Anda di halaman 1dari 11

Idea Nursing Journal Hajjul Kamil

ISSN : 2087-2879

PENERAPAN PRINSIP KEWASPADAAN STANDAR OLEH PERAWAT


PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP PENYAKIT BEDAH
RSUDZA BANDA ACEH
Application of Universal Precautions Standard by Nurses in Surgical Ward at RSUZA Hospital,
Banda Aceh
Hajjul Kamil
Bagian Keilmuan Keperawatan Dasar – Dasar Keperawatan, PSIK-FK Universitas Syiah Kuala
Basic Nursing Department, School of Nursing, Faculty of Medicine, Syiah Kuala University
E-mail: hk_psik@yahoo.com

ABSTRAK
Kewaspadaan standar dirancang di rumah sakit sebagai langkah awal untuk tindakan pencegahan infeksi
nosokomial. Tujuan penelitian untuk mengetahui penerapan prinsip kewaspadaan standar oleh perawat
pelaksana di ruang rawat inap penyakit bedah RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, meliputi; penerapan
prinsip cuci tangan, penggunaan sarung tangan, masker, baju pelindung, penanganan linen, penanganan
peralatan perawatan pasien, kebersihan lingkungan, dan penanganan instrumen tajam. Desain penelitian
Cross Sectional Study, tempat penelitian di ruang rawat inap penyakit bedah RSUD dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh meliputi ruang Jeumpa I, II, dan III, waktu penelitian tanggal 9 sampai dengan 20 Juni 2010,
pengambilan sampel menggunakan tehnik total sampling berjumlah 38 responden, alat pengumpulan data
menggunakan instrumen observasi terdiri dari 41 item. Uji validitas menggunakan Content Validity Test
meliputi Face Validity dan Logical Validity. Hasil penelitian; prinsip cuci tangan 94,7 % katagori kurang,
penggunaan sarung tangan 94,7% katagori kurang, penggunaan masker 92,1 % katagori baik, penggunaan
baju pelindung 76,3% katagori baik, penanganan linen 89,5 % katagori baik, penanganan peralatan
perawatan pasien 60,5 % katagori baik, kebersihan lingkungan pasien 89,5% katagori baik, dan penanganan
instrumen tajam 86,8 % katagori baik. Hasil penelitian secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa
penerapan prinsip kewaspadaan standar oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap penyakit bedah RSUD
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh 94,7 % berada pada kategori kurang

Kata Kunci: Prinsip Kewaspadaan Standar, cuci tangan, sarung tangan, masker, baju pelindung, linen,
peralatan perawatan pasien, kebersihan lingkungan, dan instrumen tajam.

ABSTRACT
Standard precautions was formed in hospital as a basic step in nosokomial infection prevention. The
objective this study was to identify the application of standard precaution by ascociate nurses in surgical
ward at dr. Zainoel Abidin Hospital, Banda Aceh. Its include hand washing application, using the gloves,
face mask application, gown application, linen management, equipment management, environtment hygiene
and sharp instrument management. The design was cross sectional study, the location in surgical ward dr.
Zainoel Abidin Hospital, include Jeumpa I, II and III. The study was conducted during 9th until 20th of Juni
2010, the sampling method was total samping about 38 nurses as respondents. The instrument was used
observation list consist of 41 items. Validity test was used content validity test include face validity and
logical validity. The results are; the application of hand washing principle about 94,7% in poor category,
the gloves application about 94,7% in poor category, the face mask application about 92,1% in good
category, the gown application about 76,3% in good category, the linen management about 89,5% in good
category, the equipment application about 60,5% in good category, environment hygiene about 89,5% in
good category and the sharp instruments management about 86,8% in good category. The conclusion is the
application of standar precaution by ascociate nurses in surgical ward about 94,7% in poor category.

Keywords: standard precaution principle, hand washing, the gloves, the face mask, the gown, linen,
equipment care, environtment hygiene and sharp instruments.

1
Idea Nursing Journal Vol. II No. 1

PENDAHULUAN kewaspadaan standar dan kewaspadaan


Dalam pelayanan keperawatan, berdasarkan penularan (Tietjen, 2004).
terinfeksi merupakan masalah yang sangat Kewaspadaan standar yang
serius sehingga memerlukan perhatian yang digunakan untuk perawatan kesehatan
sangat besar dalam penatalaksanaan. Prinsip pasien yang dirawat di rumah sakit
umum yang harus diperhatikan adalah termasuk memberikan perhatian khusus
menjaga agar pasien tidak terinfeksi, pasien pada penerapan teknik barier, meliputi;
yang terinfeksi tidak tertular oleh mencuci tangan, pakai masker dan sarung
mikroorganisme yang lain, pasien yang tangan, cuci tangan dan permukaan kulit
terinfeksi tidak menjadi sumber penularan lain segera jika terkontaminasi dengan
bagi pasien yang lain, dan menjaga infeksi darah atau cairan tubuh, jangan menutup
jangan sampai berkembang dan menjadi kembali atau memanipulasi jarum, buang
lebih parah (Stevens, 2000). jarum ke wadah benda tajam. Letakkan
Pasien dalam lingkungan perawatan semua limbah dan material yang
kesehatan berisiko terkena infeksi karena terkontaminasi dalam kantung plastik,
daya tahan tubuh yang menurun, peralatan klien dibersihkan dan diproses
meningkatnya pajanan terhadap jumlah dan ulang dengan tepat, alat sekali pakai
jenis penyakit yang disebabkan oleh dibuang. Linen yang terkontaminasi
mikroorganisme dan prosedur invasif. diletakkan dalam kantong yang tahan bocor
Dengan cara mempraktikkan teknik dan ditangani untuk mencegah paparan
pencegahan dan pengendalian infeksi, terhadap kulit dan membrane mukosa
perawat dapat menghindarkan penyebaran (Schaffer, Garzon, Heroux & Korniewicz,
mikroorganisme terhadap pasien 2000).
(Potter & Perry, 2005). Penerapan kewaspadaan standar
diharapkan dapat menurunkan risiko
Menurut World Health Organization
penularan pathogen melalui darah dan
(2009) fakta-fakta menujukkan bahwa di
cairan tubuh lain dari sumber yang
negara berkembang dan negara dengan
diketahui maupun yang tidak diketahui.
masa transisi risiko infeksi dari pelayanan
Penerapan ini merupakan pencegahan dan
kesehatan yang buruk sebanyak 20 kali
pengendalian infeksi yang harus rutin
lebih tinggi daripada di negara maju, setiap
dilaksanakan terhadap semua pasien dan di
waktu, 1.4 juta orang di seluruh dunia
semua fasilitas pelayanan kesehatan (World
menderita infeksi yang diperoleh dari
Health Organization, 2008).
rumah sakit, sedikitnya 50% dari peralatan
kedokteran dan kesehatan tidak dapat Quality Assesment di ruang rawat
dipakai atau hanya sebagian dapat dipakai. inap bedah RSUD dr. Zainoel Abidin Banda
Setiap tahun, 1.3 juta orang meninggal Aceh tahun 2008 (Hasan, 2008)
disebabkan oleh terapi melalui suntikan memaparkan bahwa pasien yang dirawat
yang tidak aman, utamanya dalam kaitan lebih dari 3 hari dengan pemasangan Intra
dengan Transmision Blood-Borne Pathogen Venous Fluid Drip (IVFD) mengalami
seperti Virus Hepatitis B, Virus Hepatitis C kecendrungan 0,2 kali terjadinya phlebitis
dan Human Imunodefeciency Virus (HIV). atau sekitar 24,4% dibandingkan pasien
Opname dan pengobatan tambahan di yang dirawat di bawah 3 hari. Angka
rumah sakit, hilangnya pemasukan pasien, infeksi nosokomial secara umum di RSUD
dan kecacatan seumur hidup, telah dr. Zainoel Abidin sekitar 16-22%, dan
merugikan negara-negara di dunia antara sekitar 30% dari infeksi nosokomial terjadi
US$ 6 milyar sampai dengan US $ 29 pada luka pasien post operasi.
milyar per tahun (WHO, 2009). Hasil penelitian oleh Yusnidar (2009)
Pada tahun 1996, Centers of Disease tentang perilaku perawat dalam
Control dan Hospital Infection Control pencegahan infeksi pada perawatan luka
Practices Advisory Committee menerbitkan post operatif di ruang rawat inap penyakit
sistem baru kewaspadaan isolasi. Sistem ini bedah RSUD dr. Zainoel Abidin Banda
melibatkan pendekatan dua tingkat yaitu Aceh, yang merupakan hasil observasi dan

2
Idea Nursing Journal Hajjul Kamil

pengalaman bekerja dijumpai 15 orang meliputi Face Validity dan Logical


pasien post operatif yang diamati, 3 Validity. Pengolahan data dilakukan
diantaranya menunjukkan tanda-tanda melalui tahap editing, coding, transferring,
infeksi pada insisi luka pembedahan. dan tabulating. Analisa data dilakukan
Hasil wawancara dengan kepala dengan menghitung jumlah jawaban “Ya”
ruang Jeumpa I dan II (Ruang Rawat Bedah dan “Tidak” untuk masing-masing
Pria dan Wanita) RSUD dr. Zainoel Abidin subvariabel dan variabel penelitian yang
Banda Aceh, dapat disimpulkan bahwa di diobservasi. Hasil penelitian katagori baik
ruang rawat inap penyakit bedah sudah ada bila semua item observasi dilakukan dan
kebijakan dalam hal pencegahan terjadinya katagori kurang bila salah satu atau lebih
infeksi nosokomial dari perawat ke pasien item observasi tidak dilakukan.
dan sebaliknya. Dalam pelaksanaannya
sudah baik, akan tetapi masih dijumpai HASIL PENELITIAN
beberapa kendala, misalnya kesadaran
Karakteristik Responden
perawat sendiri untuk menjalankan
prosedur sesuai kebijakan dan jumlah Tabel 1.Karakteristik Responden Penelitian
sarana yang tersedia belum optimal. Penerapan Prinsip Kewaspadaan Standar oleh
Berdasarkan uraian dan penyajian di Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap
atas, yang menjadi masalah penelitian Penyakit Bedah RSUD dr. Zainoel Abidin
adalah “Bagaimanakah Penerapan Prinsip Banda Aceh Tahun 2010 (n: 38).
Kewaspadaan Standar oleh Perawat No Karakteristik F %
1 Umur
Pelaksana di Ruang Rawat Inap Penyakit Dewasa awal (20-30) 20 52,7
Bedah RSUD dr. Zainoel Abidin Banda tahun 16 42,1
Aceh Tahun 2010?” Tujuan penelitian Dewasa tengah ( 30-40) 2 5,2
adalah untuk mengetahui penerapan prinsip tahun
38 100
kewaspadaan standar oleh perawat Dewasa akhir (40-50)
tahun
pelaksana di ruang rawat inap penyakit 2 Jenis Kelamin
bedah RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Perempuan 33 86,8
Aceh, meliputi; prinsip cuci tangan, prinsip Laki-laki 5 13,2
penggunaan sarung tangan, prinsip 38 100
penggunaan masker, prinsip penggunaan 3 Pendidikan
baju pelindung, prinsip penanganan linen, D-III Keperawatan 31 81,6
prinsip penanganan peralatan perawatan S-1 Keperawatan 6 15,8
Ners 1 2,6
pasien, prinsip tindakan kebersihan
38 100
lingkungan, dan prinsip penanganan
4 Masa Kerja
instrumen tajam. < 1 tahun 1 2,6
1-5 tahun 31 81,6
METODA PENELITIAN >5 tahun 6 15,8
38 100
Desain penelitian Cross Sectional 5 Mengikuti Pelatihan
Study, tempat penelitian di ruang rawat Pengontrolan Infeksi 35 92,1
Pernah 3 7,9
inap penyakit bedah RSUD dr. Zainoel Tidak pernah
Abidin Banda Aceh (Jeumpa I, II, dan III), 38 100
pengumpulan data tanggal 9 sampai
Penerapan Prinsip Kewaspadaan
dengan 20 Juni 2010. Pengambilan sampel
Standar Untuk Masing-Masing Sub-variabel
menggunakan tehnik total sampling
oleh Perawat Pelaksana di Ruang Rawat
berjumlah orang 38 reponden. Alat
Inap Penyakit Bedah RSUD dr. Zainoel
pengumpulan data penelitian menggunakan
Abidin Banda Aceh Tahun 2010
instrumen observasi dalam bentuk check list
“Ya” dan “Tidak” terdiri dari 41 item Penyajian data hasil penelitian
observasi untuk delapan subvariabel tentang penerapan prinsip kewaspadaan
penelitian. Uji validitas instrumen observasi standar untuk masing-masing subvariabel
menggunakan Content Validity Test oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap

3
Idea Nursing Journal Vol. II No. 1

penyakit bedah RSUD dr. Zainoel Berdasarkan data pada diagram 2


Abidin Banda Aceh, tersaji pada diagram dapat disimpulkan bahwa prinsip penerapan
1 berikut ini: kewaspadaan standar oleh perawat
Berdasarkan data pada diagram 1 pelaksana di ruang rawat inap penyakit
dapat disimpulkan bahwa penerapan bedah RSUD dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh sebagian besar berada pada kategori
kurang yaitu 36 responden (94,7 %).

PEMBAHASAN

Prinsip Cuci Tangan


Teknik dasar yang paling penting
Kewaspadaan standar untuk masing- dalam pencegahan dan pengontrolan
masing subvariabel oleh perawat pelaksana penularan infeksi adalah mencuci tangan.
di ruang rawat inap penyakit bedah RSUD Tangan dapat membawa sejumlah
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh adalah organisme secara signifikan baik pathogen
sebagai berikut; prinsip cuci tangan berada maupun flora normal. Mencuci tangan yang
pada katagori kurang 36 responden (94,7 tepat dapat menurunkan angka infeksi dan
%), prinsip penggunaan sarung tangan berada secara potensial mengurangi transmisi ke
pada katagori kurang 36 responden, prinsip pasien (Potter & Perry, 2005). Menurut
penggunaan masker berada pada katagori Ritchie dan Ibbotson (1993, dikutip dari
baik 35 responden (92,1 %), prinsip Basford, 2006), sebelum merawat pasien,
penggunaan baju pelindung berada pada terlebih dahulu mencuci tangan untuk
katagori baik 29 responden (76,3 %), menghilangkan sejumlah organisme normal
prinsip penanganan linen berada pada pada tubuh manusia hingga ke tingkat yang
katagori baik 34 responden (89,5 %), aman. Selain itu, mencuci tangan
prinsip penanganan peralatan perawatan merupakan tindakan pengendalian infeksi
pasien berada pada katagori baik 23 yang paling mendasar dan penting, namun
responden (60,5 %), prinsip kebersihan sering diabaikan karena hasil yang tampak
lingkungan berada pada katagori baik 34 dan mikroorganisme tidak dapat terlihat
responden (89,5 %), dan prinsip oleh mata telanjang. Beberapa perawat
penanganan instrumen tajam berada pada teramati tidak melakukan cuci tangan saat
katagori baik 33 responden (86,8 %). akan kontak dengan pasien, perawat
Penerapan Prinsip Kewaspadaan Standar langsung menjumpai pasien dan
oleh Perawat Pelaksana di Ruang Rawat mengenakan sarung tangan. Selain itu,
Inap Penyakit Bedah RSUD dr. Zainoel prinsip penerapan cuci tangan paling jarang
Abidin Banda Aceh Tahun 2010 Penyajian dilakukan oleh perawat pelaksana adalah
data hasil penelitian tentang penerapan tindakan mencuci tangan sebelum kontak
prinsip kewaspadaan standar oleh perawat dengan pasien lain.
pelaksana di ruang rawat inap penyakit Permasalahan seperti diatas pernah
bedah RSUD dr. Zainoel Abidin Banda dikemukakan dari hasil penelitian
Aceh. Alvorado (2000, dikutip dari Tietjen, 2004)
yang menyimpulkan bahwa petugas
kesehatan merasa tidak perlu mencuci
tangan saat akan berpindah ke pasien lain,
tindakan cuci tangan tidak mempengaruhi
hasil klinis, tindakan cuci tangan tidak perlu
ketika sarung tangan dipakai, tindakan cuci
tangan yang terlalu sering dapat
mengganggu efisiensian pasien dan
tindakan cuci tangan menyita banyak
waktu.

4
Idea Nursing Journal Hajjul Kamil

Beberapa perawat pelaksana penyakit bedah menggunakan sarung


melakukan teknik cuci tangan dengan enam tangan saat menyentuh darah, tinja, urin,
langkah secara lengkap, tapi sebagian besar cairan tubuh, kontak dengan kulit terluka
perawat hanya melakukan cuci tangan dan melakukan tindakan invasif.
dengan cara biasa hanya membasahi tangan Kenyataan ini sesuai dengan
dan dilakukan dalam waktu yang sangat pendapat dari Berman (2009) yang
singkat. Public Health Service dan Centers menyatakan bahwa sarung tangan bersih
of Disease Control menganjurkan cuci disposible (sekali pakai) harus digunakan
tangan paling sedikit 10-15 detik dan jika untuk melindungi tangan saat perawat
tampak kotor maka dibutuhkan waktu lebih memegang objek atau material infektif,
lama, karena hal tersebut dapat seperti; darah, urine, feses, sputum,
memusnahkan mikroorganisme dari kulit membran mukosa, kulit yang tidak utuh,
(Potter &Perry, 2005). dan alat-alat yang telah digunakan). Namun
Hasil penelitian tentang subvariabel pendapat Berman (2009) masih tidak sesuai
prinsip cuci tangan oleh perawat pelaksana untuk beberapa perawat pelaksana di ruang
di ruang rawat inap penyakit bedah yang rawat inap penyakit bedah yang tidak
tersaji pada diagram 1, sangat tidak sesuai menggunakan sarung tangan saat
dengan konsep teoritis. 94,7 % perawat memegang alat-alat untuk melakukan
pelaksana tidak melaksanakan prinsip cuci tindakan ganti verban dan perawatan luka.
tangan dengan baik, padahal fasilitas Muhardi (1999), menyebutkan bahwa
pendukung untuk itu tersedia di ruang dalam perawatan luka, sarung tangan harus
perawatan, seperti tempat cuci tangan, dipakai sebelum menyentuh sesuatu yang
sabun cair, dan tisu untuk mengeringkan basah (kulit tak utuh, selaput mukosa, darah
tangan. Hasil penelitian ini memberi dan cairan tubuh lain). Gunakan sarung
gambaran yang sangat membahayakan tangan steril untuk prosedur apapun yang
untuk kesehatan perawat sendiri maupun akan mengakibatkan kontak dengan
untuk pasien dan keluarga, apa lagi setelah jaringan di bawah kulit.
perawat menyentuh darah, cairan tubuh, Hasil pengamatan lain juga
atau kulit yang terluka, dan menyentuh menunjukkan bahwa masih ada perawat
benda-benda terkontaminasi. yang tidak mengganti sarung tangan saat
berganti pasien, dimana sekali penggunaan
Prinsip Penggunaan Sarung Tangan sarung tangan steril terkadang untuk
Hasil penelitian yang tersaji pada menangani dua sampai dengan tiga pasien.
diagram 1 dapat disimpulkan bahwa Padahal tindakan yang dilakukan berupa
penerapan prinsip penggunaan sarung ganti verban dan perawatan luka yang
tangan oleh perawat pelaksana di ruang mengharuskan perawat untuk
rawat inap penyakit bedah 94,7 % berada menggunakan prinsip aseptik dalam
pada katagori kurang, dan kenyataan ini melakukan perawatan terhadap pasien.
tidak sesuai dengan teori yang menyatakan Hasil ini tidak sesuai dengan pendapat
bahwa spenggunaan sarung tangan sangat William (1983 dalam Potter & Perry, 2005)
penting dilakukan perawat untuk mencegah yang merekomendasikan bahwa sarung
penularan pathogen melalui cara kontak tangan hanya dapat dipergunakan sekali
langsung maupun tidak langsung (Potter & untuk satu tindakan dan atau satu orang
Perry, 2005). Sarung tangan mengurangi pasien. Centers of Disease Control (dalam
risiko petugas kesehatan terkena infeksi Potter & Perry, 2005) juga menganjurkan
bakterial dari pasien, mencegah penularan pemakaian sarung tangan lain setiap
flora kulit petugas kesehatan kepada pasien, berpindah pasien untuk mencegah
dan mengurangi kontaminasi tangan kontaminasi silang, penggunaan sarung
petugas kesehatan dengan mikroorganisme tangan yang sama dan telah mencucinya
yang dapat berpindah dari satu pasien ke kembali diantara bagian yang kotor bukan
pasien lainnya (Tietjen, 2004). Semua tindakan yang aman karena sejumlah
perawat pelaksana di ruang rawat inap bakteri masih ditemukan pada sarung

5
Idea Nursing Journal Vol. II No. 1

tangan maupun pada tangan perawat yang menghirup mikroorganisme dan mencegah
tidak mengganti sarung tangan tersebut. penularan pathogen dari saluran pernafasan
Selama pengumpulan data, peneliti pasien maupun sebaliknya.
juga masih menemukan beberapa perawat Hasil penelitian juga menunjukkan
belum menggunakan sarung tangan dengan adanya perawat yang tidak menggunakan
baik dan benar. Hal ini dapat dilihat pada masker bukan karena perawat tidak mau
saat perawat mengenakan sarung tangan dan tidak ingin menggunakan masker, tetapi
steril, dimana masih ada perawat yang karena persediaan masker di ruangan
memegang bagian luar sarung tangan yang terbatas atau habis.
merupakan daerah steril. Beberapa perawat
Cara memakai dan melepaskan
yang lain terkadang lupa sedang
masker juga sudah tepat dilakukan oleh
menggunakan sarung tangan steril, tapi
perawat. Masker yang digunakan tepat
memegang atau menyentuh peralatan tidak
menutupi hidung dan mulut, metal strip
steril. Demikian juga dengan ukuran sarung
yang ada pada masker juga diatur tepat
tangan yang digunakan masih ada yang
diatas batang hidung. Penggunaan masker
tidak sesuai dengan ukuran tangan perawat,
juga hanya untuk sekali pakai dan perawat
sehingga ada yang robek karena ditarik
tidak membiarkan masker yang telah
dengan paksa pada saat pemakaian, hal ini
dipakai tergantung di leher tapi langsung
tentu saja mempengaruhi kesterilan
membuangnya ke dalam tong sampah.
pelaksanaan tindakan dan meningkatkan
Potter dan Perry (2005), menyebutkan
risiko infeksi silang. Penggunaan sarung
bahwa masker yang dipakai dengan tepat
tangan sekali pakai akan mudah dikenakan
dan terpasang pas akan nyaman menutupi
dan dirancang pas bagi setiap tangan sesuai
mulut dan hidung sehingga pathogen, darah
ukuran, namun karet tipis sarung tangan
dan cairan tubuh tidak dapat memasuki atau
akan robek dengan mudah bila dipakai
keluar diantara sela-selanya, jika perawat
dengan cara yang salah (Potter & Perry,
memakai kaca mata, batas atas masker
2005). Menurut Darmadi (2008), agar
berada tepat di bawah kaca mata sehingga
sarung tangan bedah maupun sarung tangan
tidak akan mengembun pada kaca mata
pemeriksaan dapat dimanfaatkan dengan
pada saat perawat menghembuskan nafas.
baik dan dapat terjaga kesterilannya, maka
sarung tangan harus steril, utuh dan tidak
robek/berlubang, tidak basah, serta Prinsip Penggunaan Baju Pelindung
ukurannya harus sesuai dengan ukuran Di ruang rawat inap penyakit bedah
tangan perawat agar gerakan tangan atau 76,3 % perawat pelaksana sudah
jari selama mengerjakan prosedur dan melaksanakan prinsip penggunaan baju
tindakam perawatan dapat bergerak dengan pelindung dengan baik, namun masih ada
bebas. 23,7 % tidak menggunakan dikarenakan
mereka sudah mengenakan baju khusus
Prinsip Penggunaan Masker untuk tindakan, tapi hal tersebut tetap saja
Penerapan prinsip penggunaan tidak melindungi perawat dari risiko
masker oleh perawat pelaksana di ruang terpercik cairan. Selain hal tersebut,
rawat inap penyakit bedah 92,1% pada beberapa perawat pelaksana tidak
katagori baik. Masker dipakai untuk menggunakan baju pelindung karena
menahan cipratan yang keluar sewaktu persediaan diruangan yang terbatas.
perawat berbicara, batuk, bersin dan juga Menurut Tietjen (2004), baju
untuk mencegah cipratan darah atau cairan pelindung dipergunakan untuk mencegah
tubuh pasien yang terkontaminasi masuk ke cipratan pada baju yang dikenakan oleh
dalam hidung atau mulut petugas (Tietjen, petugas pelayanan kesehatan, baju
2004). pelindung melindungi petugas pelayanan
Menurut Potter dan Perry (2005), kesehatan dari kontak dengan darah atau
masker harus digunakan bila diperkirakan cairan tubuh pasien yang terinfeksi. Sama
ada percikan darah atau cairan tubuh pasien. halnya dengan penggunaan masker, alasan
Selain itu, masker menghindarkan perawat utama menggunakan baju pelindung adalah

6
Idea Nursing Journal Hajjul Kamil

untuk mencegah perawat kontak langsung mencegah perluasan dan penyebaran


dengan bahan, darah atau cairan tubuh yang mikroorganisme, lipat bagian kotor ke
terinfeksi, alasan lain adalah untuk dalam, jangan dikibas-kibaskan atau
mencegah pakaian perawat menjadi kotor dihentakkan di dalam ruang perawatan
selama kontak dengan pasien (Potter & pasien, segera masukkan ke dalam kantong
Perry, 2005). sebelum meninggalkan ruangan. Linen
Menurut Berman (2009), gaun (dari basah diletakkan dalam kantong yang tahan
kain yang bersih) atau disposible (dari bocor. Centers of Disease Control (dalam
bahan sejenis kertas) atau apron (terbuat Potter & Perry, 2005), menganjurkan bahwa
dari plastik) digunakan saat seragam linen kotor harus diletakkan dalam
perawat kemungkinan akan kotor. Baju kontainer tertutup atau kantong plastik
pelindung harus mempunyai lapisan kedap untuk mencegah keterceceran.
air sehingga cairan tubuh tidak dapat Hal tersebut sudah dilakukan oleh
tembus. Berdasarkan pengamatan, hampir keseluruhan perawat pelaksana di
penggunaan baju pelindung yang terbuat ruang rawat inap penyakit bedah. Namun,
dari plastik lebih efektif karena bila kotor masih dijumpai ada perawat yang
bisa dibersihkan lansung dengan menjinjing linen kotor dari ruang
menggunakan cairan desinfektan atau perawatan pasien ke tempat barang kotor,
alkohol, tetapi bila terbuat dari kain harus sehingga memungkinkan penyebaran
diserahkan kepada pihak laundry untuk mikroorganisme pada saat linen dibawa.
dilakukan pencucian. Keterlambatan Perawat pelaksana di ruang rawat
pengiriman baju pelindung bersih ke inap penyakit bedah juga mengganti linen
ruangan dan persediaan di ruangan yang biasanya setelah prosedur perawatan
terbatas menyebabkan masih adanya luka/ganti verban, atau bila diperlukan
perawat yang tidak menggunakan baju karena kondisi linen yang basah atau
pelindung saat akan melakukan tindakan. lembab akibat keringat ataupun rasa tidak
nyaman pasien karena linen yang kotor dan
Prinsip Penanganan Linen kusut.
Penerapan prinsip penanganan linen
oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap Prinsip Penanganan Peralatan
penyakit bedah 89,5% pada katagori baik Perawatan Pasien
(Diagram 1). Penerapan prinsip penanganan
Menurut Tietjen (2004), meskipun peralatan perawatan pasien oleh perawat
linen kotor dapat berisi banyak sekali pelaksana di ruang rawat inap penyakit
mikroorganisme, hanya sedikit risiko bedah 60,5 % pada katagori baik
terjadinya kontaminasi silang pada saat (Diagram 1)
memproses linen. Kalau terjadi infeksi yang Menurut Tietjen (2004), persiapan
berhubungan dengan pekerja, seringkali peralatan dan benda-benda lainnya dengan
akibat pekerja tidak memakai sarung tangan upaya pencegahan infeksi, direkomen-
atau tidak mencuci tangannya selama atau dasikan melalui tiga langkah pokok yaitu
sesudah proses penanganan linen tersebut. dekontaminasi, pencucian dan pembilasan,
Berdasarkan hasil pengamatan di ruang desinfeksi tingkat tinggi atau sterilisasi dan
rawat inap penyakit bedah, tindakan penyimpanan.
menggunakan sarung tangan dan mencuci Semua instrumen atau benda-benda
tangan setelah memproses linen sudah perawatan pasien harus dibersihkan
berjalan dengan baik, namun masih ada sebelum dipergunakan kembali. Metode-
perawat yang teramati tidak menggunakan metode yang tepat harus digunakan untuk
sarung tangan saat melakukan penggantian pembersihan peralatan yang digunakan
linen kotor. untuk perawatan pasien. Penanganan dan
Menurut Hegner (2003), linen yang pembuangan instrumen yang tepat sangat
kotor merupakan sumber pathogen dan penting untuk mencegah penularan infeksi
harus ditangini secara hati-hati, dengan cara nosokomial ke pasien dan petugas
menyentuh linen sedikit mungkin untuk perawatan kesehatan (Schaffer, dkk., 2000).

7
Idea Nursing Journal Vol. II No. 1

Hal ini sudah dijalankan oleh sebagian benda ke daerah steril, hanya benda-benda
besar perawat pelaksana, yaitu dalam steril dan petugas dengan perlengkapan
pembuangan instrumen sekali pakai. yang sesuai diperkenankan untuk
Sedangkan alat yang dipergunakan dalam menyentuh daerah steril.
tindakan keperawatan jumlahnya kurang
mencukupi, namun semuanya dalam Prinsip Kebersihan Lingkungan
keadaan steril. Apabila peralatan yang Penerapan prinsip kebersihan
dipergunakan tidak dalam keadaan lingkungan oleh perawat pelaksana di ruang
mencukupi dan steril, maka sangat berisiko rawat inap penyakit bedah 89,5 % pada
membawa kontaminasi kuman pada saat katagori baik. (Diagram 1).
perawatan (Potter & Perry, 2005). Penanganan sampah yang tepat
Tindakan perawatan yang dilakukan dilingkungan pasien dapat meminimalkan
di ruang rawat inap penyakit bedah penyebaran infeksi pada petugas kesehatan
biasanya satu orang perawat bertugas dan mencegah penularan pada pasien. Jika
melakukan tindakan untuk tiga sampai memungkinkan sampah terkontaminasi
dengan empat pasien. Sementara instrumen harus dikumpulkan dan dipindahkan ke
steril yang tersedia dalam jumlah terbatas, tempat pembuangan dalam wadah tertutup
beberapa perawat menggunakan teknik dan anti bocor. Pengelolaan sampah juga
penghematan instrumen sehingga satu set dilakukan untuk melindungi petugas
instrumen bisa dipergunakan untuk pembuangan sampah dari perlukaan
beberapa pasien dengan tetap menjaga (Tietjen, 2004).
kesterilannya. Tapi ada juga perawat yang Dalam pengelolaan limbah, rumah
melakukan penghematan instrumen, tapi sakit diwajibkan melakukan pemilahan
tidak berhasil menjaga kesterilan sehingga limbah dan menyimpannya dalam kantong
masih memungkinkan terjadinya plastik yang berbeda-beda berdasarkan
kontaminasi saat perawatan luka. Selain karakteristik limbahnya. Limbah domestik
teknik penghematan instrumen, perawat dimasukkan ke dalam kantong plastik
juga melakukan tindakan berdasarkan berwarna hitam, limbah infeksius ke dalam
pengklasifikasian berat ringan perawatan kantong plastik berwarna kuning.
luka pasien. Beberapa pasien (2-3 orang) Pengelolaan limbah medis secara khusus ini
dengan luka kering dan tertutup akan dilakukan untuk mencegah dampak negatif
dilakukan perawatan dengan satu set terhadap masyarakat dan lingkungan.
instrumen steril. Tapi pada beberapa Pemisahan limbah juga mengurangi jumlah
perawat, teknik penghematan instrumen ini limbah yang harus diolah atau dibakar
tidak disertai dengan perhatian yang serius kemudian dan menurunkan biaya
tentang jaminan kesterilan alat dan tidak pengelolaan limbah tersebut (Kusminarno,
melakukan pergantian sarung tangan 2004).
sehingga mikroorganisme dari pasien Pada prinsipnya kebersihan
pertama bisa saja berpindah ke pasien lingkungan di ruang rawat inap penyakit
berikutnya. bedah sudah berjalan baik, di ruang gudang
Menurut Tietjen (2004) untuk perawatan tersedia wadah sampah yang
mencegah infeksi silang, setiap prosedur berisikan kantong plastik dengan warna
perawatan luka, daerah steril harus dibuat berbeda, wadah sampahnya tersebut juga
dan dipelihara untuk menurunkan risiko mempunyai tutup dan setiap hari ada
kontaminasi di area prosedur tersebut petugas cleaning service yang
dilakukan. Pelihara sterilitas dengan jalan memindahkan sampah tersebut dan
memisahkan benda-benda steril dengan mengganti kantong plastiknya dengan
benda-benda terkontaminasi. Cara kantong baru.
menyediakan dan memelihara daerah steril
adalah gunakan baju dan sarung tangan Prinsip Penanganan Instrumen Tajam
steril, berhati-hati jika membuka set Penerapan prinsip penanganan
instrumen steril atau memindahkan benda- instrumen tajam oleh perawat pelaksana

8
Idea Nursing Journal Hajjul Kamil

diruang rawat inap penyakit bedah 86,8 % Penerapan Prinsip Kewaspadaan


pada katagori baik (diagram 1). Standar
Menurut Yusran (2008), banyaknya Berdasarkan hasil penelitian yang
masalah kesehatan dari limbah kesehatan tersaji pada diagram 2, dapat disimpulkan
disebabkan oleh benda-benda tajam. Jarum, bahwa penerapan prinsip kewaspadaan
silet, pisau bedah, dan benda-benda tajam standar oleh perawat pelaksana di ruang
lain dapat menyebabkan terjadinya luka atu rawat inap penyakit bedah RSUD dr.
infeksi sehingga benda-benda ini harus Zainoel Abidin Banda Aceh, 94,7% berada
ditangani dengan sangat hati-hati. Untuk pada katagori kurang dan hanya 5,3% pada
mencegah cedera tertusuk jarum, jangan katagori baik. Hasil ini merupakan
menutup kembali jarum, membengkokkan penggabungan hasil dari delapan sub
dengan sengaja, atau mematahkan jarum variabel prinsip kewaspadaan standar
dengan tangan, jangan mencabut jarum dari dengan indikator hasil ukur tidak boleh ada
spuit, atau memanipulasi jarum dengan satu itempun atau lebih tidak dilakukan oleh
tangan. Letakkan jarum atau spuit ke dalam perawat pelaksana dari 41 item observasi
wadah anti tembus yang diletakkan sedekat yang disediakan.
mungkin dengan tempat tindakan Menurut Tietjen (2004),
(Schaffer, dkk. 2000). kewaspadaan standar dibuat untuk semua
Pengamatan peneliti, secara orang, baik itu pasien dan petugas
keseluruhan prinsip dalam penanganan kesehatan yang mendatangi fasilitas
instrumen tajam sudah baik, para perawat pelayanan kesehatan tanpa menghiraukan
selalu menggunakan sarung tangan bila diagnosis yang diketahui atau dicurigai.
berhubungan dengan jarum (spuit untuk Berlaku untuk darah, semua cairan tubuh,
injeksi) atupun pisau, dan mempergunakan sekresi dan ekskresi, kulit dan selaput lendir
tiap-tiap jarum dan semprit hanya sekali yang tidak utuh. Kewaspadaan standar
pakai, tidak melepas jarum setelah merupakan langkah awal untuk mencegah
digunakan, dan di ruang rawat inap infeksi nosokomial bagi pasien rawat inap
penyakit bedah sudah tersedia wadah di rumah sakit. Sementara itu, rumah sakit
khusus yang tahan tusuk dan tahan bocor merupakan tempat perawatan penderita
seperti yang direkomendasikan untuk yang rentan. Penyebaran atau transmisi
pembuangan limbah benda tajam. Namun, mikroba pathogen dari dan ke penderita
hasil pengamatan masih dijumpai perawat baik secara langsung maupun tidak
yang mencoba menutup kembali penutup langsung dapat terjadi setiap saat dan di
jarum bekas, tetapi tidak menggunakan setiap unit kerja. Mikroba pathogen tersebut
metode “penutupan satu tangan “ sehingga dapat bersumber dari penderita penyakit
berisiko melukai tangan perawat. menular, dari petugas itu sendiri, orang lain
Hal ini tidak sesuai dengan yang lalu lalang, peralatan medis, serta
pernyataan Tietjen (2004) yang menyatakan lingkungan rumah sakit. Sehingga untuk
bahwa apabila tempat pembuangan jarum mengatasi atau memutus rantai penularan
dan semprit sekali pakai tidak tersedia di tersebut, semua prosedur dan tindakan
dekat petugas dan perlu menutup kembali medis serta perawatan diharuskan benar-
penutup jarum, maka gunakan metode benar aman dan bebas dari keberadaan
penutupan satu tangan. Caranya adalah mikroba pathogen sesuai dengan
tempatkan penutup jarum pada permukaan kewaspadaan standar (Darmadi, 2008).
yang rata dan kokoh, kemudian angkat Florence Nightingale (di kutip dari
tangan anda, dengan satu tangan memegang Thomey, 1994) yang mengemukakan
semprit, gunakan jarum untuk menyekop bahwa keperawatan berarti memanipulasi
tutup tersebut. Dengan penutup di ujung faktor-faktor lingkungan sehingga dapat
jarum, putar semprit tegak lurus sehingga menyembuhkan pasien. Perawat harus
jarum dan semprit mengarah ke atas. memberikan lingkungan yang bersih,
Terakhir dorong penutup jarum untuk nyaman dan aman sebagai tempat pasien
menutup ujung jarum sepenuhmya. memulihkan diri. Kebersihan seperti sebuah

9
Idea Nursing Journal Vol. II No. 1

konsep kritis lain dalam teori lingkungan tersebut. Biaya langsung merujuk kepada
Nightingale mengkhususkan terhadap tempat pelayanan kesehatan lanjutan yang
tinggal pasien, perawat dan lingkungan membutuhkan pengeluaran biaya yang lebih
fisik. Nightingale melihat bahwa tinggi, sedangkan biaya tidak langsung
lingkungan yang kotor merupakan sumber meliputi faktor-faktor seperti hilangnya
infeksi yang mengandung bahan organik. produktivitas, pemborosan biaya karena
Meskipun lingkungan dengan ventilasi yang kecacatan, dan penambahan biaya
baik, adanya material organik membuat perawatan.
area menjadi kotor. Oleh karena itu,
penanganan yang tepat dan pembuangan KESIMPULAN
kotoran dan limbah yang tepat dapat Penerapan prinsip kewaspadaan
mencegah kontaminasi lingkungan. standar oleh perawat pelaksana di ruang
Pendapat dan teori-teori tersebut rawat inap penyakit bedah RSUD dr.
tidak sesuai dengan hasil penelitian, Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2010
dimana 94,7 % perawat pelaksana di ruang berada pada kategori kurang 94,7%,
rawat inap bedah belum melaksanakan meliputi subvariabel prinsip cuci tangan
kewaspadaan standar dengan baik. Untuk pada kategori kurang 94,7%, prinsip
memudahkan tenaga kesehatan dalam penggunaan sarung tangan pada kategori
mematuhi dan menerapkan kewaspadaan kurang 94,7%, prinsip penggunaan masker
standar dalam praktik pencegahan dan pada kategori baik 92.1%, prinsip
pengontrolan infeksi, tenaga kesehatan penggunaan baju pelindung pada kategori
harus dididik mengenai risiko pekerjaan dan baik 76,3%, prinsip penanganan linen pada
memahami kebutuhan menggunakan kategori baik 89,5%, prinsip penanganan
kewaspadaan standar bagi setiap pasien peralatan perawatan pasien pada kategori
tanpa memandang diagnosisnya. baik 60,5%, prinsip kebersihan lingkungan
Pendidikan tersebut dapat berupa pelatihan pada kategori baik 89,5%, dan prinsip
reguler yang diadakan bagi tenaga penanganan instrumen tajam pada kategori
kesehatan. Pendapat ini juga tidak sesuai baik 86,8%.
dengan karakteristik responden yang
menunjukkan bahwa 92,1% perawat REKOMENDASI
pelaksana di ruang rawat inap penyakit Manajemen RSUD dr. Zainoel
bedah sudah pernah mengikuti pelatihan Abidin Banda Aceh agar dapat
control infection, namun pelaksanaan menyediakan berbagai fasilitas, bahan
kewaspadaan standar 94,7% pada katagori pendukung dan meningkatkan supervisi
kurang. terhadap kepatuhan penerapan kewaspadaan
Hasil ini tidak sepenuhnya menjadi standar sebagai tindakan pengontrolan
tanggung jawab perawat, karena dari infeksi. Perawat harus meningkatkan
beberapa pengamatan juga di jumpai bahwa keasadaran, tanggung jawab, pengetahuan
adanya keterbatasan persediaan fasilitas dan keterampilan dalam menerapkan
pendukung di ruang rawat inap penyakit kewaspadaan standar untuk mencegah
bedah dalam penerapan kewaspadaan penularan infeksi silang dalam upaya
standar. Hasil ini juga dapat di duga tidak meningkatkan kualitas pelayanan
hanya akan berdampak tidak baik terhadap keperawatan.
fisik dan psikologis pasien dan perawat,
tetapi juga terhadap pembiayaan kesehatan.
KEPUSTAKAAN
Menurut Institute of Medicine (2000), selain
konsekuensi kesehatan yang tidak Basford, L., 2006. Teori dan Praktik
menguntungkan yang diderita oleh banyak Keperawatan: Pendekatan Integral
orang sebagai akibat kesalahan medis, ada Pada Asuhan Pasien. Jakarta: EGC
biaya langsung dan tidak langsung yang
ditanggung oleh masyarakat secara Berman, A., 2009. Buku Ajar Praktik
keseluruhan sebagai akibat kesalahan Keperawatan Klinik. Jakarta: EGC

10
Idea Nursing Journal Hajjul Kamil

YRL http://books.google. co.id/books Thomey, A. M.. 1994. Nursing Theorists


18 Juni 2010 and Their Work. United State of
America: Mosby Elsevier
Darmadi, 2008. Infeksi Nosokomial:
Problematika dan Pengendaliannya. Tietjen, L. 2004. Panduan Pencegahan
Jakarta: Salemba Medika YRL: Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan
http://books.google.co.id/books 18 Kesehatan dengan Sumber Daya
Juni 2010 Terbatas. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Hasan, N., 2008. Quality Assesment di
Rumah Sakit Umum dr. Zainoel WHO., (2009), Global priorities forpatient
Abidin. Banda Aceh, Tidak safety research, Printed in
dipublikasikan. Switzerland; WHO Library
Cataloguing-in-Publication Data
Hegner, B., 2003. Asisten Keperawatan:
Suatu Pendekatan Proses WHO., 2008. Infection Control Standard
Keperawatan. Jakarta:EGC Precaution in Health Care. YRL:
http://www.who.int/csr/resources/pub
Institute Of Medicine, (2000), To Err Is lications/EPR_AM2_E7.pdf. 26
Human: Building a Safer Health Februari 2010
System, Copyright by the National
Academy of Sciences. All rights Yusnidar,. 2009. Gambaran Perilaku
reserved. Perawat dalam Pencegahan Infeksi
pada perawatan Luka Post Operatif di
Kusminarno. K., 2004. Manajemen Limbah Ruang Rawat Bedah Rumah Sakit
Rumah Sakit. YRL: Umum Daerah dr. Zainoel Abidin
http://pdpersi.co.id 27 Maret 2010 Banda Aceh Tahun 2009, Skrpsi
PSIK-FK Unsyiah, Tidak
Potter, P. A. & Perry, A. G., 2005. dipublikasikan.
Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses dan Praktik, Edisi 4 Jilid I, Yusran, M., 2008. Kepatuhan Penerapan
Alih Bahasa; Asih Y, dkk. Jakarta: Prinsip-Prinsip Pencegahan Infeksi
EGC (Universal Precaution) Pada Perawat
Di Rumah Sakit Umum Daerah
Schaffer, Garzon, Herouux, & Kprniewicz., Abdoel Muluk Bandar Lampung.
2000. Pencegahan Infeksi dan Praktik YRL: http://lemlit.unila.ac.id/file. 30
Yang Aman. Jakarta: EGC Januari 2010

Stevens. P. J. M. 2000. Ilmu Keperawatan


Jilid 1 Edisi 2. Jakarta: EGC

11

Anda mungkin juga menyukai