Anda di halaman 1dari 11

HUKUM KOMERSIAL

ANGGOTA:

-) EDGAR CIU / 01011190074

-) HANS CHRISTIAN O / 01011190064

-) MICHAEL LIE / 01011190088

-) STEPHANUS W / 01011190066

-) VINCENT VALENTINO C / 01011190098

HUKUM ASURANSI

A. SEJARAH HUKUM ASURANSI

Asuransi  yang saat ini dijadikan metode untuk mengalihkan risiko, ternyata sudah
dipakai oleh para saudagar dan pedagang Cina maupun Babylonia (Irak) sejak jaman
sebelum masehi. Dahulu para pedagang  yang menghuni di sekitaran lembah sungai
Euphrat dan Tigris memanfaatkan kapal sebagai metode pengiriman barang.

Sejak saat itu para masyarakat Babylonia sudah canggih dalam menerapkan jaminan
dalam berdagang/usaha. Sehingga pada saat itu sudah menjadi hal umum untuk para
saudagar atau kreditur memberikan pinjaman sejumlah uang dengan jaminan kapal
dan sejumlah uang.

Pemilik kapal (peminjam uang) akan dibebaskan dari utang ketika mengetahui bahwa
kapalnya tersebut selamat dalam melakukan ekspedisi. Dengan kata lain kapal yang
dijaminkan tersebut dibebaskan dapat dicabut statusnya sebagai jaminan. Selanjutnya,
sejumlah uang yang dibayarkan tersebut ternyata berfungsi sebagai premi yang wajib
dibayarkan atas sejumlah uang atau modal yang diterima.
Sejalan dengan sistem perdagangan di Babilonia yang semakin berkembang, tepatnya
pada masa pemerintahan raja Hammurabi, sistem asuransi juga ikut berkembang
dengan sistem yang lebih baik. Sebenarnya pada saat itu yang diterapkan bukanlah
sistem asuransi seperti yang kita kenal, akan tetapi terlebih pada pengampunan
terhadap seseorang yang memiliki pinjaman.

Sehingga jika terjadi sesuatu yang memaksa bahwa si peminjam tidak bisa
mengembalikan uang tersebut yang diakibatkan oleh bencana alam, kematian ataupun
lainnya, maka peminjam dibebaskan dari pembayaran.

Kalau kita bandingkan dengan sistem asuransi di jaman sekarang itu bisa kita anggap
sebagai polis asuransi, dimana ada perjanjian kedua belah pihak yang saling mengikat
untuk memenuhi hak dan kewajibannya. Polis asuransi pada zaman itu, tepatnya pada
tahun 1750 diatur dalam hukum raja Hammurabi atau yang lebih dikenal dengan
istilah Hammurabi Code.

B. PENGERTIAN HUKUM ASURANSI

Hukum adalah sekumpulan peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mengikat dan
mempunyai sanksi. Sedangkan asuransi adalah kesepakatan antara dua pihak (pihak
penanggung dan pihak tertanggung) atau lebih untuk memberikan jaminan akan suatu
hal yang dijanjikan. Pihak penanggung adalah perusahaan asuransinya sendiri dan
pihak tertanggung adalah nasabahnya yang minta ditanggung sejumlah pertanggungan
untuk manfaat yang akan diperoleh bagi individu maupun perusahaan tersebut dimana
pihak tertanggung tetap mendapatkan manfaat yang diperoleh sebagai akibat
pertangggungan yang ditanggung oleh pihak penanggung. Hukum Asuransi adalah
hukum atau sekumpulan peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mengikat dan
mempunyai sanksi yang mengatur tentang peralihan risiko kepada orang lain untuk
mendapatkan ganti kerugian dari adanya peristiwa tidak tentu yang menjadi acuan

C. DASAR HUKUM ASURANSI

 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian


Dasar hukum utama yang mengatur dan menentukan segala kegiatan asuransi,
didalamnya memuat peraturan tentang usaha perasuransian. Dasar-dasar dibentuknya
undang-undang ini adalah untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur
sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.

 KUHPerdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) Pasal 1320 dan Pasal 1774

Undang-Undang KUHP Pasal 1320 dan Pasal 1774 menyatakan bahwa asuransi
mengandung unsur perjanjian antara dua belah pihak di dalamnya. Di mana hal
tersebut dirinci dan dijelaskan dalam salah satu pasal, yaitu Pasal 1320 yang
menyebutkan bahwa asuransi mengandung unsur perjanjian antara dua belah pihak di
dalamnya. KUHP Pasal 1774, “Suatu persetujuan untung–untungan (kans-
overeenkomst) adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik
bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian
yang belum tentu”. Inti isi KUHP pasal 1774:

1. Merupakan suatu perbuatan hukum . Artinya, mengikat bagi para pihak baik
penanggung atau tertanggung dimana pihak penanggung bersedia menanggung
pertanggungan yang diberi pihak tertanggung kepada penanggung dalam hal ini
perusahaan asuransi, yang memiliki konsekuens hukum diaman pihak penanggung
dan tertanggung memiliki hak dan kewajiban.

2. Hasil perjanjian itu adalah tentang untung rugi pada suatu pihak / semua
pihak . Artinya tidak mungkin pihak tertanggung maupun penanggung tidak ingin
rugi. Maksudnya adalah setiap pihak harus memiliki sifat mutualisme satu sama lain .
Akan tetapi saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, biasanya pihak tertanggung
mengalami kerugian yang lebih daripada perusahaan asuransi.

3. Peristiwa tak tentu yang belum mungkin terjadi . Artinya jika peristiwa yang
belum terjadi, pihak tertanggung tidak perlu membayar. Jadi pihak tertanggung hanya
perlu membayar uang policy saja
 KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) Bab 9 Pasal 246

Ketentuan tentang jenis pertanggungan dari asuransi, batas maksimal pertanggungan


yang diberikan asuransi, prosedural proses pertanggungan yang berlaku, penyebab
batalnya proses pertanggungan, dan pertanggungan disusun secara tertulis dalam
suatu akta atau polis asuransi.

 Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992

Mengatur tentang penyelenggaraan usaha perasuransian. Peraturan pemerintah


terbentuk atas dasar tujuan asuransi yang secara prinsip mampu mendorong
tumbuhnya pembangunan nasional Indonesia.

 Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999

Terbentuknya peraturan pemerintah ini didasari akan adanya perkembangan kegiatan


usaha perasuransian yang terus mengalami perubahan, serta perubahan situasi
perekonomian nasional.

D. TUJUAN HUKUM ASURANSI

1. Tujuan Asuransi untuk Pengalihan Resiko

Tertanggung menyadari ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau


jiwanya. Untuk mengurangi atau menghilangkan beban resiko tersebut, maka
pihak tertanggung berupaya mencari jalan kalau ada pihak lain yang bersedia
mengambil alih beban resiko ancaman bahaya dan dia sanggup membayar kontra
prestasi yang disebut premi.

2. Tujuan Asuransi untuk Pembayaran Ganti Rugi

Dalam hal ini terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka tidak ada
masalah terhadap resiko yang ditanggung oleh penanggung.
3. Tujuan Asuransi untuk Pembayaran Santunan

Undang-undang mengatur asuransi yang bersifat wajib, artinya tertanggung terikat


dengan si penanggung karena perintah undang-undang bukan karena perjanjian.
Asuransi jenis ini biasa disebut sebagai asuransi sosial. Asuransi sosial bertujuan
melindungi masyarakat dari ancaman bahaya kecelakaan yang mengakibatkan
kematian atau cacat tubuh.

4. Tujuan Asuransi untuk Kesejahteraan Anggota

Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan, maka perkumpulan


tersebut berkedudukan sebagai si penanggung, sedangkan anggota
perkumpulanlah yang berkedudukan tertanggung. Jika terjadi peristiwa yang
mengakibatkan kerugian atau kematian bagi anggota (tertanggung), maka
perkumpulan akan membayar sejumlah uang kepada anggota (tertanggung) yang
bersangkutan.

E. PRINSIP HUKUM ASURANSI

1. Proximate cause (Kausa Proximal)

Suatu penyebab utama aktif dan efisien yang menimbulkan suatu kerugian dalam


sebuah rangkaian kejadian. ketentuan klaim dalam prinsip asuransi ini adalah
apabila objek yang diasuransikan mengalami musibah atau kecelakaan,
maka pertama yang kali harus dan akan dilakukan pihak perusahaan asuransi
adalah mencari penyebab utama aktif dan efisien yang dapat menggerakan suatu
rangkaian perustiwa tanpa terputus yang mana akhirnya menimbulkan kecelakaan
tersebut. Dari pertimbangan tersebut baru dapat ditentukan jumlah klaim yang
diterima oleh pemegang polis.

2. Indemnity (Ganti Rugi)

Suatu mekanisme yang mengharuskan penanggung menyediakan kompensasi


finansial (ganti rugi) dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi
keuangan yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian . Meskipun demikian
prinsip asuransi indemnity ini juga memiliki ketentuan yang menyatakan bahwa
pihak perusahan asuransi tidak berhak memberikan ganti rugi lebih besar atau
lebih tinggi dari kondisi keuangan klien atas kerugian yang dideritanya.

3. Insurable Interest (Kepentingan untuk Diasuransikan)

Hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan keuangan, antara
tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui secara hukum. Tertanggung
harus mempunyai kepentingan atas harta benda yang dapat diasuransikan. Objek
yang diasuransikan juga harus legal dan tidak melanggar hukum serta masuk
dalam kategori layak . Jika ada suatu hal yang diasuransikan tetapi kurang jelas
berarti hal tersebut melanggar perjanjian dan otomatis batal dalam hukum
mengenai perjanjian asuransi tersebut.

4. Utmost Good Faith (Itikad Baik)

Suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap, semua fakta-
fakta material (material fact) mengenai sesuatu yang akan diasuransikan baik
diminta maupun tidak. Artinya, seorang penanggung harus dengan jujur dan
terbuka menerangkan secara jelas serta benar atas segala sesuatu tentang objek
yang diasuransikan.

5. Subrogation (Pengalihan Hak atau Perwalian)

Pengalihan hak dari tertanggung kepada penanggung jika si penanggung telah


membayar ganti rugi terhadap tertanggung. Prinsip Subrogasi berkaitan dengan
suatu keadaan dimana : Kerugian yang dialami Tertanggung merupakan akibat
dari kesalahan pihak ke III (orang lain). Menunjuk pasal 1365 KUH Perdata, pihak
ke III yang bersalah tersebut harus membayar ganti rugi kepada tertanggung,
padahal tertanggung juga mempunyai Polis Asuransi.

6. Contribution (Kontribusi)

Saat tertanggung mengasuransikan suatu objek ke beberapa perusahaan asuransi,


maka akan ada apa yang dinamakan kontribusi dalam pemberian proteksi dari
masing-masing perusahaan tersebut.
F. JENIS-JENIS ASURANSI

 Asuransi Jiwa; adalah layanan asuransi yang digunakan sebagai bentuk


perlindungan atau proteksi terhadap kerugian yang dialami oleh tertanggung
secara finansial yang diakibatkan oleh kematian dari tertanggung yang
merupakan sumber nafkah bagi keluarga tersebut. Contoh asuransinya adalah

a) Asuransi berjangka .Asuransi jiwa berjangka atau term life insurance ini
fungsinya untuk memberi proteksi kepada tertanggung dalam jangka waktu
tertentu saja.

b) Asuransi jiwa seumur hidup. Asuransi jiwa jenis seumur hidup atau whole
life insurance ini memberikan perlindungan seumur hidup, meski biasanya
perusahaan asuransi membatasi manfaat perlindungan hingga hanya 100 tahun.

c) Asuransi jiwa dwiguna. Jenis asuransi jiwa dwiguna atau endowment


insurance ini sesuai dengan namanya adalah asuransi yang memiliki dua manfaat,
sebagai asuransi jiwa berjangka sekaligus tabungan.

 Asuransi Kerugian;adalah layanan asuransi yang memberikan perlindungan


secara finansial kepada objek-objek yang diasuransikan karena berisiko untuk
rusak atau hancur. Objek-objek yang biasa diasuransikan adalah kendaraan
pribadi (mobil atau motor), gedung atau aset-aset berharga lainnya. Jenis-jenis
pertanggungannya contohnya asuransi kebakaran, asuransi pengangkutan barang,
asuransi aneka (Misc. Insurance)

 Asuransi Sosial; Asuransi yang dibentuk oleh pemerintah dengan tujuan


memproteksi seluruh masyarakat dengan premi yang murah, minimal dan
terjangkau. Dengan begitu, masyarakat tetap bisa mendapatkan biaya ganti rugi
jika sewaktu-waktu ada hal yang tidak diinginkan terjadi. Asuransi ini bersifat
wajib kepesertaannya karena bertujuan untuk melindungi seluruh masyarakat dari
berbagai lapisan. Contohnya asuransi Tenaga Kerja, asuransi Kecelakaan,
asuransi kesehatan

G. EKSONERASI RESIKO & FORCE MAJEURE


Perjanjian baku yang memuat klausula eksonerasi yaitu klausula yang meniadakan
atau membatasi kewajiban salah satu pihak (kreditur) untuk membayar ganti rugi
kepada debitur. Perjanjian yang mengandung klausula eksonerasi telah menjadi
bagian dalam setiap hubungan hukum dalam masyarakat. Keberadaan klausula
eksonesrasi dalam setiap perjanjian didasarkan pada asas kebebasan berkontrak
dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Hakekat klausula eksonerasidalam
perjanjian tidak lain adalah untuk adanya pembagian beban resiko yang layak,
namun dalam praktik makna klausula eksonerasi disalahgunakan oleh mereka
yang memiliki keunggulan ekonomi, yaitu tidak hanya untuk membebaskan diri
dari beban tanggung jawabyang berlebihan tetapi juga sampai pada penghapusan
tanggung jawab.

Force Majeure adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia dan
tidak dapat dihindarkan sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau
tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Di dalam KUH Perdata hanya dua pasal yang mengatur tentang Force Majeure,
yaitu pasal 1244 dan pasal 1245 KUH Perdata. Di dalam pasal tersebut hanya
mengatur masalah Force Majeure dalam hubungan dengan pergantian ganti
kerugian dan bunga saja, akan tetapi perumusan pasal – pasal ini dapat digunakan
sebagai pedoman dalam mengartikan Force Majeure.Adapun dasar pikiran
pembuat Undang – Undang ialah “ Suatu keadaan memaksa ( Force Majeure /
Overmacth ) adalah suatu alasan untuk dibebaskan dari kewajiban membayar ganti
rugi.

Eksonerasi resiko memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Isinya ditetapkan sepihak oleh kreditur yang posisinya relatif lebih kuat
dibandingkan debitur;

b. Debitur sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian itu karena sifatnya
seragam

c. Terdorong oleh kebutuhannya, debitur terpaksa menerima perjanjian tersebut;

d. Bentuknya tertulis;
e. Dipersiapkan secara massal atau kolektif.

Mekanisme asuransi :

Ketika membeli asuransi, seseorang mendapat polis asuransi yang merupakan kontrak


yang mengikat secara hukum. Polis ini menjelaskan secara rinci semua hak, tanggung
jawab dan kewajiban tertanggung (nasabah) dan perusahaan asuransi. Saat seseorang
menderita kerugian yang tercakup dalam polis, dia bisa mengajukan klaim. Klaim
merupakan laporan lengkap dari apa yang hilang atau rusak beserta nilainya.

Jumlah uang yang akan diganti (uang pertanggungan) didasarkan pada jumlah yang
terdapat dalam polis. Ketika individu atau perusahaan membeli polis asuransi, semua
uang dari premi kemudian digabungkan menjadi apa yang disebut kolam asuransi
(insurance pool). Perusahaan asuransi menggunakan statistik untuk memprediksi
berapa persen orang atau bisnis yang diasuransikan akan benar-benar menderita
kerugian dan mengajukan klaim.

Asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian Indonesia meliputi :

a) Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;

b) Kebebasan untuk memilih pihak siapa ia ingin membuat perjanjian;

c) Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang akan
dibuatnya;

d) Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian;

e) Kebebasan untuk menentukan bentuk perjanjian;

f) Kebebasan untuk menerima atau menyimpang ketentuan undang-undang yang


bersifat pelengkap

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak


adalah :
a. Semakin menguatnya pengaruh ajaran i’tikad baik, dimana i’ikad baik tidak
hanya ada pada saat pelaksanaan kontrak, tetapi juga harus ada pada saat
dibentuknya kontrak;

b. Semakin berkembangnya ajaran penyalahgunaan keadaan

Anda mungkin juga menyukai