ANGGOTA:
-) STEPHANUS W / 01011190066
HUKUM ASURANSI
Asuransi yang saat ini dijadikan metode untuk mengalihkan risiko, ternyata sudah
dipakai oleh para saudagar dan pedagang Cina maupun Babylonia (Irak) sejak jaman
sebelum masehi. Dahulu para pedagang yang menghuni di sekitaran lembah sungai
Euphrat dan Tigris memanfaatkan kapal sebagai metode pengiriman barang.
Sejak saat itu para masyarakat Babylonia sudah canggih dalam menerapkan jaminan
dalam berdagang/usaha. Sehingga pada saat itu sudah menjadi hal umum untuk para
saudagar atau kreditur memberikan pinjaman sejumlah uang dengan jaminan kapal
dan sejumlah uang.
Pemilik kapal (peminjam uang) akan dibebaskan dari utang ketika mengetahui bahwa
kapalnya tersebut selamat dalam melakukan ekspedisi. Dengan kata lain kapal yang
dijaminkan tersebut dibebaskan dapat dicabut statusnya sebagai jaminan. Selanjutnya,
sejumlah uang yang dibayarkan tersebut ternyata berfungsi sebagai premi yang wajib
dibayarkan atas sejumlah uang atau modal yang diterima.
Sejalan dengan sistem perdagangan di Babilonia yang semakin berkembang, tepatnya
pada masa pemerintahan raja Hammurabi, sistem asuransi juga ikut berkembang
dengan sistem yang lebih baik. Sebenarnya pada saat itu yang diterapkan bukanlah
sistem asuransi seperti yang kita kenal, akan tetapi terlebih pada pengampunan
terhadap seseorang yang memiliki pinjaman.
Sehingga jika terjadi sesuatu yang memaksa bahwa si peminjam tidak bisa
mengembalikan uang tersebut yang diakibatkan oleh bencana alam, kematian ataupun
lainnya, maka peminjam dibebaskan dari pembayaran.
Kalau kita bandingkan dengan sistem asuransi di jaman sekarang itu bisa kita anggap
sebagai polis asuransi, dimana ada perjanjian kedua belah pihak yang saling mengikat
untuk memenuhi hak dan kewajibannya. Polis asuransi pada zaman itu, tepatnya pada
tahun 1750 diatur dalam hukum raja Hammurabi atau yang lebih dikenal dengan
istilah Hammurabi Code.
Hukum adalah sekumpulan peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mengikat dan
mempunyai sanksi. Sedangkan asuransi adalah kesepakatan antara dua pihak (pihak
penanggung dan pihak tertanggung) atau lebih untuk memberikan jaminan akan suatu
hal yang dijanjikan. Pihak penanggung adalah perusahaan asuransinya sendiri dan
pihak tertanggung adalah nasabahnya yang minta ditanggung sejumlah pertanggungan
untuk manfaat yang akan diperoleh bagi individu maupun perusahaan tersebut dimana
pihak tertanggung tetap mendapatkan manfaat yang diperoleh sebagai akibat
pertangggungan yang ditanggung oleh pihak penanggung. Hukum Asuransi adalah
hukum atau sekumpulan peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mengikat dan
mempunyai sanksi yang mengatur tentang peralihan risiko kepada orang lain untuk
mendapatkan ganti kerugian dari adanya peristiwa tidak tentu yang menjadi acuan
KUHPerdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) Pasal 1320 dan Pasal 1774
Undang-Undang KUHP Pasal 1320 dan Pasal 1774 menyatakan bahwa asuransi
mengandung unsur perjanjian antara dua belah pihak di dalamnya. Di mana hal
tersebut dirinci dan dijelaskan dalam salah satu pasal, yaitu Pasal 1320 yang
menyebutkan bahwa asuransi mengandung unsur perjanjian antara dua belah pihak di
dalamnya. KUHP Pasal 1774, “Suatu persetujuan untung–untungan (kans-
overeenkomst) adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik
bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian
yang belum tentu”. Inti isi KUHP pasal 1774:
1. Merupakan suatu perbuatan hukum . Artinya, mengikat bagi para pihak baik
penanggung atau tertanggung dimana pihak penanggung bersedia menanggung
pertanggungan yang diberi pihak tertanggung kepada penanggung dalam hal ini
perusahaan asuransi, yang memiliki konsekuens hukum diaman pihak penanggung
dan tertanggung memiliki hak dan kewajiban.
2. Hasil perjanjian itu adalah tentang untung rugi pada suatu pihak / semua
pihak . Artinya tidak mungkin pihak tertanggung maupun penanggung tidak ingin
rugi. Maksudnya adalah setiap pihak harus memiliki sifat mutualisme satu sama lain .
Akan tetapi saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, biasanya pihak tertanggung
mengalami kerugian yang lebih daripada perusahaan asuransi.
3. Peristiwa tak tentu yang belum mungkin terjadi . Artinya jika peristiwa yang
belum terjadi, pihak tertanggung tidak perlu membayar. Jadi pihak tertanggung hanya
perlu membayar uang policy saja
KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) Bab 9 Pasal 246
Dalam hal ini terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka tidak ada
masalah terhadap resiko yang ditanggung oleh penanggung.
3. Tujuan Asuransi untuk Pembayaran Santunan
Hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan keuangan, antara
tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui secara hukum. Tertanggung
harus mempunyai kepentingan atas harta benda yang dapat diasuransikan. Objek
yang diasuransikan juga harus legal dan tidak melanggar hukum serta masuk
dalam kategori layak . Jika ada suatu hal yang diasuransikan tetapi kurang jelas
berarti hal tersebut melanggar perjanjian dan otomatis batal dalam hukum
mengenai perjanjian asuransi tersebut.
Suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap, semua fakta-
fakta material (material fact) mengenai sesuatu yang akan diasuransikan baik
diminta maupun tidak. Artinya, seorang penanggung harus dengan jujur dan
terbuka menerangkan secara jelas serta benar atas segala sesuatu tentang objek
yang diasuransikan.
6. Contribution (Kontribusi)
a) Asuransi berjangka .Asuransi jiwa berjangka atau term life insurance ini
fungsinya untuk memberi proteksi kepada tertanggung dalam jangka waktu
tertentu saja.
b) Asuransi jiwa seumur hidup. Asuransi jiwa jenis seumur hidup atau whole
life insurance ini memberikan perlindungan seumur hidup, meski biasanya
perusahaan asuransi membatasi manfaat perlindungan hingga hanya 100 tahun.
Force Majeure adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia dan
tidak dapat dihindarkan sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau
tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Di dalam KUH Perdata hanya dua pasal yang mengatur tentang Force Majeure,
yaitu pasal 1244 dan pasal 1245 KUH Perdata. Di dalam pasal tersebut hanya
mengatur masalah Force Majeure dalam hubungan dengan pergantian ganti
kerugian dan bunga saja, akan tetapi perumusan pasal – pasal ini dapat digunakan
sebagai pedoman dalam mengartikan Force Majeure.Adapun dasar pikiran
pembuat Undang – Undang ialah “ Suatu keadaan memaksa ( Force Majeure /
Overmacth ) adalah suatu alasan untuk dibebaskan dari kewajiban membayar ganti
rugi.
a. Isinya ditetapkan sepihak oleh kreditur yang posisinya relatif lebih kuat
dibandingkan debitur;
b. Debitur sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian itu karena sifatnya
seragam
d. Bentuknya tertulis;
e. Dipersiapkan secara massal atau kolektif.
Mekanisme asuransi :
Jumlah uang yang akan diganti (uang pertanggungan) didasarkan pada jumlah yang
terdapat dalam polis. Ketika individu atau perusahaan membeli polis asuransi, semua
uang dari premi kemudian digabungkan menjadi apa yang disebut kolam asuransi
(insurance pool). Perusahaan asuransi menggunakan statistik untuk memprediksi
berapa persen orang atau bisnis yang diasuransikan akan benar-benar menderita
kerugian dan mengajukan klaim.
c) Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang akan
dibuatnya;