya TNP laut Sawu (expose) prasarana wisata di zona Disbudpar
dan wisata alam pemanfaatan pariwisata Kabupaten
- Mekanisme perijinan BKKPN
pengusahaan pariwisata
Rapat koordinasi yang dapat membangun Disbudpar Provinsi
pengembangan pengelolaan iklim investasi dan ijin NTT
wisata pariwisata (ijin masuk) Disbudpar
- Adanya dampak dan Kabupaten
manfaat ekonomi secara BKKPN
nyata bagi masyarakat dan
Peningkatan sarana dan Pemerintah Daerah Disbudpar Provinsi
prasarana destinasi wisata NTT
Disbudpar
Kabupaten
BKKPN
310
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengembangan Studi dan kajian Studi kerawanan bencana dan Laporan studi kerawanan BNPB
Sistem kerawanan bencana di mitigasi bencana di dalam TNP bencana dan mitigasi BPBD
Pemantauan dan dalam TNP Laut Sawu Laut Sawu bencana di dalam TNP Laut DKP Provinsi
penanggulangan Sawu Pemprov NTT
bencana alam Pemda Kabupaten
secara BKKPN Kupang
kolaboratif
dengan Sosialisasi Sosialisasi penanggulangan Masyarakat dan stakeholder BNPB
stakeholder penanggulangan bencana ke masyarakat dan mengetahui ancaman BPBD
terkait bencana stakeholder bencana di lokasinya dan DKP Provinsi
bagaimana Pemprov NTT
penanggulangannya Pemda Kabupaten
BKKPN Kupang
311
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pelatihan dan simulasi Pelatihan dan simulasi Terlaksananya pelatihan dan BNPB
penanggulangan penanggulangan bencana simulasi penanggulangan BPBD
bencana bencana secara kolaboratif DKP Provinsi
dengan stakeholder terkait Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
BKKPN Kupang
Pengembangan Pengumpulan data dan Pengumpulan data dan Data dan informasi habitat BKKPN Kupang
Pengelolaan informasi habitat informasi habitat perairan perairan dalam Uniconsufish
habitat perairan perairan dalam dalam Universitas
dalam Pemerintah Pusat
LSM
312
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengembangan Kolaborasi antara unit Rapat koordinasi regular Adanya koordinasi dan Pemerintah Pusat
Pengelolaan pengelola, lembaga antara unit dengan kerjasama dalam Pemprov NTT
menghadapi pemerintah, organisasi stakeholder terkait dalam pelaksanaan pengelolaan Pemda Kabupaten
perubahan iklim konservasi, sektor membahas kolaborasi menghadapi perubahan iklim BKKPN Kupang
swasta, dan pengelolaan menghadapi LSM
masyarakat lokal dalam perubahan iklim
pengelolaan
menghadapi perubahan
iklim
Sosialisasi dan Sosialisasi dan penyebaran Masyarakat dan stakeholder BKKPN Kupang
penyebaran informasi informasi tentang perubahan terkait di dalam kawasan Pemerintah Pusat
tentang perubahan iklim di dalam TNP Laut Sawu TNP Laut Sawu mengetahui Pemprov NTT
iklim di dalam TNP Laut ke masyarakat dan informasi mengenai dampak Pemda Kabupaten
Sawu ke masyarakat stakeholder terkait perubahan iklim dan LSM
dan stakeholder terkait bagaimana mitigasinya
313
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
untuk meningkatkan
penambahan kembali secara
bersama-sama dan
pemulihan untuk menjaga
hubungan fungsional antar
habitat terkait serta
mengelola ekosistem agar
kesehatan dan
ketahanannya tetap terjaga
dengan memonitor beberapa
indikator keefektifan
tindakan ini sebagai dasar
bagi pengelolaan adaptif.
Penguatan dukungan Studi identifikasi dan Laporan studi identifikasi BKKPN Kupang
ilmiah untuk TNP Laut inventarisasi daerah-daerah dan inventarisasi daerah- LSM
Sawu agar sesuai serta sumberdaya hayati yang daerah serta sumberdaya
dengan kondisi local resilient dan rawan terhadap hayati yang resilient dan
untuk memastikan perubahan iklim rawan terhadap perubahan
kawasan dikelola, iklim
dirancang dan berhasil
bertahan terhadap Perancangan zonasi kawasan Rencana zonasi TNP Laut BKKPN Kupang
perubahan iklim. yang resilient terhadap Sawu yang resilient terhadap Pemprov NTT
perubahan iklim perubahan iklim Pemda Kabupaten
Tim P4KKP Laut
Sawu
LSM
314
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengelolaan Kelengkapan data Survey setasea dengan Data dan analisis hasil BKKPN Kupang
populasi setasea untuk mendukung menggunakan kapal (cetacean survey setasea untuk Kementrian KP
zonasi dan pengelolaan boat survey) kemudian sebagai bahan Tim P4KKP Laut
setasea dalam pengambilan Sawu
kebijakan pengelolaan LSM
kawasan dan setasea
315
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengembangan wisata Studi kelayakan wisata Dokumen Studi yang BKKPN Kupang
melihat setasea melihat paus dan lumba- mencakup analisis kelayakan LSM
lumba dan rekomendasi lokasi-
lokasi yang layak untuk
wisata melihat paus dan
lumba-lumba dan aspek
yang berkaitan lainnya
Pengurangan ancaman Kampanye Polusi di Laut - Adanya kerjasama dengan BKKPN Kupang
setasea dari limbah dan (Plastik, sampah, dll) di pada angkutan perairan yang Dishub NTT
polusi di laut angkutan feri, kapal, dll. melintas pada perairan TNP Dishub Kabupaten
Laut Sawu untuk PT. ASDP
mengurangi ancaman Indonesia Ferry
terhadap setasea dari limbah DKP Provinsi NTT
dan polusi di laut DKP Kabupaten
- Tersedianya sarana dan LSM
prasarana kebersihan pada
alat angkut yang melintas di
TNP Laut Sawu
- Tersedianya publikasi
polusi di laut (stiker, papan
informasi larangan ataupun
melalui suara/mikrofon )
pada angkutan perairan
316
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Penelitian, Melakukan kegiatan Penyusunan rencana Rencana penelitian dan BKKPN Kupang
pengembangan penelitian dan penelitian dan pengembangan pengembangan teknologi Uniconsufish
dan penerapan pengembangan teknologi perikanan budidaya perikanan budidaya DKP Provinsi NTT
ilmu dan teknologi perikanan DKP Kabupaten
teknologi budidaya LSM
kelautan
Inventarisasi, identifikasi dan Pengembangan teknologi BKKPN Kupang
analisis kebutuhan perikanan budidaya Uniconsufish
pengembangan teknologi berdasarkan hasil DKP Provinsi NTT
perikanan budidaya inventarisasi, identifikasi dan DKP Kabupaten
analisis kebutuhan LSM
317
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengelolaan Pengelolaan keamanan Rapat koordinasi antara Tersedianya sistem dan BKKPN Kupang
pelayaran dan kenyamanan Lembaga Pengelola dengan koordinasi yang disepakati Dishub NTT
pelayaran dinas terkait untuk parapihak dalam pengelolaan Dishub Kabupaten
pengelolaan alur pelayaran keamanan dan pelayaran PT. ASDP
Indonesia Ferry
Monitoring dan Monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi Terlaksananya monitoring BKKPN Kupang
evaluasi dengan menggunakan dengan menggunakan dan evaluasi dengan
perangkat Pedoman perangkat Pedoman Teknis E- menggunakan perangkat
Teknis E-KKP3K KKP3K (Evaluasi Efektivitas Pedoman Teknis E-KKP3K
(Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan (Evaluasi Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Pengelolaan Kawasan
Konservasi Perairan, dan Pulau-Pulau Kecil) Konservasi Perairan, Pesisir
Pesisir dan Pulau-Pulau dan Pulau-Pulau Kecil)
318
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Kecil)
3 Penguatan Peningkatan Kampanye Konservasi Diskusi Rutin Penyadaran Meningkatnya kesadaran BKKPN Kupang
sosial kesadaran Perairan dan Konservasi Perairan dengan masyarakat akan arti penting Tokoh Masyarakat
ekonomi dan masyarakat dan Penyebaran Informasi kelompok masyarakat dan konservasi perairan LSM
budaya pendidikan TNP Laut Sawu penerima manfaat lainnya di
lingkungan wilayah TNP Laut Sawu
319
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengembangan Penyebaran informasi Penyiapan materi/program Informasi mengenai TNP BKKPN Kupang
mekanisme melalui media massa Laut Sawu tersebar luas LSM
penyebarluasan (Website, TV, Radio, melalui media massa
informasi dan Surat Kabar dan Update Ragam Informasi yang BKKPN Kupang
komunikasi TNP majalah) berkaitan dengan TNP Laut LSM
Sawu
320
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Laut Sawu
Diskusi Rutin dengan Jurnalis BKKPN Kupang
Lokal NTT LSM
Desain dan Pembuatan Perancangan desain dan Terbitnya material publikasi BKKPN Kupang
Material Publikasi TNP materi, pencetakan bahan, TNP Laut Sawu secara LSM
Laut Sawu penyebarluasan dan evaluasi berkala
Penyebaran Informasi Partisipasi dalam kegiatan Informasi mengenai TNP BKKPN Kupang
TNP Laut Sawu melalui Pameran, Eksebisi, Festival di Laut Sawu disebarluaskan LSM
ragam kegiatan Publik tingkat lokal,regional, nasional melalui kegiatan-kegiatan di
dan internasional tingkat lokal, regional,
nasional dan internasional
321
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pemberdayaan Penguatan kapasitas Pelatihan manajemen usaha Kapasitas masyarakat DKP Kabupaten
masyarakat masyarakat pengguna dan teknis usaha perikanan meningkat dalam BKKPN Kupang
pesisir sumberdaya laut yang berkelanjutan manajemen usaha perikanan Uniconsufish
dan teknis usaha perikanan
yang berkelanjutan
322
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengembangan usaha Bantuan modal kerja untuk Meningkatnya usaha DKP Kabupaten
ekonomi masyarakat meningkatkan skala usaha masyarakat DKP Provinsi
pengguna sumberdaya masyarakat pengguna
kelautan dan perikanan sumberdaya kelautan dan
di dalam TNP laut Sawu perikanan
Pengembangan Pengembangan mata Studi pengembangan mata Mata pencaharian alternatif BKKPN Kupang
mata pencaharian pencaharian alternatif untuk yang cocok Pemprov NTT
pencaharian masyarakat secara mengurangi tekanan atas diimplementasikan di Pemda Kabupaten
yang berkelanjutan sumberdaya dan masing-masing daerah LSM
berkelanjutan (Sustainable livelihood) meningkatkan peluang- berdasarkan survey dan
peluang ekonomi masyarakat analisis
323
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pelestarian adat Pelestarian kearifan Identifikasi dan inventarisasi Data dan informasi kearifan BKKPN Kupang
dan budaya local masyarakat pesisir kearifan local masyarakat local masyarakat pesisir di LSM
masyarakat pesisir di dalam TNP Laut dalam TNP Laut Sawu
pesisir Sawu
Monitoring dan Monitoring persepsi Monitoring persepsi Terlaksananya monitoring BKKPN Kupang
evaluasi masyarakat terhadap persepsi masyarakat LSM
pengelolaan TNP Laut Sawu terhadap pengelolaan TNP
Laut Sawu
Monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi Terlaksananya monitoring BKKPN Kupang
program Kampanye Konservasi dan dan evaluasi Kampanye LSM
324
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
325
C. Rencana Jangka Menengah II (5 Tahun Kedua)
1. Penguatan Kelembagaan
Penguatan kelembagaan dilakukan melalui program:
a. peningkatan kapasitas kelembagaan pengelola TNP laut Sawu;
b. perencanaan dan pengendalian pengelolaan ;
c. pengembangan kelembagaan mandiri berbentuk Badan Layanan
Umum;
d. pengembangan sistem pengelolaan kolaborasi;
e. pengembangan kerja sama kemitraan pengelolaan TNP Laut Sawu;
f. pengembangan sistem pendanaan berkelanjutan TNP Laut Sawu;
g. penyelenggaraan urusan tata usaha dan rumah tangga perkantoran;
h. pengembangan peraturan yang mendukung pengelolaan TNP Laut
Sawu;
i. pengembangan jejaring kawasan konservasi perairan;
j. pengembangan Bank Data TNP Laut Sawu;
k. monitoring dan evaluasi.
326
d. pemberdayaan masyarakat pesisir;
e. pelestarian adat dan budaya masyarakat pesisir;
f. monitoring dan evaluasi.
327
MATRIK PROGRAM DAN RENCANA KEGIATAN PENGELOLAAN JANGKA MENENGAH 5 TAHUN KE – 2
TNP LAUT SAWU TAHUN 2019-2023
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
1 Penguatan Peningkatan Penyusunan rencana Menyusun kualifikasi dan Formasi personel TNP Laut BKKPN Kupang
Kelembagaan kapasitas formasi SDM pengelola klasifikasi kebutuhan SDM Sawu disusun berdasarkan
kelembagaan TNP Laut Sawu TNP Laut Sawu kualifikasi dan klasifikasi
pengelola TNP kebutuhan
laut Sawu
Rekruitmen SDM Formasi personel TNP Laut BKKPN Kupang
Sawu direkruit berdasarkan
kualifikasi dan klasifikasi
kebutuhan
328
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengadaan alat dan mesin Alat dan mesin untuk BKKPN Kupang
menunjang aktifitas
pengelolaan
Perencanaan Penyusunan Rencana Penyusunan dan review Dokumen Rencana BKKPN Kupang
dan Pengelolaan TNP Laut Rencana Pengelolaan 20 Pengelolaan 20 Tahun TNP Tim P4KKP Laut
pengendalian Sawu Tahun TNP Laut Sawu Laut Sawu Sawu
pengelolaan Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
LSM
329
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Penyusunan Standar Penyusunan dan pelatihan - Dokumen SOP tentang BKKPN Kupang
Operasional Prosedur implementasi SOP tentang administrasi perkantoran
(SOP) pengelolaan dan administrasi perkantoran dan dan pengelolaan keuangan
pelatihan pelaksanaan pengelolaan keuangan - Adanya SDM pengelola
SOP yang terlatih dan
bertanggung jawab dalam
administrasi perkantoran
dan pengelolaan keuangan
330
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
331
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
332
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Health Monitoring)
333
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
334
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
335
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
kolaborasi LSM
b. MoU para pihak dalam
pengelolaan kolaboratif
Penguatan peran forum Memfasilitasi peningkatan Meningkatnya peran forum BKKPN Kupang
kolaborasi para Pihak kapasitas SDM forum kolaborasi para pihak Pemprov NTT
melalui peningkatan Pemda Kabupaten
kapasitas SDM dan LSM
koordinasi rutin
Koordinasi rutin dengan para BKKPN Kupang
pihak Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
LSM
336
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Mechanism)
Implementasi dan evaluasi Terlaksananya dan BKKPN Kupang
mekanisme keluhan terevaluasinya implementasi Pemprov NTT
(Grievance Mechanism) mekanisme keluhan Pemda Kabupaten
(Grievance Mechanism) LSM
Pengembangan Pengembangan Kerjasama teknis: penelitian, Adanya kerjasama teknis: BKKPN Kupang
kerjasama kerjasama dengan ilmu pengetahuan dan penelitian, ilmu pengetahuan Pemprov NTT
kemitraan institusi/lembaga/piha pendidikan (tenaga ahli) dan pendidikan (tenaga ahli) Pemda Kabupaten
pengelolaan TNP k lain dalam rangka Uniconsufish
Laut Sawu efektifitas dan LIPI
peningkatan kapasitas LSM
pengelolaan Lembaga lain
(pemerintah, LSM,
lembaga pendidikan, Kerjasama operasional Adanya kerjasama BKKPN Kupang
kelompok/lembaga pengelolaan (tenaga, dana, operasional pengelolaan Pemprov NTT
masyarakat) lingkup sarana prasarana) (tenaga, dana, sarana Pemda Kabupaten
lokal, regional, nasional prasarana) Uniconsufish
dan internasional LSM
Lembaga lain
337
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
338
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengembangan Penyusunan rencana Penyusunan rincian Dokumen rencana anggaran BKKPN Kupang
sistem anggaran kebutuhan kebutuhan anggaran per tahunan LSM
pendanaan pengelolaan dan kegiatan
berkelanjutan peluang sumber
TNP Laut Sawu pendanaan Analisis peluang sumber Hasil analisis peluang BKKPN Kupang
berkelanjutan pendanaan yang sumber pendanaan yang LSM
berkelanjutan berkelanjutan
339
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Penetapan standar Penyusunan standar biaya Dokumen standar biaya BKKPN Kupang
biaya komponen komponen pengelolaan TNP komponen pengelolaan TNP
pengelolaan TNP Laut Laut Sawu berdasarkan Laut Sawu berdasarkan
Sawu syarat profesionalisme syarat profesionalisme
Penyelenggaraa Pengelolaan gaji, Penyediaan gaji, honorarium Gaji, honorarium dan BKKPN Kupang
n urusan tata honorarium dan dan tunjangan tunjangan terkelola dengan
usaha dan tunjangan baik dan akuntabel
340
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
rumah tangga
perkantoran Penyelenggaraan Rapat-rapat Operasional perkantoran BKKPN Kupang
operasional koordinasi/konsultasi terselenggara dengan baik
perkantoran /kerja/dinas
Perawatan sarana dan Perawatan gedung/bangunan Sarana dan prasaranan BKKPN Kupang
prasarana pengelola terawat dan
Perawatan peralatan digunakan untuk menunjang BKKPN Kupang
pengelolaan
Perawatan angkutan air BKKPN Kupang
341
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengembangan Mendorong Dukungan dalam menyusun Adanya dukungan dari BKKPN Kupang
peraturan yang penyusunan rancangan draft akademik perda pengelola dalam menyusun Pemprov NTT
mendukung peraturan yang pengelolaan kolaboratif, draft akademik perda Pemda Kabupaten
pengelolaan TNP mendukung pengaturan alat tangkap, tata pengelolaan kolaboratif,
Laut Sawu pengelolaan TNP Laut ruang wilayah, pengaturan alat tangkap,
Sawu pemberlakukan karcis masuk tata ruang wilayah,
dan tarif atas kegiatan wisata pemberlakukan karcis
dalam kawasan masuk dan tarif atas
kegiatan wisata dalam
kawasan
Pengembangan Kerjasama antar unit Rapat koordinasi regular Terlaksananya rapat BKKPN Kupang
jejaring organisasi pengelola antar unit organisasi koordinasi regular antar unit BBKSDA NTT
kawasan pengelola organisasi pengelola Pemprov NTT
konservasi Pemda Kabupaten
perairan
Kerjasama dalam melakukan Adanya kerjasama dalam BKKPN Kupang
pengawasan kawasan dan melakukan pengawasan BBKSDA NTT
pelatihan kawasan dan pelatihan Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
Pengembangan Pengembangan Merancang desain database a.Tersedianya SDM pengelola BKKPN Kupang
Bank Data TNP Database database. LSM
Laut Sawu
b. Desain database TNP Laut
Sawu
342
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pembuatan Website Merancang desain website Desain website TNP Laut BKKPN Kupang
Sawu LSM
Penyajian dan pengelolaan Website TNP Laut Sawu bisa BKKPN Kupang
website diakses secara global oleh
semua kalangan dan dikelola
dan diupdate secara regular
Monitoring dan Monitoring dan evaluasi Melakukan monev internal Laporan monev internal dan BKKPN Kupang
evaluasi kelembagaan dan eksternal (monev eksternal (monev Pemprov NTT
kelembagaan, pendanaan dan kelembagaan, pendanaan Pemda Kabupaten
kerjasama/kemitraan) dan kerjasama/kemitraan)
343
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Surat Keputusan Penetapan kawasan TNP Laut Diterbitkannya SK Menteri BKKPN Kupang
Menteri Sawu dengan SK Menteri tentang penetapan kawasan Kementerian KP
Kelautan dan Perikanan TNP Laut Sawu, berdasarkan
rekomendasi Gubernur
Penunjukan unit Penunjukan unit organisasi Adanya unit organisasi BKKPN Kupang
organisasi pengelola pengelola kawasan dan pengelola kawasan yang Kementerian KP
disahkan dengan SK Menteri ditunjuk dan disahkan
Kelautan dan Perikanan dengan SK Menteri dengan
tugas pokok dan fungsi
344
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Penunjukan Panitia Penunjukan panitia penataan SK panitia penataan batas BKKPN Kupang
penataan batas batas kawasan yang yang ditetapkan oleh Menteri Kementerian KP
ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI
berdasarkan usulan dari
Direktur Jenderal atau
Gubernur
Penataan Batas Perancangan penataan batas Rancangan penataan batas Panitia Penataan
Kawasan kawasan; kawasan Batas
BKKPN Kupang
345
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pemasangan tanda batas dan Tanda batas dan papan BKKPN Kupang
pembuatan papan informasi informasi batas kawasan
batas kawasan; telah dibuat dan dipasang
Pembuatan berita acara tata Berita acara tata batas Panitia Penataan
batas; dan kawasan Batas
BKKPN Kupang
Penataan Penataan kawasan Penataan zonasi TNP Laut Rencana Zonasi TNP Laut BKKPN Kupang
kawasan TNP Sawu Sawu disusun berdasarkan Tim P4KKP Laut
Laut Sawu data-data yang akurat dan Sawu
dianalisis secara LSM
komprehensif sesuai arahan
dari Permen 30 Tahun 2010
dan disepakati oleh
346
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Padu serasi zonasi TNP Laut Zonasi TNP Laut Sawu BKKPN Kupang
Sawu dengan RTRW terintegrasi di dalam RTRW Pemprov NTT
Nasional/Provinsi/Kabupaten Nasional, RTRW Provinsi NTT Pemda Kabupaten
dan RTRW Kabupaten- Tim P4KKP Laut
Kabupaten di dalam TNP Sawu
Laut Sawu LSM
347
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
348
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengelolaan Pembuatan aturan/ Formulasi kebutuhan aturan/ Kebutuhan aturan/ batasan BKKPN Kupang
perikanan batasan alat tangkap, batasan alat tangkap, ukuran alat tangkap, ukuran dan DKP Prov NTT
tangkap dan ukuran ikan yang dan jenis ikan yang boleh jenis ikan yang boleh DKP Kabupaten
budidaya laut ditangkap, daerah ditangkap, daerah fishing ditangkap, daerah fishing Tim P4KKP Laut
yang fishing ground, dan ground, dan musim ground, dan musim Sawu
berkelanjutan musim tangkapan tangkapan di masing-masing tangkapan di masing- LSM
dengan pendekatan zona di dalam TNP Laut Sawu masing zona di dalam TNP
zonasi berdasarkan informasi terkini. Laut Sawu berdasarkan
informasi terkini.
349
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Mencegah dan Pengusulan perda khusus Perda khusus tentang hal- BKKPN Kupang
merintangi praktek tentang hal-hal yang tidak hal yang tidak diatur dalam DKP Prov NTT
perikanan yg menyalahi diatur dalam perundangan perundangan dan TNP Laut DKP Kabupaten
hukum, tidak dan TNP Laut Sawu Sawu Tim P4KKP Laut
dilaporkan dan tidak di Sawu
atur (IUU fishing) di Uniconsufish
dalam TNP Laut Sawu. LSM
Pengelolaan Survey dan monitoring Rapid Ecological Asessment a. Tersedianya petugas dari BKKPN Kupang
keanekaragama sumber daya kelautan (10 tahun sekali) pengelola yang memiliki LIPI
n hayati dan dan perikanan keahlian khusus dalam Uniconsufish
350
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
351
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
352
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
bersama dengan
a. Patroli rutin/reguler stakeholder-stakeholder BKKPN Kupang
terkait (PPNS DKP, TNI DKP Provinsi
AL, Polair) dan DKP Kabupaten
masyarakat sesuai TNI AL
dengan SOP patroli Polair
bersama yang telah Masyarakat
disusun dan disepakati
b. Patroli BKKPN Kupang
mendadak/insidentil 2) Berkurangnya DKP Provinsi
pelanggaran dan DKP Kabupaten
gangguan di dalam TNI AL
kawasan Polair
Masyarakat
353
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Penegakan hukum atas Proses hukum/penyelesaian Semua kasus pelanggaran BKKPN Kupang
pelanggaran dan kasus secara hukum dalam kawasan TNP Laut DKP Provinsi NTT
gangguan dalam Sawu diselesaikan secara DKP Kabupaten
kawasan TNP Laut hukum sesuai dengan Polair
Sawu peraturan perundangan yang TNI AL
berlaku
354
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengembangan Pengembangan wisata a. Promosi dan penyebaran - Tersedia desain teknik Disbudpar Provinsi
pemanfaatan bahari dan wisata informasi potensi pengembangan sarana NTT
jasa lingkungan budaya pariwisata TNP laut Sawu prasarana wisata di zona Disbudpar
dan wisata alam (expose) pemanfaatan pariwisata Kabupaten
- Mekanisme perijinan BKKPN
pengusahaan pariwisata
b. Rapat koordinasi yang dapat membangun Disbudpar Provinsi
pengembangan iklim investasi dan ijin NTT
pengelolaan wisata pariwisata (ijin masuk) Disbudpar
- Adanya dampak dan Kabupaten
manfaat ekonomi secara BKKPN
355
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengembangan Studi dan kajian Studi kerawanan bencana Laporan studi kerawanan BNPB
Sistem kerawanan bencana di dan mitigasi bencana di bencana dan mitigasi BPBD
Pemantauan dalam TNP Laut Sawu dalam TNP Laut Sawu bencana di dalam TNP Laut DKP Provinsi
dan Sawu Pemprov NTT
penanggulangan Pemda Kabupaten
bencana alam BKKPN Kupang
356
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
secara
kolaboratif Sosialisasi Sosialisasi penanggulangan Masyarakat dan stakeholder BNPB
dengan penanggulangan bencana ke masyarakat dan mengetahui ancaman BPBD
stakeholder bencana stakeholder bencana di lokasinya dan DKP Provinsi
terkait bagaimana Pemprov NTT
penanggulangannya Pemda Kabupaten
BKKPN Kupang
Pelatihan dan simulasi Pelatihan dan simulasi Terlaksananya pelatihan dan BNPB
penanggulangan penanggulangan bencana simulasi penanggulangan BPBD
bencana bencana secara kolaboratif DKP Provinsi
dengan stakeholder terkait Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
BKKPN Kupang
Pengembangan Pengumpulan data dan Pengumpulan data dan Data dan informasi habitat BKKPN Kupang
Pengelolaan informasi habitat informasi habitat perairan perairan dalam Uniconsufish
habitat perairan perairan dalam dalam Universitas
dalam Pemerintah Pusat
LSM
357
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengembangan Kolaborasi antara unit Rapat koordinasi regular Adanya koordinasi dan Pemerintah Pusat
Pengelolaan pengelola, lembaga antara unit dengan kerjasama dalam Pemprov NTT
menghadapi pemerintah, organisasi stakeholder terkait dalam pelaksanaan pengelolaan Pemda Kabupaten
perubahan iklim konservasi, sektor membahas kolaborasi menghadapi perubahan iklim BKKPN Kupang
swasta, dan pengelolaan menghadapi LSM
masyarakat lokal dalam perubahan iklim
pengelolaan
menghadapi perubahan
iklim
Sosialisasi dan Sosialisasi dan penyebaran Masyarakat dan stakeholder BKKPN Kupang
penyebaran informasi informasi tentang perubahan terkait di dalam kawasan Pemerintah Pusat
tentang perubahan iklim di dalam TNP Laut Sawu TNP Laut Sawu mengetahui Pemprov NTT
iklim di dalam TNP Laut ke masyarakat dan informasi mengenai dampak Pemda Kabupaten
Sawu ke masyarakat stakeholder terkait perubahan iklim dan LSM
dan stakeholder terkait bagaimana mitigasinya
358
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Penguatan dukungan Studi identifikasi dan Laporan studi identifikasi BKKPN Kupang
ilmiah untuk TNP Laut inventarisasi daerah-daerah dan inventarisasi daerah- LSM
Sawu agar sesuai serta sumberdaya hayati yang daerah serta sumberdaya
dengan kondisi local resilient dan rawan terhadap hayati yang resilient dan
untuk memastikan perubahan iklim rawan terhadap perubahan
kawasan dikelola, iklim
359
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengelolaan Kelengkapan data Survey setasea dengan Data dan analisis hasil BKKPN Kupang
populasi setasea untuk mendukung menggunakan kapal (cetacean survey setasea untuk Kementrian KP
zonasi dan pengelolaan boat survey) kemudian sebagai bahan Tim P4KKP Laut
setasea dalam pengambilan Sawu
kebijakan pengelolaan LSM
kawasan dan setasea
360
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
penyelamatan setasea
terdampar di TNP Laut
Sawu
c. Tersedianya SDM
pengelola yang mampu
untuk melakukan survey
dan penelitian tentang
setasea
Dokumen Studi yang
Pengembangan wisata Studi kelayakan wisata mencakup analisis BKKPN Kupang
melihat setasea melihat paus dan lumba- kelayakan dan rekomendasi LSM
lumba lokasi-lokasi yang layak
untuk wisata melihat paus
dan lumba-lumba dan aspek
yang berkaitan lainnya
a. Adanya kerjasama
Pengurangan ancaman Kampanye Polusi di Laut dengan angkutan BKKPN Kupang
setasea dari limbah dan (Plastik, sampah, dll) di pada perairan yang melintas Dishub NTT
polusi di laut angkutan feri, kapal, dll. pada perairan TNP Laut Dishub Kabupaten
Sawu untuk mengurangi PT. ASDP Indonesia
ancaman terhadap Ferry
setasea dari limbah dan DKP Provinsi NTT
polusi di laut DKP Kabupaten
b. Tersedianya sarana dan LSM
prasarana kebersihan
pada alat angkut yang
melintas di TNP Laut
Sawu
c. Tersedianya publikasi
polusi di laut (stiker,
361
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
362
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengelolaan Pengelolaan keamanan Rapat koordinasi antara Tersedianya sistem dan BKKPN Kupang
pelayaran dan kenyamanan Lembaga Pengelola dengan koordinasi yang disepakati Dishub NTT
pelayaran dinas terkait untuk parapihak dalam Dishub Kabupaten
pengelolaan alur pelayaran pengelolaan keamanan dan PT. ASDP Indonesia
pelayaran Ferry
Monitoring dan Monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi Terlaksananya monitoring BKKPN Kupang
evaluasi dengan menggunakan dengan menggunakan dan evaluasi dengan
perangkat Pedoman perangkat Pedoman Teknis E- menggunakan perangkat
Teknis E-KKP3K KKP3K (Evaluasi Efektivitas Pedoman Teknis E-KKP3K
(Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan (Evaluasi Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Pengelolaan Kawasan
Konservasi Perairan, dan Pulau-Pulau Kecil) Konservasi Perairan, Pesisir
Pesisir dan Pulau-Pulau dan Pulau-Pulau Kecil)
363
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Kecil)
3 Penguatan Peningkatan Kampanye Konservasi Diskusi Rutin Penyadaran Meningkatnya kesadaran BKKPN Kupang
sosial kesadaran Perairan dan Konservasi Perairan dengan masyarakat akan arti Tokoh Masyarakat
ekonomi dan masyarakat dan Penyebaran Informasi kelompok masyarakat dan penting konservasi perairan LSM
budaya pendidikan TNP Laut Sawu penerima manfaat lainnya di
lingkungan wilayah TNP Laut Sawu
364
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengembangan Penyebaran informasi Penyiapan materi/program Informasi mengenai TNP BKKPN Kupang
mekanisme melalui media massa Laut Sawu tersebar luas LSM
penyebarluasan (Website, TV, Radio, melalui media massa
informasi dan Surat Kabar dan Update Ragam Informasi yang BKKPN Kupang
komunikasi TNP majalah) berkaitan dengan TNP Laut LSM
Sawu
365
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Laut Sawu
Diskusi Rutin dengan BKKPN Kupang
Jurnalis Lokal NTT LSM
Desain dan Pembuatan Perancangan desain dan Terbitnya material publikasi BKKPN Kupang
Material Publikasi TNP materi, pencetakan bahan, TNP Laut Sawu secara LSM
Laut Sawu penyebarluasan dan evaluasi berkala
Penyebaran Informasi Partisipasi dalam kegiatan Informasi mengenai TNP BKKPN Kupang
TNP Laut Sawu melalui Pameran, Eksebisi, Festival di Laut Sawu disebarluaskan LSM
ragam kegiatan Publik tingkat lokal,regional, melalui kegiatan-kegiatan di
nasional dan internasional tingkat lokal, regional,
nasional dan internasional
366
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pemberdayaan Penguatan kapasitas Pelatihan manajemen usaha Kapasitas masyarakat DKP Kabupaten
masyarakat masyarakat pengguna dan teknis usaha perikanan meningkat dalam BKKPN Kupang
pesisir sumberdaya laut yang berkelanjutan manajemen usaha perikanan Uniconsufish
dan teknis usaha perikanan
yang berkelanjutan
367
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengembangan usaha Bantuan modal kerja untuk Meningkatnya usaha DKP Kabupaten
ekonomi masyarakat meningkatkan skala usaha masyarakat DKP Provinsi
pengguna sumberdaya masyarakat pengguna
kelautan dan perikanan sumberdaya kelautan dan
di dalam TNP laut Sawu perikanan
Pengembangan Pengembangan mata Studi pengembangan mata Mata pencaharian alternatif BKKPN Kupang
mata pencaharian pencaharian alternatif untuk yang cocok Pemprov NTT
pencaharian masyarakat secara mengurangi tekanan atas diimplementasikan di Pemda Kabupaten
yang berkelanjutan sumberdaya dan masing-masing daerah LSM
berkelanjutan (Sustainable livelihood) meningkatkan peluang- berdasarkan survey dan
peluang ekonomi masyarakat analisis
368
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pelestarian adat Pelestarian kearifan Identifikasi dan inventarisasi Data dan informasi kearifan BKKPN Kupang
dan budaya local masyarakat pesisir kearifan local masyarakat local masyarakat pesisir di LSM
masyarakat pesisir di dalam TNP Laut dalam TNP Laut Sawu
pesisir Sawu
Monitoring dan Monitoring persepsi Monitoring persepsi Terlaksananya monitoring BKKPN Kupang
evaluasi masyarakat terhadap persepsi masyarakat LSM
pengelolaan TNP Laut Sawu terhadap pengelolaan TNP
Laut Sawu
Monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi Terlaksananya monitoring BKKPN Kupang
program Kampanye Konservasi dan dan evaluasi Kampanye LSM
369
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
370
D. Rencana Jangka Menengah III (5 Tahun Ke-Tiga)
1. Penguatan Kelembagaan
Penguatan kelembagaan dilakukan melalui program:
371
d. pemberdayaan masyarakat pesisir;
e. pelestarian adat dan budaya masyarakat pesisir;
f. monitoring dan evaluasi.
372
MATRIK PROGRAM DAN RENCANA KEGIATAN PENGELOLAAN JANGKA MENENGAH 5 TAHUN KE – 3
TNP LAUT SAWU TAHUN 2024-2028
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Penguatan Peningkatan Penyusunan rencana Menyusun kualifikasi dan Formasi personel TNP Laut BKKPN Kupang
1 Kelembagaan kapasitas formasi SDM pengelola klasifikasi kebutuhan SDM TNP Sawu disusun berdasarkan
kelembagaan TNP Laut Sawu Laut Sawu kualifikasi dan klasifikasi
pengelola TNP kebutuhan
laut Sawu Rekruitmen SDM Formasi personel TNP Laut BKKPN Kupang
Sawu direkruit berdasarkan
kualifikasi dan klasifikasi
kebutuhan
Peningkatan Diklat/kursus/penyegaran, SDM Pengelola telah dididik BKKPN Kupang
kemampuan dan magang dan dilatih sesuai dengan
profesionalisme tupoksi untuk mengelola
pengelola TNP Laut TNP Laut Sawu
Sawu
Peningkatan sarana Pengadaan alat dan mesin Alat dan mesin untuk BKKPN Kupang
prasarana menunjang aktifitas
pengelolaan
Pemeliharaan dan operasionalSarana prasarana BKKPN Kupang
terpelihara dan berfungsi
dengan baik untuk
mendukung pengelolaan
Perencanaan Penyusunan Rencana Penyusunan dan review Dokumen Rencana BKKPN Kupang,
dan Pengelolaan TNP Laut Rencana Pengelolaan 20 Tahun Pengelolaan 20 Tahun TNP Tim P4KKP Laut
pengendalian Sawu TNP Laut Sawu Laut Sawu Sawu,
pengelolaan Pemprov NTT,
Pemda Kabupaten,
LSM
373
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
374
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengembangan Penguatan peran forum Memfasilitasi peningkatan Meningkatnya peran forum BKKPN Kupang,
sistem kolaborasi para Pihak kapasitas SDM forum kolaborasi para pihak Pemprov NTT,
pengelolaan melalui peningkatan Pemda Kabupaten,
kolaborasi kapasitas SDM dan LSM
koordinasi rutin
Koordinasi rutin dengan para BKKPN Kupang,
pihak Pemprov NTT,
Pemda Kabupaten,
LSM
Formulasi dan Implementasi dan evaluasi Terlaksananya dan BKKPN Kupang,
penerapan mekanisme mekanisme keluhan (Grievance terevaluasinya Pemprov NTT,
keluhan (Grievance Mechanism) implementasi mekanisme Pemda Kabupaten,
Mechanism) keluhan (Grievance LSM
Mechanism)
375
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengembangan Pengembangan Kerjasama teknis: penelitian, Adanya kerjasama teknis: BKKPN Kupang,
kerjasama kerjasama dengan ilmu pengetahuan dan penelitian, ilmu Pemprov NTT,
kemitraan institusi/lembaga/piha pendidikan (tenaga ahli) pengetahuan dan Pemda Kabupaten,
pengelolaan k lain dalam rangka pendidikan (tenaga ahli) Uniconsufish, LIPI
TNP Laut Sawu efektifitas dan LSM, Lembaga lain
peningkatan kapasitas
pengelolaan
(pemerintah, LSM,
lembaga pendidikan, Kerjasama operasional Adanya kerjasama BKKPN Kupang,
kelompok/lembaga pengelolaan (tenaga, dana, operasional pengelolaan Pemprov NTT,
masyarakat) lingkup sarana prasarana) (tenaga, dana, sarana Pemda Kabupaten,
lokal, regional, nasional prasarana) Uniconsufish,
dan internasional LSM,
Lembaga lain
376
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengembangan Penyusunan rencana Penyusunan rincian kebutuhan Dokumen rencana BKKPN Kupang,
sistem anggaran kebutuhan anggaran per kegiatan anggaran tahunan LSM
pendanaan pengelolaan dan Analisis peluang sumber Hasil analisis peluang BKKPN Kupang,
berkelanjutan peluang sumber pendanaan yang berkelanjutan sumber pendanaan yang LSM
TNP Laut Sawu pendanaan berkelanjutan
berkelanjutan
Pengembangan Pengusulan pengalokasian 1) Dokumen mekanisme BKKPN Kupang,
mekanisme pendanaan budget pengelolaan secara pendanaan Pemprov NTT,
berkelanjutan kontinyu melalui APBN dan berkelanjutan Pemda Kabupaten
APBD Tingkat Provinsi dan 2) Teralokasinya budget
Tingkat Kabupaten pengelolaan secara
Penggalian sumber dana lain kontinyu melalui APBN BKKPN Kupang
dari misalnya pemberlakuan dan APBD Tingkat
karcis masuk dan tarif atas Provinsi dan Tingkat
kegiatan wisata dalam Kabupaten
kawasan, menetapkan dana 3) Tersedianya sumber
sanksi pelanggaran sesuai dana lain dari misalnya
aturan pengelolaan, dll. pemberlakuan karcis
masuk dan tarif atas
377
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
378
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
dokumentasi
Pengembangan Mendorong Dukungan dalam menyusun Adanya dukungan dari BKKPN Kupang,
peraturan yang penyusunan rancangan draft akademik perda pengelola dalam menyusun Pemprov NTT,
mendukung peraturan yang pengelolaan kolaboratif,
draft akademik perda Pemda Kabupaten
pengelolaan mendukung pengaturan alat tangkap, tata pengelolaan kolaboratif,
TNP Laut Sawu pengelolaan TNP Laut ruang wilayah, pemberlakukan pengaturan alat tangkap,
Sawu karcis masuk dan tarif atas tata ruang wilayah,
kegiatan wisata dalam kawasan pemberlakukan karcis
masuk dan tarif atas
kegiatan wisata dalam
kawasan
Pengembangan Kerjasama antar unit Rapat koordinasi regular antar Terlaksananya rapat
BKKPN Kupang,
jejaring organisasi pengelola unit organisasi pengelola koordinasi regular antar
BBKSDA NTT,
kawasan unit organisasi pengelola
Pemprov NTT,
konservasi Pemda Kabupaten
perairan Kerjasama dalam melakukan Adanya kerjasama dalam BKKPN Kupang,
pengawasan kawasan dan melakukan pengawasan BBKSDA NTT,
pelatihan kawasan dan pelatihan Pemprov NTT,
Pemda Kabupaten
Pengembangan Pengembangan Merancang desain database 1) Tersedianya SDM BKKPN Kupang,
Bank Data TNP Database pengelola database. LSM
Laut Sawu 2) Desain database TNP
Laut Sawu
Pemasukan update data Data dan informasi BKKPN Kupang
terbaharui secara reguler
379
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Penyajian dan pengelolaan data Database TNP Laut Sawu BKKPN Kupang
dikelola dan disajikan
dalam bentuk peta,
laporan, maupun
terintegrasi didalam website
Pembuatan Website Pemasukan update data di 1) Tersedianya SDM BKKPN Kupang
website pengelola website.
2) Website TNP Laut Sawu
selalu terupdate secara
regular
Penyajian dan
pengelolaan Website TNP Laut Sawu BKKPN Kupang
website bisa diakses secara global
oleh semua kalangan dan
dikelola dan diupdate
secara regular
Monitoring dan Monitoring dan evaluasi Melakukan monev internal dan Laporan monev internal BKKPN Kupang,
evaluasi kelembagaan eksternal (monev kelembagaan, dan eksternal (monev Pemprov NTT,
pendanaan dan kelembagaan, pendanaan Pemda Kabupaten
kerjasama/kemitraan) dan kerjasama/kemitraan)
Penguatan Penataan Padu serasi zonasi TNP Laut Zonasi TNP Laut Sawu BKKPN Kupang,
2 pengelolaan kawasan TNP Sawu dengan RTRW terintegrasi di dalam RTRW Pemprov NTT,
sumber daya Laut Sawu Nasional/Provinsi/Kabupaten Nasional, RTRW Provinsi Pemda Kabupaten,
kawasan NTT dan RTRW Kabupaten- Tim P4KKP Laut
Kabupaten di dalam TNP Sawu, LSM
Laut Sawu
380
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
381
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
stakeholder dan
masyarakat
Pengelolaan Pembuatan aturan/ Formulasi kebutuhan aturan/ Kebutuhan aturan/ BKKPN Kupang,
perikanan batasan alat tangkap, batasan alat tangkap, ukuran batasan alat tangkap, DKP Prov NTT,
tangkap dan ukuran ikan yang dan jenis ikan yang boleh ukuran dan jenis ikan yang DKP Kabupaten,
budidaya laut ditangkap, daerah ditangkap, daerah fishing boleh ditangkap, daerah Tim P4KKP Laut
yang fishing ground, dan ground, dan musim tangkapan fishing ground, dan musim Sawu, LSM
berkelanjutan musim tangkapan di masing-masing zona di tangkapan di masing-
dengan pendekatan dalam TNP Laut Sawu masing zona di dalam TNP
zonasi berdasarkan informasi terkini. Laut Sawu berdasarkan
informasi terkini.
382
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Mencegah dan Pengusulan perda khusus Perda khusus tentang hal- BKKPN Kupang,
merintangi praktek tentang hal-hal yang tidak hal yang tidak diatur dalam DKP Prov NTT,
perikanan yg menyalahi diatur dalam perundangan dan perundangan dan TNP Laut DKP Kabupaten,
hukum, tidak TNP Laut Sawu Sawu Tim P4KKP Laut
dilaporkan dan tidak di Sawu,
atur (IUU fishing) di Uniconsufish, LSM
dalam TNP Laut Sawu.
Pengelolaan Survey dan monitoring Monitoring Manta Tow (2 tahun 1) Tersedianya petugas BKKPN Kupang
keanekaragaman sumber daya kelautan sekali) yang memiliki keahlian
hayati dan dan perikanan khusus dalam kegiatan
ekosistem TNP monitoring.
Laut Sawu
2) Survey dan monitoring
Monitoring Kesehatan Terumbu sumber daya kelautan BKKPN Kupang
Karang (2 tahun sekali) dan perikanan
Monitoring Penyu (setiap bulan) terlaksana sesuai BKKPN Kupang
Monitoring Mangrove (2 tahun dengan SOP masing- BKKPN Kupang
sekali) masing monitoring dan
Monitoring Lamun (2 tahun hasilnya digunakan BKKPN Kupang
sekali) sebagai bahan dalam
Monitoring SPAGS (setiap pengambilan kebijakan BKKPN Kupang
bulan) pengelolaan yang
Monitoring Setasea (setiap adaptif BKKPN Kupang
tahun) LSM
Monitoring Pemanfaatan BKKPN Kupang,
Sumberdaya (Resource use DKP Prov NTT,
monitoring) (setiap bulan) DKP Kabupaten
383
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
384
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
385
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
386
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengembangan Studi pengembangan Studi pengembangan dan Laporan Studi BKKPN Kupang,
Pengelolaan dan pengelolaan habitat pengelolaan habitat perairan pengembangan dan Uniconsufish,
habitat perairan perairan dalam serta dalam serta pemanfaatan pengelolaan habitat Universitas,
dalam pemanfaatan sumberdaya laut dalam perairan dalam serta Pemerintah Pusat,
sumberdaya laut dalam pemanfaatan sumberdaya LSM
laut dalam
Pengembangan Kolaborasi antara unit Rapat koordinasi regular antara Adanya koordinasi dan Pemerintah Pusat,
Pengelolaan pengelola, lembaga unit dengan stakeholder terkait kerjasama dalam Pemprov NTT,
menghadapi pemerintah, organisasi dalam membahas kolaborasi pelaksanaan pengelolaan Pemda Kabupaten,
perubahan konservasi, sektor pengelolaan menghadapi menghadapi perubahan BKKPN Kupang,
iklim swasta, dan perubahan iklim iklim LSM
masyarakat lokal dalam
pengelolaan
menghadapi perubahan
iklim
Sosialisasi dan Sosialisasi dan penyebaran Masyarakat dan BKKPN Kupang,
penyebaran informasi informasi tentang perubahan stakeholder terkait di Pemerintah Pusat,
tentang perubahan iklim di dalam TNP Laut Sawu dalam kawasan TNP Laut Pemprov NTT,
iklim di dalam TNP Laut ke masyarakat dan stakeholder Sawu mengetahui informasi Pemda Kabupaten,
Sawu ke masyarakat terkait mengenai dampak LSM
dan stakeholder terkait perubahan iklim dan
bagaimana mitigasinya
387
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
388
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Penguatan dukungan Perancangan zonasi kawasan Rencana zonasi TNP Laut BKKPN Kupang,
ilmiah untuk TNP Laut yang resilient terhadap Sawu yang resilient Pemprov NTT,
Sawu agar sesuai perubahan iklim terhadap perubahan iklim Pemda Kabupaten,
dengan kondisi local Tim P4KKP Laut
untuk memastikan Sawu, LSM
kawasan dikelola,
dirancang dan berhasil
bertahan terhadap
perubahan iklim.
Pengelolaan Kelengkapan data Pelibatan masyarakat danAdanya kerjasama dengan BKKPN Kupang,
populasi untuk mendukung operator wisata secara aktif
masyarakat operator wisata Operator Wisata,
setasea zonasi dan pengelolaan untuk melaporkan keberadaanuntuk secara aktif Masyarakat,
setasea paus (penampakan danmelaporkan keberadaan LSM
terdampar) paus (penampakan dan
terdampar) di TNP Laut
sawu
Pengurangan ancaman Kampanye Polusi di Laut 1) Adanya kerjasama BKKPN Kupang,
setasea dari limbah dan (Plastik, sampah, dll) di pada dengan angkutan Dishub NTT,
polusi di laut angkutan feri, kapal, dll. perairan yang melintas Dishub Kabupaten,
pada perairan TNP Laut PT. ASDP Indonesia
Sawu untuk Ferry,
mengurangi ancaman DKP Provinsi NTT,
terhadap setasea dari DKP Kabupaten,
limbah dan polusi di LSM
laut
2) Tersedianya sarana dan
prasarana kebersihan
pada alat angkut yang
melintas di TNP Laut
Sawu
389
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
3) Tersedianya publikasi
polusi di laut (stiker,
papan informasi
larangan ataupun
melalui suara/mikrofon)
pada angkutan perairan
Penelitian, Melakukan kegiatan Inventarisasi, identifikasi dan Pengembangan teknologi BKKPN Kupang,
pengembangan penelitian dan analisis kebutuhan perikanan budidaya Uniconsufish,
dan penerapan pengembangan pengembangan teknologi berdasarkan hasil DKP Provinsi NTT,
ilmu dan teknologi perikanan perikanan budidaya inventarisasi, identifikasi DKP Kabupaten,
teknologi budidaya dan analisis kebutuhan LSM
kelautan
Melakukan kegiatan Inventarisasi, identifikasi dan Pengembangan teknologi BKKPN Kupang,
penelitian dan analisis kebutuhan perikanan tangkap Uniconsufish,
pengembangan pengembangan teknologi berdasarkan hasil DKP Provinsi NTT,
teknologi perikanan perikanan tangkap yang ramah inventarisasi, identifikasi DKP Kabupaten,
tangkap yang ramah lingkungan dan analisis kebutuhan LSM
lingkungan untuk
mendukung perikanan Kerjasama untuk pengkajian Adanya MoU kerjasama BKKPN Kupang,
yang berkelanjutan metode dan alat tangkap yang antara pengelola dan pihak Pemprov NTT,
ramah lingkungan yang relevan dan Pemda Kabupaten,
terlaksananya kerjasama Uniconsufish,
untuk pengkajian metode LIPI, LSM,
dan alat tangkap yang Lembaga lain
ramah lingkungan
390
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengelolaan Pengelolaan keamanan Rapat koordinasi antara Tersedianya sistem dan BKKPN Kupang,
pelayaran dan kenyamanan Lembaga Pengelola dengan koordinasi yang disepakati Dishub NTT,
pelayaran dinas terkait untuk pengelolaan parapihak dalam Dishub Kabupaten,
alur pelayaran pengelolaan keamanan dan PT. ASDP Indonesia
pelayaran Ferry
Monitoring dan Monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi dengan Terlaksananya monitoring BKKPN Kupang
evaluasi dengan menggunakan menggunakan perangkat dan evaluasi dengan
perangkat Pedoman Pedoman Teknis E-KKP3K menggunakan perangkat
Teknis E-KKP3K (Evaluasi Efektivitas Pedoman Teknis E-KKP3K
(Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan (Evaluasi Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Pengelolaan Kawasan
Konservasi Perairan, dan Pulau-Pulau Kecil) Konservasi Perairan, Pesisir
Pesisir dan Pulau-Pulau dan Pulau-Pulau Kecil)
Kecil)
3 Penguatan Peningkatan Kampanye Konservasi Diskusi Rutin Penyadaran Meningkatnya kesadaran BKKPN Kupang,
sosial kesadaran Perairan dan Konservasi Perairan dengan masyarakat akan arti Tokoh Masyarakat,
ekonomi dan masyarakat dan Penyebaran Informasi kelompok masyarakat dan penting konservasi perairan LSM
budaya pendidikan TNP Laut Sawu penerima manfaat lainnya di
lingkungan wilayah TNP Laut Sawu
391
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
392
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
393
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
394
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pelestarian adat Pelestarian kearifan Fasilitasi revitalisasi kearifan Terlaksananya revitalisasi BKKPN Kupang,
dan budaya local masyarakat pesisir local masyarakat pesisir yang kearifan lokal masyarakat LSM
masyarakat mendukung konservasi dan pesisir yang mendukung
pesisir pemanfaatan sumberdaya konservasi dan
lestari pemanfaatan sumberdaya
lestari
Monitoring dan Monitoring persepsi Monitoring persepsi masyarakat Terlaksananya monitoring BKKPN Kupang,
evaluasi terhadap pengelolaan TNP Laut persepsi masyarakat LSM
Sawu terhadap pengelolaan TNP
Laut Sawu
Monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi Terlaksananya monitoring BKKPN Kupang,
program Kampanye Konservasi dan dan evaluasi Kampanye LSM
Penyebaran Informasi TNP Laut Konservasi dan Penyebaran
Sawu Informasi TNP Laut Sawu
395
E. Rencana Jangka Menengah IV (5 Tahun Ke-Empat)
1. Penguatan Kelembagaan
Penguatan kelembagaan dilakukan melalui program:
a. peningkatan kapasitas kelembagaan pengelola TNP laut Sawu;
b. perencanaan dan pengendalian pengelolaan;
c. pengembangan kelembagaan mandiri berbentuk Badan Layanan
Umum;
d. pengembangan sistem pengelolaan kolaborasi;
e. pengembangan kerja sama kemitraan pengelolaan TNP Laut Sawu;
f. pengembangan sistem pendanaan berkelanjutan TNP Laut Sawu;
g. penyelenggaraan urusan tata usaha dan rumah tangga perkantoran;
h. pengembangan peraturan yang mendukung pengelolaan TNP Laut
Sawu;
i. pengembangan jejaring kawasan konservasi perairan;
j. pengembangan Bank Data TNP Laut Sawu;
k. monitoring dan evaluasi.
2. Penguatan Pengelolaan Sumber Daya Kawasan
Penguatan Pengelolaan Sumber Daya Kawasan dilakukan melalui program:
a. penataan kawasan TNP Laut Sawu;
b. pengelolaan perikanan tangkap dan budidaya laut yang
berkelanjutan;
c. pengelolaan keanekaragaman hayati dan ekosistem TNP Laut Sawu;
d. perlindungan, pengawasan dan pengamanan kawasan;
e. pengembangan industri kelautan yang lestari;
f. pengembangan pengelolaan habitat perairan dalam;
g. pengembangan pengelolaan menghadapi perubahan iklim;
h. pengelolaan populasi setasea;
i. penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi
kelautan;
j. pengelolaan pelayaran;
k. monitoring dan evaluasi Program.
3. Penguatan Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Penguatan sosial, ekonomi, dan budaya dilakukan melalui program:
a. peningkatan kesadaran masyarakat dan pendidikan lingkungan;
b. pengembangan mekanisme penyebarluasan informasi dan
komunikasi TNP Laut Sawu;
396
c. pengembangan partisipasi masyarakat;
d. pemberdayaan masyarakat pesisir;
e. pelestarian adat dan budaya masyarakat pesisir;
f. monitoring dan evaluasi.
397
MATRIK PROGRAM DAN RENCANA KEGIATAN PENGELOLAAN JANGKA MENENGAH 5 TAHUN KE – 4
TNP LAUT SAWU TAHUN 2029-2034
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
1 Penguatan Peningkatan Penyusunan rencana Menyusun kualifikasi dan Formasi personel TNP Laut BKKPN Kupang
Kelembagaan kapasitas formasi SDM pengelola klasifikasi kebutuhan SDM Sawu disusun berdasarkan
kelembagaan TNP Laut Sawu TNP Laut Sawu kualifikasi dan klasifikasi
pengelola TNP kebutuhan
laut Sawu
Rekruitmen SDM Formasi personel TNP Laut BKKPN Kupang
Sawu direkruit berdasarkan
kualifikasi dan klasifikasi
kebutuhan
Peningkatan sarana Pengadaan alat dan mesin Alat dan mesin untuk BKKPN Kupang
prasarana menunjang aktifitas
pengelolaan
398
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
pengelolaan
Perencanaan Penyusunan Rencana Penyusunan dan review Dokumen Rencana BKKPN Kupang
dan Pengelolaan TNP Laut Rencana Pengelolaan 20 Pengelolaan 20 Tahun TNP Tim P4KKP Laut
pengendalian Sawu Tahun TNP Laut Sawu Laut Sawu Sawu
pengelolaan Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
LSM
399
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
LSM
Pengembangan Pengembangan Penetapan implementasi BLU Terbentuknya Badan Layanan BKKPN Kupang
kelembagaan kelembagaan mandiri Umum TNP Laut Sawu yang
mandiri berbentuk Badan sudah memiliki pola tatakelola LSM
berbentuk Layanan Umum yang jelas, standar pelayanan
Badan Layanan minimal layanan umum,
Umum pelaporan keuangan
keuangan pokok dan laporan
audit sebagai
bentuk dari
pertanggungjawaban
pelaksanaan pengelolaan
keuangan
Pengembangan Penguatan peran forum Memfasilitasi peningkatan Meningkatnya peran forum BKKPN Kupang
sistem kolaborasi para Pihak kapasitas SDM forum kolaborasi para pihak melalui Pemprov NTT
pengelolaan peningkatan kapasitas SDM Pemda Kabupaten
kolaborasi dan koordinasi rutin LSM
400
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengembangan Pengembangan Kerja sama teknis: penelitian, Adanya kerjasama teknis: BKKPN Kupang
kerjasama kerjasama dengan ilmu pengetahuan dan penelitian, ilmu pengetahuan Pemprov NTT
kemitraan institusi/lembaga/piha pendidikan (tenaga ahli) dan pendidikan (tenaga ahli) Pemda Kabupaten
pengelolaan TNP k lain dalam rangka Uniconsufish
Laut Sawu efektifitas dan LIPI
peningkatan kapasitas LSM
pengelolaan Lembaga lain
(pemerintah, LSM,
lembaga pendidikan, Kerja sama operasional Adanya kerjasama operasional BKKPN Kupang
kelompok/lembaga pengelolaan (tenaga, dana, pengelolaan (tenaga, dana, Pemprov NTT
masyarakat) lingkup sarana prasarana) sarana prasarana) Pemda Kabupaten
lokal, regional, nasional Uniconsufish
dan internasional LSM
Lembaga lain
401
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengembangan Penyusunan rencana Penyusunan rincian Dokumen rencana anggaran BKKPN Kupang
sistem anggaran kebutuhan kebutuhan anggaran per tahunan LSM
pendanaan pengelolaan dan kegiatan
berkelanjutan peluang sumber
TNP Laut Sawu pendanaan Analisis peluang sumber Hasil analisis peluang sumber BKKPN Kupang
berkelanjutan pendanaan yang pendanaan yang LSM
berkelanjutan berkelanjutan
402
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Penyelenggaraa Pengelolaan gaji, Penyediaan gaji, honorarium Gaji, honorarium dan BKKPN Kupang
n urusan tata honorarium dan dan tunjangan tunjangan terkelola dengan
usaha dan tunjangan baik dan akuntabel
403
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
rumah tangga
perkantoran Penyelenggaraan Rapat-rapat koordinasi/ Operasional perkantoran BKKPN Kupang
operasional konsultasi/kerja/dinas terselenggara dengan baik
perkantoran
Pengadaan ATK BKKPN Kupang
Perawatan sarana dan Perawatan gedung/bangunan Sarana dan prasaranan BKKPN Kupang
prasarana pengelola terawat dan
Perawatan peralatan digunakan untuk menunjang BKKPN Kupang
pengelolaan
Perawatan angkutan air BKKPN Kupang
Pengembangan Mendorong Dukungan dalam menyusun Adanya dukungan dari BKKPN Kupang
peraturan yang penyusunan rancangan draft akademik perda pengelola dalam menyusun Pemprov NTT
mendukung peraturan yang pengelolaan kolaboratif, draft akademik perda Pemda Kabupaten
pengelolaan TNP mendukung pengaturan alat tangkap, tata pengelolaan kolaboratif,
Laut Sawu pengelolaan TNP Laut ruang wilayah, pengaturan alat tangkap, tata
Sawu pemberlakukan karcis masuk ruang wilayah,
dan tarif atas kegiatan wisata pemberlakukan karcis masuk
404
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengembangan Kerjasama antar unit Rapat koordinasi regular Terlaksananya rapat BKKPN Kupang
jejaring organisasi pengelola antar unit organisasi koordinasi regular antar unit BBKSDA NTT
kawasan pengelola organisasi pengelola Pemprov NTT
konservasi Pemda Kabupaten
perairan
Kerjasama dalam melakukan Adanya kerjasama dalam BKKPN Kupang
pengawasan kawasan dan melakukan pengawasan BBKSDA NTT
pelatihan kawasan dan pelatihan Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
Pengembangan Pengembangan Merancang desain database - Tersedianya SDM pengelola BKKPN Kupang
Bank Data TNP Database database. LSM
Laut Sawu - Desain database TNP Laut
Sawu
405
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pembuatan Website Pemasukan update data di - Tersedianya SDM pengelola BKKPN Kupang
website website.
- Website TNP Laut Sawu
selalu terupdate secara
regular
Penyajian dan pengelolaan Website TNP Laut Sawu bisa BKKPN Kupang
website diakses secara global oleh
semua kalangan dan dikelola
dan diupdate secara regular
Monitoring dan Monitoring dan evaluasi Melakukan monev internal Laporan monev internal dan BKKPN Kupang
evaluasi kelembagaan dan eksternal (monev eksternal (monev Pemprov NTT
kelembagaan, pendanaan dan kelembagaan, pendanaan dan Pemda Kabupaten
kerjasama/kemitraan) kerjasama/kemitraan)
2 Penguatan Penataan Padu serasi zonasi TNP Laut Zonasi TNP Laut Sawu BKKPN Kupang
pengelolaan kawasan TNP Sawu dengan RTRW terintegrasi di dalam RTRW Pemprov NTT
sumber daya Laut Sawu Nasional/Provinsi/Kabupaten Pemda Kabupaten
kawasan Nasional, RTRW Provinsi NTT Tim P4KKP Laut
dan RTRW Kabupaten- Sawu
Kabupaten di dalam TNP Laut LSM
Sawu
406
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
BKKPN Kupang
407
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengelolaan Pembuatan aturan/ Formulasi kebutuhan aturan/ Kebutuhan aturan/ batasan BKKPN Kupang
perikanan batasan alat tangkap, batasan alat tangkap, ukuran alat tangkap, ukuran dan DKP Prov NTT
tangkap dan ukuran ikan yang dan jenis ikan yang boleh jenis ikan yang boleh DKP Kabupaten
budidaya laut ditangkap, daerah ditangkap, daerah fishing ditangkap, daerah fishing Tim P4KKP Laut
yang fishing ground, dan ground, dan musim ground, dan musim Sawu
berkelanjutan musim tangkapan tangkapan di masing-masing tangkapan di masing-masing LSM
dengan pendekatan zona di dalam TNP Laut Sawu zona di dalam TNP Laut Sawu
zonasi berdasarkan informasi terkini. berdasarkan informasi terkini.
408
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
komprehensif
Mencegah dan Pengusulan perda khusus Perda khusus tentang hal-hal BKKPN Kupang
merintangi praktek tentang hal-hal yang tidak yang tidak diatur dalam DKP Prov NTT
perikanan yg menyalahi diatur dalam perundangan perundangan dan TNP Laut DKP Kabupaten
hukum, tidak dan TNP Laut Sawu Sawu Tim P4KKP Laut
dilaporkan dan tidak di Sawu
atur (IUU fishing) di Uniconsufish
dalam TNP Laut Sawu. LSM
Pengelolaan Survey dan monitoring Rapid Ecological Asessment Tersedianya petugas dari BKKPN Kupang
keanekaragama sumber daya kelautan (10 tahun sekali) pengelola yang memiliki
n hayati dan dan perikanan keahlian khusus dalam LIPI
ekosistem TNP kegiatan monitoring.
Laut Sawu - Survey dan monitoring Uniconsufish
sumber daya kelautan dan
Monitoring Manta Tow (2 perikanan terlaksana sesuai BKKPN Kupang
tahun sekali) dengan SOP masing-masing
monitoring dan hasilnya
Terumbu Karang (2 tahun digunakan sebagai bahan BKKPN Kupang
sekali)
409
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
410
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
411
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
412
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengembangan energi Studi pengembangan energi Laporan studi pengembangan BKKPN Kupang
terbarukan terbarukan energi terbarukan Universitas
Pemerintah Pusat
Pengembangan Pengembangan wisata Promosi dan penyebaran - Tersedia desain teknik Disbudpar Provinsi
pemanfaatan bahari dan wisata informasi potensi pariwisata pengembangan sarana NTT
jasa lingkungan budaya TNP laut Sawu (expose) prasarana wisata di zona Disbudpar
dan wisata alam pemanfaatan pariwisata Kabupaten
- Mekanisme perijinan BKKPN
pengusahaan pariwisata yang
Rapat koordinasi dapat membangun iklim Disbudpar Provinsi
pengembangan pengelolaan investasi dan ijin pariwisata NTT
wisata (ijin masuk) Disbudpar
- Adanya dampak dan Kabupaten
manfaat ekonomi secara nyata BKKPN
bagi masyarakat dan
Peningkatan sarana dan Pemerintah Daerah Disbudpar Provinsi
prasarana destinasi wisata NTT
Disbudpar
Kabupaten
BKKPN
413
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengembangan Studi pengembangan Studi pengembangan dan Laporan Studi pengembangan BKKPN Kupang
Pengelolaan dan pengelolaan habitat pengelolaan habitat perairan dan pengelolaan habitat Uniconsufish
habitat perairan perairan dalam serta dalam serta pemanfaatan perairan dalam serta Universitas
dalam pemanfaatan sumberdaya laut dalam pemanfaatan sumberdaya laut Pemerintah Pusat
sumberdaya laut dalam dalam LSM
Pengembangan Kolaborasi antara unit Rapat koordinasi regular Adanya koordinasi dan Pemerintah Pusat
Pengelolaan pengelola, lembaga antara unit dengan kerjasama dalam pelaksanaan Pemprov NTT
menghadapi pemerintah, organisasi stakeholder terkait dalam pengelolaan menghadapi Pemda Kabupaten
perubahan iklim konservasi, sektor membahas kolaborasi perubahan iklim BKKPN Kupang
swasta, dan pengelolaan menghadapi LSM
masyarakat lokal dalam perubahan iklim
pengelolaan
menghadapi perubahan
iklim
414
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Sosialisasi dan Sosialisasi dan penyebaran Masyarakat dan stakeholder BKKPN Kupang
penyebaran informasi informasi tentang perubahan terkait di dalam kawasan TNP Pemerintah Pusat
tentang perubahan iklim di dalam TNP Laut Sawu Laut Sawu mengetahui Pemprov NTT
iklim di dalam TNP Laut ke masyarakat dan informasi mengenai dampak Pemda Kabupaten
Sawu ke masyarakat stakeholder terkait perubahan iklim dan LSM
dan stakeholder terkait bagaimana mitigasinya
415
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Penguatan dukungan Perancangan zonasi kawasan Rencana zonasi TNP Laut BKKPN Kupang
ilmiah untuk TNP Laut yang resilient terhadap Sawu yang resilient terhadap Pemprov NTT
Sawu agar sesuai perubahan iklim perubahan iklim Pemda Kabupaten
dengan kondisi local Tim P4KKP Laut
untuk memastikan Sawu
kawasan dikelola, LSM
dirancang dan berhasil
bertahan terhadap
perubahan iklim.
Pengelolaan Kelengkapan data Pelibatan masyarakat dan Adanya kerjasama dengan BKKPN Kupang
populasi setasea untuk mendukung operator wisata secara aktif masyarakat operator wisata Operator Wisata
zonasi dan pengelolaan untuk melaporkan untuk secara aktif Masyarakat
setasea keberadaan paus melaporkan keberadaan paus LSM
(penampakan dan terdampar) (penampakan dan terdampar)
di TNP Laut sawu
416
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengurangan ancaman Kampanye Polusi di Laut - Adanya kerjasama dengan BKKPN Kupang
setasea dari limbah dan (Plastik, sampah, dll) di pada angkutan perairan yang Dishub NTT
polusi di laut angkutan feri, kapal, dll. melintas pada perairan TNP Dishub Kabupaten
Laut Sawu untuk mengurangi PT. ASDP Indonesia
ancaman terhadap setasea Ferry
dari limbah dan polusi di laut DKP Provinsi NTT
- Tersedianya sarana dan DKP Kabupaten
prasarana kebersihan pada LSM
alat angkut yang melintas di
TNP Laut Sawu
- Tersedianya publikasi polusi
di laut (stiker, papan
informasi larangan ataupun
melalui suara/mikrofon ) pada
angkutan perairan
Penelitian, Melakukan kegiatan Inventarisasi, identifikasi dan Pengembangan teknologi BKKPN Kupang
pengembangan penelitian dan analisis kebutuhan perikanan budidaya Uniconsufish
dan penerapan pengembangan pengembangan teknologi berdasarkan hasil DKP Provinsi NTT
ilmu dan teknologi perikanan perikanan budidaya inventarisasi, identifikasi dan DKP Kabupaten
teknologi budidaya analisis kebutuhan LSM
kelautan
Melakukan kegiatan Inventarisasi, identifikasi dan Pengembangan teknologi BKKPN Kupang
penelitian dan analisis kebutuhan perikanan tangkap Uniconsufish
pengembangan pengembangan teknologi berdasarkan hasil DKP Provinsi NTT
teknologi perikanan perikanan tangkap yang inventarisasi, identifikasi dan DKP Kabupaten
tangkap yang ramah ramah lingkungan analisis kebutuhan LSM
417
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
lingkungan untuk
mendukung perikanan Kerja sama untuk pengkajian Adanya MoU kerjasama BKKPN Kupang
yang berkelanjutan metode dan alat tangkap yang antara pengelola dan pihak Pemprov NTT
ramah lingkungan yang relevan dan Pemda Kabupaten
terlaksananya kerjasama Uniconsufish
untuk pengkajian metode dan LIPI
alat tangkap yang ramah LSM
lingkungan Lembaga lain
Pengelolaan Pengelolaan keamanan Rapat koordinasi antara Tersedianya sistem dan BKKPN Kupang
pelayaran dan kenyamanan Lembaga Pengelola dengan koordinasi yang disepakati Dishub NTT
pelayaran dinas terkait untuk parapihak dalam pengelolaan Dishub Kabupaten
pengelolaan alur pelayaran keamanan dan pelayaran PT. ASDP Indonesia
Ferry
Monitoring dan Monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi Terlaksananya monitoring dan BKKPN Kupang
evaluasi dengan menggunakan dengan menggunakan evaluasi dengan
perangkat Pedoman perangkat Pedoman Teknis E- menggunakan perangkat
Teknis E-KKP3K KKP3K (Evaluasi Efektivitas Pedoman Teknis E-KKP3K
(Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan (Evaluasi Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Pengelolaan Kawasan
Konservasi Perairan, dan Pulau-Pulau Kecil) Konservasi Perairan, Pesisir
Pesisir dan Pulau-Pulau dan Pulau-Pulau Kecil)
418
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Kecil)
3 Penguatan Peningkatan Kampanye Konservasi Diskusi Rutin Penyadaran Meningkatnya kesadaran BKKPN Kupang
sosial kesadaran Perairan dan Konservasi Perairan dengan masyarakat akan arti penting Tokoh Masyarakat
ekonomi dan masyarakat dan Penyebaran Informasi kelompok masyarakat dan konservasi perairan LSM
budaya pendidikan TNP Laut Sawu penerima manfaat lainnya di
lingkungan wilayah TNP Laut Sawu
Pembentukan dan Monitoring dan evaluasi Terbentuk dan terlatihnya BKKPN Kupang
pembinaan kelompok kegiatan kelompok Kelompok masyarakat peduli Tokoh Masyarakat
masyarakat peduli masyarakat peduli konservasi konservasi perairan di Pemda Kabupaten
konservasi perairan perairan masing-masing Kabupaten di LSM
dalam TNP Laut Sawu
419
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengembangan Penyebaran informasi Penyiapan materi/program Informasi mengenai TNP Laut BKKPN Kupang
mekanisme melalui media massa Sawu tersebar luas melalui LSM
penyebarluasan (Website, TV, Radio, media massa
informasi dan Surat Kabar dan Update Ragam Informasi yang BKKPN Kupang
komunikasi TNP majalah) berkaitan dengan TNP Laut LSM
Laut Sawu Sawu
420
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
LSM
Desain dan Pembuatan Perancangan desain dan Terbitnya material publikasi BKKPN Kupang
Material Publikasi TNP materi, pencetakan bahan, TNP Laut Sawu secara berkala LSM
Laut Sawu penyebarluasan dan evaluasi
Penyebaran Informasi Partisipasi dalam kegiatan Informasi mengenai TNP Laut BKKPN Kupang
TNP Laut Sawu melalui Pameran, Eksebisi, Festival di Sawu disebarluaskan melalui LSM
ragam kegiatan Publik tingkat lokal,regional, kegiatan-kegiatan di tingkat
nasional dan internasional lokal, regional, nasional dan
internasional
421
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Pengembangan usaha Bantuan modal kerja untuk Meningkatnya usaha DKP Kabupaten
ekonomi masyarakat meningkatkan skala usaha masyarakat DKP Provinsi
pengguna sumberdaya masyarakat pengguna
kelautan dan perikanan sumberdaya kelautan dan
di dalam TNP laut Sawu perikanan
Pelestarian adat Pelestarian kearifan Fasilitasi revitalisasi kearifan Terlaksananya revitalisasi BKKPN Kupang
dan budaya local masyarakat pesisir local masyarakat pesisir yang kearifan local masyarakat LSM Lokal
masyarakat mendukung konservasi dan pesisir yang mendukung LSM
pesisir pemanfaatan sumberdaya konservasi dan pemanfaatan
lestari sumberdaya lestari
Monitoring dan Monitoring persepsi Monitoring persepsi Terlaksananya monitoring BKKPN Kupang
evaluasi masyarakat terhadap persepsi masyarakat terhadap LSM
pengelolaan TNP Laut Sawu pengelolaan TNP Laut Sawu
422
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra
Monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi Terlaksananya monitoring dan BKKPN Kupang
program Kampanye Konservasi dan evaluasi Kampanye LSM
Penyebaran Informasi TNP Konservasi dan Penyebaran
Laut Sawu Informasi TNP Laut Sawu
423
BAB VI
PENUTUP
ttd.
SHARIF C. SUTARDJO
424