Anda di halaman 1dari 427

KEPUTUSAN

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 6/KEPMEN-KP/2014

TENTANG

RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI TAMAN NASIONAL PERAIRAN


LAUT SAWU DAN SEKITARNYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2014 - 2034

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan pengelolaan


Taman Nasional Perairan Laut Sawu dan
sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur,
perlu menetapkan Rencana Pengelolaan dan
Zonasi Taman Nasional Perairan Laut Sawu dan
sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman
Nasional Perairan Laut Sawu dan sekitarnya di
Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2014 -
2034;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang


Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4433)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5073);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007
tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor Tahun 2007
Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4779);
3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009
tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah,
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 55
Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 125);

4. Peraturan ...

1
4. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010
tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi,
Kementerian Negara serta Susunan Organisasi,
Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara,
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun
2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 126);
5. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009,
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Presiden Nomor 60/P Tahun 2013;
6. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor PER.02/MEN/2009 tentang Tata Cara
Penetapan Kawasan Konservasi Perairan;
7. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor PER.15/MEN/2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan
Perikanan;
8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor PER.30/MEN/2010 tentang Rencana
Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi
Perairan;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN


TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI
TAMAN NASIONAL PERAIRAN LAUT SAWU DAN
SEKITARNYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2014 - 2034.

KESATU : Menetapkan Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman


Nasional Perairan Laut Sawu dan Sekitarnya Di
Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2014 - 2034,
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan
Menteri ini.

KEDUA : Rencana Pengelolaan dan Zonasi sebagaimana


dimaksud diktum KESATU merupakan panduan
operasional pengelolaan Taman Nasional Perairan
Laut Sawu dan Sekitarnya Di Provinsi Nusa
Tenggara Timur.

KETIGA : Rencana Pengelolaan dan Zonasi sebagaimana


dimaksud diktum KESATU dapat ditinjau sekurang-
kurangnya 5 (lima) tahun sekali.

KEEMPAT ...

2
KEEMPAT : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 27 Januari 2014

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN


REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SHARIF C. SUTARDJO

3
LAMPIRAN
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6/KEPMEN-KP/2014
TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI
TAMAN NASIONAL PERAIRAN LAUT SAWU DAN
SEKITARNYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2014 - 2034

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan tingkat keanekaragaman
terumbu karang yang tinggi dengan ekosistem yang menyediakan
kehidupan bagi masyarakat pesisir dan sekitarnya. Sebagai bagian dari
Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle), wilayah Indonesia Timur,
mempunyai keanekaragaman terumbu karang paling kaya di Bumi.
Untuk itu Pemerintah Republik Indonesia berkomitmen penuh
mendukung Regional Plan of Action Coral Triangle Initiative on Coral
Reefs, Fisheries and Food Security, utamanya terkait dengan upaya
pengelolaan kawasan konservasi perairan yang efektif (Marine Protected
Areas (MPAs) Established and Effectively Managed and therefore
(CTMPAS) in place and fully functional). Kementerian Kelautan dan
Perikanan juga telah memiliki Rencana Aksi Nasional Coral Triangle
Initiative (CTI) agar kawasan konservasi perairan dapat terkelola dan
berfungsi dengan baik.
Pengelolaan kawasan konservasi perairan bertujuan untuk
melindungi dan melestarikan sumberdaya alam dalam rangka
pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Upaya ini dilakukan
antara lain dengan membentuk dan menguatkan ketahanan jejaring
Kawasan Konservasi Perairan/Taman Nasional Perairan dengan prioritas
pada eko-wilayah dari sebuah bentang wilayah luas. Pemerintah
Indonesia pada Tahun 2013 telah memiliki kawasan konservasi laut
seluas 15,7 juta ha dan berkomitmen untuk meningkatkan kawasan
konservasi laut menjadi 20 juta hektar pada Tahun 2020.
Perairan Laut Sawu terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
yang berbatasan langsung dengan dengan wilayah pesisir barat Timor
Leste. Perairan Laut Sawu terletak di wilayah lintasan arus lintas
Indonesia (Arlindo), yang merupakan pertemuan dua massa arus dari
Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Perairan Laut Sawu

1
memanjang dari barat ke timur sepanjang 600 km dan dari utara ke
Selatan sepanjang 250 km. Perairan Laut Sawu bagi pembangunan di
Provinsi NTT bermakna strategis, karena hampir sebagian
Kabupaten/Kota di Provinsi NTT sangat tergantung kepada Laut Sawu
yang menyumbang lebih dari 65 % potensi lestari sumberdaya ikan di
Provinsi NTT .
Perairan Laut Sawu memiliki sebaran tutupan terumbu karang
dengan keragaman hayati spesies sangat tinggi di dunia yang merupakan
habitat kritis sebagai wilayah perlintasan 21 (dua puluh satu) jenis
setasea, termasuk 2 (dua) spesies paus langka, yaitu paus biru dan paus
sperma. Perairan Laut Sawu juga merupakan habitat yang penting bagi
duyung, ikan pari manta, dan penyu. Disamping itu, perairan Laut Sawu
merupakan daerah utama jalur pelayaran di Indonesia. Wilayah ini juga
merupakan salah satu instrumen penting dalam rangka mengatasi
dampak perubahan iklim (climate change), ketahanan pangan (food
security) dan pengelolaan laut dalam (deep sea).
Wilayah perairan Laut Sawu mempunyai berbagai permasalahan
antara lain perusakan terumbu karang, penurunan populasi biota laut
penting, kegiatan penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan.
Berdasarkan hal tersebut, sebagaian perairan Laut Sawu dicadangkan
sebagai Taman Nasional Perairan melalui Keputusan Menteri Kelautan
dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP.38/MEN/2009 tentang
Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan Nasional Laut Sawu dan
Sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Taman Nasional Perairan
Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang
selanjutnya disebut TNP Laut Sawu meliputi perairan seluas
3.521.130,01 hektar, yang terdiri dari 2 bagian yaitu Wilayah Perairan
Selat Sumba dan Sekitarnya seluas 567.165,64 hektar dan Wilayah
Perairan Pulau Sabu-Rote-Timor-Batek dan Sekitarnya seluas
2.953.964,37 hektar.
Taman Nasional Perairan merupakan kawasan konservasi perairan
yang mempunyai ekosistem asli, yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan yang menunjang
perikanan yang berkelanjutan, wisata perairan, dan rekreasi. Penetapan
kawasan konservasi perairan dilaksanakan dengan tujuan melindungi
dan melestarikan sumber daya ikan serta tipe-tipe ekosistem penting di
perairan untuk menjamin keberlanjutan fungsi ekologisnya, mewujudkan

2
pemanfaatan sumber daya ikan dan ekosistemnya serta jasa
lingkungannya secara berkelanjutan, melestarikan kearifan lokal dalam
pengelolaan sumber daya ikan di dalam dan/atau di sekitar kawasan
konservasi perairan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
sekitar kawasan konservasi perairan. Secara khusus tujuan
pencadangan TNP Laut Sawu adalah mewujudkan kelestarian
sumberdaya ikan dan ekosistemnya sebagai bagian wilayah ekologi
perairan laut Sunda Kecil (Lesser Sunda Marine Eco-Region), melindungi
dan mengelola ekosistem perairan Laut Sawu dan sekitarnya, sebagai
kerangka acuan pembangunan daerah di bidang perikanan, pariwisata,
masyarakat pesisir, pelayaran, ilmu pengetahuan dan konservasi, serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui mata pencaharian yang
berkelanjutan (sustainable livelihood).
Menindaklanjuti pencadangan wilayah perairan Laut Sawu sebagai
TNP Laut Sawu dan untuk menjamin keberlanjutan pengelolaannya,
maka Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Balai Kawasan
Konservasi Peraian Nasional (Balai KKPN) Kupang membentuk Kelompok
Kerja (Pokja) Penyusun Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu
yang bertugas untuk menyusun Rencana Pengelolaan 20 (dua puluh)
tahun TNP Laut Sawu yang mencakup di dalamnya Rencana Jangka
Menengah 5 (lima) tahun. Pokja Penyusun Rencana Pengelolaan dan
Zonasi TNP Laut Sawu ini keanggotaanya terdiri dari berbagai pemangku
kepentingan terkait dalam pengelolaan TNP Laut Sawu yaitu Balai KKPN
Kupang, Sekretariat Daerah Provinsi NTT, Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi NTT, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi NTT, Badan
Perencanaan dan Pembangunan Daerah Provinsi NTT, Badan
Lingkungan Hidup Daerah Provinsi NTT, Dinas Perhubungan Provinsi
NTT, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTT, Polda NTT,
LANTAMAL VII Kupang, Perguruan Tinggi (Universitas Nusa Cendana,
Universitas Kristen Artha Wacana, dan Universitas Muhammadiyah
Kupang), perwakilan FAO, Lembaga Swadaya Masyarakat (Yayasan
Iehari, Yayasan Alfa Omega, Yayasan Pengembangan Pesisir dan Lautan,
dan The Nature Conservancy-Savu Sea MPA Development Project),
Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Provinsi NTT, Kelompok
Masyarakat, dan dunia usaha dari bidang perikanan dan pariwisata.

3
Penyusunan dokumen ini berdasarkan pada Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.30/MEN/2010
tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan
dilakukan melalui berbagai hasil studi dan analisis yang mendalam,
penelusuran lapang (ground-truthing) dan konsultasi publik dengan
pemangku kepentingan terkait di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten,
yang melibatkan masyarakat di 10 kabupaten di dalam TNP Laut Sawu.
Berdasarkan hal tersebut, dengan mempertimbangkan hasil
konsultasi publik yang dilakukan, luas kawasan TNP Laut Sawu yang
semula 3.521.130,01 hektar berubah menjadi 3.355.352,82 hektar yang
terdiri dari 2 bagian yaitu Wilayah Perairan Selat Sumba dan Sekitarnya
seluas 557.837,40 hektar dan Wilayah Perairan Pulau Sabu-Rote-Timor-
Batek dan Sekitarnya seluas 2.797.515,42 hektar.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Penyusunan dokumen Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut
Sawu bertujuan untuk memberikan pedoman dan arahan bagi
pengelolaan kawasan dan seluruh potensinya secara komprehensif
dan indikatif untuk keperluan jangka panjang, yang menjadi acuan
bagi penyusunan rencana pengelolaan jangka menengah, dan rencana
kerja tahunan, serta rencana-rencana teknis.

2. Tujuan Pengelolaan
Tujuan Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu yaitu:
a. melindungi dan melestarikan sumberdaya ikan serta tipe-tipe
ekosistem penting di perairan untuk menjamin keberlanjutan
fungsi ekologisnya;
b. mewujudkan pemanfaatan sumberdaya ikan dan ekosistemnya
serta jasa lingkungannya secara berkelanjutan;
c. melestarikan kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan di
dalam dan/atau disekitar kawasan konservasi perairan; dan
d. meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan
konservasi perairan.

4
C. Ruang Lingkup

1. Lingkup Wilayah
Lingkup wilayah Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu
yaitu wilayah perairan seluas 3.355.352,82 hektar yang meliputi
Wilayah Perairan Selat Sumba dan Sekitarnya seluas 557.837,40
hektar dan Wilayah Perairan Pulau Sabu-Rote-Timor-Batek dan
Sekitarnya seluas 2.797.515,42 hektar.

2. Lingkup Materi
Lingkup materi Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu ini
memuat pembahasan substansi mengenai:
a. isu dan permasalahan
Menjelaskan tentang berbagai isu dan masalah yang terkait
dengan hubungan antara masyarakat dan sumberdaya kawasan,
pola-pola pemanfaatan sumberdaya kawasan dan dampaknya
terhadap keberadaan sumber daya, serta potensi ancaman baik
secara alami maupun akibat intervensi.
b. kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan
Menguraikan tentang visi dan misi pengelolaan, opsi-opsi
pengelolaan yang dapat diterima semua pihak.
c. arahan rencana pengelolaan kawasan.
Menguraikan inti dari dokumen rencana pengelolaan, antara lain
berisi program-program pengelolaan pada setiap zona,
penyelenggara pengelolaan kawasan, dan pembiayaan pengelolaan
kawasan.

3. Lingkup Jangka Waktu


Lingkup waktu Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu
terdiri dari:
a. Rencana jangka panjang 20 tahun; dan
b. Rencana jangka menengah (5 Tahun).

5
BAB II
POTENSI DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN

A. Potensi
1. Potensi Fisik Kawasan
a. Lokasi Kawasan
TNP Laut Sawu terletak di bentang laut Paparan Sunda
Kecil (Ecoregion Lesser Sunda), yang meliputi wilayah perairan
Selat Sumba dan perairan Timur Rote-Sabu-Batek, sebagaimana
terdapat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Batas Kawasan Pencadangan TNP laut Sawu

Wilayah perairan TNP Laut Sawu dikelilingi oleh rangkaian


kepulauan yaitu Pulau Timor, Sabu, Sumba, dan Flores. Secara
administratif, TNP Laut Sawu terletak di Kabupaten Kupang,
Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Timor Tengah Selatan,
Kabupaten Sabu Rajua, Kabupaten Manggarai, Kabupaten
Manggarai Barat, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Sumba
Tengah, Kabupaten Sumba Barat dan Kabupaten Sumba Barat
Daya.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor KEP.38/MEN/2009 tentang Pencadangan Kawasan
Konservasi Perairan Nasional Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi
Nusa Tenggara Timur, TNP Laut Sawu memiliki 18 (delapan belas)
titik koordinat batas kawasan, sebagaimana terdapat pada Tabel 1.

6
Tabel 1. Titik batas koordinat pencadangan Kawasan Konservasi
Perairan Nasional Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi
Nusa Tenggara Timur

ID X Y Keterangan
1 119ᵒ 46᾽29,4῝BT 9ᵒ10᾽24,9῝ LS Selat Sumba
2 118ᵒ 55᾽36,1῝BT 9ᵒ10᾽22,8῝ LS Selat Sumba
3 118ᵒ 55᾽34,7῝BT 9ᵒ33᾽35,8῝ LS Selat Sumba
4 119ᵒ 53᾽0,0῝ BT 8ᵒ49᾽42,9῝ LS Selat Sumba
5 120ᵒ 22᾽22,8῝BT 8ᵒ49᾽5,6῝ LS Selat Sumba
6 120ᵒ 11᾽28,6῝BT 9ᵒ28᾽20,4῝ LS Selat Sumba
7 120ᵒ 08᾽49,8῝BT 10ᵒ13᾽18,4῝ LS Pulau Sumba
8 120ᵒ 03᾽49,3῝BT 10ᵒ19᾽10,4῝ LS Pulau Sumba
9 121ᵒ 14᾽11,8῝BT 11ᵒ0᾽11,7῝ LS Pulau Dana B
10 121ᵒ 50᾽5,4῝BT 10ᵒ50᾽27,1῝ LS Pulau Sabu
11 122ᵒ 52᾽46,7῝BT 11ᵒ09᾽22,3῝ LS Pulau Dana A
12 124ᵒ 23᾽38.9῝BT 10ᵒ10᾽12,5῝ LS Tanjung Kolbano
13 124ᵒ 02᾽47,6῝BT 9ᵒ20᾽9,9῝ LS Perbatasan Timur Leste
14 123ᵒ 59᾽52,2῝BT 9ᵒ14᾽35,1῝ LS Pulau Batek
15 122ᵒ 34᾽4,3῝BT 10ᵒ26᾽38,6῝ LS Pulau Rote
16 122ᵒ 4᾽8,8῝BT 10ᵒ24᾽32,0῝ LS Tanjung Niuwudu (Pulau
Sabu)
17 120ᵒ 38᾽58,8῝BT 9ᵒ51᾽7,0῝ LS Tanjung Tuak (Melolo)
18 124ᵒ 1’9,4῝BT 9ᵒ14᾽53,2῝ LS Pulau Batek

Luas kawasan TNP Laut Sawu sesuai Keputusan Menteri


Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.38/MEN/2009 tersebut di
atas telah mengalami perubahan dengan mempertimbangkan
beberapa aturan perundangan yang berlaku dan kondisi existing
serta berdasarkan hasil konsultasi publik yang dilakukan. Luas
total TNP Laut Sawu setelah perubahan yaitu 3.355.352,82 hektar
yang meliputi 2 (dua) bagian yaitu Wilayah Perairan Selat Sumba
dan Sekitarnya seluas 557.837,40 hektar dan Wilayah Perairan
Pulau Sabu-Rote-Timor-Batek dan Sekitarnya seluas 2.797.515,42
hektar. Lingkup wilayah perencanaan ini mengacu pada
perubahan batas kawasan konservasi TNP Laut Sawu, dengan
perubahan kawasan sebagai berikut:
a. Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang melintas kawasan
Konservasi yaitu ALKI III (perairan antara Pulau Rote dan
Pulau Sabu serta antara Pulau Sabu dan Pulau Sumba)
dikeluarkan dari TNP Laut Sawu;
b. sebagian perairan Kabupaten Rote Ndao di bagian selatan
dikeluarkan dari TNP Laut Sawu;
c. sebagian perairan Kabupaten Sabu Raijua di bagian utara
dikeluarkan dari TNP Laut Sawu; dan

7
d. sebagian perairan di sebelah utara perairan Timor, Rote, dan
Sabu dimasukkan ke dalam TNP Laut Sawu.

Berdasarkan perubahan tersebut di atas, TNP Laut Sawu memiliki


34 (tiga puluh empat) titik koordinat batas kawasan sebagaimana
terdapat pada Gambar 2 dan Tabel 2.

Gambar 2. Peta Batas TNP Laut Sawu

Tabel 2.Titik batas koordinat TNP Laut Sawu dan sekitarnya di


Provinsi Nusa Tenggara Timur

ID X Y Keterangan
1 118° 55' 40.39''BT 9° 32' 54.15''LS Tanjung Karoso
Utara Tanjung
2 118° 55' 36.10'' BT 9° 10' 22.80'' LS
Karoso
3 119° 46' 29.40'' BT 9° 10' 24.90'' LS Selat Sumba
Tanjung
4 119° 52' 58.32'' BT 8° 49' 45.57'' LS
Karitamese
5 120° 22' 23.11'' BT 8° 49' 4.28'' LS Terong
6 120° 11' 28.93'' BT 9° 28' 20.15'' LS Hambapraing
7 120° 38' 57.86'' BT 9° 51' 7.21'' LS Lumbukore
8 120° 8' 50.49'' BT 10° 13' 16.61'' LS Praimadita
Barat Pulau
9 120° 3' 48.60'' BT 10° 19' 9.85'' LS
Mengudu
Selat Raijua-
10 120° 45' 49.11'' BT 10° 43' 30.92'' LS
Sumba Timur
Selat Raijua-
11 120° 53' 36.62'' BT 10° 48' 5.71'' LS
Sumba Timur
Selatan Pulau
12 121° 14' 11.41'' BT 11° 0' 11.82'' LS
Dana Sabu
Selatan Pulau
13 121° 50' 11.01'' BT 10° 47' 5.26'' LS
Sabu
14 122° 10' 17.18'' BT 10° 54' 14.36'' LS Selat Sabu-Ndao
15 122° 18' 30.54'' BT 10° 57' 9.94'' LS Selat Sabu-Ndao
Selatan Pulau
16 122° 52' 46.77'' BT 11° 9' 21.94'' LS Ndana Rote

8
ID X Y Keterangan
Selatan Pulau
17 123° 4' 53.31'' BT 11° 1' 28.35'' LS
Rote
18 123° 4' 53.35'' BT 10° 51' 21.52'' LS Kuli
19 123° 25' 30.56'' BT 10° 28' 19.78'' LS Daiama/cek
20 123° 26' 26.62'' BT 10° 29' 35.97'' LS Tanjung Usu/cek
Selatan Pulau
21 123° 43' 10.81'' BT 10° 36' 32.07'' LS
Timor
22 124° 23' 40.72'' BT 10° 10' 11.71'' LS Tuafanu
Netemnanu
23 124° 0' 28.66'' BT 9° 20' 35.29'' LS
Selatan
Timur Pulau
24 124° 0' 58.41'' BT 9° 15' 52.67'' LS
Batek
Utara Pulau
25 123° 58' 59.58'' BT 9° 14' 21.14'' LS
Batek
26 122° 46' 52.75'' BT 9° 57' 12.33'' LS Utara Pulau Rote
27 122° 33' 23.56'' BT 10° 5' 13.77'' LS Utara Pulau Ndao
28 121° 57' 45.92'' BT 10° 26' 26.79'' LS Jiwuwu
29 121° 48' 44.63'' BT 10° 30' 28.63'' LS Ledeana
Selat Raijua-
30 121° 38' 45.85'' BT 10° 14' 32.57'' LS
Sumba Timur
Selat Raijua-
31 121° 33' 39.39'' BT 10° 12' 32.46'' LS
Sumba Timur
Selat Raijua-
32 121° 23' 19.09'' BT 10° 17' 42.94'' LS
Sumba Timur
Selat Raijua-
33 121° 18' 21.37'' BT 10° 10' 22.06'' LS
Sumba Timur
Selat Raijua-
34 121° 22' 37.10'' BT 10° 8' 12.96'' LS
Sumba Timur

TNP Laut Sawu dapat dijangkau melalui jalur darat, laut, dan
udara. Seluruh jalur tersebut berpusat di Kupang sebagai ibukota
Provinsi NTT dan terhubung secara langsung dengan 10 (sepuluh)
kabupaten di kawasan TNP Laut Sawu. Jalur darat di kawasan
TNP Laut Sawu diklasifikasi dalam jalan negara, provinsi dan
kabupaten. Kondisi jalan negara umumnya baik namun jalan
provinsi dan kabupaten sebagian dalam kondisi rusak dan ada
juga yang tidak beraspal. Transportasi darat merupakan fasilitas
yang dominan dipergunakan masyarakat di kawasan TNP Laut
Sawu.

b. Kondisi Fisik Kawasan


1) Iklim
Konfigurasi geografis Provinsi NTT sebagai provinsi
kepulauan dan letaknya pada posisi silang di antara dua
benua yaitu Asia dan Australia, dan di antara dua samudra
yaitu Hindia dan Pasifik, menentukan karakteristik iklim di
wilayah ini. TNP Laut Sawu secara umum termasuk ke dalam
tipe iklim tropis, dengan variasi suhu dan penyinaran matahari

9
yang rendah. Rata-rata suhu minimum 240C dan maksimum
320C, dengan curahan matahari rata-rata ±12 jam. Pola umum
iklim wilayah ini adalah pola musim hujan dan musim
kemarau. Musim hujan berlangsung antara bulan November
sampai dengan bulan Maret, sedangkan musim kemarau
antara bulan April sampai dengan bulan Oktober. Pola iklim
demikian dikendalikan oleh pola Angin Muson dari Tenggara
yang relatif kering dan dari arah Barat Laut, yang membawa
banyak uap air. Konfigurasi kepulauan dan topografi wilayah
juga merupakan pengendali iklim lokal yang berpengaruh
terhadap karakteristik iklim lokal. Kecenderungan angin pada
Bulan Juni – September, arah angin berasal dari Australia dan
tidak banyak mengandung uap air sehingga mengakibatkan
musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember – Maret
arah angin berasal dari Asia dan Samudera Pasifik yang
banyak mengandung uap air sehingga terjadi musim hujan.
Keadaan seperti ini berganti setiap setengah tahun setelah
melewati masa peralihan pada bulan April – Mei dan Oktober –
Nopember. Namun demikian, mengingat wilayah TNP Laut
Sawu dekat dengan Australia, arah angin yang banyak
mengandung uap air dari Asia dan Samudera Pasifik sampai
pada kawasan TNP Laut Sawu, kandungan uap airnya sudah
berkurang yang mengakibatkan hari hujan di wilayah ini
berkurang. Hal inilah yang menjadikan wilayah ini sebagai
wilayah yang tergolong kering, yaitu 8 (delapan) bulan relatif
kering (bulan April sampai dengan bulan November), dan 4
(empat) bulan keadaannya relatif basah (bulan Desember
sampai dengan bulan Maret).

Suhu udara rata – rata maksimum berkisar pada 30 °C -


36 °C dan rata-rata suhu minimum antara 21 °C - 24,5 °C,
dengan curah hujan rata – rata adalah 1.164 mm/ tahun.
Tingkat curah hujan ini berbeda – beda tiap daerah, seperti
wilayah Flores bagian barat, yang meliputi Kabupaten
Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat merupakan daerah
yang cukup basah, hal ini disebabkan curah hujan rata –
ratanya lebih tinggi dari rata – rata total, yaitu 3. 849
mm/tahun. Dengan kondisi tersebut, maka daerah ini dapat

10
dikatakan sangat cocok untuk pengembangan kawasan
pertanian dan perkebunan yang berumur pendek. Salah satu
unsur penting pembentuk iklim di atas adalah curah hujan.
Akibatnya, keragaman iklim antar wilayah di daerah ini juga
sangat besar, misalnya rata-rata curah hujan tahunan sekitar
850 mm/tahun dapat terjadi di wilayah Pulau Sabu. Secara
umum, iklim wilayah NTT termasuk ke dalam kategori iklim
semi-arid, dengan periode hujan yang hanya berlangsung 3-4
bulan, dan periode kering 8-9 bulan. Kondisi iklim demikian
mendeterminasi pola pertanian tradisional di wilayah TNP Laut
Sawu yang hanya mengusahakan tanaman semusim, yang
ditanam dalam periode musim hujan. Keadaan demikian juga
mempengaruhi produktivitas tenaga kerja pertanian, yang
tergolong sangat rendah (jumlah jam kerja <5 jam/minggu),
akibat dari waktu kerja bertani yang hanya berlangsung 3-4
bulan dalam setahun.

Persoalan curah hujan pada kawasan TNP Laut Sawu juga


diperparah oleh pengaruh iklim global, terutama fenomena
elnino dan lanina, serta fenomena perubahan iklim global yang
kurang menguntungkan. Dampak dari pengaruh iklim global
dimaksud antara lain adalah waktu onset dan offset musim
hujan yang sulit diprediksi, dan fenomena kondisi musim
kemarau dan musim hujan yang ekstrim. Akibatnya adalah
antara lain kekeringan, gagal tanam, gagal panen, banjir, dan
gangguan hama dan penyakit tanaman yang serius.

Laut Sawu dan sekitarnya merupakan daerah upwelling


tetap sehingga sebagian jenis paus bertempat tinggal di laut
tersebut. Laut Sawu termasuk dibagian selatan segitiga
karang dunia dan menyokong beragam habitat ikan karang
dan ikan pelagis paling produktif. Secara oseanografi,
kawasan ini memiliki arus laut yang terkenal kuat. Kombinasi
arus yang kuat dan tebing laut curam menyebabkan
pengadukan arus dingin yang mungkin merupakan faktor
utama pemicu ketangguhan terhadap ancaman terbesar akan
peningkatan suhu permukaan laut terkait perubahan iklim.
Laut Sawu dapat menjadi tempat perlindungan bagi kehidupan

11
laut dan sumber daya ikan yang produktif diantara perubahan
iklim global. (BMG NTT, 2010).

2) Topografi, Kemiringan Lereng, dan Geologi


Ditinjau berdasarkan ketinggiannya, 48,78 % dari luas
wilayah Provinsi NTT atau sekitar 2.309.747 hektar berada
pada rentang ketinggian 100 – 500 meter di atas permukaan
air laut. Sedangkan wilayah dengan ketinggian di atas 1000 m
hanya sebagian kecilnya saja, yaitu sebesar 3,65%.
Berdasarkan kemiringan tanahnya, wilayah Provinsi NTT
didominasi oleh tanah dengan kemiringan lereng 15% – 40%.
Bagian terbesar lainnya adalah tanah dengan kemiringan lebih
dari 40%, yaitu sebesar 1.678.948 Ha atau 35,46% dari luas
wilayah Provinsi NTT. Besar kecilnya kemiringan lereng
menentukan kemudahan penggarapan tanah dan dapat
tidaknya alat mekanis digunakan dalam pengelolaan tanah.
Selain itu kemiringan lereng ini juga mempengaruhi tingkat
erosi.

Wilayah Provinsi NTT termasuk dalam kawasan Circum –


Pasifik sehingga daerah ini, terutama sepanjang Pulau Flores,
memiliki struktur tanah yang labil (sering terjadi patahan).
Pulau Sumba, Pulau Sabu, Pulau Rote dan pulau sekitarnya
terbentuk dari dasar laut yang terangkat ke permukaan.
Dengan kondisi ini maka jalur pulau – pulau yang terletak
pada jalur vulkanik dapat dikategorikan subur namun sering
mengalami bencana alam yang dapat mengancam kehidupan
penduduk yang menetap di daerah tersebut. Dibalik kondisi
geologi tersebut, Provinsi NTT memiliki berbagai macam
deposit, baik mineral maupun sumber- sumber energi lainnya.
Hampir 100 lokasi di daerah ini mengandung mineral dari
sumber energi bumi/bahan bakar minyak, seperti di Pulau
Pulau Sumba, Pulau Timor dan disepanjang pantai Flores
bagian timur. Sumber energi dapat dikembangkan dari sungai-
sungai besar, seperti Noelmina (Kabupaten Timor Tengah
Selatan) dan sungai Kambaniru (Kabupaten Sumba Timur).
Mineral yang terkandung di provinsi ini adalah Pasir Besi,
Mangan (Mn), Emas (Au), Flourspor (Fs), Barit (Ba), Belerang
(S), Posfat (Po), Zeolit (Z), Batu Permata, Pasir Kwarsa, Pasir,

12
Gipsum, Batu Marmer, Batu Gamping, Granit, Andesit,
Balsitis, Pasir Batu (Pa), Batu apung, Tanah Diatomea dan
Lempung/Clay.

Sebaran struktur batuan geologi yang ada di wilayah


provinsi ini, adalah :
1. Batuan Silicic Acid Rock (batuan beku asam silikaan),
terdapat di Kabupaten Manggarai, Sebagian besar
Manggarai Barat dan sebagian kecil Kabupaten Kupang;
2. Batuan Mafic Basic Rocks (batuan beku basa);
3. Batuan Intermediate Basic (batuan beku basa menengah);
4. Batuan Pre Tertiare Undivideo (pra tersier tak dibedakan);
5. Batuan Paleagene (pleogen);
6. Alluvial Terrace Deposit and Coral Reefs (alluvium undak
dan terumbu koral);
7. Batuan Neogene (neogen);
8. Batuan Kekneno Series (deret kekneno);
9. Batuan Sonebait Series (deret sonebait);
10. Batuan Sonebait and Ofu Series Terefolde (deret sonebait
dan deret terlipat bersama);
11. Batuan Ofu Series (deret ofu);
12. Batuan Silicic Efusives (efusiva berasam kersik);
13. Batuan Triassic (trias);
14. Batuan Crystalline Schist (sekis hablur).
Peta struktur geologi sebagaimana terdapat pada Gambar 3.

Gambar 3. Peta Struktur Geologi Provinsi NTT


(DinasPertambangan dan Energi, 2010)

13
3) Hidrologi
Secara umum keadaan hidrologi di dalam kawasan TNP
Laut Sawu, terutama air permukaan, agak kurang. Hal ini
disebabkan karena musim hujan dalam satu tahun hanya
berlangsung paling lama 4 bulan. Kondisi ini mengakibatkan
sulitnya eksploitasi sumber air permukaan oleh penduduk.
Daerah Aliran Sungai (DAS) dibentuk dari beberapa sungai dan
danau. Di wilayah Provinsi NTT terdapat 27 DAS dengan luas
keseluruhan 1.527.900 hektar. Sungai yang terpanjang di
wilayah Provinsi NTT adalah Sungai Benanain dengan panjang
100 Km, yang terdapat di Kabupaten Belu. DAS terluas adalah
DAS Benain, seluas 329.841 hektar (21,58%), dan DAS terkecil
adalah DAS Oka, seluas 4.125,33 hektar (0,27%).

4) Kondisi Oseanografi Perairan


Perairan Laut Sawu sangat dinamis, merupakan
pertemuan 2 (dua) massa arus besar, massa air dari
Samudera Hindia dan Laut Banda. Fenomena upwelling atau
pengadukan massa air laut dalam yang dingin dan air
permukaan yang hangat menjadikan daerah ini merupakan
daerah dengan produktifitas perairan yang sangat tinggi.
Kedalaman perairan yang mencapai 4.000 (empat ribu) meter
dan tebing tebing curam merupakan ciri dominan bentang laut
di Laut Sawu.

a) Bathimetri
Perairan TNP Laut Sawu memiliki karakteristik dan
bentuk dasar perairan yang bervariasi yaitu karakteristik
dasar perairan dengan tipe dasar perairan landai,
bergelombang sampai dengan curam. Pada umumnya
morfologi dasar laut TNP Laut Sawu untuk daerah dekat
pantai (nearshore) relatif datar, sebagaimana terdapat pada
Gambar 4 dan untuk profil kedalaman Laut Sawu
sebagaimana terdapat pada Gambar 5.

14
Gambar 4. Bathimetri Laut Sawu

Gambar 5. Profil Kedalaman Laut Sawu

15
b) Pola Pasang Surut

Perairan Laut Sawu memiliki tipe pasang surut


campuran condong ke harian ganda, dimana dalam satu
hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut, dengan
amplitude yang jauh berbeda antara pasang dan surut
pertama dengan pasang dan surut kedua.

Kondisi pasang surut perairan Laut Sawu mengacu


kepada hasil pengukuran dan analisis pasang surut yang
telah dilakukan oleh Dinas Hidro-oseanografi TNI-AL untuk
daerah Kota Kupang dan kajian Detail Engineering Design
(DED) Pelabuhan Perikanan Kabupaten Rote Ndao pada
Tahun 2010. Adapun hasil analisis data konstanta
harmonis amplitudo dan phase pasang surut Kabupaten
Kupang sebagaimana terdapat pada Tabel 3 dan Kabupaten
Rote Ndao sebagaimana terdapat pada Tabel 4.

Tabel 3. Hasil Analisis Konstanta Pasut Kabupaten Kupang


So M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 K2 P1
Amplitudo (cm) - 46 26 - 16 10 0 0 7 5

Phase 57 348 - 49 43 0 0 66 328

Tabel 4. Hasil Analisis Konstanta Pasut Kabupaten Rote Ndao


So M 2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 K2 P1
Amplitudo (cm) - 83 43 14 29 15 1 0 12 9
32 31 29 29 18
Phase
7 2 1 3 9 8 328 2 293

Berdasarkan konstanta harmonik pasang surut di


atas, dapat diketahui karakteristik pasang surut baik tipe
maupun tunggang pasang surut dan elevasi muka air laut
maksimum, rata-rata saat pasang purnama dan rata-rata
saat pasang perbani.

Pada umumnya sifat pasut di suatu perairan


ditentukan dengan menggunakan rumus Formzahl, yang
berbentuk:
F  ( K 1  O1) /( M 2  S 2)

16
dimana :
F = Nilai Formzahl
Ki dan 01 = konstanta pasut harian utama
M2 dan S2 = konstanta pasut ganda utama
Klasifikasi sifat pasut di lokasi tersebut adalah:
1. Pasang ganda jika F  ¼
2. Pasang campuran (ganda dominan) jika ¼  F  1 ½
3. Pasang campuran (tunggal dominan) jika 1 ½  F  3
4. Pasang tunggal jika F  3

Hasil analisa formzahl tersebut di atas, diperoleh nilai


F dari pasang surut Pantai Kabupaten Kupang adalah
0,361, sedangkan untuk Kabupaten Rote Ndao adalah
0,349. Nilai tersebut berarti tipe pasang surutnya adalah
campuran cenderung ke harian ganda (mixed, prevailing
semidiurnal), yaitu dalam sehari terjadi dua kali pasang
dan dua kali surut tetapi dengan tinggi dan waktu yang
berbeda.
Untuk Kabupaten Kupang, tunggang pasang surut
(tidal range) terbesar adalah sekitar 1,96 meter, tunggang
pasang surut rata-rata saat pasang purnama adalah 1,70
meter, dan saat pasang perbani adalah 1,18 meter. Sedang
Kabupaten Rote Ndao, tunggang pasang surut (tidal range)
terbesar adalah sekitar 3,40 meter, tunggang pasang surut
rata-rata saat pasang purnama adalah 2,96 meter, dan
saat pasang perbani adalah 2,10 meter.

c) Pola Arus
Arus di laut dapat diakibatkan oleh tiupan angin atau
pengaruh pasang surut. Untuk perairan pantai umumnya
didominasi oleh arus pasang surut dan yang dibangkitkan
oleh tiupan angin. Pola arus Laut Sawu sebagaimana
terdapat pada Gambar 6.

17
Pola Arus Pasang Pola Arus Surut

Gambar 6. Pola Arus Laut Sawu


(Sumber: Analisis model arus, 2011)

Pada saat pasang naik, massa air permukaan bergerak


menuju ke utara memasuki perairan Laut Sawu dan
melewati pulau-pulau di bagian selatan Laut Sawu.
Sebaliknya arah arus saat menuju surut, di daerah laut
terbuka (laut dalam) memperlihatkan arus menuju ke
selatan. Sedangkan di daerah pesisir cenderung
meninggalkan pantai menuju ke tenggara.

d) Gelombang Laut
Kondisi Gelombang pada musim barat merupakan
gelombang dari barat yakni Samudera Hindia memasuki
perairan Laut Sawu dan menerpa langsung daerah pesisir
yang berhadapan dengan Samudera Hindia yakni di Pantai
Barat dan Barat Daya Pulau Timur, Pulau Rote, Pulau
Sabu, dan Pulau Sumba. Adanya angin utara dan barat
laut di atas perairan Kepulauan Indonesia mengalami
pembelokan ketika memasuki kawasan Laut Sawu dan
pulau-pulaunya menuju ke timur dan tenggara. Kondisi
angin demikian menyebabkan pembangkitan gelombang
barat dan barat laut menuju ke arah Pulau-Pulau Bagian
Selatan dari Laut Sawu. Kondisi gelombang musim barat
sebagaimana terdapat pada Gambar 7. dan kondisi
gelombang musim timur terdapat pada Gambar 8.

18
Gambar 7. Kondisi Gelombang Musim Barat
(Sumber: Analisis model gelombang, 2011)

Kondisi Gelombang pada musim timur merupakan


gelombang dari Selatan yakni Samudera Hindia memasuki
perairan Laut Sawu dan menerpa langsung daerah pesisir
yang berhadapan dengan Samudera Hindia yakni di
Selatan dan Timur Pulau Timor, Pulau Rote, Pulau Sabu,
dan Pulau Sumba. Adanya angin selatan Samudera Hindia
yang mengalami pembelokan ketika memasuki kawasan
Laut Sawu dan pulau-pulau menuju ke barat dan barat
laut. Kondisi angin demikian menyebabkan pembangkitan
gelombang timur dan tenggara menuju ke arah Pulau
Flores dan Sumba.

Gambar 8. Kondisi Gelombang Musim Timur


(Sumber: Analisis model gelombang, 2011)

e) Pola Angin
Pola angin pada periode musim Barat (periode
Desember sampai Februari), angin didominasi oleh angin

19
barat yang bertiup paling kuat pada Bulan Desember (>11
meter/detik) yang kemudian melemah pada bulan Januari
dan makin lemah di Bulan Februari seiring masuknya
periode peralihan satu.

Sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya,


kondisi angin di perairan Laut Sawu juga dipengaruhi oleh
angin muson, terkait dengan letaknya yang berada di
antara benua Asia dan Australia. Saat Bulan Desember,
Januari hingga Maret terjadi angin muson barat dari benua
Asia ke Benua Australia sebagai akibat dari tekanan udara
di atas Benua Australia yang rendah. Pola angin tersebut
menyebabkan, kondisi angin di perairan Laut Sawu
umumnya adalah angin Barat hingga angin utara.
Sementara saat memasuki bulan Juni hingga Oktober
terjadi angin muson timur dari Benua Australia ke Benua
Asia sebagai akibat dari tekanan udara di atas Benua Asia
yang rendah dan menyebabkan kondisi angin di perairan
Laut Sawu umumnya adalah angin Timur hingga angin
Barat Daya. Kondisi tersebut diperlihatkan pada hasil
analisis windrose (mawar angin) Laut Sawu dari empat
stasiun meteorologi di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang
berada di Kota Kupang, Waingapu, Pulau Rote, dan Pulau
Sabu sebagaimana terdapat pada Gambar 9.

St. Sabu St. Kupang

20
St. Rote St. Waingapu

Gambar 9. Mawar Angin di Beberapa Station Meteorologi


NTT (Sumber: Analisis model angin, 2011)

5) Kualitas Perairan
Kualitas air laut di setiap lokasi rencana pengelolaan
diukur berdasarkan parameter pH, salinitas, suhu dan DO
dapat dilihat pada Tabel 2.4. Kondisi kualitas air
menunjukkan kisaran normal air laut dan belum
mengindikasikan terjadinya pencemaran. pH rata-rata perairan
laut berkisar antara 7,56 sampai 8,10, salinitas berada pada
kisaran 34 - 37 o/
oo, Sedangkan suhu permukaan air laut
berkisar 29,0 °C sampai 34,8 °C. Selain itu juga diketahui
bahwa kandungan oksigen terlarut di perairan berkisar antara
4,01 s/d 8,8 mg/l.

Tabel 5. Kondisi Kualitas Air Perairan Laut Sawu


Kabupaten
Baku
No Parameter Sumba Kisaran
Rote Ndao Sabu Raijua Mutu*)
Timur
1 pH 7,56 – 8,10 7,64 – 7,87 7,64 – 7,70 7,56 – 8,10 7 – 8,5
2 Suhu (oC) 29 - 33 29,2 – 30,2 29,3 – 34,3 29,0 – 34,3 Alami
Salinitas 33 –
3 34 - 36 33 - 37 34,3 - 35 33 – 37
(o/oo) 34
4 DO (mg/l) 4,01 – 8,80 4,62 – 8,11 4,42 – 7,89 4,01 – 8,80 >5
*) Kepmen. LH Nomor 51 Tahun 2004
Sumber : Hasil Survey, 2011

Secara keseluruhan, hasil pengukuran kualitas air laut di


lapangan berdasarkan parameter kualitas air laut tersebut
dapat disimpulkan bahwa kondisi dan karakteristik
lingkungan laut di lokasi studi masih dalam batas kisaran
yang cukup baik atau masih dibawah standar baku mutu yang
ditetapkan sehingga bisa dipergunakan untuk pengembangan
kegiatan budidaya perikanan laut, pariwisata bahari, dan
kegiatan lainnya.

21
pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena
mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan
dalam air. Selain itu, ikan dan makhluk-makhluk lainnya
hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan diketahuinya
nilai pH, kita dapat mengetahui apakah air tersebut sesuai
atau tidak untuk menunjang kehidupan mahluk hidup
didalamnya. Nilai derajat keasaman di perairan lokasi
cenderung homogen yaitu 7,56–8,10, dengan pola sebaran pH
hampir merata di perairan. Indikasi tersebut menunjukkan pH
perairan cenderung masih sesuai dengan baku mutu yang
ditentukan.

Hasil pengukuran suhu pada tiap stasiun pengamatan


menunjukkan bahwa suhu di perairan berkisar antara 29,0 °C
– 34,3 oC menggambarkan suhu normal perairan laut tropis
yang secara umum.

Nybakken (1992) menjelaskan bahwa suhu merupakan


salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses
kehidupan dan penyebaran organisme. Suhu yang sesuai
merupakan faktor pendukung peningkatan proses metabolisme
atau pertukaran zat dari makhluk-makhluk hidup.

Salinitas merupakan gambaran jumlah garam dalam


suatu perairan. Sebaran salinitas di air laut dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah
hujan dan aliran sungai. Kisaran nilai salinitas berdasarkan
pengukuran 33 o/oo - 37 o/oo.

Oksigen terlarut merupakan parameter kimia yang paling


kritis dalam budidaya ikan. Ketidakstabilan oksigen dalam
suatu perairan dapat mengakibatkan kegagalan dalam usaha
budidaya (Anonymous 1996 dalam Mayunar dkk., 1995).
Oksigen terlarut dalam jumlah yang sangat banyak dapat juga
mengakibatkan terjadinya kematian pada ikan, sebab di dalam
pembuluh-pembuluh darah terjadi emboli gas yang dapat
mengakibatkan tertutupnya pembuluh-pembuluh rambut
dalam daun-daun insang ikan.
Berdasarkan hasil pengukuran menunjukkan bahwa
kadar oksigen di lokasi studi berkisar 4,01 – 8,80 mg/l. Sesuai

22
dengan kriteria pencemaran yang ditetapkan oleh Schmitz
(1972) dalam Haryanto (2001) dengan menetapkan lima
kriteria pencemaran melalui indikasi oksigen terlarut (DO),
nilai-nilai tersebut termasuk pencemaran dengan kriteria kritis
jika nilainya 4 mg/l dan kriteria baik jika nilainya 6 mg/l.
Selanjutnya kriteria tersebut di modifikasi menjadi kriteria
sedikit tercemar jika nilainya 4 mg/l dan tidak tercemar jika
nilainya 6 mg/l.

Kandungan kimia perairan Laut Sawu untuk parameter


Klorofill-a, BOD, Phosphat, Nitrat, Nitrit, COD terdapat pada
Tabel 6.

Tabel 6. Kandungan Kimia Perairan Laut Sawu


Baku
Kabupaten Kisaran
Mutu*)
No Parameter
Sabu Sumba Manggarai
Rote Ndao
Raijua Timur Barat
1 BOD (mg/l) 0,7 - 1,9 0,8 - 1,7 0,8 -1,8 0,7 -1,9 0,7 – 1,9 20
2 Phospat (mg/l) 0,27 - 0,45 0,24 - 0,80 0,307 - 0,380 0,24 - 0,80 0,24 – 0,8 0,15
3 Nitrat (mg/l) 0,079 - 0,673 0,086 - 0,259 0,143 - 0,243 0,079 - 0,673 0,079 - 0,673
4 Nitrit (mg/l) 0,001 - 0,021 0,001 - 0,003 0,001 - 0,002 0,001 - 0,021 0,001 - 0,003 0,008
5 COD (mg/l) 102 – 144 120 – 316 113 - 139 120 - 316 102 - 316
*) Kepmen. LH Nomor 51 Tahun 2004
Sumber : Hasil Survey, 2011

Klorofil-a merupakan suatu pigmen yang didapatkan


dalam fitoplankton. Ada kecenderungan bahwa kadar klorofil-a
berkorelasi positif dan kuat dengan kelimpahan fitoplankton
dan kadar nutrient perairan, sehingga perairan yang produktif
yang memiliki kelimpahan fitoplankton yang tinggi juga
memiliki kandungan klorofil-a yang tinggi.

Hasil studi KKP (2011) Pada bulan Agustus dan


September dapat dilihat bahwa kandungan klorofil di perairan
Laut Sawu sangat tinggi (0,6 – 2,0 mg/m3), sedangkan pada
bulan November dan April kandungan klorofil yang tinggi
terdapat diantara selat-selat di antara Pulau-pulau Solor,
Lembata, Pantar dan Alor. Kandungan klorofil di perairan
Laut Sawu pada bulan November 2010 dan pada bulan April
2011 terdapat pada Gambar 10.

23
November 2010

0 Klorofil a (mg/m3) 1.0

April 2011

0 Klorofil a (mg/m3) 1.0

Gambar 10. Kandungan Klorofil di Laut Sawu pada Bulan November 2010
dan April 2011

Kandungan phospat perairan di lokasi didapatkan antara


0,24 - 0,80 mg/l, yang merupakan kisaran untuk
pertumbuhan fitoplankton. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Wardoyo (1974) bahwa kandungan phospat yang
optimum untuk pertumbuhan fitoplankton berkisar antara
0,09 - 1,80 mg/l. Dengan demikian berdasarkan kadar
phospat-nya maka sebagian besar perairan masih berada pada
kondisi optimum untuk pertumbuhan fitoplankton.

Pencemaran dengan indikasi kandungan DO (oksigen


terlarut) dapat mendeteksi jenis pencemaran yang disebabkan
oleh unsur hara seperti nitrat (NO3-N) dan phospat (PO4). Pada
saat kadar oksigen rendah, keseimbangan menuju amoniak,
sedangkan pada saat kadar oksigen tinggi keseimbangan
bergerak menuju nitrat. Dengan demikian, nitrat merupakan
hasil akhir dari oksidasi oksigen dalam air laut (Hutagalung
dan Horas 1997). Sedangkan peningkatan kadar posfat dalam
laut akan menyebabkan peledakan populasi (blooming)
fitoplankton yang di ikuti dengan penurunan DO secara drastis

24
dalam air yang berujung pada kematian ikan yang
dibudidayakan.

Nitrat merupakan bentuk nitrogen yang berperan sebagai


nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat
dan nitrogen sangat mudah larut dalam air dan memiliki sifat
yang relatif stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi
yang sempurna di perairan. Pada dasarnya, nitrat merupakan
sumber utama nitrogen diperairan, akan tetapi, tumbuhan
lebih menyukai amonium untuk digunakan dalam proses
pertumbuhan. Sumber utama nitrat dalam perairan selain
berasal dari suplai nutrien dari darat berupa bahan organik
yang selanjutnya diuraikan oleh mikroba, juga dapat berasal
dari udara dan hasil fiksasi oleh bakteri-bakteri nitrat.
Penyebab rendahnya konsentrasi nitrat dalam perairan selain
dimanfaatkan oleh plankton atau tumbuhan air lainnya untuk
pertumbuhannya juga dapat disebabkan oleh suplai nitrat ke
dalam perairan tersebut yang memang rendah.

Berbeda dengan phospat, kadar nitrat yang diperoleh di


perairan tergolong rendah yaitu berkisar antara 0,079 – 0,673
mg/l. Berdasarkan nilai kandungan tersebut maka perairan
secara umum dapat dikatakan sebagai perairan yang memiliki
kandungan zat hara rendah (Oligotrofik). Wetzel (1975)
mengelompokan perairan berdasarkan kandungan nitratnya
yaitu oligotrofik bila kadar nitrat perairan berkisar antara 0-1
mg/l. Kadar nitrat lebih dr 5 mg/l. menggambarkan keadaan
suatu perairan yang telah tercemar akibat aktivitas manusia
dan tinja hewan. Kadar nitrogen yang lebih dari 0,2 mg/l
menggambarkan terjadinya eutrofikasi perairan. Pengukuran
di stasiun yang berdekatan dengan muara sungai
menunjukkan kandungan nitrat yang rendah. Dengan
demikian rendahnya kadar nitrat dalam perairan Laut Sawu
diduga disebabkan oleh suplai nutrien dari darat berupa
bahan organik maupun fiksasi dari udara oleh bakteri-bakteri
nitrat memang sangat rendah.

Nitrit (NO3) merupakan bentuk peralihan antara amonia


dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat dan gas nitrogen

25
(denitrifikasi) yg terbentuk dalam kondisi anaerob. Sumber
nitrit dapat berupa limbah industri dan limbah domestik.
Kadar nitrit pada perairan relatif stabil karena segera
dioksidasi menjadi nitrat. Perairan alami mengandung nitrit
sekitar 0,001 mg/l. Sementara itu, kadar nitrit yang
diperbolehkan tidak lebih dari 0,5 ppm. Kandungan Nitrit di
perairan berada dalam kisara 0,001 - 0,021 mg/l. Kandungan
tersebut menunjukkan bahwa nitrit telah melebihi kandungan
daripada perairan alami, akan tetapi tidak melebihi daripada
kandungan diperbolehkan.

COD merupakan ukuran akan banyaknya zat-zat organik


yang terdapat dalam suatu perairan. Zat-zat organik yang
terdapat dalam air laut berasal dari alam atau buangan
domestik, industri dan pertanian. Ada yang mudah diuraikan
dan ada yang sukar diuraikan oleh mikroorganisme umumnya
bersifat toxic, sehingga membahayakan kehidupan organisme
perairan. Kandungan COD di perairan berkisar pada 120 – 316
mg/l. Kandungan COD tersebut merupakan kadar COD yang
rendah dan menandakan bahwa kondisi perairan belumlah
tercemar oleh zat organik maupun zat anorganik, sebagaimana
diutarakan Suhadi (dalam Sutamihardja 1978) bahwa perairan
dengan kandungan COD berkisar 10 – 30 ppm dikategorikan
perairan tercemar ringan.

2. Potensi Ekologis
a. Ekosistem Pesisir dan Laut
1) Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang merupakan struktur di dasar
laut berupa endapan kalsium karbonat (CaCO3) yang
dihasilkan terutama hewan karang. Karang adalah hewan
yang tidak bertulang belakang yang termasuk dalam phylum
Coelenterata (hewan berongga) atau Cnidaria yang dapat
mengeluarkan CaCO3. Jika CaCO3 terkena air laut maka akan
membentuk endapan kapur (Timotius, 2003 dalam Yulianda
dkk., 2009). Terumbu karang adalah ekosistem yang
memerlukan nutrien lingkungan dengan konsentrasi rendah,
seperti di lautan tropis, dimana tumbuhan dan organisme

26
autotrof lainnya seringkali memanfaatkan nitrogen dan fosfor
yang tersedia. Cahaya merupakan salah satu faktor yang
penting bagi karang hermatypic (kelompok karang yang mampu
membentuk terumbu). Cahaya dibutuhkan oleh simbion
karang zooxanthellae yang hidup di dalam jaringan tubuh
karang hermatypic yang merupakan penyuplai utama
kebutuhan hidup karang.

Terumbu karang memiliki nilai penting sebagai sumber


makanan, habitat bagi berbagai biota laut yang memiliki nilai
ekonomis yang cukup tinggi, sebagai penyedia jasa alam dalam
kegiatan wisata bahari, sebagai tempat perlindungan bagi
satwa laut lainnya dari hewan pemangsa, tempat mencari
makan dan berkembang biak bagi ikan-ikan terumbu dan
sebagai penghalang bagi daerah pantai dari terjangan
gelombang.

Laut Sawu merupakan salah satu kawasan yang memiliki


potensi terumbu karang dengan keanekaragaman yang sangat
tinggi. TNP Laut Sawu yang merupakan bagian dari Eko-region
Sunda Kecil, tercatat memiliki jumlah spesies karang sebanyak
532 spesies dan terdapat 11 spesies endemik dan sub endemik
dan merupakan tempat hidup bagi sekitar 350 jenis ikan
karang. Terumbu karang di TNP Laut Sawu ditemukan
tersebar di perairan pesisir di seluruh kabupaten yang masuk
dalam kawasan TNP Laut Sawu dengan luasan total 63.339,32
ha (TNC Savu Sea, 2011).

Berdasarkan hasil survey lapangan dan analisis citra


satelit yang difasilitasi oleh TNC pada Tahun 2011 diperoleh
sebaran ekosistem terumbu karang sebagaimana yang terlihat
pada Gambar 11.

27
Gambar 11. Sebaran Ekosistem Terumbu Karang di Wilayah
TNP Laut Sawu dan Sekitarnya
Sumber : Savu Sea Project, TNC (2011)

Hasil Penilaian Munasik, dkk., 2011 tentang kondisi


terumbu karang di TNP Laut Sawu telah dilakukan dengan
metode Manta Tow yang meliputi 8 (delapan) wilayah
kabupaten yaitu Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao,
Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten
Sumba Tengah, Kabupaten Sumba Barat Daya, Kabupaten
Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat pada bulan Mei-
Juli 2011. Hasil menunjukkan kondisi terumbu karang
bervariasi dari baik sekali hingga buruk sekali. Kondisi
terumbu karang dalam kategori buruk mencapai 55,8%
sedangkan kondisi terumbu berkategori sedang mencapai
39,2%, kondisi baik 4,6% dan kondisi baik sekali 0,4%.
Kondisi terumbu karang yang baik umumnya terdapat di
Kabupaten Rote Ndao seperti di Desa Tesabela Kec. Pantai
Baru, Desa Onatali Kec. Rote Tengah dan Pulau Ndo’o
Kecamatan Rote Barat. Kondisi terumbu karang terburuk di
Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat.
Tingkat kerusakan terumbu karang di kawasan TNP Laut
Sawu bervariasi dari rendah hingga tinggi. Kerusakan terumbu
karang umumnya diakibatkan oleh sedimentasi (termasuk
resuspensi), penangkapan ikan merusak dengan menggunakan
bom, racun dan pembuangan jangkar.

28
Terumbu karang di TNP Laut Sawu ditemukan tersebar di
perairan desa-desa pesisir di Kabupaten Kupang, Kabupaten
Rote Ndao, Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Sumba Timur,
Kabupaten Sumba Tengah, Kabupaten Sumba Barat Daya,
Kabupaten Manggarai, dan Kabupaten Manggarai Barat, dan
sebarannya terkonsentrasi terutama di Kabupaten Rote Ndao.
Kondisi terumbu karang bervariasi dari keadaan baik sekali
hingga buruk sekali yang ditunjukkan oleh persentase tutupan
karang hidupnya. Hasil pengamatan lintasan survey
sepanjang 413,63 km yang meliputi 8 kabupaten di kawasan
TNP Laut Sawu menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang
dalam kategori baik sekali adalah 0,4%, kondisi baik 4,6%,
kondisi sedang 39,2%, kondisi buruk 28,4%, dan kondisi
buruk sekali 27,4%. Hasil ini mengindikasikan hampir
sebagian dari total lintasan survey terumbu karang di TNP
Laut Sawu dalam keadan buruk (persentase tutupan karang
hidup ≤ 25%). Untuk mengetahui kondisi eksisting dan
sebaran terumbu karang di kawasan TNP Laut Sawu dan
tingkat kerusakannya serta sebaran biota laut lainnya akan
dijelaskan pada setiap Kabupaten berikut ini.
a) Kabupaten Kupang
Kondisi terumbu karang di Kabupaten Kupang
bervariasi dari kondisi baik sekali hingga buruk sekali yang
ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidup
tertinggi 80%, hingga tidak ditemukan tutupan karang
hidup. Hampir sepanjang lintasan survey di Desa Soliu
tidak ditemukan karang hidup dan substrat dasar perairan
didominasi oleh pasir dan batu dengan persentase tutupan
masing-masing dalam kisaran 30%-100% dan 5%-40%
sehingga kondisi terumbu karang termasuk kategori buruk
sekali. Kondisi terumbu yang buruk sekali di Desa Soliu
yang disebabkan substrat dasar dan perairan yang kurang
mendukung pertumbuhan karang. Kondisi terumbu di
Kabupaten Kupang yang termasuk baik sekali hingga baik
ditemukan pada lintasan yang pendek di Desa Afoan dan
Lifuleo, sedangkan kondisi terumbu kategori sedang
ditemukan dalam lintasan survey yang panjang meliputi

29
Desa Kuanheum, Desa Oematnunu, Desa Tesabela, Desa
Lifuleo, dan Desa Akle. Bentuk pertumbuhan karang hidup
di Kabupaten Kupang umumnya tersusun atas karang
massive dan encrusting terutama lintasan survey dari Desa
Soliu hingga Desa Naikliu selanjutnya bentuk
pertumbuhan bervariasi dengan adanya karang tabulate,
branching, sub massive dan foliose di desa-desa seperti di
Desa Kuanheum, Desa Oematnunu, Desa Tesabela, Desa
Lifuleo dan Desa Uitiuhana. Kondisi terumbu karang di
Kabupaten Kupang sebagaimana terdapat pada Gambar
12.

Gambar 12. Peta kondisi terumbu karang di Kabupaten


Kupang (Munasik, dkk, 2011)

Kondisi terumbu karang di sepanjang lintasan survey


dari Desa Soliu hingga Naikliu Kabupaten Kupang dalam
kondisi buruk sekali. Kondisi terumbu karang yang buruk
di Afoan kemungkinan akibat sedimentasi dari daratan
yang ditandai oleh kekeruhan perairan dan munculnya
penyakit karang (coral disease). Kondisi terumbu yang
buruk di Desa Uitiuhana dan Teluk Akle dengan tingkat
kerusakan yang tinggi kemungkinan diakibatkan oleh
aktivitas penangkapan ikan menggunakan bom.

30
b) Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat
Terumbu karang di Kabupaten Manggarai dan
Kabupaten Manggarai Barat tersebar di pesisir Desa
Sataruwuk, Desa Cekaluju yang terletak di Kabupaten
Manggarai dan Desa Nangabere yang terletak di Kabupaten
Manggarai Barat serta di Desa Nuca Molas yang terletak di
Kabupaten Manggarai. Kondisi terumbu karang di dua
kabupaten tersebut bervariasi dari sedang hingga buruk
sekali ditunjukkan dari persen tutupan karang hidup 10-
50%. Kondisi terumbu karang di Kabupaten Manggarai dan
Kabupaten Manggarai Barat sebagaimana terdapat pada
Gambar 13.

Gambar 13. Peta kondisi terumbu karang di Kabupaten


Manggarai dan Manggarai Barat (Munasik,
dkk, 2011).

Terumbu karang di desa-desa pesisir tersebut


umumnya dalam kategori buruk hingga buruk sekali
dengan persentase tutupan karang ≤ 25%. Adapun kondisi
terumbu di Desa Nuca Molas bervariasi dari sedang hingga
buruk sekali. Bentuk pertumbuhan karang hidup
umumnya di Kabupaten Manggarai dan Kabupaten
Manggarai Barat berupa karang massive dan encrusting.
Bentuk pertumbuhan karang tabulate hanya
ditemukan di Desa Sataruwuk sedangkan karang branching
dan foliose terdapat di Desa Nuca Molas. Rendahnya

31
tutupan karang hidup di Desa Cekaluju karena substrat
dasar umumnya tersusun dari pasir dan batu sehingga
karang tidak dapat tumbuh dengan baik sedangkan di
Desa Sataruwuk, selain tertutup pasir dan batu substrat
tersusun oleh karang lunak. Kondisi yang berbeda terjadi
di Desa Nuca Molas, meskipun tutupan karang hidup di
Desa Nuca Molas mencapai 50% akan tetapi rata-rata
persentase tutupan karang hidup hanya 15%. Hal tersebut
terjadi karena umumnya substrat dasar di pulau tersebut
tersusun oleh pecahan karang dan karang lunak. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa di Desa Nuca Molas telah
terjadi kerusakan tingkat sedang oleh aktivitas
penangkapan ikan dengan bom.

c. Kabupaten Rote Ndao


Kondisi terumbu karang di Kabupaten Rote Ndao
bervariasi dari baik sekali hingga buruk sekali yang
ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidup dari
80% hingga 5%. Kategori baik sekali ditemukan di Desa
Tesabela (Rote Timur), Desa Onatali (Lobalaen) dan Pulau
Ndo’o (Rote Barat), sedangkan kategori baik (51-75%) selain
ditemukan di desa-desa tersebut juga ditemukan dalam
lintasan yang pendek di Desa Sotimori, Desa Bolatena,
Desa Nggodimeda, Desa Maubesi, Desa Netenaen, Desa
Oelua, Desa Oeseli, Desa Oebou, Desa Oeteffu dan Pulau
Nuse. Kondisi terumbu karang kategori sedang (26-50%)
umumnya ditemukan dalam lintasan yang panjang di desa-
desa pesisir Kabupaten Rote Ndao. Kondisi buruk hingga
buruk sekali (≤ 25%) umumnya dijumpai di Desa Daiama,
Mulut Seribu Kecamatan Rote Timur. Bentuk pertumbuhan
karang hidup di Kabupaten Rote Ndao meliputi massive,
sub-massive, tabulate, branching, encrusting dan foliose.
Beberapa desa dominasi oleh bentuk pertumbuhan tertentu
seperti massive dan mushroom di Desa Daiama, bentuk
massive di Desa Londalusi, bentuk branching dan tabulate
di Desa Oelua dan Desa Boni, bentuk tabulate dan
encrusting di Pulau Ndo’o dan bentuk encrusting saja
ditemukan di Pulau Ndao dan Desa Mbueain.

32
Tingkat kerusakan terumbu karang di perairan
Kabupaten Rote Ndao tergolong sedang hingga tinggi.
Secara umum penyebabnya adalah aktivitas penangkapan
ikan merusak dengan menggunakan bom dan racun ikan
seperti yang ditemukan di Kecamatan Rote Timur.
Beberapa kerusakan juga terjadi di dataran terumbu akibat
aktivitas makameting, seperti yang terjadi di Desa
Londalusi, Teluk Papela. Rendahnya tutupan karang hidup
di Desa Daiama, Mulut Seribu Kecamatan Rote Timur
selain akibat penggunaan bom juga dikarenakan
kekeruhan dan aktivitas budidaya rumput laut. Penyakit
karang (coral disease) umumnya ditemukan di perairan
yang mengalami kekeruhan. Meskipun ancaman kerusakan
dari sedang hingga tinggi, Kabupaten Rote Ndao adalah
lokasi yang memiliki banyak ragam jenis large fauna yang
ditemukan. Terdapat lima jenis large fauna yang ditemukan
yaitu Bumphead parrotfish, Snapper, Sweetlips, Hiu, Giant
Trevally dan Platax. Lokasi ditemukan large fauna tersebar
di beberapa lokasi di Rote Timur, Onatali, Bo’a, Mbueain,
Pulau Ndo’o dan Pulau Ndana. Kondisi terumbu karang di
Kabupaten Rote Ndao sebagaimana terdapat pada Gambar
14.

Gambar 14. Peta kondisi terumbu karang di Kabupaten Rote


Ndao (Munasik, dkk, 2011)

33
d. Kabupaten Sabu Raijua
Kondisi terumbu karang di Kabupaten Sabu Raijua
bervariasi dari baik hingga buruk sekali yang ditunjukkan
oleh persentase tutupan karang hidup 10%-60%. Kategori
baik hanya ditemukan pada lintasan yang pendek di Desa
Menia, Kecamatan Sabu Barat dan Desa Molie, Kecamatan
Hawu Mehara, sedangkan kategori sedang umum
ditemukan di Kabupaten Sabu Raijua. Kondisi terumbu
karang sedang dijumpai di Desa Molie dan di desa-desa di
Kecamatan yang sama seperti Desa Lobohede, Desa Daeiko,
Desa Raedewa. Selain itu kondisi terumbu karang sedang
juga dijumpai di Desa Mebba dan Desa Menia, Kecamatan
Sabu Barat, Desa Ledeke, Desa Ledeunu, Desa Ballu dan
Desa Kolorae, Kecamatan Raijua.
Bentuk pertumbuhan karang hidup di Kabupaten
Sabu Raijua meliputi massive, sub-massive, tabulate,
branching, encrusting dan foliose. Meskipun kondisi
terumbu karang buruk sekali ditemukan dalam lintasan
survey cukup panjang utamanya di Desa Menia namun
tingkat kerusakan terumbu tergolong rendah. Kerusakan
umumnya diakibatkan oleh adanya pengadukan sedimen
dasar dan resuspensi akan tetapi beberapa diantaranya
akibat aktivitas nelayan membuang jangkar untuk
berlabuh seperti terjadi di Desa Ledeke. Kondisi terumbu
karang di Kabupaten Sabu Raijua sebagaimana terdapat
pada Gambar 15.

34
Gambar 15. Peta kondisi terumbu karang di Kabupaten
Sabu Raijua (Munasik, dkk, 2011)

e. Kabupaten Sumba Timur


Kondisi terumbu karang di Kabupaten Sumba Timur
menunjukkan kondisi bervariasi dari kategori baik hingga
buruk sekali. Hal tersebut ditunjukkan oleh persentase
tutupan karang hidup yang berkisar antara 5%-70%.
Kondisi terumbu karang dengan kategori baik hingga
sedang (40%-70%) ditemukan di Desa Napu, Kecamatan
Haharu. Kondisi terumbu karang dengan kategori sedang
hingga buruk (20%-40%) ditemukan di Desa Kayuri,
Kecamatan Rindi. Adapun kondisi terumbu karang dengan
kategori sedang hingga buruk sekali (10%-50%) terdapat di
Desa Heikatapu dan Desa Rindi, Kecamatan Rindi. Bentuk
pertumbuhan karang hidup di Kabupaten Sumba Timur
meliputi massive, submassive, tabulate, branching,
encrusting dan foliose.
Keberadaan ekosistem pesisir secara bersama, yaitu
terumbu karang, mangrove dan lamun di perairan
Kecamatan Rindi telah mendukung biodiversitas kawasan.
Hal ini ditunjukkan oleh temuan biota berukuran besar
(Large Fauna) di Desa Kayuri, Desa Rindi dan Desa
Heikatapu. Beberapa biota laut seperti penyu hijau dan
kelompok large fauna ditemukan di kawasan tersebut yaitu
ikan Kerapu (Grouper), Kakap (Snapper), Gergahing

35
(Carangidae), dan Pari (Eagle ray). Namun demikian
ekosistem terumbu karang di Kecamatan Rindi memiliki
tingkat kerusakan yang tinggi akibat aktivitas
penangkapan ikan yang merusak dengan menggunakan
racun ikan. Ancaman penangkapan ikan merusak dengan
menggunakan bom juga terjadi di Desa Napu, Kecamatan
Haharu serta aktivitas nelayan berupa pembuangan
jangkar di Desa Rindi. Kondisi terumbu karang di
Kabupaten Sumba Timur sebagaimana terdapat pada
Gambar 16.

Gambar 16. Peta kondisi terumbu karang di Kabupaten


Sumba Timur (Munasik, dkk, 2011)

f. Kabupaten Sumba Tengah


Kondisi terumbu karang di Kabupaten Sumba
Tengah bervariasi dari baik sekali hingga buruk sekali yang
ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidup 5%-
80%. Kondisi terumbu karang dengan kategori baik sekali
ditemukan di Desa Lenang Kecamatan Umbu Ratunggay.
Kondisi terumbu karang dengan kategori baik (51%-75%)
ditemukan di Desa Lenang dan Desa Tanambanas. Kondisi
terumbu karang dengan kategori sedang umumnya
ditemukan di semua desa , secara khusus ditemukan di
Desa Lenang, Desa Tanambanas, Desa Wendewa Timur
dan Desa Wendewa Utara. Adapun Kondisi terumbu

36
karang dengan kategori buruk dan buruk sekali ditemukan
dalam lintasan yang pendek di semua desa. Bentuk
pertumbuhan karang hidup umumnya massive, branching,
foliose, tabulate dan encrusting. Bentuk pertumbuhan
karang di Desa Lenang umumnya didominasi oleh karang
branching. Tingkat kerusakan terumbu karang di
Kabupaten Sumba Tengah tergolong tinggi kecuali Desa
Tanambanas Kecamatan Katikutana dengan tingkat
kerusakan rendah hingga sedang. Secara umum, ancaman
kerusakan terumbu karang adalah penangkapan ikan
merusak dengan menggunakan bom dan racun ikan.
Kondisi terumbu karang di Kabupaten Sumba Tengah
sebagaimana terdapat pada Gambar 17.

Gambar 17. Peta kondisi terumbu karang di


KabupatenSumba Tengah (Munasik, dkk,
2011)

g. Kabupaten Sumba Barat Daya


Kondisi terumbu karang di Kabupaten Sumba Barat
Daya bervariasi dari baik hingga buruk sekali yang
ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidup 5%-
60%. Kondisi terumbu kategori baik ditemukan di Desa
Waelonda, Kecamatan Kodi Utara dengan penyusun utama
karang tabulate dan branching. Kondisi terumbu karang
yang umum ditemukan di Kabupaten Sumba Barat Daya

37
adalah kategori sedang (26%-50%) berpadu dengan kondisi
buruk (10%-25%) yang ditemukan di desa-desa pesisir
Kabupaten Sumba Barat Daya, yaitu Desa Bukambero,
Desa Waelonda, Desa Kori, Desa Weepangali, Desa Karuni,
dan Desa Letekonda. Bentuk pertumbuhan karang
umumnya massive, submassive, branching, foliose, tabulate
dan encrusting. Tingkat kerusakan terumbu karang di
Kabupaten Sumba Barat Daya bervariasi dari rendah
hingga tinggi. Penyebab kerusakan umumnya adalah
akibat badai yang mengakibatkan karang tabulate terbalik
serta aktivitas nelayan membuang jangkar. Kondisi
terumbu karang di Kabupaten Sumba Barat Daya
sebagaimana terdapat pada Gambar 18.

Gambar 18. Peta kondisi terumbu karang di Kabupaten


Sumba Barat Daya (Munasik, dkk., 2011)

2) Mangrove
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang sangat
berperan bagi sumberdaya ikan. Ekosistem mangrove
berfungsi sebagai tempat mencari makan bagi ikan, tempat
memijah, tempat berkembang biak dan sebagai tempat
memelihara anak. Ekosistem mangrove juga dapat berfungsi
sebagai penahan abrasi yang disebabkan oleh gelombang dan
arus, selain itu ekosistem ini juga secara ekonomi dapat

38
dimanfaatkan sebagai kayu bakar, alat tangkap ikan, dan
bahan membuat rumah. Jenis kerapatan dan lingkar batang
mangrove terdapat pada Tabel 7.
Tabel 7. Jenis Kerapatan dan Lingkar Batang Mangrove
Kerapatan Lingkar
St Kabupaten mt mu Lokasi Spesies Dominan
(ind/10 m2) Batang
1 Rote Ndao 541999 8828401 Daiama Rhizophora stylosa 8 80
Rhizophora
2 531454 8828331 Oen apiculata 12 50
Sonneratia Alba 4 100
3 523921 8827578 Oenggae Rhizophora apiculata 14 60
4 508176 8800261 Dombo Sonneratia alba 4 180
5 508222 8800118 Dombo Sonneratia alba 4 140
Rhizophora stylosa 3 60
Aegiceras floridum 2 120
6 488216 8793572 Oeseli Bruguiera spp 7 80
7 Sabu Raijua 372407 8839098 Osbornia octodonta 3 100
Ceriops tagal 9 50
Rhizophora spp 1 30
8 373184 8839727 Seba Osbornia octodonta 3 100
Ceriops tagal 9 50
9 Sumba Timur 258918 8897861 Heikatapu Aegialitis annulata 56 40

Sumber : Hasil Survey, 2011

Hutan mangrove di Provinsi NTT terdiri atas kurang lebih


9 (sembilan) famili yang terbagi dalam 15 (lima belas) spesies
antara lain Bakau Genjah (Rizhophora mucronata), Bakau Kecil
(Rizhophora apiculata), Bakau Tancang (Bruguiera spp), Bakau
Api-api (Avicennia spp), Bakau Jambok (Xylocorpus spp),
Bakau Bintaro (Cerbera manghas), dan Bakau Wande (Hibiscus
tiliaceus). Hasil analisis citra satelit resolusi tinggi Tahun 2011
mencatat luas mangrove di dalam kawasan TNP Laut Sawu
yaitu 5019,53 hektar dengan daerah yang mempunyai luasan
mangrove paling besar yaitu di Kabupaten Sumba Timur dan
di Kabupaten Rote Ndao (TNC Savu Sea, 2011).

3) Padang Lamun
Ekosistem padang lamun mempunyai peran yang sangat
penting. Apabila ditinjau dari beberapa aspek
keanekaragaman hayati, padang lamun memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi. Indonesia diperkirakan
memiliki 13 (tiga belas) jenis lamun. Selain itu, padang lamun
juga merupakan habitat penting untuk berbagai jenis hewan

39
laut, antara lain ikan, moluska, krustasea, ekinodermata,
penyu, dan dugong. Lamun dapat juga mengurangi dampak
gelombang pada pantai sehingga dapat membantu
menstabilkan garis pantai. Secara ekonomi, padang lamun
menyediakan berbagai sumberdaya yang dapat digunakan
untuk menyokong kehidupan masyarakat antara lain untuk
makanan, perikanan, bahan baku obat, dan pariwisata.
Ancaman terhadap ekosistem padang lamun ada beberapa
faktor antara lain perubahan fisik dasar laut, seperti erosi,
sedimentasi, dan pelumpuran yang mengurangi wilayah dan
kepadatan tutupan padang lamun, kekeruhan yang
mempengaruhi kapasitas fotosintesis dan pertumbuhan pada
lamun, serta metode penangkapan ikan yang tidak ramah
lingkungan.
Hasil analisa citra satelit resolusi tinggi, lamun paling
banyak ditemukan di semua perairan Kabupaten Sumba
Timur, Kabupaten Sabu Raijua, dan Kabupaten Rote Ndao.
Total luasan daerah lamun di TNP Laut Sawu yaitu 5320,62
hektar. Sedikitnya terdapat 10 (sepuluh jenis) lamun dalam 2
famili di TNP Laut Sawu (TNC Savu Sea, 2011).

4) Habitat Perairan Dalam


Habitat perairan dalam TNP Laut Sawu terdiri dari
ambang laut dalam, selat, pulau samudera (oceanic island),
dan pulau satelit (satellite island). Ambang laut dalam
merupakan pematang bawah laut yang dapat membatasi aliran
air dalam antara dua lubuk laut. Sedangkan selat merupakan
terusan sempit yang menghubungkan dua masa air yang lebih
besar. Daerah ini penting sebagai daerah lintasan migrasi
setasea dan fauna besar laut lainnya. Pulau samudera
merupakan pulau-pulau terpencil yang dikelilingi oleh laut
dalam. Di kawasan TNP Laut Sawu sendiri, yang termasuk
pulau samudera yaitu Pulau Dana di Kabupaten Sabu Raijua.
Adapun Pulau Satelit menurut Kahn (2008) adalah pulau yang
terletak di dekat daratan utama akan tetapi pulau tersebut
terisolasi (terpisah) dari daratan utama itu karena berada
dekat kontur kedalaman 200 meter. Sebagian pulau-pulau di

40
TNP Laut Sawu merupakan pulau satelit, yang diidentifikasi
sebagai habitat dengan keanekaragaman hayati yang termasuk
komponen pesisir dan kelautan yang penting.
Upwelling musiman yang kuat di TNP Laut Sawu terjadi di
perairan Kupang sebelah barat, Rote sebelah barat, Sumba
Timur dan Manggarai serta Manggarai Barat pada bulan Mei
sampai dengan Oktober. Fenomena upwelling yang membawa
massa air laut bersuhu dingin dari dasar perairan yang kaya
akan nutrient ke perairan di atasnya menjadikan variasi suhu
yang tinggi di daerah perairan tersebut sehingga perairan
tersebut mempunyai produktivitas primer yang tinggi sehingga
ikan banyak berkumpul mencari makan di daerah ini dan juga
menjadikan daerah ini tahan terhadap dampak dari
pemanasan global sehingga menjadikan habitat vital seperti
terumbu karang lebih tahan terhadap fenomena pemutihan
(bleaching). Habitat perairan dalam dan oseanografi di TNP
Laut Sawu sebagaimana terdapat pada Gambar 19.

Gambar 19. Peta habitat perairan dalam dan oseanografi di TNP


Laut Sawu (TNC Savu Sea Project, 2011)

b. Sebaran Biota Laut


1) Mamalia Laut
Selain sumberdaya hayati yang berada di wilayah pesisir,
wilayah Laut Sawu dikenal sebagai daerah migrasi mamalia
laut. Berdasarkan data dan informasi Benjamin Kahn (2009)
dan Pemetaan Partisipatif TNP Laut Sawu (2010), wilayah

41
perairan Laut Sawu khususnya TNP Laut Sawu mempunyai
koridor-koridor penting perlintasan mamalia laut. Perlintasan-
perlintasan tersebut penting artinya terkait dengan upaya
pengelolaan wilayah TNP Laut Sawu itu sendiri, sehingga perlu
mendapatkan perhatian. Di perairan TNP Laut Sawu ditemukan
mamalia laut sebanyak 22 spesies yang terdiri dari 14 spesies
paus, 7 spesies lumba-lumba, dan 1 spesies dugong (Ped-Soede,
2002; dan Kahn, 2005). Mamalia laut yang ditemukan di TNP
Laut Sawu sebagaimana terdapat pada Tabel 8.
Tabel 8. Mamalia Laut yang ditemukan di TNP Laut Sawu

Nama Spesies Nama Nama


No Nama Ilmiah
(ID) Indonesia Lokal
Physeter Kote
1 Sperm whale Paus sperma
macrocephalus kelema
Dwarf sperm Paus sperma Fefa
2 Kogia sima
whale cebol kumu
Pygmy sperm Paus sperma
3 Kogia breviceps n/a
whale kerdil
Short finned pilot Globicephala Paus pemandu Temu
4
whale macrorhyncus sirip pendek bela
Paus
5 Orca Orcinus orca Seguni
pembunuh
Paus
Temu
6 False killer whale Pseudorca crassidens pembunuh
bela
palsu
Paus
Temu
7 Pygmy killer whale Feresa attenuata pembunuh
kebung
kerdil
Melon headed Paus kepala Temu
8 Peponocephala electra
whale semangka kebong
9 Beaked whale Mesoplodon spp. Ika mea
Cuvier’s beaked Paus paruh
10 Ziphius cavirostris Ika mea
whale cuvier
11 Bryde’s whale Balaenoptera brydei Paus bryde n/a
Pygmy Bryde’s Paus bryde
12 Balaenoptera edeni n/a
whale kecil
Balaenoptera Lelangga
13 Blue whale Paus biru
musculus ji
Megaptera
14 Humpback whale Paus bongkok n/a
novaeangliae
Lumba-lumba Temu
15 Spinner dholpin Stenella longirostris
paruh panjang kira
Pan-tropical Lumba-lumba Temu
16 Stenella attenuate
spotted dolphin totol kira
Rough-toothed Lumba-lumba
17 Steno bredanensis n/a
dolphin gigi kasar
Lumba-lumba Temu
18 Risso’s dolphin Grampus griseus
abu-abu bura
Lumba-lumba
19 Bottlenose dolphin Tursiops truncates n/a
hidung botol
Lumba-lumba Temu
20 Fraser’s dolphin Lagenodelphis hosei
fraser notong
Indo-Pacific
21 Tursiops aduncus n/a
bottlenose dolphin
22 Dugong Dugong dugon

42
Secara khusus, Kahn (2005) melakukan pengamatan di
Laut Sawu dan menemukan beberapa jenis paus di Laut Sawu,
antara lain paus sperma (sperm whale), paus pembunuh kerdil
(pigmy killer whale), paus kepala semangka (melon headed
whale), paus bryde (Bryde’s whale), lumba-lumba paruh
panjang (spinner dolphin), lumba-lumba totol (pan-tropical
spotted dolphin), lumba-lumba gigi kasar (rough-toothed dolphin),
lumba-lumba abu-abu (risso’s dolphin), dan lumba-lumba
Fraser (Fraser’s dolphin). Adapun pola gerakan paus yang
melintasi TNP Laut Sawu sebagaimana terdapat pada Gambar
20.

Gambar 20. Pola gerakan paus di Laut Sawu (Kahn, 2005).

Selain itu, Kahn juga mengamati gerakan/migrasi paus


dengan satelit tagging. Hasil pengamatannya menunjukkan pola
pergerakan paus biru dan paus sperma dari Solor dan Alor.
Paus Biru bergerak dari Selat Ombay ke Perairan Arafura,
sementara Paus Sperma bergerak dari Samudera Hindia ke Laut
Sawu. Selain itu juga direkam kegiatan Paus Biru di waktu
malam dan siang. Pada saat siang, paus tersebut berenang
hingga kedalaman 250 meter, sedangkan pada malam hari paus
tersebut berada di permukaan.
Berdasar data dan informasi yang diperoleh dari TNC Savu
Sea selama tahun 2009–2011 ditemukan beberapa jenis paus
selama monitoring dari permukaan air. Mamalia yang
ditemukan adalah jenis Paus Biru (Balaenoptera musculus),

43
Lumba–lumba Paruh Panjang (Stenella longirostris), Lumba–
lumba Abu-abu (Grampus griseus), dan 1 jenis paus tidak
teridentifikasi karena jauhnya jarak pengamatan. Paus Biru
(Balaenoptera musculus) yang ditemukan sebanyak 1 ekor. Hasil
monitoring yang dilakukan oleh TNC terhadap keberadaan Paus
di perairan Laut Sawu pada tanggal 23 Mei 2011 di perairan
Desa Uitiuhana, Kecamatan Semau Selatan, Kabupaten Kupang
sebagaimana terdapat pada Tabel 9.
Tabel 9. Monitoring Keberadaan Paus di Perairan Laut Sawu
Waktu /jam Posisi Jenis paus dan arah pergerakan
Paus Biru berenang ke arah Utara
S-10.28287204°;
menuju Pulau Kambing,
E123.42552764°
Kecamatan Semau.
11.44–11.47 WITA S-10.28176085°; Arah pergerakan berenang ke arah
E123.42478945 barat menuju Selat Tablolong
S-10.28169388°; Arah pergerakannya menuju ke
E123.42490420° Utara menuju Tanjung Akle
Arah pergerakan hanya berputar –
S-10.32491173°; putar di Tanjung Akle dari selatan
8.00 WITA
E123.41491867° ke timur (jenis paus tidak
teridentifikasi)
Sumber : Savu Sea Project - TNC, 2011

Lumba–lumba Paruh Panjang (Stenella longirostris)


ditemukan di Tanjung Kurus sebanyak 2 ekor pada pukul 16.49
WITA, tanggal 21 Mei 2011 dengan arah pergerakan dari utara
ke selatan pada titik koordinat S-9.814188° E123.626892°.
Sementara pada tanggal 23 Mei 2011 pada pukul 8.19 WITA,
Lumba–lumba Paruh Panjang ditemukan sebanyak 20 ekor di
Desa Soliu. Pada koordinat S-9.547476° E123.7595° dengan
arah pergerakan dari perairan dalam di bagian barat ke arah
timur dengan aktivitas mencari makan. Di perairan Desa
Batutua, Kecamatan Rote Barat Daya, Kabupaten Rote Ndao
ditemukan Lumba–lumba Abu-abu (Grampus griseus) sebanyak
2 (dua) ekor pada koordinat S-10.87288° E123.00011° dengan
arah pergerakan dari timur (Desa Dolasi) ke arah barat (Desa
Oebou).
Hasil penelitian dengan metode pemetaan partisipatif
untuk sebaran mamalia laut dan koridor migrasinya
sebagaimana terdapat pada Gambar 21.

44
Gambar 21. Peta Sebaran Mamalia Laut di TNP Laut Sawu (TNC
Savu Sea Project, 2011)

2) Penyu
Penyu adalah reptilia laut yang banyak ditemukan di
perairan Laut Sawu. Berdasar hasil survey yang dilakukan,
kawasan TNP Laut Sawu merupakan habitat bagi minimal 6
spesies penyu yaitu :
1. Penyu hijau (Chelonia mydas) ditemukan di perairan
Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Sabu,
Kabupaten Manggarai, Kabupaten Sumba, dan Kabupaten
Timur Tengah Selatan;
2. Penyu sisik (Eretmochelys imbricata) ditemukan di perairan
Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Sabu,
Kabupaten Manggarai, Kabupaten Sumba, dan Kabupaten
Timur Tengah Selatan;
3. Penyu lekang (Lepidochelys olivacea) ditemukan di perairan
Kabupaten Timur Tengah Selatan;
4. Penyu belimbing (Dermochelys coriacea) ditemukan di
perairan Kabupaten Kupang, Kabupaten Sumba, dan
Kabupaten Timur Tengah Selatan;
5. Penyu pipih (Natator depressus) ditemukan di perairan
Kabupaten Rote Ndao dan Kabupaten Sabu;
6. Penyu tempayan (Caretta caretta) ditemukan di perairan
Sumba.

45
Monitoring manta tow juga berhasil menemukan
keberadaan penyu dalam ekosistem terumbu karang. Lokasi
keberadaan penyu terdapat di Desa Nuca Molas di Kabupaten
Manggarai, dan di Desa Bolatena, Desa Rotedale, serta Desa
Bo’a di Kabupaten Rote Ndao dengan jenis Penyu Hijau
(Chelonia mydas), Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), dan
Penyu Lekang (Lepydochelys olivachea). Jenis Penyu Hijau
adalah jenis yang paling banyak ditemukan yaitu 9 (sembilan)
ekor, dengan lokasi di Desa Nuca Molas, Kabupaten Manggarai
sebanyak 8 (delapan) ekor dan Desa Bolatena, Kabupaten Rote
Ndao sebanyak 1 (satu) ekor.
Pada jalur manta tow ditemukan Penyu Sisik
(Eretmochelys imbricata) yang sedang melintas di Desa Nuca
Molas, Kabupaten Manggarai dan Desa Rotedale, Kabupaten
Rote Ndao sebanyak 2 (dua) ekor, sementara di Tanjung Bo’a,
Kabupaten Rote Ndao ditemukan Penyu Lekang yang sedang
melakukan perkawinan di permukaan air dengan kondisi
gelombang yang besar. Peta sebaran reptil di TNP Laut Sawu
sebagaimana terdapat pada Gambar 22.

Gambar 22. Peta Sebaran Reptil di TNP Laut Sawu (TNC Savu
SeaProject, 2011)

3) Large Fauna
Large Fauna merupakan biota target dalam monitoring
Manta Tow TNP Laut Sawu 2011 yang memiliki ukuran besar

46
serta memiliki peranan penting baik dalam sisi ekologis maupun
ekonomis di area terumbu karang. Biota yang menjadi target
pengamatan antara lain jenis Kerapu (Grouper),
Humphead/Napoleon (Cheilinus undulatus), Hiu (Charcanidae),
Bumphead parrotfish (Bolbometopon muricatum), Pari Manta
(Manta byrostris), Tuna Sirip Kuning (Thunus albacores).
Monitoring Manta Tow yang dilakukan di 4 (empat) kabupaten
yaitu Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten
Manggarai, dan Kabupaten Manggarai Barat menemukan 4
(empat) jenis Large Fauna. Jenis yang ditemukan adalah
Bumphead parrotfish (Bolbometopon muricatum), Humphead
(Cheilinus undulatus), Grouper (Ephinephelus. spp) dan Hiu
(Negaprion acuntides). Bumphead parrotfish (Bolbometopon
muricatum) merupakan jenis yang paling banyak ditemukan,
baik lokasi maupun persebarannya. Jenis tersebut paling
banyak ditemukan di Kabupaten Rote Ndao. Schooling
Bumphead parrotfish (Bolbometopon muricatum) di Kecamatan
Rote Barat Laut ditemukan di Desa Nembrala sebanyak 20 (dua
puluh) ekor, Pulau Ndo’o 4 (empat) ekor, Pulau Ndao 10
(sepuluh) ekor, Pulau Nuse 25 (dua puluh lima) ekor. Di
Kecamatan Rote Timur, jenis tersebut ditemukan di Desa
Sotimori sebanyak 20 (dua puluh) ekor. Humphead (Cheilinus
undulatus) ditemukan secara individual. Jenis tersebut
ditemukan di Kabupaten Manggarai, Kabupaten Kupang, dan
Kabupaten Rote Ndao. Adapun persebaran paling banyak
ditemukan di Desa Nuca Molas, Kecamatan Satarmese Barat,
Kabupaten Manggarai yaitu sebanyak 2 (dua) ekor dalam towing
yang berbeda. Di Kabupaten Kupang jenis tersebut ditemukan
sebanyak 1 (satu) ekor, yaitu di Desa Soliu, Kecamatan Amfoang
Barat Laut. Grouper (Ephinephelus. spp) ditemukan di Desa
Bo’a, Kecamatan Rote Barat Daya, Kabupaten Rote Ndao
sebanyak 1 (satu) ekor. Estimasi ukuran tubuhnya lebih dari 40
(empat puluh) cm. Selain Grouper (Kerapu), di Pulau Ndana
ditemukan pula ikan karang Sweetlips (Plectorincus
chaetodontoides) dengan ukuran lebih dari 40 (empat puluh) cm.
Ikan tersebut ditemukan sedang bergerombol dengan ikan
karang jenis Kakap/Snaper (Lutjanidae) yang ukurannya lebih

47
kecil dari Sweetlips. Hiu (Negaprion acuntides) ditemukan di
Desa Sotimori, Kecamatan Rote Timur, Kabupaten Rote Ndao
sebanyak 1 (satu) ekor. Berdasarkan informasi dari nelayan, hiu
yang ditemukan tidak temasuk dalam ikan target penangkapan
karena nilai ekonomisnya rendah. Selain itu, berdasarkan
informasi yang diperoleh, Desa Sotimori dan Desa Bo’a
merupakan lokasi – lokasi penangkapan ikan bernilai ekonomis
tinggi di Kabupaten Rote Ndao, ketika musim angin barat.
Daerah tempat ditemukannya large fauna yaitu di area terumbu
karang. Bumphead parrotfish banyak terdapat di Pulau Ndo’o
dengan kondisi terumbu karang baik (sedang dan tinggi).
Bumphead parrotfish adalah ikan herbivora. Ketersediaan
makanan menjadi faktor utama, sebab pada area terumbu
karang juga banyak ditemukan alga. Alga biasanya menempel
pada karang hidup, batu, dan pecahan karang. Kecuali di Pulau
Ndo’o, lokasi ditemukannya large fauna tidak semuanya
memiliki tutupan terumbu karang yang baik (kategori; sedang,
tinggi, sangat tinggi). Large fauna ditemukan di lokasi tersebut
karena pada lokasi itu tersedia tempat berlindung. Grouper dan
Sweetlips menggunakan celah pada substrat batu sebagai
habitat. Berbeda dengan Tanjung Bo’a dan Pulau Ndana, Hiu di
Mulut Seribu menyamarkan keberadaanya pada substrat pasir.

3. Potensi Ekonomi
Berdasarkan perkembangan peranan masing-masing sektor
ekonomi, dalam kurun waktu tahun 2007–2009 dapat dilihat bahwa
sektor ekonomi yang dominan dalam perekonomian Provinsi NTT yaitu
sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor
jasa. Peranan dari ketiga sektor ini pada kurun waktu tahun 2007–
2009 merupakan yang terbesar, yaitu sekitar 88,34% dari seluruh
PDRB Provinsi NTT masing-masing tahun pada kurun waktu tersebut.
Meskipun cenderung terus menurun peranannya dalam kurun waktu
tahun 2007–2009, sektor pertanian masih merupakan yang paling
besar sumbangannya terhadap PDRB Provinsi NTT. Pada tahun 2007,
peranan nilai tambah bruto sektor pertanian sebesar 43,36% dari
seluruh nilai PDRB harga berlaku. Peranan tersebut kemudian terus
menurun hingga menjadi hanya sekitar 39,24% pada tahun 2009.
Gambaran ini memperlihatkan bahwa sektor pertanian meskipun

48
cenderung melemah, tetap memegang peranan penting dalam
perekonomian di wilayah ini.
Sektor perdagangan, hotel dan restoran menunjukkan prospek
yang cukup menggembirakan. Peranan sektor ini sebesar 17,55%
terhadap perekonomian Provinsi NTT. Kemudian pada tahun
berikutnya, peranan sektor ini sedikit menurun menjadi sebesar
17,51%. Akan tetapi kembali meningkat pada tahun-tahun
berikutnya, hingga akhirnya mencapai 17,93% pada tahun 2009.
Demikian halnya peranan sektor jasa dalam perekonomian Provinsi
NTT, juga terlihat semakin meningkat pada kurun waktu tahun 2007–
2009. Meskipun pada tahun 2007 sektor ini hanya mampu
menyumbang 16,47% terhadap PDRB Provinsi NTT, bahkan
kedudukannya lebih rendah dan tergeser oleh sektor perdagangan,
hotel dan restoran sebagai penyumbang kedua terbesar setelah sektor
pertanian, namun sejak diberlakukannya otonomi daerah sampai
dengan tahun 2008 dan berlanjut hingga tahun 2009 sumbangan
sektor ini terhadap PDRB Nusa Tenggara Timur kembali menduduki
urutan kedua terbesar dengan sumbangan sebesar 18,51% hingga
21,17 %.
Uraian singkat tersebut memperlihatkan bahwa peran dominan
sektor pertanian dalam perekonomian Provinsi NTT, tetap tidak
bergeser pada kurun waktu tahun 2000–2003. Sedangkan untuk
sektor dominan lain telah terjadi pergeseran posisi. Dominasi ketiga
sektor tersebut secara gabungan terhadap perekonomian Provinsi NTT
cenderung menguat. Hal ini ditunjukkan oleh semakin kecilnya
peranan sektor lain terhadap pembentukan PDRB Provinsi NTT dalam
kurun waktu tahun 2000–2002, meskipun peranan sektor lain ini
mengalami sedikit kenaikan pada tahun 2003 menjadi 21,66%.
Setelah sempat terpuruk dengan pertumbuhan negatif pada
tahun 1998, perekonomian Provinsi NTT kembali membaik dengan
laju pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat. Laju
pertumbuhan pada kurun waktu tahun 2007–2009 memberi
pertumbuhan positif dengan kecenderungan yang relatif menguat.
Pada tahun 2009 laju pertumbuhan Provinsi NTT sedikit melemah
dengan pencapaian 5,87%. Sektor jasa selalu menempati sektor
dengan laju pertumbuhan paling tinggi, yaitu berkisar antara 9,31%
sampai dengan 13,39%. Selain itu, peran sektor ini merupakan sektor

49
yang memberi sumbangan kedua terbesar dalam perekonomian
Provinsi NTT.
Sektor bangunan dan sektor pertambangan dan penggalian
merupakan sektor yang mengalami kemunduran ekonomi paling
parah pada tahun 1998 dengan pertumbuhan masing-masing sebesar
minus 20,47% dan minus 19,46%. Akan tetapi pada kurun waktu
tahun 2007-2009, kedua sektor tersebut telah mampu bangkit dan
mengalami pertumbuhan yang cukup menyakinkan. Pada kurun
waktu tahun 2007–2009, pertumbuhan sektor bangunan berkisar
antara 0,48% hingga 2,00%, sedangkan pertumbuhan di sektor
pertambangan dan penggalian berkisar antara 7,02% hingga 2,50%.
Keduanya memiliki pola yang serupa yakni cenderung memiliki
pertumbuhan yang menguat .
Pertumbuhan ekonomi di sektor-sektor dominan dan sektor jasa
pada kurun waktu yang sama ternyata cukup menggembirakan.
Sektor pertanian terus mengalami pertumbuhan yang menguat mulai
dari 2,35% hingga mencapai pertumbuhan sebesar 3,14%. Sektor
perdagangan, hotel dan restoran meskipun pertumbuhannya sedikit
melemah menjadi sebesar 6,38% pada tahun 2009, tetapi
pertumbuhan ini tercipta setelah mengalami kenaikan selama 3 (tiga)
tahun berturut-turut dari sebesar 4,18% pada tahun 2007 hingga
tumbuh sebesar 6,50% pada tahun 2009.

4. Potensi Sosial Budaya


a. Kependudukan
Berdasarkan data tahun 2011, total penduduk di Provinsi
NTT sebesar 4.683.827 jiwa dengan rasio 2.357.340 perempuan
dan 2.326.487 laki-laki. Kepadatan penduduk 99 jiwa per Km2,
dengan laju pertambahan penduduk 2,07% pertahun.
Berdasarkan data yang tersedia di Kabupaten/Kota yang wilayah
perairannya dalam dan sekitar TNP Laut Sawu, jumlah kecamatan
terbesar yang memiliki pantai ada di Kabupaten Kupang, yaitu
sebanyak 29 kecamatan yang mencakup 102 Desa/Kelurahan,
disusul Kabupaten Alor dengan 17 Kecamatan yang mencakup
107 Desa/Kelurahan, Kabupaten Sumba Timur dengan 15
Kecamatan yang mencakup 51 Desa/Kelurahan. Total penduduk
di Provinsi NTT sebesar 4.683.827 jiwa dengan kepadatan

50
penduduk 99 jiwa per km2 dengan laju pertumbuhan penduduk
sebesar 2,07% per tahun (BPS Provinsi NTT, 2011). TNP Laut
Sawu, memiliki cakupan 195 desa pesisir di 47 kecamatan.
1) Komposisi Penduduk
Komposisi penduduk Provinsi NTT menurut umur,
memperlihatkan presentase penduduk usia antara 15-64 tahun
paling besar jumlahnya yaitu 57,73% (2.703.973 jiwa), dan
diikuti persentase anak-anak (0-14 tahun) sebesar 37,31%
(1.747.536 jiwa), sedangkan penduduk usia 65 tahun ke atas
paling kecil yakni 5,04% (236.065 jiwa) dari keseluruhan jumlah
penduduk Provinsi NTT. Tingkat kepadatan penduduk tahun
2011 menggambarkan bahwa rata-rata jumlah penduduk yang
adalah 99 (sembilan puluh sembilan) orang/km2. Apabila
dilihat menurut kabupaten/kota, maka rata-rata tingkat
kepadatan penduduk tertinggi berada di Kota Kupang yaitu
1.785 orang/km2. Adapun Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten
Sumba Tengah, dan Kabupaten Kupang merupakan kabupaten
dengan tingkat kepadatan penduduk terendah yaitu 33
orang/km2, 33 orang/km2, dan 56 orang/km2.

2) Ketenagakerjaan
Persentase angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja
pada kabupaten yang terdapat didalam kawasan TNP Laut Sawu
secara umum mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2009, persentase angkatan kerja terhadap penduduk usia
kerja yaitu sebesar 60,46%, namun di tahun 2010 meningkat
menjadi 62,61% atau meningkat 2,15% dari tahun sebelumnya.
Tahun 2011 persentase angkatan kerja terhadap penduduk usia
kerja kembali mengalami penurunan menjadi 61,25% dari
tahun sebelumnya. Persentase terbesar terjadi di Kabupaten
Sumba Tengah yaitu sebesar 64,29%, sedangkan persentase
terkecil terjadi di Kabupaten Sumba Timur yaitu sebesar
60,36%. Berdasar data tahun 2011 yang diperoleh dari Survey
Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), diketahui bahwa jumlah
angkatan kerja pada tahun 2009 hingga tahun 2011 mengalami
fluktuasi, namun jumlah angka pengangguran di kabupaten-
kabupaten di kawasan TNP Laut Sawu mengalami penurunan.
Jumlah angka pengangguran pada tahun 2009 sebanyak

51
89.395 jiwa, sementara pada tahun 2010 jumlahnya menurun
menjadi 71.152 jiwa atau turun sebanyak 18.243 jiwa, jumlah
tersebut kembali mengalami penurunan jumlah pada tahun
2011 sebesar 13.153 jiwa menjadi 57.999 jiwa.
Jumlah penduduk yang bekerja menurut data SAKERNAS
2011 menunjukkan persentase terbesar lapangan perkerjaan
berada pada sektor pertanian, kehutanan dan perkebunan
sebesar 64,89% atau sebesar 1.360.265 jiwa, sementara
persentase terkecil 0,12% atau 2.420 jiwa pada sektor listrik,
gas, dan air. Jumlah penduduk bekerja menurut lapangan
pekerjaan utama pada tahun 2009 sebesar 2.086.105 jiwa,
sementara pada tahun 2010 jumlahnya menurun menjadi
2.061.229 jiwa atau turun sebesar 24.876 jiwa. Pada tahun
2011, jumlahnya kembali meningkat menjadi 2.096.259 jiwa
atau naik 35.030 jiwa dari tahun sebelumnya. Jumlah dan
Proporsi Tenaga Kerja menurut Usaha tahun 2011 sebagaimana
terdapat pada Tabel 10.

Tabel 10. Jumlah dan Proporsi Tenaga Kerja menurut Usaha


Tahun 2011
Tahun 2011
No Lapangan Usaha
Jumlah Persentase (%)
1 Pertanian, Kehutanan, 1.360.265 64,89
Perkebunan, Perikanan
2 Pertambangan dan Penggalian 23.627 1,13
3 Industri Pengolahan 124.697 5,95
4 Listrik, Gas & Air 2.420 0,12
5 Konstruksi / Bangunan 59.405 2,83
6 Perdagangan 147.439 7,03
7 Komunikasi, Angkutan dan 87.407 4,17
pergudangan
8 Keuangan 20.810 0,99
9 Jasa-jasa Kemasyarakatan 270.189 12,89
10 Lainnya - -
Jumlah 2.096.259 100,00
2010 2.061.229 100,00
2009 2.086.105 100,00
Sumber : NTT dalam angka Tahun 2012
Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor pertanian masih
merupakan sektor andalan sebagian besar masyarakat Provinsi
NTT, meskipun bersifat fluktuatif sesuai musim tanam. Di
penghujung musim penghujan pada bulan Februari, jumlah
tenaga kerja pada sektor pertanian menunjukkan
kecenderungan meningkat, karena sebagian tenaga kerja yang
sebelumnya bekerja pada sektor lain seperti tenaga buruh di

52
sektor kontruksi dan tenaga kerja informal di sektor jasa akan
beralih pekerjaan ke sektor pertanian. Namun demikian, pada
bulan Agustus yang merupakan awal musim kemarau, aktifitas
sektor pertanian mengalami penurunan, dan akan di ikuti
dengan pengalihan pekerjaan dari tenaga kerja sektor pertanian
ke sektor kontruksi dan tenaga kerja informal di sektor jasa.
Jumlah pencari kerja yang terdaftar dan dapat
ditempatkan pada tahun 2011, mencapai 37.535 jiwa. Rata-
rata upah yang diterima masyarakat pada kawasan yang masuk
dalam TNP Laut Sawu adalah Rp. 895.000,- di Kabupaten
Sumba Barat, Rp. 905.000,- di Kabupaten Sumba Timur, Rp.
1.115.000,- di Kabupaten Kupang, Rp. 977.250,- di Kabupaten
Timur Tengah Selatan, Rp. 1.017.000,- di Kabupaten
Manggarai, Rp. 868.000,- di Kabupaten Rote Ndao, Rp.
1.196.000,- di Kabupaten Manggarai Barat, Rp. 874.500,- di
Kabupaten Sumba Tengah, Rp.893.000,- di Kabupaten Sumba
Barat Daya. Adapun UMR pada Provinsi NTT adalah Rp.
850.000,-.

3) Rumah Tangga Perikanan


Dilihat dari data tahun 2011, jumlah rumah tangga
perikanan (RTP) yang berada di pantai pada 10 (sepuluh)
kabupaten yang berada di dalam Kawasan TNP Laut Sawu
sebagai berikut:
a) Kabupaten Kupang, sebanyak 1.399 KK;
b) Kabupaten Rote Ndao, sebanyak 1.247 KK;
c) Kabupaten Manggarai, sebanyak 1.162 KK; dan
d) kabupaten lainnya, masing-masing kurang dari 1.000 KK.

Populasi nelayan sebanyak 5% dari total penduduk Provinsi


NTT. Jumlah nelayan cenderung meningkat dari tahun ke
tahun. Namun demikian, sebagian besar nelayan tersebut baru
mampu beroperasi di wilayah perairan pantai sejauh kurang
dari 12 mil. Operasi penangkapan kebanyakan dilakukan secara
harian (one day fishing operation) karena sebagian besar hanya
memiliki perahu tanpa motor dan motor tempel. Perairan di luar
12 mil hingga batas Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI)
hampir belum terjamah oleh nelayan yang berdomisili di

53
Provinsi NTT. Jumlah armada penangkapan di 10 (sepuluh)
kabupaten yang wilayah perairannya berada di dalam Kawasan
TNP Laut Sawu terbanyak berada di Kabupaten Kupang yaitu
682 (enam ratus delapan puluh dua unit), diikuti Kabupaten
Rote Ndao sebanyak 482 unit, Kabupaten Manggarai Barat
sebanyak 394 (tiga ratus sembilan puluh empat) unit,
Kabupaten Manggarai sebanyak 372 (tiga ratus tujuh puluh
dua) unit, Kabupaten Sumba Barat sebanyak 246 (dua ratus
empat puluh enam) unit, Kabupaten Sumba Timur sebanyak
219 (dua ratus sembilan belas) unit armada, dan di Kabupaten
Timur Tengah Selatan, Kabupaten Sumba Tengah, Kabupaten
Sabu Raijua, dan Kabupaten Sumba Barat Daya masing-masing
kurang dari 100 (seratus) unit.
Kondisi wilayah kepulauan dengan tempat-tempat
pendaratan illegal yang tersebar menyulitkan pencatatan jumlah
ikan yang didaratkan maupun yang di kirim ke luar wilayah.
Hingga saat ini, di Provinsi NTT baru terdapat 1 (satu)
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) dan 6 (enam) Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) yang tersebar di beberapa kabupaten.
Dengan sangat terbatasnya jumlah pelabuhan perikanan dan
tenaga pengawas sumberdaya, praktek illegal, unreported and
unregulated fishing (IUU fishing) masih sangat tinggi.
Meningkatnya kegiatan yang merusak memberikan dampak
pada kelestarian ekosistem laut dangkal, terutama mangrove
dan terumbu karang. Tingkat kerusakan untuk kedua jenis
ekosistem pantai tersebut rata-rata mencapai 70%.
Berdasarkan data yang diperoleh, terlihat bahwa alat
penangkapan ikan yang digunakan terdiri atas 9 (sembilan)
jenis yang terdiri dari pukat kantong, pukat cincin, jaring
insang, jaring angkat, pancing, perangkap, alat pengumpul, alat
penangkap, dan lain-lain (jala tebar, garpu dan tombak).
Berdasar data jumlah produksi dan nilai produksi perikanan
tangkap tahun 2011, diketahui bahwa jumlah dan nilai
produksi perikanan tangkap terbesar berada di Kabupaten
Kupang dengan jumlah produksi sebanyak 8.389 ton, diikuti
Kabupaten Manggarai sebanyak 3.749,5 ton, sementara
Kabupaten Manggarai Barat sebanyak 3.553,4 ton, Kabupaten

54
Rote Ndao sebanyak 1.516,7 ton, Kabupaten Sumba Timur
1.468.8 ton, Kabupaten Sumba Barat sebanyak 1.320,4 ton,
diikuti Kabupaten Sumba Barat Daya sebanyak 799,2 ton,
Kabupaten Timor Tengah Selatan sebanyak 559,9 ton, dan
Kabupaten Sumba Tengah memiliki jumlah terkecil sebanyak
404,1 ton.
Sektor industri perikanan yang terdapat di kawasan
kabupaten yang wilayah perairannya termasuk dalam TNP Laut
Sawu kondisinya cukup beragam, berupa industri perorangan
maupun perusahaan. Industri perikanan baik yang dikelola oleh
perorangan maupun perusahaan dapat dikelompokkan menjadi
jenis usaha perikanan budidaya, pengolahan, dan
penampungan. Jenis perikanan budidaya di laut yang
berkembang pesat yaitu budidaya rumput laut. Perairan
Provinsi NTT sangat cocok untuk budidaya rumput laut karena
memiliki salinitas yang tinggi dan stabil sepanjang tahun. Selain
itu, perairannya jernih dan bebas cemaran. Selama periode
tahun 2000-2007, produksi rumput laut meningkat dengan
pesat karena pemeliharaannya relatif mudah, investasi yang
relatif rendah, tersedianya pasar untuk produk, serta cepat
menghasilkan uang, sehingga menarik minat masyarakat untuk
membudidayakannya. Selama kurun waktu tersebut, jumlah
pembudidaya meningkat dengan pesat. Jumlah ini diperkirakan
akan terus bertambah dengan semakin banyaknya nelayan kecil
yang beralih menjadi pembudidaya ikan. Selain itu, petani lahan
kering yang tinggal di desa-desa pesisir banyak yang beralih ke
budidaya rumput laut karena kegiatan ini dapat dilaksanakan
hampir sepanjang tahun.

b. Kondisi Sosial dan Budaya


Provinsi NTT memiliki keragaman suku, bahasa dan
kesenian daerah di setiap wilayahnya. Hal ini ditunjukkan dengan
begitu banyaknya suku bangsa yang mendiami setiap daerah di
Provinsi NTT. Persebaran suku bangsa di Provinsi NTT sangat
dipengaruhi oleh letak geografis Provinsi NTT yang terdiri dari
begitu banyak pulau. Sebagai contoh, di Pulau Timor, terdapat
Suku Helong, Suku Dawan, Suku Tetun, Suku Kemak, dan Suku
Marae, di Pulau Rote terdapat Suku Rote, di Pulau Flores terdapat

55
Suku Manggarai Riung, Suku Ngada, Suku Ende Lio, Suku
Nagekeo, Suku Sikka-Krowe Muhang, Suku Lamaholot, Suku
Kedang, dan Suku Labala. Selain itu di pulau-pulau lainnya,
terdapat beranekaragam suku bangsa. Secara terperinci, suku-
suku bangsa yang mendiami pulau-pulau yang ada di Provinsi
NTT berdasarkan tempat asal sebagaimana terdapat pada Tabel
11.

Tabel 11. Suku Bangsa di NTT berdasarkan Tempat Asal


No Nama Suku Tempat Asal
1 Dawan Pulau Timur di Kabupaten Kupang (Kecamatan
Amarasi, Amfoang, Kupang Timur, Kupang Tengah),
Kabupaten Timur Tengah Selatan, Kabupaten Timur
Tengah Utara dan Kabupaten Belu (bagian perbatasan
dengan Kabupaten Timur Tengah Utara)
2 Suku Helong Pulau Timor di Kabupaten Kupang ( Kec. Kupang
Tengah dan Kupang Barat) Pulau Semau di Kabupaten
Kupang
3 Tetun Pulau Timor di Kabupaten Belu
4 Kemak Pulau Timor di Kabupaten Belu
5 Marae Pulau Timor di Kabupaten Belu
6 Rote Pulau Rote di Kabupaten Rote Ndao Pulau Timor
(sepanjang pantai utara) dan Pulau Semau di
Kabupaten Kupang
7 Sabu Pulau Sabu dan Pulau Raijua di Kabupaten Sabu
Raijua Beberapa daerah di Pulau Sumba
8 Sumba Pulau Sumba (Kabupaten Sumba Timur, Sumba
Tengah, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya)
9 Manggarai Pulau Flores di Kabupaten Manggarai, Kabupaten
Riung Manggarai Timur dan Kabupaten Manggarai Barat
10 Ngada Pulau Flores di Kabupaten Ngada
11 Ende Lio Pulau Flores di Kabupaten Ende
12 Nagekeo Pulau Flores di Kabupaten Nagekeo
13 Sikka-Krowe Pulau Flores di Kabupaten Sikka
Muhang
14 Lamaholot Pulau Flores, Pulau Adonara dan Pulau Solor di
KabupatenFlotim (Sebagian pulau Lomblen di
Kabupaten Lembata
15 Kedang Pulau Lomblen (ujung timur) di Kabupaten Lembata
16 Alor Pulau Alor di Kabupaten Alor
17 Labala Pulau Lomblen (ujung selatan) di Kabupaten Lembata
Sumber: Taman Budaya NTT, 2010
Berdasarkan data dari Provinsi NTT dalam angka Tahun
2012, tingkat pendidikan untuk angkatan kerja di Provinsi NTT
sebagai berikut:
1) 63,5% berpendidikan SD kebawah;
2) 15,26% berpendidikan SLTP;
3) 21,59% berpendidikan SLTA keatas.
Berdasarkan informasi data tersebut maka peningkatan kualitas
tenaga kerja perlu menjadi perhatian dalam rangka pertumbuhan
ekonomi daerah ke depan.

56
Pada tahun 2008 rata-rata angkatan kerja di Provinsi NTT
ditinjau dari tingkat pendidikan yang tidak/belum pernah sekolah,
tidak/belum pernah tamat SD, meningkat dari tahun sebelumnya
yaitu 70,99% pada tahun 2007 menjadi 71,83% pada tahun 2008.
Dengan demikian peningkatan kualitas tenaga kerja perlu menjadi
perhatian dalam rangka pertumbuhan ekonomi daerah ke depan.
Tingkat produktifitas tenaga kerja diperoleh dengan
membandingkan PDRB harga konstan menurut sektor pada tahun
tertentu dengan jumlah tenaga kerja yang berkerja pada sektor
tersebut, dengan demikian kita dapat mengetahui berapa rupiah
yang dihasilkan per tenaga kerja pada sektor tersebut.
Setiap suku yang mendiami daerah-daerah di Provinsi NTT
juga memiliki bahasa daerah yang beda-beda pula. Bahasa daerah
merupakan alat komunikasi yang sangat vital dan digunakan oleh
setiap suku dalam berinteraksi, melakukan kegiatan-kegiatan
ritual/keagamaan, upacara/pesta adat dan lain sebagainya.
Secara geografis, bahasa daerah berdasarkan tempat asal di
seluruh wilayah di Provinsi NTT sebagaimana terdapat pada Tabel
12.
Tabel 12. Bahasa Daerah di NTT berdasarkan Tempat Asal

No Nama Bahasa Daerah Tempat Asal


Bahasa Kupang, Melayu Kupang, Pulau Timor dan pulau-pulau
1
Dawan, Helong, Tetun kecil di sekitarnya
2 Bahasa Rote Pulau Rote
Bahasa Tewo Kedebang, Blagar, Lamuan Pulau Alor dan pulau-pulau
Abui, Adeng, Katola, Taangla, Pui, di sekitarnya
3
Kolana, Kui, Pura Kang Samila, Kule,
Aluru, Kayu, Kaileso
4 Bahasa Sabu Pulau Sabu dan Raijua
Bahasa Melayu, Larantuka, Lamaholot, Pulau Flores dan pulau-pulau
Kedang, Krawe, Palue, Sikka, Lio, Lio sekitarnya
5
Ende, Nagekeo, Ngada, Ramba, Ruteng,
Manggarai, Bajo, Komodo
Bahasa Kambera, Wewewa, Anakalang, Pulau Sumba dan pulau-
6 Lamboya, Mamboro, Wanokaka, Loli, pulau kecil di sekitarnya
Kodi
Bahasa Tewo Kedebang, Blagar, Lamuan Pulau Alor dan pulau-pulau
Abui, Adeng, Katola, Taangla, Pui, di sekitarnya
7
Kolana, Kui, Pura Kang Samila, Kule,
Aluru, Kayu, Kaileso
Sumber: Taman Budaya NTT, 2011
Keanekaragaman suku bangsa dan bahasa daerah di setiap
wilayah Provinsi NTT juga sangat mempengaruhi kesenian daerah
yang dimiliki oleh tiap-tiap daerah. Setiap daerah di Provinsi NTT
memiliki kesenian antara lain tarian daerah, lagu daerah, alat

57
musik daerah, dan seni tenun ikat daerah yang memiliki
karakteristik dan perbedaan satu dengan lainnya. Kesenian
daerah tersebut digunakan oleh setiap suku di Provinsi NTT dalam
melaksanakan acara-acara ritual/keagamaan, upacara adat, pesta
perkawinan, penyambutan tamu, dan lain sebagainya.
Masyarakat pesisir sekitar Laut Sawu memiliki sejumlah
kearifan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan.
Kearifan lokal masyarakat pesisir di Provinsi NTT dalam
pemanfaatan sumberdaya perikanan dapat dijumpai pada
masyarakat Belong di Kabupaten Kupang, dan masyarakat
Sumba, masyarakat Alor, masyarakat Solor, masyarakat Rote,
masyarakat Timor dan masyarakat Lamalera di Kabupaten
Lembata. Beberapa dari kearifan lokal ini sudah mengalami
degradasi, namun masih ada yang tetap eksis sampai saat ini.
Tradisi penangkapan paus secara tradisional oleh masyarakat
Lamalera di Kabupaten Lembata merupakan salah satu kearifan
lokal yang masih berlaku sampai dengan saat ini. Tradisi
perburuan paus oleh masyarakat Lamalera di Kabupaten Lembata
sudah berlangsung ratusan tahun sejak nenek moyang mereka
dan tetap mempertahankan ketradisionalannya hingga saat ini.
Masyarakat Timor/Atoni Pah Meto, hidup dalam kultur
lahan kering dan terikat pada ritus-ritus tertentu. Aktifitas yang
berkaitan dengan peri kehidupan dan kemasyarakat selalu
didahului dengan ritual tertentu, antara lain tait nuta ma nopo
(membakar tebasan), tsifo nopo (mendinginkan lahan yg sudah
dibakar), tsimo suan (memilih bibit dan menanam), toil ulan
(mendatangkan hujan), tofa lele (membersihkan lahan), eka hoe
(membendung aliran air), tatam pen tauf (persembahkan hasil
panen).
Falsafah hidup masyarakat Rote erat kaitannya dengan
pohon lontar. Seluruh bagian dari pohon lontar menjiwai sebagian
besar perikehidupan kemasyarakatan orang Rote. Falsafah ini
membuat Masyarakat Rote menjadi orang yang pekerja keras
untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan. Pola hidup
kebaharian telah dianut oleh masyarakat Lamaholot sejak dulu
kala. Pemanfaatan hasil laut diutamakan pula untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kewajiban menjaga

58
keseimbangan dengan menerapkan hak, kewajiban, dan larangan
dalam pemanfaatan hasil laut. Hak yang dimaksud merupakan
hak adat yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat.
Adapun kewajibannya antara lain harus menjaga kelestarian
lingkungan laut. Sedangkan larangan antara lain berupa daerah
tangkapan dan jenis ikan yang diperbolehkan untuk ditangkap.
Peran musyawarah adat akan sangat menentukan dalam setiap
hal yang terjadi dalam pemanfaatan hasil laut tersebut.

c. Kearifan Lokal
Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu
pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud
aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab
berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dalam
bahasa asing sering juga dikonsepsikan sebagai kebijakan
setempat “local wisdom” atau pengetahuan setempat “local
knowledge” atau kecerdasan setempat “local genious”. Wilayah
Perairan Laut Sawu ternyata menyimpan banyak peninggalan
kebajikan yang jika difungsikan memiliki potensi untuk
melindungi upaya pelestarian lingkungan khususnya konservasi
laut. Saat ini upaya revitalisasi mutlak diperlukan, hal tersebut
penting guna menghidupkan kembali muatan lokal berbasis
kebudayaan dan kebijakan yang secara partisipatif melibatkan
masyarakat agar proses implementasi pelestarian lingkungan
dapat tumbuh dan berkembang kembali dalam pola kehidupan
masyarakat.
Berdasar hasil pengamatan yang telah dilakukan di
lapangan, terdapat tidak kurang dari 20 kearifan lokal yang
tumbuh dan berkembang di masyarakat desa pesisir di TNP Laut
Sawu. Salah satu contohnya adalah kebudayaan Hohorok yang
menyebar pada beberapa desa pesisir di Kabupaten Rote Ndao,
Dawwu dan Pudhi Dahi di Kabupaten Sabu Raijua, Mehing Parotu
di Dataran Sumba, Banu di Kabupaten Timor Tengah Selatan
serta Nempung Cama dan Nareng di Kabupaten Manggarai dan
Kabupaten Manggarai Barat.
Salah satu tujuan pengembangan TNP Laut Sawu adalah
pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat. Potensi kearifan lokal
yang ada di masyarakat dapat menjadi salah satu faktor

59
pendukung terlaksananya tujuan ini. Dengan merevitalisasi
kearifan lokal, maka masyarakat dapat ikut serta mendukung
upaya perlindungan terhadap sumberdaya pesisir dan laut yang
ada di desa pesisir pada kawasan TNP Laut Sawu.
Kawasan Perairan Laut Sawu memiliki banyak kawasan
larang ambil yang diatur melalui ragam peraturan adat beserta
perangkat adat yang ada didalamnya. Kawasan larang ambil ini
juga memiliki ragam ritual yang dilakukan pada setiap musim
menjelang turun ke laut. Sebagai upaya pengembangan kawasan
TNP Laut Sawu, dilakukan proses identifikasi ragam kearifan lokal
yang terdapat di dalam kawasan TNP Laut Sawu. Proses
identifikasi kearifan lokal dilakukan dengan mendatangi dan
melakukan wawancara dengan para narasumber yang dianggap
memiliki banyak informasi mengenai bentuk ritual adat ataupun
kebiasaan turun temurun yang ada pada suatu tempat ataupun
kawasan dan pemetaan lokasi kearifan lokal.

1) Kabupaten Kupang
Kabupaten Kupang memiliki kearifan lokal yang disebut
dengan Lilifuk/Niful Loles. Lilifuk/Niful Loles yang dalam bahasa
Dawan artinya kolam adalah daerah cekung pada permukaan
dasar perairan pantai yang masih tergenang air laut pada saat
surut tertinggi. Kondisi tergenangnya air laut pada saat surut
ini menyerupai kolam besar di laut. Lilifuk/Niful Loles terbentuk
dengan diprakarsai oleh salah satu suku adat yang ada di Desa
Kuanheum yakni Suku Baineo. Menurut sejarahnya, Suku/klan
Baineo memiliki hak penuh terhadap lilifuk/Nifu Loles namun
dengan diawali perang antar Suku Baineo dengan Suku Lai
Kopan (Suku di Desa Bolok) dalam memperebutkan tiga
gugusan lokasi yang terhitung dari lokasi perairan pantai
(Tinmau). Tinmau adalah sebuah kolam yang sederetan dengan
Lilifuk/Nifu Loles dengan kedalaman lebih dari 15 meter,
berbentuk lingkaran yang berdiameter ± 500 meter dan dasar
kolam terdapat ekosistem terumbu karang.
Sejak Suku Baineo menguasai Lilifuk/Nifu Loles maka
pengelolaannya pun diatur berdasarkan kesepakatan adat suku
Baineo. Selain itu juga terdapat ragam larangan dalam
pengelolaan lilifuk ini antara lain:

60
a) bahwa setiap orang dilarang masuk dan mengambil ikan di
dalam Lilifuk/Nifu Loles sampai dengan batas waktu yang
ditentukan;
b) masa panen Lilifuk/Nifu Loles dilaksanakan satu kali dalam
setahun, kebiasaan setahun sekali ini dikenal dengan istilah
TUT NIFU, namun yang sekarang menjadi wacana adalah
panen Lilifuk dilakukan 2 tahun sekali yaitu pada bulan Juni
dan bulan Desember;
c) pada saat panen Lilifuk/Nifu Loles diharuskan memberi
undangan kepada desa-desa tetangga; dan
d) upeti/kontribusi bagi suku Baineo selaku pemilik
Lilifuk/Nifu Loles pada saat panen adalah beberapa ekor ikan
yang diambil dari hasil tangkapan setiap undangan yang
datang dalam istilah adatnya adalah TANAIB IKA artinya
seikat ikan.
Semua larangan tersebut ditetapkan dalam sebuah
upacara ritual yang dikenal dengan istilah adat yakni TASAEB
TALAS yang artinya mendirikan rambu-rambu. Sedangkan
sanksi yang dijatuhkan kepada pelanggar adalah, apabila ada
oknum-oknum yang kedapatan melanggar maka akan
dikenakan sanksi berupa denda 1 (satu) ekor hewan yaitu
sapi, babi atau kambing. Sementara itu bagi pelaku yang
melakukan pencurian ikan di Lilifuk/Nifu Loles pada masa
penutupan akan dikenakan sanksi adat berupa 1 (satu) ekor
babi dan beras 100 (seratus) kg dan bagi pelaku yang
menggunakan pukat garu yang dapat mengakibatkan
rusaknya Lilifuk/Nifu Loles akan dikenakan sanksi adat
berupa uang Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).
2) Kabupaten Sabu Raijua
Kabupaten Sabu Raijua merupakan daerah yang
memegang teguh tradisi adatnya, banyak kearifan lokal yang
dimiliki kabupaten ini antara lain:
a) Kowa Hole
Masyarakat Sabu memiliki ritual Hole (merupakan
aktifitas kehidupan berdasarkan jadwal tertentu seperti
memanggil nira, memanggil hujan, menolak kekuatan gaib,
atau keseluruhan upacara dari mulai menanam, memanen

61
sampai pada persembahan hasil panen), yang merupakan
ritual puncak dari sebagian besar ritual dalam kebudayaan
orang sabu. Hole menggambarkan cognitive culture atau
orientasi budaya yang merupakan pandangan hidup yang
membentuk sikap individual maupun sikap sosial dan
kultural. Hole juga dijadikan landasan berkomunikasi
simbolik melalui ungkapan syair-syair juga melalui simbol
artefak dalam konteks kulturalnya. Hole dalam konteks
internal menggambarkan budaya kognitif individual yang
membimbing bagaimana individu dalam tata kehidupan
sosial.
Dalam konteks eksternal, Hole merupakan aspek
sosial budaya yang masyarakat Sabu ciptakan dalam relasi
antar personal dengan orang lain, sehingga peta kognitif
masyarakat Sabu menghayati hole sebagai sebuah ungkapan
syukur bagi kemakmuran manusia, hewan dan tumbuhan
yang dalam satu kesatuan karena telah memberikan mereka
kehidupan. Upacara ini masih tetap terjaga, terutama yang di
lakukan oleh masyarakat di Kecamatan Sabu Liae yang
bertujuan untuk memanggil nira, hujan, dan menolak
kekuatan gaib. Sejak kegiatan menanam, memanen, sampai
pada persembahan hasil panen baik untuk hasil darat
maupun laut, ritual ini harus dilakukan sekali dalam setiap
tahun pada bulan april.
Proses pengambilan karang yang akan digunakan
untuk kapur sirih adalah sebuah keunikan tersendiri yang
dimiliki masyarakat Sabu. Pengambilan karang ini hanya
boleh dilakukan satu kali dalam setahun dengan
menggunakan Kowa (perahu). Ritual ini adalah sebuah
kegiatan yang berbentuk pelepasan kowa (perahu) kepada
Rutay sang penguasa laut yang berisi hasil panen. Hal ini
dilakukan sebagai upaya permohonan untuk menghindari
terjadinya keburukan keburukan yang dapat ditimbulkan
akibat kurangnya rasa bersyukur serta harapan agar sang
penguasa laut akan menerima persembahan tersebut dan
melimpahkan hasil laut untuk penduduk yang telah
memberikan persembahan.

62
Ada hal yang menarik dalam ritual ini yakni adalah
papan perahu yang digunakan akan kembali lagi ke tepi
pantai dan untuk selanjutnya digunakan kembali dalam
pelepasan perahu ditahun yang akan datang. Pada prosesi ini
sebelum perahu dilepas ke pantai dilakukan pembacaan
syair-syair yang mengisahkan puji-pujian kepada Rutay dan
setelah upacara pelepasan selesai dilakukan para peserta
harus segera pulang dan dilarang untuk menoleh ke
belakang.
b) Larangan penggunaan akar tuba
Di Desa Limaggu terdapat aturan adat yang tidak
membolehkan digunakannya akar tuba (Dawwu) dalam setiap
proses penangkapan dan masih di desa ini juga terdapat
suatu wilayah yang sakral atau wilayah suci yang tidak boleh
dimasuki sembarangan yang dapat digunakan sebagai
sumber ikan (Menangalea).
c) Panadahi
Pulau Raijua memiliki kearifan lokal yang disebut
Panadahi, yang merupakan konsep Meting yang merupakan
bentuk lain untuk mempertahankan keberlangsungan
sumber daya yang ada dilaut.
Meting merupakan suatu kegiatan mencari ikan di
pantai pada saat kondisi surut/meting yang sudah
berlangsung secara turun temurun di hampir seluruh daerah
Provinsi NTT, akan tetapi ada keunikan di Raijua, untuk
menjaga agar kelangsungan tangkapan terus terjaga
masyarakat disini melakukan proses buka tutup lahan untuk
meting.
Suatu lahan di kawasan perairan akan dimanfaatkan
selama dua tahun dan kemudian untuk dua tahun
berikutnya kawasan tersebut akan ditutup dan masyarakat
disana berdasarkan kesepakatan yang dilakukan bersama
dan disahkan oleh ketua adat dilarang untuk melakukan
proses penangkapan disana.
Proses pembukaan dan penutupan kawasan tersebut
berdasarkan hasil pengamatan para tetua adat setelah
melakukan serangkaian ritual upacara tradisional dan hanya

63
tetua adat yag berhak untuk menentukan kapan waktu
untuk proses panadahi tersebut dimulai.
d) Kati Dana
Penduduk Raijua percaya jika ruh para leluhur ada
selalu menjaga dan mengawasi segala bentuk kegiatan yang
mereka lakukan sehari-hari. Ruh para leluhur ini diyakini
berdiam di Pulau Dana yang merupakan pulau terluar yang
ada di bagian selatan Kabupaten Sabu Raijua.
Sebagai salah satu ungkapan rasa syukur dan
terimakasih karena telah menjaga dan menjauhkan mereka
dari marabahaya maka penduduk yang ada di Kabupaten
Sabu Raijua secara rutin setiap tahunnya antara bulan Juni–
Juli mengadakan upacara adat yang disebut dengan Kati
Dana.
Prosesi yang dimulai dengan bersama-samanya para
penduduk ini mengarahkan perahu mereka ke Pulau Dana
dengan membawa beragam persembahan seperti daging sapi,
ayam, atau apapun yang dapat dimakan yang ditujukan
sebagai penghormatan kepada para leluhur atas kemurahan
hatinya membolehkan hasil yang ada dilaut dapat
dimanfaatkan.
Sesampainya di Pulau Dana maka para penduduk
Raijua akan melakukan doa bersama dan juga makan
bersama dengan para leluhur yang ditunjukkan dengan
melabuhkan bahan makan kelautan bebas.
e) Peluru Ruju
Sebagai salah satu perairan yang memiliki padang
lamun dalam kondisi baik, menjadikan perairan Pulau Raijua
menjadi salah satu habitat dugong. Hal inilah yang kemudian
menginspirasi para penduduk yang ada disana untuk
melakukan semacam uji keberanian dan juga sebagai tanda
kedewasaan bagi setiap laki-laki yang ada disana.
Peluru Ruju adalah salah satu ritual perburuan
dugong yang dilakukan setiap tahunnya pada bulan Maret-
April oleh penduduk disana. Aktivititas ini dimulai dengan
pemancangan satu buah tonggak disekitar perairan yang
diperkirakan akan didekati oleh mamalia tersebut, untuk

64
kemudian para lelaki dipersilahkan untuk melakukan proses
penombakan.
Namun demikian masih terdapat kearifan yaitu, para
pemburu hanya dibolehkan menombak satu kali dan dugong
yang boleh ditombak hanya yang menyentuhkan hidungnya
ke tonggak yang telah dipancangkan, dan dugong tersebut
harus yang sudah dewasa dan jantan. Hal ini menunjukkan
ada kebajikan yang mengatur bagaimana adat dan
kelangsungan hidup mamalia tersebut harus berjalan secara
seimbang.

3) Dataran Sumba (Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Sumba


Tengah, Kabupaten Sumba Barat, dan Kabupaten Sumba
Barat Daya)
Dataran Sumba merupakan suatu kawasan yang kaya
dengan ragam upacara yang berkaitan dengan adat.
Masyarakat Sumba memiliki prinsip bekerja berdasarkan
waktu yang berarti setiap aktivitas yang akan dikerjakan harus
memperhatikan tahun dan membuat segala sesuatu tepat pada
waktunya. Ini sesuai dengan prinsip masyarakat Sumba “Maka
paji wulangu, maka tutu ndaungu” yang artinya jika kehidupan
mengikuti prinsip, maka kita akan selamat.
Keselamatan dan kehidupan masyarakat akan
ditentukan oleh ketepatan waktu dalam melaksanakan suatu
perkerjaan. Pelanggaran terhadap prinsip tersebut akan
membuat orang tersebut akan mengalami kesusahan dalam
hidupnya. Di Desa Mburukulu, Kabupaten Sumba Timur,
terdapat Mihi Parotu yakni kesepakatan masyarakat adat
memberlakukan larangan penangkapan ikan selama 1-2 tahun
di area yang telah ditentukan berdasarkan kesepakatan para
tokoh adat.
Pada saat proses penutupan kawasan tersebut,
terdapat ritual atau upacara adat yang dilakukan dengan
menyembelih hewan sebagai persembahan kepada nenek
moyang ataupun leluhur yang selama ini dianggap menjaga
laut dan seluruh isinya. Bagi siapapun yang yang melanggar
dan melakukan penangkapan salama masa larangan tersebut
akan dikenakan sanksi adat berupa denda uang atau hewan.

65
Seiring dengan perkembangan zaman, tradisi Mihi
Parotu di Desa Mburukulu, Kabupaten Sumba Timur, sudah
mulai memudar. Tradisi ini merupakan ajaran dari
kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Pulau Sumba
dimasa lalu yakni Marapu, dimana penganut aliran tersebut
sudah semakin sedikit, karena masyarakat sudah mulai
mengenal agama yang melarang adanya perbuatan tersebut
karena dianggap bertentangan.
Di Desa Wendewa Utara, Kabupaten Sumba Tengah
terdapat lokasi yang dikenal dengan nama Samba yakni
tempat yang dianggap suci dan tidak boleh ada proses
penangkapan apapun di sana. Sementara itu, di Desa
Tanambanas terdapat ritual tahunan berupa Luat, yakni
upacara persembahan bagi roh dan leluhur yang telah menjaga
laut serta memberikan hasil yang ada di dalamnya kepada
masyarakat yang ada disana. Di Desa Lokory, Kecamatan
Lokory, Kabupaten Sumba Barat terdapat kearifan yang
dikenal dengan nama Samba yang sama dengan tempat
persembahan yang ada di Kabupaten Sumba Tengah.
Kabupaten Sumba Barat Daya menyimpan banyak kearifan
seperti watuweri di Desa Atedalo, dan Watu Umbu di Desa
Kalembukaha, Kecamatan Kodi.

4) Kabupaten Rote Ndao


Falsafah hidup masyarakat Rote erat kaitannya
dengan pohon lontar. Seluruh bagian dari pohon lontar
menjiwai sebagian besar kehidupan masyarakat Rote. Falsafah
ini membuat masyarakat Rote menjadi pekerja keras untuk
mencapai kesuksesan dalam kehidupan. Salah satu kearifan
lokal yang ada di Kabupaten Rote Ndao ini adalah Papadak,
yakni suatu kesepakatan adat/kearifan lokal yang berlaku di
darat maupun di laut pada suatu daerah yang memiliki
kekayaan alam yang menurut pemilik/pemerintah bisa berguna
bagi banyak orang dan langkah, maka perlu dilindungi dengan
acara adat.
Papadak sendiri adalah suatu organisasi yang ada di
masyarakat dimana organisasi adat ini memiliki ketua papadak
yang disebut Manahora yang memilki hak atas wilayah papadak

66
tersebut, biasanya wilayah/areal papadak diberi tanda oleh
Manahora dan hanya boleh mengambil diluar areal papadak.
Sedangkan untuk wilayah/areal papadak yang diberi tanda
yang ada didalamnya dilarang untuk mengambil hasilnya,
kecuali ada jangka waktu tertentu yang sudah ditentukan
berdasarkan kesepakatan papadak untuk bisa diambil hasilnya.
Waktu yang diperbolehkan untuk mengambil hasil di
dalam wilayah/areal papadak adalah 1 atau 2 tahun, kemudian
ditutup kembali sampai ada izin untuk dibuka kembali. Untuk
di darat, hasil papadak yang diambil berupa pakan ternak dan
kelapa. Sedangkan untuk di laut papadak diberlakukan untuk
teripang dan lobster yang banyak terdapat di Teluk Pouk
Kecamatan Rote Timur.

5) Kabupaten Timor Tengah Selatan


Kabupaten Timor Tengah Selatan adalah kabupaten
dimana kultur masyarakatnya bukanlah sebagai nelayan
melainkan peladang dan peternak. Akan tetapi, bukan berarti
tidak ada aturan adat yang mendukung upaya konservasi laut
disini. Salah satunya adalah Banu yakni ditutup/dilarangnya
upaya penangkapan ikan selama 1 tahun dan baru akan dibuka
kembali untuk umum selama bulan September di Muara Kain
Kolo seluas ± 5 ha. Sanksi yang dikenakan kepada pelanggar
berupa denda 1 karung beras dan 1 ekor babi. Tetapi sekarang
kearifan lokal tersebut sudah tidak aktif.
Masyarakat Timor/Atoni Pah Meto, hidup dalam kultur
lahan kering dan terikat pada ritus ritus tertentu. Berbagai
aktifitas yang berkaitan dengan kehidupan dan kemasyarakatan
selalu didahului dengan ritual tertentu, antara lain tait nuta ma
nopo (membakar tebasan), tsifo nopo (mendinginkan lahan yg
sudah dibakar), tsimo suan (memilih bibit dan menanam), toit
ulan (mendatangkan hujan), tofa lele (membersihkan lahan), eka
hoe (membendung aliran air), tatam pen tauf (persembahkan
hasil panen).

6) Kabupaten Manggarai dan Manggarai Barat


Di Desa Nucamolas, Kabupaten Manggarai, terdapat
ritual penangkapan ikan Lambagor/Kakap Merah melalui
prosesi upacara adat yang dipimpin oleh Punggawa/pawang.

67
Kegiatan ini dilakukan pada rentang bulan Desember sampai
dengan bulan Maret setiap tahunnya dimulai dengan
pembuatan sangkar penangkapan ikan dengan acara bakar
ayam atau telur untuk meminta hasil dan keselamatan untuk
kemudian dilakukan persembahan bagi para penguasa lautan,
agar hasil tangkapan dapat melimpah. Sedangkan di Kabupaten
Manggarai Barat, ada hal yang disebut dengan Nempung Cama
atau duduk bersama mendiskusikan hal-hal yang baik untuk
keberlanjutan hidup termasuk upaya perlindungan alam dan
habitat dari kerusakan. Sanksi atas pelanggaran ditentukan
berdasarkan kesepakatan diantara tokoh desa dan masyarakat,
biasanya berupa hewan ataupun uang. Secara terperinci, Status
Kearifan Lokal di dalam TNP Laut Sawu sebagaimana terdapat
pada Tabel 13.
Tabel 13. Status Kearifan Lokal di dalam TNP Laut Sawu
Kabupaten Kearifan Lokal Status
Sudah diaktifkan kembali melalui proses
Kupang Lilifuk revitalisasi dan juga pembuatan
Peraturan Desa yang mengatur Lilifuk
Sabu Kowa hole Aktif
Raijua Panadahi Aktif
Papadak Aktif
Rote Ndao Hohorok Aktif
Manggarai Ritual lambagor Aktif
Manggarai Nempung cama Dalam proses revitalisasi
Barat Nareng Tidak aktif

Sumba Mehi parotu Tidak aktif


Timur Nihi parotu Tidak aktif

Sumba Luat Tidak aktif


Barat Samba Tidak aktif
Sumba
Watuweri Aktif
Barat Daya
Sumba
Kalibuka Tidak aktif
Tengah
Timor
Tengah Banu Tidak aktif
Selatan
Sumber: Hasil survey lapangan, 2012

B. Permasalahan Pengelolaan
Permasalahan pengelolaan di TNP Laut Sawu sangat beragam
sehingga memerlukan strategi pengelolaan yang tepat untuk
mengatasinya. Populasi mamalia laut yang luar biasa di TNP Laut Sawu
memerlukan pengelolaan dan pendekatan terpadu terhadap ancaman

68
yang berdampak pada populasi. Untuk menghindari seringnya mamalia
laut tertangkap, maka salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah
penetapan zonasi. Ancaman utama untuk paus dan lumba-lumba
adalah penangkapan oleh nelayan sebagai hasil tangkapan sampingan
(by-catch), polusi suara, limbah kimia, dan benturan oleh kapal atau
perahu. Sementara untuk mengurangi ancaman tertangkapnya dugong,
strategi pengelolaan yang efektif adalah membatasi gangguan dari biota
lain yaitu dengan menciptakan zona "tidak ada gangguan (no
disturbance)". Zona tersebut diperuntukkan dalam menjaga kelestarian
dugong serta kelestarian padang lamun sebagai feeding ground mereka.
Ancaman utama yang teridentifikasi dari proses Rencana Aksi
Konservasi (RAK) untuk penyu adalah penangkapan oleh nelayan
sebagai hasil tangkapan sampingan (by-catch). Sedangkan ancaman
lainnya yaitu penambangan pasir pantai tempat penyu bertelur.
Eksploitasi penyu selalu sulit untuk dikelola, mengingat terdapat daerah
yang penduduknya mengkonsumsi penyu dan telur penyu. Oleh karena
itu, informasi lebih lanjut mengenai tingginya ancaman dan dampak
pada populasi penyu perlu dikumpulkan, sehingga pengelola dapat
menentukan zona serta daerah perlindungan bagi penyu. Selain hal
tersebut, program kesadaran masyarakat dan pelibatan masyarakat
dalam pengawasan, monitoring dan melindungi penyu dan pantai
peneluran penyu harus segera dilakukan. Peta ancaman/aktifitas
terhadap sumberdaya hayati yang ada di TNP Laut Sawu sebagaimana
terdapat pada Gambar 23.

Gambar 23. Peta ancaman/aktifitas terhadap sumberdaya hayati yang ada di


TNP Laut Sawu (TNC Savu Sea Project, 2011)
Hasil dari analisis data pemetaan partisipatif (TNC, 2010) untuk
ancaman/aktifitas yang dominan merusak habitat mangrove adalah

69
penebangan mangrove. Adapun untuk habitat terumbu karang
ancaman/aktifitas yang dominan merusak adalah pengeboman ikan,
penggunaan racun ikan, dan penambangan karang. Ancaman/aktifitas
yang mengakibatkan rusaknya/menurunnya kualitas sumberdaya
hayati lainnya di TNP Laut Sawu antara lain yaitu pengambilan lamun,
penambangan pasir, pengambilan sirip hiu, panangkapan pari manta,
dan polusi.
Run off daratan, limbah kimia, plastik, sampah, polusi, dan
sedimentasi diidentifikasi sebagai sumber ancaman dari darat. Untuk
menanganinya, perlu dibangun kolaborasi dengan unit pengelolaan
daratan dan meningkatkan regulasi/peraturan untuk kualitas air dalam
kawasan TNP Laut Sawu dan di daratan. Selain hal tersebut, perlu
dilakukan identifikasi lebih lanjut aktivitas-aktivitas yang berdampak
pada ekosistem laut di dalam kawasan TNP Laut Sawu, termasuk
mempelajari Daerah Aliran Sungai (DAS) selama musim kemarau dan
hujan, aliran sungai, daerah di dekat pembangunan perkotaan, desa,
tambang, dan segala jenis eksploitasi yang dapat mempengaruhi
kualitas air di dalam kawasan TNP Laut Sawu. Kebiasaan membuang
sampah di tengah laut oleh penumpang maupun anak buah kapal (ABK)
pada kapal penyeberangan juga merupakan sumber ancaman
pencemaran perairan di kawasan TNP Laut Sawu.
Ancaman ini tidak hanya mempengaruhi habitat dan spesies yang
berasosiasi di dalamnya, tetapi mengubah keseimbangan dalam
ekosistem yang rapuh. Terumbu karang dapat bertahan dari setiap
ancaman secara terpisah. Namun demikian, ketika ancaman tersebut
dikombinasikan misalnya oleh pemboman ikan, sedimentasi, mereka
akan kehilangan ketahanan/resilient mereka untuk pulih dari tekanan
alami seperti badai atau dampak dari pemanasan global.

70
BAB III
PENATAAN ZONASI

A. Umum
1. Proses Penataan Zonasi
Penataan zonasi merupakan tahapan awal yang harus dipenuhi
sebelum dilakukan proses pengembangan kawasan, pemanfaatan dan
sistem pengelolaan yang efektif. Salah satu kebutuhan TNP Laut
Sawuyang cukup mendasar adalah penataan zonasi dengan
mempertimbangkan ekosistem dan masyarakat secara menyeluruh,
sehingga dalam pelaksanaannya mampu menjalankan fungsi kawasan
pelestarian alam dan didukung secara penuh oleh semua pihak
(stakeholder).

Proses menuju pengelolaan yang efektif dilakukan dengan


melibatkan seluruh pihak terkait, mulai dari tahapan perencanaan
sampai dengan monitoring dan evaluasi yang tidak bisa dipisahkan.
Langkah-langkah koordinasi lintas sektor dan koordinasi teknis perlu
secara rinci diidentifikasi dan dijalankan sehingga tidak menimbulkan
konflik kepentingan antar sektor. Harapan kedepan adalah partisipasi
aktif dari seluruh pihak untuk mendukung manajemen taman
nasional sehingga dapat mengemban fungsinya dengan baik dan
memberikan manfaat yang optimal bagi pembangunan
daerah.Keterpaduan langkah dari seluruh pihak diharapkan mampu
mempertajam aspek-aspek penataan zonasi (biofisik, sosial ekonomi
masyarakat, kelembagaan, rencana pembangunan daerah).

a. Identifikasi Isu
Proses ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi isu dan
masalah yang ada dan mungkin timbul yang berkaitan dengan
keberadaan dan pemanfaatan sumberdaya alam, kelembagaan,
masyarakat dan pemanfaatan perikanan.

b. Pengumpulan Data
Proses ini dilaksanakan untuk mengetahui kondisi TNP Laut
Sawu dengan menggunakanData yang dikumpulkansebagai
berikut:
1) Data fisik, meliputi iklim, keadaan pantai dan perairan,
oseanografi, dan potensi lainnya;

71
2) Data bio-ekologis, meliputi tipe dan lokasi habitat yang bernilai
tinggi dan karakteristiknya seperti keberagaman jenis, ukuran,
tingkat kealamiahan, keunikan dan keterwakilan serta
ketergantungan biota terhadap Kawasan Konservasi Perairan;
3) Data sosial dan budaya, meliputi tipe, lokasi dan jumlah
masyarakat pengguna, tingkat kemandirian masyarakat
pengguna, dampak terhadap biota dan habitat, kegiatan lain
yang merusak habitat dan sumber daya ikan, keberadaan dan
potensi ancaman dari aktivitas di luar kawasan dan di sekitar
kawasan antar zona dalam kawasan, kearifan lokal serta adat
istiadat; dan
4) Data ekonomi, meliputi mata pencaharian masyarakat, nilai
penting perikanan, potensi rekreasi dan pariwisata, dan
kemudahan mencapai kawasan.

c. ProsesPenyusunan Zonasi
Proses penyusunan zonasi TNP Laut Sawu dilakukan
melalui tahapan-tahapan, sebagai berikut:
1) Analisis Data
Data dan informasi yang telah dikumpulkan selanjutnya
dianalisis untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi
masing-masing parameter data. Kondisi masing-masing
parameter data tersebut selanjutnya menjadi input pada
proses pemilihan zona dalam TNP Laut Sawu.

Proses pemilihan zona atau rencana zonasi pada TNP Laut


Sawu pada tahap analisis dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak Marxan dan teknik tumpang susun (overlay).
Kedua perangkat lunak tersebut sifatnya hanya untuk
membantu pengambilan keputusan (Decision support system)
untuk memilih beberapa lokasi yang akan menjadi zona inti di
dalam kawasan konservasi perairan TNP Laut Sawu.

Hasil utama dari analisis Marxan berupa identifikasi daerah-


daerah dengan nilai konservasi yang tinggi dengan tingkat
pemanfaatan yang rendah.Dengan demikian parameter
masukan dalam analisis ini adalah nilai penting suatu
kawasan dan beban biaya pengelolaan. Nilai penting kawasan

72
diperoleh dari kriteria-kriteria biofisik dan sosial yang juga
merupakan kriteria zona inti dalam TNP Laut Sawu, sementara
beban biaya adalah pengaruh negatif aktivitas sosial
masyarakat terhadap konservasi, dimana semakin tinggi
pengaruh negatif suatu aktivitas semakin tinggi pula angka
yang diberikan, dan sebaliknya.

2) Proses Partisipatif
Proses ini dilaksanakan dengan mengumpulkan informasi
serta mencari masukan dari berbagai pihak yang mempunyai
kepentingan terhadap pengelolaan TNPLaut Sawu. Wujud dari
proses ini berupa konsultasi publik dan/atau pertemuan-
pertemuan di tingkat komunitas, dengan materi masukan
adalah hasil analisis rencana zonasi yang telah dilakukan
sebelumnya.

2. Desain Zonasi
Desain untuk rencana zonasi TNP Laut Sawu berdasarkan pada
analisis dari data yang telah tersedia sesuai dengan pedoman dalam
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan NomorPER.30/MEN/2010,
tujuan dan kriteria desain (biofisik, resilien, dan sosial ekonomi)
untuk TNP Laut Sawu. TNP Laut Sawu dengan luasan 3.355.352,82
hektar dan lebih dari 50 layer data yang perlu dianalisis. Untuk
membantu tugas yang kompleks tersebut,digunakan perangkat
lunak/software MARXAN untuk membantu dalam analisis
pengambilan keputusan untuk mengembangkan rencana zonasi TNP
Laut Sawu, yang mempunyai kemampuan untuk memberikan
beberapa pilihan desain kawasan perlindungan laut secara cepat.
Hasilnya akan digunakan untuk mengidentifikasi daerah penting yang
cocok untuk konservasi/non-ekstraktif pada zona yang sesuai. Batas-
batas zonasi dibuat dan dimodifikasi berdasarkan masukan dari
stakeholder kunci dan ahli ilmiah. Hasil utama dari analisis ini berupa
identifikasi daerah-daerah dengan nilai konservasi yang tinggi dengan
tingkat pemanfaatan yang rendah.
Hasil analisis data menggunakan MARXAN kemudian
dimodifikasi berdasarkan masukan dari stakeholder kunci untuk

73
mendapatkan masukan tentang kondisi lokal atau informasi yang
tidak didapatkan pada data set yang ada.
Dalam perangkat lunak MARXAN suatu wilayah dapat dibagi
menjadi beberapa satuan perencanaan yang akan dipilih sebagai
calon prioritas bagi suatu kawasan konservasi yang akan dikelola
ataupun suatu area yang teridentifikasi memiliki tingkat
keanekaragaman hayati tinggi namun juga memiliki beban biaya
pengelolaan yang rendah. Istilah “Planning Unit” atau satuan unit
perencanaan ini mengacu kepada seberapa besarnya suatu area dapat
dibagi menurut tingkat kedetailan rentang sumber data yang tersedia
untuk dapat mewakili suatu target konservasi yang berpengaruh
terhadap efektifitas pengelolaan yang baik. Dari luasan total
3.355.352,82 hektar TNP Laut Sawu, maka yang dijadikan target
utama adalah wilayah pesisir dengan batas kedalaman yang tidak
melampaui 200 meter dengan luas ukuran permasing-masing satuan
unit perencanaan adalah sebesar 500 m² (meter persegi). Hasil yang
didapatkan terdiri dari ± 14,815 buah satuan unit perencanaan yang
mencakup keseluruhan TNP Laut Sawu.
Stratifikasi unit dipergunakan untuk membagi TNP Laut Sawu
baik secara geografis dan adanya kedekatan hubungan interaksi
secara ekosistem sehingga nantinya dapat memenuhi sasaran
konservasi yang diinginkan. Oleh karna itu, TNP Laut Sawu di bagi
menjadi 7 stratifikasi unit yang terdiri dari 1) Flores Selatan 2) Sumba
Utara 3) Sumba Timur, 4) Sabu Raijua 5) Rote Ndao, 6) Timor Tengah
Selatan dan 7) Kupang Utara. Pembagian inilah yang mendasari suatu
hirarki unit analisis terhadap satuan unit perencanaan dalam
perangkat lunak MARXAN.
“Cost layer” atau tema beban biaya menjadi salah satu faktor
penting yang dapat mempengaruhi pemilihan suatu satuan unit
perencanaan. Dari hasil identifikasi awal yang telah dilakukan, maka
faktor sosial ekonomi dan aktifitas kegiatan manusia lainnya menjadi
komponen utama dari tema beban biaya ini. Tema beban biaya yang
digunakan dalam kajian ini meliputi budidaya laut, pelabuhan,
transportasi laut, daerah tangkapan ikan, daerah bekas penangkapan
ikan dengan bom, penambangan karang, penambangan pasir,
penebangan mangrove, penangkapan ikan dengan racun serta
aktifitas memancing. Adapun angka skor yang diberikan sebagai

74
bobot pada masing – masing tema beban biaya yaitu 3 (rendah), 6
(menengah), dan 9 (tinggi), dimana angka-angka ini menunjukkan
semakin berpengaruh negatif terhadap konservasi, maka angka yang
diberikan akan tinggi (misalnya 9) dan sebaliknya.
Penentuan angka persentase target konservasi yang akan
dicapai telah dikaji melalui proses ilmiah maupun pengalaman dan
pengamatan di lapangan. Adapun untuk analisis ini yang digunakan
sebagai berikut:
a. 10 % (sepuluh) persen untuk masing-masing habitat laut dangkal
(terumbu karang, mangrove, padang lamun dan estuari)
b. 33 % (tiga puluh tiga) persen untuk daerah tempat peneluran
penyu (penyu sisik, penyu lekang, penyu pipih, penyu hijau,
penyu belimbing, penyu tempayan)
c. 20 % (dua puluh) persen untuk wilayah buaya
d. 25 % (dua puluh lima) persen untuk lokasi pemijahan ikan dan
dugong
e. 5 % (lima) persen untuk habitat pelagis yang memiliki cakupan
besar (misalnyaUpwelling), pulau satelit dan selat
f. 5 % (lima) persen untuk lokasi sebaran dan koridor setasea serta
lumba-lumba
g. 5 % (lima) persen untuk lokasi hiu dan pari manta

Selain daripada itu, digunakan beberapa faktor yang dianggap


dapat menunjang/mendukung proses kelangsungan konservasi TNP
Laut Sawu. Faktor-faktor yang dimaksud terdiri dari sebaran pos
pengawasan dari KKP/Polair/TNI AL, lilifuk (area adat), area mistik,
area yang memiliki tokoh masyarakat yang mendukung konservasi,
lokasi wisata non ekstraksi yaitu lokasi penyelaman, berenang,
berselancar, dan rekreasi,dan budidaya mutiara.
“LOCK IN AREAS” atau suatu area yang secara otomatis sudah
terpilih sebagai calon konservasi yang memiliki tingkat
keanekaragaman yang tinggi juga dimasukkan. Dari proses seleksi
yang dilakuan, maka 2 (dua) data pendukung ini dijadikan sebagai
“LOCK IN AREAS” yaitu:
a. area larang ambil berdasarkan pengetahuan/pengamatan
lapangan; dan

75
b. kawasan konservasi yang sudah ada baik yang secara langsung
sudah diperuntukkan untuk laut ataupun peruntukkan darat
yang memiliki kaitan dengan laut.
Data yang tersedia merupakan data terlengkap yang dapat
dikumpulkan dari berbagai sumber baik data primer (pengambilan
data di lapangan secara langsung) ataupun data sekunder (data yang
diperoleh dari hasil analisis ataupun publikasi), namun data-data
tersebut memiliki tingkat akurasi yang berbeda-beda. Hal ini juga
yang dijadikan acuan pada tahapan penentuan persentase untuk
target konservasi, misalnya pada data mamalia laut yang cenderung
memiliki area cakupan yang cukup luas dengan akurasi yang rendah
maka untuk angka target konservasi dibuat kecil sebaliknya dengan
tingkat akurasi yang cukup tinggi seperti data terumbu karang
ataupun mangrove maka penentuan angka target konservasi dibuat
lebih tinggi.
Boundary Length Modifier (BLM) menjadi penentu lainnya yang
dapat dipergunakan dalam analisis ini. Dari proses analisis yang telah
dilakukan secara berulang-ulang maka didapatkan angka 0,001, yang
dimana angka ini cukup signifikan untuk membuat satuan unit
perencanaan yang dipilih menjadi semakin mengelompok namun
sebaliknya angka yang semakin besar akan memberikan pengaruh
terhadap hasil yang terpilih menjadi semakin acak dan tersebar.
Dari 3 (tiga) tahapan atau skenario yang dibuat dengan
MARXAN maka kami memperoleh daerah-daerah yang mempunyai
nilai konservasi tinggi dan memiliki beban biaya konservasi yang
rendah atau tingkat pemanfaatan yang rendah. Dengan acuan dari
informasi tersebut dan setelah dilakukan cross-check dengan data
yang tersedia dan juga memasukkan desain kriteria yang telah dibuat
bersama dengan Tim P4KKP Laut Sawu guna membantu dalam
memprioritaskan hasil dari MARXAN, maka dibuat “kotak-kotak
persegi” sebagai batas kasar untuk daerah-daerah yang mempunyai
nilai konservasi tinggi dan memiliki beban biaya konservasi yang
rendah atau tingkat pemanfaatan yang rendah di TNP Laut Sawu yang
nantinya dapat memberikan arahan untuk menentukan zona larang
ambil. Adapun jumlah kotak tersebut sebanyak 63 buah yang
mencakup keseluruhan area.

76
3. Kriteria DesainRencana Zonasi TNP Laut Sawu
Selain kriteria-kriteria yang mengacu pada pembagian zonasi
yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
NomorPER.30/MEN/2010, perlu juga memperhatikan beberapa aspek
yang berkaitan dengan penentuan zonasi TNP Laut Sawu agar
menjadi TNP yang resilien dan tangguh, diantaranya adalah:
a. Aspek Biofisik
1) ukuran setiap zona tanpa ambil memiliki diameter minimal 10-
20 km untuk ukuran terkecil, kecuali di wilayah-wilayah
pesisir yang masyarakatnya mempunyai ketergantungan yang
tinggi terhadap sumberdaya laut, hal ini dimaksudkan guna
pengaplikasian minimal 1 km2 untuk zona tanpa ambil.
2) tiaptipe habitat (terumbu karang, mangrove, padang lamun)
harus terwakili dalam sebuah zona tanpa-ambil Minimal 10%
(sepuluh) persen, dengan sasaran 30% (tiga puluh) persen.
3) gunamengurangi peluang terjadinya gangguan di habitat
tersebut oleh akibat yang sama maka harus dilakukan minimal
tiga kali pengulangan dari masing-masing tipe habitat di dalam
zona tanpa-ambil.
4) pilihlahdaerah yang memiliki tipe-tipe habitat yang beragam ke
dalam sebuah zona tanpa-ambil guna memastikan adanya
keterkaitan ekologi yang tinggi antar habitat.
5) pilihlahzona tanpa-ambil yang dekat dengan kawasan lindung
darat guna memaksimalkan keutuhan ekosistem pesisir.
6) fragmentasi(pemisahan) harus dihindarkan, masukkanlah
keseluruhan suatu satuan biologis dalam zona tanpa-ambil
(misalnya sebuah gunung laut, sebuah atoll, sebuah laguna,
yang utuh).
7) pilihbentuk-bentuk sederhana sebagai zona-zona tanpa ambil
guna meminimalisir pengaruh akibat tata batas, namun tetap
memaksimalkan perlindungan di dalam kawasan lindung.
8) lindungi daerah-daerah yang kritis atau unik, seperti misalnya:
a) habitat spesies yang terancam punah;
b) komunitas biota laut yang unik dan beragam;
c) spesies yang endemik atau daerah-daerah kunci bagi ke-
endemikan biota-biota;
d) habitat-habitat yang penting secara global;

77
e) daerah-daerah yang penting dalam tahapan-tahapan
kehidupan suatu species seperti tempat-tempat berkumpul
ikan untuk kawin, tempat-tempat berkumpul atau
berkembang-biak hiu, pantai-pantai peneluran atau
daerah-daerah makan/istirahat penyu, dan tempat-tempat
bertelur burung laut;
f) habitat buaya;
g) habitat duyung;
h) habitat-habitat pelagis yang unik (misalnya: daerah-daerah
yang memiliki konsentrasi yang tinggi dari upwelling,
tempat bertemu arus dan pusaran-pusaran arus laut).

b. Aspek Perubahan Iklim


1) daerah-daerah yang dipilih adalah daerah yang resilien
terhadap perubahan iklim yang dapat menyebabkan terjadinya
pemutihan karang, seperti misalnya:
a) daerah-daerah yang memiliki kisaran suhu air yang
bervariasi, termasuk habitat-habitat yang memiliki suhu
yang tinggi.
b) habitatpelagis yang dinamik secara fisik (misalnya daerah-
daerah yang memiliki upwelling, pusaran-pusaran arus,
pertemuan arus, dan berarus kuat).
c) daerah-daerah yang agak terlindung dari matahari karena
adanya pulau-pulau/tebing.
d) daerah-daerah dengan jumlah ikan herbivora yang banyak.
e) daerah-daerah yang memiliki pertumbuhan karang-karang
baru.
2) daerah yang dipilih adalah daerah yang resilien yang terhadap
dampak naiknya permukaan air laut akibat perubahan iklim,
misalnya:
a) daerah-daerah mangrove yang masih memiliki ruang untuk
bisa berkembang ke arah daratan.
b) pantai-pantai peneluran penyu yang masih memiliki ruang
untuk bisa berkembang ke arah daratan.

c. Aspek Sosial Ekonomi

78
1) diketahuidan dihargainya hak masyarakat setempat, serta
memastikan bahwa masyarakat dilibatkan dalam semua proses
pengambilan keputusan untuk zonasi.
2) pemaduserasianpengetahuan tradisional, praktek-praktek
konservasi tradisional dan perikanan berkelanjutan ke dalam
pengelolaan TNP Laut Sawu.
3) meminimalisir dampak negatif kegiatan-kegiatan mata
pencaharian masyarakat setempat yang ada.
4) lindungidaerah-daerah yang memiliki nilai-nilai budaya-
tradisional yang penting bagi pemilik-pemilik sumberdaya
lokal.
5) minimalisirpemanfaatan-pemanfaatan yang akan menimbulkan
konflik (misalnya antara pariwisata dan perikanan).
6) mempertimbangkanspesies-spesies penting bagi perikanan
masyarakat (misalnya lola, teripang, lobster, siput hijau,
abalone, kima), serta mengetahui variasi-variasi sebaran
tempat dan musim dalam pemanfaatannya dan nilai-nilainya.
7) dukungpenangkapan ikan yang subsisten (untuk kebutuhan
sehari-hari) dan perikanan yang berdampak rendah.
8) lindungipemanfaatan sumberdaya laut masyarakat setempat
dengan melarang praktek-praktek perikanan yang merusak.
9) fasilitasidan dukung penerapan praktek-praktek pengelolaan
yang mendukung keberlanjutan dan perikanan komersial yang
berdampak rendah.
10) pengembanganTNP Laut Sawu dirancang untuk mendukung
perikanan artisanal (skala kecil atau tradisional) bagi
masyarakat setempat.
11) pertimbangkanspesies-spesies yang rentan terhadap
penangkapan berlebihan (misalnya kerapu, hiu).
12) lindungitempat-tempat wisata yang potensial.
13) dukungindustri ramah lingkungan yang berdampak rendah
yang cocok dengan kawasan konservasi laut (misalnya wisata
alam, budidaya mutiara).
14) cegahpenempatan zona tanpa-ambil di dekat lokasi
infrastruktur perkapalan yang ada.

79
4. Penilaian Lokasi Hasil Analisis Marxan
Berdasarkan hasil analisis data kondisi kawasan konservasi
TNP laut Sawu, dengan menggunakan perangkat lunak Marxan, telah
berhasil diidentifikasi 63 (enam puluh tiga) buah titik lokasi yang
merupakan area penting yang memiliki tingkat keanekaragaman yang
tinggi.
Lokasi-lokasi tersebut berada dalam 7 (tujuh) stratifikasi yang
dibuat berdasarkan faktor geografis dan kedekatan dengan ekosistem.
Ketujuh stratifikasi unit tersebut adalah : 1) bagian Flores bagian
Selatan; 2) Sumba bagian Utara; 3) Sumba bagian Timur, 4) Sabu
Raijua 5) Rote Ndao, 6) Timor Tengah Selatan dan 7) Kupang bagian
Utara.

Gambar 24. Stratifikasi unit lokasi dengan keanekaragaman tinggi


(TNC Savu Project, 2012)

Hasil dari analisis tersebut telah dijadikan bahan workshop


antara TNC Savu Sea Project bersama Balai KKPN Kupang serta Tim
P4KKP Laut Sawu yang merupakan Tim multi stakeholder tingkat
provinsi yang mempunyai komitmen dalam pengembangan TNP Laut
Sawu untuk mendapatkan masukan dari segi kebijakan dan local
knowledge atau pengetahuan lokal mengenai kesesuaian hasil analisis
tersebut. Berdasarkan hasil workshop tersebut disepakati, dari 63
(enam puluh tiga) buah daerah-daerah penting berkurang menjadi 19
(sembilan belas) buah daerah-daerah penting.

80
Gambar 25.Hasil prioritas daerah-daerah penting TNP Laut Sawu

5. Penetapan Rencana Zonasi


Zonasi di TNP Laut Sawu mengacu pada pembagian zonasi yang
telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.30/MEN/2010. Penetapan zonasi didasarkan pada berbagai hasil
studi dan analisis yang mendalam, ground-truthing dan konsultasi
publik dengan stakeholder terkait di tingkat pusat, provinsi dan
kabupaten dimana hal yang terpenting adalah konsultasi publik
dengan masyarakat di 10 (sepuluh) kabupaten yang masuk dalam
TNP Laut Sawu, maka penetapan zonasi Kawasan Konservasi perairan
TNP Laut Sawu sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini.
Sistem zonasi untuk TNP Laut Sawu terdiri dari 4 tipe zona
yang memiliki kriteria, peruntukan dan peraturan-peraturan khusus
untuk masing-masing zona dan sub zona, zona-zona tersebut
dijelaskan secara detail di sub bab di bawah ini.

81
Gambar 26. Peta Zonasi TNP Laut Sawu

82
B. Zona Inti

1. Rancangan Zonasi dan Koordinat


Zona inti merupakan bagian kawasan konservasi perairan yang
memiliki kondisi alam baik biota ataupun fisiknya masih asli
dan/atau belum diganggu oleh manusia yang mutlak dilindungi,
berfungsi untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati
yang asli dan khas. Zona inti mempunyai luas minimal 2 % dari luas
kawasan, dengan kriteria antara lain:
a. merupakan daerah pemijahan, pengasuhan dan/atau alur ruaya
ikan;
b. merupakan habitat biota perairan tertentu yang prioritas dan
khas/endemik, langka dan/atau kharismatik.
c. mempunyai keanekaragaman jenis biota perairan beserta
ekosistemnya;
d. mempunyai ciri khas ekosistem alami, dan mewakili keberadaan
biota tertentu yang masih asli;
e. mempunyai kondisi perairan yang relatif masih asli dan tidak atau
belum diganggu manusia;
f. mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelangsungan
hidup jenis-jenis ikan tertentu untuk menunjang pengelolaan
perikanan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses bio-
ekologis secara alami; dan
g. mempunyai ciri khas sebagai sumber plasma nutfah bagi kawasan
konservasi perairan.

Koordinat lokasi, letak, dan luasan untuk masing-masing ID zona inti


ditampilkan dalam tabel sebagaimana terdapat pada tabel 14 dan
pada tabel 15 dibawah ini:
Tabel 14. Koordinat Lokasi untuk Masing-Masing ID Zona Inti
Nama Zona ID Zona X Y
121° 20' 33,33" BT 10° 45' 30,92" LS
121° 20' 37,35" BT 10° 53' 15,39" LS
1000 121° 12' 41,66" BT 10° 53' 22,26" LS
121° 12' 37,64" BT 10° 45' 37,78" LS
Zona Inti 121° 20' 33,33" BT 10° 45' 30,92" LS
123° 58' 59,58" BT 9° 14' 21,14" LS
124° 0' 58,41" BT 9° 15' 52,67" LS
1010
123° 57' 14,51" BT 9° 15' 52,65" LS
123° 57' 14,25" BT 9° 15' 52,64" LS

83
Nama Zona ID Zona X Y
123° 58' 59,58" BT 9° 14' 21,14" LS
119° 55' 18,48" BT 8° 51' 42,19" LS
119° 55' 35,99" BT 8° 52' 19,78" LS
119° 54' 49,23" BT 8° 52' 34,86" LS
1020 119° 52' 17,69" BT 8° 51' 47,82" LS
119° 52' 17,69" BT 8° 51' 47,82" LS
119° 52' 17,68" BT 8° 51' 47,81" LS
119° 52' 58,32" BT 8° 49' 45,57" LS
119° 50' 39,91" BT 9° 21' 24,06" LS
119° 50' 24,44" BT 9° 21' 6,48" LS
1030
119° 51' 24,06" BT 9° 20' 27,42" LS
119° 51' 36,94" BT 9° 20' 48,23" LS
121° 44' 31,66" BT 10° 28' 39,21" LS
121° 38' 16,70" BT 10° 32' 16,01" LS
121° 33' 18,10" BT 10° 32' 23,11" LS
1040 121° 30' 17,55" BT 10° 33' 59,07" LS
121° 27' 11,75" BT 10° 21' 49,78" LS
121° 37' 49,20" BT 10° 17' 57,84" LS
121° 44' 31,66" BT 10° 28' 39,21" LS

84
Tabel 15. Letak dan Luasan Masing-masing ID Zona Inti
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
1 1000 Inti - Pulau Dana Sabu Raijua Kolorae 20534,54 Pulau Oseanik yang pantainya
merupakan pantai peneluran
penyu; terdapat terumbu karang,
koridor migrasi setasea, lumba-
lumba, dan habitat laut dalam
(selat); Pulau ini juga merupakan
pulau terdepan NKRI yang
berbatasan dengan Australia.
2 1010 Inti - Pulau Batek Kupang Netemnanu 946,02 Pulau Batek merupakan pulau
Selatan terdepan NKRI yang berbatasan
dengan Timor Leste, pantainya
merupakan pantai peneluran
penyu hijau, terdapat terumbu
karang, koridor migrasi setasea,
paus, dan lumba-lumba. Terdapat
pos penjagaan TNI di pulau ini.
3 1020 Inti - Tanjung Manggarai Nangabere 924,67 Terdapat buaya muara, komodo,
Karitamese Barat habitat burung, pantai peneluran
penyu, lokasi SPAGS, terumbu
karang, paus, lumba-lumba,
habitat laut dalam (selat), dan
daerah upwelling.

85
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
4 1030 Inti - Tanambanas Sumba Tanambanas 148,34 Wilayah zona ini termasuk dalam
Tengah wilayah Desa Tanambanas.
Kondisi terumbu karangnya
masuk dalam kategori sedang
sampai dengan baik dengan
dominan baik. Perairannya juga
ditemukan lumba-lumba. Di
perairan sekitarnya mempunyai
habitat perairan dalam yaitu selat.
Terdapat pos pengawasan DKP di
wilayah ini.
5 1040 Inti - Perairan Sabu Raijua - 57115,05 Kawasan zona ini melingkupi
Utara Pulau Perairan sebelah Utara dari Pulau
Raijua Raijua yang memiliki koridor
migrasi setasea, lumba-lumba,
dan habitat laut dalam (selat);
Hasil REA Setasea juga
ditemukan asosiasi 3 spesies
setasea dalam jumlah yang cukup
besar yaitu 80 ekor Paus Kepala
Melon, 50 ekor Lumba-lumba
Risso dan 50 ekor Lumba-lumba
Fraser, serta ditemui juga Paus
Biru dengan ukuran sekitar 20
meter yang sedang bermigrasi
melewati perairan ini.
Luas Total Zona Inti 79668,62 2,37 % dari luas TNP Laut Sawu

86
Luas total zona inti TNP Laut Sawu adalah 79.668,2 hektar atau sebesar 2,37 % dari luas total kawasan TNP Laut Sawu, hal ini
sudah memenuhi standar minimum luas zona inti menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.30/MEN/2010, yaitu luas zona inti suatu kawasan konservasi perairan paling sedikit 2% (dua persen) dari luas kawasan.

1. Potensi
Potensi dan fitur konservasi untuk masing-masing ID Zona Inti ditampilkan dalam tabel sebagaimana terdapat pada tabel
16. dibawah ini:

Tabel 16. Potensi dan Fitur Konservasi di Masing-Masing ID Zona Inti


Zona Sub Zona ID Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas
Zona Konservasi (Hektar)
Inti - 1000 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 595,84
Habitat Perairan Pulau Oseanik 2970,12
Dalam dan Selat 13320,3
Oseanografi
Spesies Koridor Setasea 13320,3
Lumba-lumba 8775,46
Penyu 709,06
Luas Zona 1000 20534,54
1010 Kondisi yang Pos pengawasan (TNI AD) 946,02
Mendukung
Konservasi
Spesies Koridor Setasea 433,76
Lumba-lumba 946,02
Penyu 375,10
Paus 946,02

87
Zona Sub Zona ID Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas
Zona Konservasi (Hektar)
Luas Zona 1010 946,02
1020 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 6,58
Habitat Perairan Selat 790,41
Dalam dan Upwelling 883,23
Oseanografi
Luas Zona 1020 924,67
1030 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 98,14
Habitat Perairan Selat 144,37
Dalam dan
Oseanografi
Kondisi yang Pos Pengawasan (DKP) 148,34
Mendukung
Konservasi
Spesies Lumba-lumba 5,88
Luas Zona 1030 148,34
1040 Spesies Koridor Setasea 57115,05
Lumba-lumba (Fraser dan Risso) 57115,05
Paus Biru dan Paus Melon 57115,05
Luas Zona 1040 57115,05

88
2. Peruntukan/Tujuan Zona
Peruntukan zona inti adalah sebagai perlindungan mutlak
habitat dan populasi ikan; penelitian; dan pendidikan.
a. Kegiatan perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan meliputi:
perlindungan proses ekologis yang menunjang kelangsungan
hidup dari suatu jenis atau sumberdaya ikan dan ekosistemnya;
penjagaan dan pencegahan kegiatan yang dapat mengakibatkan
perubahan keutuhan potensi kawasan dan perubahan fungsi
kawasan; dan pemulihan dan rehabilitasi ekosistem.
b. Kegiatan penelitian yang diperbolehkan yaitu: penelitian dasar
menggunakan metode naturalistik untuk tujuan pengumpulan
data dasar kondisi biologis dan ekologis; penelitian terapan
menggunakan metode survei untuk tujuan monitoring kondisi
biologis dan ekologis dan pengembangan dengan metode
eksperimental untuk tujuan rehabilitasi.
c. Kegiatan pendidikan diperuntukkan bagi kegiatan tanpa
melakukan pengambilan material langsung dari alam.

3. Kegiatan yang Boleh dan Tidak Boleh

Kegiatan yang boleh dan tidak boleh ditampilkan dalam tabel


sebagaimana terdapat pada tabel 17. dibawah ini:

Tabel 17. Perumusan kegiatan yang boleh dan tidak boleh pada Zona Inti
Perumusan
No Jenis Kegiatan
Kegiatan
Kegiatan yang 1 Patroli pengawasan
boleh 2 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (Pos Jaga,
Jetty)
Kegiatan yang 1 Monitoring dan Penelitian non ekstraktif
tidak boleh 2 Pendidikan pemeliharaan dan peningkatan
tetapi dengan keanekaragaman hayati (ekosistem lamun,
izin manggrove, terumbu dan laut dalam);
perlindungan sumberdaya masyarakat lokal;
pembangunan perekonomian berbasis ekowisata
bahari; pemeliharaan proses ekologis dan sistem
pendukung kehidupan; promosi pemanfaatan
sumber daya secara berkelanjutan; promosi
upaya tata kelola untuk perlindungan
lingkungan
Kegiatan yang 1 Monitoring dan Penelitian ekstraktif
tidak boleh 2 Tambatan perahu
3 Pembangunan Infrastruktur wisata hotel, home
stay, dan sarana penginapan lainnya

89
Perumusan
No Jenis Kegiatan
Kegiatan
4 Pembangunan Infrastruktur wisata (resor
permanen)
5 Pembangunan Rumah Adat
6 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (kantor)
7 Sarana dan pelayanan untuk melakukan wisata
petualangan (kapal layar (cruise), kapal selam,
sea walker, penenggelaman kapal (ship wreck)
8 Rekreasi pantai
9 Wisata menyelam
10 Wisata snorkling
11 Wisata Jet Ski
12 Wisata Kayak/Dayung
13 Wisata Surfing
14 Wisata Kite surfing
15 Wisata Mancing (Catch and Release)
16 Wisata perahu kaca (glass boat)
17 Perahu wisata
18 Wisata melihat Paus dan Lumba-Lumba
19 Wisata melihat burung
20 Wisata mangrove
21 Wisata Budaya
22 Wisata tracking
23 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan
komersial
24 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan non
komersial
25 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang tetap
(Set gill nets (anchored))
26 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang hanyut
(Drift nets)
27 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang oseanik
28 Penangkapan Ikan dengan Jaring angkat (Lift
Net)
29 Penangkapan Ikan dengan Jaring serok (scoop
net)
30 Penangkapan Ikan dengan Bagan Tancap
(bamboo platform lift net)
31 Penangkapan Ikan dengan Bagan Perahu/rakit
(Boat/raft lift net)
32 Penangkapan Ikan dengan Bubu
33 Penangkapan Ikan dengan Pancing ulur
34 Penangkapan Ikan dengan Pancing tonda
35 Penangkapan Ikan dengan Pancing layang-
layang
36 Penangkapan Ikan dengan Sero
37 Penangkapan Ikan dengan Jermal
38 Penangkapan Ikan dengan Rawai Tuna
39 Penangkapan Ikan dengan Rawai Hanyut
40 Penangkapan Ikan dengan Rawai Tetap
41 Penangkapan Ikan dengan Rawai Hiu/Cucut

90
Perumusan
No Jenis Kegiatan
Kegiatan
42 Penangkapan Ikan dengan Huhate
43 Makameting (dengan alat dan cara yang tidak
merusak terumbu karang)
44 Pemasangan Rumpon
45 Rumpon telur ikan terbang
46 Menggunakan bahan beracun, kompresor dan
bom
47 Menangkap Ikan Hias
48 Menangkap ikan dengan tombak
49 Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan kecil
dan artisanal serta kelompok nelayan yang
secara ekonomis memiliki struktur dan unit
usaha kecil yang tidak diwajibkan memiliki izin
usaha penangkapan ikan
50 Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh
usaha menengah keatas
51 Pukat cincin pelagis besar dengan satu kapal
52 Lampara dasar
53 Penangkapan Ikan dengan Kapal 5 - 30 GT
dengan alat penangkapan ikan yang
diperbolehkan
54 Penangkapan Ikan dengan Kapal < 5 GT dengan
alat penangkapan ikan yang diperbolehkan
55 Menangkap, melukai dan membunuh biota yang
dilindungi (termasuk penyu, buaya, manta,
duyung, hiu, paus, lumba-lumba, dll)
56 Mengambil dan menjual telur penyu
57 Budidaya Rumput Laut
58 Budidaya Mutiara
59 Budidaya dengan Keramba Jaring Apung (KJA)
60 Budidaya Teripang
61 Budidaya Lobster
62 Membangun Tambak
63 Alur Kapal untuk perhubungan
64 Pelayaran selain di alur kapal untuk
perhubungan
65 ALKI III
66 Penebangan Mangrove
67 Pengambilan Karang hidup atau mati
68 Pengambilan Karang hidup atau mati dalam
aktifitas keruga (kearifan lokal Sabu Raijua)
hanya boleh dilakukan setahun sekali dalam
satu hari dan waktunya diatur oleh kesepakatan
adat.
69 Penambangan Pasir Laut
70 Survey Seismic Minyak dan Gas
71 Penambangan Minyak dan Gas
72 Pembuangan Limbah dan Sampah

91
C. Zona Perikanan Berkelanjutan
1. Rancangan Zonasi dan Koordinat
Zonasi Perikanan Berkelanjutan adalah bagian kawasan
konservasi perairan yang karena letak, kondisi dan potensinya
mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona
pemanfaatan.
Kriteria dari Zona Perikanan Berkelanjutan antara lain:
a. memiliki nilai konservasi, tetapi dapat bertoleransi dengan
pemanfaatan budidaya ramah lingkungan dan penangkapan ikan
dengan alat dan cara yang ramah lingkungan;
b. mempunyai karakteristik ekosistem yang memungkinkan untuk
berbagai pemanfaatan ramah lingkungan dan mendukung
perikanan berkelanjutan;
c. mempunyai keanekaragaman jenis biota perairan beserta
ekosistemnya;
d. mempunyai kondisi perairan yang relatif masih baik untuk
mendukung kegiatan multifungsi dengan tidak merusak ekosistem
aslinya;
e. mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin pengelolaan
budidaya ramah lingkungan, perikanan tangkap berkelanjutan,
dan kegiatan sosial ekonomi dan budaya masyarakat; dan
f. mempunyai karakteristik potensi dan keterwakilan biota perairan
bernilai ekonomi.

Zona Perikanan Berkelanjutan terbagi menjadi 3 sub zona yaitu:


a. Sub Zona Perikanan Berkelanjutan Umum
Sub Zona Perikanan Berkelanjutan Umum adalah zona perikanan
berkelanjutan yang memungkinkan untuk berbagai pemanfaatan
ramah lingkungan dan mendukung perikanan berkelanjutan yang
bersifat komersial yang ramah lingkungan dan berdampak rendah
bagi lingkungan.
b. Sub Zona Perikanan Berkelanjutan Tradisional
Sub Zona Perikanan Berkelanjutan Tradisional adalah zona
perikanan berkelanjutan yang memungkinkan untuk berbagai
pemanfaatan ramah lingkungan dan untuk mendukung kegiatan
perikanan artisanal (skala kecil atau tradisional) bagi masyarakat
setempat yang didalamnya terdapat beberapa pengaturan
penggunaan alat penangkapan ikan yang bersifat tradisional

92
untuk mengakomodir kepentingan nelayan lokal dalam TNP Laut
Sawu yang sebagian besar dalam kegiatan penangkapan
menggunakan alat penangkapan ikan tradisional yang ramah
lingkungan dengan armada penangkapan yang sederhana seperti
sampan dan perahu berukuran GT kecil.
c. Sub Zona Perlindungan Setasea
Sub Zona Perlindungan Setasea diperuntukkan guna melindungi
habitat dan koridor migrasi penting bagi setasea (paus dan lumba-
lumba) di TNP Laut Sawu dan memungkinkan juga untuk berbagai
pemanfaatan ramah lingkungan dan untuk mendukung kegiatan
perikanan artisanal (skala kecil atau tradisional) bagi masyarakat
yang didalamnya terdapat beberapa pengaturan penggunaan alat
penangkapan ikan untuk memaksimalkan perlindungan setasea.

Koordinat lokasi untuk masing-masing ID Sub Zona Perikanan


Berkelanjutan Umum sebagaimana terdapat pada tabel 18. di bawah
ini:
Tabel 18. Koordinat Lokasi untuk Masing-Masing ID Sub Zona
Perikanan Berkelanjutan Umum
ID
Nama Zona X Y
Zona
123° 29' 51,62" BT 10° 32' 24,58" LS
123° 29' 52,18" BT 10° 29' 43,35" LS
123° 29' 46,76" BT 10° 24' 30,03" LS
123° 32' 51,82" BT 10° 23' 47,60" LS
123° 42' 34,37" BT 10° 25' 33,23" LS
123° 51' 18,11" BT 10° 23' 41,83" LS
123° 59' 28,06" BT 10° 20' 6,75" LS
124° 4' 56,57" BT 10° 17' 19,71" LS
124° 7' 19,24" BT 10° 15' 53,31" LS
124° 8' 30,57" BT 10° 13' 48,54" LS
Zona 124° 10' 4,43" BT 10° 12' 56,71" LS
Perikanan 124° 18' 19,59" BT 10° 13' 40,44" LS
6000
Bekelanjutan 123° 1' 6,86" BT 11° 3' 55,94" LS
Umum 123° 2' 5,14" BT 10° 58' 30,38" LS
123° 5' 24,06" BT 10° 55' 49,75" LS
123° 8' 28,88" BT 10° 53' 8,41" LS
123° 11' 54,23" BT 10° 53' 57,51" LS
123° 15' 53,82" BT 10° 52' 12,29" LS
123° 18' 44,94" BT 10° 46' 56,71" LS
123° 21' 36,07" BT 10° 44' 50,51" LS
123° 23' 46,13" BT 10° 45' 4,53" LS
123° 28' 40,48" BT 10° 41' 13,18" LS
123° 29' 1,01" BT 10° 38' 24,96" LS
123° 27' 25,18" BT 10° 33' 58,67" LS

93
ID
Nama Zona X Y
Zona
121° 12' 37,64" BT 10° 45' 37,78" LS
121° 9' 3,77" BT 10° 57' 10,87" LS
120° 30' 53,36" BT 10° 34' 44,60" LS
120° 30' 47,03" BT 10° 20' 36,88" LS
120° 32' 5,35" BT 10° 18' 45,75" LS
120° 33' 13,67" BT 10° 18' 1,61" LS
120° 36' 38,63" BT 10° 18' 53,10" LS
6010 120° 46' 10,36" BT 10° 14' 35,68" LS
120° 48' 23,41" BT 10° 11' 31,84" LS
120° 51' 19,60" BT 10° 10' 10,96" LS
120° 54' 8,60" BT 10° 5' 9,54" LS
120° 54' 26,58" BT 10° 1' 10,67" LS
120° 51' 39,87" BT 9° 56' 5,54" LS
121° 23' 52,35" BT 10° 8' 42,44" LS
121° 12' 37,64" BT 10° 45' 37,78" LS
123° 31' 38,45" BT 9° 58' 37,48" LS
123° 29' 48,93" BT 10° 2' 56,30" LS
123° 27' 18,33" BT 10° 1' 11,37" LS
123° 21' 29,23" BT 10° 2' 56,30" LS
123° 12' 42,15" BT 10° 14' 36,09" LS
123° 12' 28,46" BT 10° 17' 45,10" LS
123° 12' 49,00" BT 10° 21' 8,15" LS
123° 13' 31,69" BT 10° 21' 26,28" LS
123° 18' 55,68" BT 10° 23' 38,56" LS
123° 8' 13,49" BT 10° 34' 22,96" LS
6020 123° 6' 31,16" BT 10° 33' 45,57" LS
122° 38' 24,65" BT 10° 24' 28,36" LS
122° 44' 17,10" BT 10° 19' 21,17" LS
123° 38' 29,23" BT 9° 32' 10,40" LS
123° 39' 51,64" BT 9° 33' 50,61" LS
123° 36' 39,64" BT 9° 36' 57,24" LS
123° 37' 0,17" BT 9° 42' 18,67" LS
123° 34' 56,96" BT 9° 45' 48,35" LS
123° 36' 5,41" BT 9° 50' 0,02" LS
123° 31' 24,76" BT 9° 53' 15,79" LS
123° 31' 38,45" BT 9° 58' 37,48" LS
119° 45' 59,63" BT 9° 10' 45,22" LS
119° 43' 7,94" BT 9° 19' 21,34" LS
119° 41' 49,26" BT 9° 19' 13,32" LS
119° 40' 14,69" BT 9° 17' 56,97" LS
119° 36' 22,20" BT 9° 17' 4,73" LS
119° 31' 50,31" BT 9° 18' 49,21" LS
6030 119° 28' 13,59" BT 9° 17' 48,93" LS
119° 22' 46,53" BT 9° 19' 9,30" LS
119° 18' 6,76" BT 9° 17' 52,95" LS
119° 13' 3,35" BT 9° 19' 17,34" LS
119° 10' 9,97" BT 9° 18' 53,23" LS
119° 4' 54,73" BT 9° 21' 38,00" LS
118° 59' 43,44" BT 9° 22' 50,34" LS

94
ID
Nama Zona X Y
Zona
118° 55' 40,10" BT 9° 25' 45,71" LS
118° 55' 39,70" BT 9° 10' 45,77" LS
119° 45' 59,63" BT 9° 10' 45,22" LS
118° 55' 36.10'' BT 9° 10' 22.80'' LS
119° 46' 29.40'' BT 9° 10' 24.90'' LS
120° 53' 36,62'' BT 10° 48' 5,71'' LS
6040 121° 20' 8,26'' BT 10° 20' 57,74'' LS
121° 9' 3,77'' BT 10° 57' 10,87'' LS

Koordinat lokasi untuk masing-masing ID Sub Zona Perikanan


Berkelanjutan Tradisional sebagaimana terdapat pada tabel 19. di
bawah ini:
Tabel 19. Koordinat Lokasi untuk Masing-Masing ID Sub Zona
Perikanan Berkelanjutan Tradisional
Nama Zona ID Zona X Y
124° 0' 58,41" BT 9° 15' 52,67" LS
124° 0' 42,57" BT 9° 18' 23,17" LS
123° 56' 0,11" BT 9° 21' 23,81" LS
123° 55' 57,86" BT 9° 25' 14,72" LS
123° 56' 6,72" BT 9° 25' 14,73" LS
123° 49' 22,63" BT 9° 29' 48,55" LS
123° 49' 21,94" BT 9° 29' 48,70" LS
123° 49' 23,37" BT 9° 27' 57,34" LS
123° 46' 32,59" BT 9° 27' 53,51" LS
123° 44' 57,92" BT 9° 30' 52,61" LS
123° 47' 23,81" BT 9° 32' 4,85" LS
123° 40' 1,59" BT 9° 45' 33,12" LS
123° 40' 1,64" BT 9° 45' 19,73" LS
123° 38' 34,37" BT 9° 45' 21,91" LS
Zona 123° 37' 51,59" BT 9° 46' 22,64" LS
Perikanan 123° 38' 50,16" BT 9° 47' 41,54" LS
4010
Berkelanjutan 123° 39' 45,75" BT 9° 47' 40,84" LS
Tradisional 123° 35' 47,30" BT 10° 2' 39,48" LS
123° 29' 40,37" BT 10° 5' 32,01" LS
123° 28' 4,42" BT 10° 3' 35,42" LS
123° 27' 49,97" BT 10° 3' 14,78" LS
123° 27' 30,37" BT 10° 3' 3,43" LS
123° 27' 10,76" BT 10° 3' 5,50" LS
123° 26' 8,56" BT 10° 3' 39,03" LS
123° 23' 2,27" BT 10° 5' 19,28" LS
123° 20' 51,06" BT 10° 6' 27,73" LS
123° 19' 39,87" BT 10° 8' 56,31" LS
123° 18' 35,89" BT 10° 10' 24,01" LS
123° 17' 29,86" BT 10° 11' 44,50" LS
123° 16' 42,40" BT 10° 12' 21,64" LS
123° 16' 0,09" BT 10° 13' 4,98" LS
123° 15' 4,37" BT 10° 14' 36,71" LS

95
Nama Zona ID Zona X Y
123° 14' 58,18" BT 10° 15' 15,92" LS
123° 14' 58,19" BT 10° 15' 15,96" LS
123° 14' 58,18" BT 10° 15' 16,01" LS
123° 15' 5,41" BT 10° 15' 56,25" LS
123° 15' 25,01" BT 10° 16' 39,59" LS
123° 15' 27,07" BT 10° 17' 22,93" LS
123° 15' 33,26" BT 10° 18' 16,58" LS
123° 15' 40,74" BT 10° 18' 46,23" LS
123° 15' 47,31" BT 10° 19' 5,49" LS
123° 16' 10,25" BT 10° 19' 29,32" LS
123° 16' 39,24" BT 10° 19' 58,23" LS
123° 17' 27,79" BT 10° 20' 32,78" LS
123° 18' 8,95" BT 10° 20' 53,35" LS
123° 19' 4,78" BT 10° 20' 44,13" LS
123° 19' 32,77" BT 10° 20' 32,16" LS
123° 19' 30,97" BT 10° 25' 33,09" LS
123° 22' 13,44" BT 10° 25' 29,45" LS
123° 22' 31,42" BT 10° 25' 51,73" LS
123° 17' 29,06" BT 10° 30' 49,50" LS
123° 16' 57,10" BT 10° 29' 26,25" LS
123° 13' 48,23" BT 10° 31' 29,33" LS
123° 14' 45,65" BT 10° 32' 34,47" LS
123° 8' 14,19" BT 10° 38' 54,03" LS
123° 8' 26,88" BT 10° 38' 29,54" LS
123° 7' 56,50" BT 10° 38' 8,66" LS
123° 7' 21,79" BT 10° 38' 14,88" LS
123° 6' 50,55" BT 10° 38' 53,09" LS
123° 6' 8,06" BT 10° 39' 19,93" LS
123° 6' 8,21" BT 10° 39' 20,24" LS
123° 6' 24,96" BT 10° 39' 54,91" LS
123° 5' 48,51" BT 10° 40' 21,33" LS
123° 5' 28,82" BT 10° 39' 50,68" LS
123° 5' 28,70" BT 10° 39' 50,50" LS
123° 5' 24,92" BT 10° 39' 54,79" LS
123° 4' 59,99" BT 10° 40' 23,15" LS
123° 5' 0,15" BT 10° 40' 23,28" LS
123° 5' 17,36" BT 10° 40' 37,00" LS
123° 5' 34,69" BT 10° 40' 50,80" LS
123° 4' 12,27" BT 10° 42' 13,88" LS
123° 4' 12,21" BT 10° 42' 13,91" LS
123° 4' 12,20" BT 10° 42' 13,89" LS
123° 3' 43,11" BT 10° 41' 39,62" LS
123° 3' 16,20" BT 10° 42' 2,72" LS
123° 3' 41,65" BT 10° 42' 28,91" LS
123° 3' 41,82" BT 10° 42' 29,09" LS
123° 3' 41,73" BT 10° 42' 29,28" LS
123° 3' 41,73" BT 10° 42' 29,28" LS
122° 57' 58,65" BT 10° 44' 34,19" LS
122° 57' 58,90" BT 10° 43' 14,71" LS

96
Nama Zona ID Zona X Y
122° 55' 10,18" BT 10° 43' 14,75" LS
122° 53' 25,34" BT 10° 44' 9,79" LS
122° 53' 25,26" BT 10° 45' 25,70" LS
122° 49' 57,51" BT 10° 55' 51,71" LS
122° 49' 56,00" BT 10° 55' 52,45" LS
122° 49' 24,84" BT 10° 56' 32,68" LS
122° 49' 25,47" BT 10° 59' 55,75" LS
122° 51' 7,02" BT 11° 1' 42,40" LS
122° 53' 7,26" BT 11° 1' 42,73" LS
122° 54' 25,76" BT 11° 0' 32,15" LS
122° 54' 27,29" BT 10° 57' 10,72" LS
122° 53' 16,90" BT 10° 54' 52,86" LS
123° 10' 40,14" BT 10° 49' 45,57" LS
123° 10' 15,14" BT 10° 50' 11,65" LS
123° 10' 57,28" BT 10° 50' 38,12" LS
123° 11' 30,43" BT 10° 50' 43,77" LS
123° 11' 30,19" BT 10° 50' 10,08" LS
123° 23' 29,71" BT 10° 40' 54,34" LS
123° 23' 30,31" BT 10° 42' 12,94" LS
123° 24' 52,31" BT 10° 42' 12,29" LS
123° 26' 38,73" BT 10° 39' 21,80" LS
123° 26' 38,73" BT 10° 37' 43,86" LS
123° 25' 32,76" BT 10° 37' 43,74" LS
123° 25' 30,56" BT 10° 28' 19,78" LS
123° 26' 26,93" BT 10° 29' 30,96" LS
123° 26' 30,74" BT 10° 29' 41,29" LS
123° 29' 52,18" BT 10° 29' 43,35" LS
123° 29' 51,62" BT 10° 32' 24,58" LS
123° 27' 25,18" BT 10° 33' 58,67" LS
123° 29' 1,01" BT 10° 38' 24,96" LS
123° 28' 40,48" BT 10° 41' 13,18" LS
123° 23' 46,13" BT 10° 45' 4,53" LS
123° 21' 36,07" BT 10° 44' 50,51" LS
123° 18' 44,94" BT 10° 46' 56,71" LS
123° 15' 53,82" BT 10° 52' 12,29" LS
123° 11' 54,23" BT 10° 53' 57,51" LS
123° 8' 28,88" BT 10° 53' 8,41" LS
123° 5' 24,06" BT 10° 55' 49,75" LS
123° 2' 5,14" BT 10° 58' 30,38" LS
123° 1' 38,17" BT 10° 58' 52,16" LS
123° 0' 38,43" BT 10° 59' 11,57" LS
122° 56' 57,52" BT 11° 0' 23,37" LS
122° 54' 13,23" BT 11° 3' 46,89" LS
122° 51' 1,57" BT 11° 3' 53,91" LS
122° 47' 15,68" BT 11° 0' 16,36" LS
122° 47' 1,99" BT 10° 58' 10,06" LS
122° 45' 33,00" BT 10° 53' 43,48" LS
122° 37' 20,15" BT 10° 52' 40,35" LS
122° 34' 42,71" BT 10° 48' 48,91" LS

97
Nama Zona ID Zona X Y
122° 36' 11,69" BT 10° 45' 32,57" LS
122° 41' 47,11" BT 10° 44' 29,47" LS
122° 48' 58,35" BT 10° 42' 58,34" LS
122° 53' 39,01" BT 10° 41' 20,19" LS
122° 57' 16,78" BT 10° 40' 10,51" LS
122° 57' 18,05" BT 10° 40' 10,10" LS
123° 0' 50,25" BT 10° 39' 56,08" LS
123° 6' 5,33" BT 10° 36' 9,70" LS
123° 7' 20,43" BT 10° 35' 15,75" LS
123° 18' 55,68" BT 10° 23' 38,56" LS
123° 13' 31,69" BT 10° 21' 26,28" LS
123° 12' 49,00" BT 10° 21' 8,15" LS
123° 12' 28,46" BT 10° 17' 45,10" LS
123° 12' 42,15" BT 10° 14' 36,09" LS
123° 21' 29,23" BT 10° 2' 56,30" LS
123° 27' 18,33" BT 10° 1' 11,37" LS
123° 29' 48,93" BT 10° 2' 56,30" LS
123° 31' 38,45" BT 9° 58' 37,48" LS
123° 31' 24,76" BT 9° 53' 15,79" LS
123° 36' 5,41" BT 9° 50' 0,02" LS
123° 34' 56,96" BT 9° 45' 48,35" LS
123° 37' 0,17" BT 9° 42' 18,67" LS
123° 36' 39,64" BT 9° 36' 57,24" LS
123° 39' 51,64" BT 9° 33' 50,61" LS
123° 43' 50,88" BT 9° 29' 58,09" LS
123° 45' 6,18" BT 9° 27' 3,49" LS
123° 50' 0,52" BT 9° 24' 57,79" LS
123° 54' 20,64" BT 9° 20' 53,41" LS
123° 56' 58,08" BT 9° 17' 58,88" LS
123° 56' 11,60" BT 9° 16' 47,07" LS
123° 57' 14,25" BT 9° 15' 52,64" LS
123° 57' 14,51" BT 9° 15' 52,65" LS
122° 45' 0,00" BT 10° 47' 8,10" LS
122° 45' 5,39" BT 10° 47' 59,50" LS
122° 45' 56,72" BT 10° 47' 56,69" LS
122° 47' 20,24" BT 10° 47' 32,85" LS
122° 47' 40,09" BT 10° 47' 14,62" LS
122° 47' 40,09" BT 10° 46' 34,65" LS
122° 47' 12,21" BT 10° 46' 34,65" LS
122° 42' 39,97" BT 10° 48' 42,50" LS
122° 42' 40,75" BT 10° 51' 2,18" LS
122° 45' 35,75" BT 10° 51' 0,73" LS
122° 45' 36,41" BT 10° 48' 41,92" LS
122° 42' 39,97" BT 10° 48' 42,50" LS
122° 1' 49,83" BT 10° 23' 40,81" LS
122° 3' 37,46" BT 10° 25' 55,81" LS
4020 122° 4' 12,18" BT 10° 28' 21,48" LS
122° 3' 30,52" BT 10° 30' 15,18" LS
122° 1' 32,47" BT 10° 35' 45,70" LS

98
Nama Zona ID Zona X Y
121° 58' 28,45" BT 10° 36' 46,13" LS
121° 53' 19,43" BT 10° 40' 37,21" LS
121° 50' 8,47" BT 10° 41' 2,10" LS
121° 47' 0,98" BT 10° 40' 19,43" LS
121° 43' 53,49" BT 10° 40' 22,99" LS
121° 41' 3,35" BT 10° 38' 54,11" LS
121° 37' 28,09" BT 10° 41' 19,87" LS
121° 34' 17,12" BT 10° 42' 6,10" LS
121° 30' 24,49" BT 10° 41' 48,32" LS
121° 27' 55,19" BT 10° 39' 58,10" LS
121° 27' 27,42" BT 10° 37' 21,68" LS
121° 30' 17,55" BT 10° 33' 59,07" LS
121° 33' 18,10" BT 10° 32' 23,11" LS
121° 38' 16,70" BT 10° 32' 16,01" LS
121° 47' 11,39" BT 10° 27' 6,86" LS
121° 48' 59,03" BT 10° 23' 19,50" LS
121° 55' 14,01" BT 10° 21' 36,49" LS
122° 1' 49,83" BT 10° 23' 40,81" LS
121° 52' 14,26" BT 10° 25' 52,33" LS
121° 52' 14,07" BT 10° 25' 52,45" LS
121° 51' 45,94" BT 10° 25' 9,99" LS
121° 50' 46,93" BT 10° 25' 45,24" LS
121° 49' 55,11" BT 10° 26' 35,78" LS
121° 49' 50,40" BT 10° 27' 4,91" LS
121° 50' 37,49" BT 10° 27' 15,28" LS
121° 50' 37,50" BT 10° 27' 15,38" LS
121° 43' 42,27" BT 10° 32' 58,01" LS
121° 43' 42,27" BT 10° 32' 58,01" LS
121° 43' 44,89" BT 10° 32' 56,07" LS
121° 43' 16,55" BT 10° 32' 8,34" LS
121° 41' 8,45" BT 10° 33' 41,39" LS
121° 41' 38,22" BT 10° 34' 12,44" LS
121° 52' 8,93" BT 10° 37' 3,09" LS
121° 52' 8,96" BT 10° 37' 3,03" LS
121° 52' 47,79" BT 10° 37' 54,46" LS
121° 56' 44,45" BT 10° 34' 37,54" LS
121° 56' 18,69" BT 10° 34' 13,79" LS
121° 56' 5,50" BT 10° 34' 1,63" LS
121° 58' 24,29" BT 10° 32' 57,99" LS
121° 58' 24,29" BT 10° 33' 39,53" LS
121° 59' 22,07" BT 10° 33' 39,53" LS
121° 59' 48,37" BT 10° 33' 6,01" LS
121° 59' 16,01" BT 10° 32' 45,73" LS
122° 0' 21,26" BT 10° 28' 15,14" LS
122° 1' 12,38" BT 10° 28' 20,40" LS
122° 1' 14,84" BT 10° 27' 10,93" LS
122° 0' 48,72" BT 10° 26' 23,31" LS
122° 0' 27,68" BT 10° 25' 59,36" LS
121° 59' 52,65" BT 10° 26' 31,91" LS

99
Nama Zona ID Zona X Y
121° 59' 52,58" BT 10° 26' 31,87" LS
121° 37' 53,12" BT 10° 37' 53,02" LS
121° 38' 37,91" BT 10° 37' 25,00" LS
121° 38' 42,05" BT 10° 36' 22,14" LS
121° 38' 10,17" BT 10° 36' 21,54" LS
121° 38' 6,40" BT 10° 36' 24,81" LS
121° 33' 7,13" BT 10° 38' 23,87" LS
121° 33' 4,12" BT 10° 39' 9,12" LS
121° 34' 43,63" BT 10° 39' 12,35" LS
121° 34' 44,93" BT 10° 38' 32,51" LS
121° 36' 42,20" BT 10° 37' 58,73" LS
121° 37' 53,12" BT 10° 37' 53,02" LS
123° 29' 47,02" BT 10° 15' 44,81" LS
123° 29' 43,42" BT 10° 15' 45,65" LS
123° 29' 42,62" BT 10° 15' 43,35" LS
123° 29' 32,84" BT 10° 15' 44,62" LS
123° 29' 35,70" BT 10° 15' 59,04" LS
123° 29' 47,41" BT 10° 15' 57,17" LS
123° 29' 46,44" BT 10° 15' 54,39" LS
123° 29' 51,25" BT 10° 15' 53,32" LS
123° 29' 51,25" BT 10° 15' 53,28" LS
123° 28' 47,35" BT 10° 18' 34,58" LS
123° 25' 13,36" BT 10° 17' 39,35" LS
4030 123° 24' 44,06" BT 10° 14' 35,91" LS
123° 24' 44,08" BT 10° 14' 35,82" LS
123° 24' 48,99" BT 10° 14' 35,87" LS
123° 24' 56,17" BT 10° 14' 36,08" LS
123° 25' 6,01" BT 10° 14' 38,94" LS
123° 25' 6,02" BT 10° 14' 38,90" LS
123° 25' 33,10" BT 10° 14' 45,79" LS
123° 25' 33,28" BT 10° 14' 45,97" LS
123° 26' 30,52" BT 10° 15' 0,44" LS
123° 27' 3,54" BT 10° 15' 6,63" LS
123° 28' 15,77" BT 10° 14' 43,93" LS
123° 29' 20,95" BT 10° 14' 1,05" LS
124° 18' 19,59" BT 10° 13' 40,44" LS
124° 10' 4,43" BT 10° 12' 56,71" LS
124° 8' 30,57" BT 10° 13' 48,54" LS
124° 7' 19,24" BT 10° 15' 53,31" LS
124° 4' 56,57" BT 10° 17' 19,71" LS
123° 59' 28,06" BT 10° 20' 6,75" LS
123° 51' 18,11" BT 10° 23' 41,83" LS
4040
123° 42' 34,37" BT 10° 25' 33,23" LS
123° 32' 51,82" BT 10° 23' 47,60" LS
123° 29' 46,76" BT 10° 24' 30,03" LS
123° 29' 44,29" BT 10° 22' 18,25" LS
123° 33' 1,02" BT 10° 20' 45,64" LS
123° 33' 4,02" BT 10° 19' 51,10" LS
123° 55' 28,76" BT 10° 17' 42,61" LS

100
Nama Zona ID Zona X Y
123° 55' 41,74" BT 10° 18' 28,77" LS
123° 56' 15,16" BT 10° 19' 4,66" LS
123° 58' 7,11" BT 10° 19' 13,65" LS
124° 0' 4,31" BT 10° 18' 21,89" LS
124° 1' 10,30" BT 10° 17' 52,75" LS
124° 1' 5,22" BT 10° 16' 34,50" LS
124° 1' 3,87" BT 10° 16' 24,48" LS
124° 6' 1,47" BT 10° 11' 16,09" LS
124° 22' 9,51" BT 10° 11' 11,00" LS
120° 38' 58,21" BT 9° 51' 7,35" LS
120° 51' 39,87" BT 9° 56' 5,54" LS
120° 54' 26,58" BT 10° 1' 10,67" LS
120° 54' 8,60" BT 10° 5' 9,54" LS
120° 51' 19,60" BT 10° 10' 10,96" LS
120° 48' 23,41" BT 10° 11' 31,84" LS
120° 46' 10,36" BT 10° 14' 35,68" LS
120° 36' 38,63" BT 10° 18' 53,10" LS
120° 33' 13,67" BT 10° 18' 1,61" LS
120° 32' 5,35" BT 10° 18' 45,75" LS
120° 30' 47,03" BT 10° 20' 36,88" LS
120° 30' 13,89" BT 10° 21' 23,90" LS
120° 27' 6,91" BT 10° 22' 33,80" LS
120° 20' 31,37" BT 10° 18' 45,75" LS
120° 16' 23,26" BT 10° 18' 42,07" LS
120° 15' 36,52" BT 10° 21' 20,23" LS
120° 11' 5,01" BT 10° 23' 14,41" LS
4050
120° 7' 55,76" BT 10° 21' 28,35" LS
120° 9' 5,59" BT 10° 21' 25,37" LS
120° 8' 41,54" BT 10° 16' 40,70" LS
120° 8' 41,54" BT 10° 16' 40,68" LS
120° 5' 48,30" BT 10° 16' 49,78" LS
120° 8' 50,49" BT 10° 13' 16,61" LS
120° 23' 7,33" BT 10° 15' 58,79" LS
120° 22' 3,07" BT 10° 17' 30,80" LS
120° 26' 55,12" BT 10° 20' 28,51" LS
120° 27' 11,44" BT 10° 18' 51,26" LS
120° 45' 42,14" BT 9° 56' 5,26" LS
120° 46' 20,11" BT 9° 55' 16,05" LS
120° 45' 17,08" BT 9° 54' 26,48" LS
120° 44' 48,46" BT 9° 54' 25,65" LS
120° 44' 35,22" BT 9° 55' 23,15" LS
120° 38' 58,02" BT 9° 51' 7,60" LS
120° 38' 58,21" BT 9° 51' 7,35" LS
119° 59' 33,18" BT 9° 15' 0,17" LS
120° 0' 20,46" BT 9° 17' 8,75" LS
120° 3' 2,02" BT 9° 20' 13,60" LS
4070
120° 5' 31,76" BT 9° 22' 42,31" LS
120° 7' 22,09" BT 9° 25' 19,07" LS
120° 12' 29,87" BT 9° 24' 40,52" LS

101
Nama Zona ID Zona X Y
120° 11' 28,93" BT 9° 28' 20,15" LS
119° 56' 38,87" BT 9° 17' 28,01" LS
119° 57' 39,52" BT 9° 16' 49,87" LS
119° 57' 39,52" BT 9° 16' 18,23" LS
119° 56' 8,15" BT 9° 15' 24,33" LS
119° 55' 14,14" BT 9° 15' 23,16" LS
119° 52' 56,81" BT 9° 18' 28,32" LS
119° 53' 46,53" BT 9° 19' 14,08" LS
119° 51' 47,18" BT 9° 20' 41,00" LS
119° 51' 13,09" BT 9° 19' 43,56" LS
119° 49' 39,21" BT 9° 20' 50,72" LS
119° 50' 23,76" BT 9° 21' 36,78" LS
119° 45' 13,16" BT 9° 23' 9,17" LS
119° 45' 15,63" BT 9° 21' 54,77" LS
119° 40' 15,73" BT 9° 20' 23,50" LS
119° 39' 25,27" BT 9° 22' 4,96" LS
119° 25' 57,03" BT 9° 22' 19,91" LS
119° 25' 56,61" BT 9° 21' 35,23" LS
119° 24' 21,91" BT 9° 21' 35,23" LS
119° 24' 21,91" BT 9° 22' 28,09" LS
119° 19' 39,41" BT 9° 22' 18,96" LS
119° 19' 39,81" BT 9° 20' 29,10" LS
119° 16' 26,89" BT 9° 20' 29,10" LS
119° 16' 26,45" BT 9° 22' 0,43" LS
119° 11' 24,31" BT 9° 22' 26,44" LS
119° 11' 24,62" BT 9° 21' 31,13" LS
119° 10' 15,87" BT 9° 21' 32,29" LS
119° 8' 11,75" BT 9° 22' 30,62" LS
119° 8' 43,09" BT 9° 23' 23,42" LS
118° 58' 55,57" BT 9° 27' 52,33" LS
118° 58' 11,40" BT 9° 27' 17,75" LS
118° 57' 3,73" BT 9° 28' 39,13" LS
118° 57' 49,07" BT 9° 29' 6,18" LS
118° 55' 44,98" BT 9° 32' 35,57" LS
118° 55' 40,39" BT 9° 32' 36,46" LS
118° 55' 40,10" BT 9° 25' 45,71" LS
118° 59' 43,44" BT 9° 22' 50,34" LS
119° 4' 54,73" BT 9° 21' 38,00" LS
119° 10' 9,97" BT 9° 18' 53,23" LS
119° 13' 3,35" BT 9° 19' 17,34" LS
119° 18' 6,76" BT 9° 17' 52,95" LS
119° 22' 46,53" BT 9° 19' 9,30" LS
119° 28' 13,59" BT 9° 17' 48,93" LS
119° 31' 50,31" BT 9° 18' 49,21" LS
119° 36' 22,20" BT 9° 17' 4,73" LS
119° 40' 14,69" BT 9° 17' 56,97" LS
119° 41' 49,26" BT 9° 19' 13,32" LS
119° 43' 7,94" BT 9° 19' 21,34" LS
119° 43' 25,67" BT 9° 19' 23,15" LS

102
Nama Zona ID Zona X Y
119° 47' 4,49" BT 9° 19' 45,47" LS
119° 51' 20,62" BT 9° 16' 48,66" LS
119° 53' 42,48" BT 9° 13' 39,81" LS
119° 56' 24,03" BT 9° 13' 3,66" LS
119° 59' 33,18" BT 9° 15' 0,17" LS
120° 16' 12,59" BT 8° 50' 53,43" LS
120° 15' 53,71" BT 8° 51' 30,17" LS
120° 16' 45,49" BT 8° 51' 45,66" LS
120° 17' 38,68" BT 8° 51' 27,75" LS
120° 17' 30,32" BT 8° 50' 48,07" LS
120° 22' 22,87" BT 8° 49' 4,23" LS
120° 22' 22,96" BT 8° 49' 4,81" LS
120° 20' 8,20" BT 8° 57' 9,79" LS
120° 16' 37,69" BT 8° 58' 36,16" LS
120° 13' 4,91" BT 8° 56' 59,81" LS
120° 11' 50,04" BT 8° 53' 47,12" LS
120° 8' 25,13" BT 8° 50' 50,51" LS
119° 58' 30,13" BT 8° 53' 2,97" LS
4080 119° 57' 7,38" BT 8° 54' 55,36" LS
119° 54' 37,64" BT 8° 55' 39,52" LS
119° 51' 20,54" BT 8° 54' 39,64" LS
119° 52' 17,68" BT 8° 51' 47,82" LS
119° 52' 17,68" BT 8° 51' 47,81" LS
119° 52' 17,69" BT 8° 51' 47,82" LS
119° 52' 17,69" BT 8° 51' 47,82" LS
119° 54' 49,23" BT 8° 52' 34,86" LS
119° 55' 35,99" BT 8° 52' 19,78" LS
119° 55' 18,48" BT 8° 51' 42,19" LS
119° 59' 50,58" BT 8° 49' 4,91" LS
119° 59' 50,58" BT 8° 50' 0,50" LS
120° 1' 51,88" BT 8° 49' 59,98" LS
120° 1' 52,13" BT 8° 48' 50,52" LS

Koordinat lokasi untuk masing-masing ID Sub Zona Perlindungan


Setasea, letak dan luasan masing-masing ID Zona Perikanan
Berkelanjutan sebagaimana terdapat pada tabel 20. dan tabel 21. di
bawah ini:

Tabel 20. Koordinat Lokasi untuk Masing-Masing ID Sub Zona


Perlindungan Setasea
Zona
Nama Zona X Y
ID
121° 12' 37,64" BT 10° 45' 37,78" LS
Zona 121° 12' 41,66" BT 10° 53' 22,26" LS
Perlindungan 5000 121° 20' 37,35" BT 10° 53' 15,39" LS
Setasea 121° 20' 33,33" BT 10° 45' 30,92" LS
121° 12' 37,64" BT 10° 45' 37,78" LS

103
Zona
Nama Zona X Y
ID
121° 23' 52,35" BT 10° 8' 42,44" LS
121° 52' 41,38" BT 10° 20' 0,07" LS
122° 4' 9,61" BT 10° 24' 29,90" LS
122° 38' 24,65" BT 10° 24' 28,36" LS
123° 6' 31,16" BT 10° 33' 45,57" LS
123° 8' 13,49" BT 10° 34' 22,96" LS
123° 7' 20,43" BT 10° 35' 15,75" LS
123° 6' 5,33" BT 10° 36' 9,70" LS
123° 0' 50,25" BT 10° 39' 56,08" LS
122° 57' 18,05" BT 10° 40' 10,10" LS
122° 57' 16,78" BT 10° 40' 10,51" LS
122° 53' 39,01" BT 10° 41' 20,19" LS
122° 48' 58,35" BT 10° 42' 58,34" LS
122° 41' 47,11" BT 10° 44' 29,47" LS
122° 36' 11,69" BT 10° 45' 32,57" LS
122° 34' 42,71" BT 10° 48' 48,91" LS
122° 37' 20,15" BT 10° 52' 40,35" LS
122° 45' 33,00" BT 10° 53' 43,48" LS
122° 47' 1,99" BT 10° 58' 10,06" LS
122° 47' 15,68" BT 11° 0' 16,36" LS
122° 51' 1,57" BT 11° 3' 53,91" LS
122° 54' 13,23" BT 11° 3' 46,89" LS
122° 56' 57,52" BT 11° 0' 23,37" LS
123° 0' 38,43" BT 10° 59' 11,57" LS
123° 1' 38,17" BT 10° 58' 52,16" LS
123° 2' 5,14" BT 10° 58' 30,38" LS
123° 1' 6,86" BT 11° 3' 55,94" LS
122° 52' 46,77" BT 11° 9' 21,94" LS
121° 50' 11,01" BT 10° 47' 5,26" LS
121° 14' 11,41" BT 11° 0' 11,82" LS
121° 9' 3,77" BT 10° 57' 10,87" LS
121° 12' 37,64" BT 10° 45' 37,78" LS
121° 44' 31,66" BT 10° 28' 39,21" LS
121° 37' 49,20" BT 10° 17' 57,84" LS
121° 27' 11,75" BT 10° 21' 49,78" LS
121° 30' 17,55" BT 10° 33' 59,07" LS
121° 27' 27,42" BT 10° 37' 21,68" LS
121° 27' 55,19" BT 10° 39' 58,10" LS
121° 30' 24,49" BT 10° 41' 48,32" LS
121° 34' 17,12" BT 10° 42' 6,10" LS
121° 37' 28,09" BT 10° 41' 19,87" LS
121° 41' 3,35" BT 10° 38' 54,11" LS
121° 43' 53,49" BT 10° 40' 22,99" LS
121° 47' 0,98" BT 10° 40' 19,43" LS
121° 50' 8,47" BT 10° 41' 2,10" LS
121° 53' 19,43" BT 10° 40' 37,21" LS
121° 58' 28,45" BT 10° 36' 46,13" LS
122° 1' 32,47" BT 10° 35' 45,70" LS
122° 3' 30,52" BT 10° 30' 15,18" LS

104
Zona
Nama Zona X Y
ID
122° 4' 12,18" BT 10° 28' 21,48" LS
122° 3' 37,46" BT 10° 25' 55,81" LS
122° 1' 49,83" BT 10° 23' 40,81" LS
121° 55' 14,01" BT 10° 21' 36,49" LS
121° 48' 59,03" BT 10° 23' 19,50" LS
121° 47' 11,39" BT 10° 27' 6,86" LS
121° 44' 31,66" BT 10° 28' 39,21" LS
120° 20' 31,37" BT 10° 18' 45,75" LS
120° 27' 6,91" BT 10° 22' 33,80" LS
120° 30' 13,89" BT 10° 21' 23,90" LS
120° 30' 47,03" BT 10° 20' 36,88" LS
5010 120° 30' 53,36" BT 10° 34' 44,60" LS
120° 11' 5,01" BT 10° 23' 14,41" LS
120° 15' 36,52" BT 10° 21' 20,23" LS
120° 16' 23,26" BT 10° 18' 42,07" LS
120° 20' 31,37" BT 10° 18' 45,75" LS
123° 25' 13,36" BT 10° 17' 39,35" LS
123° 28' 47,35" BT 10° 18' 34,58" LS
123° 27' 21,85" BT 10° 20' 53,64" LS
123° 26' 38,48" BT 10° 20' 52,14" LS
123° 26' 40,75" BT 10° 22' 1,92" LS
123° 27' 46,96" BT 10° 22' 25,90" LS
123° 29' 31,88" BT 10° 22' 24,09" LS
123° 29' 44,29" BT 10° 22' 18,25" LS
5020
123° 26' 30,74" BT 10° 29' 41,29" LS
123° 26' 26,93" BT 10° 29' 30,96" LS
123° 25' 30,56" BT 10° 28' 19,78" LS
123° 22' 31,42" BT 10° 25' 51,73" LS
123° 22' 13,44" BT 10° 25' 29,45" LS
123° 19' 30,97" BT 10° 25' 33,09" LS
123° 19' 32,77" BT 10° 20' 32,16" LS
123° 19' 30,54" BT 10° 20' 20,05" LS
123° 43' 50,88" BT 9° 29' 58,09" LS
123° 39' 51,64" BT 9° 33' 50,61" LS
123° 38' 29,23" BT 9° 32' 10,40" LS
123° 56' 11,60" BT 9° 16' 47,07" LS
5030 123° 56' 58,08" BT 9° 17' 58,88" LS
123° 54' 20,64" BT 9° 20' 53,41" LS
123° 50' 0,52" BT 9° 24' 57,79" LS
123° 45' 6,18" BT 9° 27' 3,49" LS
123° 43' 50,88" BT 9° 29' 58,09" LS
120° 11' 50,04" BT 8° 53' 47,12" LS
120° 13' 4,91" BT 8° 56' 59,81" LS
120° 16' 37,69" BT 8° 58' 36,16" LS
120° 20' 8,20" BT 8° 57' 9,79" LS
5040
120° 12' 29,87" BT 9° 24' 40,52" LS
120° 7' 22,09" BT 9° 25' 19,07" LS
120° 5' 31,76" BT 9° 22' 42,31" LS
120° 3' 2,02" BT 9° 20' 13,60" LS

105
Zona
Nama Zona X Y
ID
120° 0' 20,46" BT 9° 17' 8,75" LS
119° 59' 33,18" BT 9° 15' 0,17" LS
119° 56' 24,03" BT 9° 13' 3,66" LS
119° 53' 42,48" BT 9° 13' 39,81" LS
119° 51' 20,62" BT 9° 16' 48,66" LS
119° 47' 4,49" BT 9° 19' 45,47" LS
119° 43' 25,67" BT 9° 19' 23,15" LS
119° 43' 7,94" BT 9° 19' 21,34" LS
119° 45' 59,63" BT 9° 10' 45,22" LS
119° 51' 20,54" BT 8° 54' 39,64" LS
119° 54' 37,64" BT 8° 55' 39,52" LS
119° 57' 7,38" BT 8° 54' 55,36" LS
119° 58' 30,13" BT 8° 53' 2,97" LS
120° 8' 25,13" BT 8° 50' 50,51" LS
120° 11' 50,04" BT 8° 53' 47,12" LS
123° 4' 53,31'' BT 11° 1' 28,35'' LS
122° 52' 46,77'' BT 11° 9' 21,94'' LS
122° 18' 30,54'' BT 10° 57' 9,94'' LS
5050 122° 35' 22,04'' BT 10° 21' 21,17'' LS
122° 38' 24,65'' BT 10° 24' 28,36'' LS
123° 8' 13,49'' BT 10° 34' 22,96'' LS
123° 4' 53,33'' BT 10° 56' 14,56'' LS

106
Tabel 21. Letak dan Luasan Masing-masing ID Zona Perikanan Berkelanjutan
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
1 4010 Perikanan Perikanan Perairan Rote Rote Ndao 215766,88
Berkelanjutan Berkelanjutan Ndao s/d dan
Tradisional perairan Kupang
sebelah Utara
Kupang
2 4020 Perikanan Perikanan Perairan Sabu Sabu 75959,19
Berkelanjutan Berkelanjutan Raijua Raijua
Tradisional
3 4030 Perikanan Perikanan Perairan Selat Kupang 5217,22
Berkelanjutan Berkelanjutan Semau
Tradisional
4 4040 Perikanan Perikanan Perairan Kupang 53219,73
Berkelanjutan Berkelanjutan sebelah dan TTS
Tradisional selatan
Kupang dan
TTS
5 4050 Perikanan Perikanan Perairan Sumba 88487,19
Berkelanjutan Berkelanjutan sebelah Timur
Tradisional selatan
Praimaditha
s/d
Lumbukore
6 4070 Perikanan Perikanan Perairan Sumba 97770,56
Berkelanjutan Berkelanjutan Atedalo s/d Barat
Tradisional Hambapraing Daya s/d
Sumba
Timur

107
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
7 4080 Perikanan Perikanan Perairan Manggarai 45550,06
Berkelanjutan Berkelanjutan Nangabere s/d Barat dan
Tradisional Terong Manggarai
Luas Total Zona Perikanan Berkelanjutan Tradisional 581970,83 17,34 % dari luas
TNP Laut Sawu
1 6000 Perikanan Perikanan Perairan Rote, 113032,08
Berkelanjutan Berkelanjutan sebelah Kupang,
Umum tenggara Rote s/d TTS
s/d Sebelah
selatan TTS
2 6010 Perikanan Perikanan Perairan Sumba 363378,80
Berkelanjutan Berkelanjutan antara Sumba Timur s/d
Umum Timur dan Sabu
Sabu Raijua Raijua
3 6020 Perikanan Perikanan Perairan Rote s/d 653800,49
Berkelanjutan Berkelanjutan sebelah Utara Kupang
Umum Rote s/d
sebelah Utara
Kupang
4 6030 Perikanan Perikanan Perairan Sumba 151459,25
Berkelanjutan Berkelanjutan sebelah Utara Barat
Umum Sumba Daya s/d
(Sumba Barat Sumba
Daya s/d Tengah
Sumba
Tengah)
5 6040 Perikanan Perikanan Perairan Sabu 111187,98
Berkelanjutan Berkelanjutan sebelah Barat Raijua
Umum – Barat Daya

108
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
Pulau Dana
Sabu Raijua
Luas Total Zona Perikanan Berkelanjutan Umum 1392858,61 41,51 % dari luas
TNP Laut Sawu
1 5000 Perikanan Perlindungan Perairan Rote Rote Ndao 530958,20
Berkelanjutan Setasea Barat dsk dan Sabu
serta Raijua
Perairan
Sabu Raijua
dsk
2 5010 Perikanan Perlindungan Perairan Sumba 53937,49
Berkelanjutan Setasea sebelah Timur
Selatan
Tanjung
Nguyu
3 5020 Perikanan Perlindungan Selat antara Rote Ndao 28980,94
Berkelanjutan Setasea Rote dan s/d Kupang
Kupang
Barat
4 5030 Perikanan Perlindungan Perairan Kupang 35942,12
Berkelanjutan Setasea sebelah
Utara
Kupang
(Soliu s/d
Kifu)
5 5040 Perikanan Perlindungan Selat Sumba 251179,65
Berkelanjutan Setasea
6 5050 Perikanan Perlindungan Perairan Rote Rote Ndao 339770,13
Berkelanjutan Setasea Barat dsk

109
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
Luas Total Zona Perlindungan Setasea 1240768,54 36,98 % dari luas
TNP Laut Sawu

2. Potensi
Potensi dan fitur konservasi untuk masing-masing ID Zona Perikanan Berkelanjutan sebagaimana terdapat pada tabel 22. di
bawah ini:
Tabel 22. Potensi dan Fitur Konservasi untuk masing-masing ID Zona Perikanan Berkelanjutan
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Perikanan Perikanan 4010 Habitat Wilayah Estuari 145,23
Berkelanjutan Berkelanjutan Pesisir
Tradisional Mangrove 112,13
Terumbu Karang 23118,96
Lamun 2044,50
Habitat Perairan Sills 46032,37
Dalam dan Selat 109076,64
Oseanografi
Upwelling 104071,84
Kondisi yang Kawasan Konservasi Eksisting 0,02
Mendukung (TB. Pulau Ndana)
Konservasi Wisata Selam 49,31
Daerah Mistis/ Angker 153,58
Budidaya Mutiara 7019,44
Pos pengawasan (TNI AL) 6392,96
Wisata Rekreasi 421,36
Surfing 402,17

110
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Wisata Berenang 14,78
Pengetahuan Lokal Usulan Daerah Larang Ambil 169,21
Spesies Koridor Setasea 175944,87
Lumba-lumba 70288,07
Dugong 13649,75
Pari Manta 1199,33
Hiu 1640,16
SPAGS 947,09
Penyu 25964,42
Paus 14585,31
Paus 59950,90
Luas Zona 4010 215766,88
4020 Habitat Wilayah Terumbu Karang 4897,29
Pesisir
Lamun 297,35
Habitat Perairan Sills 75173,83
Dalam dan
Selat 75959,19
Oseanografi
Kondisi yang Wisata Selam 66,57
Mendukung Wisata Rekreasi 283,52
Konservasi
Surfing 311,17
Spesies Koridor Setasea 75959,19
Lumba-lumba 35844,17
Dugong 3991,82
Hiu 78,52
Penyu 9740,14

111
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Paus 40755,06
Luas Zona 4020 75959,19
4030 Habitat Wilayah Mangrove 0,01
Pesisir
Terumbu Karang 1054,81
Lamun 126,50
Habitat Perairan Upwelling 5185,02
Dalam dan
Oseanografi
Kondisi yang Kawasan Konservasi Eksisting 0,01
Mendukung (SM. Perhatu dan TWAL. Teluk
Konservasi Kupang)
Wisata Selam 2,99
Lilifuk (Kearifan Lokal) 0,00016
Pos pengawasan (Polair dan TNI 500,14
AL)
Pengetahuan Lokal Usulan Daerah Larang Ambil 80,48
Spesies Koridor Setasea 393,83
Buaya 38,19
Lumba-lumba 265,45
Paus 2563,98
Luas Zona 4030 5217,22
4040 Habitat Wilayah Estuari 7,52
Pesisir
Terumbu Karang 265,38
Habitat Perairan Selat 50391,38
Dalam dan Upwelling 40638,11
Oseanografi

112
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Kondisi yang Wisata Rekreasi 971,55
Mendukung Surfing 971,55
Konservasi
Spesies Koridor Setasea 10343,75
Lumba-lumba 4259,96
Dugong 407,31
Pari Manta 52,67
Hiu 4718,01
Penyu 1132,12
Paus 65,64
Luas Zona 4040 53219,73
4050 Habitat Wilayah Estuari 260,56
Pesisir
Mangrove 42,23
Terumbu Karang 14454,42
Lamun 1290,64
Habitat Perairan Pulau Satelit 49049,59
Dalam dan Sills 46920,29
Oseanografi
Selat 42605,40
Upwelling 86679,14
Kondisi yang Tokoh Masyarakat yang 54,50
Mendukung Mendukung Konservasi
Konservasi Surfing 80,35
Wisata Berenang 80,36
Pengetahuan Lokal Usulan Daerah Larang Ambil 1064,74
Spesies Koridor Setasea 86825,75
Buaya 1,40

113
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Lumba-lumba 26069,05
Dugong 3004,74
Pari Manta 1674,13
Hiu 10657,84
SPAGS 626,11
Penyu 5504,76
Paus 70708,20
Paus 3125,47
Luas Zona 4050 88487,19
4070 Habitat Wilayah Estuari 0,48
Pesisir
Terumbu Karang 2980,65
Lamun 87,18
Habitat Perairan Selat 62798,57
Dalam dan
Oseanografi
Kondisi yang Pos pengawasan (DKP, Polair, 11892,78
Mendukung dan TNI AL)
Konservasi Wisata Rekreasi 693,98
Surfing 52,56
Wisata Berenang 420,40
Spesies Koridor Setasea 1829,21
Lumba-lumba 18392,34
Dugong 894,25
Pari Manta 131,08
Hiu 52959,04
SPAGS 319,33

114
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Penyu 4421,48
Paus 23326,27
Paus 10672,74
Luas Zona 4070 97770,56
4080 Habitat Wilayah Estuari 21,87
Pesisir
Terumbu Karang 690,96
Lamun 12,90
Habitat Perairan Pulau Satelit 12211,76
Dalam dan Selat 2214,11
Oseanografi
Upwelling 34990,32
Kondisi yang Wisata Selam 367,86
Mendukung
Wisata Rekreasi 367,86
Konservasi
Wisata Berenang 0,02
Spesies Koridor Setasea 5218,27
Lumba-lumba 28586,32
Dugong 186,45
Pari Manta 78,52
Hiu 3888,26
SPAGS 179,63
Penyu 3813,15
Paus 27421,01
Luas Zona 4080 45550,06
Perikanan Perikanan 6000 Habitat Perairan Selat 13532,30
Berkelanjutan Berkelanjutan Dalam dan Upwelling 1755,92
Umum Oseanografi

115
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Spesies Koridor Setasea 2807,17
Lumba-lumba 1391,82
Paus 11,73
Luas Zona 6000 113032,08
6010 Habitat Perairan Pulau Satelit 1597,60
Dalam dan Sills 39446,57
Oseanografi
Selat 37994,95
Upwelling 40347,29
Spesies Koridor Setasea 40347,29
Lumba-lumba 4184,95
Paus 38329,45
Luas Zona 6010 363378,80
6020 Habitat Perairan Upwelling 49,42
Dalam dan
Oseanografi
Spesies Koridor Setasea 3737,48
Paus 902,80
Luas Zona 6020 653800,49
6030 Habitat Perairan Selat 64,56
Dalam dan
Oseanografi
Spesies Hiu 64,56
Luas Zona 6030 151459,25
6040 Habitat Perairan Pulau Satelit 319,52
Dalam dan Sills 7889,31
Oseanografi
Selat 7598,99

116
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Upwelling 8069,46
Spesies Koridor Setasea 8069,46
Lumba-lumba 836,99
Paus 7665,89
Luas Zona 6040 111187,98
Perikanan Perlindungan 5000 Habitat Wilayah Terumbu Karang 10,53
Berkelanjutan Setasea Pesisir
Habitat Perairan Sills 14537,53
Dalam dan
Oseanografi
Selat 51092,8
Upwelling 23313,59
Spesies Koridor Setasea 51399
Lumba-lumba 973,87
Paus 17299,02
Luas Zona 5000 530958,20
5010 Habitat Perairan Pulau Satelit 5587,95
Dalam dan Upwelling 6349,53
Oseanografi
Spesies Koridor Setasea 6349,53
Paus 680,39
Luas Zona 5010 53937,49
5020 Habitat Wilayah Terumbu Karang 3392,11
Pesisir
Lamun 127,73
Habitat Perairan Selat 7439,65
Dalam dan Upwelling 8958,72
Oseanografi

117
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Kondisi yang Kawasan Konservasi Eksisting 0,01
Mendukung (TWAL Teluk Kupang)
Konservasi
Wisata Rekreasi 7,37
Spesies Koridor Setasea 25803,97
Lumba-lumba 3648,16
Paus 3502,86
Luas Zona 5020 28980,94
5030 Spesies Koridor Setasea 2802,79
Lumba-lumba 2802,79
Dugong 2769,51
Paus 451,67
Paus 2802,79
Luas Zona 5030 35942,12
5040 Habitat Perairan Selat 444,85
Dalam dan Upwelling 163,21
Oseanografi
Spesies Lumba-lumba 163,21
Hiu 2553,68
Paus 2108,83
Paus 163,21
Luas Zona 5040 251179,65
5050 Habitat Wilayah Terumbu Karang 5,27
Pesisir
Habitat Perairan Sills 7268,77
Dalam dan
Oseanografi
Selat 25546,40

118
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Upwelling 11656,79
Spesies Koridor Setasea 25699,50
Lumba-lumba 486,94
Paus 8649,51
Luas Zona 5050 339770,13

119
3. Peruntukan/Tujuan Zona
a. Peruntukan/Tujuan Sub Zona Perikanan Berkelanjutan Umum,
yaitu perlindungan habitat dan populasi ikan; penangkapan ikan
dengan alat dan cara yang ramah lingkungan; budidaya ramah
lingkungan; pariwisata dan rekreasi; penelitian dan
pengembangan; pendidikan; dan alur pelayaran.
1) kegiatan perlindungan habitat dan populasi ikan yang
diperbolehkan yaitu: Perlindungan proses-proses ekologis yang
menunjang kelangsungan hidup dari suatu jenis atau
sumberdaya ikan dan ekosistemnya; Pengamanan, pencegahan
dan/atau pembatasan kegiatan-kegiatan yang dapat
mengakibatkan perubahan keutuhan potensi kawasan dan
perubahan fungsi kawasan; Pengelolaan jenis sumberdaya ikan
beserta habitatnya untuk dapat menghasilkan keseimbangan
antara populasi dan habitatnya; Alur migrasi biota perairan;
Pemulihan.
2) kegiatan Penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah
lingkungan meliputi: alat penangkapan ikan yang sifatnya
statis atau pasif dan semi aktif; dan cara memperoleh ikan
dengan memperhatikan daya dukung habitat dan/atau tidak
mengganggu keberlanjutan sumber daya ikan.
alat penangkapan ikan yang sifatnya pasif adalah alat
penangkapan ikan yang menetap, yang mana ikan mendatangi
alat tersebut sehingga tertangkap yang diperbolehkan yaitu:
Jaring Angkat (Lift Net), Jaring insang tetap (Set gill nets
(anchored)), Bagan Perahu/rakit (boat/raft lift net), Bagan
Tancap (bamboo platform lift net), Jaring Serok (scoop net), dan
Jaring angkat lainnya (Other Lift Net).
alat penangkapan ikan yang sifatnya semi aktif yang
diperbolehkan yaitu: Rawai Tuna (Tuna Long Line), Rawai Tetap
(Set Long Line), Huhate (Pole and Line), Pancing Tonda (Troll
Line), Pancing Ulur (Hand Line), Pancing Layang-Layang,
panah, tombak, Jermal (Stow Net), Lampara dasar dan Pukat
cincin pelagis besar dengan satu kapal.

120
kegiatan penangkapan ikan hanya diperbolehkan: dengan
menggunakan kapal berukuran dibawah 30 GT dan dengan
alat penangkapan ikan yang diperbolehkan. rumpon dan
lampu.
3) Kegiatan budidaya ramah lingkungan yang diperbolehkan di
zona ini meliputi kegiatan budidaya yang mempertimbangkan:
jenis ikan yang dibudidayakan; jenis pakan; teknologi; jumlah
unit usaha budidaya; dan daya dukung dan kondisi
lingkungan sumber daya ikan.
Prinsip/tata cara kegiatan budidaya perikanan ramah
lingkungan adalah cara memelihara dan/atau membesarkan
ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang
terkontrol sehingga memberikan jaminan keamanan pangan
dari pembudidayaan dengan memperhatikan sanitasi, pakan,
obat ikan, dan bahan kimia, serta bahan biologis.
Jenis ikan yang dibudidaya di kawasan konservasi perairan
adalah jenis ikan lokal yang bertujuan untuk konservasi
spesies dan low input.
Jenis ikan yang dibudidaya diutamakan pada jenis ikan yang
dalam praktek budidayanya tidak perlu diberikan pakan
tambahan atau kalaupun diberi pakan tambahan,
pemberiannya hanya sekali-kali serta tidak perlu diberi obat-
obatan dan dalam kegiatan budidaya tersebut diperlukan
kualitas air yang baik.
Budidaya perikanan yang menggunakan teknologi budidaya
tradisional, yakni teknologi budidaya dengan padat penebaran
yang rendah, pemberian pakan yang rendah dan tidak
menggunakan obat-obatan.
Budidaya perikanan yang menggunakan teknologi budidaya
intensif yang diperbolehkan adalah budidaya jenis ikan yang
dalam praktek budidayanya tidak perlu memberikan pakan
tambahan ataupun obat-obatan serta dalam kegiatan budidaya
tersebut diperlukan kualitas air yang baik seperti budidaya
tiram mutiara.

121
Penggunaan jenis pakan ikan harus mengandung nutrisi yang
terdiri dari sumber kalori dan protein sesuai kebutuhan dari
masing-masing jenis dan umur ikan; tidak mengandung zat
beracun, bahan pencemaran yang berbahaya bagi ikan
dan/atau manusia, atau yang mengakibatkan penurunan
produksi atau menyebabkan pencemaran/kerusakan
lingkungan.
Jenis budidaya yang diperbolehkan adalah budidaya rumput
laut, mutiara, karamba jaring apung (KJA), teripang, lobster
dan tambak.
Jumlah unit usaha budidaya ikan di kawasan konservasi
perairan dibatasi dengan pertimbangan pertimbangan daya
dukung lingkungannya.
4) Kegiatan pariwisata dan rekreasi yang diperbolehkan meliputi:
rekreasi pantai; menyelam; pariwisata tontonan seperti
snorkeling dan menggunakan perahu kaca (glass boat);
pariwisata minat khusus; perahu pariwisata; olahraga
permukaan air seperti berenang, selancar air (surfing), kite
surfing, jetsky, dan dayung/kayak, memancing (sport and
recreation fishing), dan jenis olah raga air lainnya; wisata
penelitian untuk mendapat pengetahuan terkait bidang ilmu
tertentu seperti mengamati kehidupan biota perairan (paus,
penyu dan lain-lain), formasi kehidupan terumbu karang,
mangrove, burung dan lain-lain; wisata budaya, tracking dan
pembuatan foto, video dan film.
5) Kegiatan penelitian dan pengembangan yang diperbolehkan
meliputi: penelitian dasar untuk kepentingan perikanan
berkelanjutan dan konservasi; penelitian terapan untuk
kepentingan perikanan berkelanjutan dan konservasi; dan
pengembangan untuk kepentingan konservasi.
6) Kegiatan pendidikan yang diperbolehkan merupakan
pendidikan untuk memberikan wawasan dan motivasi yang
meliputi aspek: biologi, ekologi, sosial ekonomi dan budaya,
tata kelola dan pengelolaan.

122
7) Alur pelayaran yang diperbolehkan di zona perikanan
berkelanjutan umum adalah alur pelayaran untuk
perhubungan, pelayaran selain di alur pelayaran untuk
perhubungan, dan ALKI III.

b. Peruntukan/Tujuan Sub Zona Perikanan Berkelanjutan


Tradisional, yaitu perlindungan habitat dan populasi ikan;
penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan;
budidaya ramah lingkungan; pariwisata dan rekreasi; penelitian
dan pengembangan; pendidikan; dan alur pelayaran.
1) Kegiatan perlindungan habitat dan populasi ikan yang
diperbolehkan yaitu: Perlindungan proses-proses ekologis yang
menunjang kelangsungan hidup dari suatu jenis atau
sumberdaya ikan dan ekosistemnya; Pengamanan, pencegahan
dan/atau pembatasan kegiatan-kegiatan yang dapat
mengakibatkan perubahan keutuhan potensi kawasan dan
perubahan fungsi kawasan; Pengelolaan jenis sumberdaya ikan
beserta habitatnya untuk dapat menghasilkan keseimbangan
antara populasi dan habitatnya; Alur migrasi biota perairan;
Pemulihan.
2) Kegiatan Penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah
lingkungan meliputi: alat penangkapan ikan yang sifatnya
statis dan atau pasif dan semi aktif; dan cara memperoleh ikan
dengan memperhatikan daya dukung habitat dan/atau tidak
mengganggu keberlanjutan sumber daya ikan.
3) Kegiatan budidaya ramah lingkungan yang diperbolehkan di
zona ini meliputi kegiatan budidaya yang mempertimbangkan:
jenis ikan yang dibudidayakan; jenis pakan; teknologi; jumlah
unit usaha budidaya; dan daya dukung dan kondisi
lingkungan sumber daya ikan.
Prinsip/tata cara kegiatan budidaya perikanan ramah
lingkungan adalah cara memelihara dan/atau membesarkan
ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang
terkontrol sehingga memberikan jaminan keamanan pangan

123
dari pembudidayaan dengan memperhatikan sanitasi, pakan,
obat ikan, dan bahan kimia, serta bahan biologis.
Jenis ikan yang dibudidaya di kawasan konservasi perairan
adalah jenis ikan lokal yang bertujuan untuk konservasi
spesies dan low input.
Jenis ikan yang dibudidaya di diutamakan pada jenis ikan
yang dalam praktek budidayanya tidak perlu diberikan pakan
tambahan atau kalaupun diberi pakan tambahan,
pemberiannya hanya sekali-kali serta tidak perlu diberi obat-
obatan dan dalam kegiatan budidaya tersebut diperlukan
kualitas air yang baik.
Budidaya perikanan yang menggunakan teknologi budidaya
tradisional, yakni teknologi budidaya dengan padat penebaran
yang rendah, pemberian pakan yang rendah dan tidak
menggunakan obat-obatan.
Budidaya perikanan yang menggunakan teknologi budidaya
intensif yang diperbolehkan adalah budidaya jenis ikan yang
dalam praktek budidayanya tidak perlu memberikan pakan
tambahan ataupun obat-obatan serta dalam kegiatan budidaya
tersebut diperlukan kualitas air yang baik seperti budidaya
tiram mutiara.
Penggunaan jenis pakan ikan harus mengandung nutrisi yang
terdiri dari sumber kalori dan protein sesuai kebutuhan dari
masing-masing jenis dan umur ikan; tidak mengandung zat
beracun, bahan pencemaran yang berbahaya bagi ikan
dan/atau manusia atau yang mengakibatkan penurunan
produksi atau menyebabkan pencemaran/kerusakan
lingkungan.
Jenis budidaya yang diperbolehkan adalah budidaya rumput
laut, mutiara, karamba jaring apung (KJA), teripang, lobster
dan tambak.
Jumlah unit usaha budidaya ikan di kawasan konservasi
perairan dibatasi dengan pertimbangan-pertimbangan daya
dukung lingkungannya.

124
4) Kegiatan pariwisata dan rekreasi yang diperbolehkan meliputi:
rekreasi pantai, menyelam; pariwisata tontonan seperti
snorkeling dan menggunakan perahu kaca (glass boat);
pariwisata minat khusus; perahu pariwisata; olahraga
permukaan air seperti berenang, selancar air (surfing), kite
surfing, jetsky, dan dayung/kayak, memancing (sport and
recreation fishing), dan jenis olah raga air lainnya; wisata
penelitian untuk mendapat pengetahuan terkait bidang ilmu
tertentu seperti mengamati kehidupan biota perairan (paus,
penyu dan lain-lain), formasi kehidupan terumbu karang,
mangrove, burung dan lain-lain; wisata budaya, tracking dan
pembuatan foto, video dan film.
Pembatasan ukuran kelompok wisatawan yang dapat
melakukan kegiatan wisata dalam waktu yang bersamaan dan
pembatasan jenis kegiatan dan usaha pariwisata disesuaikan
dengan daya dukung kawasan yang dikelola oleh Pengelola
TNP Laut Sawu.
Jenis pengusahaan pariwisata yang diperbolehkan yaitu usaha
penyediaan jasa wisata alam dan usaha penyediaan sarana
wisata alam.
5) Kegiatan penelitian dan pengembangan yang diperbolehkan
meliputi: penelitian dasar untuk kepentingan perikanan
berkelanjutan dan konservasi; penelitian terapan untuk
kepentingan perikanan berkelanjutan dan konservasi; dan
pengembangan untuk kepentingan konservasi.
6) Kegiatan pendidikan yang diperbolehkan merupakan
pendidikan untuk memberikan wawasan dan motivasi yang
meliputi aspek: biologi, ekologi, sosial ekonomi dan budaya,
tata kelola dan pengelolaan.
7) Alur pelayaran yang diperbolehkan di zona perikanan
berkelanjutan tradisional adalah alur pelayaran untuk
perhubungan, pelayaran selain di alur pelayaran untuk
perhubungan, dan ALKI III.
8) Aktifitas kearifan lokal Keruga yaitu kegiatan pengambilan
terumbu karang hidup untuk digunakan sebagai batu kapur

125
untuk sirih pinang oleh masyarakat seperti di Kabupaten Sabu
Raijua diperbolehkan satu tahun sekali dalam waktu satu hari
dalam jumlah yang secukupnya dengan waktu/hari yang
ditentukan oleh keputusan adat.
c. Peruntukan/Tujuan Sub Zona Perlindungan Setasea
Sub Zona Perlindungan Setasea diperuntukkan untuk:
perlindungan habitat, populasi ikan dan setasea; perlindungan
koridor migrasi penting setasea; penangkapan ikan dengan alat
dan cara yang ramah lingkungan; budidaya ramah lingkungan;
pariwisata dan rekreasi; penelitian dan pengembangan;
pendidikan; alur pelayaran; dan Aktifitas kearifan lokal Keruga.
1) Kegiatan perlindungan habitat, populasi ikan dan setasea yang
diperbolehkan yaitu: Perlindungan proses-proses ekologis yang
menunjang kelangsungan hidup dari suatu jenis atau
sumberdaya ikan dan ekosistemnya; Pengamanan, pencegahan
dan/atau pembatasan kegiatan-kegiatan yang dapat
mengakibatkan perubahan keutuhan potensi kawasan dan
perubahan fungsi kawasan; Pengelolaan jenis sumberdaya ikan
beserta habitatnya untuk dapat menghasilkan keseimbangan
antara populasi dan habitatnya; Alur migrasi biota perairan;
Pemulihan.
2) Kegiatan Penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah
lingkungan meliputi: alat penangkapan ikan yang sifatnya
statis dan atau pasif dan semi aktif; dan cara memperoleh ikan
dengan memperhatikan daya dukung habitat dan/atau tidak
mengganggu keberlanjutan sumber daya ikan.
3) Kegiatan budidaya ramah lingkungan yang diperbolehkan di
zona ini meliputi kegiatan budidaya yang mempertimbangkan:
jenis ikan yang dibudidayakan; jenis pakan; teknologi; jumlah
unit usaha budidaya; dan daya dukung dan kondisi
lingkungan sumber daya ikan.
4) Kegiatan pariwisata dan rekreasi yang diperbolehkan meliputi:
rekreasi pantai, menyelam; pariwisata tontonan seperti
snorkeling dan menggunakan perahu kaca (glass boat);
pariwisata minat khusus; perahu pariwisata; olahraga

126
permukaan air seperti berenang, selancar air (surfing), kite
surfing, dan dayung/kayak, memancing (sport and recreation
fishing), dan jenis olah raga air lainnya; wisata penelitian
untuk mendapat pengetahuan terkait bidang ilmu tertentu
seperti mengamati kehidupan biota perairan (paus, penyu dan
lain-lain), formasi kehidupan terumbu karang, mangrove,
burung dan lain-lain; wisata budaya, tracking dan pembuatan
foto, video dan film.
Pembatasan ukuran kelompok wisatawan yang dapat
melakukan kegiatan wisata dalam waktu yang bersamaan dan
pembatasan jenis kegiatan dan usaha pariwisata disesuaikan
dengan daya dukung kawasan yang dikelola oleh Pengelola
TNP;
5) Kegiatan penelitian dan pengembangan yang diperbolehkan
meliputi : penelitian dasar untuk kepentingan perlindungan
setasea dan konservasi lainnya; penelitian terapan untuk
kepentingan perlindungan setasea dan konservasi lainnya; dan
pengembangan untuk kepentingan perlindungan setasea dan
konservasi lainnya.
6) Kegiatan pendidikan yang diperbolehkan merupakan
pendidikan untuk memberikan wawasan dan motivasi yang
meliputi aspek: biologi, ekologi, sosial ekonomi dan budaya,
tata kelola dan pengelolaan.
7) Alur pelayaran yang diperbolehkan di zona perlindungan
setasea adalah alur pelayaran untuk perhubungan, dan
pelayaran selain di alur pelayaran untuk perhubungan.
8) Aktifitas kearifan lokal Keruga yaitu kegiatan pengambilan
terumbu karang hidup untuk digunakan sebagai batu kapur
untuk sirih pinang oleh masyarakat seperti di Kabupaten Sabu
Raijua diperbolehkan satu tahun satu kali satu hari dalam
jumlah yang secukupnya dengan waktu/hari yang ditentukan
oleh keputusan adat.

127
4. Kegiatan yang Boleh dan Tidak Boleh
a. Kegiatan yang Boleh dan Tidak Boleh di Sub Zona Perikanan
Berkelanjutan Umum sebagaimana terdapat pada tabel 23 di
bawah ini:
Tabel 23. Kegiatan yang boleh dan tidak boleh pada Sub Zona
Perikanan Berkelanjutan Umum
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
Kegiatan 1 Patroli pengawasan
yang boleh 2 Tambatan perahu
3 Pembangunan Rumah Adat
4 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (kantor)
5 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (Pos
Jaga, Jetty)
6 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan
non komersial
7 Pemasangan Rumpon
8 Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan
kecil dan artisanal serta kelompok nelayan
yang secara ekonomis memiliki struktur dan
unit usaha kecil yang tidak diwajibkan
memiliki izin usaha penangkapan ikan
9 Penangkapan Ikan dengan Kapal < 5 GT
dengan alat penangkapan ikan yang
diperbolehkan
10 Budidaya Rumput Laut
11 Alur Kapal untuk perhubungan
12 Pelayaran selain di alur kapal untuk
perhubungan
13 ALKI III
Kegiatan 1 Monitoring dan Penelitian non ekstraktif
yang 2 Monitoring dan Penelitian ekstraktif
diperbolehk
3 Pendidikan pemeliharaan dan peningkatan
an tetapi
keanekaragaman hayati (ekosistem lamun,
dengan izin
manggrove, terumbu dan laut dalam);
perlindungan sumberdaya masyarakat lokal;
pembangunan perekonomian berbasis
ekowisata bahari; pemeliharaan proses
ekologis dan sistem pendukung kehidupan;
promosi pemanfaatan sumber daya secara
berkelanjutan; promosi upaya tata kelola
untuk perlindungan lingkungan.
4 Pembangunan Infrastruktur wisata hotel,
home stay, dan sarana penginapan lainnya
5 Pembangunan Infrastruktur wisata (resor
permanen)
6 Sarana dan pelayanan untuk melakukan
wisata petualangan (kapal layar (cruise),

128
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
kapal selam, sea walker, penenggelaman
kapal (ship wreck)
7 Rekreasi pantai
8 Wisata menyelam
9 Wisata snorkling
10 Wisata Jet Ski
11 Wisata Kayak/Dayung
12 Wisata Surfing
13 Wisata Kite surfing
14 Wisata Mancing (Catch and Release)
15 Wisata perahu kaca (glass boat)
16 Perahu wisata
17 Wisata melihat Paus dan Lumba-Lumba
18 Wisata melihat burung
19 Wisata mangrove
20 Wisata Budaya
21 Wisata tracking
22 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan
komersial
23 Penangkapan ikan dengan Jaring insang
tetap (Set gill nets (anchored))
24 Penangkapan ikan dengan Jaring angkat
(Lift Net)
25 Penangkapan ikan dengan Jaring serok
(scoop net)
26 Penangkapan ikan dengan Bagan Tancap
(bamboo platform lift net)
27 Penangkapan ikan dengan Bagan
Perahu/rakit (Boat/raft lift net)
28 Penangkapan ikan dengan Pancing ulur
29 Penangkapan ikan dengan Pancing tonda
30 Penangkapan ikan dengan Pancing layang-
layang
31 Penangkapan ikan dengan Jermal
32 Penangkapan ikan dengan Rawai Tuna
33 Penangkapan ikan dengan Rawai Tetap
34 Penangkapan ikan dengan Huhate
35 Menangkap ikan dengan tombak
36 Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan
oleh usaha menengah keatas
37 Penangkapan ikan dengan Pukat cincin
pelagis besar dengan satu kapal
38 Penangkapan ikan dengan Lampara dasar
39 Penangkapan Ikan dengan Kapal 5 - 30 GT
dengan alat penangkapan ikan yang
diperbolehkan
40 Budidaya Mutiara
41 Budidaya dengan Keramba Jaring Apung

129
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
(KJA)
42 Budidaya Teripang
43 Budidaya Lobster
44 Membangun Tambak
Kegiatan 1 Penangkapan ikan dengan Jaring insang
yang tidak hanyut (Drift nets)
boleh 2 Penangkapan ikan dengan Jaring insang
oseanik
3 Penangkapan ikan dengan Bubu
4 Penangkapan ikan dengan Sero
5 Penangkapan ikan dengan Rawai Hanyut
6 Penangkapan ikan dengan Rawai Hiu/Cucut
7 Makameting (dengan alat dan cara yang
tidak merusak terumbu karang)
8 Rumpon telur ikan terbang
9 Menggunakan bahan beracun, kompresor
dan bom
10 Menangkap Ikan Hias
11 Menangkap, melukai dan membunuh biota
yang dilindungi (termasuk penyu, buaya,
manta, duyung, hiu, paus, lumba-lumba, dll)
12 Mengambil dan menjual telur penyu
13 Penebangan Mangrove
14 Pengambilan Karang hidup atau mati
15 Pengambilan Karang hidup atau mati dalam
aktifitas keruga (kearifan local Sabu Raijua)
hanya boleh dilakukan setahun sekali dalam
satu hari dan waktunya diatur oleh
kesepakatan adat.
16 Penambangan Pasir Laut
17 Survey Seismic Minyak dan Gas
18 Penambangan Minyak dan Gas
19 Pembuangan Limbah dan Sampah

A. Kegiatan yang Boleh dan Tidak Boleh di Sub Zona Perikanan


Berkelanjutan Tradisional sebagaimana terdapat pada Tabel 24. di
bawah ini:
Tabel 24. Kegiatan yang boleh dan tidak boleh
pada Sub Zona Perikanan Berkelanjutan Tradisional
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
Kegiatan yang 1 Patroli pengawasan
boleh 2 Tambatan perahu
3 Pembangunan Rumah Adat
4 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan
(kantor)

130
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
5 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (Pos
Jaga, Jetty)
6 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan
non komersial
7 Makameting (dengan alat dan cara yang
tidak merusak terumbu karang)
8 Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan
kecil dan artisanal serta kelompok
nelayan yang secara ekonomis memiliki
struktur dan unit usaha kecil yang tidak
diwajibkan memiliki izin usaha
penangkapan ikan
9 Penangkapan Ikan dengan Kapal < 5 GT
dengan alat penangkapan ikan yang
diperbolehkan
10 Budidaya Rumput Laut
11 Alur Kapal untuk perhubungan
12 Pelayaran selain di alur kapal untuk
perhubungan
13 ALKI III
14 Pengambilan Karang hidup atau mati
dalam aktifitas keruga (kearifan local
Sabu Raijua) hanya boleh dilakukan
setahun sekali dalam satu hari dan
waktunya diatur oleh kesepakatan adat.
Kegiatan yang 1 Monitoring dan Penelitian non ekstraktif
diperbolehkan 2 Monitoring dan Penelitian ekstraktif
tetapi dengan 3 Pendidikan pemeliharaan dan
izin peningkatan keanekaragaman hayati
(ekosistem lamun, manggrove, terumbu
dan laut dalam); perlindungan
sumberdaya masyarakat lokal;
pembangunan perekonomian berbasis
ekowisata bahari; pemeliharaan proses
ekologis dan sistem pendukung
kehidupan; promosi pemanfaatan sumber
daya secara berkelanjutan; promosi
upaya tata kelola untuk perlindungan
lingkungan
4 Pembangunan Infrastruktur wisata hotel,
home stay, dan sarana penginapan
lainnya
5 Pembangunan Infrastruktur wisata (resor
permanen)
6 Sarana dan pelayanan untuk melakukan
wisata petualangan (kapal layar (cruise),
kapal selam, sea walker, penenggelaman
kapal (ship wreck)
7 Rekreasi pantai
8 Wisata menyelam

131
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
9 Wisata snorkling
10 Wisata Jet Ski
11 Wisata Kayak/Dayung
12 Wisata Surfing
13 Wisata Kite surfing
14 Wisata Mancing (Catch and Release)
15 Wisata perahu kaca (glass boat)
16 Perahu wisata
17 Wisata melihat Paus dan Lumba-Lumba
18 Wisata melihat burung
19 Wisata mangrove
20 Wisata Budaya
21 Wisata tracking
22 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan
komersial
23 Penangkapan ikan dengan Jaring insang
tetap (Set gill nets (anchored))
24 Penangkapan ikan dengan Jaring angkat
(Lift Net)
25 Penangkapan ikan dengan Jaring serok
(scoop net)
26 Penangkapan ikan dengan Bagan Tancap
(bamboo platform lift net)
27 Penangkapan ikan dengan Bagan
Perahu/rakit (Boat/raft lift net)
28 Penangkapan ikan dengan Pancing ulur
29 Penangkapan ikan dengan Pancing tonda
30 Penangkapan ikan dengan Pancing
layang-layang
31 Penangkapan ikan dengan Jermal
32 Penangkapan ikan dengan Rawai Tetap
33 Menangkap ikan dengan tombak
34 Penangkapan ikan dengan Lampara
dasar
35 Budidaya Mutiara
36 Budidaya dengan Keramba Jaring Apung
(KJA)
37 Budidaya Teripang
38 Budidaya Lobster
39 Membangun Tambak
Kegiatan yang 1 Penangkapan ikan dengan Jaring insang
tidak boleh hanyut (Drift nets)
2 Penangkapan ikan dengan Jaring insang
oseanik
3 Penangkapan ikan dengan Bubu
4 Penangkapan ikan dengan Sero
5 Penangkapan ikan dengan Rawai Tuna
6 Penangkapan ikan dengan Rawai Hanyut

132
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
7 Penangkapan ikan dengan Rawai
Hiu/Cucut
8 Penangkapan ikan dengan Huhate
9 Pemasangan Rumpon
10 Rumpon telur ikan terbang
11 Menggunakan bahan beracun, kompresor
dan bom
12 Menangkap Ikan Hias
13 Kegiatan penangkapan ikan yang
dilakukan oleh usaha menengah keatas
14 Penangkapan ikan dengan Pukat cincin
pelagis besar dengan satu kapal
15 Penangkapan Ikan dengan Kapal 5 - 30
GT dengan alat penangkapan ikan yang
diperbolehkan
16 Menangkap, melukai dan membunuh
biota yang dilindungi (termasuk penyu,
buaya, manta, duyung, hiu, paus, lumba-
lumba, dll)
17 Mengambil dan menjual telur penyu
18 Penebangan Mangrove
19 Pengambilan Karang hidup atau mati
20 Penambangan Pasir Laut
21 Survey Seismic Minyak dan Gas
22 Penambangan Minyak dan Gas
23 Pembuangan Limbah dan Sampah

B. Kegiatan yang Boleh dan Tidak Boleh di Sub Zona Perlindungan


Setasea sebagaimana terdapat pada tabel 25 di bawah ini:
Tabel 25. Kegiatan yang boleh dan tidak boleh pada Sub Zona
Perlindungan Setasea
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
Kegiatan 1 Patroli pengawasan
yang boleh 2 Tambatan perahu
3 Pembangunan Rumah Adat
4 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan
(kantor)
5 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (Pos
Jaga, Jetty)
6 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan
non komersial
7 Makameting (dengan alat dan cara yang
tidak merusak terumbu karang)
8 Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan
kecil dan artisanal serta kelompok
nelayan yang secara ekonomis memiliki

133
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
struktur dan unit usaha kecil yang tidak
diwajibkan memiliki izin usaha
penangkapan ikan
9 Penangkapan Ikan dengan Kapal < 5 GT
dengan alat penangkapan ikan yang
diperbolehkan
10 Budidaya Rumput Laut
11 Alur Kapal untuk perhubungan
12 Pelayaran selain di alur kapal untuk
perhubungan
Kegiatan 1 Monitoring dan Penelitian non ekstraktif
yang 2 Monitoring dan Penelitian ekstraktif
diperbolehk 3 Pendidikan pemeliharaan dan
an tetapi peningkatan keanekaragaman hayati
dengan izin (ekosistem lamun, manggrove, terumbu
dan laut dalam); perlindungan
sumberdaya masyarakat lokal;
pembangunan perekonomian berbasis
ekowisata bahari; pemeliharaan proses
ekologis dan sistem pendukung
kehidupan; promosi pemanfaatan sumber
daya secara berkelanjutan; promosi
upaya tata kelola untuk perlindungan
lingkungan
4 Pembangunan Infrastruktur wisata hotel,
home stay, dan sarana penginapan
lainnya
5 Pembangunan Infrastruktur wisata (resor
permanen)
6 Rekreasi pantai
7 Wisata menyelam
8 Wisata snorkling
9 Wisata Kayak/Dayung
10 Wisata Surfing
11 Wisata Kite surfing
12 Wisata Mancing (Catch and Release)
13 Wisata perahu kaca (glass boat)
14 Perahu wisata
15 Wisata melihat Paus dan Lumba-Lumba
16 Wisata melihat burung
17 Wisata mangrove
18 Wisata Budaya
19 Wisata tracking
20 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan
komersial
21 Penangkapan Ikan dengan Jaring angkat
(Lift Net)
22 Penangkapan Ikan dengan Jaring serok
(scoop net)

134
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
23 Penangkapan Ikan dengan Bagan
Perahu/rakit (Boat/raft lift net)
24 Penangkapan Ikan dengan Pancing ulur
25 Penangkapan Ikan dengan Pancing tonda
26 Penangkapan Ikan dengan Pancing
layang-layang
27 Penangkapan Ikan dengan Jermal
28 Penangkapan Ikan dengan Huhate
29 Menangkap ikan dengan tombak
30 Penangkapan Ikan dengan Lampara
dasar
31 Penangkapan Ikan dengan Kapal 5 - 30
GT dengan alat penangkapan ikan yang
diperbolehkan
32 Budidaya Teripang
33 Budidaya Lobster
34 Membangun Tambak
Kegiatan 1 Sarana dan pelayanan untuk melakukan
yang tidak wisata petualangan (kapal layar (cruise),
boleh kapal selam, sea walker, penenggelaman
kapal (ship wreck)
2 Wisata Jet Ski
3 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang
tetap (Set gill nets (anchored))
4 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang
hanyut (Drift nets)
5 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang
oseanik
6 Penangkapan Ikan dengan Bagan Tancap
(bamboo platform lift net)
7 Penangkapan Ikan dengan Bubu
8 Penangkapan Ikan dengan Sero
9 Penangkapan Ikan dengan Rawai Tuna
10 Penangkapan Ikan dengan Rawai Hanyut
11 Penangkapan Ikan dengan Rawai Tetap
12 Penangkapan Ikan dengan Rawai
Hiu/Cucut
13 Pemasangan Rumpon
14 Rumpon telur ikan terbang
15 Menggunakan bahan beracun, kompresor
dan bom
16 Menangkap Ikan Hias
17 Kegiatan penangkapan ikan yang
dilakukan oleh usaha menengah keatas
18 Penangkapan Ikan dengan Pukat cincin
pelagis besar dengan satu kapal
19 Menangkap, melukai dan membunuh
biota yang dilindungi (termasuk penyu,
buaya, manta, duyung, hiu, paus, lumba-

135
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
lumba, dll)

20 Mengambil dan menjual telur penyu


21 Budidaya Mutiara
22 Budidaya dengan Keramba Jaring Apung
(KJA)
23 ALKI III
24 Penebangan Mangrove
25 Pengambilan Karang hidup atau mati
26 Pengambilan Karang hidup atau mati
dalam aktifitas keruga (kearifan local
Sabu Raijua) hanya boleh dilakukan
setahun sekali dalam satu hari dan
waktunya diatur oleh kesepakatan adat.
27 Penambangan Pasir Laut
28 Survey Seismic Minyak dan Gas
29 Penambangan Minyak dan Gas
30 Pembuangan Limbah dan Sampah

D. Zona Pemanfaatan
1. Rancangan Zonasi dan Koordinat
Zona Pemanfaatan merupakan bagian kawasan konservasi
perairan yang letak, kondisi, dan potensi alamnya diutamakan untuk
kepentingan pariwisata alam perairan dan/atau kondisi/jasa
lingkungan serta untuk kegiatan penelitian dan pendidikan. Zona
pemanfaatan mempunyai kriteria sebagai berikut:
a. mempunyai daya tarik pariwisata alam berupa biota perairan
beserta ekosistem perairan yang indah dan unik;
b. mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian
potensial dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan
rekreasi;
c. mempunyai karakter objek penelitian dan pendidikan yang
mendukung kepentingan konservasi;
d. mempunyai kondisi perairan yang relatif masih baik untuk
berbagai kegiatan pemanfaatan dengan tidak merusak ekosistem
aslinya.
Koordinat lokasi, letak, dan luasan untuk masing-masing ID Zona
Pemanfaatan ditampilkan dalam tabel 26 dan tabel 27. dibawah ini:
Tabel 26. Koordinat Lokasi untuk Masing-Masing ID Zona Pemanfaatan

136
Nama Zona Zona ID X Y
122° 53' 16,86" BT 10° 54' 52,86" LS
122° 53' 16,90" BT 10° 54' 52,86" LS
Zona 122° 54' 27,29" BT 10° 57' 10,72" LS
Pemanfaatan 122° 54' 25,76" BT 11° 0' 32,15" LS
122° 53' 7,26" BT 11° 1' 42,73" LS
2000
122° 51' 7,02" BT 11° 1' 42,40" LS
122° 49' 25,47" BT 10° 59' 55,75" LS
122° 49' 24,84" BT 10° 56' 32,68" LS
122° 49' 56,00" BT 10° 55' 52,45" LS
122° 49' 57,51" BT 10° 55' 51,71" LS
122° 45' 36,41" BT 10° 48' 41,92" LS
122° 45' 35,75" BT 10° 51' 0,73" LS
2010 122° 42' 40,75" BT 10° 51' 2,18" LS
122° 42' 39,97" BT 10° 48' 42,50" LS
122° 45' 36,41" BT 10° 48' 41,92" LS
122° 47' 40,09" BT 10° 47' 14,62" LS
122° 47' 20,24" BT 10° 47' 32,85" LS
122° 45' 56,72" BT 10° 47' 56,69" LS
122° 45' 5,39" BT 10° 47' 59,50" LS
2020 122° 45' 0,00" BT 10° 47' 8,10" LS
122° 45' 0,00" BT 10° 47' 8,10" LS
122° 47' 12,21" BT 10° 46' 34,65" LS
122° 47' 40,09" BT 10° 46' 34,65" LS
122° 47' 40,09" BT 10° 47' 14,62" LS
122° 57' 58,90" BT 10° 43' 14,71" LS
122° 57' 58,65" BT 10° 44' 34,19" LS
122° 57' 58,65" BT 10° 44' 34,29" LS
2030 122° 53' 25,26" BT 10° 45' 25,70" LS
122° 53' 25,34" BT 10° 44' 9,79" LS
122° 55' 10,18" BT 10° 43' 14,75" LS
122° 57' 58,90" BT 10° 43' 14,71" LS
123° 8' 26,88" BT 10° 38' 29,54" LS
123° 8' 14,19" BT 10° 38' 54,03" LS
123° 6' 24,96" BT 10° 39' 54,91" LS
123° 6' 8,21" BT 10° 39' 20,24" LS
2040 123° 6' 8,06" BT 10° 39' 19,93" LS
123° 6' 50,55" BT 10° 38' 53,09" LS
123° 7' 21,79" BT 10° 38' 14,88" LS
123° 7' 56,50" BT 10° 38' 8,66" LS
123° 8' 26,88" BT 10° 38' 29,54" LS
121° 34' 44,93" BT 10° 38' 32,51" LS
121° 34' 43,63" BT 10° 39' 12,35" LS
121° 33' 4,12" BT 10° 39' 9,12" LS
2060
121° 33' 7,13" BT 10° 38' 23,87" LS
121° 34' 45,44" BT 10° 38' 16,79" LS
121° 34' 44,93" BT 10° 38' 32,51" LS
2070 121° 41' 38,22" BT 10° 34' 12,44" LS

137
Nama Zona Zona ID X Y
121° 41' 8,45" BT 10° 33' 41,39" LS
121° 43' 16,55" BT 10° 32' 8,34" LS
121° 43' 44,89" BT 10° 32' 56,07" LS
121° 43' 42,27" BT 10° 32' 58,01" LS
121° 43' 42,10" BT 10° 32' 58,14" LS
121° 59' 48,37" BT 10° 33' 6,01" LS
121° 59' 22,07" BT 10° 33' 39,53" LS
121° 58' 24,29" BT 10° 33' 39,53" LS
2080
121° 58' 24,29" BT 10° 32' 57,99" LS
121° 59' 16,01" BT 10° 32' 45,73" LS
121° 59' 48,37" BT 10° 33' 6,01" LS
123° 16' 57,10" BT 10° 29' 26,25" LS
123° 17' 29,06" BT 10° 30' 49,50" LS
123° 14' 45,68" BT 10° 32' 34,51" LS
2090
123° 14' 45,65" BT 10° 32' 34,47" LS
123° 13' 48,23" BT 10° 31' 29,33" LS
123° 16' 57,10" BT 10° 29' 26,25" LS
123° 33' 4,02" BT 10° 19' 51,10" LS
123° 33' 1,02" BT 10° 20' 45,64" LS
123° 29' 31,88" BT 10° 22' 24,09" LS
2100 123° 27' 46,96" BT 10° 22' 25,90" LS
123° 26' 40,75" BT 10° 22' 1,92" LS
123° 26' 38,48" BT 10° 20' 52,14" LS
123° 27' 21,85" BT 10° 20' 53,64" LS
124° 1' 3,87" BT 10° 16' 24,48" LS
124° 1' 5,22" BT 10° 16' 34,50" LS
124° 1' 10,30" BT 10° 17' 52,75" LS
124° 0' 4,31" BT 10° 18' 21,89" LS
2110 123° 58' 7,11" BT 10° 19' 13,65" LS
123° 56' 15,16" BT 10° 19' 4,66" LS
123° 55' 41,74" BT 10° 18' 28,77" LS
123° 55' 28,76" BT 10° 17' 42,61" LS
124° 1' 3,87" BT 10° 16' 24,48" LS
120° 8' 41,54" BT 10° 16' 40,70" LS
120° 9' 5,59" BT 10° 21' 25,37" LS
120° 7' 55,76" BT 10° 21' 28,35" LS
2120 120° 3' 48,60" BT 10° 19' 9,85" LS
120° 3' 48,60" BT 10° 19' 9,84" LS
120° 5' 48,30" BT 10° 16' 49,78" LS
120° 8' 41,54" BT 10° 16' 40,70" LS
123° 29' 47,41" BT 10° 15' 57,17" LS
123° 29' 35,70" BT 10° 15' 59,04" LS
123° 29' 32,84" BT 10° 15' 44,62" LS
2130 123° 29' 42,62" BT 10° 15' 43,35" LS
123° 29' 43,42" BT 10° 15' 45,65" LS
123° 29' 46,44" BT 10° 15' 54,39" LS
123° 29' 47,41" BT 10° 15' 57,17" LS

138
Nama Zona Zona ID X Y
124° 23' 40,72" BT 10° 10' 11,71" LS
2140 124° 22' 9,51" BT 10° 11' 11,00" LS
124° 6' 1,47" BT 10° 11' 16,09" LS
123° 39' 45,74" BT 9° 47' 40,84" LS
123° 39' 45,75" BT 9° 47' 40,84" LS
123° 38' 50,16" BT 9° 47' 41,54" LS
123° 37' 51,59" BT 9° 46' 22,64" LS
2170
123° 38' 34,37" BT 9° 45' 21,91" LS
123° 40' 1,64" BT 9° 45' 19,73" LS
123° 40' 1,59" BT 9° 45' 33,12" LS
123° 40' 1,59" BT 9° 45' 33,21" LS
123° 49' 23,37" BT 9° 27' 57,34" LS
123° 49' 21,94" BT 9° 29' 48,70" LS
123° 49' 21,94" BT 9° 29' 48,80" LS
123° 49' 21,42" BT 9° 29' 48,91" LS
2180 123° 47' 23,83" BT 9° 32' 4,86" LS
123° 47' 23,81" BT 9° 32' 4,85" LS
123° 44' 57,92" BT 9° 30' 52,61" LS
123° 46' 32,59" BT 9° 27' 53,51" LS
123° 49' 23,37" BT 9° 27' 57,34" LS
119° 24' 21,91" BT 9° 22' 28,09" LS
119° 24' 21,91" BT 9° 21' 35,23" LS
2190 119° 25' 56,61" BT 9° 21' 35,23" LS
119° 25' 57,03" BT 9° 22' 19,91" LS
119° 24' 21,91" BT 9° 22' 28,09" LS
119° 19' 39,81" BT 9° 20' 29,10" LS
119° 19' 39,41" BT 9° 22' 18,96" LS
2200 119° 16' 26,45" BT 9° 22' 0,43" LS
119° 16' 26,89" BT 9° 20' 29,10" LS
119° 19' 39,81" BT 9° 20' 29,10" LS
119° 39' 25,27" BT 9° 22' 4,96" LS
119° 39' 25,27" BT 9° 22' 4,96" LS
2210 119° 40' 15,73" BT 9° 20' 23,50" LS
119° 45' 15,63" BT 9° 21' 54,77" LS
119° 45' 13,16" BT 9° 23' 9,17" LS
124° 0' 28,67" BT 9° 20' 35,19" LS
123° 56' 6,81" BT 9° 25' 14,73" LS
123° 56' 6,72" BT 9° 25' 14,73" LS
2220 123° 55' 57,86" BT 9° 25' 14,72" LS
123° 56' 0,11" BT 9° 21' 23,81" LS
124° 0' 42,57" BT 9° 18' 23,17" LS
124° 0' 42,77" BT 9° 18' 23,05" LS
119° 57' 39,52" BT 9° 16' 18,23" LS
119° 57' 39,52" BT 9° 16' 49,87" LS
2230 119° 56' 38,87" BT 9° 17' 28,01" LS
119° 53' 46,53" BT 9° 19' 14,08" LS
119° 52' 56,81" BT 9° 18' 28,32" LS

139
Nama Zona Zona ID X Y
119° 55' 14,14" BT 9° 15' 23,16" LS
119° 56' 8,15" BT 9° 15' 24,33" LS
119° 57' 39,52" BT 9° 16' 18,23" LS
120° 1' 52,13" BT 8° 48' 50,52" LS
120° 1' 51,88" BT 8° 49' 59,98" LS
2250
119° 59' 50,58" BT 8° 50' 0,50" LS
119° 59' 50,58" BT 8° 49' 4,91" LS
120° 27' 11,44" BT 10° 18' 51,26" LS
120° 26' 55,12" BT 10° 20' 28,51" LS
2131 120° 22' 3,07" BT 10° 17' 30,80" LS
120° 23' 7,33" BT 10° 15' 58,79" LS
120° 27' 11,44" BT 10° 18' 51,26" LS
120° 46' 20,11" BT 9° 55' 16,05" LS
120° 45' 42,14" BT 9° 56' 5,26" LS
120° 44' 35,22" BT 9° 55' 23,15" LS
2160
120° 44' 48,46" BT 9° 54' 25,65" LS
120° 45' 17,08" BT 9° 54' 26,48" LS
120° 46' 20,11" BT 9° 55' 16,05" LS
120° 17' 30,32" BT 8° 50' 48,07" LS
120° 17' 38,68" BT 8° 51' 27,75" LS
120° 16' 45,49" BT 8° 51' 45,66" LS
2241
120° 15' 53,71" BT 8° 51' 30,17" LS
120° 16' 12,59" BT 8° 50' 53,43" LS
120° 17' 30,32" BT 8° 50' 48,07" LS
119° 11' 24,31" BT 9° 22' 26,44" LS
119° 8' 43,09" BT 9° 23' 23,42" LS
119° 8' 11,75" BT 9° 22' 30,62" LS
2201
119° 10' 15,87" BT 9° 21' 32,29" LS
119° 11' 24,62" BT 9° 21' 31,13" LS
119° 11' 24,31" BT 9° 22' 26,44" LS
118° 58' 55,57" BT 9° 27' 52,33" LS
118° 57' 49,07" BT 9° 29' 6,18" LS
2202 118° 57' 3,73" BT 9° 28' 39,13" LS
118° 58' 11,40" BT 9° 27' 17,75" LS
118° 58' 55,57" BT 9° 27' 52,33" LS
119° 51' 47,18" BT 9° 20' 41,00" LS
119° 51' 36,94" BT 9° 20' 48,23" LS
119° 51' 24,06" BT 9° 20' 27,42" LS
119° 50' 24,44" BT 9° 21' 6,48" LS
2231 119° 50' 39,91" BT 9° 21' 24,06" LS
119° 50' 23,76" BT 9° 21' 36,78" LS
119° 49' 39,21" BT 9° 20' 50,72" LS
119° 51' 13,09" BT 9° 19' 43,56" LS
119° 51' 47,18" BT 9° 20' 41,00" LS
121° 56' 44,45" BT 10° 34' 37,54" LS
2081 121° 52' 47,79" BT 10° 37' 54,46" LS
121° 52' 8,96" BT 10° 37' 3,03" LS

140
Nama Zona Zona ID X Y
121° 52' 8,93" BT 10° 37' 2,99" LS
121° 52' 32,28" BT 10° 37' 3,87" LS
121° 53' 4,43" BT 10° 37' 2,31" LS
121° 53' 22,13" BT 10° 36' 50,59" LS
121° 53' 55,84" BT 10° 35' 54,39" LS
121° 55' 1,63" BT 10° 35' 24,51" LS
121° 55' 25,58" BT 10° 34' 58,78" LS
121° 56' 18,69" BT 10° 34' 13,79" LS
121° 56' 44,45" BT 10° 34' 37,54" LS
122° 1' 14,84" BT 10° 27' 10,93" LS
122° 1' 12,38" BT 10° 28' 20,40" LS
122° 0' 21,26" BT 10° 28' 15,14" LS
121° 59' 52,58" BT 10° 26' 31,96" LS
2082
121° 59' 52,65" BT 10° 26' 31,91" LS
122° 0' 27,68" BT 10° 25' 59,36" LS
122° 0' 48,72" BT 10° 26' 23,31" LS
122° 1' 14,84" BT 10° 27' 10,93" LS
123° 4' 12,20" BT 10° 42' 13,89" LS
123° 3' 41,65" BT 10° 42' 28,91" LS
2042 123° 3' 16,20" BT 10° 42' 2,72" LS
123° 3' 43,11" BT 10° 41' 39,62" LS
123° 4' 12,20" BT 10° 42' 13,89" LS
123° 5' 48,51" BT 10° 40' 21,33" LS
123° 5' 34,69" BT 10° 40' 50,80" LS
123° 5' 17,36" BT 10° 40' 37,00" LS
123° 5' 0,15" BT 10° 40' 23,28" LS
2041 123° 4' 59,99" BT 10° 40' 23,15" LS
123° 5' 24,92" BT 10° 39' 54,79" LS
123° 5' 28,70" BT 10° 39' 50,50" LS
123° 5' 28,82" BT 10° 39' 50,68" LS
123° 5' 48,51" BT 10° 40' 21,33" LS

141
Tabel 27. Letak dan Luasan Masing-masing ID Zona Pemanfaatan
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
1 2000 Pemanfaatan - Pulau Ndana Rote Ndao Oeseli 7850,41 Wilayah Daratan Pulau Ndana
merupakan Kawasan
konservasi Taman Buru; Pulau
ini memiliki potensi wisata
yang tinggi di daratan maupun
perairannya; sekeliling Pulau
pantainya digunakan sebagai
pantai peneluran penyu sisik;
sekeliling perairan pulau
terdapat terumbu karang dalam
kondisi buruk sampai dengan
sedang, padang lamun, lokasi
SPAGS, paus, lumba-lumba,
koridor migrasi setasea, habitat
laut dalam (daerah upwelling,
selat dan sills), dan terdapat
pos penjagaan TNI-AL; Pulau ini
juga merupakan pulau
terdepan NKRI yang berbatasan
dengan Australia.

142
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
2 2010 Pemanfaatan - Pulau Ndoo Rote Ndao Ndaonuse 2104,95 Pulau Ndoo merupakan pulau
kecil tidak berpenghuni di
sebelah barat Pulau Rote,
pantainya digunakan sebagai
peneluran penyu dan pulau ini
diduga sebagai sarang oleh
beberapa jenis burung laut.
Perairan pulau ini dikelilingi
oleh terumbu karang dengan
kondisi sedang sampai dengan
baik sekali, padang lamun di
sebelah utara pulau. Di
perairan sekitarnya mempunyai
habitat perairan dalam yaitu
sills, selat dan daerah
upwelling, merupakan koridor
setasea, paus dan lumba-
lumba.

143
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
3 2020 Pemanfaatan - Pulau Nuse Rote Ndao Ndaonuse 631,41 Wilayah zona ini mencakup
sebelah sebelah selatan Pulau Nuse.
selatan Pantainya digunakan sebagai
peneluran penyu dan menurut
masyarakat pulau tersebut,
setiap malam penyu mendarat
di pantai pulau tersebut untuk
bertelur. Kondisi terumbu
karang di sebelah selatan pulau
ini masuk dalam kategori
sedang sampai dengan baik.
Padang lamun lebat yang
merupakan habitat dugong. Di
perairan sekitarnya mempunyai
habitat perairan dalam yaitu
sills, selat dan daerah
upwelling, merupakan koridor
setasea, paus, lumba-lumba
dan pari manta.
4 2030 Pemanfaatan - Pulau Rote Ndao Oelua, 1987,04 Pulau Dengka dan wilayah
Dengka dsk Netenain, sekitarnya terdapat 2 pulau
dan Daudolu yang ditumbuhi mangrove
padat, diduga sebagai sarang
oleh beberapa jenis burung
laut. Kondisi terumbu karang
di perairan pulau ini masuk
dalam kategori buruk sampai

144
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
sedang. Padang lamun dengan
kepadatan jarang sampai
dengan lebat. Di perairan
sekitarnya mempunyai habitat
perairan dalam yaitu sills dan
daerah upwelling, merupakan
koridor setasea.
5 2040 Pemanfaatan - Batu Rote Ndao Onatali dan 495,76 Wilayah zona ini mencakup
Termanu Nggodimeda sebelah utara Batu Termanu
sebelah dan perairan sekitarnya yang
utara diyakini masyarakat
merupakan daerah
mistis/angker karena terdapat
gurita raksasa, ular besar dan
ikan kerapu berukuran sangat
besar. Kondisi terumbu karang
di perairan pulau ini masuk
dalam kategori buruk sampai
baik dengan dominan sedang.
Padang lamun dengan
kepadatan jarang sampai
dengan lebat.
6 2041 Pemanfaatan - Sebelah Rote Ndao Onatali 124,58 Wilayah zona ini mencakup
barat Batu sebelah barat Batu Termanu
Termanu dan perairan sekitarnya yang
diyakini masyarakat

145
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
merupakan daerah
mistis/angker karena terdapat
gurita raksasa, ular besar dan
ikan kerapu berukuran sangat
besar. Kondisi terumbu karang
di perairan pulau ini masuk
dalam kategori sedang sampai
baik dengan dominan sedang.
7 2042 Pemanfaatan - Tanjung Rote Ndao Maubesi 109,41 Wilayah zona ini mencakup
Boloanak Tanjung Boloanak dan perairan
dan perairan sekitarnya. Kondisi terumbu
sekitarnya karang di perairan pulau ini
masuk dalam kategori baik.
Perairannya juga merupakan
koridor setasea.
8 2060 Pemanfaatan - Bolua Sabu Raijua Bolua 415.99 Wilayah zona ini termasuk
dalam wilayah Desa Bolua.
Pantainya digunakan sebagai
peneluran penyu pipih, penyu
hijau dan penyu
tempayan.Padang lamun lebat
yang merupakan habitat
dugong. Di perairan sekitarnya
mempunyai habitat perairan
dalam yaitu sills dan selat dan
merupakan koridor setasea.
Perairannya juga memiliki

146
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
terumbu karang.

9 2070 Pemanfaatan - Molie Sabu Raijua Molie 760.83 Wilayah zona ini termasuk
dalam wilayah Desa Molie.
Pantainya digunakan sebagai
peneluran penyu hijau, sisik
dan tempayan. Kondisi
terumbu karangnya masuk
dalam kategori buruk sampai
dengan baik. Di perairan
sekitarnya mempunyai habitat
perairan dalam yaitu sills dan
selat serta merupakan koridor
setasea. Daerah terumbu
karangnya berpotensi besar
sebagai dive spot/titik lokasi
wisata selam.

147
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
10 2080 Pemanfaatan - Lobodei Sabu Raijua Lobodei 278,92 Wilayah zona ini termasuk
dalam wilayah Desa Lobodei.
Pantainya digunakan sebagai
peneluran penyu lekang dan
hijau. Di perairan sekitarnya
mempunyai habitat perairan
dalam yaitu sills dan selat serta
merupakan koridor setasea.
Daerah terumbu karangnya
berpotensi besar sebagai dive
spot/titik lokasi wisata selam.
11 2081 Pemanfaatan - Halapaji dsk Sabu Raijua Deme, 1069,84 Wilayah zona ini termasuk
Ledetalo, dalam wilayah 5 desa yaitu
Halapaji, Desa Deme, Ledetalo, Halapaji,
Eilogo dan Eilogo dan Waduwala.
Waduwala Pantainya digunakan sebagai
peneluran penyu sisik, penyu
hijau dan penyu tempayan. Di
perairan sekitarnya mempunyai
habitat perairan dalam yaitu
sills dan selat serta merupakan
koridor setasea. Daerah
terumbu karangnya berpotensi
besar sebagai dive spot/titik
lokasi wisata selam.

148
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
12 2082 Pemanfaatan - Tanjung Sabu Raijua Kujiratu dan 594,94 Wilayah zona ini termasuk
Raemea dsk Bodae dalam wilayah Desa Kujiratu
dan Bodae. Pantainya
digunakan sebagai peneluran
penyu hijau dan penyu lekang.
Di perairan sekitarnya
mempunyai habitat perairan
dalam yaitu sills dan selat serta
merupakan koridor setasea.
Padang lamun dengan
kepadatan dari jarang sampai
sedang. Daerah terumbu
karangnya berpotensi besar
sebagai dive spot/titik lokasi
wisata selam.
13 2090 Pemanfaatan - Sotimori dsk Rote Ndao Sotimori dan 1405,61 Wilayah zona ini termasuk
Bolatena dalam wilayah Desa Sotimori
dan Bolatena. Pantainya
digunakan sebagai peneluran
penyu hijau. Kondisi terumbu
karangnya masuk dalam
kategori buruk sampai dengan
sedang dengan dominan
sedang. Padang lamun dengan
kepadatan jarang sampai
dengan lebat, mangrove dan
koridor setasea.

149
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
14 2100 Pemanfaatan - Lifuleo dsk Kupang Lifuleo, 2605,02 Wilayah zona ini termasuk
Tesabela, dalam wilayah Desa Lifuleo,
Sumlili, dan Tesabela, Sumlili, dan Bone
Bone dan berbatasan dengan Suaka
Margasatwa Danau Tuadale. Di
sebelah timur zona ini,
pantainya digunakan sebagai
peneluran penyu sisik. Kondisi
terumbu karangnya masuk
dalam kategori buruk sampai
dengan sedang. Padang lamun
dengan kepadatan jarang
sampai dengan lebat, mangrove
yang padat dan alami, paus,
lumba-lumba dan koridor
setasea. Daerah ini digunakan
sebagai daerah peristirahatan
burung yang sedang bermigrasi
dari Australia. Di perairan
sekitarnya mempunyai habitat
perairan dalam yaitu selat dan
daerah upwelling.

150
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
15 2110 Pemanfaatan - Buraen dsk Kupang Buraen dan 3621,34 Wilayah zona ini termasuk
Pakubaun dalam wilayah Desa Buraen
dan Pakubaun. Pantainya
digunakan sebagai peneluran
penyu sisik. Perairannya
terdapat terumbu karang, hiu,
dan lumba-lumba. Di perairan
sekitarnya mempunyai habitat
perairan dalam yaitu selat dan
daerah upwelling. Perairan
pantai Buraen digunakan
untuk wisata sailing dan
rekreasi.
16 2120 Pemanfaatan - Pulau Sumba Praimaditha 5483,96 Pulau Mengudu merupakan
Mengudu Timur pulau terdepan Indonesia yang
dsk berbatasan langsung dengan
Australia. Pantainya digunakan
sebagai peneluran penyu.
Perairannya memiliki terumbu
karang, dan koridor setasea
(lumba-lumba, dan paus).
Padang lamun dari kerapatan
jarang sampai dengan sedang.
Perairannya juga termasuk
pulau satelit dan daerah
upwelling yang merupakan
habitat perairan dalam.

151
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
Perairan pantainya digunakan
untuk wisata surfing dan sudah
terdapat beberapa fasilitas
pariwisata seperti bungalow.
17 2130 Pemanfaatan - Kuanheum Kupang Kuanheum 14,74 Wilayah zona ini termasuk
dalam wilayah Desa Kuanheum
yang berbatasan dengan zona
kearifan lokal Lilifuk.
Perairannya memiliki terumbu
karang dengan kondisi sedang.
Padang lamun dari kerapatan
jarang sampai dengan sedang.
Perairannya juga termasuk
daerah upwelling. Terdapat pos
pengawasan TNI-AL dan Polair
di dekat zona ini.
18 2131 Pemanfaatan - Kakaha Sumba Kakaha 2965,12 Wilayah zona ini termasuk
Timur dalam wilayah Desa Kakaha.
Pantainya digunakan sebagai
peneluran penyu Sisik dan
Hijau. Perairannya memiliki
terumbu karang, dan koridor
setasea (lumba-lumba dan
paus). Perairannya juga
termasuk pulau satelit dan
daerah upwelling yang

152
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
merupakan habitat perairan
dalam.
19 2140 Pemanfaatan - Bena dsk Kupang dan Pakubaun, 7097,80 Wilayah zona ini termasuk
TTS Enoraen, dalam wilayah Desa Pakubaun,
Bena, Enoraen, Bena, Oebelo, Toineke
Oebelo, dan Tuafanu. Wilayah zona ini
Toineke dan berbatasan dengan 2 kawasan
Tuafanu konservasi eksisting yaitu TWA.
Pulau Menipo dan TB. Dataran
Bena. Sepanjang pantainya
digunakan sebagai peneluran
penyu hijau. Di perairan
sekitarnya mempunyai habitat
perairan dalam yaitu selat dan
daerah upwelling. Perairannya
juga merupakan koridor
setasea, lumba-lumba, paus,
pari manta dan hiu. Wilayah ini
memiliki mangrove yang sangat
alami dan estuari yang juga
merupakan habitat buaya
muara. Pantainya sering
digunakan untuk rekreasi.

153
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
20 2160 Pemanfaatan - Rindi dsk Sumba Rindi dan 551,93 Wilayah zona ini termasuk
Timur Tanaraing dalam wilayah Desa Rindi dan
Tanaraing. Pantainya
digunakan sebagai peneluran
penyu sisik dan hijau. Kondisi
terumbu karangnya masuk
dalam kategori buruk sampai
dengan sedang dengan
dominan buruk. Perairannya
juga memiliki padang lamun
dengan kepadatan jarang
sampai dengan sedang, pari
manta, hiu, koridor setasea
(lumba-lumba dan paus) dan
mangrove yang alami. Di
perairan sekitarnya mempunyai
habitat perairan dalam yaitu
sills dan daerah upwelling.
21 2170 Pemanfaatan - Nuataus Kupang Nuataus 764,29 Wilayah zona ini termasuk
dalam wilayah Desa Nuataus.
Pantainya digunakan sebagai
peneluran penyu. Terumbu
karangnya berbentuk parit dan
kanal yang indah, kondisi
terumbu karang termasuk
dalam kategori buruk sampai
dengan sedang. Perairannya

154
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
juga merupakan koridor
setasea (paus) serta daerah
upwelling.

22 2180 Pemanfaatan - Afoan Kupang Afoan 3486,61 Wilayah zona ini termasuk
dalam wilayah Desa Afoan.
Pantainya digunakan sebagai
peneluran penyu sisik dan
hijau. Kondisi terumbu
karangnya masuk dalam
kategori buruk sampai dengan
baik sekali di daerah dekat
dermaga. Perairannya
merupakan habitat dugong,
hiu, lokasi SPAGS, koridor
setasea, lumba-lumba dan
paus.
23 2190 Pemanfaatan - Lokory dsk Sumba Wendewa 467,86 Wilayah zona ini termasuk
Barat, Barat, dalam wilayah Desa Wendewa
Sumba Lokory, dan Barat, dan Lokory. Pantainya
Barat Daya Bondoboghila digunakan sebagai peneluran
dan Sumba penyu sisik dan hijau.
Tengah Perairannya juga memiliki
terumbu karang, estuari,
mangrove, dugong, lumba-
lumba, dan paus. Di perairan

155
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
sekitarnya mempunyai habitat
perairan dalam yaitu selat.
Terdapat pos pengawasan KKP
di wilayah ini.
24 2200 Pemanfaatan - Karuni dsk Sumba Karuni dan 1379,33 Wilayah zona ini termasuk
Barat Daya Letekonda dalam wilayah Desa Karuni dan
Letekonda. Pantainya
digunakan sebagai peneluran
penyu belimbing, sisik dan
hijau. Kondisi terumbu
karangnya masuk dalam
kategori buruk sampai dengan
sedang dengan dominan buruk.
Perairannya juga memiliki pari
manta, hiu, lokasi SPAGS,
lumba-lumba, dan paus. Di
perairan sekitarnya mempunyai
habitat perairan dalam yaitu
selat. Pantainya sering
digunakan untuk rekreasi.
25 2201 Pemanfaatan - Weelonda Sumba Weelonda 1046,67 Wilayah zona ini termasuk
Barat Daya dalam wilayah Desa Weelonda.
Kondisi terumbu karangnya
masuk dalam kategori buruk
sampai dengan baik dengan
dominan buruk. Perairannya

156
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
juga memiliki pari manta, hiu,
lokasi SPAGS, dugong, lumba-
lumba, dan paus. Di perairan
sekitarnya mempunyai habitat
perairan dalam yaitu selat.
Terdapat pos pengawasan KKP
di dekatnya.
26 2202 Pemanfaatan - Mangganipi Sumba Kori dan 519,03 Wilayah zona ini termasuk
dsk Barat Daya Mangganipi dalam wilayah Desa Kori dan
Mangganipi. Kondisi terumbu
karangnya masuk dalam
kategori buruk sampai dengan
sedang dengan dominan
sedang. Perairannya juga
ditemukan hiu dan lumba-
lumba. Di perairan sekitarnya
mempunyai habitat perairan
dalam yaitu selat.
27 2210 Pemanfaatan - Lenang Sumba Lenang 3581,61 Wilayah zona ini termasuk
Tengah dalam wilayah Desa Lenang.
Pantainya digunakan sebagai
peneluran penyu lekang,
belimbing, hijau dan sisik.
Kondisi terumbu karangnya
masuk dalam kategori buruk
sampai dengan baik sekali
dengan dominan baik.

157
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
Perairannya juga memiliki
dugong, hiu, lokasi SPAGS,
buaya, lumba-lumba, dan paus.
Di perairan sekitarnya
mempunyai habitat perairan
dalam yaitu selat.

28 2220 Pemanfaatan - Kifu dsk Kupang Nunuanah, 3635,74 Wilayah zona ini termasuk
Kifu, dan dalam wilayah Desa Nunuanah,
Netemnanu Kifu, dan Netemnanu Selatan.
Selatan Perairannya merupakan habitat
dugong, terumbu karang,
estuari, koridor setasea, lumba-
lumba dan paus.
29 2230 Pemanfaatan - Napu Sumba Napu 2287,32 Wilayah zona ini termasuk
Timur dalam wilayah Desa Napu.
Pantainya digunakan sebagai
peneluran penyu sisik, hijau
dan tempayan. Kondisi
terumbu karangnya masuk
dalam kategori buruk sampai
dengan baik dengan dominan
baik. Perairannya juga memiliki
padang lamun, hiu, lokasi
SPAGS, koridor setasea, lumba-
lumba, dan paus. Di perairan

158
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
sekitarnya mempunyai habitat
perairan dalam yaitu selat.
Terdapat pos pengawasan KKP
di wilayah ini.

30 2231 Pemanfaatan - Tanambanas Sumba Tanambanas 497,30 Wilayah zona ini termasuk
Tengah dalam wilayah Desa
Tanambanas. Kondisi terumbu
karangnya masuk dalam
kategori buruk sampai dengan
sedang dengan dominan
sedang. Perairannya juga
ditemukan lumba-lumba. Di
perairan sekitarnya mempunyai
habitat perairan dalam yaitu
selat. Pantainya sering
digunakan untuk wisata
rekreasi dan berenang.
Terdapat pos pengawasan KKP
di wilayah ini.
31 2241 Pemanfaatan - Sataruwuk Manggarai Sataruwuk 336,00 Wilayah zona ini termasuk
dalam wilayah Desa
Sataruwuk. Pantainya
digunakan sebagai peneluran
penyu sisik, hijau, belimbing
dan tempayan. Kondisi
terumbu karangnya masuk

159
Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Nama Lokasi Kabupaten Desa Keterangan
(Hektar)
dalam kategori buruk.
Perairannya juga ditemukan
hiu, lumba-lumba, dan paus.
Perairannya juga termasuk
pulau satelit dan daerah
upwelling yang merupakan
habitat perairan dalam.
32 2250 Pemanfaatan - Perbatasan Manggarai Nangabere 689,74 Wilayah zona ini termasuk
Nangabere Barat dan dalam wilayah Desa Nangabere
dengan Bentengdewa dan Bentengdewa. Pantainya
Bentengdewa digunakan sebagai peneluran
dsk penyu sisik dan hijau.
Perairannya memiliki terumbu
karang, lumba-lumba, dan
paus. Perairannya juga
termasuk daerah upwelling.
Luas Total Zona Pemanfaatan 58861,14 1,75 % dari luas TNP Laut
Sawu

160
2. Potensi

Potensi dan fitur konservasi di masing-masing ID Zona Pemanfaatan disajikan dalam tabel 28. dibawah ini.

Tabel 28. Potensi dan Fitur Konservasi di Masing-Masing ID Zona Pemanfaatan

Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Pemanfaatan - 2000 Habitat Wilayah Pesisir
Terumbu Karang 1322,29
Lamun 76,91
Habitat Perairan Dalam Sills 4415,30
dan Oseanografi Selat 7832,34
Upwelling 7832,38
Kondisi yang Kawasan Konservasi 1,54
Mendukung Konservasi Eksisting (TB. Pulau Ndana)
Pos pengawasan (TNI AL) 5648,54
Wisata Rekreasi 146,62
Surfing 146,62
Pengetahuan Lokal Usulan Daerah Larang Ambil 3809,61
Spesies Koridor Setasea 7850,41
Lumba-lumba 631,29
SPAGS 300,39
Penyu 4492,28
Paus 946,41
Luas Zona 2000 7850,41
2010 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 1205,09
Lamun 69,07

161
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Habitat Perairan Dalam Sills 2104,95
dan Oseanografi
Selat 2103,78
Upwelling 2103,78
Pengetahuan Lokal Usulan Daerah Larang Ambil 1000,41
Spesies Koridor Setasea 2104,95
Lumba-lumba 2104,04
Penyu 29,93
Paus 2104,04
Luas Zona 2010 2104,95
2020 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 619,10
Lamun 93,31
Habitat Perairan Dalam Sills 631,41
dan Oseanografi Selat 631,21
Upwelling 631,21
Kondisi yang Wisata Rekreasi 43,42
Mendukung Konservasi Surfing 43,42
Spesies Koridor Setasea 631,41
Dugong 111,25
Pari Manta 581,93
Penyu 1150,36
Luas Zona 2020 631,41
2030 Habitat Wilayah Pesisir Mangrove 24,39
Terumbu Karang 877,55
Lamun 169,39

162
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Habitat Perairan Dalam Sills 1133,83
dan Oseanografi Upwelling 1964,18
Spesies Koridor Setasea 1987,04
Luas Zona 2030 1987,04
2040 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 247,93
Lamun 33,25
Kondisi yang Daerah Mistis/ Angker 15,35
Mendukung Konservasi
Pengetahuan Lokal Usulan Daerah Larang Ambil 15,73
Luas Zona 2040 495,76
2041 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 27,42
Kondisi yang Daerah Mistis/ Angker 26,35
Mendukung Konservasi
Pengetahuan Lokal Usulan Daerah Larang Ambil 8,80
Luas Zona 2041 124.58
2042 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 54,94
Spesies Koridor Setasea 109,41
Luas Zona 2042 109,41
2060 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 143,30
Habitat Perairan Dalam Sills 415,99
dan Oseanografi
Selat 415,70
Spesies Koridor Setasea 415,99
Dugong 4,83
Penyu 282,51

163
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Paus 415,98
Luas Zona 2060 415,99
2070 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 111,07
Habitat Perairan Dalam Sills 760,83
dan Oseanografi Selat 759,66
Kondisi yang Wisata Selam 3,14
Mendukung Konservasi
Spesies Koridor Setasea 760,83
Penyu 1285,67
Luas Zona 2070 760,83
2080 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 86,82
Habitat Perairan Dalam Sills 278,92
dan Oseanografi Selat 276,70
Kondisi yang Wisata Selam 3,14
Mendukung Konservasi
Spesies Koridor Setasea 278,92
Penyu 324,75
Luas Zona 2080 278,92
2081 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 236,90
Habitat Perairan Dalam Sills 1069,84
dan Oseanografi Selat 1069,26
Kondisi yang Wisata Selam 8,72
Mendukung Konservasi
Spesies Koridor Setasea 1069,84

164
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Lumba-lumba 50,11
Penyu 496,06
Luas Zona 2081 1069,84
2082 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 483,08
Lamun 126,41
Habitat Perairan Dalam Sills 594,94
dan Oseanografi Selat 590,87
Kondisi yang Wisata Selam 2,63
Mendukung Konservasi
Spesies Koridor Setasea 594,94
Penyu 313,10
Luas Zona 2082 594,94
2090 Habitat Wilayah Pesisir Mangrove 1,03
Terumbu Karang 628,75
Lamun 182,54
Spesies Koridor Setasea 1405,61
Penyu 515,23
Luas Zona 2090 1405,61
2100 Habitat Wilayah Pesisir Mangrove 5,38
Terumbu Karang 363,08
Lamun 31,56
Habitat Perairan Dalam Selat 2243,06
dan Oseanografi Upwelling 2458,36
Kondisi yang Kawasan Konservasi 0,0036
Mendukung Konservasi Eksisting (SM. Danau

165
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Tuadale)

Spesies Koridor Setasea 2605,02


Lumba-lumba 911,92
Penyu 262,73
Paus 275,33
Luas Zona 2100 2605,02
2110 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 176,84
Habitat Perairan Dalam Selat 3616,41
dan Oseanografi Upwelling 3616,44
Kondisi yang Wisata Rekreasi 99,73
Mendukung Konservasi Surfing 99,73
Spesies Lumba-lumba 437,50
Hiu 1018,00
Penyu 2696,88
Luas Zona 2110 3621,34
2120 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 587,69
Lamun 49,35
Habitat Perairan Dalam Pulau Satelit 5483,57
dan Oseanografi
Upwelling 5483,57
Spesies Koridor Setasea 5483,96
Lumba-lumba 4550,20
Paus 5155,77
Luas Zona 2120 5483,96

166
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
2130 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 14,74
Lamun 2,76
Habitat Perairan Dalam Upwelling 14,74
dan Oseanografi
Kondisi yang Pos pengawasan Polair dan 14,03
Mendukung Konservasi TNI AL
Luas Zona 2130 14,74
2131 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 5,35
Habitat Perairan Dalam Pulau Satelit 2960,46
dan Oseanografi Upwelling 2960,46
Spesies Koridor Setasea 2965,12
Lumba-lumba 822,28
Penyu 1382,74
Paus 2960,46
Paus 822,25
Luas Zona 2131 2965,12
2140 Habitat Wilayah Pesisir Estuari 155,28
Mangrove 5,44
Habitat Perairan Dalam Selat 7085,18
dan Oseanografi Upwelling 1827,65
Kondisi yang Kawasan Konservasi 0,03
Mendukung Konservasi Eksisting (TWA, Pulau
Menipo dan TB. Dataran
Bena)
Wisata Rekreasi 0,001

167
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Spesies Lumba-lumba 1418,22
Pari Manta 90,74
Hiu 1727,58
Penyu 1740,40
Luas Zona 2140 7097,80
2160 Habitat Wilayah Pesisir Mangrove 17,44
Terumbu Karang 232,82
Lamun 28,66
Habitat Perairan Dalam Sills 349,92
dan Oseanografi Upwelling 545,13
Kondisi yang Tokoh Masyarakat yang 4,42
Mendukung Konservasi Mendukung Konservasi
Spesies Koridor Setasea 551,93
Lumba-lumba 167,00
Pari Manta 544,54
Hiu 551,89
Penyu 435,77
Luas Zona 2160 551,93
2170 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 187,59
Habitat Perairan Dalam Upwelling 761,28
dan Oseanografi
Spesies Koridor Setasea 764,29
Lumba-lumba 93,42
Luas Zona 2170 764,29

168
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
2180 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 36,70
Spesies Koridor Setasea 3486,61
Lumba-lumba 3486,58
Dugong 90,51
Hiu 146,40
SPAGS 391,81
Penyu 1785,42
Paus 1012,47
Paus 1122,34
Luas Zona 2180 3486,61
2190 Habitat Wilayah Pesisir Estuari 7,24
Mangrove 0,23
Terumbu Karang 78,16
Habitat Perairan Dalam Selat 460,92
dan Oseanografi
Kondisi yang Pos pengawasan (DKP) 467,86
Mendukung Konservasi
Spesies Lumba-lumba 137,49
Dugong 30,17
Penyu 255,43
Paus 85,75
Luas Zona 2190 467,86
2200 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 144,21
Habitat Perairan Dalam Selat 1378,80
dan Oseanografi

169
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Kondisi yang Wisata Rekreasi 0,05
Mendukung Konservasi
Spesies Lumba-lumba 1356,67
Pari Manta 78,52
Hiu 38,59
SPAGS 60,92
Penyu 1201,16
Paus 757,85
Luas Zona 2200 1379,33
2201 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 131,12
Habitat Perairan Dalam Selat 1008,55
dan Oseanografi
Kondisi yang Pos Pengawasan (DKP) 179,67
Mendukung Konservasi
Spesies Lumba-lumba 774,35
Dugong 663,45
Hiu 210,72
SPAGS 212,63
Paus 774,35
Luas Zona 2201 1046,67
2202 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 91,54
Habitat Perairan Dalam Selat 496,64
dan Oseanografi
Spesies Lumba-lumba 267,13
Hiu 234,08

170
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Luas Zona 2202 519,03
2210 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 226,12
Habitat Perairan Dalam Selat 3574,76
dan Oseanografi
Kondisi yang Wisata Rekreasi 87,95
Mendukung Konservasi
Spesies Buaya 0,03
Lumba-lumba 2076,46
Dugong 231,38
Hiu 589,79
SPAGS 135,57
Penyu 3223,65
Paus 923,11
Luas Zona 2210 3581,61
2220 Habitat Wilayah Pesisir Estuari 2,28
Terumbu Karang 32,72
Spesies Koridor Setasea 3635,74
Lumba-lumba 2525,31
Dugong 1358,81
Paus 3617,58
Paus 1818,56
Luas Zona 2220 3635,74
2230 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 167,39
Lamun 10,05

171
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Habitat Perairan Dalam Selat 1752,21
dan Oseanografi
Kondisi yang Pos pengawasan (DKP) 202,49
Mendukung Konservasi Wisata Rekreasi 391,65
Wisata Berenang 391,65
Spesies Koridor Setasea 10,02
Lumba-lumba 512,30
Hiu 118,90
SPAGS 136,05
Penyu 1743,00
Paus 494,42
Luas Zona 2230 2287,32
2231 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 50,07
Habitat Perairan Dalam Selat 494,63
dan Oseanografi
Kondisi yang Pos pengawasan (DKP) 497,30
Mendukung Konservasi Wisata Rekreasi 2,52
Wisata Berenang 2,52
Spesies Lumba-lumba 332,19
Penyu 0,16
Luas Zona 2231 497,30
2241 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 26,32
Habitat Perairan Dalam Pulau Satelit 321,78
dan Oseanografi Upwelling 321,78
Spesies Lumba-lumba 195,55

172
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Hiu 150,89
Penyu 1056,22
Paus 178,30
Luas Zona 2241 336,00
2250 Habitat Wilayah Pesisir Terumbu Karang 15,26
Habitat Perairan Dalam Upwelling 689,63
dan Oseanografi
Spesies Lumba-lumba 249,49
Penyu 306,28
Paus 71,36
Luas Zona 2250 689,74

173
3. Peruntukan/Tujuan Zona
Peruntukan Zona Pemanfaatan adalah sebagai perlindungan dan
pelestarian habitat dan populasi ikan; pariwisata dan rekreasi; penelitian
dan pengembangan; pendidikan; dan alur pelayaran.
a. Kegiatan perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi ikan yang
diperbolehkan meliputi: perlindungan proses-proses ekologis yang
menunjang kelangsungan hidup dari suatu jenis atau sumberdaya
alam hayati dan ekosistemnya; penjagaan dan pencegahan kegiatan-
kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan potensi
kawasan dan perubahan fungsi kawasan; pengelolaan jenis
sumberdaya ikan beserta habitatnya untuk dapat menghasilkan
keseimbangan antara populasi dan daya dukung habitatnya;
perlindungan alur migrasi biota perairan; pemulihan dan rehabilitasi
ekosistem.
b. Kegiatan pariwisata dan rekreasi yang diperbolehkan meliputi:
rekreasi pantai, menyelam; pariwisata tontonan seperti snorkeling dan
menggunakan perahu kaca (glass boat); pariwisata minat khusus;
perahu pariwisata; olahraga permukaan air seperti berenang, selancar
air (surfing), memancing catch and release (catch and release fishing),
kite surfing, jetsky, dayung/kayak dan jenis olahraga air lainnya;
wisata penelitian untuk mendapat pengetahuan terkait bidang ilmu
tertentu seperti mengamati kehidupan biota perairan (paus, penyu
dan lain-lain), formasi kehidupan terumbu karang, mangrove, burung
dan lain-lain; wisata budaya, tracking dan pembuatan foto, video dan
film.
c. Kegiatan penelitian dan pengembangan yang diperbolehkan meliputi:
penelitian dasar untuk kepentingan pemanfaatan dan konservasi,
penelitian terapan untuk kepentingan pemanfaatan dan konservasi,
dan pengembangan untuk kepentingan konservasi.
d. Kegiatan pendidikan yang diperbolehkan meliputi: pemeliharaan dan
peningkatan keanekaragaman hayati; perlindungan sumberdaya
masyarakat lokal; pembangunan perekonomian berbasis ekowisata
bahari; pemeliharaan proses ekologis dan sistem pendukung
kehidupan; promosi pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan;

174
promosi upaya tata kelola untuk perlindungan lingkungan Taman
Nasional Perairan.
e. Alur pelayaran yang diperbolehkan di Zona Pemanfaatan adalah alur
pelayaran untuk perhubungan, dan pelayaran selain di alur pelayaran
untuk perhubungan.

4. Kegiatan yang Boleh dan Tidak Boleh

Pada zona pemanfaatan umum terdapat kegiatan yang boleh dan


tidak dilakukan, sebagaimana terdapat pada tabel 29. dibawah ini:
Tabel 29. Kegiatan yang boleh dan tidak boleh pada Zona Pemanfaatan

Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
Kegiatan yang 1 Patroli pengawasan
boleh 2 Tambatan perahu
3 Pembangunan Rumah Adat
4 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (kantor)
5 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (Pos Jaga,
Jetty)
6 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan non
komersial
7 Alur Kapal untuk perhubungan
8 Pelayaran selain di alur kapal untuk
perhubungan
Kegiatan yang 1 Monitoring dan Penelitian non ekstraktif
diperbolehkan 2 Monitoring dan Penelitian ekstraktif
tetapi dengan 3 Pendidikan pemeliharaan dan peningkatan
izin keanekaragaman hayati (ekosistem lamun,
manggrove, terumbu dan laut dalam);
perlindungan sumberdaya masyarakat lokal;
pembangunan perekonomian berbasis ekowisata
bahari; pemeliharaan proses ekologis dan sistem
pendukung kehidupan; promosi pemanfaatan
sumber daya secara berkelanjutan; promosi
upaya tata kelola untuk perlindungan lingkungan
4 Pembangunan Infrastruktur wisata hotel, home
stay, dan sarana penginapan lainnya
5 Pembangunan Infrastruktur wisata (resor
permanen)
6 Sarana dan pelayanan untuk melakukan wisata
petualangan (kapal layar (cruise), kapal selam,
sea walker, penenggelaman kapal (ship wreck)
7 Rekreasi pantai
8 Wisata menyelam
9 Wisata snorkling
10 Wisata Jet Ski

175
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
11 Wisata Kayak/Dayung
12 Wisata Surfing
13 Wisata Kite surfing
14 Wisata Mancing (Catch and Release)
15 Wisata perahu kaca (glass boat)
16 Perahu wisata
17 Wisata melihat Paus dan Lumba-Lumba
18 Wisata melihat burung
19 Wisata mangrove
20 Wisata Budaya
21 Wisata tracking
22 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan
komersial
Kegiatan yang 1 Penangkapan ikan dengan Jaring insang tetap
tidak boleh (Set gill nets (anchored))
2 Penangkapan ikan dengan Jaring insang hanyut
(Drift nets)
3 Penangkapan ikan dengan Jaring insang oseanik
4 Penangkapan ikan dengan Jaring angkat (Lift
Net)
5 Penangkapan ikan dengan Jaring serok (scoop
net)
6 Penangkapan ikan dengan Bagan Tancap
(bamboo platform lift net)
7 Penangkapan ikan dengan Bagan Perahu/rakit
(Boat/raft lift net)
8 Penangkapan ikan dengan Bubu
9 Penangkapan ikan dengan Pancing ulur
10 Penangkapan ikan dengan Pancing tonda
11 Penangkapan ikan dengan Pancing layang-layang
12 Penangkapan ikan dengan Sero
13 Penangkapan ikan dengan Jermal
14 Penangkapan ikan dengan Rawai Tuna
15 Penangkapan ikan dengan Rawai Hanyut
16 Penangkapan ikan dengan Rawai Tetap
17 Penangkapan ikan dengan Rawai Hiu/Cucut
18 Penangkapan ikan dengan Huhate
19 Makameting (dengan alat dan cara yang tidak
merusak terumbu karang)
20 Pemasangan Rumpon
21 Rumpon telur ikan terbang
22 Menggunakan bahan beracun, kompresor dan
bom
23 Menangkap Ikan Hias
24 Menangkap ikan dengan tombak
25 Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan kecil
dan artisanal serta kelompok nelayan yang
secara ekonomis memiliki struktur dan unit

176
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
usaha kecil yang tidak diwajibkan memiliki izin
usaha penangkapan ikan
26 Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh
usaha menengah keatas
27 Penangkapan ikan dengan Pukat cincin pelagis
besar dengan satu kapal
28 Penangkapan ikan dengan Lampara dasar
29 Penangkapan Ikan dengan Kapal 5 - 30 GT
dengan alat penangkapan ikan yang
diperbolehkan
30 Penangkapan Ikan dengan Kapal < 5 GT dengan
alat penangkapan ikan yang diperbolehkan
31 Menangkap, melukai dan membunuh biota yang
dilindungi (termasuk penyu, buaya, manta,
duyung, hiu, paus, lumba-lumba, dll)
32 Mengambil dan menjual telur penyu
33 Budidaya Rumput Laut
34 Budidaya Mutiara
35 Budidaya dengan Keramba Jaring Apung (KJA)
36 Budidaya Teripang
37 Budidaya Lobster
38 Membangun Tambak
39 ALKI III
40 Penebangan Mangrove
41 Pengambilan Karang hidup atau mati
42 Pengambilan Karang hidup atau mati dalam
aktifitas keruga (kearifan local Sabu Raijua)
hanya boleh dilakukan setahun sekali dalam satu
hari dan waktunya diatur oleh kesepakatan adat.
43 Penambangan Pasir Laut
44 Survey Seismic Minyak dan Gas
45 Penambangan Minyak dan Gas
46 Pembuangan Limbah dan Sampah

E. Zona Lainnya
1. Rancangan Zonasi dan Koordinat
Zona lainnya merupakan zona di luar zona inti, zona perikanan
berkelanjutan, dan zona pemanfaatan yang karena fungsi dan
kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu antara lain seperti zona
perlindungan dan zona rehabilitasi. Zona lainnya di TNP Laut Sawu
yaitu:
a. Sub Zona Kearifan Lokal
Sub Zona Kearifan Lokal diperuntukkan untuk melindungi
daerah-daerah yang memiliki nilai-nilai budaya-tradisional yang

177
penting dan mengakomodir kearifan lokal masyarakat yang
terdapat dan tersebar di masing-masing daerah di TNP Laut Sawu
yang mempunyai keunikan dan mendukung upaya konservasi
seperti Lilifuk, dan Panadahi.
b. Sub Zona Pemanfaatan Pariwisata dan Budidaya
Sub Zona Pemanfaatan Pariwisata dan Budidaya
diperuntukkan untuk kepentingan pariwisata alam perairan non
ekstraksi dan/atau kondisi/jasa lingkungan serta untuk kegiatan
budidaya ramah lingkungan (skala kecil atau tradisional) bagi
masyarakat.
Koordinat lokasi untuk masing-masing ID Sub Zona Kearifan Lokal
ditampilkan dalam tabel 30. dibawah ini:

Tabel 30. Koordinat Lokasi untuk Masing-Masing ID Sub Zona Kearifan


Lokal

Nama Zona Zona ID X Y


123° 29' 51,25" BT 10° 15' 53,32" LS
123° 29' 46,44" BT 10° 15' 54,39" LS
123° 29' 43,42" BT 10° 15' 45,65" LS
3000
123° 29' 47,02" BT 10° 15' 44,81" LS
123° 29' 47,07" BT 10° 15' 44,80" LS
123° 29' 51,25" BT 10° 15' 53,32" LS
121° 37' 53,12" BT 10° 37' 53,02" LS
Zona Kearifan
121° 36' 42,20" BT 10° 37' 58,73" LS
Lokal
121° 34' 44,93" BT 10° 38' 32,51" LS
121° 34' 45,44" BT 10° 38' 16,79" LS
3010 121° 38' 6,40" BT 10° 36' 24,81" LS
121° 38' 10,17" BT 10° 36' 21,54" LS
121° 38' 42,05" BT 10° 36' 22,14" LS
121° 38' 37,91" BT 10° 37' 25,00" LS
121° 37' 53,12" BT 10° 37' 53,02" LS

Koordinat lokasi, letak, dan luasan untuk masing-masing ID Sub Zona


Pemanfaatan Pariwisata dan Budidaya ditampilkan dalam tabel 31 dan
tabel 32 dibawah ini:

178
Tabel 31. Koordinat Lokasi untuk Masing-Masing ID Sub Zona Pemanfaatan
Pariwisata dan Budidaya

Nama Zona Zona ID X Y


121° 55' 25,58" BT 10° 34' 58,78" LS
121° 55' 1,63" BT 10° 35' 24,51" LS
121° 53' 55,84" BT 10° 35' 54,39" LS
Zona 121° 53' 22,13" BT 10° 36' 50,59" LS
Pemanfaatan
3020 121° 53' 4,43" BT 10° 37' 2,31" LS
Pariwisata
dan Budidaya 121° 52' 32,28" BT 10° 37' 3,87" LS
121° 56' 5,50" BT 10° 34' 1,63" LS
121° 56' 18,69" BT 10° 34' 13,79" LS
121° 55' 25,58" BT 10° 34' 58,78" LS

179
Tabel 32. Letak dan Luasan Masing-masing ID Zona Lainnya
Nama Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Kabupaten Desa Keterangan
Lokasi (Hektar)
1 3000 Lain Kearifan Kuanheum Kupang Kuanheum 3,79 Wilayah zona ini termasuk dalam
Lokal wilayah Desa Kuanheum.
(Lilifuk) Perairannya memiliki terumbu
karang dan padang lamun dari
kerapatan jarang sampai dengan
sedang. Perairannya juga
termasuk daerah upwelling.
Terdapat pos pengawasan TNI AL
dan Polair di dekat zona ini.
Masyarakat di zona ini mempunyai
kearifan lokal yaitu Lilifuk. Lilifuk
adalah suatu kawasan yang
menyerupai kolam yang pada saat
surut terendah masih digenangi
air yang dikelola oleh masyarakat
adat Baineo dengan cara menutup
kawasan tersebut selama setengah
tahun dan pada saat ditutup
tersebut tidak boleh dilakukan
penangkapan ikan di daerah
tersebut baik oleh masyarakat
setempat ataupun masyarakat
luar dan kemudian baru
diperbolehkan menangkap hanya
1-2 hari dalam setengah tahun

180
Nama Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Kabupaten Desa Keterangan
Lokasi (Hektar)
tergantung dari keputusan pemilik
Lilifuk dengan sebelumnya
melakukan ritual/perayaan adat
sehari sebelum panen. Orang yang
melanggar melakukan
penangkapan selama masa
penutupan tersebut akan
dikenakan sanksi adat berupa
denda berupa uang ataupun
hewan (babi, kambing).
2 3010 Lain Kearifan Ledeke dsk Sabu Raijua Bolua, 764,93 Wilayah zona ini termasuk dalam
Lokal Ledeke, wilayah Desa Bolua, Ledeke, dan
(Panadahi) dan Ledeunu. Pantainya digunakan
Ledeunu sebagai peneluran penyu pipih,
hijau dan tempayan. Kondisi
terumbu karangnya masuk dalam
kategori buruk sampai dengan
sedang dengan dominan buruk.
Padang lamun lebat yang
merupakan habitat dugong. Di
perairan sekitarnya mempunyai
habitat perairan dalam yaitu sills
dan selat yang juga merupakan
koridor setasea. Masyarakat di
zona ini mempunyai kearifan lokal
yaitu Panadahi. Panadahi adalah
kegiatan makameting berpindah.

181
Nama Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Kabupaten Desa Keterangan
Lokasi (Hektar)
Suatu kawasan dibuka untuk
masyarakat melakukan
makameting sedangkan kawasan
lainnya didalam zona ini ditutup
selama kurun waktu tertentu
melalui kesepakatan adat. Dan
kemudian kawasan yang ditutup
tersebut dibuka kembali,
sedangkan kawasan yang
sebelumnya dibuka kemudian
ditutup, begitu seterusnya.
Luas Total Zona Kearifan Lokal 768,72 0,02 % dari luas TNP Laut Sawu
1 3020 Lain Pemanfaatan Halapaji dsk Sabu Raijua Deme, 456,36 Wilayah zona ini termasuk dalam
Pariwisata Ledetalo, wilayah 5 desa yaitu Desa Deme,
dan Halapaji, Ledetalo, Halapaji, Eilogo dan
Budidaya Eilogo dan Waduwala. Pantainya digunakan
Waduwala sebagai peneluran penyu sisik,
penyu hijau dan penyu tempayan.
Perairannya memiliki padang
lamun dengan kepadatan jarang
sampai dengan sedang. Di
perairan sekitarnya mempunyai
habitat perairan dalam yaitu sills
dan selat serta merupakan koridor
setasea. Daerah terumbu
karangnya berpotensi besar
sebagai dive spot/titik lokasi

182
Nama Luas
No ID_Zona Zona Sub Zona Kabupaten Desa Keterangan
Lokasi (Hektar)
wisata selam.

Luas Total Zona Pemanfaatan Pariwisata dan Budidaya 456,36 0,01 % dari luas TNP Laut Sawu

2. Potensi
Potensi dan fitur konservasi di masing-masing ID Zona Lainnya disajikan dalam tabel 33. dibawah ini:
Tabel 33. Potensi dan Fitur Konservasi di Masing-Masing ID Zona Lainnya

Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
Lain Kearifan Lokal 3000 Habitat Wilayah Terumbu Karang 3,79
Pesisir
Lamun 3,79
Habitat Perairan Upwelling 3,79
Dalam dan
Oseanografi
Kondisi yang Lilifuk (Kearifan Lokal) 0,26
Mendukung Pos pengawasan (Polair dan TNI 3,79
Konservasi

183
Zona Sub Zona ID_Zona Kategori Fitur Potensi dan Fitur Konservasi Luas (Hektar)
Konservasi
AL)
Luas Zona 3000 3,79
3010 Habitat Wilayah Terumbu Karang 549,65
Pesisir
Lamun 143,23
Habitat Perairan Sills 764,93
Dalam dan Selat 762,49
Oseanografi
Spesies Koridor Setasea 764,93
Dugong 123,46
Penyu 764,93
Paus 764,88
Luas Zona 3010 764,93
Lain Pemanfaatan 3020 Habitat Wilayah Terumbu Karang 310,09
Pariwisata dan Pesisir
Budidaya Lamun 63,75
Habitat Perairan Sills 456,36
Dalam dan Selat 446,32
Oseanografi
Kondisi yang Wisata Selam 75,56
Mendukung
Konservasi
Spesies Koridor Setasea 456,36
Penyu 379,23
Luas Zona 3020 456,36

184
3. Peruntukan/Tujuan Zona
a. Peruntukan/Tujuan Sub Zona Kearifan Lokal
Peruntukan untuk Sub Zona Kearifan Lokal adalah sebagai berikut
perlindungan habitat dan populasi ikan; perlindungan daerah-daerah yang
memiliki nilai-nilai budaya-tradisional yang penting; kearifan lokal
masyarakat yang mempunyai keunikan dan mendukung upaya konservasi;
pariwisata dan rekreasi; penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah
lingkungan; budidaya ramah lingkungan; penelitian dan pengembangan;
pendidikan; dan alur pelayaran.
1) Kegiatan perlindungan habitat dan populasi ikan yang diperbolehkan
yaitu: Perlindungan proses-proses ekologis yang menunjang
kelangsungan hidup dari suatu jenis atau sumberdaya ikan dan
ekosistemnya; Pengamanan, pencegahan dan/atau pembatasan
kegiatan-kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan
potensi kawasan dan perubahan fungsi kawasan; Pengelolaan jenis
sumberdaya ikan beserta habitatnya untuk dapat menghasilkan
keseimbangan antara populasi dan habitatnya; Alur migrasi biota
perairan; Pemulihan.
2) Kegiatan Penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah
lingkungan meliputi: alat penangkapan ikan yang sifatnya statis dan
atau pasif dan semi aktif; dan cara memperoleh ikan dengan
memperhatikan daya dukung habitat dan/atau tidak mengganggu
keberlanjutan sumber daya ikan.
3) Kegiatan yang berkaitan dengan kearifan lokal yang melibatkan pihak
luar perlu menginformasikan ke Pengelola TNP Laut Sawu.
4) Kegiatan budidaya ramah lingkungan yang diperbolehkan di zona ini
meliputi kegiatan budidaya yang mempertimbangkan: jenis ikan yang
dibudidayakan; jenis pakan; teknologi; jumlah unit usaha budidaya;
dan daya dukung dan kondisi lingkungan sumber daya ikan.
5) Kegiatan pariwisata dan rekreasi yang diperbolehkan meliputi: rekreasi
pantai, berenang, dayung/kayak, menyelam, perahu wisata; pariwisata
tontonan seperti snorkeling dan menggunakan perahu kaca (glass
boat); wisata penelitian untuk mendapat pengetahuan terkait bidang
ilmu tertentu seperti mengamati kehidupan biota perairan (paus,
lumba-lumba, penyu dan lain-lain), formasi kehidupan terumbu

185
karang, mangrove, burung dan lain-lain; wisata budaya, tracking dan
pembuatan foto, video dan film.
6) Kegiatan penelitian dan pengembangan yang diperbolehkan meliputi:
penelitian dasar untuk kepentingan pelestarian budaya dan
konservasi; penelitian terapan untuk kepentingan pelestarian budaya
dan konservasi; dan pengembangan untuk kepentingan pelestarian
budaya dan konservasi.
7) Kegiatan pendidikan yang diperbolehkan merupakan pendidikan untuk
memberikan wawasan dan motivasi yang meliputi aspek: biologi,
ekologi, sosial ekonomi dan budaya, tata kelola dan pengelolaan.
8) Alur pelayaran yang diperbolehkan di zona kearifan lokal adalah alur
pelayaran untuk perhubungan, dan pelayaran selain di alur pelayaran
untuk perhubungan.
9) Aktifitas kearifan lokal Keruga yaitu kegiatan pengambilan terumbu
karang hidup untuk digunakan sebagai batu kapur untuk sirih pinang
oleh masyarakat seperti di Kabupaten Sabu Raijua diperbolehkan satu
tahun sekali dalam waktu satu hari dalam jumlah yang secukupnya
dengan waktu/hari yang ditentukan oleh keputusan adat.
b. Peruntukan/Tujuan Sub Zona Pemanfaatan Pariwisata dan Budidaya
Peruntukan untuk Sub Zona Pemanfaatan Pariwisata dan Budidaya
adalah sebagai berikut perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi
ikan; budidaya ramah lingkungan; pariwisata dan rekreasi; penelitian dan
pengembangan; pendidikan; dan alur pelayaran.
1) Kegiatan perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi ikan yang
diperbolehkan meliputi : perlindungan proses-proses ekologis yang
menunjang kelangsungan hidup dari suatu jenis atau sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya; penjagaan dan pencegahan kegiatan-kegiatan
yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan potensi kawasan dan
perubahan fungsi kawasan; pengelolaan jenis sumberdaya ikan beserta
habitatnya untuk dapat menghasilkan keseimbangan antara populasi
dan daya dukung habitatnya; perlindungan alur migrasi biota perairan;
pemulihan dan rehabilitasi ekosistem.
2) Kegiatan budidaya ramah lingkungan yang diperbolehkan di zona ini
meliputi kegiatan budidaya yang mempertimbangkan: jenis ikan yang
dibudidayakan; jenis pakan; teknologi; jumlah unit usaha budidaya;
dan daya dukung dan kondisi lingkungan sumber daya ikan.

186
3) Kegiatan pariwisata dan rekreasi yang diperbolehkan meliputi: rekreasi
pantai, menyelam; pariwisata tontonan seperti snorkeling dan
menggunakan perahu kaca (glass boat); pariwisata minat khusus;
perahu pariwisata; olahraga permukaan air seperti berenang, selancar
air (surfing), memancing catch and release (catch and release fishing),
kite surfing, jetsky, dayung/kayak dan jenis olahraga air lainnya; wisata
penelitian untuk mendapat pengetahuan terkait bidang ilmu tertentu
seperti mengamati kehidupan biota perairan (paus, penyu dan lain-
lain), formasi kehidupan terumbu karang, mangrove, burung dan lain-
lain; wisata budaya, tracking dan pembuatan foto, video dan film.
4) Kegiatan penelitian dan pengembangan yang diperbolehkan meliputi:
penelitian dasar untuk kepentingan pemanfaatan dan konservasi,
penelitian terapan untuk kepentingan pemanfaatan dan konservasi,
dan pengembangan untuk kepentingan konservasi.
5) Kegiatan pendidikan yang diperbolehkan meliputi: pemeliharaan dan
peningkatan keanekaragaman hayati; perlindungan sumberdaya
masyarakat lokal; pembangunan perekonomian berbasis ekowisata
bahari; pemeliharaan proses ekologis dan sistem pendukung
kehidupan; promosi pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan;
promosi upaya tata kelola untuk perlindungan lingkungan Taman
Nasional Perairan.
6) Alur pelayaran yang diperbolehkan di Zona Pemanfaatan Pariwisata dan
Budidaya adalah alur pelayaran untuk perhubungan, dan pelayaran
selain di alur pelayaran untuk perhubungan.

4. Kegiatan yang Boleh dan Tidak Boleh


a. Kegiatan yang Boleh dan Tidak Boleh di Sub Zona Kearifan Lokal
Pada Sub zona Kearifan Lokal terdapat kegiatan yang boleh dan
tidak boleh dilakukan sebagaimana ditampilkan dalam tabel 34. dibawah
ini:

Tabel 34. Perumusan kegiatan yang boleh dan tidak boleh pada Sub Zona
Kearifan Lokal
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
Kegiatan yang 1 Patroli pengawasan
boleh 2 Tambatan perahu

187
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
3 Pembangunan Rumah Adat
4 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (Pos Jaga,
Jetty)
5 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan non
komersial
6 Makameting (dengan alat dan cara yang tidak
merusak terumbu karang)
7 Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan kecil
dan artisanal serta kelompok nelayan yang
secara ekonomis memiliki struktur dan unit
usaha kecil yang tidak diwajibkan memiliki izin
usaha penangkapan ikan
8 Penangkapan Ikan dengan Kapal < 5 GT dengan
alat penangkapan ikan yang diperbolehkan
9 Alur Kapal untuk perhubungan
10 Pelayaran selain di alur kapal untuk
perhubungan
11 Pengambilan Karang hidup atau mati dalam
aktifitas keruga (kearifan local Sabu Raijua)
hanya boleh dilakukan setahun sekali dalam satu
hari dan waktunya diatur oleh kesepakatan adat.
Kegiatan yang 1 Monitoring dan Penelitian non ekstraktif
diperbolehkan 2 Monitoring dan Penelitian ekstraktif
dengan izin 3 Pendidikan pemeliharaan dan peningkatan
keanekaragaman hayati (ekosistem lamun,
manggrove, terumbu dan laut dalam);
perlindungan sumberdaya masyarakat lokal;
pembangunan perekonomian berbasis ekowisata
bahari; pemeliharaan proses ekologis dan sistem
pendukung kehidupan; promosi pemanfaatan
sumber daya secara berkelanjutan; promosi
upaya tata kelola untuk perlindungan lingkungan
4 Rekreasi pantai
5 Wisata menyelam
6 Wisata snorkling
7 Wisata Kayak/Dayung
8 Wisata perahu kaca (glass boat)
9 Perahu wisata
10 Wisata melihat Paus dan Lumba-Lumba
11 Wisata melihat burung
12 Wisata mangrove
13 Wisata Budaya
14 Wisata tracking
15 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan
komersial
16 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang tetap
(Set gill nets (anchored))

188
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
17 Penangkapan Ikan dengan Jaring angkat (Lift
Net)
18 Penangkapan Ikan dengan Jaring serok (scoop
net)
19 Penangkapan Ikan dengan Pancing ulur
20 Penangkapan Ikan dengan Pancing tonda
21 Penangkapan Ikan dengan Pancing layang-layang
22 Menangkap ikan dengan tombak
23 Budidaya Rumput Laut
24 Budidaya Teripang
25 Budidaya Lobster
26 Membangun Tambak
Kegiatan yang 1 Pembangunan Infrastruktur wisata hotel, home
tidak boleh stay, dan sarana penginapan lainnya
2 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang hanyut
(Drift nets)
3 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang oseanik
4 Pembangunan Infrastruktur wisata (resor
permanen)
5 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (kantor)
6 Sarana dan pelayanan untuk melakukan wisata
petualangan (kapal layar (cruise), kapal selam,
sea walker, penenggelaman kapal (ship wreck)
7 Wisata Jet Ski
8 Wisata Surfing
9 Wisata Kite surfing
10 Wisata Mancing (Catch and Release)
11 Penangkapan Ikan dengan Bagan Tancap
(bamboo platform lift net)
12 Penangkapan Ikan dengan Bagan Perahu/rakit
(Boat/raft lift net)
13 Penangkapan Ikan dengan Bubu
14 Penangkapan Ikan dengan Sero
15 Penangkapan Ikan dengan Jermal
16 Penangkapan Ikan dengan Rawai Tuna
17 Penangkapan Ikan dengan Rawai Hanyut
18 Penangkapan Ikan dengan Rawai Tetap
19 Penangkapan Ikan dengan Rawai Hiu/Cucut
20 Penangkapan Ikan dengan Huhate
21 Pemasangan Rumpon
22 Rumpon telur ikan terbang
23 Menggunakan bahan beracun, kompresor dan
bom
24 Menangkap Ikan Hias
25 Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh
usaha menengah keatas
26 Penangkapan Ikan dengan Pukat cincin pelagis

189
Perumusan
No Kegiatan
Kegiatan
besar dengan satu kapal
27 Penangkapan Ikan dengan Lampara dasar
27 Penangkapan Ikan dengan Kapal 5 - 30 GT
dengan alat penangkapan ikan yang
diperbolehkan
28 Menangkap, melukai dan membunuh biota yang
dilindungi (termasuk penyu, buaya, manta,
duyung, hiu, paus, lumba-lumba, dll)
29 Mengambil dan menjual telur penyu
30 Budidaya Mutiara
31 Budidaya dengan Keramba Jaring Apung (KJA)
32 ALKI III
33 Penebangan Mangrove
34 Pengambilan Karang hidup atau mati
35 Penambangan Pasir Laut
36 Survey Seismic Minyak dan Gas
37 Penambangan Minyak dan Gas
38 Pembuangan Limbah dan Sampah

b. Kegiatan yang Boleh dan Tidak Boleh di Sub Zona Pemanfaatan Pariwisata
dan Budidaya

Pada Sub zona Pemanfaatan Pariwisata dan Budidaya terdapat


kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan sebagaimana ditampilkan
dalam tabel 35. dibawah ini:

Tabel 35. Perumusan kegiatan yang boleh dan tidak boleh pada Sub Zona
Pemanfaatan Pariwisata dan Budidaya
Perumusan Kegiatan
No
Kegiatan
Kegiatan yang 1 Patroli pengawasan
boleh 2 Tambatan perahu
3 Pembangunan Rumah Adat
4 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (kantor)
5 Infrastruktur Pengelolaan Kawasan (Pos Jaga,
Jetty)
6 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan non
komersial
7 Budidaya Rumput Laut
8 Alur Kapal untuk perhubungan
9 Pelayaran selain di alur kapal untuk
perhubungan
Kegiatan yang 1 Monitoring dan Penelitian non ekstraktif
diperbolehkan 2 Monitoring dan Penelitian ekstraktif

190
Perumusan Kegiatan
No
Kegiatan
dengan izin 3 Pendidikan pemeliharaan dan peningkatan
keanekaragaman hayati (ekosistem lamun,
manggrove, terumbu dan laut dalam);
perlindungan sumberdaya masyarakat lokal;
pembangunan perekonomian berbasis ekowisata
bahari; pemeliharaan proses ekologis dan sistem
pendukung kehidupan; promosi pemanfaatan
sumber daya secara berkelanjutan; promosi
upaya tata kelola untuk perlindungan
lingkungan
4 Pembangunan Infrastruktur wisata hotel, home
stay, dan sarana penginapan lainnya
5 Pembangunan Infrastruktur wisata (resor
permanen)
6 Sarana dan pelayanan untuk melakukan wisata
petualangan (kapal layar (cruise), kapal selam,
sea walker, penenggelaman kapal (ship wreck)
7 Rekreasi pantai
8 Wisata menyelam
9 Wisata snorkling
10 Wisata Jet Ski
11 Wisata Kayak/Dayung
12 Wisata Surfing
13 Wisata Kite surfing
14 Wisata Mancing (Catch and Release)
15 Wisata perahu kaca (glass boat)
16 Perahu wisata
17 Wisata melihat Paus dan Lumba-Lumba
18 Wisata melihat burung
19 Wisata mangrove
20 Wisata Budaya
21 Wisata tracking
22 Pembuatan foto, video, film untuk tujuan
komersial
23 Budidaya Teripang
24 Budidaya Lobster
Kegiatan yang 1 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang tetap
tidak boleh (Set gill nets (anchored))
2 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang hanyut
(Drift nets)
3 Penangkapan Ikan dengan Jaring insang oseanik
4 Penangkapan Ikan dengan Jaring angkat (Lift
Net)
5 Penangkapan Ikan dengan Jaring serok (scoop
net)
6 Penangkapan Ikan dengan Bagan Tancap
(bamboo platform lift net)
7 Penangkapan Ikan dengan Bagan Perahu/rakit
(Boat/raft lift net)

191
Perumusan Kegiatan
No
Kegiatan
8 Penangkapan Ikan dengan Bubu
9 Penangkapan Ikan dengan Pancing ulur
10 Penangkapan Ikan dengan Pancing tonda
11 Penangkapan Ikan dengan Pancing layang-
layang
12 Penangkapan Ikan dengan Sero
13 Penangkapan Ikan dengan Jermal
14 Penangkapan Ikan dengan Rawai Tuna
15 Penangkapan Ikan dengan Rawai Hanyut
16 Penangkapan Ikan dengan Rawai Tetap
17 Penangkapan Ikan dengan Rawai Hiu/Cucut
18 Penangkapan Ikan dengan Huhate
19 Makameting (dengan alat dan cara yang tidak
merusak terumbu karang)
20 Pemasangan Rumpon
21 Rumpon telur ikan terbang
22 Menggunakan bahan beracun, kompresor dan
bom
23 Menangkap Ikan Hias
24 Menangkap ikan dengan tombak
25 Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan kecil
dan artisanal serta kelompok nelayan yang
secara ekonomis memiliki struktur dan unit
usaha kecil yang tidak diwajibkan memiliki izin
usaha penangkapan ikan
26 Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh
usaha menengah keatas
27 Penangkapan Ikan dengan Pukat cincin pelagis
besar dengan satu kapal
28 Penangkapan Ikan dengan Lampara dasar
29 Penangkapan Ikan dengan Kapal 5 - 30 GT
dengan alat penangkapan ikan yang
diperbolehkan
30 Penangkapan Ikan dengan Kapal < 5 GT dengan
alat penangkapan ikan yang diperbolehkan
31 Menangkap, melukai dan membunuh biota yang
dilindungi (termasuk penyu, buaya, manta,
duyung, hiu, paus, lumba-lumba, dll)
32 Mengambil dan menjual telur penyu
33 Budidaya Mutiara
34 Budidaya dengan Keramba Jaring Apung (KJA)
35 Membangun Tambak
36 ALKI III
37 Penebangan Mangrove
38 Pengambilan Karang hidup atau mati
39 Pengambilan Karang hidup atau mati dalam
aktifitas keruga (kearifan local Sabu Raijua)
hanya boleh dilakukan setahun sekali dalam
satu hari dan waktunya diatur oleh kesepakatan

192
Perumusan Kegiatan
No
Kegiatan
adat.
40 Penambangan Pasir Laut
41 Survey Seismic Minyak dan Gas
42 Penambangan Minyak dan Gas
43 Pembuangan Limbah dan Sampah
F. Peraturan Tambahan yang Berlaku Untuk Setiap Zona dan Sub Zona TNP Laut
Sawu
Apabila bertemu dengan paus atau lumba-lumba, baik dari
kapal/perahu, kendaraan lainnya, ataupun pada saat di dalam air:
1. tidak boleh membunuh, mengambil, melukai dan/atau mengganggu paus
dan lumba-lumba; Mengganggu dalam artian mengganggu, mengejar, dan
mengarahkan/ menggembalakan.
2. tidak boleh membatasi/mengganggu arah pergerakan paus dan lumba-
lumba
3. tidak boleh menyentuh atau memberi makan, berusaha menyentuh atau
memberi makan paus dan lumba-lumba
4. tidak boleh masuk ke dalam air pada jarak kurang dari 100 meter dari
paus atau 50 meter dari lumba-lumba
5. apabila anda di dalam air, maka tidak boleh mendekati lebih dari 30 meter
dari paus dan lumba-lumba. Apabila paus dan lumba-lumba mendekati
anda pada saat di dalam air, bergeraklah pelan, tidak boleh menyentuh
atau berenang mendekatinya.
6. harus meminimalisir kebisingan/suara apabila berada pada jarak 300
meter dari paus dan lumba-lumba.
Apabila mengoperasikan kapal/perahu atau kendaraan lainnya:
1. kapal/perahu atau kendaraan lainnya tidak boleh mendekati paus dan
lumba-lumba pada jarak kurang dari 100 meter dari paus atau 50 meter
dari lumba-lumba
2. pada saat mendekati paus dan lumba-lumba hanya boleh dari arah
belakangnya atau memposisikan kapal/perahu di depan paus dan lumba-
lumba
3. Apabila kapal/perahu atau kendaraan lainnya anda berada pada jarak
kurang dari 300 meter dari paus atau 150 meter dari lumba-lumba, maka
harus dioperasikan pada kecepatan rendah dan konstan, apabila
kendaraan anda berada pada jarak kurang dari 50 metres dari lumba-

193
lumba, kendaraan anda tidak boleh berganti arah atau kecepatan secara
tiba-tiba.
4. Apabila terdapat 3 kendaraan pada jarak kurang dari 300 meter dari paus
atau lumba-lumba, maka apabila terdapat kendaraan lainnya harus
berada pada jarak radius diatas 300 meter dari paus atau lumba-lumba.
5. Apabila paus atau lumba-lumba mendekati kapal/perahu anda, upayakan
semua perlakuan agar tidak terjadi tabrakan, baik mengurangi kecepatan
dan mengarahkan kendaraan anda menjauhi hewan tersebut atau
posisikan mesin ke dalam gigi netral dan biarkan hewan tersebut lewat.
6. Apabila anda secara tidak disengaja menabrak paus atau lumba-lumba,
maka anda harus melaporkan ke unit pengelola TNP Laut Sawu.
Peraturan Tambahan yang berlaku untuk zona dan sub zona TNP Laut Sawu
di sekitar alur ALKI III (ID Zona 5000, 5050, 6010, dan 6040), yaitu:
1. Kapal yang melaksanakan hak lintas Alur Kepulauan Indonesia harus
mematuhi 19 (sembilan belas) persyaratan yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangannya (Pasal 53 UNCLOS Tahun 1982; Pasal 18 UU No.
6 Tahun 1996; dan Pasal 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 Peraturan
Pemerintah No. 37 Tahun 2002) yang telah diadopsi juga oleh International
Maritime Organisation (IMO).
2. Kapal yang melintas di jalur ALKI yang terdapat pada ID Zona 5000
diwajibkan untuk mengurangi kecepatan dan menempatkan 2 orang ABK
sebagai pengamat untuk mendeteksi keberadaan paus atau lumba-lumba.
3. Apabila paus atau lumba-lumba mendekati kapal anda, upayakan semua
perlakuan agar tidak terjadi tabrakan, baik mengurangi kecepatan dan
mengarahkan kapal anda menjauhi hewan tersebut atau posisikan mesin
ke dalam gigi netral dan biarkan hewan tersebut lewat.

Apabila kapal secara tidak disengaja menabrak paus atau lumba-lumba, maka
Nahkoda harus melaporkan ke Pemerintah RI yang kemudian diteruskan ke unit
pengelola TNP Laut Sawu.

194
BAB IV
RENCANA JANGKA PANJANG

A. Kebijakan Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Perairan Laut Sawu

1. Review Terhadap Kebijakan Nasional dan Lokal terkait dengan Taman Nasional
Perairan

a. Arah Kebijakan Pembangunan Nasional (RPJPN 2005-2025)

Visi pembangunan nasional tahun 2005–2025 adalah: Indonesia


yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur. Sesuai dengan Pasal 25A UUD 45,
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan
yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya
ditetapkan dengan Undang-Undang.
Misi ke-7 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional adalah
dalam rangka mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang
mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. Arah
pembangunan kelautan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional adalah:
1) meningkatkan upaya pemeliharaan keamanan nasional dan
pengamanan kekayaan sumber daya alam nasional, termasuk di
wilayah laut;
2) peningkatan pembangunan kelautan secara terpadu, termasuk
pengembangan Iptek kelautan; dan
3) pengembangan industri kelautan yang meliputi perhubungan laut,
industri maritim, perikanan, wisata bahari, energi dan sumberdaya
mineral secara sinergi, optimal dan berkelanjutan.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014
memiliki 11 prioritas nasional, sebagai berikut:
1) Reformasi birokrasi dan good governance;
2) Pendidikan;
3) Kesehatan;
4) Penanggulangan kemiskinan;
5) Ketahanan pangan;
6) Infrastruktur;
7) Iklim investasi dan bisnis;

195
8) Energi;

9) Lingkungan hidup dan penanggulangan bencana;


10) Pembangunan daerah tertinggal, terdepan dan pasca konflik; dan
11) Kebudayaan, kreativitas dan inovasi teknologi.
Pembangunan Nasional Bidang Sumberdaya Alam dan
Lingkungan Hidup yang menaungi sebagian besar program Kementerian
Kelautan dan Perikanan memiliki 7 (tujuh) prioritas berikut:
1) Peningkatan Ketahanan Pangan dan Revitalisasi Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan;
2) Peningkatan Ketahanan dan Kemandirian Energi;
3) Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Mineral dan Pertambangan;
4) Perbaikan kualitas Lingkungan Hidup;
5) Peningkatan Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Hutan;
6) Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan; dan
7) Peningkatan Kapasitas Adaptasi & MItigasi Perubahan Iklim.

b. Arah Kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)

1) Kebijakan Umum KKP


KKP dalam melaksanakan program-program pembangunan
yang diamanatkan telah menetapkan kebijakan umum yang
merupakan keberpihakan, yaitu: 1). Pro poor & Pro job; 2). Pro
growth; dan Pro sustainability.
Pro poor dan pro job merupakan pesan yang sangat jelas bahwa
pembangunan kelautan dan perikanan harus memberi manfaat bagi
sebesar-besarnya peningkatan kesejahteraan masyarakat kelautan
dan perikanan. Pro growth juga memberikan sinyal yang kuat bahwa
hasil pembangunan kelautan dan perikanan harus memiliki manfaat
ekonomi. Sedangkan pro sustainability merupakan pesan yang
sangat jelas bahwa pembangunan kelautan dan perikanan juga
harus ramah lingkungan.

196
a) Visi dan Misi KKP
Visi Pembangunan Kelautan dan Perikanan 2010-2014
adalah Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan
Terbesar 2015. Sedangkan misi Pembangunan Kelautan dan
Perikanan 2010-2014 adalah Mensejahterakan Masyarakat
Kelautan dan Perikanan.
b) Grand Strategy KKP
Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut telah ditetapkan
Grand Strategy yang dikenal sebagai The Blue Ocean Policies for
Sustainable Development yang terdiri dari 4(butir) butir berikut:
1) Memperkuat Kelembagaan dan SDM secara Terintegrasi;
2) Mengelola Sumber Daya Kelautan dan Perikanan secara
Berkelanjutan;
3) Meningkatkan Produktivitas dan Daya Saing Berbasis
Pengetahuan;
4) Memperluas Akses Pasar Domestik dan Internasional;

2. Kebijakan dan Strategi Konservasi Perairan


Pengelolaan kawasan konservasi perairan tidak terlepas dari
pengelolaan sumberdaya ikan secara keseluruhan. Konservasi
sumberdaya ikan adalah upaya melindungi melestarikan dan
memanfaatkan sumberdaya ikan untuk menjamin keberadaan,
ketersediaan dan kesinambungan jenis ikan bagi generasi sekarang
maupun yang akan datang. Sebagai upaya konservasi wilayah perairan,
pesisir dan pulau-pulau kecil, pemerintah melakukan kebijakan antara
lain, ditetapkannya target nasional yang disampaikan oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono pada pertemuan Convention on Biological
Diversity (CBD) di Brazil tahun 2006, yaitu pencanangan Kawasan
Konservasi Laut seluas 10 juta hektar pada tahun 2010 dan 20 juta
hektar pada tahun 2020.
Dukungan kebijakan nasional dalam pengembangan kawasan
konservasi perairan dibuat secara menyeluruh dan terpadu serta
mempertimbangkan desentralisasi dalam pelaksanaannya. Kebijakan
dan peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan wilayah pesisir
semakin kuat dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Terkait

197
dengan sumber daya ikan, Undang-undang ini bersinergi dengan
berbagai perundangan lain, diantaranya dengan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45
Tahun 2009. Terkait dengan desentralisasi, Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 merupakan perekat
hubungan antar beberapa undang-undang sebagai materi muatan dalam
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di daerah. Pemberlakuan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 tersebut memiliki implikasi terhadap pengelolaan sumberdaya
pesisir secara berkelanjutan. Implikasi akan bersifat sinergis, apabila
setiap pemerintah dan masyarakat di wilayah otonomi menyadari arti
penting dari pengelolaan suberdaya pesisir secara berkelanjutan,
sehingga pemanfaatan sumberdaya pesisir dilakukan secara bijaksana
dengan menerapkan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan.
Implikasi negatif akan muncul apabila setiap daerah berlomba
mengeksploitasi sumberdaya pesisir tanpa memperhatikan kaidah-kaidah
pembangunan berkelanjutan. Sedangkan payung kebijakan dalam
konservasi sumber daya ikan, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah
Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan, yang
merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004
tentang Perikanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 45 Tahun 2009. Melalui peraturan pemerintah ini diharapkan
segala urusan mengenai konservasi sumberdaya ikan dapat terwadahi.
Pertemuan puncak dunia mengenai pembangunan berkelanjutan di
Johannesburg pada tahun 2002 mendeklarasikan bahwa, “Samudera,
laut, pulau, dan wilayah pantai merupakan satu komponen terpadu dan
essensial dari ekosistem bumi yang sangat penting bagi
ketersediaan pangan global yang aman untuk menjaga kemakmuran
ekonomi dan kesejahteraan ekonomi banyak Negara, terutama di negara-
negara berkembang. Pembangunan samudera yang berkelanjutan
membutuhkan koordinasi dan kerjasama yang efektif, termasuk pada

198
tingkat global dan regional, diantara badan-badan yang berkepentingan
dan tindakan-tindakan di segala tingkatan”.
Arah kebijakan pembangunan lingkungan hidup dan sumberdaya
alam tersebut menunjukkan prinsip-prinsip yang sangat mendasar dan
harmonisasi antara keseimbangan, keselarasan dan keserasian sistem
ekologi, sosial, ekonomi dan budaya. Pembangunan yang semata-mata
menempatkan sistem dan fungsi ekonomi sebagai prioritas dan
mengabaikan fungsi ekologi, sosial dan budaya akan menimbulkan
masalah-masalah yang pelik dan konflik sosial yang
berkepanjangan. Oleh karena itu, upaya pemerintah untuk membangun
dan mengembangkan keseimbangan fungsi ekologi, ekonomi, sosial dan
budaya harus dapat terimplementasikan dalam berbagai perangkat
kebijakan maupun program pemerintah.
Sebagai pelaksanaan visi dan misi Kementerian Kelautan dan
Perikanan, maka Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil menetapkan Visi, yaitu: Pengelolaan kelautan, pesisir dan pulau-
pulau kecil secara optimum dan lestari bagi kesejahteraan masyarakat.
Visi ini dijabarkan dalam 5 (lima) Misi yaitu:
a) Memfasilitasi terwujudnya penataan ruang untuk kepentingan dan
kepastian hukum bagi pembangunan di wilayah laut, pesisir dan
pulau-pulau kecil;
b) Memperbaiki sistem pengelolaan pesisir dan lautan untuk
mewujudkan wilayah pesisir dan lautan yang bersih, sehat, produktif
dan aman;
c) Mendorong pertumbuhan investasi pulau-pulau kecil yang
berkelanjutan dan berbasis masyarakat;
d) Mengembangkan konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya
melalui upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan yang
berkelanjutan pada tingkat ekosistem, jenis dan genetik; dan

e) Meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat pesisir


dan pulau-pulau kecil yang terdiri dari nelayan, pembudidaya,
pemasar ikan dan pengolah hasil laut, serta masyarakat pesisir
lainnya.

199
Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Direktorat Jenderal
Kelautan, Pesisir dan Pulau Pulau Kecil yang mengemban misi
Mengembangkan konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya melalui
upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan yang berkelanjutan
pada tingkat ekosistem, jenis dan genetik tersebut, menetapkan strategi
pengelolaan konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya dengan
melakukan pengelolaan dan pengembangan konservasi sumberdaya alam
dan lingkungannya, melalui upaya perlindungan, pelestarian dan
pemanfaatan secara berkelanjutan pada tingkat ekosistem, jenis dan
genetik, dengan mengembangkan kebijakan, penyusunan/
pengembangan pedoman, pengembangan kapasitas sumberdaya manusia
dan kelembagaan, pengembangan pilot project, bimbingan teknis fasilitasi
serta mengembangkan kerjasama nasional dan internasional di bidang
konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya.
Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan telah menyusun
beberapa kebijakan dan strategi dalam rangka konservasi sumberdaya
ikan dan lingkungannya, antara lain strategi utama konservasi
keanekaragaman hayati laut (grand strategy marine biodiversity
conservation), kebijakan dan strategi pengelolaan terumbu karang,
strategi utama jejaring kawsan konservasi laut, kebijakan dan strategi
konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya di perairan daratan,
serta berbagai panduan maupun pedoman sebagai pelaksanaan dari
kebijakan dan strategi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Pelaksanaan Konservasi Sumberdaya Ikan dan Lingkungannya pada
Direktorat Kawasan konservasi dan Jenis Ikan bertujuan untuk
mewujudkan konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya melalui
upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya ikan,
termasuk ekosistem, jenis dan genetik dalam rangka menjamin
keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan dengan tetap memelihara
dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragaman sumber daya
ikan untuk kesejahteraan masyarakat. Adapun sasarannya sebagai
berikut:
a) terwujudnya pengembangan kawasan konseravsi perairan seluas 3,5
juta hektar;
b) terlaksananya pengembangan konservasi jenis dan genetik di tiga
wilayah biogeografi, sebanyak 4 jenis;

200
c) terlaksananya rehabilitasi ekosistem sumberdaya ikan dan
lingkungannya di 8 provinsi, 15 kabupaten dan 21 lokasi;
d) pengembangan Unit Pelaksana Teknis (UPT) konservasi sumebrdaya
ikan, sebanyak 2 UPT;
e) terlaksananya peningkatan kapasitas sumberdaya manusia konservasi
sumberdaya ikan sebanyak 250 orang; dan
f) tersusunnya peraturan, pedoman standar dan norma tentang
konservasi sumberdaya ikan sebanyak 18 dokumen.
Kegiatan pokok direktorat konservasi, antara lain pengembangan
konservasi kawasan perairan, pengembangan konservasi jenis dan
genetik, rehabilitasi sumberdaya ikan dan lingkungannya, dan
pengembangan kelembagaan, kapasitas sumberdaya manusia dan
peraturan.
Strategi pengembangan kawasan konservasi perairan yang dilakukan
oleh KKP, melalui Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan antara
lain:
a) perluasan kawasan konservasi laut, dengan target 10 (sepuluh) juta
hektar pada tahun 2010 dan 20 (dua puluh) juta hektar pada tahun
2020;
b) melakukan upaya pengelolaan efektif Kawasan Konservasi Perairan
yang meliputi perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan secara
berkelanjutan, serta pengembangan kawasan percontohan;
c) melakukan pendekatan ilmiah, termasuk: eco-regional, resilient, and
resistant principles;
d) memantapkan jaringan global dan kerjasama dalam pengelolaan
KKP;
e) implementasi kolaborasi pengelolaan dalam kerjasama antar
pemerintah, masyarakat dan organisasi non pemerintah (LSM);
f) penguatan pengelolaan KKP melalui program “Capacity Building”;
g) pengembangan mekanisme pendanaan, serta berbagai kegiatan
pembinaan dan pengembangan masyarakat dalam pengelolaan
kawasan konservasi secara berkelanjutan.

201
3. Kebijakan Pembangunan Provinsi Nusa Tenggara Timur (RPJMD 2009-2013)
a. Visi dan Misi
Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan
nasional dan regional, dilaksanakan dengan mengacu kepada kebijakan
nasional terutama dalam hubungannya dengan sistem perencanaan
pembangunan nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dengan
demikian Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi NTT disusun
dengan mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional.
Berdasarkan tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam 20
tahun kedepan serta dengan memperhatikan potensi dan kemampuan
daerah serta berbagai faktor strategis lainnya, maka Visi Provinsi NTT
Tahun 2009-2013 adalah “Terwujudnya masyarakat Nusa Tenggara
Timur yang berkualitas, sejahtera, Adil dan Demokratis, dalam Bingkai
Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Visi tersebut mengandung pengertian bahwa kondisi Provinsi NTT
yang ingin diwujudkan dalam lima tahun mendatang adalah Nusa
Tenggara Timur yang memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas,
memperhatikan keseimbangan antara kewajiban dan hak, menghargai
pendapat dan menerima pendapat orang lain.
Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, maka misi pembangunan
Provinsi NTT tahun 2009-2013 adalah:
1) Meningkatkan pendidikan yang berkualitas, relevan, efisien dan
efektif yang dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat.
Melalui misi ini pemerintah ingin meningkatkan kesempatan
pendidikan bagi masyarakat baik yang di kota mapun di desa dengan
meningkatkan fasilitas pelayanan pendidikan baik jumlah, kualitas
terutama penyebarannya, namun perluasan kesempatan belajar ini
dibarengi pula dengan relevansi jenis dan jenjang pendidikan dengan
kebutuhan masyarakatnya sehingga perluasan pendidikan dimaksud
dapat efektif dan efisien.
2) Meningkatkan derajat dan kualitas kesehatan masyarakat melalui
pelayanan yang dapat dijangkau seluruh masyarakat.
Melalui misi ini pemerintah ingin meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat melalui pola hidup sehat, pemerataan pelayanan

202
kesehatan, meningkatkan fasilitas sarana dan prasarana kesehatan
serta peningkatan kualitas gizi masyarakat yang tiap tahunnya terus
melanda NTT dan berdampak pada penurunan kualitas sumber daya
manusia.
3) Memberdayakan ekonomi rakyat dengan mengembangkan pelaku
ekonomi yang mampu memanfaatkan keunggulan potensi lokal.
Melalui misi ini pemerintah ingin meningkatkan kesejahteraan
penduduk yang saat ini cukup memprihatinkan akibat masih
tingginya angka kemiskinan yang disebabkan oleh rendahnya
pendapatan perkapita, meningkatnya angka pengangguran, belum
berkembangnya sektor riil serta rendahnya pertumbuhan dan
produktivitas UKM dan Koperasi. Untuk itu perekonomian NTT yang
saat ini masih mengandalkan sektorsektor tradisonal harus juga
memperhatikan sektor-sektor non tradisional seperti industri dan
tersier khususnya jasa-jasa dengan memanfaatkan potensi lokal yang
ada.
4) Meningkatkan infrastruktur yang memadai agar masyarakat dapat
memiliki akses untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak.
Melalui misi ini pemerintah memandang peningkatan kesejahteraan
masyarakat juga perekonomian, sangat bergantung pada kelayakan
infrastruktur pembangunan yang ada. Untuk itu dalam lima tahun
kedepan, pemerintah akan meningkatkan penyediaan sarana dan
prasarana infrastruktur baik dalam jumlah, kualitas serta
penyebarannya terutama sarana dan prasarana air dan listrik,
transportasi darat, laut dan udara, pendidikan, kesehatan dan
ekonomi serta infrastruktur perumahan dan permukiman .
5) Meningkatkan penegakan supremasi hukum dalam rangka
menjelmakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN serta
mewujudkan masyarakat yang adil dan sadar hukum.
Melalui misi ini pemerintah Provinsi NTT ingin menata dan membina
hukum tingkat daerah serta menempatkan supremasi hukum sebagai
landasan pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan, dengan
mengedepankan norma /kaidah hukum dalam masyarakat serta nilai-
nilai sosial dan rasa keadilan masyarakat.
6) Meningkatkan pembangunan yang berbasis tata ruang dan
lingkungan hidup.

203
Melalui misi ini pemerintah ingin menunjukkan pentingnya
penanganan masalah penataan ruang yang merupakan salah satu
matra dalam perencanaan pembangunan daerah, serta masalah
lingkungan hidup yang erat kaitanya dalam mendukung kehidupan
masyarakat sehari-hari.
7) Meningkatkan akses perempuan, anak dan pemuda dalam sektor
publik, serta meningkatkan perlindungan terhadap perempuan, anak
dan pemuda.
Sudah menjadi komitmen pembangunan nasional juga dunia untuk
memperhatikan kualitas hidup serta perlindungan terhadap
perempuan dan anak. Untuk itu melalui misi ini pemerintah ingin
meningkatkan perlindungan dan kualitas hidup perempuan dan anak
melalui peningkatan akses perempuan dan anak dalam sektor publik
serta meningkatnya perlindungan hukum bagi perempuan dan anak.
8) Mempercepat penanggulangan kemiskinan, pengembangan kawasan
perbatasan, pembangunan daerah kepulauan, dan pembangunan
daerah rawan bencana alam.
Melalui misi ini pemerintah daerah menekankan pada percepatan
penanggulangan masalah yang mendasar pada masyarakat NTT
umumnya dan masyarakat desa khususnya yakni masalah
kemiskinan. Selain itu NTT juga hampir setiap tahun tertimpa
bencana alam sehingga harus ada upaya penanggulangan secepat
mungkin agar masyarakat tidak harus terlalu menderita. Selain itu
wilayah NTT yang merupakan wilayah kepulauan perlu adanya
strategi tersendiri dibandingkan dengan daerah daratan yang lebih
mudah dijangkau, hal ini ditambah lagi dengan posisi NTT yang juga
menjadi daerah perbatasan dengan Negara lain seperti Timor Leste
dan Australia yang rawan terhadap masalah-masalah lintas batas
termasuk penyelundupan.
b. Agenda Pembangunan Daerah
Visi dan Misi di atas selanjutnya diterjemahkan dalam 8 Agenda
Pembangunan Provinsi NTT tahun 2009 – 2013 sebagai berikut:
1) Pemantapan Kualitas Pendidikan;
2) Pembangunan Kesehatan;
3) Pembangunan Ekonomi;
4) Pembangunan Infrastruktur;

204
5) Pembenahan sistem hukum (daerah) dan keadilan;
6) Konsolidasi Tata Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
7) Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Pemuda; dan
8) Agenda Khusus: penanggulangan kemiskinan, pembangunan daerah
perbatasan, pembangunan daerah kepulauan dan pembangunan
daerah rawan bencana.

4. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Provinsi NTT


Strategi pembangunan daerah merupakan rencana yang menyeluruh
dan terpadu mengenai upaya-upaya pembangunan yang akan dilaksanakan
oleh pemerintah bersama seluruh komponen masyarakat untuk
mewujudkan visi pembangunan daerah. Untuk mewujudkan visi
pembangunan daerah tersebut maka Pemerintah Provinsi NTT
melaksanakan 8 (delapan) misi pembangunan daerah yang akan ditempuh
melalui 4 (empat) Strategi Pokok Pembangunan Daerah, yaitu:
a) Pembangunan Daerah yang Berkesinambungan dan Berkelanjutan
Pembangunan Daerah yang Berkesinambungan dan Berkelanjutan
diarahkan untuk melanjutkan program pembangunan yang telah
dicanangkan dan dilaksanakan pada masa-masa sebelumnya.
b) Peningkatan Kualitas Kehidupan Masyarakat
Peningkatan Kualitas Kehidupan Masyarakat diarahkan untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat Provinsi NTT dalam segala
aspek terutama yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
dasar yaitu kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan,
perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan
hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan
hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi
perempuan maupun laki-laki.
c) Percepatan Pembangunan Daerah dengan Mengembangkan Ekonomi
Lokal.
Percepatan Pembangunan Daerah dengan Mengembangkan Ekonomi
Lokal diarahkan untuk pengembangan ekonomi lokal (lokal economic
development), yaitu dengan mengembangan kapasitas dan kegiatan
ekonomi masyarakat di daerah untuk meningkatkan derajat kemajuan
ekonomi daerah secara keseluruhan;
d) Pemberdayaan Masyarakat

205
Pemberdayaan Masyarakat diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan
pembangunan sosial, budaya dan ekonomi
5. Kebijakan Spasial dan Perda Provinsi NTT tentang RTRW 2010-2030
Penataan ruang wilayah provinsi bertujuan untuk mewujudkan Provinsi NTT sebagai
provinsi kepulauan dan maritim yang berbasis pada pengembangan potensi sumber daya
alam dan budaya lokal yang terpadu dan berkelanjutan, bertumpu pada masyarakat
berkualitas, adil dan sejahtera, dengan tetap memperhatikan aspek mitigasi bencana.
a) Rencana Struktur Ruang Provinsi NTT
Rencana struktur dan pola ruang Povinsi NTT terdiri atas pusat
sistem kegiatan dan pusat jaringan prasarana wilayah. Rencana
pengembangan sistem perkotaan di Provinsi NTT, meliputi:
1) Pusat Kegiatan Nasional (PKN) terdapat di Kota Kupang, berfungsi
sebagai pusat pelayanan seluruh wilayah Provinsi NTT;
2) PKN promosi (PKNp) terdapat di Waingapu di Kabupaten Sumba
Timur dan Maumere di Kabupaten Sikka;
3) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) terdapat di Soe di Kabupaten Timor
Tengah Selatan, Kefamenanu di Kabupaten Timor Tengah Utara,
Ende di Kabupaten Ende, Ruteng di Kabupaten Manggarai dan
Labuan Bajo di Kabupaten Manggarai Barat;
4) PKW promosi (PKWp) terdapat di Tambolaka di Kabupaten Sumba
Barat Daya, Bajawa di Kabupaten Ngada, Larantuka di Kabupaten
Flores Timur, Waikabubak di Kabupaten Sumba Barat dan Atambua
di Kabupaten Belu, dan Mbay di Kabupaten Nagekeo;
5) Pusat Kegiatan Lokal (PKL) terdapat di Oelamasi di Kabupaten
Kupang, Ba’a di Kabupaten Rote Ndao, Seba di Kabupaten Sabu
Raijua, Lewoleba di Kabupaten Lembata, Kalabahi di Kabupaten
Alor, Waibakul di Kabupaten Sumba Tengah, dan Borong di
Kabupaten Manggarai Timur;
6) Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) terdapat di Atambua di
Kabupaten Belu, Kefamenanu di Kabupaten Timor Tengah Utara,
dan Kalabahi di Kabupaten Alor.
Sistem perdesaan mencakup seluruh pusat kecamatan diluar
sistem perkotaan di seluruh wilayah kabupaten/kota di wilayah
Provinsi.

206
b) Rencana Pola Ruang
Rencana pola ruang wilayah Provinsi NTT meliputi rencana
kawasan lindung dan kawasan budidaya yang mempunyai nilai
strategis provinsi dan/atau lintas kabupaten dan/atau kota. Rencana
pola ruang Provinsi NTT diuraikan sebagai berikut:
1) Rencana Kawasan Lindung
Rencana Kawasan Lindung ditetapkan berdasarkan kebijakan
dan strategi pola ruang wilayah Provinsi NTT untuk Kawasan
Lindung. Rencana kawasan Lindung Provinsi NTT minimal 29,03%
dari total luas wilayah Provinsi NTT yaitu sekitar 1.348.760,25
hektar, dimana luas lahan total adalah 3.297.598,85 hektar.
Adapun luas perairan Provinsi NTT sekitar 19.148.400 hektar, yang
mencakup pemanfaatan Lindung di wilayah Laut Provinsi NTT. Peta
Rencana Pola Ruang Provinsi NTT sebagaimana terdapat pada
Gambar 27.

2) Kawasan Perlindungan
Gambar Setempat
27. Peta Rencana Pola Ruang Provinsi NTT
Kawasan Perlindungan Setempat meliputi sempadan pantai,
sempadan sungai, kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan
sekitar mata air, serta kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal.
Adapun Kawasan Perlindungan Setempat yang terdapat di Propinsi
NTT, meliputi kawasan sempadan pantai, kawasan sempadan
sungai, kawasan sekitar danau atau waduk dan kawasan
sempadan jurang.

207
(a) Kawasan sempadan pantai;
Kawasan sempadan pantai yang terdapat di Provinsi NTT
memiliki luas total kurang lebih 56.274 hektar, meliputi:
(1) kawasan sempadan pantai yang berjarak 100 meter dari
titik pasang tertinggi ke arah darat yaitu di sepanjang
pantai Provinsi Nusa Tenggara Timur; dan
(2) kawasan sempadan pantai rawan gelombang pasang dan
tsunami yang berjarak lebih dari 100 meter disesuaikan
dengan karakter pantai, terdapat di Maumere di
Kabupaten Sikka, Daerah Atapupu/pantai utara Belu,
pantai selatan Pulau Sumba, pantai utara Ende, pantai
utara Flores Timur, pantai selatan Lembata, dan pantai
selatan Pulau Timor.
(b) Kawasan sempadan sungai;
Kawasan sempadan sungai yang terdapat di Provinsi NTT
memiliki luas total kurang lebih 181.837 hektar, meliputi:
(1) kawasan sempadan sungai di kawasan non permukiman
berjarak sekurang-kurangnya 100 m dari kiri dan kanan
untuk aliran sungai utama dan sekurang-kurangnya 50
meter dari kiri dan kanan untuk anak sungai; dan
(2) kawasan sempadan sungai di kawasan permukiman
berjarak sekurang-kurangnya 10 meter.

(c) Kawasan sekitar danau atau waduk


Kawasan sekitar danau atau waduk memiliki luas total
kurang lebih 28.944 hektar, berjarak 50-100 meter dari titik
pasang tertinggi ke arah darat.
(d) Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya
Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya,
meliputi kawasan suaka alam laut, kawasan suaka
margasatwa dan suaka margasatwa laut, kawasan cagar alam
dan cagar alam laut, kawasan pantai berhutan bakau,
kawasan taman nasional dan taman nasional laut, kawasan

208
taman hutan raya, kawasan taman wisata alam dan kawasan
cagar budaya.
(1) Kawasan Suaka Alam
Kawasan suaka alam merupakan kawasan dengan
kriteria kawasan yang memiliki keanekaragaman biota,
ekosistem, serta gejala dan keunikan alam yang khas baik
di darat maupun diperairan dan mempunyai fungsi utama
sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis biota,
ekosistem, serta gejala dan keunikan alam yang terdapat
didalamnya. Kawasan suaka alam yang terdapat di Provinsi
NTT yaitu Kawasan Suaka Alam Laut Sawu dan Kawasan
Suaka Alam Laut Flores.
(2) Kawasan Suaka Margasatwa dan Suaka Margasatwa Laut
Kawasan ini memiliki kriteria :
1. merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari
suatu jenis satwa yang perlu dilakukan upaya
konservasi,
2. memiliki keanekaragaman satwa yang tinggi,
3. merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa
migrant tertentu; dan
4. memiliki luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa
yang bersangkutan.

Di Propinsi NTT, kawasan jenis ini meliputi Kawasan Suaka


Margasatwa Perhatu di Kabupaten Kupang, Kawasan
Suaka Margasatwa Kateri di Kabupaten Belu, Kawasan
Suaka Margasatwa Harlu di Kabupaten Rote Ndao, dan
Kawasan Suaka Margasatwa Ale Asisio di Kabupaten Timor
Tengah Selatan.
(3) Kawasan Cagar Alam dan Cagar Alam Laut
Kawasan ini memiliki kriteria :
1. memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa, dan
ekosistemnya;
2. memiliki formasi biota tertentu dan/atau unit-unit
penyusunnya;

209
3. memiliki kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang
masih asli dan belum diganggu manusia;
4. memiliki luas dan bentuk tertentu; dan
5. memiliki ciri khas yang merupakan satu-satunya
contoh suatu daerah serta keberadaannya memerlukan
konservasi.
Di Provinsi NTT, kawasan jenis ini meliputi Kawasan Cagar
Alam Riung di Kabupaten Ngada, Kawasan Cagar Alam
Maubesi di Kabupaten Belu, Kawasan Cagar Alam Way
Wuul/Mburak di Kabupaten Manggarai Barat, Kawasan
Cagar Alam Watu Ata di Kabupaten Ngada, Kawasan Cagar
Alam Wolo Tadho di Kabupaten Ngada, dan Kawasan Cagar
Alam Gunung Mutis yang terdapat di Kabupaten Timor
Tengah Selatan dan Kabupaten Timor Tengah Utara.
(4) Kawasan Pantai Berhutan Bakau
Kawasan pantai berhutan bakau memiliki kriteria
koridor di sepanjang pantai dengan lebar paling sedikit 130
kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan
terendah tahunan, diukur dari garis air surut terendah
dari arah darat. Kawasan pantai berhutan bakau di
Provinsi NTT terdapat di Kabupaten Belu, Rote Ndao dan
Manggarai Barat.
(5) Kawasan Taman Nasional dan Taman Nasional Laut
Kawasan ini ditetapkan dengan kriteria :
1. berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki
tumbuhan dan satwa yang beragam;
2. memiliki luas yang cukup untuk menjamin
kelangsungan proses ekologi secara alami;
3. memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik
berupa jenis tumbuhan maupun jenis satwa dan
ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh;
4. memiliki paling sedikit satu ekosistem yang terdapat di
dalamnya yang secaramateri atau fisik tidak boleh
diubah baik oleh ekspoitasi maupun pendudukan
manusia; dan

210
5. memiliki keadaan alam yang asli untuk dikembangkan
sebagai pariwisata alam.
Di Provinsi NTT kawasan jenis ini meliputi Kawasan
Taman Nasional Kelimutu di Kabupaten Ende, Kawasan
Taman Nasional Laiwangi-Wanggameti di Kabupaten
Sumba Timur, Kawasan Taman Nasional Manupeu-
Tanadaru di Kabupaten Sumba Tengah, Kawasan Taman
Nasional Komodo di Kabupaten Manggarai Barat,
Kawasan Taman Nasional Laut Komodo di Kabupaten
Manggarai Barat dan Kawasan Taman Nasional Laut Selat
Pantar di Kabupaten Alor.
(6) Kawasan Taman Hutan Raya
Kawasan Taman Hutan Raya ditetapkan dengan kriteria:
1. berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki
tumbuhan dan/atau satwa yang beragam;
2. memiliki arsitektur bentang alam yang baik;
3. memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata;
4. merupakan kawasan dengan cirri khas baik asli
maupun buatan, baik pada kawasan yang
ekosistemnya masih utuh maupun kawasan yang
sudah berubah;
5. kemiliki keindahan alam dan/atau gejala alam;
6. memiliki luas yang memungkinkan untuk
mengembangkan koleksi tumbuhan dan/atau satwa
jenis asli dan/atau bukan asli;
7. untuk kawasan berdasarkan kriteria tersebut berupa
Taman Hutan Raya Prof Ir. Herman Yohannes yang
terdapat di Kabupaten Kupang;
(7) Kawasan Taman Wisata Alam Dan Taman Wisata Alam
Laut
Kawasan jenis ini ditetapkan dengan kriteria :
1. memiliki daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa dan
ekosistemnya yang masih asli serta formasi geologi yang
indah, unik dan langka;
2. memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata;

211
3. memiliki luas yang cukup untuk menjamin pelestarian
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya untuk
dimanfaatkan bagi kegiatan wisata alam; dan
4. kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya
pengembangan kegiatan wisata alam.

Di Provinsi NTT, kawasan-kawasan yang termasuk


pada kriteria tersebut meliputi:
1. Kawasan Taman Wisata Alam Tuti Adagae di Kabupaten
Alor;
2. Kawasan Taman Wisata Alam Kemang Beleng I di
Kabupaten Ende;
3. Kawasan Taman Wisata Alam Kemang Beleng II di
Kabupaten Ende;
4. Kawasan Taman Wisata Alam Pulau Besar di
Kabupaten Sikka;
5. Kawasan Taman Wisata Alam Pulau Menipo di
Kabupaten Kupang;
6. Kawasan Taman Wisata Alam Ruteng di Kabupaten
Manggarai;
7. Kawasan Taman Wisata Alam Egon Illimedo di
Kabupaten Sikka;
8. Kawasan Taman Wisata Alam Laut Teluk Kupang
terdapat di Kota Kupang, Kabupaten Kupang dan
Kabupaten Rote Ndao.
9. Kawasan Taman Wisata Alam Gugus Pulau Teluk
Maumere di Kabupaten Sikka;
10. Kawasan Taman Wisata Alam Laut Tujuh Belas Pulau
Riung di Kabupaten Ngada;
11. Kawasan Taman Wisata Alam Camplong di Kabupaten
Kupang;
12. Kawasan Taman Wisata Pulau Batang di Kabupaten
Alor; dan
13. Kawasan Taman Wisata Baumata di Kabupaten
Kupang.
(8) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan

212
Kawasan ini ditetapkan dengan kriteria sebagai hasil
budidaya manusia yang bernilai tinggi yang dimanfaatkan
untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Di Provinsi NTT,
kawasan ini meliputi:
1. Kawasan Kapela Tuan Ma Larantuka di Kabupaten
Flores Timur;
2. Kawasan Meriam Jepang dan Tugu Jepang di Kota
Kupang;
3. Kawasan Gereja Tua di Kota Kupang;
4. Kawasan Gua Alam Baumata di Kabupaten Kupang;
5. Kawasan cagar budaya berupa kampung adat yang
terdapat di Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Sumba
Tengah, Sumba Barat, Sumba Timur, Ngada, Nagekeo,
Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Ende, dan
Belu; dan
6. Kawasan Gua Bitauni di TTU.

3) Kawasan Rawan Bencana


Kawasan rawan bencana alam yang terdapat di Provinsi NTT,
meliputi kawasan rawan tanah longsor dan gerakan tanah dan
kawasan rawan banjir.

(a) Kawasan rawan longsor


Kawasan rawan longsor ditetapkan dengan kriteria
kawasan berbentuk lereng yang rawan terhadap perpindahan
material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan,
tanah, atau material campuran. Kawasan rawan longsor dan
gerakan tanah terdapat di Kabupaten Kupang, Kabupaten
Timor Tengah Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara,
Kabupaten Belu, Kabupaten Alor, Kabupaten Lembata,
Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Sikka, Kabupaten Ende,
Kabupaten Ngada, Kabupaten Nagekeo, Kabupaten Manggarai
Timur, Kabupaten Manggarai, Kabupaten Manggarai Barat.
(b) Kawasan rawan banjir
Kawasan rawan bajir ditetapkan dengan kriteria
kawasan yang diidentifikasi sering dan/atau berpotensi tinggi

213
mengalami bencana banjir. Kawasan ini terdapat di Takari dan
Noelmina di Kabupaten Kupang, Benanain di Kabupaten Belu,
Dataran Bena dan Naemeto di Kabupaten Timor Tengah
Selatan, dan Ndona di Kabupaten Ende.
Selain kawasan yang disebutkan diatas terdapat juga
kawasan rawan bencana alam geologi, meliputi kawasan rawan
gempa, kawasan rawan gelombang pasang dan tsunami, dan
kawasan rawan bencana letusan Gunung Berapi.

4) Kawasan Lindung Lainnya


Kawasan Lindung Lainnya meliputi cagar biosfer, ramsar,
taman buru, kawasan perlindungan plasma-nutfah, kawasan
pengungsian satwa, terumbu karang, dan kawasan koridor bagi
jenis satwa atau biota laut yang dilindungi. Kawasan Lindung
Lainnya di Provinsi NTT memiliki luasan sekitar 180.125,07 hektar.
Kawasan Lindung Lainnya sebagaimana terdapat pada Tabel 36.

Tabel 36. Kawasan Lindung Lainnya di Provinsi NTT


No Jenis Kawasan
1 Kawasan Taman Buru Kawasan Taman Buru Dataran Bena di
Kabupaten Timor Tengah Selatan;
Kawasan Taman Buru Pulau Rusa di
Kabupaten Kupang;
Kawasan Taman Buru Pulau Ndana di
Kabupaten Rote Ndao; dan
Kawasan Taman Buru Ndana di Kabupaten
Alor.
2 Kawasan Perlindungan Plasma Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah Riung
Nutfah di Kabupaten Manggarai;
Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah
Maubesi di Kabupaten Belu;
Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah Way
Wull/Mburak di Kabupaten Manggarai Barat;
Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah Watu

214
No Jenis Kawasan
Ata di Kabupaten Ngada; dan
Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah Wolo
Tadho di Kabupaten Ngada.
3 Kawasan Pengungsian Satwa Kawasan Perairan Laut Flores;
Kawasan Perairan Laut Sawu;
Kawasan Perairan Laut Alor; dan
Kawasan Perairan Laut Timor.
4 Kawasan Terumbu Karang Kawasan Terumbu Karang Laut Flores;
Kawasan Terumbu Karang Laut Sawu; dan
Kawasan Terumbu Karang Laut Timor.
5 Kawasan Koridor Jenis Satwa/ Kawasan Komodo di Kabupaten Manggarai
Biota Laut yang di Lindungi Barat;
Perairan Laut Flores;
Perairan Laut Sawu; dan
Perairan Laut Timor.

5) Rencana Kawasan Budidaya


Penetapan kawasan budidaya provinsi dilakukan dengan
memperhatikan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis
nasional atau kawasan andalan. Kawasan andalan terdiri atas
kawasan andalan dan kawasan andalan laut. Kawasan andalan di
provinsi meliputi:
(a) Kawasan Kupang dan sekitarnya, yang memiliki sektor
unggulan pertanian, industri, pariwisata, perikanan laut dan
pertambangan;
(b) Kawasan Maumere – Ende, yang memiliki sektor unggulan
pertanian, kehutanan, industri, pariwisata, perikanan dan
perkebunan;
(c) Kawasan Komodo dan sekitarnya, yang memiliki sektor
unggulan pertanian, industri, pariwisata, perikanan dan
perkebunan;
(d) Kawasan Ruteng – Bajawa, yang memiliki sektor unggulan
pertanian, pertambangan, pariwisata, perikanan dan
perkebunan;

215
(e) Kawasan Sumba, yang memiliki sektor unggulan pertanian,
pariwisata dan perkebunan;
(f) Kawasan Andalan Laut Flores, yang memiliki sektor unggulan
pariwisata dan perikanan;
(g) Kawasan Andalan Laut Sawu dan sekitarnya, yang memiliki
sektor unggulan pariwisata, perikanan dan pertambangan;
(h) Kawasan Andalan Laut Sumba dan sekitarnya, yang memiliki
sektor unggulan pariwisata dan perikanan.

6) Kawasan yang Diperuntukkan Sebagai Kawasan Perikanan


Kawasan yang diperuntukkan sebagai kawasan perikanan
terdiri dari kawasan perikanan tangkap, kawasan budidaya
perikanan dan kawasan pengolahan ikan. Kawasan peruntukan
perikanan tangkap tersebar di seluruh kabupaten/kota. Kawasan
peruntukan perikanan budidaya tersebar di seluruh
kabupaten/kota. Untuk meningkatkan nilai ikan tangkap dan
budidaya yang dihasilkan dari perairan yang terdapat di Provinsi
NTT, maka direncanakan kawasan pengolahan ikan. Kawasan
pengolahan ikan terdapat di Kota Kupang, Kabupaten Kupang,
Kabupaten Sumba Timur dan Kabupaten Ende.
7) Kawasan yang Diperuntukan Sebagai Kawasan Pariwisata
Kawasan peruntukan pariwisata meliputi kawasan
peruntukan pariwisata alam, kawasan peruntukan pariwisata
budaya dan kawasan peruntukan pariwisata buatan/taman
rekreasi.
(a) Kawasan peruntukan pariwisata alam
Kawasan yang termasuk jenis pariwisata alam meliputi
(1) Taman Nasional Komodo di Kabupaten Manggarai Barat;
(2) Taman Laut Tujuh Belas Pulau Riung di Kabupaten
Ngada;
(3) Taman Laut Teluk Maumere di Kabupaten Sikka;
(4) Taman Laut Kepa di selat Pantar di Kabupaten Alor;
(5) Taman Laut Teluk Kupang di Kabupaten dan Kota Kupang;
(6) Pantai Nembrala di Kabupaten Rote Ndao;
(7) Taman Nasional Kelimutu di Kabupaten Ende;

216
(8) Pantai Kolbano di Kabupaten Timor Tengah Selatan; dan
(9) Kawasan Wisata Gunung Mutis di Kabupaten Timor
Tengah Selatan.
(b) Kawasan peruntukan Pariwisata Budaya
Kawasan yang termasuk jenis pariwisata budaya meliputi:
(1) Atraksi Pasola di Kabupaten Sumba Barat dan Sumba
Barat Daya;

(2) Prosesi Jumad Agung di Kabupaten Flores Timur;

(3) Prosesi Jumad Agung di Gua Bitauni di Kabupaten Timor


Tengah Utara;

(4) Perburuan ikan paus di Lamalera di Kabupaten Lembata;

(5) Perkampungan Adat di Bena di Kabupaten Ngada;

(6) Kampung adat Koanara di Kabupaten Ende;

(7) Kampung adat Tarung di Kabupaten Sumba Barat;

(8) Kampung adat Laitarung di Kabupaten Sumba Tengah

(9) Kampung adat Boti di Kabupaten Timor Tengah Selatan;

(10) Kampung Namata di Kabupaten Sabu Raijua;

(11) Kampung Tamkesi di Kabupaten Timor Tengah Utara;

(12) Homo Florencis Liangboah di Kabupaten Manggarai;

(13) Situs arkeologi Olabula di Kabupaten Nagakeo;

(14) Kuburan Megalitik di Kabupaten Sumba Timur, Sumba


Tengah, Sumba Barat dan Sikka; dan

(15) Atraksi seni budaya di seluruh kabupaten/kota.


(c) Kawasan peruntukan Pariwisata Buatan
Kawasan yang termasuk jenis pariwisata buatan meliputi :
(1) Taman Rekreasi Subasuka di Kota Kupang; dan
(2) Pemancingan di Perairan Tablolong Kabupaten Kupang.

6. Isu-isu dan Permasalahan Kawasan

Berbagai isu yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan TNP Laut


Sawu yang merupakan hasil masukan dari berbagai pihak baik
pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, maupun masyarakat
antara lain:
a) Terjadinya Penurunan Ekosistem dan Lingkungan

217
Wilayah pesisir dan laut di TNP Laut Sawu mengalami
penurunan ekosistem sebagai akibat dari berbagai aktivitas
penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan
linggis dan hammer, potassium dan bom oleh nelayan pendatang. Di
samping itu konversi ekosistem hutan bakau yang kerap dijadikan
bahan bangunan dan perumahan juga menjadi persoalan yang perlu
menjadi perhatian untuk mengantisipasi abrasi pantai, ekosistem
mangrove tidak terdegradasi.
(2) Terjadinya penurunan keanekaragaman hayati dan habitat
perikanan
TNP Laut sawu merupakan daerah migrasi ikan menuju ke
Samudera Pasifik & Samudera Hindia dari berbagai biota terutama
penyu, paus dan biota ekonomis tinggi lainnya, sehingga menjadi
target penangkapan bagi nelayan.
Penangkapan biota laut yang berlebihan akibat dari open akses
dan kurangnya pengaturan tentang ukuran yang boleh ditangkap,
jenis yang tidak boleh ditangkap, jenis alat tangkap yang dilarang,
serta nilai ekonomi sumberdaya tersebut menyebabkan terjadinya
overfishing yang mengancam keberadaan dan kelestarian biota.
Dikhawatirkan jika kegiatan tersebut berlanjut tanpa perlindungan
dan pengendalian dapat menjadi ancaman bagi kepunahan biota
tersebut.
(3) Lemahnya Koordinasi sehingga terjadi konflik lintas sektor dan antar
sektor
Konflik lintas sektor dan antar sektor merupakan konflik yang
terjadi dalam pemanfaatan dan pengelolaan di TNP Laut Sawu
sebagai akibat tidak adanya koordinasi dan kolabarosi dari dan
antar sektor tersebut, sehingga diperlukan leading sector yang dapat
mengayomi semua kepentingan dalam pemanfaatan dan
pengelolaan.
(4) Pengelolaan Pasca panen
Untuk meningkatkan nilai tambah (value added) dari
sumberdaya diperlukan pengolahan pasca panen secara tepat
melalui keragaman bentuk pengolahan yang dapat menjadikan nilai
tambah dari produk yang dihasilkan dan tidak cepat membusuk,

218
sehingga tingkat harga produk dapat dipertahankan atau
ditingkatkan.

(5) Terbatasnya sarana dan prasarana


Salah satu faktor penunjang dalam meningkatkan pengelolaan
dan nilai sumberdaya adalah tersedianya sarana dan prasarana yang
memadai, sehingga kebijakan yang akan diterapkan dapat
terlaksana sebagaimana mestinya yang ditopang dengan berbagai
hasil studi yang memadai. Kondisi geografis daerah Provinsi NTT
yang terdiri dari pulau-pulau dengan kemiringan yang cukup tinggi
(rata-rata di atas 40%) merupakan kendala dalam pembangunan
prasaran dan sarana, terutama perhubungan dan komunikasi. Hal
ini berakibat sarana dan prasarana penunjang seperti hotel,
restoran, transportasi dan lain-lain di lokasi calon kawasan
konservasi masih sangat terbatas bahkan kurang.
(6) Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum memadai
SDM merupakan faktor yang sangat menentukan dalam
pengelolaan TNP Laut Sawu. SDM baik jumlah maupun kualitasnya
sangat diharapkan dapat mengembangkan segenap potensi
sumberdaya yang ada secara optimal dan berkelanjutan. Jumlah
dan kualitas SDM di tataran kebiijakan dan pengelolan termasuk
nelayan sangat menentukan tujuan pengelolaan TNP Laut Sawu.
Untuk itu diperlukan upaya secara maksimal melalui rekruitmen
tenaga SDM bagi instansi terkait serta melakukan pendidikan formal
dan non formal secara terencana.
Dari jumlah penduduk Provinsi NTT yang berjumlah 4,6 juta
jiwa, angka “melek huruf” penduduk berusia lima tahun ke atas
sebesar 83,35 persen. Rendahnya tingkat pendidikan tentunya akan
mempengaruhi pola pikir dan perilaku masyarakat dalam kehidupan
sehari-hari. Rendahnya kualitas SDM juga dapat mengakibatkan
rendahnya produktivitas karena pemahaman dan daya serap
terhadap teknologi dan inovasi baru relatif kurang. Hal ini juga telah
disadari oleh pemerintah daerah Provinsi NTT, sehingga dalam

219
rencana strategi pembangunan daerah salah satu prioritasnya
adalah peningkatan kualitas SDM.

(7) Masih tingginya angka kemiskinan


Berdasarkan data statistik tahun 2012, presentasi penduduk
miskin di NTT adalah 21,23%. Persentase tersebut cukup tinggi
apabila dibandingkan dengan angka kemiskinan rata-rata secara
nasional yang hanya mencapai 12,49%. Tingkat pendapatan
sebagian masyarakat yang relatif rendah mempunyai kecenderungan
terhadap eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan.
Penggunaan berbagai alat tangkap yang tidak ramah
lingkungan dan penggunaan alat tangkap dengan teknologi yang
lebih memadai oleh pemilik modal menyebabkan nelayan tradisonal
semakin tersisih dan semakin miskin. Oleh karena itu, diperlukan
peraturan untuk memberikan peluang pada nelayan tradisonal
dalam meningkatkan taraf hidupnya. Di samping itu diperlukan
pendampingan, bimbingan dan pemberian modal usaha alternatif
bagi nelayan tradisonal secara kontinyu dan terencana.
(8) Rendahnya pemahaman masyarakat akan kelestarian alam
Rendahnya pemahaman masyarakat akan pentingnya
kelestarian alam terkait erat dengan rendahnya tingkat pendidikan
masyarakat. Rendahnya pemahaman masyarakat akan pentingnya
kelestarian alam dapat dilihat dari masih banyaknya praktek-
praktek penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak.
Meskipun berdasarkan penuturan penduduk bukan dari masyarakat
setempat, akan tetapi masyarakat sampai saat ini belum merasa
terganggu dengan praktek tersebut. Jika hal ini dibiarkan, maka
sumberdaya perikanan yang ada di wilayah tersebut akan menjadi
rusak.
Nelayan tradisional banyak yang melakukan penangkapan ikan
dengan bubu. Nelayan tradisional tidak menyadari bahwa
melakukan penangkapan ikan dengan bubu dapat mengakibatkan
rusaknya terumbu karang. Meskipun bubu tersebut adalah alat
penangkapan yang pasif, akan tetapi dengan meletakkannya di atas

220
terumbu karang dapat mengakibatkan rusaknya terumbu karang
tersebut.

(9) Kearifan Lokal


Mengingat salah satu tujuan pengembangan TNP Laut Sawu
adalah pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat, potensi kearifan
lokal yang ada dimasyarakat dapat menjadi salah satu faktor
pendukung terlaksananya tujuan ini, dengan merevitalisasi kearifan
lokal masyarakat yang mendukung upaya perlindungan terhadap
sumberdaya pesisr dan laut serta lingkungan yang terdapat pada
masyarakat yang ada di desa desa pesisir di TNP Laut Sawu. Hasil
identifikasi ritual adat dan kearifan lokal yang ada di masyarakat di
kawasan yang masuk dalam TNP Laut Sawu menunjukkan ternyata
masyarakat yang ada didalam kawasan perairan Laut Sawu memiliki
tatanan tersendiri dalam upaya mengelola lingkungannya.
Ragam kebajikan ini seharusnya dapat direvitalisasi kembali,
mengingat hal ini dapat menjadi suatu upaya perlindungan dan
pelestarian lingkungan yang bernuansa lokal. Selain itu, pemerintah
juga dapat melakukan inisiasi dengan memasukkan semua hal yang
berkaitan dengan kearifan lokal ini ke dalam kurikulum pendidikan
formal yang berupa muatan lokal disekolah mengenai pengetahuan
bentuk kearifan lokal yang ada di wilayahnya sebagai sarana untuk
proses diseminasi informasi tentang upaya pentingnya melestarikan
lingkungan.
(10) Aturan dan lemahnya penegakan hukum
Penegakan hukum dalam pemanfaatan dan pengelolaan TNP
Laut Sawu yang sesuai dengan aturan yang ada menjadi penting
untuk dapat menimbulkan efek jera, sehingga sumber daya dapat
diamanfaatkan dan dikelola secara bijak namun jika penegakan
hukum lemah dapat memperparah kerusakan sumberdaya. Berbagai
aktivitas yang terkait dengan pelanggaran hukum dalam kaitannya
dengan pemanfaatan dan pengelolan di TNP Laut Sawu antara lain
pemboman, pembiusan, perusakan lingkungan, ilegal fishing,
penangkapan biota yang dilindungi dan lainnya. Apabila tidak
dilakukan penindakan sesuai aturan hukum yang ada, hal tersebut

221
dapat mempercepat kerusakan ekosistem dan kritisnya biota
tersebut.

(11) Kelembagaan dan Kerjasama Pengelolaan


Kelembagaan pengelolaan harus memiliki keterwakilan semua
pihak baik dari masyarakat, aparat penegak hukum dan instansi
terkait, sehingga lebih aspiratif dan lebih kuat. Di samping itu sistem
kelembagaan yang dibangun termasuk sumber pendanaan dan
aturan dalam kelembagaan perlu ditingkatkan.
Pemanfaatan potensi sumber daya alam terutama potensi
wisata belum optimal dikembangkan. Pengembangan potensi wisata
alam terkait dengan kerjasama antar pengelola kawasan wisata, baik
lokal, regional, nasional, dan bahkan internasional. Beberapa
kawasan wisata di Provinsi NTT secara umum dapat dikembangkan
melalui jejaring atau kerjasama kepariwisataan dengan kawasan
yang telah berkembang, misalnya dengan pengelola-pengelola wisata
di Bali dalam sebuah paket wisata.

(12) Sosialisasi yang berkaitan TNP Laut Sawu dan Pembentukan


Kelompok Pengawasan
Sosialisasi berkaitan dengan TNP Laut Sawu perlu dilakukan
secara terprogram oleh lembaga pengelola, sehingga pada akhirnya
semua yang berkepentingan merasa memiliki TNP Laut Sawu
tersebut.

(13) Pembatas Zona-zona TNP Laut Sawu


Penzonasian TNP Laut Sawu secara partisipatif dilakukan guna
menghasilkan zona-zona yang disepakati semua pihak yang
berkepentingan. Di samping itu, untuk lebih menjamin status
kawasan TNP Laut Sawu, maka diperlukan pembatas di lapangan
baik batasan zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona
pemanfaatan, dan zona lainnya sehingga menjadi tanda terhadap
nelayan atau pemangku kepentingan lainnya, sehingga batasan

222
tersebut dapat menjadi pedoman yang seharusnya tidak dilanggar
oleh pemangku kepentingan.

7. Visi dan Misi Pengelolaan TNP Laut Sawu


Visi:
"Terwujudnya Taman Nasional Perairan Laut Sawu yang dikelola
secara berkelanjutan dan kolaboratif guna menjamin keberlangsungan
keanekaragaman hayati laut, nilai budaya dan kesejahteraan
masyarakat".

Misi:
1. Mengembangkan upaya pemanfaatan sumber daya laut di TNP Laut
Sawu secara optimal dan berkelanjutan bagi kesejahteraan
masyarakat dan daerah.
2. Menerapkan sistem pengelolaan kawasan TNP Laut Sawu yang adaptif
guna menjamin kelestarian sumber daya laut dan ekosistemnya serta
pemanfaatannya bagi kesejahteraan masyarakat.
3. Mengintegrasikan fungsi kawasan dengan pembangunan wilayah
Provinsi Nusa Tenggara Timur di dalam dan sekitar TNP Laut Sawu.
4. Memantapkan sistem pengelolaan TNP Laut Sawu yang berbasis
ekosistem, kehati-hatian, keterpaduan, adaptif, partisipatif dan
kolaboratif.

8. Tujuan dan Sasaran Pengelolaan


Pengelolaan TNP Laut Sawu diarahkan melalui pendekatan kehati-
hatian, keterpaduan, berbasis ekosistem, adaptif, partisipatif, dan
kolaboratif. Pemaduserasian kebijakan dan program antara pemangku
kepentingan dalam berbagai tingkatan sangat penting agar proses
pembangunan dikawasan TNP Laut Sawu dapat dilaksanakan secara
selaras dan berkelanjutan.
a. Tujuan Pengelolaan
Tujuan pengelolaan TNPLaut Sawu dijabarkan berdasarkan
misi, yaitu:

223
Misi 1 “Mengembangkan upaya pemanfaatan sumberdaya laut di
TNP Laut Sawu secara optimal dan berkelanjutan bagi kesejahteraan
masyarakat dan daerah”, mencakup tujuan:
1) meningkatkan kegiatan identifikasi, inventarisasi,
monitoring dan evaluasi sumberdaya laut dan
pemanfaatannya;
2) mengembangkan mekanisme pemanfaatan sumberdaya laut
dan ekosistemnya;
3) melestarikan kearifan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya
laut yang selaras dengan keberlanjutan sumberdaya laut dan
ekosistemnya;
4) mengembangkan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata
alam serta budaya;
5) mengatur pengelolaan dan pengembangan industri kelautan di
TNP Laut Sawu dengan tetap memperhatikan keberlanjutan
sumberdaya laut;
6) mendorong pengembangan upaya perikanan yang
berkelanjutan;
7) mengembangkan strategi pengelolaan dalam bidang sosial
budaya dan ekonomi masyarakat; dan
8) mengembangkan pemberdayaan masyarakat pesisir untuk
pengembangan dalam rencana pengelolaan jangka panjang TNP
Laut Sawu.

Misi 2 “Menerapkan sistem pengelolaan kawasan TNP Laut Sawu


yang adaptif guna menjamin kelestarian sumberdaya laut dan
ekosistemnya serta pemanfaatannya bagi kesejahteraan
masyarakat”, mencakup tujuan:
1) mengembangkan, menyusun, mengelola, dan memelihara Bank
Data TNP Laut Sawu yang dihimpun dari berbagai kegiatan
penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi
kelautan dan menyebarkannya dalam sistem informasi data
potensi sumberdaya alam TNP Laut Sawu;
2) mengembangkan dan menerapkan sistem
pemantauan/monitoring status sumberdaya laut dan
ekosistemnya secara berkelanjutan;

224
3) menyelenggarakan suatu Sistem Pemantauan dan
Penanggulangan Bencana di TNP Laut Sawu serta
rehabilitasinya sebagai sub sistem dari sistem pencegahan dan
penanggulangan bencana alam nasional dan daerah;

4) meningkatkan kegiatan Penelitian, Pengembangan, Penerapan


Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kelautan yang mendukung
pengembangan TNP Laut Sawu sebagai center of excellent
keanekaragaman hayati laut (marine bio diversity);
5) mengembangkan pengelolaan habitat perairan dalam guna
pelestarian dan pemanfaatannya secara optimal;
6) mengembangkan dan menerapkan skema pengelolaan terpadu
dan adaptif dalam kerangka antisipasi terhadap perubahan
iklim;
7) mengembangan dan menerapkan skema pengelolaan habitat
dan populasi jenis-jenis biota laut utamanya jenis-jenis langka
dan/atau bernilai ekonomis tinggi;
8) mengembangkan pengelolaan populasi setasea;
9) mengembangkan dan menerapkan sistem pengawasan dan
pengamanan kawasan yang efektif;
10) meningkatkan penguatan regulasi, perangkat dan penegakan
hukum yang kuat, komprehensif dan effektif serta
memperhatikan kearifan local dalam kerangka menunjang
pengelolaan TNP L Sawu yang fungsional; dan
11) meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia yang kompeten
dan berdedikasi dalam kerangka menunjang pengelolaan TNP
Laut Sawu yang fungsional.

Misi 3 “Mengintegrasikan fungsi kawasan dengan pembangunan


wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur di dalam dan sekitar TNP
Laut Sawu”, mencakup tujuan:
1. melakukan penguatan status titik referensi sebagai titik ikat
batas kawasan TNP Laut Sawu;

225
2. melakukan penataan dan penetapan zonasi TNP Laut Sawu,
sebagai bagian integral dari sistem penataan ruang nasional,
provinsi dan kabupaten/kota;
3. meningkatkan sistem pengelolaan terhadap alur pelayaran,
jaringan pipa dan kabel bawah laut; dan
4. meningkatkan sistem pengelolaan terhadap sumber
pencemaran dari daratan dan perairan.

Misi 4 “Memantapkan sistem pengelolaan TNP Laut Sawu yang


berbasis ekosistem, kehati-hatian, keterpaduan, adaptif, partisipatif
dan kolaboratif”, mencakup tujuan:
1. mengembangkan institusi pengelola TNP Laut Sawu;
2. mengembangkan profesionalisme sumberdaya manusia (SDM)
yang mampu mendukung pengelolaan TNP Laut Sawu;
3. meningkatkan sarana dan prasarana pengelolaan TNP Laut
Sawu;
4. mengembangkan sistem pendanaan yang berkelanjutan;
5. memantapkan sistem perencanaan, monitoring dan evaluasi
pengelolaan TNP Laut Sawu; dan
6. mengembangkan sistem pengelolaan kolaboratif TNP Laut
Sawu.
b. Sasaran Pengelolaan
Sasaran pengelolaan TNP Laut Sawu diuraikan pada setiap Misi
dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, sebagaimana terdapat pada
Tabel 37.
Tabel 37. Tujuan dan Sasaran Pengelolaan
Mengembangkan upaya pemanfaatan sumberdaya laut di TNP
Misi 1.
Laut Sawu secara optimal dan berkelanjutan bagi kesejahteraan
masyarakat dan daerah.

No Tujuan-Tujuan Sasaran-Sasaran
1 Meningkatkan kegiatan a. Tersedianya panduan
identifikasi, teknis/protokol monitoring
inventarisasi, sumberdaya laut sesuai
monitoring dan kebutuhan;
evaluasi sumberdaya
b. Adanya tim monitoring bersama;
laut dan
pemanfaatannya c. Terlaksananya monitoring
pemanfaatan sumber daya laut
sesuai dengan protokol;
d. Tersedianya data pemanfaatan

226
sumber daya laut sebagai dasar
dalam pengaturan pemanfaatan
secara berkelanjutan;
e. Terpantaunya lokasi-lokasi kritis
ekosistem di TNP Laut Sawu dari
kegiatan merusak dan
penangkapan berlebih;
f. Adanya database terpadu
berbasis web terkait data
inventarisasi dan monitoring
sumberdaya laut dan
pemanfaatannya.
2 Mengembangkan a. Adanya petunjuk teknis
mekanisme pemanfaatan pemanfaatan sumberdaya laut
sumberdaya laut dan secara berkelanjutan;
ekosistemnya b. Adanya analisis yang
berkelanjutan untuk peningkatan
pemanfaatan sumber daya laut
dan ekosistemnya.
3 Melestarikan kearifan a. Tersedianya informasi dan data
lokal dalam pemanfaatan praktek-praktek kearifan lokal
sumberdaya laut yang dalam pemanfaatan sumber daya
selaras dengan laut secara berkelanjutan;
keberlanjutan b. Adanya penguatan dan
sumberdaya laut dan pendampingan ke masyarakat
ekosistemnya; terkait praktek-praktek kearifan
lokal dalam pemanfaatan
sumberdaya laut secara
berkelanjutan
c. Terlaksananya pemanfaatan
sumber daya laut secara
berkelanjutan melalui pendekatan
kearifan lokal.
d. Terintegrasinya kearifan lokal-
kearifan lokal dalam pemanfaatan
sumber daya laut secara
berkelanjutan di dalam Rencana
Pengelolaan KKP
e. Tersedianya petunjuk teknis
monitoring dan evaluasi praktek-
praktek kearifan lokal dalam
pemanfaatan sumberdaya laut
secara berkelanjutan.
4 Mengembangkan a. Tersedianya informasi jenis,
pemanfaatan jasa potensi dan daya dukung
lingkungan dan pemanfaatan jasa lingkungan,
pariwisata alam serta pariwisata alam dan budaya;
budaya: b. Adanya petunjuk teknis dan
prosedur pemanfaatan jasa
lingkungan, pariwisata alam dan
budaya yang ramah lingkungan
yang disyahkan oleh yang
berwenang;
c. Terselenggaranya promosi
pemanfaatan jasa lingkungan dan
pariwisata alam dan budaya yang
ramah lingkungan

227
d. Terwujudnya pemanfaatan jasa
lingkungan, pariwisata alam dan
budaya yang ramah lingkungan
e. Tersedianya desain
pengembangan pemanfaatan jasa
lingkungan, pariwisata alam dan
budaya yang ramah lingkungan.
5 Mengatur pengelolaan Tercapainya keterpaduan sektor-
dan pengembangan sektor terkait yang mencakup sarana
industri kelautan di TNP dan prasarana, Ilmu dan teknologi,
Laut Sawu dengan tetap sumber daya manusia serta
memperhatikan pendanaan
keberlanjutan
sumberdaya laut;

6 Mendorong a. Tersedianya data pendugaan


pengembangan upaya populasi dan sebaran ikan
perikanan yang ekonomis penting sebagai dasar
berkelanjutan; dalam pemanfaatan secara
berkelanjutan;
b. Terbentuknya sistem
pengembangan upaya
pemanfaatan perikanan yang
berkelanjutan.
7 Mengembangkan strategi a. Terlaksananya pemberdayaan
pengelolaan dalam masyarakat melalui penciptaan
bidang sosial budaya dan suasana dan iklim
ekonomi masyarakat; memungkinkan berkembangnya
potensi dan daya yang dimiliki
masyarakat.
b. Tercapainya penguatan potensi
dan daya masyarakat.
c. Terlaksananya Perlindungan
kepentingan masyarakat melalui
keberpihakan kepada
masyarakat.
d. Terlaksananya penyadaran,
penguatan kapasitas, dan
pemberian akses kepada
sumberdaya.
e. Tersedianya akses pemanfaatan
sumberdaya ikan dan
ekosistemnya dengan
memperhatikan aspek lokasi,
adaptif, kebersamaan dan
kemitraan, keterpaduan,
keberlanjutan dan kelestarian;
f. Terselenggaranya Penguatan
sumber daya manusia dengan
pelatihan dan penguatan
kelembagaan dengan
pembentukan kelompok
masyarakat konservasi.
8 Mengembangkan a. Terlaksananya pemberdayaan

228
Pemberdayaan masyarakat pesisir yang secara
masyarakat pesisir langsung maupun tidak langsung
untuk pengembangan bergantung pada pengelolaan TNP
dalam rencana Laut Sawu dengan
pengelolaan jangka pengembangan mata pencaharian
panjang TNP Laut Sawu alternatif;
b. Tersedianya Pengembangan
teknologi alternatif ramah
lingkungan, dan peningkatan
kesadaran dan tanggung jawab
masyarakat pesisir dalam
pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya di dalam kawasan
TNP Laut Sawu.
Misi 2. Menerapkan sistem pengelolaan kawasan TNP Laut Sawu yang
adaptif guna menjamin kelestarian sumberdaya laut dan ekosistemnya
serta pemanfaatannya bagi kesejahteraan masyarakat

No Tujuan-Tujuan Sasaran-Sasaran
1 Mengembangkan, a. Tersedianya Bank Data meliputi
menyusun, mengelola, data tentang karakteristik laut,
dan memelihara Bank baku mutu laut, bathimetry,
Data TNP Laut Sawu hydrography, oceanography, data
yang dihimpun dari tentang cuaca, data sumberdaya
berbagai kegiatan hayati dan non hayati, data
penelitian, tentang lempeng tanah dasar
pengembangan dan laut, data tentang gempa di laut,
penerapan ilmu dan tsunami, data tentang pulau-
teknologi kelautan dan pulau, data tentang peta laut,
menyebarkannya dalam data tentang penduduk pesisir
sistem informasi data dan data lain yang diperlukan;
potensi sumberdaya
b. Tersedianya perangkat penunjang
alam TNP Laut Sawu
system Bank Data, termasuk
peralatan, dan pendanaan;
c. Tersusunnya system bank data
yang selalu dapat diakses,
diperbaharui dan menjadi
referensi serta umpanbalik dalam
system pengelolaan TNP Laut
Sawu.
2 Mengembangkan dan a. Tersedianya panduan
menerapkan sistem teknis/protokol monitoring
pemantauan/monitoring sumberdaya laut sesuai
status sumberdaya laut kebutuhan dan prioritas;
dan ekosistemnya secara
b. Terlaksananya monitoring
berkelanjutan;
sumberdaya laut dan
ekosistemnya secara berkala;
c. Tersedianya analisis hasil
monitoring sumberdaya laut dan
ekosistemnya sebagai masukan
dan umpan balik reguler bagi
pengelolaan TNP Laut Sawu
sekaligus sebagai bagian dari
Bank Data;

229
d. Tersusunnya profil status
sumberdaya laut dan
ekosistemnya yang selalu
terperbaharui
3 Menyelenggarakan suatu a. Teridentifikasinya potensi dan
Sistem Pemantauan dan klasifikasi bencana alam di Laut
Penanggulangan bencana Sawu, termasuk diantaranya
alam di TNP Laut Sawu bencana Tsunami, Badai Alam
serta rehabilitasinya yang sangat destruktif dan
sebagai sub sistem dari malapetaka laut yang sifatnya
sistem pencegahan dan dahsyat
penanggulangan bencana (massive/catastrophic/imminent
alam nasional dan danger) sesuai dengan peraturan
daerah; perundangan dan hukum laut
internasional yang berlaku;

b. Tersedianya sarana dan


prasarana yang diperlukan
termasuk peralatan,
perlengkapan yang berteknologi
tepat guna dan hasil uji coba,
membuat petunjuk teknis dalam
keadaan darurat (Contingency
Plan), sistem peringatan dini,
penyediaan sumberdaya manusia
yang ahli, terlatih, sistem
pengamanan lingkungan dan
pengaturan logistik;
c. Terpadunya dan terlaksananya
system peringatan dini dan
penanggulangannya dalam
penyelenggaraan tatakelola di
dalam TNP Laut Sawu.
4 Meningkatkan kegiatan a. Tersedianya analisis kebutuhan
Penelitian, penelitian, dan pengembangan
Pengembangan, ilmu pengetahuan dan teknologi
Penerapan Ilmu yang relevan dengan upaya
Pengetahuan dan pelestarian dan pemanfaatan
Teknologi kelautan yang sumber daya laut yang
mendukung berkelanjutan;
pengembangan TNP Laut
b. Tersedianya skema program
Sawu sebagai center of
penelitian, pengembangan ilmu
excellent
pengetahuan dan teknologi dalam
keanekaragaman hayati
rangka pengembangan TNP Laut
laut (marine biodiversity);
Sawu sebagai center of excellent
keanekaragaman hayati laut;
c. Tersusunnya rencana
pengembangan penelitian dan
pendidikan di TNP Laut Sawu
seperti penelitian pemantauan
degradasi dan rehabilitasi
terumbu karang, rehabilitasi
terumbu karang dengan
manipulasi substrat terumbu
karang, perilaku dan agregasi
berpijah ikan ekonomis penting,

230
pemanfaatan sumberdaya
terumbu karang dan
konsekuensinya bagi pengelolaan
kawasan konservasi, dampak
lingkungan kegiatan ekonomi
alternatif di dekat kawasan
konservasi, dll;
d. Terlaksananya kajian
pengembangan, penelitian, dan
pendidikan di TNP Laut Sawu;
e. Terlaksananya peningkatan
kemampuan teknis dan
manajemen pengelolaan kawasan
bagi personil/ staf pengelola TNP
Laut Sawu melalui diklat-diklat
dan pelatihan.

5 Mengembangkan a. Terselenggaranya pengkajian


pengelolaan habitat potensi sumberdaya laut dalam
perairan dalam guna dan penyusunan skema
pelestarian dan pengembangan pengelolaan dan
pemanfaatannya secara pemanfaatannya secara lestari
optimal; termasuk kondisi geografi
kelautan, potensi energi alternatif
non konvensional dan
sumberdaya kelautan non hayati;
b. Terbentuknya kerjasama antar
lembaga dan stakeholder kunci
untuk pengelolaan laut dalam
wilayah TNP Laut Sawu dan
sekitarnya serta pemanfaatannya
secara lestari dengan
mengutamakan kelestarian
biodiversitas langka dan
terancam.
6 Mengembangkan dan a. Tersusunnya perencanaan
menerapkan skema terpadu tata ruang pesisir, laut
pengelolaan terpadu dan dan daratan yang juga
adaptif dalam kerangka memasukkan faktor antisipasi
antisipasi terhadap perubahan iklim;
perubahan iklim
b. Terpetakannya masyarakat dan
ekosistem ekosistem pesisir dan
laut utama/penting yang
terpengaruh atau berpengaruh
terhadap ketahanan perubahan
iklim, seperti mangrove, terumbu
karang dan padang lamun;
c. Terselenggaranya pengelolaan
secara terkoordinir ekosistem
pesisir dan laut utama/penting
yang terpengaruh atau
berpengaruh terhadap ketahanan
perubahan iklim, seperti
mangrove, terumbu karang dan

231
padang lamun, termasuk
penataan dan rambu-rambu
pembatasan alih fungsi.
7 Mengembangan dan a. Tersedianya data dan informasi
menerapkan skema tentang sebaran, pola hidup dan
pengelolaan habitat dan dinamika serta ancaman
populasi jenis-jenis terhadap habitat dan populasi
biota laut utamanya jenis-jenis biota langka dan/atau
jenis-jenis langka bernilai ekonomi tinggi di
dan/atau bernilai perairan TNP Laut Sawu;
ekonomis tinggi
b. Tersedianya kerangka
pengelolaan dan petunjuk
teknis/protokol pengelolaan
habitat dan populasi jenis-jenis
biota langka dan/atau bernilai
ekonomi tinggi di perairan TNP
Laut Sawu;

c. Terlaksananya program
pengelolaan habitat dan populasi
jenis-jenis biota langka dan/atau
bernilai ekonomi tinggi di
perairan TNP Laut Sawu,
termasuk monitoring dan evaluasi
terhadap pelaksanaan
pengelolaan habitat dan populasi
8 Mengembangkan a. Tersedianya data dan informasi
pengelolaan populasi tentang sebaran, pola hidup dan
setasea dinamika serta ancaman
terhadap habitat dan populasi
setasea di perairan TNP Laut
Sawu dan sekitarnya;
b. Tersusunnya skema pengelolaan
Setasea di perairan TNP Laut
Sawu termasuk identifikasi dan
pengaturan alat tangkap, musim
(selama migrasi paus),
pengaturan aktifitas
penangkapan (terutama ikan
tuna) dan kode etik untuk
menghindarkan by-catch;
identifikasi dan pengaturan alur
pelayaran tertentu dan koridor
Setasea untuk lintasan kapal,,
pengaturan eksplorasi
pertambangan (pembatasan
seismik, dsb);
c. Terkoordinasinya pengaturan dan
pelaksanaan penggunaan
perairan TNP Laut Sawu antar
stakeholder kunci sekaligus
komitmen dan partisipasi
termasuk dalam penggunaan alur
lintasan, pengendalian polusi dan
pemantauan dalam rangka

232
menjamin kelestarian habitat dan
populasi Setasea;
d. Terlaksananya penguatan hukum
adat yang memiliki nilai
konservasi setasea yang tinggi.
9 Mengembangkan dan a. Tersedianya peta ancaman dan
menerapkan sistem kerawanan terhadap sumberdaya
pengawasan dan kawasan serta pembaharuannya
pengamanan kawasan secara berkala;
yang efektif b. Tersusunnya skema pengamanan
kawasan yang disusun secara
kolaboratif antar stakeholder
kunci;
c. Tersusunnya protokol
pengamanan terpadu;
d. Terbentuknya tim pengamanan
terpadu antar lembaga penegakan
hukum dan komponen
masyarakat serta dukungan
sarana-prasarana yang memadai;
e. Terlaksananya pengawasan dan
pengamanan kawasan
berdasarkan ketentuan yang
sesuai dan berlaku.
10 Meningkatkan penguatan a. Tersusunnya peraturan
regulasi, perangkat dan perundang-undangan yang
penegakan hukum yang mendukung efektifitas
kuat, komprehensif dan pengelolaan TNP Laut Sawu
effektif serta berdasarkan kajian komprehensif
memperhatikan kearifan dan konsultasi para pihak,
local dalam kerangka termasuk peraturan adat
menunjang pengelolaan setempat yang dapat memperkuat
TNP L Sawu yang hukum positif;
fungsional b. Tersosialisasinya peraturan
perundang-undangan kepada
masyarakat dan penegak hukum;
c. Terlaksananya komitmen para
penegak hukum dalam
penegakan hukum secara
konsisten serta evaluasinya
dalam rangka meningkatkan
effektivitas pengelolaan
sumberdaya TNP Laut Sawu
secara berkesinambungan.
11 Meningkatkan kapasitas a. Teridentifikasinya kebutuhan
sumberdaya manusia sumber daya manusia dan
yang kompeten dan kompetensinya untuk
berdedikasi dalam peningkatan kapasitas dalam
kerangka menunjang pengelolaan efektif TNP Laut
pengelolaan TNP Laut Sawu;
Sawu yang fungsional b. Tersusunnya rancangan skema
peningkatan kapasitas sumber
daya manusia untuk pengelolaan
TNP Laut Sawu dengan
mengutamakan peningkatan
kompetensi serta sumber daya
manusia di lapangan;
c. Terkonsolidasinya komitmen para

233
pihak untuk meningkatkan
kapasitas SDM pengelolaan serta
dukungannya dalam
penerapannya;
d. Terlaksananya program
peningkatan kapasitas SDM
untuk pengelolaan TNP Laut
Sawu yang fungsional melalui
berbagai jalur, termasuk
pendidikan, pelatihan, magang,
pendampingan, perbantuan
tenaga ahli, penjenjangan karir,
dan sebagainya.
Misi 3. Mengintegrasikan fungsi kawasan dengan pembangunan
wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur di dalam dan sekitar TNP Laut
Sawu

No Tujuan-Tujuan Sasaran-Sasaran
1 Melakukan penguatan a. Tersedianya titik referensi batas
status titik referensi kawasan TNP disepakati bersama
sebagai titik ikat batas oleh pengelola TNP Laut Sawu
kawasan TNP Laut Sawu dan Pemerintah Daerah yang
penguatan status titik dituangkan dalam Berita Acara
referensi sebagai titik serta tercantum secara jelas
ikat batas kawasan TNP dalam peta batas TNP serta
Laut Sawu menjadi acuan para pihak;
b. Tersedianya titik referensi batas
dilengkapi dengan tanda berupa
pelampung dan atau lampu suar.
2 Melakukan penataan dan a. Terintegrasinya dan selarasnya
penetapan zonasi TNP zonasi TNP Laut Sawu dalam
Laut Sawu, sebagai RTRW Provinsi Nusa Tenggara
bagian integral dari Timur serta RTRW Kabupaten-
sistem penataan ruang kabupaten di dalam TNP Laut
nasional, provinsi dan Sawu dan menjadi acuan bagi
kabupaten/kota para pihak didalam
implementasinya;
b. Terlaksananya penyerasian pola
pemanfaatan di dalam TNP Laut
Sawu sesuai dengan RPJPP&M di
tingkat nasional, provinsi dan
kabupaten;
c. Terlaksananya pengesahan
Rencana Zonasi TNP Laut Sawu
oleh Menteri Kelautan dan
Perikanan dan diketahui oleh
Gubernur Nusa Tenggara Timur
dan masyarakat luas;
d. Tersedianya tanda batas zonasi di
lapangan dan panduan
pengetahuan pengenalan batas
zonasi TNP Laut Sawu;
e. Tersosialisasinya Rencana Zonasi
TNP Laut Sawu ke pemangku
kepentingan dan masyarakat.
3 Meningkatkan sistem a. Terkelolanya kerentanan alur
pengelolaan terhadap pelayaran dan Alur Laut

234
alur pelayaran, jaringan Kepulauan Indonesia (ALKI)
pipa dan kabel bawah terhadap pengelolaan TNP Laut
laut Sawu serta mengintegrasikan
jaringan pipa dan kabel bawah
laut dengan menjadikannya
sebagai aset pendukung terhadap
pengelolaan kawasan untuk
meningkatkan pertumbuhan
ekonomi kawasan dan
pengembangan wilayah serta
mempertahankan pertahanan dan
keamanan nasional;
b. Terintegrasinya wilayah alur laut
kepulauan Indonesia (ALKI) dan
alur pelayaran kapal di dalam
pengelolaan TNP Laut Sawu.
4 Meningkatkan sistem a. Teridentifikasinya secara
pengelolaan terhadap berkelanjutan aktivitas-aktivitas
sumber pencemaran dari yang berdampak pada ekosistem
daratan dan perairan laut di dalam TNP Laut Sawu;
b. Tersedianya pengaturan dan
pengawasan secara kolaboratif
terhadap sumber pencemaran
yang berasal dari daratan dan
lautan;
c. Tersedianya rekomendasi untuk
penyempurnaan peraturan untuk
kualitas air di dalam TNP Laut
Sawu dan kearah darat.

Misi 4. Memantapkan sistem pengelolaan TNP Laut Sawu yang


berbasis ekosistem, kehati-hatian, keterpaduan, adaptif, partisipatif
dan kolaboratif
No Tujuan-Tujuan Sasaran-Sasaran
1 Mengembangkan a. Tersedianya hasil assesment
institusi pengelola TNP tentang struktur organisasi
Laut Sawu pengelola TNP Laut Sawu yang
sesuai dengan kebutuhan
pengelolaan TNP Laut Sawu;
b. Terselenggaranya penetapan
lembaga pengelola professional
dan mandiri menuju ke arah
lembaga Badan Layanan Umum.

2 Mengembangkan a. Tersedianya uraian tugas dan


profesionalisme jabatan untuk setiap formasi;
sumberdaya manusia b. Tersedianya daftar kualifikasi dan
(SDM) yang mampu jumlah kebutuhan pegawai;
mendukung pengelolaan c. Tersedianya hasil assesment
TNP Laut Sawu kebutuhan pendidikan, pelatihan,
penyegaran yang sesuai dengan
standar minimum pengelolaan;
d. Terlaksananya pelatihan-
pelatihan berdasarkan analisa
kebutuhan;
e. Tersedianya rencana promosi dan

235
mutasi pegawai yang jelas;
f. Tersedianya pedoman tentang
pembinaan (mentoring dan
conselling) bagi setiap pegawai
(hubungan bawahan atasan);
g. Tersedianya mekanisme penilaian
kinerja, pemberian sanksi dan
penghargaan yang jelas dan
proporsional.
3 Meningkatkan sarana a. Tersedianya sarana prasarana
dan prasarana pengelolaan TNP Laut Sawu
pengelolaan TNP Laut sesuai dengan kebutuhan dan
Sawu standar;
b. Terpeliharanya sarana dan
prasarana;
c. Tersedianya kriteria kelayakan
operasional sarana prasarana
(kepentingan replacement).
4 Mengembangkan sistem a. Tersedianya analisa kebutuhan
pendanaan yang pendanaan yang rasional;
berkelanjutan b. Tersedianya standarnisasi
pembiayaan untuk setiap jenis
kegiatan pengelolaan;
c. Tersedianya analisa peluang
penggalangan sumber pendanaan
yang berkelanjutan;
d. Tersedianya mekanisme
pendanaan alternative;
e. Terselenggaranya Pengelolaan
keuangan yang professional,
transparan dan akuntabel.

5 Memantapkan sistem a. Tersusunnya rencana pengelolaan


perencanaan, monitoring jangka menengah dan pendek
dan evaluasi pengelolaan (setiap 5 tahun dan 1 tahun) TNP
TNP Laut Sawu Laut Sawu yang bisa dijadikan
acuan bagi para pihak;
b. Tersusun dan terlaksananya
sistem monitoring dan evaluasi
pengelolaan TNP Laut Sawu
sebagai umpan balik perencanaan
dan pengelolaan.
6 Mengembangkan sistem a. Tersedianya analisa peran
pengelolaan kolaboratif parapihak dalam pengelolaan
TNP Laut Sawu kolaboratif yang mengakomodir
semua kepentingan di tingkat
nasional, Provinsi serta
Kabupaten-kabupaten di dalam
dan di sekitar TNP Laut Sawu
b. Terwujudnya kesepahaman para
pihak tentang sistem pengelolaan
kolaboratif;
c. Terbentuknya kelembagaan dan
mekanisme pengelolaan
kolaboratif yang mewakili

236
kepentingan para pihak;
d. Tersedianya mekanisme
monitoring dan evaluasi terhadap
pelaksanan pengelolaan
kolaboratif sesuai dengan
kebutuhan yang adaptif.

B. Strategi Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Perairan Laut Sawu

1. Analisis Lingkungan Strategis Kawasan


Untuk mengimplementasikan Visi dan Misi serta Tujuan dan
Sasaran, maka perlu dilakukan identifikasi program strategis. Penentuan
hasil analisis prioritas program dilakukan dengan memperhatikan variabel
dan parameter yang dianggap penting sebagai faktor penentu keberhasilan
pengelolaan. Adapun penentuan bobot dan skor penilaian terhadap
variabel penting dikaitkan dengan Keberlanjutan Program, Cakupan
Program, Dampak Penting, dan Faktor-Faktor Eksternalitas. Untuk
melakukan analisis program dan kegiatan strategis, maka digunakan
Metode Analisis SWOT untuk mengetahui peluang dan kendala serta
tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan program dan kegiatan
pengelolaan.

a. Analisis Lingkungan Internal Kawasan


Penilaian lingkungan internal kawasan dalam kerangka
pengelolaan TNP Laut Sawu mencakup unsur-unsur sumber daya
alam, sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya
pendanaan, infrastruktur, sosial budaya dan unsur kebencanaan.
Berdasarkan unsur-unsur tersebut, kemudian ditelaah apa yang
menjadi kekuatan dan kelemahan yang secara internal mempengaruhi
keberhasilan pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran pengelolaan.
Lingkungan internal kawasan, dapat menjadi kekuatan bagi
pengelolaan kawasan dan dapat menjadi kelemahan pengelolaan.
Hasil identifikasi kondisi lingkungan internal yang dianggap
cukup penting dalam pencapaian Visi, misi, dan tujuan pengelolaan
kawasan sebagaimana terdapat pada Tabel 38.

237
Tabel 38. Hasil Identifikasi Kondisi Lingkungan Internal Kawasan TNP
Laut Sawu

No Unsur Kekuatan Kelemahan


1 Sumberdaya Jumlah SDM yang cukup Kualitas SDM yang
Manusia besar dan tersebar di 10 masih rendah;
kabupaten
2 Sumberdaya a. Biodiversity kawasan a. Sebaran
Alam yang cukup tinggi biodiversity yang
(ekosistem dan biota) luas menyulitkan
adalah salah satu dalam
alasan penetapannya pengelolaan
sebagai TNP kawasan;
b. Keberadaan fauna laut b. Sifat biota laut,
dilindungi: endemik, terutama jenis
unik, dan langka; mamalia laut dan
c. Beberapa lokasi dalam large fauna yang
kawasan memiliki tidak menetap
potensi kepariwisataan memerlukan
yang tinggi yang dapat pendekatan
dimanfaatkan untuk pengelolaan yang
menunjang pendanaan berbeda;
program, dan juga c. Belum optimalnya
dalam peningkatan pengelolaan
ekonomi daerah dan sumber daya
masyarakat. alam.
d. Potensi-potensi d. Teknik eksploitasi
perikanan komersil ; sumber daya alam
e. Posisi kawasan yang di beberapa lokasi
berada dalam kerangka dapat mengancam
kebijakan regional CTI. biodiversity
kawasan.
e. Eksploitasi SDA
tanpa
memperhatikan
upaya pelestarian.
3 Infrastruktur a. Infrastruktur
Wilayah wilayah masih
kurang memadai
untuk efektivitas
pengelolaan
kawasan;
b. Kondisi geografis
yang sulit dan
tersebar luas
membutuhkan
infrastruktur
pendukung yang
memadai, baik
jumlah maupun
kualitas
fungsionalnya.
4 Sosial budaya a. Keragaman budaya yg
tinggi adalah asset
pengembangan
kawasan;
b. Keberadaan budaya

238
No Unsur Kekuatan Kelemahan
dan kearifan lokal
dalam pemanfaatan
sumberdaya laut

5 Kebijakan dan a. Penempatan a. Koordinasi dan


Kelembagaan UPT/BKKPN di kupang implementasi
adalah peluang pengelolaan
pengelolaan kawasan kawasan masih
yang perlu lemah
disinergikan; (pengelolaan
b. Kebijakan nasional kawasan
tentang konservasi melibatkan
keanekaragaman beberapa sektor
hayati di perairan yang terkait)
b. Meski didukung
kebijakan, namun
tidak dibarengi
dengan petunjuk
teknis operasional
yang cukup
6 Sumberdaya a. Pengelolaan potensi a. Pendanaan
pendanaan sumberdaya yang baik program
dan berkelanjutan pengelolaan yang
adalah salah satu belum memadai;
potensi pendanaan
b. Belum
kawasan;
teridentifikasinya
b. Sumber-sumber dana
sumber-sumber
internasional untuk
pendanaan lain
pengelolaan kawasan
selain yang
konservasi
dialokasikan oleh
pemerintah

7 Kebencanaan Letak kawasan yang


berada pada batas
lempeng geologis
yang berpotensi
menimbulkan
bencana alam dari
aktivitas pergerakan
lempeng, seperti
gunung api, tsunami,
dan gempa.

Faktor-faktor kondisi internal kawasan yang saat ini teridentifikasi saling


berinteraksi dan mempengaruhi pengelolaan kawasan dalam pencapaian
visi dan misi pengelolaannya.

239
b. Analisis Lingkungan Eksternal Kawasan
Lingkungan eksternal adalah faktor-faktor diluar kendali pengelola
yang dapat mempengaruhi pilihan arah dan tindakan, struktur
organisasi, dan proses internal pengelola kawasan. Lingkungan
eksternal dapat disikapi sebagai peluang bagi keberhasilan
pengelolaan, dan dapat pula dipandang sebagai tantangan
keberhasilan pelaksanaan pengelolaan. Hasil identifikasi kondisi
lingkungan eksternal yang dianggap cukup penting dan berpengaruh
dalam pencapaian visi, misi dan tujuan pengelolaan kawasan
sebagaimana terdapat pada Tabel 39.

Tabel 39. Analisis faktor eksternal kawasan TNP Laut Sawu

No Unsur Peluang Ancaman


1 Sumberdaya a. Adanya dukungan Melemahnya dukungan
Manusia dari masyarakat oleh masyarakat dan
terhadap stakeholder perlu
keberadaan TNP dipelihara secara terus
Laut Sawu yang menerus;
diperoleh sebagai
hasil sosialisasi
terhadap
kebijakan
penetapan TNP
Laut Sawu;
b. Dukungan yang
cukup besar juga
berasal dari
stakeholder lain
seperti
pemerintah
daerah
(kabupaten dan
provinsi), LSM,
lembaga profesi
(HNSI) Swasta,
dan perguruan
tinggi.

2 Sumberdaya a. Adanya Jejaring a. Gangguan


Alam kawasan keamanan kawasan
konservasi oleh kapal nelayan
perairan (Coral dari luar kawasan
Triangle Initiative- Penangkapan ikan
CTI) ; ilegal (Illegal fishing),
merusak dan
b. Konektivitas
penangkapan ikan
dalam
berlebih
pengelolaan
(overfishing).
potensi wisata
bahari dapat b. Perubahan Iklim :
dilakukan dengan Kenaikan muka air

240
No Unsur Peluang Ancaman
pengelolaa laut dan kenaikan
kawasan wisata di suhu permukaan
Bali yang laut (menyebabkan
lokasinya masih bleaching dan
cukup dekat penyakit).
dengan kawasan;
c. Kerusakan habitat
c. Pemanfaatan akibat penangkapan
sumberdaya yang tidak ramah
perairan oleh lingkungan,
masyarakat masih penambangan
dapat karang, dll.
dioptimalkan
d. Banyaknya
dengan penerapan
pencemaran (limbah
sistem dan
cair, padat dan gas)
teknologi ramah
dari daratan
lingkungan, dan
maupun
juga mata
pencemaran minyak
pencaharian
dari kapal berupa
laternatif lainnya
plastik, limbah
yang
kimia, suara
memanfaatkan
SDA perairan. e. Perburuan spesies-
spesies yang
d. Adanya spesies
dilindungi
dilindungi yang
mempunyai nilai
memiliki nilai
ekonomis yang
ekonomis tinggi
tinggi.
f. Kerusakan
ekosistem dan
habitat alami akibat
bencana alam
3 Infrastruktur Visi dan agenda Dampak
Wilayah RPJMD Provinsi yang pembangunan,
berupaya sedimentasi, konversi,
meningkatkan pelayaran, terhadap
infrastruktur wilayah keutuhan ekosistem
secara merata

4 Sosial budaya a. Budaya dan a. Lunturnya


kearifan lokal, kebudayaan dan
selain menjadi kearifan lokal akibat
kekuatan internal adanya era globalisasi
kawasan, juga dan informasi sebagai
merupakan media promosi,
peluang bagi
pengelola untuk
memudahkan
pengelolaan
kawasan;
b. Teknologi dan
informasi sebagai
media promosi.

241
No Unsur Peluang Ancaman
5 Kebijakan dan a. Komitmen a. Penyalahgunaan
Kelembagaan Pimpinan kewenangan dalam
Nasional dan pengelolaan kawasan
daerah; b. Kebijakan komitmen
b. Kebijakan- yang tidak
kebijakan berkelanjutan
pengelolaan
konservasi
nasional yang
menguntungkan
pengelolaan
kawasan;
6 Sumberdaya Perhatian dunia dan Bantuan pendanaan
pendanaan negara terhadap internasional sarat
keberlangsungan dengan kepentingan.
biodiversity
berpeluang sebagai
penggalangan dana-
dana pengelolaan
7 Kebencanaan Kerusakan ekosistem
dan habitat alami
akibat bencana alam

Berdasarkan hasil analisis kondisi lingkungan internal dan


eksternal kawasan dalam kerangka pengelolaan TNP laut Sawu, maka
dapat dihasilkan strategi-strategi pengelolaan yang:
1) mengoptimalkan kekuatan untuk memanfaatkan peluang (SO);
2) mengoptimalkan kekuatan untuk mengatasi tantangan/ancaman
(ST);
3) mengatasi kelemahan untuk memanfaatkan peluang (WO); dan
4) mengatasi kelemahan untuk mengatasi tantangan/kendala (WT).
Adapun deskripsi dari pengintegrasian (SO, ST, WO, dan WT)
adalah sebagai berikut:

1) Kekuatan–Peluang (Strategi – SO)


a) memanfaatkan ketersediaan sumberdaya manusia di kawasan
TNP Laut Sawu untuk mendukung pengelolaan kawasan
melalui pelibatan secara aktif dalam program-program
pengelolaan kawasan;
b) mempertahankan kualitas keanekaragaman sumberdaya
hayati (ekosistem dan biota) melalui program pengelolaan yang
berkelanjutan, serta memanfaatkan jaringan kerjasama

242
dengan semua pihak, baik nasional maupun internasional
untuk konservasi sumberdaya hayati dan lingkungan di TNP.
Laut Sawu;
c) memfasilitasi pengembangan pemanfaatan potensi
sumberdaya alam di kawasan TNP. Laut sawu secara lestari
dan berkelanjutan, sebagai upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat; dan
d) melakukan upaya-upaya untuk mempertahankan budaya dan
kearifan lokal yang mendukung pengelolaan kawasan, melalui
integrasi nilai budaya dan kearifan lokal dalam pengelolaan
dan promosi kawasan dengan memanfaatkan teknologi dan
informasi.

2) Kelemahan–Peluang (Strategi WO)


a) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di kawasan TNP
Laut Sawu, baik untuk mendukung ketersediaan sumberdaya
pengelola kawasan maupun untuk meningkatkan pemahaman
dan juga dukungan terhadap keberadaan kawasan TNP Laut
Sawu. Dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan bagi
tenaga pengelola, dan juga sosialisasi dan integrasi program
konservasi dalam kurikulum lokal sistem pendidikan;
b) melakukan pembatasan serta rehabilitasi dalam rangka
menjaga kelestarian dan daya dukung sumberdaya;
c) memanfaatkan luas area kawasan sebagai salah satu daya
tarik untuk menjaring kerjasama pengelolaan yang lebih luas;
d) koordinasi dengan pemerintah daerah dalam pembangunan
sarana dan prasarana wilayah secara merata;
e) merumuskan dan mengimplementasikan pendekatan-
pendekatan yang tepat untuk mengintegrasikan budaya dan
kearifan lokal dalam mendukung program-program
pengelolaan;
f) mengidentifikasi potensi-potensi sumberdaya dan sumber
pendanaan yang dapat dioptimalkan pemanfaatannya sebagai
alternatif sumber pendanaan pengelolaan kawasan;
g) menjalin kerjasama dengan instansi terkait dalam
menanggulangi bencana;

243
h) melakukan mitigasi dan adaptasi bencana dalam rangka
menghadapi bencana;
i) mengoptimalkan budaya dan kearifan lokal yang tinggi sebagai
aset pengembangan kawasan dalam rangka menghadapi
dampak negatif globalisasi dan informasi; dan
j) menjaring kerjasama dengan berbagai pihak untuk
memperkuat pendanaan pengelolaan kawasan.
3) Kekuatan–Ancaman(Strategi ST)
a) memelihara keberlanjutan dukungan sumberdaya manusia
dalam pengelolaan kawasan TNP Laut Sawu dengan program-
program pengembangan kapasitas, sosialisasi berkelanjutan,
dan peningkatan nilai tambah kawasan bagi kesejahteraan
masyarakat;
b) meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam
rangka pengamanan kawasan, pengawasan terhadap
pembangunan yang berdampak pada lingkungan kawasan,
dan pengawasan terhadap pemanfaatan sumberdaya kawasan
dengan menggunakan peralatan yang merusak; dan
c) mengoptimalkan pengelolaan potensi sumberdaya secara
berkelanjutan dalam rangka antisipasi tidak adanya
pendanaan yang sarat dengan kepentingan.

4) Kelemahan – Ancaman (Strategi WT)


a) meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam
rangka peningkatan kualitas sumberdaya manusia;
b) pengembangan jejaring kawasan konservasi Perairan dalam
skala nasional dan regional (ekoregion) terutama dalam hal
pendanaan dan sharing ilmu dan pengetahuan dalam
pengelolaan kawasan dengan tetap menjaga prinsip
kesetaraan, dan norma-norma yang berlaku secara lokal dan
nasional;
c) mengoptimalkan peran Balai KKPN dalam pengelolaan
kawasan sehingga dapat meminimalisir penyalahgunaan
kewenangan dan kebijakan komitmen yang tidak
berkelanjutan;

244
d) meningkatkan sumberdaya manusia guna keberlanjutan
dukungan oleh masyarakat; dan
e) mengoptimalkan pengelolaan dan pengawasan sumberdaya
alam dalam rangka antisipasi gangguan keamanan kawasan;

2. Strategi Pengelolaan Kawasan


Berdasarkan hasil analisis diatas, maka terdapat 22 (dua puluh dua)
strategi pengelolaan kawasan TNP Laut Sawu yang disusun berdasarkan
unsur-unsur kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Ke 22 (dua
puluh dua) strategi pengelolaan kawasan TNP Laut Sawu ini telah
mencakup 3 (tiga) strategi utama pengelolaan kawasan konservasi perairan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor PER.30/MEN/2010 tentang Rencana Pengelolaan dan
Zonasi Kawasan Konservasi Perairan yaitu penguatan kelembagaan,
penguatan pengelolaan sumber daya kawasan, dan penguatan sosial
ekonomi dan budaya.
a. Penguatan Kelembagaan
Strategi pengelolaan terkait penguatan kelembagaan yaitu:
1) koordinasi dengan pemerintah daerah dalam pembangunan sarana
dan prasarana wilayah;
2) menjalin kerjasama dengan instansi terkait dalam menanggulangi
bencana;
3) menjaring kerjasama dengan berbagai pihak untuk memperkuat
pendanaan pengelolaan kawasan;

4) memelihara keberlanjutan dukungan sumberdaya manusia dalam


pengelolaan kawasan TNP Laut Sawu dengan program-program
pengembangan kapasitas, sosialisasi berkelanjutan, dan
peningkatan nilai tambah kawasan bagi kesejahteraan masyarakat;
5) meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka
pengamanan kawasan, pengawasan terhadap pembangunan yang
berdampak pada lingkungan kawasan, dan pengawasan terhadap
pemanfaatan sumberdaya kawasan dengan menggunakan
peralatan yang merusak;

245
6) mengoptimalkan pengelolaan potensi sumberdaya secara
berkelanjutan dalam rangka antisipasi tidak adanya pendanaan
yang sarat dengan kepentingan;
7) meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka
peningkatan kualitas sumberdaya manusia;
8) pengembangan jejaring kawasan konservasi Perairan dalam skala
nasional dan regional (ekoregion) terutama dalam hal pendanaan
dan sharing ilmu dan pengetahuan dalam pengelolaan kawasan
dengan tetap menjaga prinsip kesetaraan, dan norma-norma yang
berlaku secara lokal dan nasional;
9) mengoptimalkan peran Balai KKPN dalam pengelolaan kawasan
sehingga dapat meminimalisir penyalahgunaan kewenangan dan
kebijakan komitmen yang tidak berkelanjutan;

b. Penguatan Pengelolaan Sumber Daya Kawasan


Strategi pengelolaan terkait penguatan pengelolaan sumber daya
kawasan yaitu:
1) mempertahankan kualitas keanekaragaman sumberdaya hayati
(ekosistem dan biota) melalui program pengelolaan yang
berkelanjutan, serta memanfaatkan jaringan kerjasama dengan
semua pihak, baik nasional maupun internasional untuk
konservasi sumberdaya hayati dan lingkungan di TNP Laut Sawu;

2) memfasilitasi pengembangan pemanfaatan potensi sumberdaya


alam di kawasan TNP Laut Sawu secara lestari dan berkelanjutan,
sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat;
3) melakukan pembatasan serta rehabilitasi dalam rangka menjaga
kelestarian dan daya dukung sumberdaya;
4) memanfaatkan luas area kawasan sebagai salah satu daya tarik
untuk menjaring kerjasama pengelolaan yang lebih luas;
5) mengidentifikasi potensi-potensi sumberdaya yang dapat
dioptimalkan pemanfaatannya sebagai alternatif sumber pendanaan
pengelolaan kawasan;
6) melakukan mitigasi dan adaptasi bencana dalam rangka
menghadapi bencana; dan

246
7) mengoptimalkan pengelolaan dan pengawasan sumberdaya alam
dalam rangka antisipasi gangguan keamanan kawasan.

c. Penguatan Sosial, Ekonomi dan Budaya


Strategi pengelolaan terkait penguatan sosial, ekonomi dan
budaya yaitu:
1) melakukan upaya-upaya untuk mempertahankan budaya dan
kearifan lokal yang mendukung pengelolaan kawasan, melalui
integrasi nilai budaya dan kearifan lokal dalam pengelolaan
kawasan;
2) memanfaatkan ketersediaan sumberdaya manusia di kawasan TNP
Laut Sawu untuk mendukung pengelolaan kawasan melalui
pelibatan secara aktif dalam program-program pengelolaan
kawasan;
3) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di kawasan TNP Laut
Sawu, baik untuk mendukung ketersediaan sumberdaya pengelola
kawasan maupun untuk meningkatkan pemahaman dan juga
dukungan terhadap keberadaan kawasan TNP. Laut Sawu. Dapat
dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan bagi tenaga pengelola,
dan juga sosialisasi dan integrasi program konservasi dalam
kurikulum lokal sistem pendidikan;

4) merumuskan dan mengimplementasikan pendekatan-pendekatan


yang tepat untuk mengitegrasikan budaya dan kearifan lokal dalam
mendukung program-program pengelolaan;
5) mengoptimalkan budaya dan kearifan lokal yang tinggi sebagai
asset pengembangan kawasan dalam rangka menghadapi dampak
negatif globalisasi dan informasi; dan
6) meningkatkan sumberdaya manusia guna keberlanjutan dukungan
oleh masyarakat.

247
C. Program Pengelolaan TNP Laut Sawu

1. Kelembagaan Pengelolaan
Kawasan konservasi merupakan benteng terakhir upaya konservasi
sumber daya alam hayati. Namun pengelolaannya sampai saat ini masih
belum optimal. Isu otonomi daerah, tuntutan terhadap manfaat kawasan
konservasi dan sumberdaya alam di dalamnya, serta efektifitas manajemen
kawasan konservasi (terrestrial dan marine) telah mendorong tuntutan
terhadap pergeseran paradigma pengelolaan kawasan konservasi yang
berimplikasi luas terhadap keseluruhan aspek manajemen dan perangkat
regulasinya. Keberadaan sebuah kelembagaan yang handal sangat penting
dalam menunjang keberhasilan pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan.
Kelembagaan yang dijalankan secara profesional serta dapat mengakomodasi
kepentingan para pemangku kepentingan lebih dapat menunjang
keberhasilan pengelolaan kawasan konservasi dalam mencapai tujuan
pembentukannya.
Pembentukan kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan
dimaksudkan agar pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan dapat berjalan
secara efisien, efektif dan transparan yang didukung dengan kemampuan,
kebutuhan dan potensi pada masing-masing daerah. Untuk itu dalam
pembentukan kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan perlu dipersiapkan
melalui suatu proses dan perencanaan yang baik agar lembaga yang
terbentuk dapat menjadi penggerak dalam pengelolaan Kawasan Konservasi
Perairan.

Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan berpedoman pada Pasal 15


ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2007 tentang Konservasi
Sumber Daya Ikan yang menyebutkan bahwa Kawasan Konservasi Perairan
yang telah ditetapkan dikelola oleh pemerintah atau pemerintah daerah
sesuai kewenangannya. Selanjutnya dalam Pasal 15 ayat 2 Pengelolaan
Kawasan Konservasi Perairan dilakukan oleh satuan unit organisasi pengelola
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

a. Lembaga Pengelola (Management Unit) TNP Laut Sawu


Mengacu pada status pengelolaan TNP Laut Sawu sebagai
kawasan konservasi yang dikelola oleh pemerintah pusat, maka

248
Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tanggal 15 November 2007
telah menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.19/MEN/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Kawasan
Konservasi Perairan Nasional (Balai KKPN) dengan jenjang struktural
setingkat eselon IIIa. Wilayah kerjanya mencakup perairan nasional di
Indonesia bagian timur yakni Provinsi NTT, Provinsi NTB, Provinsi Sulsel,
Provinsi Sultra, Provinsi Sulbar, Provinsi Sulteng, Provinsi Gorontolo,
Provinsi Sulut, Provinsi Maluku Utara, Provinsi Maluku, Provinsi Irian
Jaya Barat dan Papua.
Balai KKPN Kupang, adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat
yang berada di lingkup Ditjen KP3K-KKP yang bertanggung jawab
langsung kepada Direktur Jenderal KP3K, Kementerian Kelautan dan
Perikanan. Balai KKPN Kupang mempunyai tugas melaksanakan
pemangkuan, pemanfaatan dan pengawasan kawasan konservasi
perairan nasional yang bertujuan untuk melestarikan sumberdaya ikan
dan lingkungannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan memiliki fungsi:
1) penyusunan rencana, program dan evaluasi di bidang
pemangkuan, pemanfaatan dan pengawasan kawasan konservasi
perairan nasional;
2) pelaksanaan pemangkuan, pemanfaatan dan pengawasan
kawasan konservasi perairan nasional;
3) pelaksanaan pemberdayaan dan peningkatan kesadaran
masyarakat (Public Awareness) didalam dan sekitar kawasan
konservasi perairan nasional;
4) pelaksanaan bimbingan pemangkuan, pemanfaatan dan
pengawasan kawasan konservasi perairan nasional; dan
5) pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Struktur organisasi Balai KKPN Kupang sebagaimana terdapat


pada Gambar 28.

KEPALA BALAI KAWASAN KONSERVASI

SUB BAGIAN TATA USAHA


249

SEKSI PROGRAM DAN EVALUASI SEKSI PENDAYAGUNAAN DAN PENGAWASAN


Gambar 28. Struktur Organisasi BKKPN (Pengelola TNP Laut Sawu)

Memperhatikan kondisi TNP Laut Sawu yang terdiri atas 10


kabupaten, 89 kecamatan, dan 195 desa, maka dengan struktur seperti
tersebut diatas, sangatlah kurang memadai untuk melakukan
pengelolaan yang efektif terhadap kawasan konservasi yang luasnya
sekitar 3,5 juta hektar tersebut. Untuk menjamin operasionalisasi
pengelolaan kawasan yang baik, maka ke depan perlu dibentuk Satuan
Kerja di setiap kabupaten atau minimal di tingkat regional untuk
mendekatkan pelayanan kepada kawasan dan masyarakat.
Menyadari akan keterbatasan sumberdaya manusia yang dimiliki
Balai KKPN Kupang sebagai unit pengelola TNP Laut Sawu saat ini serta
masih minimnya sarana dan prasarana pendukung pengelolaan, maka
pemerintah daerah dan kalangan profesional dalam mendukung
eksistensi unit pengelola perlu dilibatkan.

b. Pendanaan untuk Lembaga Pengelola


Balai KKPN Kupang merupakan salah satu Unit Pelaksana
Teknis dengan pendanaan berasal dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN). Selain itu juga terdapat dana yang berasal
dari luar negeri yang diterima oleh Pemerintah, untuk selanjutnya
dikelola dan dimandatkan kepada lembaga pengelola. Skema
pendanaan Lembaga Pengelola TNP Laut Sawu sebagaimana terdapat
pada Gambar 29.

APBN Donor Luar


Negeri

250
Unit Pengelola/ BALAI
KKPN

Fungsi Pengelolaan
Keterangan

: Aliran Langsung
: Aliran Tidak Langsung

Gambar 29. Skema Pendanaan Lembaga Pengelola TNP Laut Sawu

c. Kolaborasi Untuk Mendukung Pengelolaan TNP Laut Sawu


Memperhatikan kondisi geografis kawasan TNP Laut Sawu
yang sangat luas, keragaman fitur konservasi dan keadaan sosial
budaya masyakat di dalam kawasan yang sangat beragam, maka
Lembaga Pengelola perlu memperoleh dukungan para pihak baik
institusi pemerintah, kalangan perguruan tinggi, organisasi profesi,
lembaga swadaya masyarakat, tokoh adat dan tokoh masyarakat
serta masyarakat secara luas agar pengelolaan kawasan menjadi
lebih efektif dan memenuhi harapan semua pihak. Mengingat saat
ini badan kolaborasi untuk pengembangan kawasan konservasi di
Provinsi Nusa Tenggara Timur telah ada, maka kemitraan yang
strategis perlu diciptakan antara Lembaga Pengelola dengan badan
kolaborasi dan pemangku kepentingan terkait.
Membangun kemitraan yang efektif untuk pengelolaan TNP
Laut Sawu didasarkan pada tiga prinsip dasar, yaitu saling
menghargai (mutual respect), saling mempercayai (mutual trust), dan
saling menguntungkan (mutual benefit). Peran dan fungsi badan
kolaborasi dalam mendukung pengelolaan TNP Laut Sawu sebagai
berikut :
1) memfasilitasi dan mendorong berbagai kebijakan pemerintah
yang berkaitan dengan pengelolaan TNP Laut Sawu;
2) memberikan masukan kepada pemerintah pusat, provinsi dan
kabupaten/kota terkait dukungan pengelolaan TNP Laut Sawu;

251
3) mengkoordinasi program lintas sektoral terkait dukungan
pengelolaan TNP Laut Sawu ;
4) mengakomodir aspirasi dari Pemerintah Daerah terkait dengan
implementasi rencana pengelolaan serta penyusunan program
dan kegiatan;
5) membantu pemerintah daerah dalam melakukan monitoring dan
evaluasi terhadap implementasi rencana pengelolaan TNP Laut
Sawu oleh Lembaga Pengelola;
6) memberikan masukan kepada Lembaga Pengelola dalam rangka
pengelolaan TNP Laut Sawu;
7) membantu Lembaga Pengelola dalam menyusun program dan
kegiatan, menggalang dan memobilisasi pendanaan serta
memperkuat kemitraan untuk pengembangan TNP Laut Sawu;
dan
8) melakukan koordinasi secara berkala dalam setiap kegiatan
sesuai kewenangan.

Untuk menjamin pola hubungan antara badan kolaborasi dan


Lembaga Pengelola, maka dibangun skema mekanisme kolaborasi
sebagaimana terdapat pada Gambar 30.

Menteri Kelautan Dan


Perikanan Cq. Ditjen KP3K

Dewan Konservasi GUBERNUR


BALAI KKPN Tingkat Provinsi

Satker tingkat Forum Konservasi


Tingkat Kabupaten BUPATI
Kabupaten

Gambar 30. Mekanisme Kolaborasi antara Badan Kolaborasi dengan


Lembaga Pengelola TNP Laut Sawu di tingkat Provinsi dan
Kabupaten

252
d. Dukungan Pendanaan dari Badan Kolaborasi untuk Pengembangan TNP
Laut Sawu
Badan Kolaborasi yang didalamnya terdapat dinas/instansi
pemerintah provinsi dan kabupaten, akademisi, asosiasi profesi, NGO
dan stakeholder lainnya dalam dukungannya bagi pengelolaan TNP
Laut Sawu memiliki spesifikasi pendanaan sebagai berikut :
1) pendanaan Badan Kolaborasi berasal dari sumber-sumber
tertentu;
2) sumber pendanaan badan kolaborasi berasal anggota badan
kolaborasi baik berupa dana tunai maupun kolaborasi program
tertentu;
3) Badan Kolaborasi dapat melaksanakan kerjasama (MoU) dengan
Lembaga, badan di dalam maupun di lauar negeri dengan tetap
menjunjung tinggi asas kemaslahatan kawasan konservasi;
4) segala sumber dana (hibah serta bantuan yang tidak mengikat)
pada badan kolaborasi, peruntukkannya tertuang di dalam
pedoman umum pengelolaan keuangan untuk sebesar-besarnya
pengembangan kawasan konservasi perairan, termasuk TNP Laut
Sawu;

5) dalam hal pendanaan, masing-masing anggota Badan Kolaborasi


dapat mencadangkan dananya melalui program-program tertentu
yang bersumber dana APBD, APBN dan dana perbantuan, serta
kerjasama dalam dan luar negeri berupa penelitian dan
pengabdian pada masyarakat (PT, LSM);
6) mekanisme pendanaan Badan Kolaborasi untuk mendukung
pengembangan TNP Laut Sawu lebih diarahkan pada
pemanfaatan sumber-sumber yang ada di TNP Laut Sawu seperti
perizinan, penggunaan fasilitas dan lainnya;
7) pendekatan pendanaan mencakup sejumlah sumber dana,
seperti peningkatan bantuan pembangunan, pajak atas jasa
retribusi, dan/atau dana donor; dan
8) dana donor untuk kegiatan persiapan dan pembiayaan
implementasi dokumen Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu.

253
Selain itu dana tersebut untuk mendanai upaya-upaya
pencegahan pengalihan status zona pada kawasan konservasi.

Dalam kerangka pendanaan kolaboratif ini, nilai – nilai


konservasi penting yang potensial terdapat di kawasan TNP Laut
Sawu perlu dioptimalkan sebagai sumber pendanaan yang
diharapkan dapat secara kontinyu mendukung implementasi program
dan kegiatan. Yang dimaksud dengan nilai-nilai penting konservasi
sebagai sumber atau perolehan pendapatan untuk mendukung
pengelolaan TNP Laut Sawu secara kolaboratif sebagai berikut :
1) nilai-nilai konservasi penting berasal dari semua zona di TNP Laut
Sawu kecuali zona inti;
2) nilai penting pada zona pemanfaatan pariwisata alam perairan
adalah aktivitas yang diperbolehkan sesuai Permen Kelautan dan
Perikanan Nomor PER.30/MEN/2010 tentang Rencana
Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan, yaitu
kegiatan pendidikan dan penelitian serta pariwitasa alam
perairan.
3) usaha sebagai bagian dari pendapatan sebagai berikut:
a) optimalisasi sarana pariwisata, seperti pancing, penangkaran
penyu, selancar, snorkling dan diving;
b) penyiapan buku saku tentang lokasi dengan berbagai
keanekaragaman hayati yang mendiaminya untuk kepentingan
pendidikan dan aktifitas penelitian; dan
c) ganti rugi dari kemungkinan adanya dampak negatif terhadap
nilai-nilai penting sumberdaya di semua zona di TNP Laut
Sawu.

Rincian pendanaan berkelanjutan di kawasan TNP Laut Sawu


sebagaimana terdapat pada Tabel 40.

Tabel 40. Rincian pendanaan berkelanjutan di kawasan TNP Laut Sawu

Tipe Biaya Deskripsi Keterangan


Biaya Masuk Biaya dikenakan ketika Biaya dipungut di
masuk Kawasan pintu masuk
Konservasi Kawasan
Konservasi

254
Tipe Biaya Deskripsi Keterangan
Biaya Konservasi Biaya yang dikenakan Biaya yang
(Conservation Fee) untuk dipungut dari
pengunjung/swasta aktifitas pariwisata
yang beroperasi di antara lain toko
Kawasan Konservasi souvenir,
pengunjung yang
membawa kamera
Biaya Penggunaan Biaya dikenakan oleh Biaya untuk
Fasilitas Umum pengunjung yang menggunakan
menggunakan fasilitas tempat parkir,
umum di dalam tempat
Kawasan Konservasi perkemahan,
visitor centre, kapal
boat, shelter
Biaya Royalti dan Uang dari penjualan Uang hasil
Pendapatan produk penjualan
penjualan souvenir, peralatan
dan perlengkapan
rekreasi
Biaya Lisensi dan Instrumen yang Izin untuk operator
Surat Izin diperlukan untuk perjalanan maupun
perusahaan- pemandu wisata
perusahaan swasta
(atau
individu) untuk
melakukan kegiatan di
TNP Laut Sawu

Mekanisme pendanaan Kolaborasi untuk pengembangan TNP Laut


Sawu dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung mengikuti
skema sebagaimana terdapat pada Gambar 31.

255
APBD, Donor, Dana APBN, Donor
Perbantuan, dan Dana Luar Luar Negeri
Negeri

Dewan Konservasi BALAI KKPN


Provinsi

 Ijin (penangkapan
dan budidaya)
 Dana retribusi Fungsi Pengelolaan
 Pariwisata
 Ganti rugi

Forum konservasi Satker


Kabupaten

Keterangan : : Aliran Dana Tidak Langsung

: Aliran Dana Langsung

Gambar 31. Mekanisme pendanaan kolaborasi untuk pengembangan TNP


Laut Sawu

e. Penguatan Kelembagaan Pengelolaan TNP Laut Sawu


Kelembagaan pengelolaan TNP Laut Sawu merupakan salah
satu instrumen terpenting dalam memastikan tingkat efektivitas
pengelolaan kawasan. Memperhatikan karakteristik TNP Laut Sawu
yang unik, luas dengan kompleksitas permasalahan yang tinggi maka
dibutuhkan sumberdaya manusia yang handal dan profesional,
kebijakan dan strategi pengelolaan yang akurat dan adaptif serta
dukungan pendanaan yang memadai.
Berdasarkan hasil kajian PNCI (2009) tentang Pendanaan
Berkelanjutan TNP Laut Sawu, diketahui bahwa rata-rata biaya
investasi yang dibutuhkan dalam setahun untuk mendukung
operasionalisasi TNP Laut Sawu dengan standar minimal adalah
365.000 USD, sedangkan untuk pendanaan dengan standar terbaik
atau ideal adalah 465.000 USD. Selengkapnya trend investasi di TNP
Laut untuk 10 tahun pertama pengelolaan TNP Laut Sawu (USD)
terdapat pada Gambar 32.

256
Gambar 32. Skenario investasi pengelolaan TNP Laut Sawu dengan
standar biaya minimal dan biaya tinggi (TNC, 2009)

Berdasarkan gambaran tersebut, dapat dilihat bahwa dalam


pengelolaan TNP Laut Sawu akan sangat membutuhkan adanya
dukungan pendanaan dari sumber-sumber lain secara berkelanjutan.
Pendanaan berkelanjutan di kawasan konservasi dapat diartikan
sebagai kemampuan untuk pendanaan yang cukup, stabil dan
bersifat jangka panjang, dan mengalokasikan keuangan dengan tepat
sasaran, untuk membiayai operasional kawasan dan untuk
memastikan bahwa area konservasi dikelola secara efektif dan efisien.
Dengan berbentuk sebagai Badan Layanan Usaha (BLU), maka
sumber-sumber pendanaan Lembaga Pengelola TNP Laut Sawu
diharapkan kedepannya tidak hanya bersumber dari APBN, tetapi
lebih luas sesuai amanat Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2005 yakni meliputi :
1) penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN/APBD;
2) pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan
kepada masyarakat dan hibah tidak terikat yang diperoleh dari
masyarakat atau badan lain; dan
3) hasil kerjasama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha
lainnya.

257
Sumber-sumber pendanaan di atas dapat digunaan untuk
membiaya implementasi program pengelolaan TNP Laut Sawu yang
secara umum meliputi:
1) Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan;
2) Pengembangan Konservasi;
3) Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi;
4) Pengembangan Pariwisata;
5) Pengembangan Ekonomi Masyarakat secara Berkelanjutan;
6) Pengembangan Pengawasan dan Monitoring Kawasan; dan
7) Pengembangan Penyadartahuan Masyarakat, Informasi dan
Komunikasi.

Pola pengelolaan keuangan BLU yang kedepannya perlu


dikembangkan adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan
fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menetapkan praktek-praktek
bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
dalam rangka memajukan kesejahteraannya. Untuk memastikan
bahwa sumber-sumber pendanaan yang dihasilkan di atas dapat
dikelola dengan baik sesuai peruntukkannya, maka BLU perlu
dilengkapi dengan SDM yang memadai dan profesional. Hal ini sangat
dimungkinkan dapat dipenuhi mengingat dengan berstatus BLU,
sesuai Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, maka pegawai
Lembaga Pengelola dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan/atau
tenaga profesional non-pegawai negeri sipil sesuai dengan kebutuhan
BLU. Pola rekrutmen seperti ini dapat mengakomodir pegawai di
tingkat pusat maupun daerah serta kalangan profesional, dan
memungkinkan terjadinya kolaborasi yang efektif untuk pengelolaan
TNP Laut Sawu. Untuk itu, dibutuhkan SDM yang disamping handal
dan profesional dalam bidang konservasi, juga diharapkan dapat
memahami kondisi sosial budaya masyarakat di kawasan TNP Laut
Sawu secara utuh. Dengan demikian struktur Lembaga Pengelola
sebagaimana terdapat pada Gambar 33.

258
BLU-TNP Laut Sawu Dewan
Kepala/Pemimpin Konservasi
PNS-PPA/ Non PNS

Bendahara Sekretaris
PNS-PPA/ Non PNS PNS-PPA/ Non PNS

Bidang/Divisi Bidang/Divisi Bidang/Divisi Bidang/Divisi


Konservasi Ekowisata Perikanan MCS
(PNS-Non PNS) (PNS-Non PNS) (PNS-Non PNS) (PNS-Non PNS)

Gambar 33. Skema Kelembagaan BLU-TNP Laut Sawu

Pengembangan kelembagaan ke depan harus menjamin


terwujudnya kolaborasi yang sinergis antara pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat untuk pengelolaan TNP Laut Sawu yang
efektif. Dalam konteks ini, maka pembagian peran dan tanggung
jawab antara pemerintah dan masyarakat dalam kerangka
manajemen kawasan harus menjadi bagian penting dalam proses
perencanaan, pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi program
pengembangan TNP Laut Sawu. Diharapkan dalam jangka panjang
diharapkan TNP Laut Sawu terkelola secara profesional, kolaboratif
dan mandiri. Kondisi ini secara ideal harus tercermin dalam struktur
dan personalia unit pengelola, sehingga disamping mewadahi aspirasi
para pihak, kelembagaan ini juga mampu menjembatani berbagai
kebutuhan vital dalam pengembangan TNP Laut Sawu ke depan,
dengan pelibatan peran aktif pemerintah dan masyarakat mulai dari
tingkat desa, kabupaten, provinsi maupun pusat.

2. Program Pokok Pengelolaan


Berdasarkan visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan pengelolaan TNP
Laut Sawu, analisis SWOT, strategi pengelolaan kawasan TNP Laut Sawu,
maka program pengelolaan jangka panjang TNP Laut Sawu dikelompokkan
ke dalam 3 (tiga) strategi utama sesuai dengan Pasal 6 Permen Kelautan
dan Perikanan Nomor PER.30/MEN/2010 tentang Rencana Pengelolaan
dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan, yaitu:
1. Penguatan kelembagaan;

259
2. Penguatan pengelolaan sumber daya kawasan; dan
3. Penguatan sosial ekonomi dan budaya.
Strategi dan Program pengelolaan jangka panjang TNP Laut Sawu
sebagaimana terdapat pada Tabel 41.

Tabel 41. Strategi dan Program pengelolaan jangka panjang TNP Laut
Sawu

No Strategi Program
1 Penguatan 1. Peningkatan kapasitas kelembagaan
Kelembagaan pengelola TNP laut Sawu
2. Perencanaan dan pengendalian
pengelolaan
3. Pengembangan kelembagaan mandiri
berbentuk Badan Layanan Umum
4. Pengembangan sistem pengelolaan
kolaborasi;
5. Pengembangan kerjasama kemitraan
pengelolaan TNP Laut Sawu;
6. Pengembangan sistem pendanaan
berkelanjutan TNP Laut Sawu;
7. Penyelenggaraan urusan tata usaha
dan rumah tangga perkantoran;
8. Pengembangan peraturan yang
mendukung pengelolaan TNP Laut
Sawu.
9. Pengembangan jejaring kawasan
konservasi perairan
10. Pengembangan Bank Data TNP Laut
Sawu
11. Monitoring dan evaluasi
2 Penguatan 1. Penetapan kawasan TNP Laut;
pengelolaan 2. Penataan kawasan TNP Laut Sawu
sumber daya 3. Pengelolaan perikanan tangkap dan
kawasan budidaya laut;
4. Pengelolaan keanekaragaman hayati
dan ekosistem TNP Laut Sawu
5. Perlindungan, pengawasan dan
pengamanan kawasan
6. Pengembangan industri kelautan
yang lestari
7. Pengembangan pemanfaatan jasa
lingkungan dan wisata alam
8. Pengembangan Sistem Pemantauan
dan penanggulangan bencana alam
secara kolaboratif dengan
stakeholder terkait
9. Pengembangan Pengelolaan habitat
perairan dalam
10. Pengembangan Pengelolaan

260
No Strategi Program
menghadapi perubahan iklim
11. Pengelolaan populasi setasea
12. Penelitian, pengembangan dan
penerapan ilmu dan teknologi
kelautan
13. Pengelolaan pelayaran
14. Monitoring dan evaluasi
3 Penguatan sosial 1. Peningkatan kesadaran masyarakat
ekonomi dan dan pendidikan lingkungan;
budaya 2. Pengembangan mekanisme
penyebarluasan informasi dan
komunikasi TNP Laut Sawu
3. Pengembangan partisipasi
masyarakat;
4. Pemberdayaan masyarakat pesisir
5. Pengembangan mata pencaharian
yang berkelanjutan
6. Pelestarian adat dan budaya
masyarakat pesisir
7. Monitoring dan evaluasi

3. Rincian Kegiatan-Kegiatan Pengelolaan


Pengelolaan kawasan harus memperhatikan daya dukung dan
hubungan dari potensi sumberdaya alam dan kegiatan yang telah ada saat
ini. Potensi ini sangat didukung oleh keberadaan ekosistem yang masih
eksis. Standar pelayanan minimal pengelolaan TNP Laut Sawu dilakukan
dengan memperhatikan standar pelayanan minimal Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang meliputi aspek pelayanan dalam
perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan perencanaan
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Berdasarkan program pengelolaan jangka panjang TNP Laut Sawu
maka diuraikan dalam bentuk kegiatan-kegiatan pengelolaan berdasarkan
skala prioritas pengelolaan setiap 5 (lima) tahun dalam kerangka
pengelolaan jangka panjang TNP Laut Sawu ke depan sebagaimana
terdapat pada Tabel 42.
Tabel 42. Kegiatan-kegiatan Pengelolaan Berdasarkan Skala Prioritas
Pengelolaan

1. Penguatan Kelembagaan
1.1. Peningkatan kapasitas kelembagaan pengelola TNP Laut Sawu

261
Peningkatan kapasitas kelembagaan TNP Laut Sawu dilaksanakan
dalam rangka membangun kelembagaan pengelolaan yang mantap
yang didukung dengan sumberdaya manusia yang berkualitas
berdasarkan kualifikasi dan kompetensi yang sesuai dengan
kebutuhan pengelolaan. Hal ini diwujudkan dalam bentuk kegiatan:
a) penyusunan rencana formasi SDM;
b) peningkatan kemampuan dan profesionalisme SDM pengelola
TNP Laut Sawu melalui pendidikan dan latihan, penyegaran,
magang dan studi banding untuk mendukung pengelolaan yang
efektif.
1.2. Perencanaan dan pengendalian pengelolaan

Perencanaan dan pengendalian pengelolaan kawasan TNP Laut


Sawu dilaksanakan dengan tujuan pengelolaan kawasan
didasarkan dan mengacu pada perencanaan yang sistematis
berdasarkan skala prioritas yang didukung dengan mekanisme
pengendalian dan pembinaan serta akuntabilitasnya. Hal ini akan
diwujudkan melalui kegiatan penyusunan rencana pengelolaan 20
tahun, 5 tahun dan tahunan dengan monitoring dan evaluasi
terhadap setiap pelaksanaan kegiatan.
Pengembangan kelembagaan mandiri berbentuk Badan Layanan
1.3.
Umum
Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
18 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi Unit Pelaksana Teknis
Kementerian dan Lembaga Pemerintahan Non Kementerian
disebutkan bahwa:
a) UPT merupakan satuan kerja yang bersifat mandiri yang
melaksanakan tugas teknis operasional tertentu dan/atau tugas
teknis penunjang tertentu dari organisasi induknya;
b) organisasi atau satuan kerja yang bersifat mandiri adalah
satuan kerja yang diberikan kewenangan mengelola
kepegawaian, keuangan, dan perlengkapan sendiri dan tempat
kedudukannya terpisah dari organisasi induk;
c) tugas teknis operasional adalah tugas untuk melaksanakan
kegiatan teknis tertentu yang secara langsung berhubungan
dengan masyarakat dan;
d) tugas teknis penunjang adalah tugas untuk melaksanakan
kegiatan teknis tertentu dalam rangka mendukung pelaksanaan
tugas organisasi induknya.

Kedudukan BKKPN Kupang berada dibawah unsur pelaksana


Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Kedudukan tersebut didasarkan pada kesesuaian ruang lingkup
tugas dan fungsi BKKPN dalam melaksanakan tugas, unit
organisasi induknya, hubungan pertanggungjawaban antara
BKKPN Kupang dengan Ditjen KP3K, efektivitas kebutuhan
koordinasi, dan hubungan kerja dalam pelaksanaan tugas dan
fungsi. Sementara itu BKKPN Kupang berkaitan dengan
pengembangan aktivitasnya tidak bersifat pembinaan dan tidak
berkaitan langsung dengan perumusan dan penetapan kebijakan
publik, tidak mengenal batas wilayah administrasi pemerintahan
tertentu dan tidak membawahkan UPT lainnya.

262
Dalam rangka peningkatan kapasitas kelembagaan BKKPN, ada 3
(tiga) tataran pokok yang menjadi fokus diantaranya yaitu sistem
(kerangka aturan dan kebijakan pendukung), lembaga (tata cara,
sumberdaya, struktur organisasi, pengambilan keputusan budaya
kerja), dan individu (pengetahuan, keterampilan, kompetensi dan
etos kerja). Oleh karena kewenangan pengelolaan Kawasan
Konservasi Perairan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota merupakan kewenangan pemerintah pusat
yang berupa penetapan kebijakan, norma, standar dan kriteria
pengelolaan sumberdaya kelautan wilayah nasional dan ZEE. Disisi
lain, pemerintah daerah Provinsi NTT dengan kewenangan
pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan di
wilayah laut kewenangan provinsi dan pemerintah daerah
kabupaten/kota didalam kawasan memiliki kewenangan dalam hal
pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan di
wilayah laut kewenangan kabupaten/kota. Dalam kaitan dengan
kewenangan pengelolaan tersebut, pendanaan pengelolaan
Kawasan Konservasi Perairan untuk tahap awal pengelolaan dapat
dianggarkan oleh Pemerintah Pusat melalui APBN, pemerintah
daerah provinsi melalui APBD Provinsi dan pemerintah daerah
kabupaten/kota melalui APBD kabupaten/kota.
Untuk menjamin kelangsungan dan kemandirian pengelolaan TNP
Laut Sawu maka upaya pengembangan kelembagaan mandiri
berbentuk Badan Layanan Umum (BLU) diharapkan dapat menjadi
pola pengelolaan keuangan lembaga pengelola TNP Laut Sawu. BLU
dapat ditentukan oleh Menteri/Gubernur, dengan lingkup kerjanya
meliputi 10 kabupaten. Secara substantif hal ini terkait dengan
pengadaan barang dan secara teknis berprinsip pada Kinerja
Layanan Layak Kelola. Untuk itu dalam 3 tahun kedepan
direncanakan lembaga pengelola TNP Laut Sawu dapat menjadi
BLU dengan beberapa persyaratan antara lain membuat pernyataan
kesanggupan meningkatkan kinerja, memiliki pola tata kelola yang
jelas, memiliki Renstra Bisnis Anggaran, memiliki Standar
Pelayanan Minimal, mampu Laporan Keuangan Pokok (proposal
laporan keuangan) dan membuat laporan audit.
1.4. Pengembangan sistem pengelolaan kolaborasi

Pengembangan sistem pengelolaan kolaborasi pelaksanaan suatu


kegiatan atau penanganan suatu masalah dalam rangka membantu
meningkatkan efektivitas pengelolaan TNP Laut Sawu secara
bersama dan sinergis oleh para pihak atas dasar kesepahaman dan
kesepakatan bersama sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Hal ini diwujudkan dalam bentuk
kegiatan:
a. pembentukan mekanisme pengelolaan kolaboratif dengan
membuat rancangan/model mekanisme pengelolaan bersama,
penerapan model mekanisme pengelolaan bersama,
pembentukan wadah/ruang konsultasi pengelolaan bersama
TNP Laut Sawu dan penetapan (kedudukan, fungsi dan peran
para pihak dalam pengelolaan kolaborasi);

263
b. penguatan forum konsultasi para pihak dengan memfasilitasi
pelatihan/kursus, memfasilitasi pertemuan rutin di tingkat,
kecamatan 3 bulan sekali, kabupaten 6 bulan sekali dan
provinsi setahun sekali;
c. formulasi dan penerapan mekanisme keluhan (Grievance
mechanism) dengan merancang mekanisme dan
impelementasinya.
1.5. Pengembangan kerjasama kemitraan pengelolaan TNP Laut Sawu;

Pengembangan kerjasama kemitraan pengelolaan TNP Laut Sawu


merupakan wujud dari paradigma pengelolaan kawasan konservasi
sebagai bagian dari tanggung jawab banyak pihak dengan menjalin
kerjasama-kerjasama dalam mendukung pengelolaan melalui
pengembangan kerjasama dengan institusi/lembaga/pihak lain
dalam rangka efektifitas dan peningkatan kapasitas pengelolaan
(pemerintah, LSM, lembaga pendidikan, kelompok/lembaga
masyarakat) lingkup lokal, regional, nasional dan internasional
serta pengembangan mekanisme kerjasama pengelolaan
(penyusunan MoU kerjasama pengelolaan TNP Laut Sawu,
penyusunan rencana kerja bersama, pelaksanaan rencana kerja
bersama dan monitoring & evaluasi bersama).
1.6. Pengembangan sistem pendanaan berkelanjutan TNP Laut Sawu

Pendanaan pengelolaan TNP diarahkan guna mendukung


pengelolaan TNP Laut Sawu yang efektif secara berkelanjutan
dalam bentuk penyusunan rencana anggaran kebutuhan
pengelolaan, merancang mekanisme pendanaan berkelanjutan,
penetapan standar biaya komponen pengelolaan TNP Laut Sawu
dan akuntabilitas pendanaan yang mencakup pengelolaan
keuangan, administrasi keuangan, pelaporan dan pengawasannya.
Kebijakan pengembangan kawasan konservasi perairan menjadi
penting diperhatikan. Dari segi pendanaan perlu mengakomodir
dalam dokumen perencanaan APBD. Kelaikan finansial dan atau
operasional pada pilihan-pilihan pengelolaan sumberdaya alam TNP
Laut Sawu dilakukan dengan:
a. inventarisasi dan merumuskan pilihan-pilihan pengelolaan
sumberdaya alam Laut Sawu, dengan memfokuskan pada
pengelolaan jejaring TNP dan perikanan;
b. melakukan perkiraan pembiayaan pilihan-pilihan pengelolaan
tersebut di atas; dan

c. mengkaji sumber dana potensial untuk pembiayaan


pengelolaan.
Dengan demikian diperoleh pilihan-pilihan biaya maupun
penghasilan termasuk sumber pengeluaran utama dan potensi
kebutuhan/kekurangan dana untuk implementasi pengelolaan
pemanfaatan sumberdaya alam, alternatif potensi sumber dana
untuk menutup biaya pengelolaan.
Teridentifikasinya kebutuhan pembiayaan dan sumber pendanaan
yang diperlukan bagi pengelolaan kawasan dan dukungan teknis

264
yang memadai dalam pelaksanaannya. Sehingga didapatkan
Rencana Pembiayaan dan Pendanaan berkelanjutan bagi TNP Laut
Sawu. Model pembiayaan dan keuangan untuk pengelolaan TNP
Laut Sawu didasarkan prinsip-prinsip perancangan pengelolaan
antara lain prosentase pada kawasan yang dilindungi secara ketat,
prosentase pada kawasan multi guna serta sistem perijinan bagi
nelayan kecil, menengah dan besar. Berdasarkan hal tersebut
maka kerangka pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam,
dalam kaitannya dengan struktur pengelolaan, termasuk sumber
pengeluaran utama dan potensi kebutuhan/kekurangan dana
untuk implementasi pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam,
alternatif potensi sumber dana untuk menutup biaya pengelolaan.
Pilihan model operasional, yakni strategi investasi rendah dan
tinggi. Dalam skenario ini perbedaan tingkat investasi meliputi
berbagai kebijakan dan upaya pengelolaan yang berbeda
kebutuhan pendanaan. Skenario investasi tingkat rendah
mencerminkan upaya pengelolaan yang minimal lebih
memfokuskan pada aktivitas utama yakni pada pengawasan
daerah perlindungan melalui sistem zonasi.
Sedangkan skenario investasi tinggi meliputi semua biaya utama
pada cakupan kegiatan dan usaha yang besar termasuk juga biaya
untuk wilayah yang dilindungi seperti pemantauan biologi,
pengembangan masyarakat dan manajemen kolaborasi. Dengan
memperhatikan pada hubungan tanggung-jawab dan institusi
pengelolaan yang ada. Untuk tujuan studi, area pengelolaan atau
"area-of-interest" juga menjadi bahan pertimbangan. Secara
keilmuan, disampaikan area pengelolaan berupa "daerah lindung"
(no take zone) seluas 30% dari kawasan pesisir dari pantai sampai
kedalaman 200 meter merupakan scenario investasi rendah,
sedangkan daerah perlindungan dengan jarak hingga 5 mil laut
sebagai skenario investasi tinggi. Inventarisasi dan analisa sumber-
sumber pembiayaan yang memungkinkan untuk pengelolaan TNP
Laut Sawu yakni alokasi pemerintah, donor dan bantuan,
perikanan dan pariwisata. Terkait dengan tujuan pengelolaan TNP
Laut Sawu semua pihak perlu untuk merumuskan mekanisme
pendanaannya, pemanfaatan dan penggunaannya serta aturan
perundang-undangan untuk setiap sumber pembiayaan. Khusus
dalam bidang pariwisata, sumber pendapatan tidak hanya berasal
dari atraksi dan daerah tujuan wisata, tapi juga dapat diperoleh
dari unsur pendukung lainnya seperti fasilitas wisata, transportasi,
penginapan, penanganan didarat dan lain-lain. Penerapan inisiatif
baru, terutama pembagian pendapatan sektor perikanan dengan
setiap pemerintah daerah yang berada di dalam TNP Laut Sawu
merupakan proses yang butuh perhatian utama. Dalam upaya
menjamin pendanaan yang berkelanjutan, maka secara operasional
perencanaan program dan pendanaan pengelolaan TNP
disesuaikan dengan siklus perencanaan program dan pendanaan
tahunan pemerintah, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi.
Sinkronisasi program kerja juga sangat diperlukan dengan
pemerintah pusat (KKP). Pengelolaan keuangan harus bersifat
dinamis dan harus berlangsung untuk jangka waktu yang tidak
terbatas, oleh karena itu akan diperlukan dana yang
berkesinambungan dalam pengelolaannya.

265
1.7. Penyelenggaraan urusan tata usaha dan rumah tangga perkantoran
Penyelenggaraan urusan tata usaha dan rumah tangga perkantoran
ditujukan guna mendukung kelancaran pelaksanaan tugas-tugas
ketatausahaan dan rumah tangga perkantoran sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dari pengelolaan TNP Laut Sawu secara
keseluruhan dalam bentuk kegiatan pengelolaan gaji, honorarium
dan tunjangan penyelenggaraan operasional perkantoran,
perawatan sarana dan prasarana, serta penyelenggaraan tata usaha
perkantoran, kearsipan, perpustakaan dan dokumentasi
(pencetakan/penerbitan/penggandaan/laminasi/dokumentasi).
Fasilitas dan perlengkapan dalam rangka mendukung pengelola
Laut Sawu terdiri dari:
a. fasilitas domisili
b. fasilitas penunjang:
1) penunjang kebutuhan dasar perkantoran
2) penunjang kinerja kelembagaan
3) penunjang aksesibilitas kegiatan
c. perlengkapan:
1) perangkat lunak
2) perangkat keras
Indikasi program utama merupakan petunjuk yang memuat usulan
program utama, perkiraan pendanaan beserta sumbernya, instansi
pelaksana, dan waktu pelaksanaan dalam rangka mewujudkan
pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang.
Indikasi program utama merupakan acuan utama dalam
penyusunan program Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNP
Laut Sawu yang merupakan kunci dalam pencapaian tujuan
pengelolaan TNP Laut Sawu, serta acuan sektor dalam menyusun
rencana strategis beserta besaran investasi. Indikasi program
utama lima tahunan disusun untuk jangka waktu rencana 20 (dua
puluh) tahun.
Pengembangan peraturan yang mendukung pengelolaan TNP Laut
1.8.
Sawu
Pengembangan peraturan yang mendukung pengelolaan TNP
Laut Sawu dimaksudkan sebagai bentuk pengintegrasian peraturan
perundangan bidang konservasi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya ke dalam rancangan peraturan daerah sehingga arah
pengembangan dan pembangunan di Provinsi NTT selalu sejalan
dengan tujuan pengelolaan TNP Laut Sawu yaitu dengan
mendorong penyusunan rancangan Peraturan Daerah yang
mendukung pengelolaan TNP seperti rancangan Peraturan Daerah
pengelolaan kolaboratif TNP Laut Sawu, pengaturan alat tangkap,
tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten, dan pemberlakuan
karcis masuk dan tarif atas kegiatan wisata dalam kawasan, dan
lain-lain.

1.9. Pengembangan jejaring kawasan konservasi perairan

TNP Laut Sawu sebagai bagian dari kawasan Eko-region Sunda


Kecil memiliki keterkaitan kuat dengan kawasan konsersasi
perairan sekitarnya. Keterkaitan dalam bentuk jejaring ini

266
merupakan keterkaitan yang mempresentasikan daya lenting
spesies dan habitatnya untuk mencapai keseimbangan ekosistem
melalui pengelolaan bersama. Jejaring tersebut mempunyai
peranan yang penting dalam mempertahankan keanekaragaman
hayati di kawasan tersebut. Jejaring di sekitar TNP Laut Sawu
akan:
a. menggambarkan, menjaga dan memelihara keanekaragaman
hayati;
b. memberikan model pemanfaatan kawasan konsersasi perairan
yang mendukung ekosistem setempat;
c. menjaga atau melindungi tempat biota laut yang dilindungi dari
berbagai ancaman;
d. menjaga keberadaan potensi sumberdaya perikanan laut, serta
memperluas dan meningkatkan ketahanan kawasan konsersasi
perairan.
Keterkaitan (connectivity) merupakan kata kunci pengembangan
jejaring kawasan konservasi perairan. Adanya keterkaitan
bioekologis merupakan pertimbangan dasar untuk mengelola
beberapa kawasan konsersasi perairan dalam satu sistem
pengelolaan bersama untuk mewujudkan kawasan konsersasi
perairan yang tahan (resilient) terhadap ancaman dan dapat
berfungsi efektif untuk mendukung perikanan berkelanjutan.
Pengelola TNP laut Sawu melaksanakan kerja sama antar unit
organisasi pengelola di eko-region sunda kecil.
1.10. Pengembangan Bank Data TNP Laut Sawu
Pengembangan Bank Data TNP Laut Sawu yang dihimpun dari
berbagai kegiatan penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu
dan teknologi kelautan. Didalamnya memiliki elemen berupa data
yang menyediakan informasi, prosedur pemanfaatan data yang
membantu pengguna mengoperasikan, dan membuat serta
menyelesaikan data tersebut. Pengembangan data termasuk juga
basis data untuk sistem informasi geografis dan sistem informasi
kelautan dengan menyesuaikan kepada kelompok referensi yang
sesuai.
1.11. Monitoring dan evaluasi
Monitoring, atau yang selanjutnya disebut pemantauan, dan
evaluasi dilakukan dengan mengamati dan memeriksa kesesuaian
antara penyelenggaraan pengelolaan Laut Sawu dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Apabila hasil pemantauan dan
evaluasi terbukti terjadi penyimpangan administratif dalam
penyelenggaraan pengelolaan Laut Sawu, Menteri, Gubernur, dan
Bupati/Walikota mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan
kewenangannya.
Pemantauan adalah melihat kesesuaian pelaksanaan perencanaan
dengan arah, tujuan, dan ruang lingkup yang menjadi pedoman
dalam rangka menyusun perencanaan berikutnya.
2. Penguatan Pengelolaan Sumber Daya Kawasan
2.1. Penetapan kawasan TNP Laut Sawu

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor


PER.02/MEN/2009 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan

267
Konservasi Perairan, setelah dicadangkan maka harus memenuhi
beberapa hal. TNP Laut Sawu merupakan kawasan konservasi
perairan yang mempunyai ekosistem asli yang dimanfaatkan untuk
tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan yang
menunjang perikanan berkelanjutan, wisata perairan dan rekreasi.
Penetapan TNP Laut Sawu sebagai Kawasan Konservasi Peraian
akan dilakukan setelah tersedianya informasi dan data yang cukup
meliputi lokasi dan luas kawasan konservasi perairan dengan
batas-batas koordinat yang jelas, satuan unit organisasi di tingkat
pemerintah untuk melakukan pengelolaan, evaluasi oleh pejabat
yang ditunjuk terhadap beberapa aspek. Setelah seluruh unsur
pendukung terpenuhi selanjutnya Menteri dapat mengeluarkan
aturan penetapan untuk selanjutnya mengumumkan dan
mensosialisasikan kepada masyarakat dan menunjuk panitia
penataan batas kawasan yang terdiri dari unsur-unsur pemerintah
dan pemerintah daerah
2.2. Penataan Kawasan TNP Laut Sawu
Penataan kawasan TNP Laut Sawu dilaksanakan dalam rangka
efektifitas pengelolaan yang bertujuan untuk memperoleh kepastian
hukum yang jelas dengan pembagian ruang-ruang pengelolaan
berdasarkan fungsi peruntukan yang diwujudkan ke dalam bentuk
kegiatan evaluasi fungsi kawasan, rekonstruksi batas luar kawasan
dan penataan zonasi TNP Laut Sawu.
Upaya membangun Pengelolaan TNP haruslah didasarkan atas
aturan-aturan tertulis serta prinsip-prinsip yang dapat menjamin
keberlangsungan keberadaan Lembaga Pengelola TNP secara jangka
panjang, yang diterima oleh para pemangku kepentingan. Adapun
prinsip-prinsip yang perlu dikembangkan dalam kelembagaan
pengelolaan TNP adalah: sikap keterbukaan, Berbasis kepada
kebutuhan para pemangku kepentingan, Jenjang pengawasan yang
efektif dengan struktur yang efisien, dapat dipertanggungjawabkan,
kejelasan wilayah kewenangan pengelolaan. berikut peran dan
tanggung jawab berdasar protokol yang menunjang, Adanya
kelengkapan protokol yang mengatur sistem TNP, mengakomodasi
dan memfasilitasi norma dan lembaga setempat, dikelola secara
profesional dan legal, menerapkan prinsip dan norma hukum dalam
rangka pengelolaan.
Usaha-usaha penataan kawasan guna mendukung system
penyangga kehidupan di TNP Laut Sawu, dengan memperhatikan
kegiatan yang ada saat ini, maka pembinaan daya dukung
sumberdaya yang tidak bisa ditinggalkan, adalah: 1) perlindungan
sumberdaya alam dari eksploitasi yang tidak terkendali terutama di
zona inti, zona pemanfaatan pariwisata alam, zona perikanan
perikanan berkelanjutan dan zona lainnya serta pengelolaan dan
perlindungan keanekaragaman keanekaragaman hayati dari
ancaman kepunahan; 2) rehabilitasi ekosistem dan habitat yang
rusak, di pesisir (terumbu karang, mangrove, padang lamun, dan
estuaria) 3) pengembangan teknologi berwawasan lingkungan,
termasuk tradisional pengelolaan sumberdaya alam, pengelolaan
limbah dan teknologi yang ramah lingkungan; 4) pengembangan
pola pemanfaatan sumberdaya yang berbasiskan masyarakat
2.3 Pengelolaan Perikanan Tangkap dan Budidaya Laut

268
Perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi penting bagi
masyarakat di wilayah pesisir TNP Laut Sawu, khususnya
masyarakat nelayan dan pembudidaya. dengan melihat potensi
yang ada, maka sektor perikanan dan kelautan menjanjikan
prospek yang cukup baik bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat melalui perolehan pendapatan asli daerah dari kegiatan
pemanfaatan sumberdaya perikanan. Secara umum dapat dilihat
hingga saat ini hasil produksi untuk sektor perikanan masih
bergantung pada jenis perikanan laut dan kegiatan budidaya
perikanan. Untuk dapat meningkatkan perekonomian masyarakat
maka usaha-usaha budidaya ini perlu untuk terus dikembangkan
di samping tetap menjaga kelestarian sumberdaya alam hayati
tersebut dari kepunahan.
Strategi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dan budidaya
laut dalam rencana jangka panjang TNP Laut Sawu sebagai berikut:
a. mendorong pembuatan aturan/ batasan alat tangkap, ukuran
ikan yang ditangkap, daerah perikanan dan musim tangkapan
untuk mencapai perikanan yang berkelanjutan berdasarkan
hasil dari taksiran data statistik perikanan, analisis ancaman
kritis dan perencanaan para pemangku kepentingan yang
terlibat.
b. memastikan informasi dan status terkini ancaman kritis, hasil
tangkapan perikanan, potensi sumberdaya daya kelautan dan
perikanan tercatat dan teranalisis dengan baik.
c. mendorong pembuatan sistem perijinan kolaboratif yang
didukung oleh peraturan perundang-undangan bagi kapal-kapal
perikanan yang beroperasi di dalam kawasan TNP Laut Sawu
sesuai dengan zonasi yang telah ada.
d. sistem perijinan yang mendukung pengelolaan perikanan yang
berkelanjutan bidang perikanan tangkap dan budidaya
e. mencegah dan merintangi praktek perikanan yg menyalahi
hukum, tidak dilaporkan dan tidak diatur (IUU fishing) di dalam
TNP Laut Sawu.
f. pembinaan sarana dan prasarana perikanan budidaya melalui
penyusunan rencana, inventarisasi, identifikasi, analisis
kebutuhan dan pemanfaatan sarana-prasarana perikanan
budidaya serta bimbingan, pemanfaatan sarana prasarana serta
verifikasi dan pengujian lapangan
g. melakukan kegiatan pengembangan dan teknologi
perikanan budidaya melalui penyusunan rencana, inventarisasi,
identifikasi, kajian kebutuhan teknologi dalam rangka
optimalisasi perikanan budidaya,

Komoditi perikanan karang yang paling banyak dieksploitasi adalah


grouper (jenis kerapu), snapper (jenis kakap) dan tuna. Jenis-jenis
ikan ini memiliki harga jual yang relatif lebih mahal dibandingkan
ikan lainnya dan belum ada pembatasan penangkapan. Pola
perdagangan ikan grouper dan snapper khususnya memiliki trend
lain yaitu pemasaran ikan dalam keadaan hidup. Sebagian nelayan
menggunakan racun/potassium untuk membius ikan sehingga
dapat ditangkap dalam keadaan hidup. Harga ikan hidup jauh
lebih mahal dibandingkan ikan yang sudah mati. Ikan tuna
merupakan salah satu jenis ikan ekonomis penting di Indonesia

269
dan memiliki banyak permintaan dari pasar internasional. Jumlah
permintaan tidak dapat dipenuhi semua dari hasil penangkapan
ikan tuna di Indonesia. Peningkatan permintaan ini terutama
disebabkan oleh adanya peningkatan masyarakat mengkonsumsi
ikan sejak dasawarsa terakhir ini. Tingginya permintaan ikan tuna
dengan harga yang relatif lebih mahal daripada jenis ikan-ikan lain,
menyebabkan armada penangkapan ikan tuna semakin banyak di
Indonesia. Teknologi penangkapan ikan tuna juga semakin maju.
Kondisi menyebabkan masalah terhadap sumber perikanan tuna
dunia, termasuk di perairan laut Indonesia. Umumnya peraian
Indonesia yang menjadi fishing ground ikan tuna, telah mengalami
tangkap jenuh (fully exploited), bahkan sudah mengalami tangkap
lebih (overfishing).
Tekanan eksploitasi penangkapan yang dapat menyebabkan
overfishing dan cara menangkap destructive menjadi permasalahan
utama dalam pengelolaan perikanan karang. Kerusakan ekosistem
terumbu karang akan menyebabkan sumberdaya ikan karang
berkurang sehingga perekonomian nelayan dari hasil penangkapan
ikan karang juga akan terganggu. Permasalahan ini harus
diantisipasi melalui pengelolaan perikanan karang berbasis
ekosistem, metode penangkapan sampai pada pola perdagangan
yang harus memperhatikan sumber ikan yang bebas cara tangkap
merusak.
Pengelolaan perikanan karang berbasis ekosistem dan kebijakan
perdagangan yang memperhatikan aspek lingkungan memiliki
ruang lingkup manajemen yang komprehensif. Hal ini menyangkut
pengelolaan kawasan secara menyeluruh. Pengelolaan ini dapat
diterapkan secara efektif pada suatu kawasan konservasi.
Pencadangan Laut Sawu sebagai TNP dapat menjadi momentum
dalam pengelolaan perikanan karang sesuai prinsip-prinsip
ekosistem dengan tetap memperhatikan aspek ekonomi dalam
perdagangannya.
Peningkatan kapasitas tangkap nelayan dengan alat tangkap
selektif dan memperhatikan kondisi sumberdaya ikan, peningkatan
prasarana perikanan, seleksi zonasi TNP berdasarkan spawning,
nursery dan fishing ground, pengawasan illegal fishing, penegakan
peraturan dan perizinan perikanan dan studi lanjutan sumberdaya
perikanan dan baseline data perikanan merupakan hal penting
dalam menjamin pengelolaan sumberdaya perikanan di TNP Laut
Sawu.
Pengelola TNP Laut Sawu bersama para pemangku kepentingan
lainnya harus mampu merencanakan operasional, mengendalikan
dan mengevaluasi kegiatan perikanan tangkap, pengawasan dan
pengendalian sumber daya kelautan dan perikanan, melalui
pengembangan sarana prasarana, pengembangan teknologi serta
pengawasan dan pengendalian sumber daya kelautan dan
perikanan, berdasarkan ketentuan dan prosedur yang berlaku
untuk pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan secara
optimal dan berkelanjutan.
2.4 Pengelolaan keanekaragaman hayati dan ekosistem TNP Laut Sawu
Pengelolaan keanekaragaman hayati dan ekosistem TNP Laut Sawu
bertujuan untuk melestarikan sumberdaya laut dan ekosistemnya
sesuai tujuan penunjukan dan penetapan TNP Laut Sawu untuk

270
dapat memenuhi fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan dan keanekaragaman jenis serta ekosistemnya serta
pemanfaatan secara lestari sumberdaya kelautan dan perikanan
dan ekosistemnya secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan bagi
penelitian ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
budaya, wisata alam dan peran serta masyarakat.
Hal ini akan diwujudkan ke dalam bentuk kegiatan survey dan
monitoring sumberdaya alam (ekologi kawasan, karang, mangrove,
setasea, penyu, daerah pemijahan ikan, habitat burung pantai, pola
pemanfaatan sumberdaya alam dan potensi wisata alam) dan
pengelolaan ekosistem, habitat, dan populasi (pemulihan ekosistem
mangrove, restoking jenis ikan melalui kegiatan rehabilitasi,
restorasi dan pengembangan budidaya laut dan penangkaran
satwa.
Eksplorasi survei-survei dan monitoring haruslah berjalan secara
rutin, instensif dan berkelanjutan, kegiatan survei dan eksplorasi
diperlukan untuk mencari potensi-potensi sumberdaya kelautan
dan perikanan baru yang mungkin menjadi kunci dalam pelestarian
kawasan.
Monitoring yang berkelanjutan akan menjamin keterbaharuan data,
sehingga analisis mengenai status dan kondisi sumberdaya
kelautan dan perikanan menjadi lebih representatif. Survei dan
monitoring yang dilakukan bukan hanya terhadap sumberdaya
kelautan dan perikanan tetapi juga interaksi dan dampak
pemanfaatannya.
2.5 Perlindungan, Pengawasan dan Pengamanan Kawasan
Kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan TNP Laut Sawu
difokuskan pada pencegahan dan pemberantasan kejahatan
pencurian atau pengambilan hasil laut tanpa izin (illegal fishing)
seperti penggunaan bahan peledak/bahan kimia (potasium cyanida)
dalam penangkapan ikan yang dapat menimbulkan kerusakan
ekosistem yang lebih luas baik dari segi ekonomi, ekologi, dan
sosial budaya.
Beberapa faktor penyebab utama terjadinya illegal fishing sebagai
berikut:
a. bahan peledak/bahan kimia masih dianggap sebagai
alat/bahan yang dapat mendatangkan keuntungan besar
dengan mudah dan cepat;
b. adanya jaringan penadah hasil tangkapan illegal fishing;
c. adanya jaringan pemasok bahan baku peledak (amonium nitrat)
dan kimia (potassium cyanida);
d. lemahnya penegakan hukum;
e. tingginya permintaan ikan hidup di luar negeri;
f. kondisi sosial ekonomi masyarakat di dalam kawasan; dan
g. SDM, sarana prasarana dan dana operasional perlindungan
yang belum memadai.

Kerugian yang sangat besar dari segi ekologi dimana ratusan jenis
tumbuhan, karang dan satwa di dalamnya terancam kelangsungan
hidupnya dan untuk memulihkan diri kembali membutuhkan
waktu yang lama. Kepunahan satu unsur akan mempengaruhi
kondisi ekosistem karena fungsinya tidak bisa digantikan oleh
unsur yang lain. Kerugian yang nyata dan dapat langsung dilihat

271
adalah rusak/matinya rumput laut akibat penggunaan bahan
kimia (potasium cyanida).
Oleh karena itu berbagai langkah/upaya untuk mengurangi,
mencegah dan memberantas kegiatan yang bersifat merusak serta
peredaran tumbuhan dan satwa yang dilindungi perlu terus
dilakukan secara fungsional maupun gabungan (kolaborasi)
bersama dengan pemerintah daerah di sekitar kawasan TNP Laut
Sawu, LSM serta berbagai elemen masyarakat. Kegiatan
perlindungan dan pengamanan kawasan TNP Laut Sawu akan
diwujudkan melalui kegiatan:
a. pengamanan kawasan baik yang bersifat fungsional maupun
gabungan dalam bentuk patroli rutin/reguler dan patroli
mendadak;
b. peningkatan kapasitas petugas pengawasan dan kelembagaan
perlindungan dalam bentuk pendidikan dan pelatihan,
penyegaran, studi banding dan magang bagi pengawas
perikanan dan PPNS;
c. proses penyelesaian hukum atas perkara/kasus pelanggaran
yang terjadi di dalam kawasan TNP Laut Sawu.

Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan TNP Laut Sawu


maka dengan merujuk kepada penyelenggaraan Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara terpadu dan
berkelanjutan, dilakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
ketentuan di bidang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil, oleh pejabat tertentu yang berwewenang di bidang
pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sesuai dengan
sifat pekerjaannya dan diberikan wewenang kepolisian khusus.
Pengawasan merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka
menjamin tercapainya tujuan perencanaan pengelolaan Laut Sawu.
Pengawasan ditujukan kepada pengaturan, pembinaan dan
pelaksanaan perencanaan pengelolaan Laut Sawu serta standar
pelayanan minimal Pengelolaan Laut Sawu secara terpadu dan
berkelanjutan. Pengawasan terhadap pengaturan dilakukan melalui
peninjauan keberadaan dan fungsi regulasi yang sudah disusun,
dengan melihat konsistensi penerapan, relevansi dan kemungkinan
penyesuaiannya.
Pengawasan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dilakukan dengan
melibatkan peran masyarakat. Peran masyarakat dapat dilakukan
melalui Pokmaswas dengan menyampaikan laporan dan/atau
pengaduan kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah dan/atau
pengaduan kepada pihak yang berwenang. Dalam hal
penyimpangan dalam penyelenggaraan pengelolaan Laut Sawu
pihak yang melakukan penyimpangan dapat dikenai sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.6 Pengembangan industri dan jasa kelautan yang lestari
Pengelolaan dan pengembangan industri dan jasa kelautan di TNP
Laut Sawu diarahkan dalam memperkuat pembangunan di Provinsi
NTT guna mendorong ekonomi kerakyatan melalui penguatan
sarana prasarana, ilmu dan teknologi dan sumberdaya manusia
sehingga memperkuat peran serta masyarakat di dalam dan sekitar
TNP Laut Sawu. Optimalisasi industri dan jasa kelautan lestari
lebih diarahkan melalui pengembangan bioteknologi, energi baru

272
dan terbarukan, air murni dan sejenis.
2.7 Pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam
Daya tarik wisata kawasan TNP Laut Sawu dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu daya tarik wisata berbasis alam, wisata berbasis
budaya dan kehidupan masyarakat, serta daya tarik wisata
berbasis wisata buatan. Beberapa dari kawasan tersebut telah
berkembang dan dikelola secara professional serta pangsa pasarnya
dari wisatawan mancanegara. Panorama bawah laut dengan
berbagai jenis ikan dan terumbu karang yang sangat indah
merupakan produk utama yang terdapat di kawasan ini. Jadi
pengembangan obyek wisata yang akan dilakukan adalah: wisata
menyelam, keragaman biota laut yang tinggi, migrasi mamalia laut
(whale watching dan dolphin watching), berselancar, memancing
wisata dan tempat peneluran penyu.

Pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam di


TNP Laut Sawu dilaksanakan dalam rangka mengembangkan
produk-produk jasa lingkungan dan wisata alam yang mampu
menghasilkan manfaat ekonomi dari sumberdaya alam yang ada di
dalam kawasan guna menyediakan ruang usaha bagi masyarakat,
pemerintah daerah dan dunia usaha dengan menciptakan iklim
usaha yang kompetitif, menciptakan infrastruktur dasar bagi
pengembangan wisata yang didukung dan diwujudkan dengan
kegiatan promosi dan penyebaran informasi potensi pariwisata TNP
Laut Sawu; pengembangan pengelolaan wisata, pemberlakuan ijin
dan karcis masuk serta adanya mekanisme perizinan dan
standarisasi bagi usaha pariwisata alam di zona pemanfaatan
pariwisata TNP Laut Sawu. Selain itu juga perlu dikembangkan
potensi jasa lingkungan yang bermanfaat bagi lingkungan dan
masyarakat.

Kawasan TNP Laut Sawu mempunyai potensi dan daya tarik wisata
yang sangat tinggi, antara lain:
1. kawasan TNP Laut Sawu merupakan koridor migrasi lebih dari
18 spesies mamalia laut (paus, lumba-lumba dan dugong),
dengan didukung bentang laut dengan transisi kedalaman dari
perairan dangkal ke perairan dalam hanya beberapa ratus
meter saja dari pantai sehingga sangat berpotensi untuk
dijadikan wisata melihat paus.
2. diving dan snorkeling di Rote Ndao, Sabu Raijua, Kupang,
Sumba dan beberapa tempat lainnya
3. berselancar (surfing), berlayar (sailing), dan kite surfing di
Nembrala dan Boa Kabupaten Rote Ndao.
4. wisata pantai, mengingat semua kabupaten yang termasuk
kawasan TNP mempunyai pantai yang sangat indah untuk
dijadikan obyek wisata pantai.
5. wisata mangrove di Sumba Timur dan Rote.
6. wisata kayak, di beberapa tempat di Rote Ndao terutama di
Mulut Seribu dengan pemandangan bukit-bukit karst yang
sangat indah.

273
Peningkatan wisata memerlukan perencanaan dan pengelolaan
cermat, termasuk peraturan yang jelas, untuk menjamin
terwujudnya pariwisata yang berkelanjutan, serta melindungi
kelestarian sumberdaya alam yang merupakan fondasi dari
kegiatan wisata itu sendiri. Strategi dalam pengelolaan pariwisata
dalam rencana pengelolaan jangka panjang TNP Laut Sawu adalah
mendorong pembangunan pariwisata bahari yang ramah
lingkungan dan berkelanjutan untuk memastikan pelayanan jasa
lingkungan yang memberi manfaat secara ekologi, ekonomi dan
sosial terhadap masyarakat lokal.
2.8 Pengembangan sistem pemantauan dan penanggulangan bencana
alam secara kolaboratif dengan stakeholder terkait

Pengelola TNP Laut Sawu secara kolaboratif dengan stakeholder


terkait mengembangkan sistem pencegahan dan penanggulangan
bencana dan fenomena kelautan sebagai bagian yang terintegrasi
dengan sistem pencegahan dan penanggulangan bencana nasional.
Bencana kelautan yang disebabkan oleh fenomena alam yang perlu
diwaspadai meliputi gempa bumi, tsunami, rob, angin topan dan
serangan hewan secara musiman. Sedangkan pencemaran
lingkungan yang harus diantisipasi adalah fenomena red tide,
pencemaran minyak, pencemaran logam berat, sampah, pestisida,
limbah domestik dan disperse termal.
2.9 Pengembangan pengelolaan habitat perairan dalam

Informasi dan pengetahuan tentang laut dalam (deep ocean) di TNP


Laut Sawu masih minim. Pengelolaan habitat perairan dalam
membutuhkan pengumpulan data dan informasi serta evaluasi
kritis untuk memenuhi data dasar dan evaluasi yang benar.
Untuk meninjau status ekologi laut dalam, memerlukan informasi
yang cukup mendasar terutama yang relevan dengan pengelolaan
dan penelitian kawasan untuk diketahui yaitu kepekaan fauna
terhadap dampak pengelolaan. Selanjutnya sifat dan gradien biota
laut yang tidak seragam mulai dari batas kedalaman lebih dari 200
m dasar lereng benua harus diketahui untuk mengembangkan
pemantauan rencana dan peraturan yang berlaku. Kemudian
proses mempertahankan tingkat keanekaragaman jenis di laut
dalam harus diketahui dampak yang mempengaruhinya, jika
makanan benar-benar terbatas di laut dalam, maka gangguan
proses ketersediaan dan pemanfaatan mungkin merupakan proses
yang paling sensitif dari ekosistem laut dalam TNP Laut Sawu.
2.10 Pengelolaan menghadapi perubahan iklim

Perubahan iklim merupakan ancaman besar bagi ekosistem laut,


spesies, dan produktivitas baik di daerah tropis maupun kutub.
Ekosistem TNP Laut Sawu tidak terkecuali juga akan menghadapi
ancaman tersebut, tetapi dengan keadaan alamnya, posisi dan
pengelolaan yang baik maka ekosistem TNP laut Sawu akan dapat
bertahan hidup dari dampak perubahan iklim termasuk pemutihan
karang, kenaikan permukaan laut, naiknya kadar asam laut dan
ancaman badai tropis.

274
Hal penting untuk mengatasi dampak perubahan iklim perlu
dipersiapkan sejak dini, yakni dibutuhkan kesadaran bersama
bahwa ancaman yang timbul harus disikapi secara proaktif dengan
mengembangkan dan menerapkan strategi adaptasi dan
membangun fleksibilitas yang cukup dalam sistem manajemen
untuk memungkinkan respon yang adaptif.

Pengelola TNP Laut Sawu akan melakukan pengelolaan terhadap


perubahan iklim tersebut dengan menggunakan strategi antara
lain: menerapkan strategi penyebaran resiko untuk mengatasi
ketidakpastian perubahan iklim, melindungi daerah-daerah kritis
yang tahan terhadap perubahan iklim dan yang berfungsi sebagai
tempat perlindungan untuk mensuplay daerah yang terkenda
dampak, memahami dan mempertahankan konektivitas antara
habitat untuk meningkatkan penambahan kembali secara bersama-
sama dan pemulihan untuk menjaga hubungan fungsional antar
habitat terkait serta mengelola ekosistem agar kesehatan dan
ketahanannya tetap terjaga dengan memonitor beberapa indikator
keefektifan tindakan ini sebagai dasar bagi pengelolaan adaptif.
2.11 Pengelolaan populasi setasea

TNP Laut Sawu sebagai bagian dari Ekoregion Sunda Kecil, adalah
daerah di Indonesia dimana upaya untuk mendapatkan informasi
terkait dengan setasea telah lama dilakukan baik terhadap untuk
setasea dan habitat asosiasi mereka "di perairan laut dan sekitar
pesisir". Laut Sawu merupakan habitat koridor kritis secara
regional penting, bagi paus biru dan paus sperma, yang juga
menggunakan Laut Sawu sebagai tempat untuk mencari makan
(feeding ground) dan melahirkan keturunan mereka. Paus biru
dapat digunakan sebagai "flagship spesies atau simbolis" untuk
TNP Laut Sawu. Wisata mamalia laut dan ekowisata di TNP Laut
Sawu memiliki potensi yang tinggi. Paus dari Laut Sawu dapat
mempromosikan pembangunan pariwisata berbasis alam tersebut
untuk kepentingan masyarakat lokal. Beberapa lokasi di Laut Sawu
masih kekurangan informasi sehingga harus segera dilengkapi
dengan data melalui survei dan penelitian di kedua habitat pesisir
dan laut dan spesies. Upaya ini harus dikaitkan oleh pengelola TNP
Laut Sawu melalui pembangunan kapasitas pada semua aspek
pengelolaan kolaborasi tingkat lokal.

Untuk melestarikan paus dan spesies mamalia laut lainnya, upaya


pengelolaan khusus harus diterapkan terutama pada aktivitas di
lepas pantai, industri pelayaran dan perikaan skala besar.
Pengurangan penggunaan jaring insang dan driftnet dapat
menghindari seperti by-catch dan terbelit jarring yang menjadi
ancaman utama untuk kehidupan hewan laut bermigrasi di Laut
Sawu. Sebaliknya, pole and line serta perikanan hand line ideal
untuk kegiatan perikanan tangkap skala besar di TNP Laut Sawu.

Manajemen Berbasis Ekosistem (Ecosystems Based


Management/EBM) merupakan mekanisme yang efektif untuk
mengelola Laut Sawu pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya.
Manajemen Berbasis Ekosistem ini akan mendukung pemanfaatan

275
multi-aspek di TNP Laut Sawu melalui Sistem Zonasi yang jelas.
2.12 Penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi
. kelautan

Pengelola TNP Laut Sawu harus menunjang pengembangan ilmu


pengetahuan dan penelitian yang terkait dengan pengelolaan
kawasan. TNP Laut Sawu perlu bekerjasama dengan mitra dari LSM
dan lembaga-lembaga penelitian. Strategi pengelolaan
pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian di TNP Laut Sawu
ini dengan merancang rencana pengembangan penelitian dan
pendidikan di TNP Laut Sawu seperti penelitian pemantauan
degradasi dan rehabilitasi terumbu karang, rehabilitasi terumbu
karang dengan manipulasi substrat terumbu karang, perilaku
agregasi berpijah ikan ekonomis penting, pemanfaatan sumberdaya
terumbu karang dan konsekuensinya bagi pengelolaan kawasan
konservasi, dampak lingkungan kegiatan ekonomi alternatif di
dekat kawasan konservasi, dan lain-lain.

Bidang penelitian, pengembangan dan penerapan IPTEK kelautan


penelitian meliputi antara lain kegiatan penelitian dasar dan
terapan untuk meningkatkan pemahaman tentang biologi, kimiawi,
fisika, geologi dan dasar laut, proses dan interaksi laut dan pantai
dengan hidrologi, cuaca serta pengaruh laut dan pantai terhadap
masyarakat dan komunitas di sekitar laut, lingkungan serta
pengembangan metodologi dan instrumen untuk meningkatkan
pemahaman tentang laut.

Perlu dikembangkan kegiatan-kegiatan penelitian lain yang


mengkaji potensi perikanan yang dapat dikembangkan sebagai
alternatif mata pencaharian yang berkelanjutan. Salah satu pemicu
tekanan terhadap kawasan TNP Laut Sawu adalah tingginya
ketergantungan masyarakat terhadap sumber daya laut di kawasan
TNP Laut Sawu, oleh karena itu perlu dikembangkan penelitian-
penelitian pengembangan mata pencaharian alternatif yang
berkelanjutan (alternative sustainable livelihood) yang tidak
mengganggu kelestarian sumberdaya kelautan dan perikanan di
kawasan TNP Laut Sawu sehingga diharapkan tekanan terhadap
kawasan TNP Laut Sawu akan berkurang seperti melalui
pengembangan usaha budidaya perikanan laut dan pengembangan
industri rumah tangga untuk mendukung sektor lainnya
(pariwisata, perikanan, dan lain-lain).
2.13
Pengelolaan pelayaran
.

TNP Laut Sawu dengan potensi alur pelayaran yang strategis dan
sangat berkepentingan terhadap pembangunan di sektor pelayaran
baik dalam arus perdagangan dan wisata. Sehubungan dengan itu
perhatian terhadap pelayaran dapat dilakukan dengan membangun
prasarana dan sarana perhubungan dengan kapasitas dan kualitas
pelayanan memadai serta sebagai wilayah yang relatif dekat dengan
wilayah perbatasan maka terjangkaunya pelayanan perhubungan
ke seluruh wilayah perbatasan dapat dijadikan sebagai prioritas
dalam pembangunannya. Laut Sawu merupakan jalur pelayaran

276
lokal dan internasional dengan lalu lintas yang padat. Pengelolaan
melalui peraturan yang mengatur tentang hal ini seperti penutupan
musiman daerah tertentu untuk kapal barang, peraturan ketat
pada kecepatan, aturan dilarang membuang sampah di laut dan
keamanan kapal (untuk menghindari tenggelam atau rusaknya
kapal di daerah ini) perlu disusun agar hal ini bisa dikelola dengan
baik. Pengelolaan terhadap keamanan dan kenyamanan pelayaran
dengan titik berat pada aspek-aspek: pengembangan titik asal dan
tujuan pelayaran, pengembangan jalur-jalur pelayaran dan
Pengembangan armada pelayaran.
2.14
Monitoring dan evaluasi
.

Monitoring, atau yang selanjutnya disebut pemantauan, dan


evaluasi dilakukan dengan mengamati dan memeriksa kesesuaian
antara penyelenggaraan pengelolaan Laut Sawu dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Apabila hasil pemantauan dan
evaluasi terbukti terjadi penyimpangan administratif dalam
penyelenggaraan pengelolaan Laut Sawu, Menteri, Gubernur, dan
Bupati/Walikota mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan
kewenangannya.
Pemantauan adalah melihat kesesuaian pelaksanaan perencanaan
dengan arah, tujuan, dan ruang lingkup yang menjadi pedoman
dalam rangka menyusun perencanaan berikutnya.
3. Penguatan sosial, ekonomi dan budaya
3.1. Peningkatan kesadaran partisipasi masyarakat dan para pihak
lainnya dalam pendidikan lingkungan

Peningkatan kesadaran masyarakat dan penjangkauan


dimaksudkan untuk lebih meningkatkan pemahaman dan
kesadaran masyarakat akan pentingnya konservasi sumberdaya
kelautan dan perikanan dan ekosistemnya. Sehingga dapat lebih
berperan aktif secara langsung dalam kegiatan pelestarian dan
pengamanan sumberdaya kelautan dan perikanan yang terdapat
dalam kawasan TNP Laut Sawu. Untuk mewujudkan maksud
tersebut, beberapa kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu :
Kampanye Konservasi dan Penyebaran Informasi TNP Laut Sawu,
pembentukan dan Pembentukan dan pembinaan kelompok
masyarakat peduli konservasi, pengembangan kerjasama
penerapan kurikulum muatan lokal berbasis pengelolaan
sumberdaya kelautan dan perikanan, serta monitoring dan
evaluasi.

Pengelolaan TNP Laut Sawu yang efektif sangat ditentukan oleh


tingkat kesadaran, pemahaman dan pengetahuan masyarakat lokal
tentang pentingnya menjaga kelestarian sumberdaya alam dan
lingkungan yang berada di kawasan tersebut, dengan tetap
melakukan upaya pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya
secara optimal berdasarkan aspek sosial ekonomi dan lingkungan.
Upaya yang perlu dilakukan dalam hal penyadartahuan masyarakat
adalah penerapan program pendidikan konservasi melalui berbagai
penyuluhan, pelatihan dalam jangka waktu tertentu dan berkala
yang meliputi tema-tema:

277
a. pentingnya konservasi sumberdaya alam dan lingkungan
b. tujuan pembentukan TNP Laut Sawu dan aspek konservasi
lingkungan dan keterkaitannya dengan kondisi sosekbud
masyarakat lokal
c. sistem dan klasifikasi zonasi kawasan serta kaitannya terhadap
pola mata pencaharian masyarakat
d. berbagai bentuk upaya perikanan tangkap yang bersifat
merusak dan dampaknya terhadap keberlanjutan eksosistem
sumberdaya serta taraf hidup/kesejahteraan masyarakat lokal.
Perlu juga disampaikan perikanan tangkap yang ramah
lingkungan berdasarkan hasil riset dan dampak positifhya
terhadap usaha mata pencaharian masyarakat
e. berbagai bentuk perikanan budidaya yang "destructive" dan
ramah lingkungan berdasarkan hasil riset di beberapa wilayah
di Indonesia ataupun di negara lain
f. pengembangan program mata pencaharian alternatif di TNP
Laut Sawu

Pelaksanaan program TNP Laut Sawu perlu mendapat respon positif


dari masyarakat lokal serta pihak lain yang berkepentingan
terhadap sumberdaya dan lingkungan. Respon positif dimulai dari
penumbuhan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian
sumberdaya dan lingkungan hingga pada taraf mendukung
implementasi program dan berupaya mengubah perilaku yang
negatif terhadap ekosistem/lingkungan. Upaya penumbuhan
respon positif dan pengubahan perilaku masyarakat dapat
ditempuh dengan sistem pemasaran sosial (social marketing):
menjual ide/gagasan tentang urgensi TNP. Lembaga pengelola dan
pihak yang terkait terhadap pembentukan TNP harus mampu
mempertajam, menggali, menganalisa secara komperhensif isu-isu
sosial yang berkembang dalam masyarakat terkait TNP. Dinamika
sosial kemasyarakatan akan mudah dipahami dan dianalisa dengan
melakukan pengkajian terhadap konektor sosial baik dalam bentuk
individu mauplun lembaga/institusi yang bersifat profit oriented
dan non profit oriented (nirlaba). Melalui pengkajian ini diharapkan
dapat terbentuk peta sosial yang sangat mempengaruhi dinamika
sosial masyarakat dalam konteks pemanfaatan sumberdaya laut
dan kawasan tertentu dalam batas yuridis TNP.
3.2. Pengembangan mekanisme penyebarluasan informasi dan
komunikasi TNP Laut Sawu

Pengembangan mekanisme penyebarluasan informasi dan


komunikasi TNP Laut Sawu dimaksudkan untuk mempermudah
dan mempercepat akses informasi dan komunikasi seputar TNP
Laut Sawu kepada masyarakat luas (nasional dan internasional)
sebagai media pendidikan, penyuluhan dan juga promosi. Untuk
mewujudkan hal tersebut, akan dilakukan kegiatan-kegiatan
sebagai berikut: Penyebaran informasi melalui media massa
(Website, TV, Radio, Surat kabar dan majalah), Desain dan
Pembuatan Material Publikasi TNP Laut Sawu, dan Penyebaran
Informasi TNP Laut Sawu melalui ragam kegiatan Publik seperti
partisipasi dalam kegiatan Pameran, Eksebisi, Festival di tingkat
lokal,regional, nasional dan internasional.

278
3.3. Pengembangan Partisipasi Masyarakat
Pengembangan partisipasi masyarakat dimaksudkan untuk
mendorong peran aktif masyarakat semakin meningkat di lapangan,
sehingga pengelolaan TNP Laut Sawu menjadi lebih efektif dan
efisien serta dapat dukungan penuh dari masyarakat serta semua
pihak. Hal ini diwujudkan melalui kegiatan perlindungan
sumberdaya laut, pengawasan berbasis masyarakat, perbaikan
kualitas lingkungan, rehabilitasi (bersih pantai, penanaman pohon
bakau), pengamanan preventif masyarakat, penguatan aturan di
tingkat desa, dan akses terhadap kebijakan dan informasi
pengembangan TNP Laut Sawu.
3.4. Pemberdayaan masyarakat pesisir
Pemberdayaan masyarakat dimaksudkan untuk mendorong
peningkatan pendayagunaan potensi yang terdapat di masyarakat,
untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar
kawasan serta dukungannya terhadap kawasan dalam pelestarian
sumberdaya kelautan dan perikanan melalui kegiatan-kegiatan :
penguatan kapasitas masyarakat dan kelompok pengguna
sumberdaya laut, dan pengembangan usaha ekonomi masyarakat
pengguna sumberdaya kelautan dan perikanan di dalam TNP Laut
Sawu.
Pemberian akses pemanfaatan sumberdaya ikan dan ekosistemnya
kepada masyarakat lokal dan tradisional dengan memperhatikan
aspek spesifik lokasi, adaptif, kebersamaan dan kemitraan,
keterpaduan, keberlanjutan, dan kelestarian serta dalam
pelaksanaannya tidak mengubah status dan fungsi kawasan, tidak
memberikan hak kepemilikan atas kawasan dan hanya hak
pemanfaatan yang diatur, serta merupakan bagian pengelolaan
yang dilakukan secara utuh.
3.5. Pengembangan mata pencaharian yang berkelanjutan
Studi mata pencaharian alternatif di TNP Laut Sawu yang telah
dilakukan diharapkan dapat diadopsi oleh masyarakat dengan
bantuan dan pendampingan dari pemerintah dan stakeholder
terkait pada saat tahap implementasi TNP Laut Sawu. Studi
matapencaharian alternatif yang telah dilakukan ini menghasilkan
rekomendasi jenis dan bentuk kegiatan usaha mata pencaharian
alternatif yang sesuai dengan karakteristik/kondisi masyarakat dan
geofisik lokasi, layak dari sisi bisnis, dapat diterima secara sosial
budaya masyarakat setempat, dapat dilaksanakan secara teknis,
ramah lingkungan dan memiliki tingkat keberlanjutan yang tinggi
yang dapat dikembangkan oleh masyarakat di masing-masing
Kabupaten yang termasuk dalam kawasan TNP Laut Sawu.
3.6. Pelestarian Adat dan Budaya Masyarakat Pesisir
Wilayah Perairan Laut Sawu ternyata menyimpan banyak
peninggalan kebajikan yang jika difungsikan memiliki potensi
untuk melindungi upaya pelestarian lingkungan khususnya
konservasi laut. Saat ini upaya revitalisasi mutlak diperlukan, hal
tersebut penting guna menghidupkan kembali muatan lokal
berbasis kebudayaan dan kebijakan yang secara partisipatif
melibatkan masyarakat agar proses implementasi pelestarian
lingkungan dapat tumbuh dan berkembang kembali dalam pola
kehidupan masyarakat.

279
Berdasar hasil pengamatan yang telah dilakukan dilapangan,
terdapat tidak kurang dari 20 kearifan lokal yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat desa pesisir di TNP Laut Sawu yang
sekarang ini hanya sedikit sekali yang masih aktif.
Ragam kebajikan ini seharusnya dapat direvitalisasi kembali,
mengingat hal ini dapat menjadi suatu upaya perlindungan dan
pelestarian lingkungan yang bernuansa lokal. Selain itu,
pemerintah juga dapat melakukan inisiasi dengan memasukkan
semua hal yang berkaitan dengan kearifan lokal ini kedalam
kurikulum pendidikan formal yang berupa muatan lokal disekolah
mengenai pengetahuan bentuk kearifan lokal yang ada di
wilayahnya sebagai sarana untuk proses diseminasi informasi
tentang upaya pentingnya melestarikan lingkungan.
3.7. Monitoring dan evaluasi
Monitoring, atau yang selanjutnya disebut pemantauan, dan
evaluasi dilakukan dengan mengamati dan memeriksa kesesuaian
antara penyelenggaraan pengelolaan Laut Sawu dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Apabila hasil pemantauan dan
evaluasi terbukti terjadi penyimpangan administratif dalam
penyelenggaraan pengelolaan Laut Sawu, Menteri, Gubernur, dan
Bupati/Walikota mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan
kewenangannya.
Pemantauan adalah melihat kesesuaian pelaksanaan perencanaan
dengan arah, tujuan, dan ruang lingkup yang menjadi pedoman
dalam rangka menyusun perencanaan berikutnya.

280
BAB V
RENCANA JANGKA MENENGAH

A. Umum

Rencana jangka menengah pengelolaan TNP Laut Sawu dilakukan


melalui 3 (tiga) strategi pokok yaitu strategi penguatan kelembagaan,
strategi penguatan pengelolaan sumber daya kawasan dan strategi
penguatan sosial, ekonomi, dan budaya.

Indikator yang diharapkan dapat dicapai dari perencanaan


pengelolaan 5 (lima) tahun pertama pengelolaan TNP Laut Sawu terdiri dari :
1. Penguatan kelembagaan diarahkan pada penguatan kelembagaan unit
pengelola, tersedianya SDM Pengelola, tersedianya sarana dan
prasarana pengelolaan, dokumen pengelolaan dan rencana aksi
pengelolaan, SOP pengelolaan, dan terbangunnya kemitraan dalam
pengelolaan, data dan informasi terbaharui secara reguler (data base)
dan tersedianya sumber pendanaan lain untuk mendukung pengelolaan.
2. Penguatan pengelolaan sumber daya kawasan diarahkan pada penataan
batas kawasan, tersosialisasinya kawasan konservasi TNP Laut Sawu
sampai ke tingkat masyarakat, Zonasi TNP Laut Sawu terintegrasi di
dalam RTRW Nasional, RTRW Provinsi NTT dan RTRW kabupaten-
kabupaten di dalam TNP Laut Sawu, tersedianya petugas dari pengelola
yang memiliki keahlian khusus dalam kegiatan pengawasan dan
monitoring, terlaksananya kegiatan patroli atau pengawasan kawasan,
tersedianya hasil studi pengembangan dan pengelolaan serta
pemanfaatan sumber daya di kawasan TNP Laut Sawu serta
terbangunnya pemahaman masyarakat dan stakeholder tentang
ancaman bencana di lokasinya dan bagaimana penanggulangannya.
3. Penguatan sosial ekonomi dan budaya diarahkan pada upaya
penyadaran masyarakat tentang arti penting konservasi perairan,
terbentuk dan terlatihnya kelompok masyarakat peduli konservasi
perairan di masing-masing kabupaten di dalam TNP Laut Sawu,
tersedianya mekanisme pengawasan berbasis masyarakat,
meningkatnya kapasitas masyarakat dalam manajemen usaha
perikanan dan teknis usaha perikanan yang berkelanjutan dan

281
terwujudnya pengembangan demplot-demplot mata pencaharian
alternatif yang cocok diimplementasikan di masing-masing daerah
berdasarkan survey dan analisis

B. Rencana Jangka Menengah I (5 Tahun Pertama)

1. Penguatan Kelembagaan

Penguatan Kelembagaan dilakukan melalui program:


a. peningkatan kapasitas kelembagaan pengelola TNP Laut Sawu;
b. perencanaan dan pengendalian pengelolaan;
c. pengembangan sistem pengelolaan kolaborasi;
d. pengembangan kerja sama kemitraan pengelolaan TNP Laut Sawu;
e. pengembangan sistem pendanaan berkelanjutan TNP Laut Sawu;
f. penyelenggaraan urusan tata usaha dan rumah tangga perkantoran;
g. pengembangan peraturan yang mendukung pengelolaan TNP Laut
Sawu;
h. pengembangan jejaring kawasan konservasi perairan;
i. pengembangan Bank Data TNP Laut Sawu;
j. monitoring dan evaluasi.

2. Penguatan Pengelolaan Sumber Daya Kawasan

Penguatan Pengelolaan Sumber Daya Kawasan dilakukan melalui program:


a. penetapan kawasan TNP Laut Sawu;
b. penataan kawasan TNP Laut Sawu;
c. pengelolaan perikanan tangkap dan budidaya laut yang
berkelanjutan;
d. pengelolaan keanekaragaman hayati dan ekosistem TNP Laut Sawu;
e. perlindungan, pengawasan dan pengamanan kawasan;
f. pengembangan industri kelautan yang lestari;
g. pengembangan sistem pemantauan dan penanggulangan bencana
alam secara kolaboratif dengan stakeholder terkait;
h. pengembangan pengelolaan habitat perairan dalam;
i. pengembangan pengelolaan menghadapi perubahan iklim;
j. pengelolaan populasi setasea;
k. penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi
kelautan;

282
l. pengelolaan pelayaran;
m. monitoring dan evaluasi.

3. Penguatan Sosial, Ekonomi, dan Budaya

Penguatan Sosial, Ekonomi, dan Budaya dilakukan melalui program :


a. peningkatan kesadaran masyarakat dan pendidikan lingkungan;
b. pengembangan mekanisme penyebarluasan informasi dan
komunikasi TNP Laut Sawu;
c. pengembangan partisipasi masyarakat;
d. pemberdayaan masyarakat pesisir;
e. pengembangan mata pencaharian yang berkelanjutan;
f. pelestarian adat dan budaya masyarakat pesisir;
g. monitoring dan evaluasi.

Dengan program dan rencana kegiatan pengelolaan sebagaimana


terdapat dalam matriks sebagai berikut.

283
MATRIK PROGRAM DAN RENCANA KEGIATAN PENGELOLAAN JANGKA MENENGAH 5 TAHUN KE - 1
TNP LAUT SAWU TAHUN 2014-2019

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

1 Penguatan Peningkatan Penyusunan rencana Menyusun kualifikasi dan Formasi personel TNP Laut BKKPN Kupang
Kelembagaan kapasitas formasi SDM pengelola klasifikasi kebutuhan SDM Sawu disusun berdasarkan
kelembagaan TNP Laut Sawu TNP Laut Sawu kualifikasi dan klasifikasi
pengelola TNP kebutuhan
laut Sawu
Rekruitmen SDM Formasi personel TNP Laut BKKPN Kupang
Sawu direkruit berdasarkan
kualifikasi dan klasifikasi
kebutuhan

Peningkatan Diklat/kursus/ penyegaran, SDM Pengelola telah dididik BKKPN Kupang


kemampuan dan magang dan dilatih sesuai dengan
profesionalisme tupoksi untuk mengelola
pengelola TNP Laut TNP Laut Sawu
Sawu
Studi banding ke KKP lain Kemampuan pengelola BKKPN Kupang
yang telah dikelola dengan meningkat dalam mengelola LSM
baik TNP Laut Sawu dan
mendapatkan lesson learnt
yang dapat diaplikasikan
dalam pengelolaan TNP Laut
Sawu

284
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Peningkatan sarana Pengembangan dan Gedung kantor pengelola BKKPN Kupang


prasarana pembangunan gedung kantor TNP Laut Sawu terbangun
dan terpenuhi fasilitasnya
untuk menunjang
pengelolaan

Pengadaan alat dan mesin Alat dan mesin untuk BKKPN Kupang
menunjang aktifitas
pengelolaan

Pemeliharaan dan operasional Sarana prasarana terpelihara BKKPN Kupang


dan berfungsi dengan baik
untuk mendukung
pengelolaan

Perencanaan Penyusunan Rencana Penyusunan dan review Dokumen Rencana BKKPN Kupang
dan Pengelolaan TNP Laut Rencana Pengelolaan 20 Pengelolaan 20 Tahun TNP Tim P4KKP Laut
pengendalian Sawu Tahun TNP Laut Sawu Laut Sawu Sawu
pengelolaan Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
LSM

Penyusunan program dan Dokumen program dan BKKPN Kupang


rencana kegiatan pengelolaan rencana kegiatan Tim P4KKP Laut
jangka menengah 5 tahun pengelolaan jangka Sawu
menengah 5 tahun Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
LSM

285
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penyusunan rencana kerja Dokumen rencana kerja BKKPN Kupang


pengelolaan tahunan pengelolaan tahunan Tim P4KKP Laut
Sawu
Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
LSM

Sosialisasi dan konsultasi Adanya masukan dari BKKPN Kupang


publik Rencana Pengelolaan stakeholder dan masyarakat Tim P4KKP Laut
TNP Laut Sawu di tingkat untuk penyempurnaan Sawu
stakeholder dan masyarakat rencana pengelolaan TNP Pemprov NTT
Laut Sawu Pemda Kabupaten
LSM

Penyusunan Standar Penyusunan dan pelatihan - Dokumen SOP tentang BKKPN Kupang
Operasional Prosedur implementasi SOP tentang administrasi perkantoran
(SOP) pengelolaan dan administrasi perkantoran dan dan pengelolaan keuangan
pelatihan pelaksanaan pengelolaan keuangan - Adanya SDM pengelola
SOP yang terlatih dan
bertanggung jawab dalam
administrasi perkantoran
dan pengelolaan keuangan

Penyusunan SOP tentang Dokumen SOP tentang BKKPN Kupang


sarana prasarana sarana prasarana

286
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penyusunan SOP tentang Dokumen SOP tentang BKKPN Kupang


patroli reguler dan patroli patroli reguler dan patroli DKP Provinsi dan
bersama bersama Kabupaten
TNI AL
Polair
LSM

Penyusunan SOP tentang Dokumen SOP tentang BKKPN Kupang


penelitian dan pendidikan penelitian dan pendidikan

Penyusunan SOP tentang Dokumen SOP tentang BKKPN Kupang


pelaksanaan kegiatan pelaksanaan kegiatan Disbudpar Provinsi
pariwisata alam perairan pariwisata alam perairan dan Kabupaten

Penyusunan SOP tentang Dokumen SOP tentang BKKPN Kupang


pelaksanaan kegiatan pelaksanaan kegiatan DKP Provinsi dan
budidaya budidaya Kabupaten

Penyusunan SOP tentang Dokumen SOP tentang BKKPN Kupang


pelaksanaan kegiatan pelaksanaan kegiatan DKP Provinsi dan
perikanan tangkap perikanan tangkap Kabupaten

Penyusunan SOP dan


pelatihan monitoring sumber
daya:

287
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

1) Monitoring Pemetaan a) Dokumen SOP BKKPN Kupang


Partisipatif Monitoring Pemetaan LSM
Partisipatif

b) Tenaga pengelola yang


terlatih dan bertanggung
jawab dalam pelaksanaan
monitoring pemetaan
partisipatif

2) Monitoring Manta Tow a) Dokumen SOP BKKPN Kupang


Monitoring Manta Tow LSM

b) Tenaga pengelola yang


terlatih dan bertanggung
jawab dalam pelaksanaan
monitoring manta tow

3) Monitoring Kesehatan a) Dokumen SOP BKKPN Kupang


Karang (reef health Monitoring Kesehatan LSM
monitoring) Karang (Reef Health
Monitoring)

b) Tenaga pengelola yang


terlatih dan bertanggung
jawab dalam pelaksanaan
monitoring Kesehatan
Karang (Reef Health
Monitoring)

288
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

4) Monitoring Ikan Karang a) Dokumen SOP BKKPN Kupang


Monitoring Ikan Karang LSM

b) Tenaga pengelola yang


terlatih dan bertanggung
jawab dalam pelaksanaan
monitoring Ikan Karang

5) Monitoring Insidental a) Dokumen SOP BKKPN Kupang


Monitoring Insidental LSM

b) Tenaga pengelola yang


terlatih dan bertanggung
jawab dalam pelaksanaan
monitoring insidental

6) Monitoring Pemanfaatan a) Dokumen SOP BKKPN Kupang


Sumber Daya (Resource Monitoring Pemanfaatan LSM
Use Monitoring) Sumber Daya (Resource
Use Monitoring)

b) Tenaga pengelola yang


terlatih dan bertanggung
jawab dalam pelaksanaan
monitoring Pemanfaatan
Sumber Daya (Resource
Use Monitoring)

289
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

7) Monitoring Lamun a) Dokumen SOP BKKPN Kupang


Monitoring Lamun LSM

b) Tenaga pengelola yang


terlatih dan bertanggung
jawab dalam pelaksanaan
monitoring Lamun

8) Monitoring Mangrove a) Dokumen SOP BKKPN Kupang


Monitoring Mangrove LSM

b) Tenaga pengelola yang


terlatih dan bertanggung
jawab dalam pelaksanaan
monitoring Mangrove

9) Monitoring Setasea a) Dokumen SOP BKKPN Kupang


Monitoring Setasea LSM

b) Tenaga pengelola yang


terlatih dan bertanggung
jawab dalam pelaksanaan
monitoring Setasea

10) Monitoring Penyu a) Dokumen SOP BKKPN Kupang


Monitoring Penyu LSM

b) Tenaga pengelola yang


terlatih dan bertanggung

290
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

jawab dalam pelaksanaan


monitoring Penyu

11) Monitoring SPAG a) Dokumen SOP BKKPN Kupang


(Spawning Aggregation Monitoring SPAG LSM
Site) (Spawning Aggregation
Site)

b) Tenaga pengelola yang


terlatih dan bertanggung
jawab dalam pelaksanaan
monitoring SPAG
(Spawning Aggregation
Site)

Pengembangan Pembentukan Membuat rancangan/model a) Mekanisme pengelolaan BKKPN Kupang


sistem mekanisme pengelolaan mekanisme pengelolaan kolaboratif Pemprov NTT
pengelolaan kolaborasi kolaborasi Pemda Kabupaten
kolaborasi b) MoU para pihak dalam LSM
pengelolaan kolaboratif
Pembentukan Forum BKKPN Kupang
Pengelolaan Kolaborasi c) Adanya forum Pemprov NTT
pengelolaan kolaborasi Pemda Kabupaten
LSM

291
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penerapan model mekanisme BKKPN Kupang


pengelolaan kolaborasi Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
LSM

Penguatan peran forum Memfasilitasi peningkatan Meningkatnya peran forum BKKPN Kupang
kolaborasi para Pihak kapasitas SDM forum kolaborasi para pihak Pemprov NTT
melalui peningkatan Pemda Kabupaten
kapasitas SDM dan LSM
koordinasi rutin
Koordinasi rutin dengan para BKKPN Kupang
pihak Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
LSM

Formulasi dan Merancang mekanisme Dokumen mekanisme BKKPN Kupang


penerapan mekanisme keluhan (Grievance keluhan yang disepakati Pemprov NTT
keluhan (Grievance Mechanism) para pihak yang relevan Pemda Kabupaten
Mechanism) LSM

Implementasi dan evaluasi Terlaksananya dan BKKPN Kupang


mekanisme keluhan terevaluasinya implementasi Pemprov NTT
(Grievance Mechanism) mekanisme keluhan Pemda Kabupaten
(Grievance Mechanism) LSM

292
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan Pengembangan Kerja sama teknis: penelitian, Adanya kerjasama teknis: BKKPN Kupang
kerjasama kerjasama dengan ilmu pengetahuan dan penelitian, ilmu pengetahuan Pemprov NTT
kemitraan institusi/lembaga/piha pendidikan (tenaga ahli) dan pendidikan (tenaga ahli) Pemda Kabupaten
pengelolaan TNP k lain dalam rangka Uniconsufish
Laut Sawu efektifitas dan LIPI
peningkatan kapasitas LSM
pengelolaan Lembaga lain
(pemerintah, LSM,
lembaga pendidikan, Kerja sama operasional Adanya kerjasama BKKPN Kupang
kelompok/lembaga pengelolaan (tenaga, dana, operasional pengelolaan Pemprov NTT
masyarakat) lingkup sarana prasarana) (tenaga, dana, sarana Pemda Kabupaten
lokal, regional, nasional prasarana) Uniconsufish
dan internasional LSM
Lembaga lain

Kerja sama dalam survey/ Adanya MoU kerjasama BKKPN Kupang


kajian dan penerapan IPTEK antara pengelola dan pihak Pemprov NTT
yang relevan dan Pemda Kabupaten
terlaksananya kerjasama Uniconsufish
LIPI
LSM
Lembaga lain

Monitoring dan evaluasi Terlaksananya Monitoring BKKPN Kupang


kerjasama dan evaluasi kerjasama Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
Uniconsufish
LSM
Lembaga lain

293
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan Penyusunan MoU kerjasama MoU kerjasama pengelolaan BKKPN Kupang


mekanisme kerjasama pengelolaan TNP Laut Sawu TNP Laut Sawu Pemprov NTT
pengelolaan Pemda Kabupaten
LSM
Lembaga lain

Penyusunan rencana kerja Adanya rencana kerja BKKPN Kupang


bersama bersama Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
LSM
Lembaga lain

Pelaksanaan rencana kerja Terlaksananya rencana kerja BKKPN Kupang


bersama bersama Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
LSM
Lembaga lain

Monitoring dan evaluasi Terlaksananya Monitoring BKKPN Kupang


bersama dan evaluasi bersama Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
LSM
Lembaga lain

Pengembangan Penyusunan rencana Penyusunan rincian Dokumen rencana anggaran BKKPN Kupang
sistem anggaran kebutuhan kebutuhan anggaran per tahunan LSM
pendanaan pengelolaan dan kegiatan
berkelanjutan peluang sumber
TNP Laut Sawu pendanaan Analisis peluang sumber Hasil analisis peluang BKKPN Kupang

294
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

berkelanjutan pendanaan yang berkelanjutan sumber pendanaan yang LSM


berkelanjutan

Pengembangan Penyusunan mekanisme 1) Dokumen mekanisme BKKPN Kupang


mekanisme pendanaan pendanaan berkelanjutan pendanaan berkelanjutan Pemprov NTT
berkelanjutan LSM
2) Teralokasinya budget
Pengusulan pengalokasian pengelolaan secara BKKPN Kupang
budget pengelolaan secara kontinyu melalui APBN Pemprov NTT
kontinyu melalui APBN dan dan APBD Tingkat Pemda Kabupaten
APBD Tingkat Provinsi dan Provinsi dan Tingkat
Tingkat Kabupaten Kabupaten

Penggalian sumber dana lain 3) Tersedianya sumber dana BKKPN Kupang


dari misalnya pemberlakuan lain dari misalnya
karcis masuk dan tarif atas pemberlakuan karcis
kegiatan wisata dalam masuk dan tarif atas
kawasan, menetapkan dana kegiatan wisata dalam
sanksi pelanggaran sesuai kawasan, menetapkan
aturan pengelolaan, dll. dana sanksi pelanggaran
sesuai aturan
pengelolaan, dll untuk
mendukung pelaksanaan
fungsi pengelolaan

Penetapan standar Penyusunan standar biaya Dokumen standar biaya BKKPN Kupang
biaya komponen komponen pengelolaan TNP komponen pengelolaan TNP
pengelolaan TNP Laut Laut Sawu berdasarkan syarat Laut Sawu berdasarkan
Sawu profesionalisme syarat profesionalisme

295
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Akuntabilitas Pengelolaan keuangan Dokumen petunjuk BKKPN Kupang


pendanaan penggunaan anggaran
Administrasi keuangan BKKPN Kupang

Pelaporan BKKPN Kupang

Pengawasan BKKPN Kupang

Penyelenggaraan Pengelolaan gaji, Penyediaan gaji, honorarium Gaji, honorarium dan BKKPN Kupang
urusan tata honorarium dan dan tunjangan tunjangan terkelola dengan
usaha dan tunjangan baik dan akuntabel
rumah tangga
perkantoran Penyelenggaraan Rapat-rapat Operasional perkantoran BKKPN Kupang
operasional koordinasi/konsultasi/kerja/d terselenggara dengan baik
perkantoran inas

Pengadaan ATK BKKPN Kupang

Langganan daya dan jasa BKKPN Kupang

Perawatan sarana dan Perawatan gedung/bangunan Sarana dan prasaranan BKKPN Kupang
prasarana pengelola terawat dan
Perawatan peralatan digunakan untuk menunjang BKKPN Kupang
pengelolaan
Perawatan angkutan air BKKPN Kupang

Perawatan kendaraan BKKPN Kupang


bermotor

296
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penyelenggaraan tata Pencetakan/penerbitan/pengg Tata usaha perkantoran, BKKPN Kupang


usaha perkantoran, andaan/laminasi/dokumentas kearsipan, perpustakaan dan
kearsipan, i dokumentasi terlaksana
perpustakaan dan dengan baik
dokumentasi

Pengembangan Mendorong Dukungan dalam menyusun Adanya dukungan dari BKKPN Kupang
peraturan yang penyusunan rancangan draft akademik perda pengelola dalam menyusun Pemprov NTT
mendukung peraturan yang pengelolaan kolaboratif, draft akademik perda Pemda Kabupaten
pengelolaan TNP mendukung pengaturan alat tangkap, tata pengelolaan kolaboratif,
Laut Sawu pengelolaan TNP Laut ruang wilayah, pemberlakukan pengaturan alat tangkap,
Sawu karcis masuk dan tarif atas tata ruang wilayah,
kegiatan wisata dalam pemberlakukan karcis
kawasan masuk dan tarif atas
kegiatan wisata dalam
kawasan

Pengembangan Kerjasama antar unit Rapat koordinasi regular antar Terlaksananya rapat BKKPN Kupang
jejaring kawasan organisasi pengelola unit organisasi pengelola koordinasi regular antar unit BBKSDA NTT
konservasi organisasi pengelola Pemprov NTT
perairan Pemda Kabupaten

Kerjasama dalam melakukan Adanya kerjasama dalam BKKPN Kupang


pengawasan kawasan dan melakukan pengawasan BBKSDA NTT
pelatihan kawasan dan pelatihan Pemprov NTT
Pemda Kabupaten

297
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan Pengembangan Merancang desain database a. Tersedianya SDM BKKPN Kupang


Bank Data TNP Database pengelola database. LSM
Laut Sawu
b. Desain database TNP
Laut Sawu

Pemasukan update data Data dan informasi BKKPN Kupang


terbaharui secara reguler

Penyajian dan pengelolaan Database TNP Laut Sawu BKKPN Kupang


data dikelola dan disajikan dalam
bentuk peta, laporan,
maupun terintegrasi didalam
website

Pembuatan Website Merancang desain website Desain website TNP Laut BKKPN Kupang
Sawu LSM

Pemasukan update data di a. Tersedianya SDM BKKPN Kupang


website pengelola website.

b. Website TNP Laut Sawu


selalu terupdate secara
regular

Penyajian dan pengelolaan Website TNP Laut Sawu bisa BKKPN Kupang
website diakses secara global oleh
semua kalangan dan dikelola
dan diupdate secara regular

298
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Monitoring dan Monitoring dan evaluasi Melakukan monev internal Laporan monev internal dan BKKPN Kupang
evaluasi kelembagaan dan eksternal (monev eksternal (monev Pemprov NTT
kelembagaan, pendanaan dan kelembagaan, pendanaan Pemda Kabupaten
kerjasama/kemitraan) dan kerjasama/kemitraan)

2 Penguatan Penetapan Evaluasi rencana Penyusunan dokumen Tersedianya dokumen BKKPN Kupang
pengelolaan kawasan TNP penetapan kegiatan dan kajian yang telah kegiatan dan pengkajian Tim P4KKP Laut
sumber daya Laut dilaksanakan di TNP Laut yang telah dilakukan di TNP Sawu
kawasan Sawu Laut Sawu sebagai bahan
masukan rencana penetapan
TNP Laut Sawu

Rapat koordinasi antara Adanya rencana penetapan BKKPN Kupang


Pemerintah Pusat dan Daerah TNP Laut Sawu yang telah Kementerian KP
serta stakeholder terkait disepakati bersama oleh Pemprov NTT
untuk membahas rencana pemerintah Pusat dan Pemda Kabupaten
penetapan TNP Laut Sawu Daerah serta stakeholder Tim P4KKP Laut
terkait Sawu
LSM

Rapat evaluasi rencana Adanya evaluasi rencana BKKPN Kupang


penetapan penetapan TNP Laut Sawu Kementerian KP
Pemprov NTT
Tim P4KKP Laut
Sawu
LSM

Surat Keputusan Penetapan kawasan TNP Laut BKKPN Kupang


Diterbitkannya SK Menteri
Menteri Sawu dengan SK Menteri Kementerian KP
tentang penetapan kawasan

299
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Kelautan dan Perikanan TNP Laut Sawu, berdasarkan


rekomendasi Gubernur

Penunjukan unit Penunjukan unit organisasi Adanya unit organisasi BKKPN Kupang
organisasi pengelola pengelola kawasan dan pengelola kawasan yang Kementerian KP
disahkan dengan SK Menteri ditunjuk dan disahkan
Kelautan dan Perikanan dengan SK Menteri dengan
tugas pokok dan fungsi
sesuai dengan yang telah
ditentukan

Pengumuman dan Pengumuman dan sosialisasi Masyarakat di dalam BKKPN Kupang


sosialisasi ke ke masyarakat kawasan dan diluar TNP
masyarakat Laut Sawu mengetahui TNP
Laut Sawu telah ditetapkan

Penunjukan Panitia Penunjukan panitia penataan SK panitia penataan batas BKKPN Kupang
penataan batas batas kawasan yang yang ditetapkan oleh Menteri Kementerian KP
ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI
berdasarkan usulan dari
Direktur Jenderal atau
Gubernur

Penataan Batas Perancangan penataan batas Rancangan penataan batas Panitia Penataan
Kawasan kawasan; kawasan Batas
BKKPN Kupang

Pengukuran batas; Batas kawasan telah diukur Panitia Penataan


Batas

300
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

BKKPN Kupang

Pemetaan batas kawasan; Batas kawasan telah Panitia Penataan


dipetakan Batas
BKKPN Kupang

Pemasangan tanda batas dan Tanda batas dan papan BKKPN Kupang
pembuatan papan informasi informasi batas kawasan
batas kawasan; telah dibuat dan dipasang

Pembuatan berita acara tata Berita acara tata batas Panitia Penataan
batas; dan kawasan Batas
BKKPN Kupang

Pengesahan batas kawasan Batas kawasan TNP Laut Panitia Penataan


konservasi perairan Sawu disahkan ditetapkan Batas
dengan Keputusan Menteri, BKKPN Kupang
setelah berita acara tata
batas kawasan konservasi
perairan ditandatangani oleh
semua anggota panitia tata
batas

Sosialisasi penandaaan batas Masyarakat di dalam BKKPN Kupang


kawasan konservasi perairan; kawasan dan diluar TNP
Laut Sawu mengetahui batas
kawasan TNP Laut Sawu

301
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penataan Penataan kawasan Penataan zonasi TNP Laut Rencana Zonasi TNP Laut BKKPN Kupang
kawasan TNP Sawu Sawu disusun berdasarkan Tim P4KKP Laut
Laut Sawu data-data yang akurat dan Sawu
dianalisis secara LSM
komprehensif sesuai arahan
dari Permen 30 Tahun 2010
dan disepakati oleh
stakeholder dan masyarakat
di dalam TNP Laut Sawu

Padu serasi zonasi TNP Laut Zonasi TNP Laut Sawu BKKPN Kupang
Sawu dengan RTRW terintegrasi di dalam RTRW Pemprov NTT
Nasional/Provinsi/Kabupaten Nasional, RTRW Provinsi NTT Pemda Kabupaten
dan RTRW Kabupaten- Tim P4KKP Laut
Kabupaten di dalam TNP Sawu
Laut Sawu LSM

Penataan batas zonasi Adanya tanda batas zonasi Panitia Penataan


yang jelas dilapangan Batas
BKKPN Kupang

Rekonstruksi titik zonasi Titik-titik batas zonasi telah BKKPN Kupang


direkonstruksi sesuai dengan Pemprov NTT
survey lapangan dan Pemda Kabupaten
dipetakan Tim P4KKP Laut
Sawu
LSM

302
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pembuatan papan informasi Papan informasi batas-batas BKKPN Kupang


batas zonasi dan aturan dalam zonasi yang telah
zonasi menampilkan peraturan-
peraturan di masing-masing
zona TNP Laut Sawu

Dokumentasi zonasi Dokumen rekaman proses BKKPN Kupang


tahapan penyusunan
Rencana Zonasi TNP Laut
Sawu

Pengesahan Rencana Zonasi Rencana Zonasi TNP Laut BKKPN Kupang


TNP Laut Sawu oleh Menteri Sawu disahkan oleh Menteri Kementerian KP
Kelautan dan Perikanan yang Kelautan dan Perikanan
sebelumnya sudah disetujui yang sebelumnya sudah
oleh Gubernur Provinsi NTT disetujui oleh Gubernur
Provinsi NTT

Sosialisasi dan konsultasi Rencana zonasi TNP Laut BKKPN Kupang


publik zonasi TNP Laut Sawu Sawu disosialisasikan dan Pemprov NTT
ke tingkat stakeholder dan dikonsultasi publikkan ke Pemda Kabupaten
masyarakat di dalam dan tingkat stakeholder dan Tim P4KKP Laut
sekitar kawasan TNP Laut masyarakat di dalam dan Sawu
Sawu sekitar kawasan TNP Laut LSM
Sawu dan mendapatkan
kesepakatan dari stakeholder
dan masyarakat

303
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengelolaan Pembuatan aturan/ Formulasi kebutuhan aturan/ Kebutuhan aturan/ batasan BKKPN Kupang
perikanan batasan alat tangkap, batasan alat tangkap, ukuran alat tangkap, ukuran dan DKP Prov NTT
tangkap dan ukuran ikan yang dan jenis ikan yang boleh jenis ikan yang boleh DKP Kabupaten
budidaya laut ditangkap, daerah ditangkap, daerah fishing ditangkap, daerah fishing Tim P4KKP Laut
yang fishing ground, dan ground, dan musim tangkapan ground, dan musim Sawu
berkelanjutan musim tangkapan di masing-masing zona di tangkapan di masing- LSM
dengan pendekatan dalam TNP Laut Sawu masing zona di dalam TNP
zonasi berdasarkan informasi terkini. Laut Sawu berdasarkan
informasi terkini.

Pembuatan aturan/batasan Aturan/batasan alat BKKPN Kupang


alat tangkap, ukuran dan jenis tangkap, ukuran dan jenis DKP Prov NTT
ikan yang boleh ditangkap, ikan yang boleh ditangkap, DKP Kabupaten
daerah fishing ground, dan daerah fishing ground, dan Tim P4KKP Laut
musim tangkapan di masing- musim tangkapan di masing- Sawu
masing zona di dalam TNP masing zona di dalam TNP LSM
Laut Sawu. Laut Sawu berdasarkan
formulasi dan analisis
kebutuhan serta didukung
kajian yang komprehensif

Pembuatan pedoman Koordinasi dengan instansi Pedoman mekanisme BKKPN Kupang


mekanisme kolaborasi terkait di dalam TNP Laut perijinan dan rekomendasi Pemprov NTT
perijinan bagi Sawu terkait dengan bagi perikanan tangkap dan DKP Prov NTT
perikanan tangkap dan penyusunan mekanisme budidaya di dalam TNP Laut DKP Kabupaten
budidaya perijinan dan rekomendasi Sawu yang disepakati semua LSM
bagi perikanan tangkap dan pihak
budidaya

304
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penyusunan pedoman BKKPN Kupang


mekanisme perijinan dan Pemprov NTT
rekomendasi bagi perikanan DKP Prov NTT
tangkap dan budidaya DKP
Kabupaten/KPSP
(Kantor Pelayanan
Satu Pintu)
LSM

Pelaksanaan mekanisme Terlaksananya mekanisme BKKPN Kupang


perijinan dan rekomendasi perijinan dan pemberian DKP Prov NTT
bagi perikanan tangkap dan rekomendasi bagi perikanan DKP
budidaya tangkap dan budidaya sesuai Kabupaten/KPSP
dengan pedomannya (Kantor Pelayanan
Satu Pintu)
LSM

Mencegah dan Pengusulan perda khusus Perda khusus tentang hal- BKKPN Kupang
merintangi praktek tentang hal-hal yang tidak hal yang tidak diatur dalam DKP Prov NTT
perikanan yg menyalahi diatur dalam perundangan perundangan dan TNP Laut DKP Kabupaten
hukum, tidak dan TNP Laut Sawu Sawu Tim P4KKP Laut
dilaporkan dan tidak di Sawu
atur (IUU fishing) di Uniconsufish
dalam TNP Laut Sawu. LSM

Pengelolaan Survey dan monitoring Rapid Ecological Asessment (10 - Tersedianya petugas dari BKKPN Kupang
keanekaragaman sumber daya kelautan tahun sekali) pengelola yang memiliki LIPI
hayati dan dan perikanan keahlian khusus dalam Uniconsufish

305
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

ekosistem TNP kegiatan monitoring.


Laut Sawu Monitoring Manta Tow
(2 - Survey dan monitoring BKKPN Kupang
tahun sekali) sumber daya kelautan dan
perikanan terlaksana sesuai
Monitoring Kesehatan dengan SOP masing-masing BKKPN Kupang
Terumbu Karang (2 tahun monitoring dan hasilnya
sekali) digunakan sebagai bahan
dalam pengambilan
Monitoring Penyu (setiap kebijakan pengelolaan yang BKKPN Kupang
bulan) adaptif

Monitoring Mangrove (2 tahun BKKPN Kupang


sekali)

Monitoring Lamun (2 tahun BKKPN Kupang


sekali)

Monitoring SPAGS (setiap BKKPN Kupang


bulan)

Monitoring Setasea (setiap BKKPN Kupang


tahun) LSM

Monitoring Pemanfaatan BKKPN Kupang


Sumberdaya (Resource use DKP Prov NTT
monitoring) (setiap bulan) DKP Kabupaten

Pengelolaan ekosistem, Pemulihan/rehabilitasi habitat Terlaksananya kegiatan BKKPN Kupang


habitat dan populasi sumber daya rehabilitasi pada lokasi- DKP Prov NTT
lokasi di dalam kawasan DKP Kabupaten

306
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

yang perlu direhabilitasi Uniconsufish


berdasarkan kajian yang
sebelumnya dilakukan

Restocking sumber daya Terlaksananya kegiatan BKKPN Kupang


restocking sumberdaya DKP Prov NTT
sesuai kebutuhan DKP Kabupaten
berdasarkan kajian yang Uniconsufish
sebelumnya dilakukan

Perlindungan, Pengamanan kawasan Patroli pengamanan - Patroli pengamanan


pengawasan dan TNP Laut Sawu fungsional: dilakukan oleh pengelola
pengamanan sesuai dengan SOP patroli
kawasan a. Patroli rutin/reguler yang telah disusun BKKPN Kupang
- Berkurangnya pelanggaran
b. Patroli mendadak/insidentil dan gangguan di dalam BKKPN Kupang
kawasan

c. Patroli pengamanan - Patroli pengamanan


bersama/joint patrol: dilakukan secara bersama
dengan stakeholder-
1) Patroli rutin/reguler stakeholder terkait (PPNS BKKPN Kupang
DKP, TNI AL, Polair) dan DKP Provinsi
masyarakat sesuai dengan DKP Kabupaten
SOP patroli bersama yang TNI AL
telah disusun dan disepakati Polair
- Berkurangnya pelanggaran Masyarakat

307
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

dan gangguan di dalam


2) Patroli mendadak/ kawasan BKKPN Kupang
insidentil DKP Provinsi
DKP Kabupaten
TNI AL
Polair
Masyarakat

Pemetan daerah rawan Peta daerah rawan BKKPN Kupang


pelanggaran dan gangguan pelanggaran dan gangguan DKP Provinsi
DKP Kabupaten
TNI AL
Polair
Masyarakat

Penyusunan Penyusunan mekanisme Mekanisme pelaporan BKKPN Kupang


mekanisme pelaporan pelaporan pelanggaran pelanggaran
pelanggaran
Pembuatan pusat layanan Adanya pusat layanan BKKPN Kupang
pelaporan pelanggaran pelaporan pelanggaran

Sosialisasi ke masyarakat dan Masyarakat dan stakeholder BKKPN Kupang


stakeholder terkait di dalam terkait di dalam kawasan DKP Kabupaten
kawasan TNP Laut Sawu TNP Laut Sawu mengetahui
tentang mekanisme pelaporan bagaimana penyampaian
pelanggaran pelaporan pelanggaran
sesuai mekanisme yang telah
disusun ke pusat pelaporan
pelanggaran

308
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penegakan hukum atas Proses hukum/penyelesaian Semua kasus pelanggaran BKKPN Kupang
pelanggaran dan kasus secara hukum dalam kawasan TNP Laut DKP Provinsi NTT
gangguan dalam Sawu diselesaikan secara DKP Kabupaten
kawasan TNP Laut hukum sesuai dengan Polair
Sawu peraturan perundangan yang TNI AL
berlaku

Pengembangan Pengembangan Studi pengembangan Laporan studi BKKPN Kupang


industri bioteknologi kelautan bioteknologi kelautan pengembangan bioteknologi Uniconsufish
kelautan yang kelautan Universitas
lestari Pemerintah Pusat

Kemitraan dalam Adanya kerjasama dalam BKKPN Kupang


pengembangan bioteknologi pengembangan bioteknologi Uniconsufish
kelautan kelautan Universitas
Pemerintah Pusat

Percontohan pengembangan Percontohan pengembangan BKKPN Kupang


bioteknologi kelautan bioteknologi kelautan Uniconsufish
Universitas
Pemerintah Pusat

Pengembangan energi Studi pengembangan energi Laporan studi BKKPN Kupang


terbarukan terbarukan pengembangan energi Universitas
terbarukan Pemerintah Pusat

Kemitraan dalam Adanya kerjasama dalam BKKPN Kupang


pengembangan energi pengembangan dan Universitas
terbarukan pengelolaan energi Pemerintah Pusat

309
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

terbarukan

Percontohan pengembangan Percontohan pengembangan BKKPN Kupang


energi terbarukan energi terbarukan Universitas
Pemerintah Pusat

Pengembangan Pengembangan wisata Promosi dan penyebaran - Tersedia desain teknik Disbudpar Provinsi
pemanfaatan bahari dan wisata informasi potensi pariwisata pengembangan sarana NTT
jasa lingkungan budaya TNP laut Sawu (expose) prasarana wisata di zona Disbudpar
dan wisata alam pemanfaatan pariwisata Kabupaten
- Mekanisme perijinan BKKPN
pengusahaan pariwisata
Rapat koordinasi yang dapat membangun Disbudpar Provinsi
pengembangan pengelolaan iklim investasi dan ijin NTT
wisata pariwisata (ijin masuk) Disbudpar
- Adanya dampak dan Kabupaten
manfaat ekonomi secara BKKPN
nyata bagi masyarakat dan
Peningkatan sarana dan Pemerintah Daerah Disbudpar Provinsi
prasarana destinasi wisata NTT
Disbudpar
Kabupaten
BKKPN

310
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pemberlakukan ijin dan karcis BKKPN Kupang


masuk Disbudpar Provinsi
NTT
Disbudpar
Kabupaten

Penetapan dan pemberlakuan BKKPN Kupang


mekanisme perizinan dan Disbudpar Provinsi
standarisasi usaha pariwisata NTT
alam dan budaya di dalam Disbudpar
TNP Laut Sawu Kabupaten

Pengembangan Studi dan kajian Studi kerawanan bencana dan Laporan studi kerawanan BNPB
Sistem kerawanan bencana di mitigasi bencana di dalam TNP bencana dan mitigasi BPBD
Pemantauan dan dalam TNP Laut Sawu Laut Sawu bencana di dalam TNP Laut DKP Provinsi
penanggulangan Sawu Pemprov NTT
bencana alam Pemda Kabupaten
secara BKKPN Kupang
kolaboratif
dengan Sosialisasi Sosialisasi penanggulangan Masyarakat dan stakeholder BNPB
stakeholder penanggulangan bencana ke masyarakat dan mengetahui ancaman BPBD
terkait bencana stakeholder bencana di lokasinya dan DKP Provinsi
bagaimana Pemprov NTT
penanggulangannya Pemda Kabupaten
BKKPN Kupang

311
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pelatihan dan simulasi Pelatihan dan simulasi Terlaksananya pelatihan dan BNPB
penanggulangan penanggulangan bencana simulasi penanggulangan BPBD
bencana bencana secara kolaboratif DKP Provinsi
dengan stakeholder terkait Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
BKKPN Kupang

Pengembangan fasilitas Pengembangan fasilitas Adanya pengembangan BNPB


evakuasi dan evakuasi dan pemulihan fasilitas evakuasi pada saat BPBD
pemulihan bencana alam dan DKP Provinsi
pemulihan pasca terjadinya Pemprov NTT
bencana alam secara Pemda Kabupaten
kolaboratif dengan BKKPN Kupang
stakeholder terkait

Pengembangan Pengumpulan data dan Pengumpulan data dan Data dan informasi habitat BKKPN Kupang
Pengelolaan informasi habitat informasi habitat perairan perairan dalam Uniconsufish
habitat perairan perairan dalam dalam Universitas
dalam Pemerintah Pusat
LSM

Studi pengembangan Studi pengembangan dan Laporan Studi BKKPN Kupang


dan pengelolaan habitat pengelolaan habitat perairan pengembangan dan Uniconsufish
perairan dalam serta dalam serta pemanfaatan pengelolaan habitat perairan Universitas
pemanfaatan sumberdaya laut dalam dalam serta pemanfaatan Pemerintah Pusat
sumberdaya laut dalam sumberdaya laut dalam LSM

312
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan Kolaborasi antara unit Rapat koordinasi regular Adanya koordinasi dan Pemerintah Pusat
Pengelolaan pengelola, lembaga antara unit dengan kerjasama dalam Pemprov NTT
menghadapi pemerintah, organisasi stakeholder terkait dalam pelaksanaan pengelolaan Pemda Kabupaten
perubahan iklim konservasi, sektor membahas kolaborasi menghadapi perubahan iklim BKKPN Kupang
swasta, dan pengelolaan menghadapi LSM
masyarakat lokal dalam perubahan iklim
pengelolaan
menghadapi perubahan
iklim

Sosialisasi dan Sosialisasi dan penyebaran Masyarakat dan stakeholder BKKPN Kupang
penyebaran informasi informasi tentang perubahan terkait di dalam kawasan Pemerintah Pusat
tentang perubahan iklim di dalam TNP Laut Sawu TNP Laut Sawu mengetahui Pemprov NTT
iklim di dalam TNP Laut ke masyarakat dan informasi mengenai dampak Pemda Kabupaten
Sawu ke masyarakat stakeholder terkait perubahan iklim dan LSM
dan stakeholder terkait bagaimana mitigasinya

Penerapan manajemen Penerapan manajemen adaptif Tersedianya mekanisme BKKPN Kupang


adaptif di TNP laut untuk memungkinkan respon untuk mengatasi
Sawu untuk yang efektif terhadap ketidakpastian perubahan
memungkinkan respon perubahan iklim iklim, melindungi daerah-
yang efektif terhadap daerah kritis yang tahan
perubahan iklim, terhadap perubahan iklim
tuntutan, dan tekanan dan yang berfungsi sebagai
pada kawasan tempat perlindungan untuk
mensuplai daerah yang
terkena dampak, memahami
dan mempertahankan
konektivitas antara habitat

313
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

untuk meningkatkan
penambahan kembali secara
bersama-sama dan
pemulihan untuk menjaga
hubungan fungsional antar
habitat terkait serta
mengelola ekosistem agar
kesehatan dan
ketahanannya tetap terjaga
dengan memonitor beberapa
indikator keefektifan
tindakan ini sebagai dasar
bagi pengelolaan adaptif.

Penguatan dukungan Studi identifikasi dan Laporan studi identifikasi BKKPN Kupang
ilmiah untuk TNP Laut inventarisasi daerah-daerah dan inventarisasi daerah- LSM
Sawu agar sesuai serta sumberdaya hayati yang daerah serta sumberdaya
dengan kondisi local resilient dan rawan terhadap hayati yang resilient dan
untuk memastikan perubahan iklim rawan terhadap perubahan
kawasan dikelola, iklim
dirancang dan berhasil
bertahan terhadap Perancangan zonasi kawasan Rencana zonasi TNP Laut BKKPN Kupang
perubahan iklim. yang resilient terhadap Sawu yang resilient terhadap Pemprov NTT
perubahan iklim perubahan iklim Pemda Kabupaten
Tim P4KKP Laut
Sawu
LSM

314
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengelolaan Kelengkapan data Survey setasea dengan Data dan analisis hasil BKKPN Kupang
populasi setasea untuk mendukung menggunakan kapal (cetacean survey setasea untuk Kementrian KP
zonasi dan pengelolaan boat survey) kemudian sebagai bahan Tim P4KKP Laut
setasea dalam pengambilan Sawu
kebijakan pengelolaan LSM
kawasan dan setasea

Pelibatan masyarakat dan Adanya kerjasama dengan BKKPN Kupang


operator wisata secara aktif masyarakat operator wisata Operator Wisata
untuk melaporkan keberadaan untuk secara aktif Masyarakat
paus (penampakan dan melaporkan keberadaan LSM
terdampar) paus (penampakan dan
terdampar) di TNP Laut sawu

Pengembangan dan Pelatihan dan peningkatan - Terbentuknya kelompok BKKPN Kupang


peningkatan kapasitas kapasitas bagi pengelola dan masyarakat peduli setasea di Tim P4KKP Laut
dalam mendukung tim lokal secara langsung tiap kabupaten didalam TNP Sawu
pengelolaan setasea bersamaan dengan kegiatan Laut Sawu yang mampu Pemprov NTT
survei dan penelitian (misal: untuk melakukan Pemda Kabupaten
penanganan paus terdampar, penanganan setasea Masyarakat
survey setasea, incidental terdampar LSM
monitoring) - Adanya protocol
penanganan dan
penyelamatan setasea
terdampar di TNP Laut Sawu
- Tersedianya SDM pengelola
yang mampu untuk
melakukan survey dan
penelitian tentang setasea

315
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan wisata Studi kelayakan wisata Dokumen Studi yang BKKPN Kupang
melihat setasea melihat paus dan lumba- mencakup analisis kelayakan LSM
lumba dan rekomendasi lokasi-
lokasi yang layak untuk
wisata melihat paus dan
lumba-lumba dan aspek
yang berkaitan lainnya

Pengurangan ancaman Kampanye Polusi di Laut - Adanya kerjasama dengan BKKPN Kupang
setasea dari limbah dan (Plastik, sampah, dll) di pada angkutan perairan yang Dishub NTT
polusi di laut angkutan feri, kapal, dll. melintas pada perairan TNP Dishub Kabupaten
Laut Sawu untuk PT. ASDP
mengurangi ancaman Indonesia Ferry
terhadap setasea dari limbah DKP Provinsi NTT
dan polusi di laut DKP Kabupaten
- Tersedianya sarana dan LSM
prasarana kebersihan pada
alat angkut yang melintas di
TNP Laut Sawu
- Tersedianya publikasi
polusi di laut (stiker, papan
informasi larangan ataupun
melalui suara/mikrofon )
pada angkutan perairan

316
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penelitian, Melakukan kegiatan Penyusunan rencana Rencana penelitian dan BKKPN Kupang
pengembangan penelitian dan penelitian dan pengembangan pengembangan teknologi Uniconsufish
dan penerapan pengembangan teknologi perikanan budidaya perikanan budidaya DKP Provinsi NTT
ilmu dan teknologi perikanan DKP Kabupaten
teknologi budidaya LSM
kelautan
Inventarisasi, identifikasi dan Pengembangan teknologi BKKPN Kupang
analisis kebutuhan perikanan budidaya Uniconsufish
pengembangan teknologi berdasarkan hasil DKP Provinsi NTT
perikanan budidaya inventarisasi, identifikasi dan DKP Kabupaten
analisis kebutuhan LSM

Melakukan kegiatan Penyusunan rencana Rencana penelitian dan BKKPN Kupang


penelitian dan penelitian dan pengembangan pengembangan teknologi Uniconsufish
pengembangan teknologi perikanan tangkap perikanan tangkap DKP Provinsi NTT
teknologi perikanan DKP Kabupaten
tangkap yang ramah LSM
lingkungan untuk
mendukung perikanan Inventarisasi, identifikasi dan Pengembangan teknologi BKKPN Kupang
yang berkelanjutan analisis kebutuhan perikanan tangkap Uniconsufish
pengembangan teknologi berdasarkan hasil DKP Provinsi NTT
perikanan tangkap yang inventarisasi, identifikasi dan DKP Kabupaten
ramah lingkungan analisis kebutuhan LSM

317
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Kerjasama untuk pengkajian Adanya MoU kerjasama BKKPN Kupang


metode dan alat tangkap yang antara pengelola dan pihak Pemprov NTT
ramah lingkungan yang relevan dan Pemda Kabupaten
terlaksananya kerjasama Uniconsufish
untuk pengkajian metode LIPI
dan alat tangkap yang ramah LSM
lingkungan Lembaga lain

Survey pendugaan stok jenis Laporan survey pendugaan BKKPN Kupang


ikan ekonomis penting dan stok jenis ikan ekonomis Uniconsufish
kritis penting dan kritis Komnaskajiskan
DKP Provinsi NTT
DKP Kabupaten
LSM

Pengelolaan Pengelolaan keamanan Rapat koordinasi antara Tersedianya sistem dan BKKPN Kupang
pelayaran dan kenyamanan Lembaga Pengelola dengan koordinasi yang disepakati Dishub NTT
pelayaran dinas terkait untuk parapihak dalam pengelolaan Dishub Kabupaten
pengelolaan alur pelayaran keamanan dan pelayaran PT. ASDP
Indonesia Ferry

Monitoring dan Monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi Terlaksananya monitoring BKKPN Kupang
evaluasi dengan menggunakan dengan menggunakan dan evaluasi dengan
perangkat Pedoman perangkat Pedoman Teknis E- menggunakan perangkat
Teknis E-KKP3K KKP3K (Evaluasi Efektivitas Pedoman Teknis E-KKP3K
(Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan (Evaluasi Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Pengelolaan Kawasan
Konservasi Perairan, dan Pulau-Pulau Kecil) Konservasi Perairan, Pesisir
Pesisir dan Pulau-Pulau dan Pulau-Pulau Kecil)

318
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Kecil)

3 Penguatan Peningkatan Kampanye Konservasi Diskusi Rutin Penyadaran Meningkatnya kesadaran BKKPN Kupang
sosial kesadaran Perairan dan Konservasi Perairan dengan masyarakat akan arti penting Tokoh Masyarakat
ekonomi dan masyarakat dan Penyebaran Informasi kelompok masyarakat dan konservasi perairan LSM
budaya pendidikan TNP Laut Sawu penerima manfaat lainnya di
lingkungan wilayah TNP Laut Sawu

Kampanye Penyadaran Meningkatnya kesadaran BKKPN Kupang


Konservasi Perairan dan masyarakat akan arti penting Tokoh Masyarakat
penyebarluasan informasi konservasi perairan serta LSM
Peraturan dan Perundang- peraturan perundangan-
undangan yang terkait dengan undangan yang berkaitan
pengelolaan TNP Laut Sawu dengan pengelolaan TNP
Laut Sawu

Pembentukan dan Identifikasi kelompok Teridentifikasinya kelompok- BKKPN Kupang


pembinaan kelompok masyarakat peduli konservasi kelompok masyarakat peduli Pemda Kabupaten
masyarakat peduli perairan konservasi LSM
konservasi perairan
Pembentukan dan pelatihan Terbentuk dan terlatihnya BKKPN Kupang
Kelompok masyarakat peduli Kelompok masyarakat peduli Tokoh Masyarakat
konservasi perairan konservasi perairan di Pemda Kabupaten
masing-masing Kabupaten di LSM

319
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

dalam TNP Laut Sawu


Monitoring dan evaluasi BKKPN Kupang
kegiatan kelompok Tokoh Masyarakat
masyarakat peduli konservasi Pemda Kabupaten
perairan LSM

Kerjasama Pengembangan kurikulum Kurikulum muatan lokal BKKPN Kupang


pengembangan muatan lokal berbasis berbasis konservasi perairan Dinas Pendidikan
kurikulum muatan konservasi perairan yang diterapkan di SD dan Kabupaten
lokal berbasis SMP di Kabupaten- LSM
konservasi perairan dan Kabupaten di dalam TNP
penerapannya di Pelatihan dan penyegaran Laut Sawu BKKPN Kupang
sekolah dasar dan guru konservasi Dinas Pendidikan
menengah Kabupaten
LSM

Kerja sama kegiatan luar kelas BKKPN Kupang


Dinas Pendidikan
Kabupaten

Evaluasi BKKPN Kupang


Dinas Pendidikan
Kabupaten

Pengembangan Penyebaran informasi Penyiapan materi/program Informasi mengenai TNP BKKPN Kupang
mekanisme melalui media massa Laut Sawu tersebar luas LSM
penyebarluasan (Website, TV, Radio, melalui media massa
informasi dan Surat Kabar dan Update Ragam Informasi yang BKKPN Kupang
komunikasi TNP majalah) berkaitan dengan TNP Laut LSM
Sawu

320
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Laut Sawu
Diskusi Rutin dengan Jurnalis BKKPN Kupang
Lokal NTT LSM

Pembuatan press release BKKPN Kupang


LSM

Memfasilitasi kunjungan/ BKKPN Kupang


peliputan media LSM

Desain dan Pembuatan Perancangan desain dan Terbitnya material publikasi BKKPN Kupang
Material Publikasi TNP materi, pencetakan bahan, TNP Laut Sawu secara LSM
Laut Sawu penyebarluasan dan evaluasi berkala

Penyebaran Informasi Partisipasi dalam kegiatan Informasi mengenai TNP BKKPN Kupang
TNP Laut Sawu melalui Pameran, Eksebisi, Festival di Laut Sawu disebarluaskan LSM
ragam kegiatan Publik tingkat lokal,regional, nasional melalui kegiatan-kegiatan di
dan internasional tingkat lokal, regional,
nasional dan internasional

Pengembangan Pengembangan Pelatihan perancangan dan Terlaksananya pelatihan BKKPN Kupang


partisipasi kapasitas masyarakat pengelolaan kawasan perancangan dan LSM
masyarakat dalam pemanfaatan konservasi laut pengelolaan kawasan
sumberdaya kelautan konservasi laut
dan perikanan secara
lestari

321
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penguatan keterlibatan Penguatan kelompok- Terlaksananya pertemuan BKKPN Kupang


masyarakat dalam kelompok pengguna reguler kelompok-kelompok Tokoh Masyarakat
pengelolaan TNP Laut sumberdaya (nelayan dan pengguna sumberdaya LSM Lokal
Sawu pembudidaya) melalui (nelayan dan pembudidaya) LSM
pertemuan reguler dan dan pelatihan
pelatihan pengorganisasian pengorganisasian
masyarakat masyarakat

Partisipasi masyarakat Pengembangan pengawasan Mekanisme pengawasan BKKPN Kupang


dalam pengelolaan TNP berbasis masyarakat berbasis masyarakat DKP Kabupaten
Laut Sawu LSM

Fasilitasi pembentukan Terbentuknya kelompok DKP Kabupaten


kelompok masyarakat masyarakat pengawas di BKKPN Kupang
pengawas masing-masing daerah di LSM
dalam TNP Laut Sawu

Pemberdayaan Penguatan kapasitas Pelatihan manajemen usaha Kapasitas masyarakat DKP Kabupaten
masyarakat masyarakat pengguna dan teknis usaha perikanan meningkat dalam BKKPN Kupang
pesisir sumberdaya laut yang berkelanjutan manajemen usaha perikanan Uniconsufish
dan teknis usaha perikanan
yang berkelanjutan

Pelatihan teknis mitigasi Kapasitas dan pengetahuan DKP Kabupaten


bencana masyarakat meningkat BKKPN Kupang
dalam upaya mitigasi Uniconsufish
bencana

322
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan usaha Bantuan modal kerja untuk Meningkatnya usaha DKP Kabupaten
ekonomi masyarakat meningkatkan skala usaha masyarakat DKP Provinsi
pengguna sumberdaya masyarakat pengguna
kelautan dan perikanan sumberdaya kelautan dan
di dalam TNP laut Sawu perikanan

Pengembangan Pengembangan mata Studi pengembangan mata Mata pencaharian alternatif BKKPN Kupang
mata pencaharian pencaharian alternatif untuk yang cocok Pemprov NTT
pencaharian masyarakat secara mengurangi tekanan atas diimplementasikan di Pemda Kabupaten
yang berkelanjutan sumberdaya dan masing-masing daerah LSM
berkelanjutan (Sustainable livelihood) meningkatkan peluang- berdasarkan survey dan
peluang ekonomi masyarakat analisis

Demplot dan pelatihan untuk Adanya demplot dan BKKPN Kupang


pengembangan mata pelatihan mata pencaharian Pemprov NTT
pencaharian alternative alternative masyarakat yang Pemda Kabupaten
masyarakat dan diprioritaskan diprioritaskan masyarakat di LSM Lokal
masyarakat di sekitar zona sekitar zona pemanfaatan LSM
pemanfaatan pariwisata alam pariwisata alam perairan,
perairan, zona inti dan zona zona inti dan zona
pemanfaatan pariwisata dan pemanfaatan pariwisata dan
budidaya budidaya yang kemudian
direplikasi di daerah lainnya

323
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pelatihan dan pengembangan Terlaksananya pelatihan dan BKKPN Kupang


ekowisata bagi kelompok pengembangan ekowisata Disbudpar NTT
masyarakat di dalam TNP Laut bagi kelompok masyarakat di Disbudpar
Sawu dan diprioritaskan dalam TNP Laut Sawu dan Kabupaten
masyarakat di sekitar zona diprioritaskan masyarakat di LSM Lokal
pemanfaatan pariwisata alam sekitar zona pemanfaatan LSM
perairan, zona inti dan zona pariwisata alam perairan,
pemanfaatan pariwisata dan zona inti dan zona
budidaya pemanfaatan pariwisata dan
budidaya

Pelestarian adat Pelestarian kearifan Identifikasi dan inventarisasi Data dan informasi kearifan BKKPN Kupang
dan budaya local masyarakat pesisir kearifan local masyarakat local masyarakat pesisir di LSM
masyarakat pesisir di dalam TNP Laut dalam TNP Laut Sawu
pesisir Sawu

Fasilitasi revitalisasi kearifan Terlaksananya revitalisasi BKKPN Kupang


local masyarakat pesisir yang kearifan local masyarakat LSM Lokal
mendukung konservasi dan pesisir yang mendukung LSM
pemanfaatan sumberdaya konservasi dan pemanfaatan
lestari sumberdaya lestari

Monitoring dan Monitoring persepsi Monitoring persepsi Terlaksananya monitoring BKKPN Kupang
evaluasi masyarakat terhadap persepsi masyarakat LSM
pengelolaan TNP Laut Sawu terhadap pengelolaan TNP
Laut Sawu

Monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi Terlaksananya monitoring BKKPN Kupang
program Kampanye Konservasi dan dan evaluasi Kampanye LSM

324
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penyebaran Informasi TNP Konservasi dan Penyebaran


Laut Sawu Informasi TNP Laut Sawu

Monitoring dan evaluasi Terlaksananya monitoring BKKPN Kupang


pelaksanaan demplot dan evaluasi pelaksanaan LSM
pengembangan mata demplot pengembangan mata
pencaharian alternative pencaharian alternative
masyarakat masyarakat

325
C. Rencana Jangka Menengah II (5 Tahun Kedua)

1. Penguatan Kelembagaan
Penguatan kelembagaan dilakukan melalui program:
a. peningkatan kapasitas kelembagaan pengelola TNP laut Sawu;
b. perencanaan dan pengendalian pengelolaan ;
c. pengembangan kelembagaan mandiri berbentuk Badan Layanan
Umum;
d. pengembangan sistem pengelolaan kolaborasi;
e. pengembangan kerja sama kemitraan pengelolaan TNP Laut Sawu;
f. pengembangan sistem pendanaan berkelanjutan TNP Laut Sawu;
g. penyelenggaraan urusan tata usaha dan rumah tangga perkantoran;
h. pengembangan peraturan yang mendukung pengelolaan TNP Laut
Sawu;
i. pengembangan jejaring kawasan konservasi perairan;
j. pengembangan Bank Data TNP Laut Sawu;
k. monitoring dan evaluasi.

2. Penguatan Pengelolaan Sumber Daya Kawasan


Penguatan pengelolaan sumber Daya kawasan dilakukan melalui program:
a. penataan kawasan TNP Laut Sawu;
b. pengelolaan perikanan tangkap dan budidaya laut yang
berkelanjutan;
c. pengelolaan keanekaragaman hayati dan ekosistem TNP Laut Sawu;
d. perlindungan, pengawasan dan pengamanan kawasan;
e. pengembangan industri kelautan yang lestari;
f. pengembangan Pengelolaan habitat perairan dalam;
g. pengembangan Pengelolaan menghadapi perubahan iklim;
h. pengelolaan populasi setasea;
i. penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi
kelautan;
j. pengelolaan pelayaran;
k. monitoring dan evaluasi program.

3. Penguatan Sosial, Ekonomi, dan Budaya


Penguatan sosial, ekonomi, dan budaya dilakukan melalui program:

a. peningkatan kesadaran masyarakat dan pendidikan lingkungan;


b. pengembangan mekanisme penyebarluasan informasi dan
komunikasi TNP Laut Sawu;
c. pengembangan partisipasi masyarakat;

326
d. pemberdayaan masyarakat pesisir;
e. pelestarian adat dan budaya masyarakat pesisir;
f. monitoring dan evaluasi.

Dengan program dan rencana kegiatan pengelolaan sebagaimana


terdapat dalam matriks sebagai berikut.

327
MATRIK PROGRAM DAN RENCANA KEGIATAN PENGELOLAAN JANGKA MENENGAH 5 TAHUN KE – 2
TNP LAUT SAWU TAHUN 2019-2023

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

1 Penguatan Peningkatan Penyusunan rencana Menyusun kualifikasi dan Formasi personel TNP Laut BKKPN Kupang
Kelembagaan kapasitas formasi SDM pengelola klasifikasi kebutuhan SDM Sawu disusun berdasarkan
kelembagaan TNP Laut Sawu TNP Laut Sawu kualifikasi dan klasifikasi
pengelola TNP kebutuhan
laut Sawu
Rekruitmen SDM Formasi personel TNP Laut BKKPN Kupang
Sawu direkruit berdasarkan
kualifikasi dan klasifikasi
kebutuhan

Peningkatan Diklat/kursus/penyegaran, SDM Pengelola telah dididik BKKPN Kupang


kemampuan dan magang dan dilatih sesuai dengan
profesionalisme tupoksi untuk mengelola
pengelola TNP Laut TNP Laut Sawu
Sawu
Studi banding ke KKP lain Kemampuan pengelola BKKPN Kupang
yang telah dikelola dengan meningkat dalam mengelola LSM
baik TNP Laut Sawu dan
mendapatkan lesson learnt
yang dapat diaplikasikan
dalam pengelolaan TNP Laut
Sawu

328
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Peningkatan sarana Pengembangan dan Gedung kantor pengelola BKKPN Kupang


prasarana pembangunan gedung kantor TNP Laut Sawu terbangun
dan terpenuhi fasilitasnya
untuk menunjang
pengelolaan

Pengadaan alat dan mesin Alat dan mesin untuk BKKPN Kupang
menunjang aktifitas
pengelolaan

Pemeliharaan dan operasional Sarana prasarana terpelihara BKKPN Kupang


dan berfungsi dengan baik
untuk mendukung
pengelolaan

Perencanaan Penyusunan Rencana Penyusunan dan review Dokumen Rencana BKKPN Kupang
dan Pengelolaan TNP Laut Rencana Pengelolaan 20 Pengelolaan 20 Tahun TNP Tim P4KKP Laut
pengendalian Sawu Tahun TNP Laut Sawu Laut Sawu Sawu
pengelolaan Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
LSM

Penyusunan program dan Dokumen program dan BKKPN Kupang


rencana kegiatan pengelolaan rencana kegiatan Tim P4KKP Laut
jangka menengah 5 tahun pengelolaan jangka Sawu
menengah 5 tahun Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
LSM

329
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penyusunan rencana kerja Dokumen rencana kerja BKKPN Kupang


pengelolaan tahunan pengelolaan tahunan Tim P4KKP Laut
Sawu
Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
LSM

Sosialisasi dan konsultasi Adanya masukan dari BKKPN Kupang


publik Rencana Pengelolaan stakeholder dan masyarakat Tim P4KKP Laut
TNP Laut Sawu di tingkat untuk penyempurnaan Sawu
stakeholder dan masyarakat rencana pengelolaan TNP Pemprov NTT
Laut Sawu Pemda Kabupaten
LSM

Penyusunan Standar Penyusunan dan pelatihan - Dokumen SOP tentang BKKPN Kupang
Operasional Prosedur implementasi SOP tentang administrasi perkantoran
(SOP) pengelolaan dan administrasi perkantoran dan dan pengelolaan keuangan
pelatihan pelaksanaan pengelolaan keuangan - Adanya SDM pengelola
SOP yang terlatih dan
bertanggung jawab dalam
administrasi perkantoran
dan pengelolaan keuangan

Penyusunan SOP tentang Dokumen SOP tentang BKKPN Kupang


sarana prasarana sarana prasarana

330
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penyusunan SOP tentang Dokumen SOP tentang BKKPN Kupang


patroli reguler dan patroli patroli reguler dan patroli DKP Provinsi dan
bersama bersama Kabupaten
TNI AL
Polair
LSM

Penyusunan SOP tentang Dokumen SOP tentang BKKPN Kupang


penelitian dan pendidikan penelitian dan pendidikan

Penyusunan SOP tentang Dokumen SOP tentang BKKPN Kupang


pelaksanaan kegiatan pelaksanaan kegiatan Disbudpar Provinsi
pariwisata alam perairan pariwisata alam perairan dan Kabupaten

Penyusunan SOP tentang Dokumen SOP tentang BKKPN Kupang


pelaksanaan kegiatan pelaksanaan kegiatan DKP Provinsi dan
budidaya budidaya Kabupaten

Penyusunan SOP tentang Dokumen SOP tentang BKKPN Kupang


pelaksanaan kegiatan pelaksanaan kegiatan DKP Provinsi dan
perikanan tangkap perikanan tangkap Kabupaten

Penyusunan SOP dan


pelatihan monitoring sumber
daya:

331
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

a. Monitoring Pemetaan 1) Dokumen SOP BKKPN Kupang


Partisipatif Monitoring Pemetaan LSM
Partisipatif

2) Tenaga pengelola yang


terlatih dan bertanggung
jawab dalam pelaksanaan
monitoring pemetaan
partisipatif

b. Monitoring Manta Tow 1) Dokumen SOP BKKPN Kupang


Monitoring Manta Tow LSM

2) Tenaga pengelola yang


terlatih dan bertanggung
jawab dalam
pelaksanaan monitoring
manta tow

c. Monitoring Kesehatan 1) Dokumen SOP BKKPN Kupang


Karang (reef health Monitoring Kesehatan LSM
monitoring) Karang (Reef Health
Monitoring)

2) Tenaga pengelola yang


terlatih dan bertanggung
jawab dalam
pelaksanaan monitoring
Kesehatan Karang (Reef

332
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Health Monitoring)

d. Monitoring Ikan Karang 1) Dokumen SOP BKKPN Kupang


Monitoring Ikan Karang LSM

2) Tenaga pengelola yang


terlatih dan bertanggung
jawab dalam
pelaksanaan monitoring
Ikan Karang

e. Monitoring Insidental 1) Dokumen SOP BKKPN Kupang


Monitoring Insidental LSM

2) Tenaga pengelola yang


terlatih dan bertanggung
jawab dalam pelaksanaan
monitoring insidental

333
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

f. Monitoring 1) Dokumen SOP BKKPN Kupang


Pemanfaatan Sumber Monitoring Pemanfaatan LSM
Daya (Resource Use Sumber Daya (Resource
Monitoring) Use Monitoring)

2) Tenaga pengelola yang


terlatih dan bertanggung
jawab dalam pelaksanaan
monitoring Pemanfaatan
Sumber Daya (Resource
Use Monitoring)

g. Monitoring Lamun 1) Dokumen SOP BKKPN Kupang


Monitoring Lamun LSM

2) Tenaga pengelola yang


terlatih dan bertanggung
jawab dalam pelaksanaan
monitoring Lamun

h. Monitoring Mangrove 1) Dokumen SOP BKKPN Kupang


Monitoring Mangrove LSM

2) Tenaga pengelola yang


terlatih dan bertanggung
jawab dalam pelaksanaan
monitoring Mangrove

i. Monitoring Setasea 1) Dokumen SOP BKKPN Kupang

334
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Monitoring Setasea LSM

2) Tenaga pengelola yang


terlatih dan bertanggung
jawab dalam pelaksanaan
monitoring Setasea

j. Monitoring Penyu 1) Dokumen SOP BKKPN Kupang


Monitoring Penyu LSM

2) Tenaga pengelola yang


terlatih dan bertanggung
jawab dalam pelaksanaan
monitoring Penyu

k. Monitoring SPAG 1) Dokumen SOP BKKPN Kupang


(Spawning Aggregation Monitoring SPAG LSM
Site) (Spawning Aggregation
Site)

2) Tenaga pengelola yang


terlatih dan bertanggung
jawab dalam pelaksanaan
monitoring SPAG
(Spawning Aggregation
Site)

Pengembangan Pembentukan Membuat rancangan/model a. Mekanisme pengelolaan BKKPN Kupang


sistem mekanisme pengelolaan mekanisme pengelolaan kolaboratif Pemprov NTT
pengelolaan kolaborasi kolaborasi Pemda Kabupaten

335
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

kolaborasi LSM
b. MoU para pihak dalam
pengelolaan kolaboratif

c. Adanya forum pengelolaan


kolaborasi
Pembentukan Forum BKKPN Kupang
Pengelolaan Kolaborasi Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
LSM

Penerapan model mekanisme BKKPN Kupang


pengelolaan kolaborasi Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
LSM

Penguatan peran forum Memfasilitasi peningkatan Meningkatnya peran forum BKKPN Kupang
kolaborasi para Pihak kapasitas SDM forum kolaborasi para pihak Pemprov NTT
melalui peningkatan Pemda Kabupaten
kapasitas SDM dan LSM
koordinasi rutin
Koordinasi rutin dengan para BKKPN Kupang
pihak Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
LSM

Formulasi dan Merancang mekanisme Dokumen mekanisme BKKPN Kupang


penerapan mekanisme keluhan (Grievance keluhan yang disepakati Pemprov NTT
keluhan (Grievance Mechanism) para pihak yang relevan Pemda Kabupaten
LSM

336
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Mechanism)
Implementasi dan evaluasi Terlaksananya dan BKKPN Kupang
mekanisme keluhan terevaluasinya implementasi Pemprov NTT
(Grievance Mechanism) mekanisme keluhan Pemda Kabupaten
(Grievance Mechanism) LSM

Pengembangan Pengembangan Kerjasama teknis: penelitian, Adanya kerjasama teknis: BKKPN Kupang
kerjasama kerjasama dengan ilmu pengetahuan dan penelitian, ilmu pengetahuan Pemprov NTT
kemitraan institusi/lembaga/piha pendidikan (tenaga ahli) dan pendidikan (tenaga ahli) Pemda Kabupaten
pengelolaan TNP k lain dalam rangka Uniconsufish
Laut Sawu efektifitas dan LIPI
peningkatan kapasitas LSM
pengelolaan Lembaga lain
(pemerintah, LSM,
lembaga pendidikan, Kerjasama operasional Adanya kerjasama BKKPN Kupang
kelompok/lembaga pengelolaan (tenaga, dana, operasional pengelolaan Pemprov NTT
masyarakat) lingkup sarana prasarana) (tenaga, dana, sarana Pemda Kabupaten
lokal, regional, nasional prasarana) Uniconsufish
dan internasional LSM
Lembaga lain

Kerjasama dalam survey/ Adanya MoU kerjasama BKKPN Kupang


kajian dan penerapan IPTEK antara pengelola dan pihak Pemprov NTT
yang relevan dan Pemda Kabupaten
terlaksananya kerjasama Uniconsufish
LIPI
LSM
Lembaga lain

337
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Monitoring dan evaluasi Terlaksananya Monitoring BKKPN Kupang


kerjasama dan evaluasi kerjasama Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
Uniconsufish
LSM
Lembaga lain

Pengembangan Penyusunan MoU kerjasama MoU kerjasama pengelolaan BKKPN Kupang


mekanisme kerjasama pengelolaan TNP Laut Sawu TNP Laut Sawu Pemprov NTT
pengelolaan Pemda Kabupaten
LSM
Lembaga lain

Penyusunan rencana kerja Adanya rencana kerja BKKPN Kupang


bersama bersama Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
LSM
Lembaga lain

Pelaksanaan rencana kerja Terlaksananya rencana kerja BKKPN Kupang


bersama bersama Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
LSM
Lembaga lain

338
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Monitoring dan evaluasi Terlaksananya Monitoring BKKPN Kupang


bersama dan evaluasi bersama Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
LSM
Lembaga lain

Pengembangan Penyusunan rencana Penyusunan rincian Dokumen rencana anggaran BKKPN Kupang
sistem anggaran kebutuhan kebutuhan anggaran per tahunan LSM
pendanaan pengelolaan dan kegiatan
berkelanjutan peluang sumber
TNP Laut Sawu pendanaan Analisis peluang sumber Hasil analisis peluang BKKPN Kupang
berkelanjutan pendanaan yang sumber pendanaan yang LSM
berkelanjutan berkelanjutan

Pengembangan Penyusunan mekanisme a. Dokumen mekanisme BKKPN Kupang


mekanisme pendanaan pendanaan berkelanjutan pendanaan berkelanjutan Pemprov NTT
berkelanjutan LSM
b. Teralokasinya budget
Pengusulan pengalokasian pengelolaan secara BKKPN Kupang
budget pengelolaan secara kontinyu melalui APBN Pemprov NTT
kontinyu melalui APBN dan dan APBD Tingkat Pemda Kabupaten
APBD Tingkat Provinsi dan Provinsi dan Tingkat
Tingkat Kabupaten Kabupaten

339
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penggalian sumber dana lain c. Tersedianya sumber dana BKKPN Kupang


dari misalnya pemberlakuan lain dari misalnya
karcis masuk dan tarif atas pemberlakuan karcis
kegiatan wisata dalam masuk dan tarif atas
kawasan, menetapkan dana kegiatan wisata dalam
sanksi pelanggaran sesuai kawasan, menetapkan
aturan pengelolaan, dll. dana sanksi pelanggaran
sesuai aturan
pengelolaan, dll untuk
mendukung pelaksanaan
fungsi pengelolaan

Penetapan standar Penyusunan standar biaya Dokumen standar biaya BKKPN Kupang
biaya komponen komponen pengelolaan TNP komponen pengelolaan TNP
pengelolaan TNP Laut Laut Sawu berdasarkan Laut Sawu berdasarkan
Sawu syarat profesionalisme syarat profesionalisme

Akuntabilitas Pengelolaan keuangan Dokumen petunjuk BKKPN Kupang


pendanaan penggunaan anggaran
Administrasi keuangan BKKPN Kupang

Pelaporan BKKPN Kupang

Pengawasan BKKPN Kupang

Penyelenggaraa Pengelolaan gaji, Penyediaan gaji, honorarium Gaji, honorarium dan BKKPN Kupang
n urusan tata honorarium dan dan tunjangan tunjangan terkelola dengan
usaha dan tunjangan baik dan akuntabel

340
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

rumah tangga
perkantoran Penyelenggaraan Rapat-rapat Operasional perkantoran BKKPN Kupang
operasional koordinasi/konsultasi terselenggara dengan baik
perkantoran /kerja/dinas

Pengadaan ATK BKKPN Kupang

Langganan daya dan jasa BKKPN Kupang

Perawatan sarana dan Perawatan gedung/bangunan Sarana dan prasaranan BKKPN Kupang
prasarana pengelola terawat dan
Perawatan peralatan digunakan untuk menunjang BKKPN Kupang
pengelolaan
Perawatan angkutan air BKKPN Kupang

Perawatan kendaraan BKKPN Kupang


bermotor

Penyelenggaraan tata Pencetakan/penerbitan/peng Tata usaha perkantoran, BKKPN Kupang


usaha perkantoran, gandaan/laminasi/dokument kearsipan, perpustakaan dan
kearsipan, asi dokumentasi terlaksana
perpustakaan dan dengan baik
dokumentasi

341
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan Mendorong Dukungan dalam menyusun Adanya dukungan dari BKKPN Kupang
peraturan yang penyusunan rancangan draft akademik perda pengelola dalam menyusun Pemprov NTT
mendukung peraturan yang pengelolaan kolaboratif, draft akademik perda Pemda Kabupaten
pengelolaan TNP mendukung pengaturan alat tangkap, tata pengelolaan kolaboratif,
Laut Sawu pengelolaan TNP Laut ruang wilayah, pengaturan alat tangkap,
Sawu pemberlakukan karcis masuk tata ruang wilayah,
dan tarif atas kegiatan wisata pemberlakukan karcis
dalam kawasan masuk dan tarif atas
kegiatan wisata dalam
kawasan

Pengembangan Kerjasama antar unit Rapat koordinasi regular Terlaksananya rapat BKKPN Kupang
jejaring organisasi pengelola antar unit organisasi koordinasi regular antar unit BBKSDA NTT
kawasan pengelola organisasi pengelola Pemprov NTT
konservasi Pemda Kabupaten
perairan
Kerjasama dalam melakukan Adanya kerjasama dalam BKKPN Kupang
pengawasan kawasan dan melakukan pengawasan BBKSDA NTT
pelatihan kawasan dan pelatihan Pemprov NTT
Pemda Kabupaten

Pengembangan Pengembangan Merancang desain database a.Tersedianya SDM pengelola BKKPN Kupang
Bank Data TNP Database database. LSM
Laut Sawu
b. Desain database TNP Laut
Sawu

Pemasukan update data Data dan informasi BKKPN Kupang


terbaharui secara reguler

342
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penyajian dan pengelolaan Database TNP Laut Sawu BKKPN Kupang


data dikelola dan disajikan dalam
bentuk peta, laporan,
maupun terintegrasi didalam
website

Pembuatan Website Merancang desain website Desain website TNP Laut BKKPN Kupang
Sawu LSM

Pemasukan update data di a. Tersedianya SDM BKKPN Kupang


website pengelola website.

b. Website TNP Laut Sawu


selalu terupdate secara
regular

Penyajian dan pengelolaan Website TNP Laut Sawu bisa BKKPN Kupang
website diakses secara global oleh
semua kalangan dan dikelola
dan diupdate secara regular

Monitoring dan Monitoring dan evaluasi Melakukan monev internal Laporan monev internal dan BKKPN Kupang
evaluasi kelembagaan dan eksternal (monev eksternal (monev Pemprov NTT
kelembagaan, pendanaan dan kelembagaan, pendanaan Pemda Kabupaten
kerjasama/kemitraan) dan kerjasama/kemitraan)

2 Penguatan Penetapan Evaluasi rencana Penyusunan dokumen BKKPN Kupang


pengelolaan kawasan TNP penetapan kegiatan dan kajian yang Tersedianya dokumen Tim P4KKP Laut
sumber daya Laut telah dilaksanakan di TNP kegiatan dan pengkajian Sawu
yang telah dilakukan di TNP

343
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

kawasan Laut Sawu Laut Sawu sebagai bahan


masukan rencana penetapan
TNP Laut Sawu

Rapat koordinasi antara Adanya rencana penetapan BKKPN Kupang


Pemerintah Pusat dan Daerah TNP Laut Sawu yang telah Kementerian KP
serta stakeholder terkait disepakati bersama oleh Pemprov NTT
untuk membahas rencana pemerintah Pusat dan Pemda Kabupaten
penetapan TNP Laut Sawu Daerah serta stakeholder Tim P4KKP Laut
terkait Sawu
LSM

Rapat evaluasi rencana Adanya evaluasi rencana BKKPN Kupang


penetapan penetapan TNP Laut Sawu Kementerian KP
Pemprov NTT
Tim P4KKP Laut
Sawu
LSM

Surat Keputusan Penetapan kawasan TNP Laut Diterbitkannya SK Menteri BKKPN Kupang
Menteri Sawu dengan SK Menteri tentang penetapan kawasan Kementerian KP
Kelautan dan Perikanan TNP Laut Sawu, berdasarkan
rekomendasi Gubernur

Penunjukan unit Penunjukan unit organisasi Adanya unit organisasi BKKPN Kupang
organisasi pengelola pengelola kawasan dan pengelola kawasan yang Kementerian KP
disahkan dengan SK Menteri ditunjuk dan disahkan
Kelautan dan Perikanan dengan SK Menteri dengan
tugas pokok dan fungsi

344
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

sesuai dengan yang telah


ditentukan

Pengumuman dan Pengumuman dan sosialisasi Masyarakat di dalam BKKPN Kupang


sosialisasi ke ke masyarakat kawasan dan diluar TNP
masyarakat Laut Sawu mengetahui TNP
Laut Sawu telah ditetapkan

Penunjukan Panitia Penunjukan panitia penataan SK panitia penataan batas BKKPN Kupang
penataan batas batas kawasan yang yang ditetapkan oleh Menteri Kementerian KP
ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI
berdasarkan usulan dari
Direktur Jenderal atau
Gubernur

Penataan Batas Perancangan penataan batas Rancangan penataan batas Panitia Penataan
Kawasan kawasan; kawasan Batas
BKKPN Kupang

Pengukuran batas; Batas kawasan telah diukur Panitia Penataan


Batas
BKKPN Kupang

Pemetaan batas kawasan; Batas kawasan telah Panitia Penataan


dipetakan Batas
BKKPN Kupang

345
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pemasangan tanda batas dan Tanda batas dan papan BKKPN Kupang
pembuatan papan informasi informasi batas kawasan
batas kawasan; telah dibuat dan dipasang

Pembuatan berita acara tata Berita acara tata batas Panitia Penataan
batas; dan kawasan Batas
BKKPN Kupang

Pengesahan batas kawasan Batas kawasan TNP Laut Panitia Penataan


konservasi perairan Sawu disahkan ditetapkan Batas
dengan Keputusan Menteri, BKKPN Kupang
setelah berita acara tata
batas kawasan konservasi
perairan ditandatangani oleh
semua anggota panitia tata
batas

Sosialisasi penandaaan batas Masyarakat di dalam BKKPN Kupang


kawasan konservasi perairan; kawasan dan diluar TNP
Laut Sawu mengetahui batas
kawasan TNP Laut Sawu

Penataan Penataan kawasan Penataan zonasi TNP Laut Rencana Zonasi TNP Laut BKKPN Kupang
kawasan TNP Sawu Sawu disusun berdasarkan Tim P4KKP Laut
Laut Sawu data-data yang akurat dan Sawu
dianalisis secara LSM
komprehensif sesuai arahan
dari Permen 30 Tahun 2010
dan disepakati oleh

346
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

stakeholder dan masyarakat


di dalam TNP Laut Sawu

Padu serasi zonasi TNP Laut Zonasi TNP Laut Sawu BKKPN Kupang
Sawu dengan RTRW terintegrasi di dalam RTRW Pemprov NTT
Nasional/Provinsi/Kabupaten Nasional, RTRW Provinsi NTT Pemda Kabupaten
dan RTRW Kabupaten- Tim P4KKP Laut
Kabupaten di dalam TNP Sawu
Laut Sawu LSM

Penataan batas zonasi Adanya tanda batas zonasi Panitia Penataan


yang jelas dilapangan Batas
BKKPN Kupang

Rekonstruksi titik zonasi Titik-titik batas zonasi telah BKKPN Kupang


direkonstruksi sesuai Pemprov NTT
dengan survey lapangan dan Pemda Kabupaten
dipetakan Tim P4KKP Laut
Sawu
LSM

347
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pembuatan papan informasi Papan informasi batas-batas BKKPN Kupang


batas zonasi dan aturan zonasi yang telah
dalam zonasi menampilkan peraturan-
peraturan di masing-masing
zona TNP Laut Sawu

Dokumentasi zonasi Dokumen rekaman proses BKKPN Kupang


tahapan penyusunan
Rencana Zonasi TNP Laut
Sawu

Pengesahan Rencana Zonasi Rencana Zonasi TNP Laut BKKPN Kupang


TNP Laut Sawu oleh Menteri Sawu disahkan oleh Menteri Kementerian KP
Kelautan dan Perikanan yang Kelautan dan Perikanan
sebelumnya sudah disetujui yang sebelumnya sudah
oleh Gubernur Provinsi NTT disetujui oleh Gubernur
Provinsi NTT

Sosialisasi dan konsultasi Rencana zonasi TNP Laut BKKPN Kupang


publik zonasi TNP Laut Sawu Sawu disosialisasikan dan Pemprov NTT
ke tingkat stakeholder dan dikonsultasi publikkan ke Pemda Kabupaten
masyarakat di dalam dan tingkat stakeholder dan Tim P4KKP Laut
sekitar kawasan TNP Laut masyarakat di dalam dan Sawu
Sawu sekitar kawasan TNP Laut LSM
Sawu dan mendapatkan
kesepakatan dari
stakeholder dan masyarakat

348
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengelolaan Pembuatan aturan/ Formulasi kebutuhan aturan/ Kebutuhan aturan/ batasan BKKPN Kupang
perikanan batasan alat tangkap, batasan alat tangkap, ukuran alat tangkap, ukuran dan DKP Prov NTT
tangkap dan ukuran ikan yang dan jenis ikan yang boleh jenis ikan yang boleh DKP Kabupaten
budidaya laut ditangkap, daerah ditangkap, daerah fishing ditangkap, daerah fishing Tim P4KKP Laut
yang fishing ground, dan ground, dan musim ground, dan musim Sawu
berkelanjutan musim tangkapan tangkapan di masing-masing tangkapan di masing- LSM
dengan pendekatan zona di dalam TNP Laut Sawu masing zona di dalam TNP
zonasi berdasarkan informasi terkini. Laut Sawu berdasarkan
informasi terkini.

Pembuatan aturan/batasan Aturan/batasan alat BKKPN Kupang


alat tangkap, ukuran dan tangkap, ukuran dan jenis DKP Prov NTT
jenis ikan yang boleh ikan yang boleh ditangkap, DKP Kabupaten
ditangkap, daerah fishing daerah fishing ground, dan Tim P4KKP Laut
ground, dan musim musim tangkapan di masing- Sawu
tangkapan di masing-masing masing zona di dalam TNP LSM
zona di dalam TNP Laut Laut Sawu berdasarkan
Sawu. formulasi dan analisis
kebutuhan serta didukung
kajian yang komprehensif

Pembuatan pedoman Koordinasi dengan instansi Pedoman mekanisme BKKPN Kupang


mekanisme kolaborasi terkait di dalam TNP Laut perijinan dan rekomendasi Pemprov NTT
perijinan bagi Sawu terkait dengan bagi perikanan tangkap dan DKP Prov NTT
perikanan tangkap dan penyusunan mekanisme budidaya di dalam TNP Laut DKP Kabupaten
budidaya perijinan dan rekomendasi Sawu yang disepakati semua LSM
bagi perikanan tangkap dan pihak
budidaya

349
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penyusunan pedoman BKKPN Kupang


mekanisme perijinan dan Pemprov NTT
rekomendasi bagi perikanan DKP Prov NTT
tangkap dan budidaya DKP
Kabupaten/KPSP
(Kantor Pelayanan
Satu Pintu)
LSM

Pelaksanaan mekanisme Terlaksananya mekanisme BKKPN Kupang


perijinan dan rekomendasi perijinan dan pemberian DKP Prov NTT
bagi perikanan tangkap dan rekomendasi bagi perikanan DKP
budidaya tangkap dan budidaya sesuai Kabupaten/KPSP
dengan pedomannya (Kantor Pelayanan
Satu Pintu)
LSM

Mencegah dan Pengusulan perda khusus Perda khusus tentang hal- BKKPN Kupang
merintangi praktek tentang hal-hal yang tidak hal yang tidak diatur dalam DKP Prov NTT
perikanan yg menyalahi diatur dalam perundangan perundangan dan TNP Laut DKP Kabupaten
hukum, tidak dan TNP Laut Sawu Sawu Tim P4KKP Laut
dilaporkan dan tidak di Sawu
atur (IUU fishing) di Uniconsufish
dalam TNP Laut Sawu. LSM

Pengelolaan Survey dan monitoring Rapid Ecological Asessment a. Tersedianya petugas dari BKKPN Kupang
keanekaragama sumber daya kelautan (10 tahun sekali) pengelola yang memiliki LIPI
n hayati dan dan perikanan keahlian khusus dalam Uniconsufish

350
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

ekosistem TNP kegiatan monitoring.


Laut Sawu Monitoring Manta Tow (2 BKKPN Kupang
tahun sekali) b. Survey dan monitoring
sumber daya kelautan
Monitoring Kesehatan dan perikanan BKKPN Kupang
Terumbu Karang (2 tahun terlaksana sesuai
sekali) dengan SOP masing-
masing monitoring dan
Monitoring Penyu (setiap hasilnya digunakan BKKPN Kupang
bulan) sebagai bahan dalam
pengambilan kebijakan
Monitoring Mangrove (2 tahun pengelolaan yang adaptif BKKPN Kupang
sekali)

Monitoring Lamun (2 tahun BKKPN Kupang


sekali)

Monitoring SPAGS (setiap BKKPN Kupang


bulan)

Monitoring Setasea (setiap BKKPN Kupang


tahun) LSM

Monitoring Pemanfaatan BKKPN Kupang


Sumberdaya (Resource use DKP Prov NTT
monitoring) (setiap bulan) DKP Kabupaten

Pengelolaan ekosistem, a. Pemulihan/rehabilitasi Terlaksananya kegiatan BKKPN Kupang


habitat dan populasi habitat sumber daya rehabilitasi pada lokasi- DKP Prov NTT
lokasi di dalam kawasan DKP Kabupaten

351
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

yang perlu direhabilitasi Uniconsufish


berdasarkan kajian yang
sebelumnya dilakukan

b. Restocking sumber daya Terlaksananya kegiatan BKKPN Kupang


restocking sumberdaya DKP Prov NTT
sesuai kebutuhan DKP Kabupaten
berdasarkan kajian yang Uniconsufish
sebelumnya dilakukan

Perlindungan, Pengamanan kawasan 1. Patroli pengamanan 1) Patroli pengamanan


pengawasan TNP Laut Sawu fungsional : dilakukan oleh pengelola
dan sesuai dengan SOP
pengamanan a. Patroli rutin/reguler patroli yang telah BKKPN Kupang
kawasan disusun
b. Patroli BKKPN Kupang
mendadak/insidentil 2) Berkurangnya
pelanggaran dan
gangguan di dalam
kawasan

2. Patroli pengamanan 1) Patroli pengamanan


bersama/joint patrol: dilakukan secara

352
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

bersama dengan
a. Patroli rutin/reguler stakeholder-stakeholder BKKPN Kupang
terkait (PPNS DKP, TNI DKP Provinsi
AL, Polair) dan DKP Kabupaten
masyarakat sesuai TNI AL
dengan SOP patroli Polair
bersama yang telah Masyarakat
disusun dan disepakati
b. Patroli BKKPN Kupang
mendadak/insidentil 2) Berkurangnya DKP Provinsi
pelanggaran dan DKP Kabupaten
gangguan di dalam TNI AL
kawasan Polair
Masyarakat

3. Pemetan daerah rawan Peta daerah rawan BKKPN Kupang


pelanggaran dan gangguan pelanggaran dan gangguan DKP Provinsi
DKP Kabupaten
TNI AL
Polair
Masyarakat

Penyusunan a. Penyusunan mekanisme Mekanisme pelaporan BKKPN Kupang


mekanisme pelaporan pelaporan pelanggaran pelanggaran
pelanggaran
b. Pembuatan pusat layanan Adanya pusat layanan BKKPN Kupang
pelaporan pelanggaran pelaporan pelanggaran

353
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

c. Sosialisasi ke masyarakat Masyarakat dan stakeholder BKKPN Kupang


dan stakeholder terkait di terkait di dalam kawasan DKP Kabupaten
dalam kawasan TNP Laut TNP Laut Sawu mengetahui
Sawu tentang mekanisme bagaimana penyampaian
pelaporan pelanggaran pelaporan pelanggaran
sesuai mekanisme yang telah
disusun ke pusat pelaporan
pelanggaran

Penegakan hukum atas Proses hukum/penyelesaian Semua kasus pelanggaran BKKPN Kupang
pelanggaran dan kasus secara hukum dalam kawasan TNP Laut DKP Provinsi NTT
gangguan dalam Sawu diselesaikan secara DKP Kabupaten
kawasan TNP Laut hukum sesuai dengan Polair
Sawu peraturan perundangan yang TNI AL
berlaku

Pengembangan Pengembangan a. Studi pengembangan Laporan studi BKKPN Kupang


industri bioteknologi kelautan bioteknologi kelautan pengembangan bioteknologi Uniconsufish
kelautan yang kelautan Universitas
lestari Pemerintah Pusat

b. Kemitraan dalam Adanya kerjasama dalam BKKPN Kupang


pengembangan pengembangan bioteknologi Uniconsufish
bioteknologi kelautan kelautan Universitas
Pemerintah Pusat

354
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

c. Percontohan Percontohan pengembangan BKKPN Kupang


pengembangan bioteknologi kelautan Uniconsufish
bioteknologi kelautan Universitas
Pemerintah Pusat

Pengembangan energi a. Studi pengembangan Laporan studi BKKPN Kupang


terbarukan energi terbarukan pengembangan energi Universitas
terbarukan Pemerintah Pusat

b. Kemitraan dalam Adanya kerjasama dalam BKKPN Kupang


pengembangan energi pengembangan dan Universitas
terbarukan pengelolaan energi Pemerintah Pusat
terbarukan

c. Percontohan Percontohan pengembangan BKKPN Kupang


pengembangan energi energi terbarukan Universitas
terbarukan Pemerintah Pusat

Pengembangan Pengembangan wisata a. Promosi dan penyebaran - Tersedia desain teknik Disbudpar Provinsi
pemanfaatan bahari dan wisata informasi potensi pengembangan sarana NTT
jasa lingkungan budaya pariwisata TNP laut Sawu prasarana wisata di zona Disbudpar
dan wisata alam (expose) pemanfaatan pariwisata Kabupaten
- Mekanisme perijinan BKKPN
pengusahaan pariwisata
b. Rapat koordinasi yang dapat membangun Disbudpar Provinsi
pengembangan iklim investasi dan ijin NTT
pengelolaan wisata pariwisata (ijin masuk) Disbudpar
- Adanya dampak dan Kabupaten
manfaat ekonomi secara BKKPN

355
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

nyata bagi masyarakat dan


c. Peningkatan sarana dan Pemerintah Daerah Disbudpar Provinsi
prasarana destinasi wisata NTT
Disbudpar
Kabupaten
BKKPN

d. Pemberlakukan ijin dan BKKPN Kupang


karcis masuk Disbudpar Provinsi
NTT
Disbudpar
Kabupaten

e. Penetapan dan BKKPN Kupang


pemberlakuan mekanisme Disbudpar Provinsi
perizinan dan standarisasi NTT
usaha pariwisata alam dan Disbudpar
budaya di dalam TNP Laut Kabupaten
Sawu

Pengembangan Studi dan kajian Studi kerawanan bencana Laporan studi kerawanan BNPB
Sistem kerawanan bencana di dan mitigasi bencana di bencana dan mitigasi BPBD
Pemantauan dalam TNP Laut Sawu dalam TNP Laut Sawu bencana di dalam TNP Laut DKP Provinsi
dan Sawu Pemprov NTT
penanggulangan Pemda Kabupaten
bencana alam BKKPN Kupang

356
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

secara
kolaboratif Sosialisasi Sosialisasi penanggulangan Masyarakat dan stakeholder BNPB
dengan penanggulangan bencana ke masyarakat dan mengetahui ancaman BPBD
stakeholder bencana stakeholder bencana di lokasinya dan DKP Provinsi
terkait bagaimana Pemprov NTT
penanggulangannya Pemda Kabupaten
BKKPN Kupang

Pelatihan dan simulasi Pelatihan dan simulasi Terlaksananya pelatihan dan BNPB
penanggulangan penanggulangan bencana simulasi penanggulangan BPBD
bencana bencana secara kolaboratif DKP Provinsi
dengan stakeholder terkait Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
BKKPN Kupang

Pengembangan fasilitas Pengembangan fasilitas Adanya pengembangan BNPB


evakuasi dan evakuasi dan pemulihan fasilitas evakuasi pada saat BPBD
pemulihan bencana alam dan DKP Provinsi
pemulihan pasca terjadinya Pemprov NTT
bencana alam secara Pemda Kabupaten
kolaboratif dengan BKKPN Kupang
stakeholder terkait

Pengembangan Pengumpulan data dan Pengumpulan data dan Data dan informasi habitat BKKPN Kupang
Pengelolaan informasi habitat informasi habitat perairan perairan dalam Uniconsufish
habitat perairan perairan dalam dalam Universitas
dalam Pemerintah Pusat
LSM

357
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Studi pengembangan Studi pengembangan dan Laporan Studi BKKPN Kupang


dan pengelolaan habitat pengelolaan habitat perairan pengembangan dan Uniconsufish
perairan dalam serta dalam serta pemanfaatan pengelolaan habitat perairan Universitas
pemanfaatan sumberdaya laut dalam dalam serta pemanfaatan Pemerintah Pusat
sumberdaya laut dalam sumberdaya laut dalam LSM

Pengembangan Kolaborasi antara unit Rapat koordinasi regular Adanya koordinasi dan Pemerintah Pusat
Pengelolaan pengelola, lembaga antara unit dengan kerjasama dalam Pemprov NTT
menghadapi pemerintah, organisasi stakeholder terkait dalam pelaksanaan pengelolaan Pemda Kabupaten
perubahan iklim konservasi, sektor membahas kolaborasi menghadapi perubahan iklim BKKPN Kupang
swasta, dan pengelolaan menghadapi LSM
masyarakat lokal dalam perubahan iklim
pengelolaan
menghadapi perubahan
iklim

Sosialisasi dan Sosialisasi dan penyebaran Masyarakat dan stakeholder BKKPN Kupang
penyebaran informasi informasi tentang perubahan terkait di dalam kawasan Pemerintah Pusat
tentang perubahan iklim di dalam TNP Laut Sawu TNP Laut Sawu mengetahui Pemprov NTT
iklim di dalam TNP Laut ke masyarakat dan informasi mengenai dampak Pemda Kabupaten
Sawu ke masyarakat stakeholder terkait perubahan iklim dan LSM
dan stakeholder terkait bagaimana mitigasinya

Penerapan manajemen Penerapan manajemen Tersedianya mekanisme BKKPN Kupang


adaptif di TNP laut adaptif untuk memungkinkan untuk mengatasi
Sawu untuk respon yang efektif terhadap ketidakpastian perubahan
memungkinkan respon perubahan iklim iklim, melindungi daerah-
yang efektif terhadap daerah kritis yang tahan
perubahan iklim, terhadap perubahan iklim

358
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

tuntutan, dan tekanan dan yang berfungsi sebagai


pada kawasan tempat perlindungan untuk
mensuplai daerah yang
terkena dampak, memahami
dan mempertahankan
konektivitas antara habitat
untuk meningkatkan
penambahan kembali secara
bersama-sama dan
pemulihan untuk menjaga
hubungan fungsional antar
habitat terkait serta
mengelola ekosistem agar
kesehatan dan
ketahanannya tetap terjaga
dengan memonitor beberapa
indikator keefektifan
tindakan ini sebagai dasar
bagi pengelolaan adaptif.

Penguatan dukungan Studi identifikasi dan Laporan studi identifikasi BKKPN Kupang
ilmiah untuk TNP Laut inventarisasi daerah-daerah dan inventarisasi daerah- LSM
Sawu agar sesuai serta sumberdaya hayati yang daerah serta sumberdaya
dengan kondisi local resilient dan rawan terhadap hayati yang resilient dan
untuk memastikan perubahan iklim rawan terhadap perubahan
kawasan dikelola, iklim

359
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

dirancang dan berhasil


bertahan terhadap Perancangan zonasi kawasan Rencana zonasi TNP Laut BKKPN Kupang
perubahan iklim. yang resilient terhadap Sawu yang resilient terhadap Pemprov NTT
perubahan iklim perubahan iklim Pemda Kabupaten
Tim P4KKP Laut
Sawu
LSM

Pengelolaan Kelengkapan data Survey setasea dengan Data dan analisis hasil BKKPN Kupang
populasi setasea untuk mendukung menggunakan kapal (cetacean survey setasea untuk Kementrian KP
zonasi dan pengelolaan boat survey) kemudian sebagai bahan Tim P4KKP Laut
setasea dalam pengambilan Sawu
kebijakan pengelolaan LSM
kawasan dan setasea

Pelibatan masyarakat dan Adanya kerjasama dengan BKKPN Kupang


operator wisata secara aktif masyarakat operator wisata Operator Wisata
untuk melaporkan untuk secara aktif Masyarakat
keberadaan paus melaporkan keberadaan LSM
(penampakan dan terdampar) paus (penampakan dan
terdampar) di TNP Laut sawu
a. Terbentuknya kelompok
Pengembangan dan Pelatihan dan peningkatan masyarakat peduli BKKPN Kupang
peningkatan kapasitas kapasitas bagi pengelola dan setasea di tiap kabupaten Tim P4KKP Laut
dalam mendukung tim lokal secara langsung didalam TNP Laut Sawu Sawu
pengelolaan setasea bersamaan dengan kegiatan yang mampu untuk Pemprov NTT
survei dan penelitian (misal: melakukan penanganan Pemda Kabupaten
penanganan paus terdampar, setasea terdampar Masyarakat
survey setasea, incidental b. Adanya protocol LSM
monitoring) penanganan dan

360
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

penyelamatan setasea
terdampar di TNP Laut
Sawu
c. Tersedianya SDM
pengelola yang mampu
untuk melakukan survey
dan penelitian tentang
setasea
Dokumen Studi yang
Pengembangan wisata Studi kelayakan wisata mencakup analisis BKKPN Kupang
melihat setasea melihat paus dan lumba- kelayakan dan rekomendasi LSM
lumba lokasi-lokasi yang layak
untuk wisata melihat paus
dan lumba-lumba dan aspek
yang berkaitan lainnya
a. Adanya kerjasama
Pengurangan ancaman Kampanye Polusi di Laut dengan angkutan BKKPN Kupang
setasea dari limbah dan (Plastik, sampah, dll) di pada perairan yang melintas Dishub NTT
polusi di laut angkutan feri, kapal, dll. pada perairan TNP Laut Dishub Kabupaten
Sawu untuk mengurangi PT. ASDP Indonesia
ancaman terhadap Ferry
setasea dari limbah dan DKP Provinsi NTT
polusi di laut DKP Kabupaten
b. Tersedianya sarana dan LSM
prasarana kebersihan
pada alat angkut yang
melintas di TNP Laut
Sawu
c. Tersedianya publikasi
polusi di laut (stiker,

361
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

papan informasi larangan


ataupun melalui
suara/mikrofon ) pada
angkutan perairan
Rencana penelitian dan
Penelitian, Melakukan kegiatan Penyusunan rencana pengembangan teknologi BKKPN Kupang
pengembangan penelitian dan penelitian dan pengembangan perikanan budidaya Uniconsufish
dan penerapan pengembangan teknologi perikanan budidaya DKP Provinsi NTT
ilmu dan teknologi perikanan DKP Kabupaten
teknologi budidaya LSM
kelautan
Inventarisasi, identifikasi dan Pengembangan teknologi BKKPN Kupang
analisis kebutuhan perikanan budidaya Uniconsufish
pengembangan teknologi berdasarkan hasil DKP Provinsi NTT
perikanan budidaya inventarisasi, identifikasi DKP Kabupaten
dan analisis kebutuhan LSM

Melakukan kegiatan Penyusunan rencana Rencana penelitian dan BKKPN Kupang


penelitian dan penelitian dan pengembangan pengembangan teknologi Uniconsufish
pengembangan teknologi perikanan tangkap perikanan tangkap DKP Provinsi NTT
teknologi perikanan DKP Kabupaten
tangkap yang ramah LSM
lingkungan untuk
mendukung perikanan Inventarisasi, identifikasi dan Pengembangan teknologi BKKPN Kupang
yang berkelanjutan analisis kebutuhan perikanan tangkap Uniconsufish
pengembangan teknologi berdasarkan hasil DKP Provinsi NTT
perikanan tangkap yang inventarisasi, identifikasi DKP Kabupaten
ramah lingkungan dan analisis kebutuhan LSM

362
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Kerjasama untuk pengkajian Adanya MoU kerjasama BKKPN Kupang


metode dan alat tangkap yang antara pengelola dan pihak Pemprov NTT
ramah lingkungan yang relevan dan Pemda Kabupaten
terlaksananya kerjasama Uniconsufish
untuk pengkajian metode LIPI
dan alat tangkap yang ramah LSM
lingkungan Lembaga lain

Survey pendugaan stok jenis Laporan survey pendugaan BKKPN Kupang


ikan ekonomis penting dan stok jenis ikan ekonomis Uniconsufish
kritis penting dan kritis Komnaskajiskan
DKP Provinsi NTT
DKP Kabupaten
LSM

Pengelolaan Pengelolaan keamanan Rapat koordinasi antara Tersedianya sistem dan BKKPN Kupang
pelayaran dan kenyamanan Lembaga Pengelola dengan koordinasi yang disepakati Dishub NTT
pelayaran dinas terkait untuk parapihak dalam Dishub Kabupaten
pengelolaan alur pelayaran pengelolaan keamanan dan PT. ASDP Indonesia
pelayaran Ferry

Monitoring dan Monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi Terlaksananya monitoring BKKPN Kupang
evaluasi dengan menggunakan dengan menggunakan dan evaluasi dengan
perangkat Pedoman perangkat Pedoman Teknis E- menggunakan perangkat
Teknis E-KKP3K KKP3K (Evaluasi Efektivitas Pedoman Teknis E-KKP3K
(Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan (Evaluasi Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Pengelolaan Kawasan
Konservasi Perairan, dan Pulau-Pulau Kecil) Konservasi Perairan, Pesisir
Pesisir dan Pulau-Pulau dan Pulau-Pulau Kecil)

363
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Kecil)

3 Penguatan Peningkatan Kampanye Konservasi Diskusi Rutin Penyadaran Meningkatnya kesadaran BKKPN Kupang
sosial kesadaran Perairan dan Konservasi Perairan dengan masyarakat akan arti Tokoh Masyarakat
ekonomi dan masyarakat dan Penyebaran Informasi kelompok masyarakat dan penting konservasi perairan LSM
budaya pendidikan TNP Laut Sawu penerima manfaat lainnya di
lingkungan wilayah TNP Laut Sawu

Kampanye Penyadaran Meningkatnya kesadaran BKKPN Kupang


Konservasi Perairan dan masyarakat akan arti Tokoh Masyarakat
penyebarluasan informasi penting konservasi perairan LSM
Peraturan dan Perundang- serta peraturan
undangan yang terkait perundangan-undangan
dengan pengelolaan TNP Laut yang berkaitan dengan
Sawu pengelolaan TNP Laut Sawu

Pembentukan dan Identifikasi kelompok Teridentifikasinya kelompok- BKKPN Kupang


pembinaan kelompok masyarakat peduli konservasi kelompok masyarakat peduli Pemda Kabupaten
masyarakat peduli perairan konservasi LSM
konservasi perairan
Pembentukan dan pelatihan Terbentuk dan terlatihnya BKKPN Kupang
Kelompok masyarakat peduli Kelompok masyarakat peduli Tokoh Masyarakat
konservasi perairan konservasi perairan di Pemda Kabupaten
masing-masing Kabupaten di LSM

364
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

dalam TNP Laut Sawu


Monitoring dan evaluasi BKKPN Kupang
kegiatan kelompok Tokoh Masyarakat
masyarakat peduli konservasi Pemda Kabupaten
perairan LSM

Kerjasama Pengembangan kurikulum Kurikulum muatan lokal BKKPN Kupang


pengembangan muatan lokal berbasis berbasis konservasi perairan Dinas Pendidikan
kurikulum muatan konservasi perairan yang diterapkan di SD dan Kabupaten
lokal berbasis SMP di Kabupaten- LSM
konservasi perairan dan Kabupaten di dalam TNP
penerapannya di Pelatihan dan penyegaran Laut Sawu BKKPN Kupang
sekolah dasar dan guru konservasi Dinas Pendidikan
menengah Kabupaten
LSM

Kerjasama kegiatan luar kelas BKKPN Kupang


Dinas Pendidikan
Kabupaten

Evaluasi BKKPN Kupang


Dinas Pendidikan
Kabupaten

Pengembangan Penyebaran informasi Penyiapan materi/program Informasi mengenai TNP BKKPN Kupang
mekanisme melalui media massa Laut Sawu tersebar luas LSM
penyebarluasan (Website, TV, Radio, melalui media massa
informasi dan Surat Kabar dan Update Ragam Informasi yang BKKPN Kupang
komunikasi TNP majalah) berkaitan dengan TNP Laut LSM
Sawu

365
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Laut Sawu
Diskusi Rutin dengan BKKPN Kupang
Jurnalis Lokal NTT LSM

Pembuatan press release BKKPN Kupang


LSM

Memfasilitasi BKKPN Kupang


kunjungan/peliputan media LSM

Desain dan Pembuatan Perancangan desain dan Terbitnya material publikasi BKKPN Kupang
Material Publikasi TNP materi, pencetakan bahan, TNP Laut Sawu secara LSM
Laut Sawu penyebarluasan dan evaluasi berkala

Penyebaran Informasi Partisipasi dalam kegiatan Informasi mengenai TNP BKKPN Kupang
TNP Laut Sawu melalui Pameran, Eksebisi, Festival di Laut Sawu disebarluaskan LSM
ragam kegiatan Publik tingkat lokal,regional, melalui kegiatan-kegiatan di
nasional dan internasional tingkat lokal, regional,
nasional dan internasional

Pengembangan Pengembangan Pelatihan perancangan dan Terlaksananya pelatihan BKKPN Kupang


partisipasi kapasitas masyarakat pengelolaan kawasan perancangan dan LSM
masyarakat dalam pemanfaatan konservasi laut pengelolaan kawasan
sumberdaya kelautan konservasi laut
dan perikanan secara
lestari

366
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penguatan keterlibatan Penguatan kelompok- Terlaksananya pertemuan BKKPN Kupang


masyarakat dalam kelompok pengguna reguler kelompok-kelompok Tokoh Masyarakat
pengelolaan TNP Laut sumberdaya (nelayan dan pengguna sumberdaya LSM Lokal
Sawu pembudidaya) melalui (nelayan dan pembudidaya) LSM
pertemuan reguler dan dan pelatihan
pelatihan pengorganisasian pengorganisasian
masyarakat masyarakat

Partisipasi masyarakat Pengembangan pengawasan Mekanisme pengawasan BKKPN Kupang


dalam pengelolaan TNP berbasis masyarakat berbasis masyarakat DKP Kabupaten
Laut Sawu LSM

Fasilitasi pembentukan Terbentuknya kelompok DKP Kabupaten


kelompok masyarakat masyarakat pengawas di BKKPN Kupang
pengawas masing-masing daerah di LSM
dalam TNP Laut Sawu

Pemberdayaan Penguatan kapasitas Pelatihan manajemen usaha Kapasitas masyarakat DKP Kabupaten
masyarakat masyarakat pengguna dan teknis usaha perikanan meningkat dalam BKKPN Kupang
pesisir sumberdaya laut yang berkelanjutan manajemen usaha perikanan Uniconsufish
dan teknis usaha perikanan
yang berkelanjutan

Pelatihan teknis mitigasi Kapasitas dan pengetahuan DKP Kabupaten


bencana masyarakat meningkat BKKPN Kupang
dalam upaya mitigasi Uniconsufish
bencana

367
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan usaha Bantuan modal kerja untuk Meningkatnya usaha DKP Kabupaten
ekonomi masyarakat meningkatkan skala usaha masyarakat DKP Provinsi
pengguna sumberdaya masyarakat pengguna
kelautan dan perikanan sumberdaya kelautan dan
di dalam TNP laut Sawu perikanan

Pengembangan Pengembangan mata Studi pengembangan mata Mata pencaharian alternatif BKKPN Kupang
mata pencaharian pencaharian alternatif untuk yang cocok Pemprov NTT
pencaharian masyarakat secara mengurangi tekanan atas diimplementasikan di Pemda Kabupaten
yang berkelanjutan sumberdaya dan masing-masing daerah LSM
berkelanjutan (Sustainable livelihood) meningkatkan peluang- berdasarkan survey dan
peluang ekonomi masyarakat analisis

Demplot dan pelatihan untuk Adanya demplot dan BKKPN Kupang


pengembangan mata pelatihan mata pencaharian Pemprov NTT
pencaharian alternative alternative masyarakat yang Pemda Kabupaten
masyarakat dan diprioritaskan masyarakat di LSM Lokal
diprioritaskan masyarakat di sekitar zona pemanfaatan LSM
sekitar zona pemanfaatan pariwisata alam perairan,
pariwisata alam perairan, zona inti dan zona
zona inti dan zona pemanfaatan pariwisata dan
pemanfaatan pariwisata dan budidaya yang kemudian
budidaya direplikasi di daerah lainnya

368
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pelatihan dan pengembangan Terlaksananya pelatihan dan BKKPN Kupang


ekowisata bagi kelompok pengembangan ekowisata Disbudpar NTT
masyarakat di dalam TNP bagi kelompok masyarakat di Disbudpar
Laut Sawu dan diprioritaskan dalam TNP Laut Sawu dan Kabupaten
masyarakat di sekitar zona diprioritaskan masyarakat di LSM Lokal
pemanfaatan pariwisata alam sekitar zona pemanfaatan LSM
perairan, zona inti dan zona pariwisata alam perairan,
pemanfaatan pariwisata dan zona inti dan zona
budidaya pemanfaatan pariwisata dan
budidaya

Pelestarian adat Pelestarian kearifan Identifikasi dan inventarisasi Data dan informasi kearifan BKKPN Kupang
dan budaya local masyarakat pesisir kearifan local masyarakat local masyarakat pesisir di LSM
masyarakat pesisir di dalam TNP Laut dalam TNP Laut Sawu
pesisir Sawu

Fasilitasi revitalisasi kearifan Terlaksananya revitalisasi BKKPN Kupang


local masyarakat pesisir yang kearifan local masyarakat LSM Lokal
mendukung konservasi dan pesisir yang mendukung LSM
pemanfaatan sumberdaya konservasi dan pemanfaatan
lestari sumberdaya lestari

Monitoring dan Monitoring persepsi Monitoring persepsi Terlaksananya monitoring BKKPN Kupang
evaluasi masyarakat terhadap persepsi masyarakat LSM
pengelolaan TNP Laut Sawu terhadap pengelolaan TNP
Laut Sawu

Monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi Terlaksananya monitoring BKKPN Kupang
program Kampanye Konservasi dan dan evaluasi Kampanye LSM

369
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penyebaran Informasi TNP Konservasi dan Penyebaran


Laut Sawu Informasi TNP Laut Sawu

Monitoring dan evaluasi Terlaksananya monitoring BKKPN Kupang


pelaksanaan demplot dan evaluasi pelaksanaan LSM
pengembangan mata demplot pengembangan
pencaharian alternative mata pencaharian alternative
masyarakat masyarakat

370
D. Rencana Jangka Menengah III (5 Tahun Ke-Tiga)
1. Penguatan Kelembagaan
Penguatan kelembagaan dilakukan melalui program:

a. peningkatan kapasitas kelembagaan pengelola TNP laut Sawu;


b. perencanaan dan pengendalian pengelolaan;
c. pengembangan kelembagaan mandiri berbentuk Badan Layanan
Umum;
d. pengembangan sistem pengelolaan kolaborasi;
e. pengembangan kerja sama kemitraan pengelolaan TNP Laut Sawu;
f. pengembangan sistem pendanaan berkelanjutan TNP Laut Sawu;
g. penyelenggaraan urusan tata usaha dan rumah tangga perkantoran;
h. pengembangan peraturan yang mendukung pengelolaan TNP Laut
Sawu;
i. pengembangan jejaring kawasan konservasi perairan;
j. pengembangan Bank Data TNP Laut Sawu;
k. monitoring dan evaluasi.
2. Penguatan Pengelolaan Sumber Daya Kawasan
Penguatan pengelolaan sumber daya kawasan dilakukan melalui program:
a. penataan kawasan TNP Laut Sawu;
b. pengelolaan perikanan tangkap dan budidaya laut yang
berkelanjutan;
c. pengelolaan keanekaragaman hayati dan ekosistem TNP Laut Sawu;
d. perlindungan, pengawasan dan pengamanan kawasan;
e. pengembangan industri kelautan yang lestari;
f. pengembangan pengelolaan habitat perairan dalam;
g. pengembangan pengelolaan menghadapi perubahan iklim;
h. pengelolaan populasi setasea;
i. penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi
kelautan;
j. pengelolaan pelayaran;
k. monitoring dan evaluasi program.
3. Penguatan Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Penguatan sosial, ekonomi, dan budaya dilakukan melalui program:
a. peningkatan kesadaran masyarakat dan pendidikan lingkungan;
b. pengembangan mekanisme penyebarluasan informasi dan
komunikasi TNP Laut Sawu;
c. pengembangan partisipasi masyarakat;

371
d. pemberdayaan masyarakat pesisir;
e. pelestarian adat dan budaya masyarakat pesisir;
f. monitoring dan evaluasi.

Dengan program dan rencana kegiatan pengelolaan sebagaimana


terdapat dalam matriks sebagai berikut.

372
MATRIK PROGRAM DAN RENCANA KEGIATAN PENGELOLAAN JANGKA MENENGAH 5 TAHUN KE – 3
TNP LAUT SAWU TAHUN 2024-2028

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penguatan Peningkatan Penyusunan rencana Menyusun kualifikasi dan Formasi personel TNP Laut BKKPN Kupang
1 Kelembagaan kapasitas formasi SDM pengelola klasifikasi kebutuhan SDM TNP Sawu disusun berdasarkan
kelembagaan TNP Laut Sawu Laut Sawu kualifikasi dan klasifikasi
pengelola TNP kebutuhan
laut Sawu Rekruitmen SDM Formasi personel TNP Laut BKKPN Kupang
Sawu direkruit berdasarkan
kualifikasi dan klasifikasi
kebutuhan
Peningkatan Diklat/kursus/penyegaran, SDM Pengelola telah dididik BKKPN Kupang
kemampuan dan magang dan dilatih sesuai dengan
profesionalisme tupoksi untuk mengelola
pengelola TNP Laut TNP Laut Sawu
Sawu
Peningkatan sarana Pengadaan alat dan mesin Alat dan mesin untuk BKKPN Kupang
prasarana menunjang aktifitas
pengelolaan
Pemeliharaan dan operasionalSarana prasarana BKKPN Kupang
terpelihara dan berfungsi
dengan baik untuk
mendukung pengelolaan
Perencanaan Penyusunan Rencana Penyusunan dan review Dokumen Rencana BKKPN Kupang,
dan Pengelolaan TNP Laut Rencana Pengelolaan 20 Tahun Pengelolaan 20 Tahun TNP Tim P4KKP Laut
pengendalian Sawu TNP Laut Sawu Laut Sawu Sawu,
pengelolaan Pemprov NTT,
Pemda Kabupaten,
LSM

373
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penyusunan program dan Dokumen program dan BKKPN Kupang,


rencana kegiatan pengelolaan rencana kegiatan Tim P4KKP Laut
jangka menengah 5 tahun pengelolaan jangka Sawu,
menengah 5 tahun Pemprov NTT,
Pemda Kabupaten,
LSM
Penyusunan rencana kerja Dokumen rencana kerja BKKPN Kupang,
pengelolaan tahunan pengelolaan tahunan Tim P4KKP Laut
Sawu,
Pemprov NTT,
Pemda Kabupaten,
LSM
Adanya masukan dari BKKPN Kupang,
stakeholder dan Tim P4KKP Laut
masyarakat untuk Sawu,
penyempurnaan rencana Pemprov NTT,
pengelolaan TNP Laut Sawu Pemda Kabupaten,
LSM

374
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan Pengembangan Penetapan implementasi BLU Terbentuknya Badan BKKPN Kupang,


kelembagaan kelembagaan mandiri Layanan Umum TNP Laut LSM
mandiri berbentuk Badan Sawu yang sudah memiliki
berbentuk Layanan Umum pola tatakelola yang jelas,
Badan Layanan standar pelayanan minimal
Umum layanan umum, pelaporan
keuangan keuangan pokok
dan laporan audit sebagai
bentuk dari
pertanggungjawaban
pelaksanaan pengelolaan
keuangan

Pengembangan Penguatan peran forum Memfasilitasi peningkatan Meningkatnya peran forum BKKPN Kupang,
sistem kolaborasi para Pihak kapasitas SDM forum kolaborasi para pihak Pemprov NTT,
pengelolaan melalui peningkatan Pemda Kabupaten,
kolaborasi kapasitas SDM dan LSM
koordinasi rutin
Koordinasi rutin dengan para BKKPN Kupang,
pihak Pemprov NTT,
Pemda Kabupaten,
LSM
Formulasi dan Implementasi dan evaluasi Terlaksananya dan BKKPN Kupang,
penerapan mekanisme mekanisme keluhan (Grievance terevaluasinya Pemprov NTT,
keluhan (Grievance Mechanism) implementasi mekanisme Pemda Kabupaten,
Mechanism) keluhan (Grievance LSM
Mechanism)

375
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan Pengembangan Kerjasama teknis: penelitian, Adanya kerjasama teknis: BKKPN Kupang,
kerjasama kerjasama dengan ilmu pengetahuan dan penelitian, ilmu Pemprov NTT,
kemitraan institusi/lembaga/piha pendidikan (tenaga ahli) pengetahuan dan Pemda Kabupaten,
pengelolaan k lain dalam rangka pendidikan (tenaga ahli) Uniconsufish, LIPI
TNP Laut Sawu efektifitas dan LSM, Lembaga lain
peningkatan kapasitas
pengelolaan
(pemerintah, LSM,
lembaga pendidikan, Kerjasama operasional Adanya kerjasama BKKPN Kupang,
kelompok/lembaga pengelolaan (tenaga, dana, operasional pengelolaan Pemprov NTT,
masyarakat) lingkup sarana prasarana) (tenaga, dana, sarana Pemda Kabupaten,
lokal, regional, nasional prasarana) Uniconsufish,
dan internasional LSM,
Lembaga lain

Kerjasama dalam survey/ Adanya MoU kerjasama BKKPN Kupang,


kajian dan penerapan IPTEK antara pengelola dan pihak Pemprov NTT,
yang relevan dan Pemda Kabupaten,
terlaksananya kerjasama Uniconsufish,
LIPI,
LSM,
Lembaga lain

Monitoring dan evaluasi Terlaksananya Monitoring BKKPN Kupang,


kerjasama dan evaluasi kerjasama Pemprov NTT,
Pemda Kabupaten,
Uniconsufish,
LSM,
Lembaga lain

376
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan Pelaksanaan rencana kerja Terlaksananya rencana BKKPN Kupang,


mekanisme kerjasama bersama kerja bersama Pemprov NTT,
pengelolaan Pemda Kabupaten,
LSM,
Lembaga lain
Monitoring dan evaluasi Terlaksananya Monitoring BKKPN Kupang,
bersama dan evaluasi bersama Pemprov NTT,
Pemda Kabupaten,
LSM,
Lembaga lain

Pengembangan Penyusunan rencana Penyusunan rincian kebutuhan Dokumen rencana BKKPN Kupang,
sistem anggaran kebutuhan anggaran per kegiatan anggaran tahunan LSM
pendanaan pengelolaan dan Analisis peluang sumber Hasil analisis peluang BKKPN Kupang,
berkelanjutan peluang sumber pendanaan yang berkelanjutan sumber pendanaan yang LSM
TNP Laut Sawu pendanaan berkelanjutan
berkelanjutan
Pengembangan Pengusulan pengalokasian 1) Dokumen mekanisme BKKPN Kupang,
mekanisme pendanaan budget pengelolaan secara pendanaan Pemprov NTT,
berkelanjutan kontinyu melalui APBN dan berkelanjutan Pemda Kabupaten
APBD Tingkat Provinsi dan 2) Teralokasinya budget
Tingkat Kabupaten pengelolaan secara
Penggalian sumber dana lain kontinyu melalui APBN BKKPN Kupang
dari misalnya pemberlakuan dan APBD Tingkat
karcis masuk dan tarif atas Provinsi dan Tingkat
kegiatan wisata dalam Kabupaten
kawasan, menetapkan dana 3) Tersedianya sumber
sanksi pelanggaran sesuai dana lain dari misalnya
aturan pengelolaan, dll. pemberlakuan karcis
masuk dan tarif atas

377
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

kegiatan wisata dalam


kawasan, menetapkan
dana sanksi
pelanggaran sesuai
aturan pengelolaan, dll
untuk mendukung
pelaksanaan fungsi
pengelolaan
Akuntabilitas Pengelolaan keuangan Dokumen petunjuk BKKPN Kupang
pendanaan Administrasi keuangan penggunaan anggaran BKKPN Kupang
Pelaporan BKKPN Kupang
Pengawasan BKKPN Kupang
Penyelenggaraan Pengelolaan gaji, Penyediaan gaji, honorarium Gaji, honorarium dan BKKPN Kupang
urusan tata honorarium dan dan tunjangan tunjangan terkelola dengan
usaha dan tunjangan baik dan akuntabel
rumah tangga
Penyelenggaraan Rapat-rapat Operasional perkantoran BKKPN Kupang
perkantoran
operasional koordinasi/konsultasi/kerja/di terselenggara dengan baik
perkantoran nas
Pengadaan ATK BKKPN Kupang
Langganan daya dan jasa BKKPN Kupang
Perawatan sarana dan Perawatan gedung/bangunan Sarana dan prasaranan BKKPN Kupang
prasarana Perawatan peralatan pengelola terawat dan BKKPN Kupang
Perawatan angkutan air digunakan untuk BKKPN Kupang
menunjang pengelolaan
Perawatan kendaraan bermotor BKKPN Kupang
Penyelenggaraan tata Pencetakan/penerbitan/pengga Tata usaha perkantoran, BKKPN Kupang
usaha perkantoran, ndaan/laminasi/dokumentasi kearsipan, perpustakaan
kearsipan, dan dokumentasi
perpustakaan dan terlaksana dengan baik

378
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

dokumentasi

Pengembangan Mendorong Dukungan dalam menyusun Adanya dukungan dari BKKPN Kupang,
peraturan yang penyusunan rancangan draft akademik perda pengelola dalam menyusun Pemprov NTT,
mendukung peraturan yang pengelolaan kolaboratif,
draft akademik perda Pemda Kabupaten
pengelolaan mendukung pengaturan alat tangkap, tata pengelolaan kolaboratif,
TNP Laut Sawu pengelolaan TNP Laut ruang wilayah, pemberlakukan pengaturan alat tangkap,
Sawu karcis masuk dan tarif atas tata ruang wilayah,
kegiatan wisata dalam kawasan pemberlakukan karcis
masuk dan tarif atas
kegiatan wisata dalam
kawasan
Pengembangan Kerjasama antar unit Rapat koordinasi regular antar Terlaksananya rapat
BKKPN Kupang,
jejaring organisasi pengelola unit organisasi pengelola koordinasi regular antar
BBKSDA NTT,
kawasan unit organisasi pengelola
Pemprov NTT,
konservasi Pemda Kabupaten
perairan Kerjasama dalam melakukan Adanya kerjasama dalam BKKPN Kupang,
pengawasan kawasan dan melakukan pengawasan BBKSDA NTT,
pelatihan kawasan dan pelatihan Pemprov NTT,
Pemda Kabupaten
Pengembangan Pengembangan Merancang desain database 1) Tersedianya SDM BKKPN Kupang,
Bank Data TNP Database pengelola database. LSM
Laut Sawu 2) Desain database TNP
Laut Sawu
Pemasukan update data Data dan informasi BKKPN Kupang
terbaharui secara reguler

379
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penyajian dan pengelolaan data Database TNP Laut Sawu BKKPN Kupang
dikelola dan disajikan
dalam bentuk peta,
laporan, maupun
terintegrasi didalam website
Pembuatan Website Pemasukan update data di 1) Tersedianya SDM BKKPN Kupang
website pengelola website.
2) Website TNP Laut Sawu
selalu terupdate secara
regular

Penyajian dan
pengelolaan Website TNP Laut Sawu BKKPN Kupang
website bisa diakses secara global
oleh semua kalangan dan
dikelola dan diupdate
secara regular
Monitoring dan Monitoring dan evaluasi Melakukan monev internal dan Laporan monev internal BKKPN Kupang,
evaluasi kelembagaan eksternal (monev kelembagaan, dan eksternal (monev Pemprov NTT,
pendanaan dan kelembagaan, pendanaan Pemda Kabupaten
kerjasama/kemitraan) dan kerjasama/kemitraan)
Penguatan Penataan Padu serasi zonasi TNP Laut Zonasi TNP Laut Sawu BKKPN Kupang,
2 pengelolaan kawasan TNP Sawu dengan RTRW terintegrasi di dalam RTRW Pemprov NTT,
sumber daya Laut Sawu Nasional/Provinsi/Kabupaten Nasional, RTRW Provinsi Pemda Kabupaten,
kawasan NTT dan RTRW Kabupaten- Tim P4KKP Laut
Kabupaten di dalam TNP Sawu, LSM
Laut Sawu

Penataan batas zonasi Adanya tanda batas zonasi Panitia Penataan


yang jelas dilapangan Batas BKKPN
Kupang

380
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Rekonstruksi titik zonasi Titik-titik batas zonasi telah BKKPN Kupang,


direkonstruksi sesuai Pemprov NTT,
dengan survey lapangan Pemda Kabupaten,
dan dipetakan Tim P4KKP Laut
Sawu, LSM

Pembuatan papan informasi Papan informasi batas- BKKPN Kupang


batas zonasi dan aturan dalam batas zonasi yang telah
zonasi menampilkan peraturan-
peraturan di masing-
masing zona TNP Laut
Sawu
Dokumentasi zonasi Dokumen rekaman proses BKKPN Kupang
tahapan penyusunan
Rencana Zonasi TNP Laut
Sawu
Pengesahan Rencana Zonasi Rencana Zonasi TNP Laut BKKPN Kupang,
TNP Laut Sawu oleh Menteri Sawu disahkan oleh Kementerian KP
Kelautan dan Perikanan yang Menteri Kelautan dan
sebelumnya sudah disetujui Perikanan yang sebelumnya
oleh Gubernur Provinsi NTT sudah disetujui oleh
Gubernur Provinsi NTT
Sosialisasi dan konsultasi Rencana zonasi TNP Laut BKKPN Kupang,
publik zonasi TNP Laut Sawu Sawu disosialisasikan dan Pemprov NTT,
ke tingkat stakeholder dan dikonsultasi publikkan ke Pemda Kabupaten,
masyarakat di dalam dan tingkat stakeholder dan Tim P4KKP Laut
sekitar kawasan TNP Laut masyarakat di dalam dan Sawu, LSM
Sawu sekitar kawasan TNP Laut
Sawu dan mendapatkan
kesepakatan dari

381
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

stakeholder dan
masyarakat

Pengelolaan Pembuatan aturan/ Formulasi kebutuhan aturan/ Kebutuhan aturan/ BKKPN Kupang,
perikanan batasan alat tangkap, batasan alat tangkap, ukuran batasan alat tangkap, DKP Prov NTT,
tangkap dan ukuran ikan yang dan jenis ikan yang boleh ukuran dan jenis ikan yang DKP Kabupaten,
budidaya laut ditangkap, daerah ditangkap, daerah fishing boleh ditangkap, daerah Tim P4KKP Laut
yang fishing ground, dan ground, dan musim tangkapan fishing ground, dan musim Sawu, LSM
berkelanjutan musim tangkapan di masing-masing zona di tangkapan di masing-
dengan pendekatan dalam TNP Laut Sawu masing zona di dalam TNP
zonasi berdasarkan informasi terkini. Laut Sawu berdasarkan
informasi terkini.

Pembuatan pedoman Pembuatan aturan/batasan Aturan/batasan alat


mekanisme kolaborasi alat tangkap, ukuran dan jenis tangkap, ukuran dan jenis
perijinan bagi ikan yang boleh ditangkap, ikan yang boleh ditangkap,
perikanan tangkap dan daerah fishing ground, dan daerah fishing ground, dan
budidaya musim tangkapan di masing- musim tangkapan di
masing zona di dalam TNP Laut masing-masing zona di
Sawu. dalam TNP Laut Sawu
berdasarkan formulasi dan
analisis kebutuhan serta
didukung kajian yang
komprehensif

382
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Mencegah dan Pengusulan perda khusus Perda khusus tentang hal- BKKPN Kupang,
merintangi praktek tentang hal-hal yang tidak hal yang tidak diatur dalam DKP Prov NTT,
perikanan yg menyalahi diatur dalam perundangan dan perundangan dan TNP Laut DKP Kabupaten,
hukum, tidak TNP Laut Sawu Sawu Tim P4KKP Laut
dilaporkan dan tidak di Sawu,
atur (IUU fishing) di Uniconsufish, LSM
dalam TNP Laut Sawu.
Pengelolaan Survey dan monitoring Monitoring Manta Tow (2 tahun 1) Tersedianya petugas BKKPN Kupang
keanekaragaman sumber daya kelautan sekali) yang memiliki keahlian
hayati dan dan perikanan khusus dalam kegiatan
ekosistem TNP monitoring.
Laut Sawu
2) Survey dan monitoring
Monitoring Kesehatan Terumbu sumber daya kelautan BKKPN Kupang
Karang (2 tahun sekali) dan perikanan
Monitoring Penyu (setiap bulan) terlaksana sesuai BKKPN Kupang
Monitoring Mangrove (2 tahun dengan SOP masing- BKKPN Kupang
sekali) masing monitoring dan
Monitoring Lamun (2 tahun hasilnya digunakan BKKPN Kupang
sekali) sebagai bahan dalam
Monitoring SPAGS (setiap pengambilan kebijakan BKKPN Kupang
bulan) pengelolaan yang
Monitoring Setasea (setiap adaptif BKKPN Kupang
tahun) LSM
Monitoring Pemanfaatan BKKPN Kupang,
Sumberdaya (Resource use DKP Prov NTT,
monitoring) (setiap bulan) DKP Kabupaten

383
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengelolaan ekosistem, Pemulihan/rehabilitasi habitat Terlaksananya kegiatan BKKPN Kupang,


habitat dan populasi sumber daya rehabilitasi pada lokasi- DKP Prov NTT,
lokasi di dalam kawasan DKP Kabupaten,
yang perlu direhabilitasi Uniconsufish
berdasarkan kajian yang
sebelumnya dilakukan
Restocking sumber daya Terlaksananya kegiatan BKKPN Kupang,
restocking sumberdaya DKP Prov NTT,
sesuai kebutuhan DKP Kabupaten,
berdasarkan kajian yang Uniconsufish
sebelumnya dilakukan
Perlindungan, Pengamanan kawasan Patroli pengamanan fungsional: 1) Patroli pengamanan BKKPN Kupang
pengawasan dan TNP Laut Sawu dilakukan oleh
pengamanan pengelola sesuai dengan
kawasan 1) Patroli rutin/reguler BKKPN Kupang
SOP patroli yang telah
2) Patroli mendadak/insidentil BKKPN Kupang
disusun
2) Berkurangnya
pelanggaran dan
gangguan di dalam
kawasan
Patroli pengamanan 1) Patroli pengamanan
bersama/joint patrol: dilakukan secara
Patroli rutin/reguler bersama dengan BKKPN Kupang,
stakeholder-stakeholder DKP Provinsi,
terkait (PPNS DKP, TNI DKP Kabupaten,
AL, Polair) dan TNI-AL, Polair,
masyarakat sesuai Masyarakat
dengan SOP patroli
bersama yang telah

384
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Patroli mendadak/insidentil disusun dan disepakati BKKPN Kupang,


2) Berkurangnya DKP Provinsi,
pelanggaran dan DKP Kabupaten,
gangguan di dalam TNI-AL, Polair,
kawasan Masyarakat
Pemetan daerah rawan Peta daerah rawan BKKPN Kupang,
pelanggaran dan gangguan pelanggaran dan gangguan DKP Provinsi,
DKP Kabupaten,
TNI-AL, Polair,
Masyarakat
Pengembangan Pengembangan Studi pengembangan Laporan studi BKKPN Kupang,
industri bioteknologi kelautan bioteknologi kelautan pengembangan bioteknologi Uniconsufish,
kelautan yang kelautan Universitas,
lestari Pemerintah Pusat
Kemitraan dalam Adanya kerjasama dalam BKKPN Kupang,
pengembangan bioteknologi pengembangan bioteknologi Uniconsufish,
kelautan kelautan Universitas,
Pemerintah Pusat
Percontohan pengembangan Percontohan BKKPN Kupang,
bioteknologi kelautan pengembangan bioteknologi Uniconsufish,
kelautan Universitas,
Pemerintah Pusat
Pengembangan energi Studi pengembangan energi Laporan studi BKKPN Kupang,
terbarukan terbarukan pengembangan energi Universitas,
terbarukan Pemerintah Pusat

385
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Kemitraan dalam Adanya kerjasama dalam BKKPN Kupang,


pengembangan energi pengembangan dan Universitas,
terbarukan pengelolaan energi Pemerintah Pusat
terbarukan
Percontohan pengembangan Percontohan BKKPN Kupang,
energi terbarukan pengembangan energi Universitas,
terbarukan Pemerintah Pusat
Pengembangan Pengembangan wisata Promosi dan penyebaran 1) Tersedia desain teknik Disbudpar Provinsi
pemanfaatan bahari dan wisata informasi potensi pariwisata pengembangan sarana NTT,
jasa lingkungan budaya TNP laut Sawu (expose) prasarana wisata di Disbudpar
dan wisata zona pemanfaatan Kabupaten,
alam pariwisata BKKPN
2) Mekanisme perijinan
Rapat koordinasi pengusahaan pariwisata Disbudpar Provinsi
pengembangan pengelolaan yang dapat membangun NTT,
wisata iklim investasi dan ijin Disbudpar
pariwisata (ijin masuk) Kabupaten,
3) Adanya dampak dan BKKPN Kupang
Peningkatan sarana dan manfaat ekonomi secara Disbudpar Provinsi
prasarana destinasi wisata nyata bagi masyarakat NTT,
dan Pemerintah Daerah Disbudpar
Kabupaten,
BKKPN Kupang
Pemberlakukan ijin dan karcis BKKPN Kupang,
masuk Disbudpar Provinsi
NTT,
Disbudpar
Kabupaten

386
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penetapan dan pemberlakuan BKKPN Kupang,


mekanisme perizinan dan Disbudpar Provinsi
standarisasi usaha pariwisata NTT,
alam dan budaya di dalam TNP Disbudpar
Laut Sawu Kabupaten

Pengembangan Studi pengembangan Studi pengembangan dan Laporan Studi BKKPN Kupang,
Pengelolaan dan pengelolaan habitat pengelolaan habitat perairan pengembangan dan Uniconsufish,
habitat perairan perairan dalam serta dalam serta pemanfaatan pengelolaan habitat Universitas,
dalam pemanfaatan sumberdaya laut dalam perairan dalam serta Pemerintah Pusat,
sumberdaya laut dalam pemanfaatan sumberdaya LSM
laut dalam
Pengembangan Kolaborasi antara unit Rapat koordinasi regular antara Adanya koordinasi dan Pemerintah Pusat,
Pengelolaan pengelola, lembaga unit dengan stakeholder terkait kerjasama dalam Pemprov NTT,
menghadapi pemerintah, organisasi dalam membahas kolaborasi pelaksanaan pengelolaan Pemda Kabupaten,
perubahan konservasi, sektor pengelolaan menghadapi menghadapi perubahan BKKPN Kupang,
iklim swasta, dan perubahan iklim iklim LSM
masyarakat lokal dalam
pengelolaan
menghadapi perubahan
iklim
Sosialisasi dan Sosialisasi dan penyebaran Masyarakat dan BKKPN Kupang,
penyebaran informasi informasi tentang perubahan stakeholder terkait di Pemerintah Pusat,
tentang perubahan iklim di dalam TNP Laut Sawu dalam kawasan TNP Laut Pemprov NTT,
iklim di dalam TNP Laut ke masyarakat dan stakeholder Sawu mengetahui informasi Pemda Kabupaten,
Sawu ke masyarakat terkait mengenai dampak LSM
dan stakeholder terkait perubahan iklim dan
bagaimana mitigasinya

387
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penerapan manajemen Penerapan manajemen adaptif Tersedianya mekanisme BKKPN Kupang


adaptif di TNP laut untuk memungkinkan respon untuk mengatasi
Sawu untuk yang efektif terhadap ketidakpastian perubahan
memungkinkan respon perubahan iklim iklim, melindungi daerah-
yang efektif terhadap daerah kritis yang tahan
perubahan iklim, terhadap perubahan iklim
tuntutan, dan tekanan dan yang berfungsi sebagai
pada kawasan tempat perlindungan untuk
mensuplai daerah yang
terkena dampak,
memahami dan
mempertahankan
konektivitas antara habitat
untuk meningkatkan
penambahan kembali
secara bersama-sama dan
pemulihan untuk menjaga
hubungan fungsional antar
habitat terkait serta
mengelola ekosistem agar
kesehatan dan
ketahanannya tetap terjaga
dengan memonitor
beberapa indikator
keefektifan tindakan ini
sebagai dasar bagi
pengelolaan adaptif.

388
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penguatan dukungan Perancangan zonasi kawasan Rencana zonasi TNP Laut BKKPN Kupang,
ilmiah untuk TNP Laut yang resilient terhadap Sawu yang resilient Pemprov NTT,
Sawu agar sesuai perubahan iklim terhadap perubahan iklim Pemda Kabupaten,
dengan kondisi local Tim P4KKP Laut
untuk memastikan Sawu, LSM
kawasan dikelola,
dirancang dan berhasil
bertahan terhadap
perubahan iklim.
Pengelolaan Kelengkapan data Pelibatan masyarakat danAdanya kerjasama dengan BKKPN Kupang,
populasi untuk mendukung operator wisata secara aktif
masyarakat operator wisata Operator Wisata,
setasea zonasi dan pengelolaan untuk melaporkan keberadaanuntuk secara aktif Masyarakat,
setasea paus (penampakan danmelaporkan keberadaan LSM
terdampar) paus (penampakan dan
terdampar) di TNP Laut
sawu
Pengurangan ancaman Kampanye Polusi di Laut 1) Adanya kerjasama BKKPN Kupang,
setasea dari limbah dan (Plastik, sampah, dll) di pada dengan angkutan Dishub NTT,
polusi di laut angkutan feri, kapal, dll. perairan yang melintas Dishub Kabupaten,
pada perairan TNP Laut PT. ASDP Indonesia
Sawu untuk Ferry,
mengurangi ancaman DKP Provinsi NTT,
terhadap setasea dari DKP Kabupaten,
limbah dan polusi di LSM
laut
2) Tersedianya sarana dan
prasarana kebersihan
pada alat angkut yang
melintas di TNP Laut
Sawu

389
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

3) Tersedianya publikasi
polusi di laut (stiker,
papan informasi
larangan ataupun
melalui suara/mikrofon)
pada angkutan perairan

Penelitian, Melakukan kegiatan Inventarisasi, identifikasi dan Pengembangan teknologi BKKPN Kupang,
pengembangan penelitian dan analisis kebutuhan perikanan budidaya Uniconsufish,
dan penerapan pengembangan pengembangan teknologi berdasarkan hasil DKP Provinsi NTT,
ilmu dan teknologi perikanan perikanan budidaya inventarisasi, identifikasi DKP Kabupaten,
teknologi budidaya dan analisis kebutuhan LSM
kelautan
Melakukan kegiatan Inventarisasi, identifikasi dan Pengembangan teknologi BKKPN Kupang,
penelitian dan analisis kebutuhan perikanan tangkap Uniconsufish,
pengembangan pengembangan teknologi berdasarkan hasil DKP Provinsi NTT,
teknologi perikanan perikanan tangkap yang ramah inventarisasi, identifikasi DKP Kabupaten,
tangkap yang ramah lingkungan dan analisis kebutuhan LSM
lingkungan untuk
mendukung perikanan Kerjasama untuk pengkajian Adanya MoU kerjasama BKKPN Kupang,
yang berkelanjutan metode dan alat tangkap yang antara pengelola dan pihak Pemprov NTT,
ramah lingkungan yang relevan dan Pemda Kabupaten,
terlaksananya kerjasama Uniconsufish,
untuk pengkajian metode LIPI, LSM,
dan alat tangkap yang Lembaga lain
ramah lingkungan

390
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Survey pendugaan stok jenis Laporan survey pendugaan BKKPN Kupang,


ikan ekonomis penting dan stok jenis ikan ekonomis Uniconsufish,
kritis penting dan kritis Komnaskajiskan,
DKP Provinsi NTT,
DKP Kabupaten,
LSM

Pengelolaan Pengelolaan keamanan Rapat koordinasi antara Tersedianya sistem dan BKKPN Kupang,
pelayaran dan kenyamanan Lembaga Pengelola dengan koordinasi yang disepakati Dishub NTT,
pelayaran dinas terkait untuk pengelolaan parapihak dalam Dishub Kabupaten,
alur pelayaran pengelolaan keamanan dan PT. ASDP Indonesia
pelayaran Ferry

Monitoring dan Monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi dengan Terlaksananya monitoring BKKPN Kupang
evaluasi dengan menggunakan menggunakan perangkat dan evaluasi dengan
perangkat Pedoman Pedoman Teknis E-KKP3K menggunakan perangkat
Teknis E-KKP3K (Evaluasi Efektivitas Pedoman Teknis E-KKP3K
(Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan (Evaluasi Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Pengelolaan Kawasan
Konservasi Perairan, dan Pulau-Pulau Kecil) Konservasi Perairan, Pesisir
Pesisir dan Pulau-Pulau dan Pulau-Pulau Kecil)
Kecil)
3 Penguatan Peningkatan Kampanye Konservasi Diskusi Rutin Penyadaran Meningkatnya kesadaran BKKPN Kupang,
sosial kesadaran Perairan dan Konservasi Perairan dengan masyarakat akan arti Tokoh Masyarakat,
ekonomi dan masyarakat dan Penyebaran Informasi kelompok masyarakat dan penting konservasi perairan LSM
budaya pendidikan TNP Laut Sawu penerima manfaat lainnya di
lingkungan wilayah TNP Laut Sawu

391
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Kampanye Penyadaran Meningkatnya kesadaran BKKPN Kupang,


Konservasi Perairan danmasyarakat akan arti Tokoh Masyarakat,
penyebarluasan informasipenting konservasi perairan LSM
Peraturan dan Perundang- serta peraturan
undangan yang terkait dengan perundangan-undangan
pengelolaan TNP Laut Sawu yang berkaitan dengan
pengelolaan TNP Laut Sawu
Pembentukan dan Monitoring dan evaluasi Terbentuk dan terlatihnya BKKPN Kupang,
pembinaan kelompok kegiatan kelompok masyarakat Kelompok masyarakat Tokoh Masyarakat,
masyarakat peduli peduli konservasi perairan peduli konservasi perairan Pemda Kabupaten,
konservasi perairan di masing-masing LSM
Kabupaten di dalam TNP
Laut Sawu
Kerjasama
pengembangan Pengembangan kurikulum Kurikulum muatan lokal BKKPN Kupang,
kurikulum muatan muatan lokal berbasis berbasis konservasi Dinas Pendidikan
lokal berbasis konservasi perairan perairan yang diterapkan di Kabupaten,
konservasi perairan dan SD dan SMP di Kabupaten- LSM
penerapannya di Kabupaten di dalam TNP
sekolah dasar dan Pelatihan dan penyegaran guru Laut Sawu BKKPN Kupang,
menengah konservasi Dinas Pendidikan
Kabupaten,
LSM
Kerjasama kegiatan luar kelas BKKPN Kupang,
Dinas Pendidikan
Kabupaten

392
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Evaluasi BKKPN Kupang,


Dinas Pendidikan
Kabupaten
Pengembangan Penyebaran informasi Penyiapan materi/program Informasi mengenai TNP BKKPN Kupang,
mekanisme melalui media massa Laut Sawu tersebar luas LSM
penyebarluasan (Website, TV, Radio, melalui media massa
informasi dan Surat Kabar dan Update Ragam Informasi yang BKKPN Kupang,
komunikasi majalah) berkaitan dengan TNP Laut LSM
TNP Laut Sawu Sawu
Diskusi Rutin dengan Jurnalis BKKPN Kupang,
Lokal NTT LSM
Pembuatan press release BKKPN Kupang,
LSM
Memfasilitasi BKKPN Kupang,
kunjungan/peliputan media LSM
Desain dan Pembuatan Perancangan desain dan Terbitnya material BKKPN Kupang,
Material Publikasi TNP materi, pencetakan bahan, publikasi TNP Laut Sawu LSM
Laut Sawu penyebarluasan dan evaluasi secara berkala
Penyebaran Informasi Partisipasi dalam kegiatan Informasi mengenai TNP BKKPN Kupang,
TNP Laut Sawu melalui Pameran, Eksebisi, Festival di Laut Sawu disebarluaskan LSM
ragam kegiatan Publik tingkat lokal,regional, nasional melalui kegiatan-kegiatan
dan internasional di tingkat lokal, regional,
nasional dan internasional

393
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan Penguatan keterlibatan Penguatan kelompok-kelompok Terlaksananya pertemuan BKKPN Kupang,


partisipasi masyarakat dalam pengguna sumberdaya (nelayan reguler kelompok-kelompok Tokoh Masyarakat,
masyarakat pengelolaan TNP Laut dan pembudidaya) melalui pengguna sumberdaya LSM
Sawu pertemuan reguler dan (nelayan dan pembudidaya)
pelatihan pengorganisasian dan pelatihan
masyarakat pengorganisasian
masyarakat

Partisipasi masyarakat Pengembangan pengawasan Mekanisme pengawasan BKKPN Kupang,


dalam pengelolaan TNP berbasis masyarakat berbasis masyarakat DKP Kabupaten,
Laut Sawu LSM

Pemberdayaan Penguatan kapasitas


masyarakat masyarakat pengguna Pelatihan manajemen usaha Kapasitas masyarakat DKP Kabupaten,
pesisir sumberdaya laut dan teknis usaha perikanan meningkat dalam BKKPN Kupang,
yang berkelanjutan manajemen usaha Uniconsufish
perikanan dan teknis usaha
perikanan yang
berkelanjutan
Pelatihan teknis mitigasi Kapasitas dan pengetahuan DKP Kabupaten,
bencana masyarakat meningkat BKKPN Kupang,
dalam upaya mitigasi Uniconsufish
bencana
Pengembangan usaha Bantuan modal kerja untuk Meningkatnya usaha DKP Kabupaten,
ekonomi masyarakat meningkatkan skala usaha masyarakat DKP Provinsi
pengguna sumberdaya masyarakat pengguna
kelautan dan perikanan sumberdaya kelautan dan
di dalam TNP laut Sawu perikanan

394
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pelestarian adat Pelestarian kearifan Fasilitasi revitalisasi kearifan Terlaksananya revitalisasi BKKPN Kupang,
dan budaya local masyarakat pesisir local masyarakat pesisir yang kearifan lokal masyarakat LSM
masyarakat mendukung konservasi dan pesisir yang mendukung
pesisir pemanfaatan sumberdaya konservasi dan
lestari pemanfaatan sumberdaya
lestari
Monitoring dan Monitoring persepsi Monitoring persepsi masyarakat Terlaksananya monitoring BKKPN Kupang,
evaluasi terhadap pengelolaan TNP Laut persepsi masyarakat LSM
Sawu terhadap pengelolaan TNP
Laut Sawu
Monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi Terlaksananya monitoring BKKPN Kupang,
program Kampanye Konservasi dan dan evaluasi Kampanye LSM
Penyebaran Informasi TNP Laut Konservasi dan Penyebaran
Sawu Informasi TNP Laut Sawu

395
E. Rencana Jangka Menengah IV (5 Tahun Ke-Empat)

1. Penguatan Kelembagaan
Penguatan kelembagaan dilakukan melalui program:
a. peningkatan kapasitas kelembagaan pengelola TNP laut Sawu;
b. perencanaan dan pengendalian pengelolaan;
c. pengembangan kelembagaan mandiri berbentuk Badan Layanan
Umum;
d. pengembangan sistem pengelolaan kolaborasi;
e. pengembangan kerja sama kemitraan pengelolaan TNP Laut Sawu;
f. pengembangan sistem pendanaan berkelanjutan TNP Laut Sawu;
g. penyelenggaraan urusan tata usaha dan rumah tangga perkantoran;
h. pengembangan peraturan yang mendukung pengelolaan TNP Laut
Sawu;
i. pengembangan jejaring kawasan konservasi perairan;
j. pengembangan Bank Data TNP Laut Sawu;
k. monitoring dan evaluasi.
2. Penguatan Pengelolaan Sumber Daya Kawasan
Penguatan Pengelolaan Sumber Daya Kawasan dilakukan melalui program:
a. penataan kawasan TNP Laut Sawu;
b. pengelolaan perikanan tangkap dan budidaya laut yang
berkelanjutan;
c. pengelolaan keanekaragaman hayati dan ekosistem TNP Laut Sawu;
d. perlindungan, pengawasan dan pengamanan kawasan;
e. pengembangan industri kelautan yang lestari;
f. pengembangan pengelolaan habitat perairan dalam;
g. pengembangan pengelolaan menghadapi perubahan iklim;
h. pengelolaan populasi setasea;
i. penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi
kelautan;
j. pengelolaan pelayaran;
k. monitoring dan evaluasi Program.
3. Penguatan Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Penguatan sosial, ekonomi, dan budaya dilakukan melalui program:
a. peningkatan kesadaran masyarakat dan pendidikan lingkungan;
b. pengembangan mekanisme penyebarluasan informasi dan
komunikasi TNP Laut Sawu;

396
c. pengembangan partisipasi masyarakat;
d. pemberdayaan masyarakat pesisir;
e. pelestarian adat dan budaya masyarakat pesisir;
f. monitoring dan evaluasi.

Dengan program dan rencana kegiatan pengelolaan sebagaimana


terdapat dalam matriks sebagai berikut.

397
MATRIK PROGRAM DAN RENCANA KEGIATAN PENGELOLAAN JANGKA MENENGAH 5 TAHUN KE – 4
TNP LAUT SAWU TAHUN 2029-2034

No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

1 Penguatan Peningkatan Penyusunan rencana Menyusun kualifikasi dan Formasi personel TNP Laut BKKPN Kupang
Kelembagaan kapasitas formasi SDM pengelola klasifikasi kebutuhan SDM Sawu disusun berdasarkan
kelembagaan TNP Laut Sawu TNP Laut Sawu kualifikasi dan klasifikasi
pengelola TNP kebutuhan
laut Sawu
Rekruitmen SDM Formasi personel TNP Laut BKKPN Kupang
Sawu direkruit berdasarkan
kualifikasi dan klasifikasi
kebutuhan

Peningkatan Diklat/kursus/penyegaran, SDM Pengelola telah dididik BKKPN Kupang


kemampuan dan magang dan dilatih sesuai dengan
profesionalisme tupoksi untuk mengelola TNP
pengelola TNP Laut Laut Sawu
Sawu

Peningkatan sarana Pengadaan alat dan mesin Alat dan mesin untuk BKKPN Kupang
prasarana menunjang aktifitas
pengelolaan

Pemeliharaan dan operasional Sarana prasarana terpelihara BKKPN Kupang


dan berfungsi dengan baik
untuk mendukung

398
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

pengelolaan

Perencanaan Penyusunan Rencana Penyusunan dan review Dokumen Rencana BKKPN Kupang
dan Pengelolaan TNP Laut Rencana Pengelolaan 20 Pengelolaan 20 Tahun TNP Tim P4KKP Laut
pengendalian Sawu Tahun TNP Laut Sawu Laut Sawu Sawu
pengelolaan Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
LSM

Penyusunan program dan Dokumen program dan BKKPN Kupang


rencana kegiatan pengelolaan rencana kegiatan pengelolaan Tim P4KKP Laut
jangka menengah 5 tahun jangka menengah 5 tahun Sawu
Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
LSM

Penyusunan rencana kerja Dokumen rencana kerja BKKPN Kupang


pengelolaan tahunan pengelolaan tahunan Tim P4KKP Laut
Sawu
Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
LSM

Adanya masukan dari BKKPN Kupang


stakeholder dan masyarakat Tim P4KKP Laut
untuk penyempurnaan Sawu
rencana pengelolaan TNP Laut Pemprov NTT
Sawu Pemda Kabupaten

399
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

LSM

Pengembangan Pengembangan Penetapan implementasi BLU Terbentuknya Badan Layanan BKKPN Kupang
kelembagaan kelembagaan mandiri Umum TNP Laut Sawu yang
mandiri berbentuk Badan sudah memiliki pola tatakelola LSM
berbentuk Layanan Umum yang jelas, standar pelayanan
Badan Layanan minimal layanan umum,
Umum pelaporan keuangan
keuangan pokok dan laporan
audit sebagai

bentuk dari
pertanggungjawaban
pelaksanaan pengelolaan
keuangan

Pengembangan Penguatan peran forum Memfasilitasi peningkatan Meningkatnya peran forum BKKPN Kupang
sistem kolaborasi para Pihak kapasitas SDM forum kolaborasi para pihak melalui Pemprov NTT
pengelolaan peningkatan kapasitas SDM Pemda Kabupaten
kolaborasi dan koordinasi rutin LSM

Koordinasi rutin dengan para BKKPN Kupang


pihak Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
LSM

400
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Formulasi dan Implementasi dan evaluasi Terlaksananya dan BKKPN Kupang


penerapan mekanisme mekanisme keluhan terevaluasinya implementasi Pemprov NTT
keluhan (Grievance (Grievance Mechanism) mekanisme keluhan Pemda Kabupaten
Mechanism) (Grievance Mechanism) LSM

Pengembangan Pengembangan Kerja sama teknis: penelitian, Adanya kerjasama teknis: BKKPN Kupang
kerjasama kerjasama dengan ilmu pengetahuan dan penelitian, ilmu pengetahuan Pemprov NTT
kemitraan institusi/lembaga/piha pendidikan (tenaga ahli) dan pendidikan (tenaga ahli) Pemda Kabupaten
pengelolaan TNP k lain dalam rangka Uniconsufish
Laut Sawu efektifitas dan LIPI
peningkatan kapasitas LSM
pengelolaan Lembaga lain
(pemerintah, LSM,
lembaga pendidikan, Kerja sama operasional Adanya kerjasama operasional BKKPN Kupang
kelompok/lembaga pengelolaan (tenaga, dana, pengelolaan (tenaga, dana, Pemprov NTT
masyarakat) lingkup sarana prasarana) sarana prasarana) Pemda Kabupaten
lokal, regional, nasional Uniconsufish
dan internasional LSM
Lembaga lain

Kerja sama dalam survey/ Adanya MoU kerjasama BKKPN Kupang


kajian dan penerapan IPTEK antara pengelola dan pihak Pemprov NTT
yang relevan dan Pemda Kabupaten
terlaksananya kerjasama Uniconsufish
LIPI
LSM
Lembaga lain

401
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Monitoring dan evaluasi Terlaksananya Monitoring dan BKKPN Kupang


kerjasama evaluasi kerjasama Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
Uniconsufish
LSM
Lembaga lain

Pengembangan Pelaksanaan rencana kerja Terlaksananya rencana kerja BKKPN Kupang


mekanisme kerjasama bersama bersama Pemprov NTT
pengelolaan Pemda Kabupaten
LSM
Lembaga lain

Monitoring dan evaluasi Terlaksananya Monitoring dan BKKPN Kupang


bersama evaluasi bersama Pemprov NTT
Pemda Kabupaten
LSM
Lembaga lain

Pengembangan Penyusunan rencana Penyusunan rincian Dokumen rencana anggaran BKKPN Kupang
sistem anggaran kebutuhan kebutuhan anggaran per tahunan LSM
pendanaan pengelolaan dan kegiatan
berkelanjutan peluang sumber
TNP Laut Sawu pendanaan Analisis peluang sumber Hasil analisis peluang sumber BKKPN Kupang
berkelanjutan pendanaan yang pendanaan yang LSM
berkelanjutan berkelanjutan

402
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan Pengusulan pengalokasian - Dokumen mekanisme BKKPN Kupang


mekanisme pendanaan budget pengelolaan secara pendanaan berkelanjutan Pemprov NTT
berkelanjutan kontinyu melalui APBN dan - Teralokasinya budget Pemda Kabupaten
APBD Tingkat Provinsi dan pengelolaan secara kontinyu
Tingkat Kabupaten melalui APBN dan APBD
Tingkat Provinsi dan Tingkat
Penggalian sumber dana lain Kabupaten BKKPN Kupang
dari misalnya pemberlakuan - Tersedianya sumber dana
karcis masuk dan tarif atas lain dari misalnya
kegiatan wisata dalam pemberlakuan karcis masuk
kawasan, menetapkan dana dan tarif atas kegiatan wisata
sanksi pelanggaran sesuai dalam kawasan, menetapkan
aturan pengelolaan, dll. dana sanksi pelanggaran
sesuai aturan pengelolaan, dll
untuk mendukung
pelaksanaan fungsi
pengelolaan

Akuntabilitas Pengelolaan keuangan Dokumen petunjuk BKKPN Kupang


pendanaan penggunaan anggaran
Administrasi keuangan BKKPN Kupang

Pelaporan BKKPN Kupang

Pengawasan BKKPN Kupang

Penyelenggaraa Pengelolaan gaji, Penyediaan gaji, honorarium Gaji, honorarium dan BKKPN Kupang
n urusan tata honorarium dan dan tunjangan tunjangan terkelola dengan
usaha dan tunjangan baik dan akuntabel

403
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

rumah tangga
perkantoran Penyelenggaraan Rapat-rapat koordinasi/ Operasional perkantoran BKKPN Kupang
operasional konsultasi/kerja/dinas terselenggara dengan baik
perkantoran
Pengadaan ATK BKKPN Kupang

Langganan daya dan jasa BKKPN Kupang

Perawatan sarana dan Perawatan gedung/bangunan Sarana dan prasaranan BKKPN Kupang
prasarana pengelola terawat dan
Perawatan peralatan digunakan untuk menunjang BKKPN Kupang
pengelolaan
Perawatan angkutan air BKKPN Kupang

Perawatan kendaraan BKKPN Kupang


bermotor

Penyelenggaraan tata Pencetakan/penerbitan/peng Tata usaha perkantoran, BKKPN Kupang


usaha perkantoran, gandaan/laminasi/dokument kearsipan, perpustakaan dan
kearsipan, asi dokumentasi terlaksana
perpustakaan dan dengan baik
dokumentasi

Pengembangan Mendorong Dukungan dalam menyusun Adanya dukungan dari BKKPN Kupang
peraturan yang penyusunan rancangan draft akademik perda pengelola dalam menyusun Pemprov NTT
mendukung peraturan yang pengelolaan kolaboratif, draft akademik perda Pemda Kabupaten
pengelolaan TNP mendukung pengaturan alat tangkap, tata pengelolaan kolaboratif,
Laut Sawu pengelolaan TNP Laut ruang wilayah, pengaturan alat tangkap, tata
Sawu pemberlakukan karcis masuk ruang wilayah,
dan tarif atas kegiatan wisata pemberlakukan karcis masuk

404
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

dalam kawasan dan tarif atas kegiatan wisata


dalam kawasan

Pengembangan Kerjasama antar unit Rapat koordinasi regular Terlaksananya rapat BKKPN Kupang
jejaring organisasi pengelola antar unit organisasi koordinasi regular antar unit BBKSDA NTT
kawasan pengelola organisasi pengelola Pemprov NTT
konservasi Pemda Kabupaten
perairan
Kerjasama dalam melakukan Adanya kerjasama dalam BKKPN Kupang
pengawasan kawasan dan melakukan pengawasan BBKSDA NTT
pelatihan kawasan dan pelatihan Pemprov NTT
Pemda Kabupaten

Pengembangan Pengembangan Merancang desain database - Tersedianya SDM pengelola BKKPN Kupang
Bank Data TNP Database database. LSM
Laut Sawu - Desain database TNP Laut
Sawu

Pemasukan update data Data dan informasi terbaharui BKKPN Kupang


secara reguler

Penyajian dan pengelolaan Database TNP Laut Sawu BKKPN Kupang


data dikelola dan disajikan dalam
bentuk peta, laporan, maupun

405
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

terintegrasi didalam website

Pembuatan Website Pemasukan update data di - Tersedianya SDM pengelola BKKPN Kupang
website website.
- Website TNP Laut Sawu
selalu terupdate secara
regular

Penyajian dan pengelolaan Website TNP Laut Sawu bisa BKKPN Kupang
website diakses secara global oleh
semua kalangan dan dikelola
dan diupdate secara regular

Monitoring dan Monitoring dan evaluasi Melakukan monev internal Laporan monev internal dan BKKPN Kupang
evaluasi kelembagaan dan eksternal (monev eksternal (monev Pemprov NTT
kelembagaan, pendanaan dan kelembagaan, pendanaan dan Pemda Kabupaten
kerjasama/kemitraan) kerjasama/kemitraan)

2 Penguatan Penataan Padu serasi zonasi TNP Laut Zonasi TNP Laut Sawu BKKPN Kupang
pengelolaan kawasan TNP Sawu dengan RTRW terintegrasi di dalam RTRW Pemprov NTT
sumber daya Laut Sawu Nasional/Provinsi/Kabupaten Pemda Kabupaten
kawasan Nasional, RTRW Provinsi NTT Tim P4KKP Laut
dan RTRW Kabupaten- Sawu
Kabupaten di dalam TNP Laut LSM
Sawu

Penataan batas zonasi Adanya tanda batas zonasi Panitia Penataan


yang jelas dilapangan Batas

406
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

BKKPN Kupang

Rekonstruksi titik zonasi Titik-titik batas zonasi telah BKKPN Kupang


direkonstruksi sesuai dengan Pemprov NTT
survey lapangan dan Pemda Kabupaten
dipetakan Tim P4KKP Laut
Sawu
LSM

Pembuatan papan informasi Papan informasi batas-batas BKKPN Kupang


batas zonasi dan aturan zonasi yang telah
dalam zonasi menampilkan peraturan-
peraturan di masing-masing
zona TNP Laut Sawu

Dokumentasi zonasi Dokumen rekaman proses BKKPN Kupang


tahapan penyusunan Rencana
Zonasi TNP Laut Sawu

Pengesahan Rencana Zonasi Rencana Zonasi TNP Laut BKKPN Kupang


TNP Laut Sawu oleh Menteri Sawu disahkan oleh Menteri Kementerian KP
Kelautan dan Perikanan yang Kelautan dan Perikanan yang
sebelumnya sudah disetujui sebelumnya sudah disetujui
oleh Gubernur Provinsi NTT oleh Gubernur Provinsi NTT

407
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Sosialisasi dan konsultasi Rencana zonasi TNP Laut BKKPN Kupang


publik zonasi TNP Laut Sawu Sawu disosialisasikan dan Pemprov NTT
ke tingkat stakeholder dan dikonsultasi publikkan ke Pemda Kabupaten
masyarakat di dalam dan tingkat stakeholder dan Tim P4KKP Laut
sekitar kawasan TNP Laut masyarakat di dalam dan Sawu
Sawu sekitar kawasan TNP Laut LSM
Sawu dan mendapatkan
kesepakatan dari stakeholder
dan masyarakat

Pengelolaan Pembuatan aturan/ Formulasi kebutuhan aturan/ Kebutuhan aturan/ batasan BKKPN Kupang
perikanan batasan alat tangkap, batasan alat tangkap, ukuran alat tangkap, ukuran dan DKP Prov NTT
tangkap dan ukuran ikan yang dan jenis ikan yang boleh jenis ikan yang boleh DKP Kabupaten
budidaya laut ditangkap, daerah ditangkap, daerah fishing ditangkap, daerah fishing Tim P4KKP Laut
yang fishing ground, dan ground, dan musim ground, dan musim Sawu
berkelanjutan musim tangkapan tangkapan di masing-masing tangkapan di masing-masing LSM
dengan pendekatan zona di dalam TNP Laut Sawu zona di dalam TNP Laut Sawu
zonasi berdasarkan informasi terkini. berdasarkan informasi terkini.

Pembuatan pedoman Pembuatan aturan/batasan Aturan/batasan alat tangkap,


mekanisme kolaborasi alat tangkap, ukuran dan ukuran dan jenis ikan yang
perijinan bagi jenis ikan yang boleh boleh ditangkap, daerah
perikanan tangkap dan ditangkap, daerah fishing fishing ground, dan musim
budidaya ground, dan musim tangkapan di masing-masing
tangkapan di masing-masing zona di dalam TNP Laut Sawu
zona di dalam TNP Laut berdasarkan formulasi dan
Sawu. analisis kebutuhan serta
didukung kajian yang

408
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

komprehensif

Mencegah dan Pengusulan perda khusus Perda khusus tentang hal-hal BKKPN Kupang
merintangi praktek tentang hal-hal yang tidak yang tidak diatur dalam DKP Prov NTT
perikanan yg menyalahi diatur dalam perundangan perundangan dan TNP Laut DKP Kabupaten
hukum, tidak dan TNP Laut Sawu Sawu Tim P4KKP Laut
dilaporkan dan tidak di Sawu
atur (IUU fishing) di Uniconsufish
dalam TNP Laut Sawu. LSM

Pengelolaan Survey dan monitoring Rapid Ecological Asessment Tersedianya petugas dari BKKPN Kupang
keanekaragama sumber daya kelautan (10 tahun sekali) pengelola yang memiliki
n hayati dan dan perikanan keahlian khusus dalam LIPI
ekosistem TNP kegiatan monitoring.
Laut Sawu - Survey dan monitoring Uniconsufish
sumber daya kelautan dan
Monitoring Manta Tow (2 perikanan terlaksana sesuai BKKPN Kupang
tahun sekali) dengan SOP masing-masing
monitoring dan hasilnya
Terumbu Karang (2 tahun digunakan sebagai bahan BKKPN Kupang
sekali)

409
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

dalam pengambilan kebijakan


Monitoring Kesehatan pengelolaan yang adaptif BKKPN Kupang

Monitoring Penyu (setiap BKKPN Kupang


bulan)

Monitoring Mangrove (2 tahun BKKPN Kupang


sekali)

Monitoring Lamun (2 tahun BKKPN Kupang


sekali)

Monitoring SPAGS (setiap BKKPN Kupang


bulan)

Monitoring Setasea (setiap BKKPN Kupang


tahun) LSM

Monitoring Pemanfaatan BKKPN Kupang


Sumberdaya (Resource use DKP Prov NTT
monitoring) (setiap bulan) DKP Kabupaten

Pengelolaan ekosistem, Pemulihan/rehabilitasi Terlaksananya kegiatan BKKPN Kupang


habitat dan populasi habitat sumber daya rehabilitasi pada lokasi-lokasi DKP Prov NTT
di dalam kawasan yang perlu DKP Kabupaten
direhabilitasi berdasarkan Uniconsufish
kajian yang sebelumnya
dilakukan

410
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Restocking sumber daya Terlaksananya kegiatan BKKPN Kupang


restocking sumberdaya sesuai DKP Prov NTT
kebutuhan berdasarkan DKP Kabupaten
kajian yang sebelumnya Uniconsufish
dilakukan

Perlindungan, Pengamanan kawasan Patroli pengamanan - Patroli pengamanan


pengawasan TNP Laut Sawu fungsional : dilakukan oleh pengelola
dan sesuai dengan SOP patroli
pengamanan a. Patroli rutin/reguler yang telah disusun BKKPN Kupang
kawasan - Berkurangnya pelanggaran
b. Patroli mendadak/ dan gangguan di dalam BKKPN Kupang
insidentil kawasan

Patroli pengamanan - Patroli pengamanan


bersama/joint patrol: dilakukan secara bersama
dengan stakeholder-
a. Patroli rutin/reguler stakeholder terkait (PPNS BKKPN Kupang
DKP, TNI AL, Polair) dan DKP Provinsi
masyarakat sesuai dengan DKP Kabupaten
SOP patroli bersama yang TNI AL
telah disusun dan disepakati Polair
- Berkurangnya pelanggaran Masyarakat

411
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

dan gangguan di dalam


b. Patroli mendadak/ kawasan BKKPN Kupang
insidentil DKP Provinsi
DKP Kabupaten
TNI AL
Polair
Masyarakat

Pemetan daerah rawan Peta daerah rawan BKKPN Kupang


pelanggaran dan gangguan pelanggaran dan gangguan DKP Provinsi
DKP Kabupaten
TNI AL
Polair
Masyarakat

Pengembangan Pengembangan Studi pengembangan Laporan studi pengembangan BKKPN Kupang


industri bioteknologi kelautan bioteknologi kelautan bioteknologi kelautan Uniconsufish
kelautan yang Universitas
lestari Pemerintah Pusat

Kemitraan dalam Adanya kerjasama dalam BKKPN Kupang


pengembangan bioteknologi pengembangan bioteknologi Uniconsufish
kelautan kelautan Universitas
Pemerintah Pusat

Percontohan pengembangan Percontohan pengembangan BKKPN Kupang


bioteknologi kelautan bioteknologi kelautan Uniconsufish
Universitas
Pemerintah Pusat

412
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengembangan energi Studi pengembangan energi Laporan studi pengembangan BKKPN Kupang
terbarukan terbarukan energi terbarukan Universitas
Pemerintah Pusat

Kemitraan dalam Adanya kerjasama dalam BKKPN Kupang


pengembangan energi pengembangan dan Universitas
terbarukan pengelolaan energi terbarukan Pemerintah Pusat

Percontohan pengembangan Percontohan pengembangan BKKPN Kupang


energi terbarukan energi terbarukan Universitas
Pemerintah Pusat

Pengembangan Pengembangan wisata Promosi dan penyebaran - Tersedia desain teknik Disbudpar Provinsi
pemanfaatan bahari dan wisata informasi potensi pariwisata pengembangan sarana NTT
jasa lingkungan budaya TNP laut Sawu (expose) prasarana wisata di zona Disbudpar
dan wisata alam pemanfaatan pariwisata Kabupaten
- Mekanisme perijinan BKKPN
pengusahaan pariwisata yang
Rapat koordinasi dapat membangun iklim Disbudpar Provinsi
pengembangan pengelolaan investasi dan ijin pariwisata NTT
wisata (ijin masuk) Disbudpar
- Adanya dampak dan Kabupaten
manfaat ekonomi secara nyata BKKPN
bagi masyarakat dan
Peningkatan sarana dan Pemerintah Daerah Disbudpar Provinsi
prasarana destinasi wisata NTT
Disbudpar
Kabupaten
BKKPN

413
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pemberlakukan ijin dan BKKPN Kupang


karcis masuk Disbudpar Provinsi
NTT
Disbudpar
Kabupaten

Penetapan dan pemberlakuan BKKPN Kupang


mekanisme perizinan dan Disbudpar Provinsi
standarisasi usaha pariwisata NTT
alam dan budaya di dalam Disbudpar
TNP Laut Sawu Kabupaten

Pengembangan Studi pengembangan Studi pengembangan dan Laporan Studi pengembangan BKKPN Kupang
Pengelolaan dan pengelolaan habitat pengelolaan habitat perairan dan pengelolaan habitat Uniconsufish
habitat perairan perairan dalam serta dalam serta pemanfaatan perairan dalam serta Universitas
dalam pemanfaatan sumberdaya laut dalam pemanfaatan sumberdaya laut Pemerintah Pusat
sumberdaya laut dalam dalam LSM

Pengembangan Kolaborasi antara unit Rapat koordinasi regular Adanya koordinasi dan Pemerintah Pusat
Pengelolaan pengelola, lembaga antara unit dengan kerjasama dalam pelaksanaan Pemprov NTT
menghadapi pemerintah, organisasi stakeholder terkait dalam pengelolaan menghadapi Pemda Kabupaten
perubahan iklim konservasi, sektor membahas kolaborasi perubahan iklim BKKPN Kupang
swasta, dan pengelolaan menghadapi LSM
masyarakat lokal dalam perubahan iklim
pengelolaan
menghadapi perubahan
iklim

414
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Sosialisasi dan Sosialisasi dan penyebaran Masyarakat dan stakeholder BKKPN Kupang
penyebaran informasi informasi tentang perubahan terkait di dalam kawasan TNP Pemerintah Pusat
tentang perubahan iklim di dalam TNP Laut Sawu Laut Sawu mengetahui Pemprov NTT
iklim di dalam TNP Laut ke masyarakat dan informasi mengenai dampak Pemda Kabupaten
Sawu ke masyarakat stakeholder terkait perubahan iklim dan LSM
dan stakeholder terkait bagaimana mitigasinya

Penerapan manajemen Penerapan manajemen Tersedianya mekanisme BKKPN Kupang


adaptif di TNP laut adaptif untuk memungkinkan untuk mengatasi
Sawu untuk respon yang efektif terhadap ketidakpastian perubahan
memungkinkan respon perubahan iklim iklim, melindungi daerah-
yang efektif terhadap daerah kritis yang tahan
perubahan iklim, terhadap perubahan iklim dan
tuntutan, dan tekanan yang berfungsi sebagai tempat
pada kawasan perlindungan untuk
mensuplai daerah yang
terkena dampak, memahami
dan mempertahankan
konektivitas antara habitat
untuk meningkatkan
penambahan kembali secara
bersama-sama dan pemulihan
untuk menjaga hubungan
fungsional antar habitat
terkait serta mengelola
ekosistem agar kesehatan
dan ketahanannya tetap
terjaga dengan memonitor
beberapa indikator keefektifan

415
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

tindakan ini sebagai dasar


bagi pengelolaan adaptif.

Penguatan dukungan Perancangan zonasi kawasan Rencana zonasi TNP Laut BKKPN Kupang
ilmiah untuk TNP Laut yang resilient terhadap Sawu yang resilient terhadap Pemprov NTT
Sawu agar sesuai perubahan iklim perubahan iklim Pemda Kabupaten
dengan kondisi local Tim P4KKP Laut
untuk memastikan Sawu
kawasan dikelola, LSM
dirancang dan berhasil
bertahan terhadap
perubahan iklim.

Pengelolaan Kelengkapan data Pelibatan masyarakat dan Adanya kerjasama dengan BKKPN Kupang
populasi setasea untuk mendukung operator wisata secara aktif masyarakat operator wisata Operator Wisata
zonasi dan pengelolaan untuk melaporkan untuk secara aktif Masyarakat
setasea keberadaan paus melaporkan keberadaan paus LSM
(penampakan dan terdampar) (penampakan dan terdampar)
di TNP Laut sawu

416
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Pengurangan ancaman Kampanye Polusi di Laut - Adanya kerjasama dengan BKKPN Kupang
setasea dari limbah dan (Plastik, sampah, dll) di pada angkutan perairan yang Dishub NTT
polusi di laut angkutan feri, kapal, dll. melintas pada perairan TNP Dishub Kabupaten
Laut Sawu untuk mengurangi PT. ASDP Indonesia
ancaman terhadap setasea Ferry
dari limbah dan polusi di laut DKP Provinsi NTT
- Tersedianya sarana dan DKP Kabupaten
prasarana kebersihan pada LSM
alat angkut yang melintas di
TNP Laut Sawu
- Tersedianya publikasi polusi
di laut (stiker, papan
informasi larangan ataupun
melalui suara/mikrofon ) pada
angkutan perairan

Penelitian, Melakukan kegiatan Inventarisasi, identifikasi dan Pengembangan teknologi BKKPN Kupang
pengembangan penelitian dan analisis kebutuhan perikanan budidaya Uniconsufish
dan penerapan pengembangan pengembangan teknologi berdasarkan hasil DKP Provinsi NTT
ilmu dan teknologi perikanan perikanan budidaya inventarisasi, identifikasi dan DKP Kabupaten
teknologi budidaya analisis kebutuhan LSM
kelautan
Melakukan kegiatan Inventarisasi, identifikasi dan Pengembangan teknologi BKKPN Kupang
penelitian dan analisis kebutuhan perikanan tangkap Uniconsufish
pengembangan pengembangan teknologi berdasarkan hasil DKP Provinsi NTT
teknologi perikanan perikanan tangkap yang inventarisasi, identifikasi dan DKP Kabupaten
tangkap yang ramah ramah lingkungan analisis kebutuhan LSM

417
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

lingkungan untuk
mendukung perikanan Kerja sama untuk pengkajian Adanya MoU kerjasama BKKPN Kupang
yang berkelanjutan metode dan alat tangkap yang antara pengelola dan pihak Pemprov NTT
ramah lingkungan yang relevan dan Pemda Kabupaten
terlaksananya kerjasama Uniconsufish
untuk pengkajian metode dan LIPI
alat tangkap yang ramah LSM
lingkungan Lembaga lain

Survey pendugaan stok jenis Laporan survey pendugaan BKKPN Kupang


ikan ekonomis penting dan stok jenis ikan ekonomis Uniconsufish
kritis penting dan kritis Komnaskajiskan
DKP Provinsi NTT
DKP Kabupaten
LSM

Pengelolaan Pengelolaan keamanan Rapat koordinasi antara Tersedianya sistem dan BKKPN Kupang
pelayaran dan kenyamanan Lembaga Pengelola dengan koordinasi yang disepakati Dishub NTT
pelayaran dinas terkait untuk parapihak dalam pengelolaan Dishub Kabupaten
pengelolaan alur pelayaran keamanan dan pelayaran PT. ASDP Indonesia
Ferry

Monitoring dan Monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi Terlaksananya monitoring dan BKKPN Kupang
evaluasi dengan menggunakan dengan menggunakan evaluasi dengan
perangkat Pedoman perangkat Pedoman Teknis E- menggunakan perangkat
Teknis E-KKP3K KKP3K (Evaluasi Efektivitas Pedoman Teknis E-KKP3K
(Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan (Evaluasi Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Pengelolaan Kawasan
Konservasi Perairan, dan Pulau-Pulau Kecil) Konservasi Perairan, Pesisir
Pesisir dan Pulau-Pulau dan Pulau-Pulau Kecil)

418
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Kecil)

3 Penguatan Peningkatan Kampanye Konservasi Diskusi Rutin Penyadaran Meningkatnya kesadaran BKKPN Kupang
sosial kesadaran Perairan dan Konservasi Perairan dengan masyarakat akan arti penting Tokoh Masyarakat
ekonomi dan masyarakat dan Penyebaran Informasi kelompok masyarakat dan konservasi perairan LSM
budaya pendidikan TNP Laut Sawu penerima manfaat lainnya di
lingkungan wilayah TNP Laut Sawu

Kampanye Penyadaran Meningkatnya kesadaran BKKPN Kupang


Konservasi Perairan dan masyarakat akan arti penting Tokoh Masyarakat
penyebarluasan informasi konservasi perairan serta LSM
Peraturan dan Perundang- peraturan perundangan-
undangan yang terkait undangan yang berkaitan
dengan pengelolaan TNP Laut dengan pengelolaan TNP Laut
Sawu Sawu

Pembentukan dan Monitoring dan evaluasi Terbentuk dan terlatihnya BKKPN Kupang
pembinaan kelompok kegiatan kelompok Kelompok masyarakat peduli Tokoh Masyarakat
masyarakat peduli masyarakat peduli konservasi konservasi perairan di Pemda Kabupaten
konservasi perairan perairan masing-masing Kabupaten di LSM
dalam TNP Laut Sawu

419
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Kerjasama Pengembangan kurikulum Kurikulum muatan lokal BKKPN Kupang


pengembangan muatan lokal berbasis berbasis konservasi perairan Dinas Pendidikan
kurikulum muatan konservasi perairan yang diterapkan di SD dan Kabupaten
lokal berbasis SMP di Kabupaten-Kabupaten LSM
konservasi perairan dan di dalam TNP Laut Sawu
penerapannya di Pelatihan dan penyegaran BKKPN Kupang
sekolah dasar dan guru konservasi Dinas Pendidikan
menengah Kabupaten
LSM

Kerjasama kegiatan luar kelas BKKPN Kupang


Dinas Pendidikan
Kabupaten

Evaluasi BKKPN Kupang


Dinas Pendidikan
Kabupaten

Pengembangan Penyebaran informasi Penyiapan materi/program Informasi mengenai TNP Laut BKKPN Kupang
mekanisme melalui media massa Sawu tersebar luas melalui LSM
penyebarluasan (Website, TV, Radio, media massa
informasi dan Surat Kabar dan Update Ragam Informasi yang BKKPN Kupang
komunikasi TNP majalah) berkaitan dengan TNP Laut LSM
Laut Sawu Sawu

Diskusi Rutin dengan BKKPN Kupang


Jurnalis Lokal NTT LSM

Pembuatan press release BKKPN Kupang

420
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

LSM

Memfasilitasi kunjungan/ BKKPN Kupang


peliputan media LSM

Desain dan Pembuatan Perancangan desain dan Terbitnya material publikasi BKKPN Kupang
Material Publikasi TNP materi, pencetakan bahan, TNP Laut Sawu secara berkala LSM
Laut Sawu penyebarluasan dan evaluasi

Penyebaran Informasi Partisipasi dalam kegiatan Informasi mengenai TNP Laut BKKPN Kupang
TNP Laut Sawu melalui Pameran, Eksebisi, Festival di Sawu disebarluaskan melalui LSM
ragam kegiatan Publik tingkat lokal,regional, kegiatan-kegiatan di tingkat
nasional dan internasional lokal, regional, nasional dan
internasional

Pengembangan Penguatan keterlibatan Penguatan kelompok- Terlaksananya pertemuan BKKPN Kupang


partisipasi masyarakat dalam kelompok pengguna reguler kelompok-kelompok Tokoh Masyarakat
masyarakat pengelolaan TNP Laut sumberdaya (nelayan dan pengguna sumberdaya LSM Lokal
Sawu pembudidaya) melalui (nelayan dan pembudidaya) LSM
pertemuan reguler dan dan pelatihan
pelatihan pengorganisasian pengorganisasian masyarakat
masyarakat

Partisipasi masyarakat Pengembangan pengawasan Mekanisme pengawasan BKKPN Kupang


dalam pengelolaan TNP berbasis masyarakat berbasis masyarakat DKP Kabupaten
Laut Sawu LSM

421
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Penguatan kapasitas Pelatihan manajemen usaha Kapasitas masyarakat DKP Kabupaten


masyarakat pengguna dan teknis usaha perikanan meningkat dalam manajemen BKKPN Kupang
sumberdaya laut yang berkelanjutan usaha perikanan dan teknis Uniconsufish
usaha perikanan yang
berkelanjutan

Pemberdayaan Pelatihan teknis mitigasi Kapasitas dan pengetahuan DKP Kabupaten


masyarakat bencana masyarakat meningkat dalam BKKPN Kupang
pesisir upaya mitigasi bencana Uniconsufish

Pengembangan usaha Bantuan modal kerja untuk Meningkatnya usaha DKP Kabupaten
ekonomi masyarakat meningkatkan skala usaha masyarakat DKP Provinsi
pengguna sumberdaya masyarakat pengguna
kelautan dan perikanan sumberdaya kelautan dan
di dalam TNP laut Sawu perikanan

Pelestarian adat Pelestarian kearifan Fasilitasi revitalisasi kearifan Terlaksananya revitalisasi BKKPN Kupang
dan budaya local masyarakat pesisir local masyarakat pesisir yang kearifan local masyarakat LSM Lokal
masyarakat mendukung konservasi dan pesisir yang mendukung LSM
pesisir pemanfaatan sumberdaya konservasi dan pemanfaatan
lestari sumberdaya lestari

Monitoring dan Monitoring persepsi Monitoring persepsi Terlaksananya monitoring BKKPN Kupang
evaluasi masyarakat terhadap persepsi masyarakat terhadap LSM
pengelolaan TNP Laut Sawu pengelolaan TNP Laut Sawu

422
No Strategi Program Kegiatan Butir Kegiatan Indikator Capaian Pelaksana dan Mitra

Monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi Terlaksananya monitoring dan BKKPN Kupang
program Kampanye Konservasi dan evaluasi Kampanye LSM
Penyebaran Informasi TNP Konservasi dan Penyebaran
Laut Sawu Informasi TNP Laut Sawu

423
BAB VI
PENUTUP

Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu dan sekitarnya di


Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2014–2034 merupakan dokumen yang
memuat kebijakan pengelolaan TNP Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi
Nusa Tenggara Timur, yang meliputi visi dan misi, tujuan dan sasaran
pengelolaan, dan strategi pengelolaan untuk mengarahkan dan
mengendalikan program dan kegiatan pengelolaan TNP Laut Sawu dan
sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur.Rencana Pengelolaan dan
Zonasi TNP Laut Sawu merupakan acuan untuk menyusun rencana kerja
tahunan oleh Satuan Organisasi Unit Pengelola TNP Laut Sawu.
Untuk itu, semua pihak yang terkait dalam pengelolaan TNP Laut
Sawudan sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur diharapkan
mendukung Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu dan
sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur secara partisipatif.
Mengingat pengelolaanTNP Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi
Nusa Tenggara Timur bersifat dinamis dan adaptif, maka Rencana
Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi Nusa
Tenggara Timur dapat dilakukan peninjauan kembali sekurang-kurangnya 5
(lima) tahun sekali dengan mempertimbangkan berbagai perkembangan
yang terjadi dan memperhatikan kebijakan nasional dan daerah, serta
mempertimbangkan kondisi ekonomi, sosial budaya, fisik kawasan, ekologis
dan sumberdaya alam yang penting bagi kesejahteraan masyarakat dan
pembangunan ekonomi, dengan tetap memperhatikan kaidah-kaidah ilmiah
dan pembangunan yang berkelanjutan.

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN


REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SHARIF C. SUTARDJO

424

Anda mungkin juga menyukai