Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI KASUS KECIL

GASTRITIS DAN MELENA

Pembimbing :
dr. Joyo Santoso, Sp.Pd

Safrilia Gandhi Maharani 1710221079


Ilham Pribadi 1710211089

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus dengan judul :

GASTRITIS DAN MELENA

Pada tanggal, Febuari 2018

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti


program profesi dokter di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto

Disusun oleh :
Safrilia Gandhi Maharani 1710221079
Ilham Pribadi 1710211089

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Joyo Santoso, Sp.Pd


I. STATUS PASIEN

A. Identitas Penderita
Nama : Ny. S
Umur : 75 tahun
No. RM : 02039539
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Bojong 02/01 Purbalingga
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 25 Januari 2018
Tanggal periksa : 30 Januari 2018

B. Anamnesis
1. Keluhan utama
Nyeri perut
2. Keluhan tambahan
BAB berwarna hitam, lemas
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien baru rujukan dari RS Goeteng dengan gastritis kronis.
Pasien kemudian datang ke poli penyakit dalam RSMS tanggal 25
Januari 2018 dengan keluhan nyeri perut. Nyeri dirasakan di bagian perut
kiri atas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. keluhan nyeri saat
sebelum makan, dan membaik saat minum obat maag. Pasien juga
mengaku lemas dan mengalami BAB cair berwarna hitam seperti kopi
dengan frekuensi 5x/hari sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien
juga mengeluhkan kaku di leher bagian belakang kadang. Keluhan mual,
muntah, dan demam disangkal. Pasien tidak pernah memiliki keluhan
BAB sebelumnya. Keluhan terdapat benjolan di perut disangkal, dan
penurunan berat badan tanpa sebab juga disangkal. Pasien juga suka
meminum jamu penghilang sakit nyeri sendi karena pasien sering
mengeluh nyeri pada kedua sendi lututnya. Jamu tersebut sudah
diminumnya sejak usia 50 tahun.
4. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat anemia : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat stroke : diakui
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat penyakit liver : disangkal
5. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat anemia : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat stroke : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
6. Riwayat sosial dan exposure
a. Community
Pasien tinggal di lingkungan perumahan. Hubungan pasien dengan
tetangga sekitar baik, pasien aktif dalam kegiatan sosial setempat.
b. Home
Pasien tinggal dengan 1 orang suami dan 2 orang anaknya.
c. Occupational
Pasien bekerja sebagai seorang wiraswasta.
d. Personal habit
Pasien jarang berolahraga secara rutin. Pasien jarang
mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran. Pasien jarang
makan dengan teratur. Pasien mengaku tidak pernah konsumsi
alkohol maupun obat-obatan terlarang.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Sedang
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Vital sign
a. Tekanan Darah : 150/80 mmHg
b. Nadi : 76 x/menit
c. Respiration Rate : 20 x/menit
d. Suhu : 36.80C
4. Berat badan : 54 kg
5. Tinggi badan : 155 cm
6. Indeks Massa Tubuh : 24,5kg/m2 (normal)
7. Status generalis
a. Bentuk kepala : mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-)
b. Rambut : warna rambut hitam, tidak mudah dicabut dan terdistribusi
merata
c. Mata : simetris, konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
d. Telinga : membran timpani intak +/+, hiperemi -/-, serumen -/-,
discharge -/-
e. Hidung : dicharge -/-, konka edema -/-, hiperemis -/-
f. Mulut : bibir sianosis (-)
g. Tenggorokan : tonsil T1/T1
h. Pemeriksaan leher : deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),
Palpasi : JVP 5 + 2 cm
8. Status generalis
a. Pemeriksaan thoraks
Paru
Inspeksi : Dinding dada tampak simetris, tidak tampak, spider
nevi
(-), ketertinggalan gerak antara hemithoraks kanan dan
kiri, kelainan bentuk dada (-)
Palpasi : Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri
Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri
Perkusi : Perkusi orientasi seluruh lapang paru sonor, batas paru-
hepar SIC V LMCD
Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+, Ronki basah halus -/-, Ronki
basah kasar -/-, Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tampak di SIC V 2 jari medial LMCS

Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V 2 jari medial LMCS dan
kuat angkat (-)
Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD
Batas atas kiri : SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri : SIC V 2 jari medial LMCS
Auskultasi : S1>S2 reguler, Gallop (-), Murmur (-)
b. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), undulasi (-)
Hepar : Tidak terdapat pembesaran
Lien : Tidak teraba
c. Pemeriksaan ekstremitas
Pemeriksaan Ekstremitas Ekstremitas
superior Inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema - - - -
Sianosis - - - -
Akral dingin - - - -
Reflek fisiologis ++ ++ ++ ++
Reflek patologis - - - -

D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium 25 Januari 2018
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Darah Lengkap
Hemoglobin 7,2 L 11,2 – 17,3 g/dL
Leukosit 6060 3.600–10.600 U/L
Hematokrit 23 L 35–47 %
Eritrosit 2,7 L 4,4–5,9 ^6/uL
Trombosit 329000 150.000– 440.000 /uL
MCV 82,4 80 – 100 fL
MCH 25.6 L 26 – 34 Pg/cell
MCHC 31,1 L 32 – 36 %
RDW 15,4 H 11,5 – 14,5 %
MPV 9.9 9.4 – 12.3
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0,2 0–1%
Eosinofil 3.1 2–4%
Batang 0.5 L 3–5%
Segmen 62,2 50 – 70 %
Limfosit 28,4 25 – 40 %
Monosit 5,6 2–8%
Kimia Klinik
Ureum darah 21,0 14.98-38.52
Kreatinin darah 0,81 H 0.55-1.02
Glukosa sewaktu 126 < 200
Seroimmunologi
HbSAg Non Reaktif Non Reaktif
Anti HCV Non Reaktif Non Reaktif

Pemeriksaan Laboratorium 28 Januari 2018


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
E. D i a g n
Darah Lengkap
Hemoglobin 10,1 L 11,2 – 17,3 g/dL
Leukosit 5930 3.600–10.600 U/L
Hematokrit 31 L 35–47 %
Eritrosit 3.9 4,4–5,9 ^6/uL
Trombosit 440.000 150.000– 440.000 /uL
MCV 81,1 80 – 100 fL
MCH 26.2 26 – 34 Pg/cell
MCHC 32,3 32 – 36 %
RDW 14,6 H 11,5 – 14,5 %
MPV 9.1 L 9.4 – 12.3
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0,3 0–1%
Eosinofil 3.2 2–4%
Batang 2,0 L 3–5%
Segmen 64,1 50 – 70 %
Limfosit 23,3 L 25 – 40 %
Monosit 7,1 2–8%

1. Gastritis
2. Melena

F. Tatalaksana
 Infus NaCl 0,9% 15 tpm
 Inj Prosogon 1x1 amp
 PO Carbiazochrome 2x1
 Sukralfat syr 3x1 cth

G. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam

Hasil Follow Up
Tangga S-O A P
l
26/1/18 Subjektif - Gastritis - Infus NaCl 0,9% 15
HP – 1 - Nyeri perut - Melena tpm
- BAB berwarna - Inj Prosogon 1x1 amp
hitam - PO Carbiazochrome
2x1
Objektif - PO Sukralfat syr 3x1
- TD : 150/80 mmHg cth
- N : 100 x/mnt - Transfusi PRC hingga
- R : 24 x/mnt Hb ≥ 10
- S : 36,4oC - Cek DL post Transfusi
27/1/18 Subjektif - Gastritis - Infus NaCl 0,9% 15
HP – 2 - Nyeri perut - Melena tpm
- BAB berwarna - Inj Adona 2 amp/8 jam
hitam - Inj pantoprazole 1x1
amp
Objektif - Endoskopi jika Hb ≥
- TD : 150/80 mmHg 10
- N : 100 x/mnt - PO Sukralfat syr 3x1
- R : 24 x/mnt cth
- S : 36,4oC

28/1/18 Subjektif - Gastritis - Infus NaCl 0,9% 15


HP – 3 - Nyeri perut - Melena tpm
- BAB berwarna - Inj Adona 2 amp/8 jam
hitam - Inj pantoprazole 1x1
amp
Objektif - PO Sukralfat syr 3x1
- TD : 140/90 mmHg cth
- N : 101 x/mnt - Daftar endoskopi
- R : 24 x/mnt
- S : 36,5oC
29/1/18 Subjektif - Gastritis - Infus NaCl 0,9% 15
HP – 4 - Nyeri peut - Melena tpm
berkurang - Inj Adona 2 amp/8 jam
- BAB berwarna - Inj pantoprazole 1x1
kuning amp
- Kaku leher belakang - PO Sukralfat syr 3x1
cth
Objektif - Daftar endoskopi
- TD : 160/100
mmHg
- N : 81 x/mnt
- R : 24 x/mnt
- S : 36,5oC
30/1/18 Subjektif - Gastritis - Infus NaCl 0,9% 15
HP – 5 - Nyeri perut - Melena tpm
berkurang - Inj pantoprazole 1x1
- BAB berwarna amp
kuning - PO Sukralfat syr 3x1
- Kaku leher belakang cth
berkurang - Endoskopi 31/1/18

Objektif
- TD : 160/110
mmHg
- N : 81 x/mnt
- S : 20 x/mnt
R : 36,4oC
31/1/18 Subjektif - Gastritis - Infus NaCl 0,9% 15
HP – 6 - Keluhan membaik - Melena tpm
- PO Sukralfat syr 3x1
cth
Objektif - PO lansoprazol 1x1
- TD : 170/110 - PO amlodipin 1x5 mg
mmHg - PO valsartan 1x80 mg
- N : 75 x/mnt
- R : 20 x/mnt
- S : 36,4oC
1/2/18 Subjektif - Gastritis - Infus NaCl 0,9% 15
HP – 7 - Keluhan membaik - Melena tpm
- PO Sukralfat syr 3x1
cth
- PO lansoprazol 1x1
- PO amlodipin 1x5 mg
- PO valsartan 1x80 mg
II. PENDAHULUAN

Perdarahan saluran cerna adalah perdarahan dari saluran cerna mulai dari
rongga mulut sampai anus (Mulyani, dkk 2010). Perdarahan saluran cerna dibagi
menjadi perdarahan saluran cerna atas dan perdarahan saluran cerna bawah.
Perdarahan saluran cerna atas adalah perdarahan yang berasal dari saluran cerna
bagian atas di bagian proksimal dari ligamentum Teritz, umumnya bermanifestasi
sebagai hematemesis, dan/ atau melena (Dehgani, 2009). Perdarahan saluran cerna
bawah didefinisikan sebagai perdarahan yang berasal dari usus bagian distal di
bawah dari ligamentum Treitz dimana berlokasi pada duodenojojunal juction
(Moravej, dkk 2013).
Perdarahan saluran cerna dapat bermanifestasi sebagai perdarahan yang akut
akibat hilangnya sejumlah darah dan kadang dapat menyebabkan gangguan
hemodinamik. Kehilangan darah yang cukup banyak dan terjadi intermiten
didefinisikan sebagai perdarahan akut-berulang/ rekuren. Kehilangan darah yang
tersembunyi (occult) akibat kehilangan darah yang kronik pada umumnya secara
kebetulan terdeteksi saat pemeriksaan darah samar atau terbukti anemia defisiensi
besi (Dwipoerwantoro, 2012).
Perdarahan saluran cerna atas merupakan keadaan yang mengancam jiwa
dan merupakan suatu kegawatdaruratan dan merupakan alasan untuk dilakukan
rawat inap. Ulkus gastroduodenal dan lesi korosif merupakan kasus perdarahan
saluran cerna atas yang paling banyak (80%). Hipertensi portal sekitar 10-15%
dari episode perdarahan saluran cerna atas dimana 75% berhubungan dengna
perdarahan variseal esofagus dan 20% dari perdarahan variseal gastrik (Masoodi
dan Saberifiroozi, 2012)
Risiko kematian setelah rawat inap karena perdarahan saluran cerna
tergantung usia, ada/tidaknya syok, kondisi komorbid, dan diagnosis yang
mendasari. Temuan pada endoskopi berupa stigma perdarahan yang baru saja
terjadi dapat digunakan untuk memperkirakan adanya kejadian re-bleeding pada
ulkus peptikum. Adanya jendalan darah yang melekat pada dasar ulkus
merupakan faktor prediktor adanya perdarahan ulang (Mulyani, dkk 2010)

III. TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Melena adalah tinja yang keluar berupa cairan berwarna hitam seperti
aspal serta berbau amis, dan merupakan manifestasi perdarahan saluran
cerna atas atau usus halus bagian proksimal. Hematoskezia adalah keluar
darah segar per-anum, dan biasanya merupakan manifestasi perdarahan
saluran cerna bawah, biasanya kolon.1,6 Banyak zat yang dimakan oleh
anak sehingga menstimulasi perubahan warna tinja seperti warna darah.
Melena dapat membingungkan karena warna gelap tinja oleh karena
suplemen besi, bismuth, subsalisilat, coklat dark, jus anggur, bayam,
cranberi, atau blueberi. Perdarahan saluran cerna atas terdiri atas varises dan
non-varises (Dwipoerwantoro, 2012).

B. EPIDEMIOLOGI
Angka rawat inap karena perdarahan saluran cerna bagian atas
diperkirakan sebesar 36-102 pasien per 100.000 populasi per tahun.
Perdarahan saluran cerna bawah lebih jarang terjadi, yaitu sekitar 20 per
100.000 pada pasien semua umur. Belum ada data pasti kejadian perdarahan
saluran cerna pada anak, tapi diperkirakan lebih jarang dibandingkan orang
dewasa. Perdarahan saluran cerna bagian bawah merupakan keluhan utama
pada 0,3% pasien anak yang datang ke ruang rawat darurat. Mortalitas yang
disebabkan oleh perdarahan saluran cerna bervariasi antara 3,5-14%.
Frekuensi perdarahan meningkat pada pasien yang dalam terapi aspirin dan
risikonya tergantung dosis yang dikonsumsi. Perdarahan saluran cerna pada
pasien yang dirawat di PICU yaitu sebesar 6-20% (Dwipoerwantoro, 2012).

C. ETIOLOGI
Beberapa etiologi perdarahan saluran cerna bagian atas yaitu
1. Kelainan di esophagus
a. Pecahnya varises esophagus
Perdarahan varises secara khas terjadi mendadak dan masif,
kehilangan darah gastrointestinal kronik jarang ditemukan. Perdarahan
varises esofagus atau lambung biasanya disebabkan oleh hipertensi
portal yang terjadi sekunder akibat sirosis hepatis.
Penyakit hepatitis akut atau infiltrasi lemak yang hebat pada
hepar kadang-kadang menimbulkan varises yang akan menghilang
begitu abnormalitas hepar disembuhkan. Meskipun perdarahan SCBA
pada pasien sirosis umumnya berasal dari varises sebagai sumber
perdarahan, kurang lebih separuh dari pasien ini dapat mengalami
perdarahan yang berasal dari ulkus peptikum atau gastropati hipertensi
portal. (Hadi, 2002).
b. Karsinoma esophagus
Karsinoma esophagus lebih sering menunjukkan keluhan
melena daripada hematemesis. Pasien juga mengeluh disfagia, badan
mengurus dan anemis. Pada panendoskopi jelas terlihat gambaran
karsinoma yang hampir menutup esophagus dan mudah berdarah
terletak di sepertiga bawah esophagus (Hadi, 2002).
c. Sindrom Mallory-Weiss
Riwayat medis ditandai oleh gejala muntah tanpa isi (vomitus
tanpa darah). Muntah hebat mengakibatkan ruptur mukosa dan
submukosa daerah kardia atau esophagus bawah sehingga muncul
perdarahan. Karena laserasi aktif disertai ulserasi, maka timbul
perdarahan. Laserasi muncul akibat terlalu sering muntah sehingga
tekanan intraabdominal naik menyebabkan pecahnya arteri di
submukosa esophagus/ kardia. Sifat perdarahan hematemesis tidak
masif, timbul setelah pasien berulangkali muntah hebat, lalu disusul
rasa nyeri di epigastrium. Misalnya pada hiperemesis gravidarum
(Hadi, 2002).
d. Esofagogastritis korosiva
Pernah ditemukan penderita wanita dan pria yang muntah darah
setelah tidak sengaja meminum air keras yang mengandung asam
sitrat dan asam HCl yang bersifat korosif untuk mukosa mulut,
esophagus dan lambung. Penderita juga mengeluh nyeri dan panas
seperti terbakar di mulut, dada dan epigastrium (Hadi, 2002).
e. Esofagitis dan tukak esophagus
Esofagitis yang menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat
intermiten atau kronis, biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul
melena daripada hemetemesis. Tukak esophagus jarang menimbulkan
perdarahan jika dibandingkan dengan tukak lambung dan duodenum
(Hadi, 2002).
2. Kelainan di lambung
a. Gastritis erosiva hemoragika
Penyebab terbanyak adalah akibat obat-obatan yang mengiritasi
mukosa lambung atau obat yang merangsang timbulnya tukak
(ulcerogenic drugs). Misalnya obat-obat golongan salisilat seperti
Aspirin, Ibuprofen, dan NSAID lain, golongan kortikosteroid,
butazolidin, reserpin, spironolakton dan lain-lain. Golongan obat-obat
tersebut menimbulkan hiperasiditas (Hadi, 2002).
Gastritis erosiva hemoragika merupakan urutan kedua penyebab
perdarahan saluran cerna atas. Pada endokopi tampak erosi di angulus,
antrum yang multipel, sebagian tampak bekas perdarahan atau masih
terlihat perdarahan aktif di tempat erosi. Di sekitar erosi umumnya
hiperemis, tidak terlihat varises di esophagus dan fundus lambung.
Sifat hematemesis tidak masif dan timbul setelah berulang kali minum
obat-obatan tersebut, disertai nyeri dan pedih di ulu hati (Hadi, 2002).
b. Tukak lambung
Tukak lambung lebih sering menimbulkan perdarahan terutama
di angulus dan prepilorus bila dibandingkan dengan tukak duodenum.
Tukak lambung akut biasanya bersifat dangkal dan multipel yang
dapat digolongkan sebagai erosi. Biasanya pasien mengeluh nyeri dan
pedih di ulu hati selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. (Hadi,
2002).

c. Karsinoma lambung
Insidensinya jarang, pasien umumnya berobat dalam fase lanjut
dengan keluhan rasa pedih dan nyeri di ulu hati, rasa cepat kenyang,
badan lemah. Jarang mengalami hematemesis, tetapi sering melena
(Hadi, 2002).
3. Kelainan di duodenum
a. Tukak duodenum
Tukak duodeni yang menyebabkan perdarahan panendoskopi
terletak di bulbus. Pasien mengeluh nyeri dan pedih di perut atas agak
ke kanan. (Hadi, 2002).
b. Karsinoma papilla Vateri
Karsinoma papilla Vateri merupakan penyebaran karsinoma di
ampula menyebabkan penyumbatan saluran empedu dan saluran
pancreas yang umumnya sudah dalam fase lanjut. Gejala yang timbul
selain kolestatik ekstrahepatal, juga dapat menimbulkan perdarahan
tersembunyi (occult bleeding). Selain itu pasien juga mengeluh badan
lemah, mual dan muntah (Hadi, 2002).

D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme perdarahan pada hematemesis dan melena (Astera &
Wibawa, 1999) sebagai berikut :
1. Perdarahan tersamar intermiten (hanya terdeteksi dalam feces atau
adanya anemia defisiensi Fe+)
2. Perdarahan masif dengan renjatan
Untuk mencari penyebab perdarahan saluran cerna dapat
dikembalikan pada faktor-faktor penyebab perdarahan, yaitu :
1. Faktor pembuluh darah (vasculopathy) seperti pada tukak peptik,
pecahnya varises esophagus
2. Faktor trombosit (trombopathy) seperti pada Idiopathic
Thrombocytopenia Purpura (ITP)
3. Faktor kekurangan zat pembekuan darah (coagulopathy) seperti pada
hemophilia, sirosis hati, dan lain-lain
Pada sirosis kemungkinan terjadi ketiga hal di atas : vasculopathy
(pecahnya varises esophagus); trombopathy (pengurangan trombosit di
tekanan perifer akibat hipersplenisme); coagulopathy (kegagalan sel-sel
hati). Khusus pada pecahnya varises esophagus ada 2 teori:
1. Teori erosi : pecahnya pembuluh darah karena erosi dari makanan kasar
(berserat tinggi dan kasar) atau konsumsi NSAID
2. Teori erupsi : karena tekanan vena porta terlalu tinggi, atau peningkatan
tekanan intraabdomen yang tiba-tiba karena mengedan, mengangkat
barang berat, dan lain-lain

E. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis yang muncul bisa berbeda-beda, tergantung pada:
1. Letak sumber perdarahan dan kecepatan gerak usus
2. Kecepatan perdarahan
3. Penyakit penyebab perdarahan
4. Keadaan penderita sebelum perdarahan
Melena biasanya menggambarkan perdarahan esophagus, lambung
atau duodenum. Namun lesi di jejunum, ileum bahkan kolon ascendens
dapat menyebabkan melena jika waktu perjalanan melalui traktus
gastrointestinal cukup panjang (Richter & Isselbacher, 1999)
Diperkirakan darah dari duodenum dan jejunum akan tertahan di
saluran cerna selama ± 6–8 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam.
Feses tetap berwarna hitam seperti ter selama 48–72 jam setelah perdarahan
berhenti. Ini bukan berarti keluarnya feses warna hitam tersebut
menandakan perdarahan masih berlangsung. Darah sebanyak ±60 mL cukup
untuk menimbulkan satu kali buang air besar dengan tinja warna hitam.
Kehilangan darah akut yang lebih besar dari jumlah tersebut dapat
menimbulkan melena lebih dari tujuh hari. Setelah warna tinja kembali
normal, hasil tes untuk adanya perdarahan tersamar dapat tetap positif
selama 7–10 hari setelah episode perdarahan tunggal (Richter & Isselbacher,
1999).
Warna hitam melena akibat kontak darah dengan asam HCl sehingga
terbentuk hematin. Tinja akan berbentuk seperti ter (lengket) dan
menimbulkan bau khas. Konsistensi ini berbeda dengan tinja yang berwarna
hitam/ gelap yang muncul setelah orang mengkonsumsi zat besi, bismuth
atau licorice. Perdarahan gastrointestinal sekalipun hanya terdeteksi dengan
tes occult bleeding yang positif, menunjukkan penyakit serius yang harus
segera diobservasi (Richter & Isselbacher, 1999).
Kehilangan darah 500 ml jarang memberikan tanda sistemik kecuali
perdarahan pada manula atau pasien anemia dengan jumlah kehilangan
darah yang sedikit sudah menimbulkan perubahan hemodinamika.
Perdarahan yang banyak dan cepat mengakibatkan penurunan venous return
ke jantung, penurunan curah jantung (cardiac output) dan peningkatan
tahanan perifer akibat refleks vasokonstriksi. Hipotensi ortostatik 10
mmHg (Tilt test) menandakan perdarahan minimal 20% dari volume total
darah. Gejala yang sering menyertai : sinkop, kepala terasa ringan, mual,
perspirasi (berkeringat), dan haus. Jika darah keluar ±40 % terjadi renjatan
(syok) disertai takikardi dan hipotensi. Gejala pucat menonjol dan kulit
penderita teraba dingin (Richter & Isselbacher, 1999).
Pasien muda dengan riwayat perdarahan saluran cerna atas singkat
dan berulang disertai kolaps hemodinamik dan endoskopi “normal”,
dipertimbangkan lesi Dieulafoy (adanya arteri submukosa dekat cardia yang
menyebabkan perdarahan saluran cerna intermiten yang banyak) (Richter &
Isselbacher, 1999).

F. DIAGNOSIS
Diagnosis melena ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang untuk mencari penyebab pedarahan (Adi,
2006)
1. Anamnesis
a. Sejak kapan terjadi perdarahan, perkiraan jumlah, durasi dan frekuensi
perdarahan
b. Riwayat perdarahan sebelumnya dan riwayat perdarahan dalam
keluarga
c. Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain
d. Riwayat muntah berulang yang awalnya tidak berdarah (Sindrom
Mallory-Weiss)
e. Konsumsi jamu dan obat (NSAID dan antikoagulan yang
menyebabkan nyeri atau pedih di epigastrium yang berhubungan
dengan makanan)
f. Kebiasaan minum alkohol (gastritis, ulkus peptic, kadang varises)
g. Kemungkinan penyakit hati kronis, demam dengue, tifoid, gagal ginjal
kronik, diabetes mellitus, hipertensi, alergi obat
h. Riwayat tranfusi sebelumnya
2. Pemeriksaan fisik
Langkah awal adalah menentukan berat perdarahan dengan fokus
pada status hemodinamik, pemeriksaannya meliputi :
a. Tekanan darah dan nadi posisi baring
b. Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi
c. Ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin)
d. Kelayakan napas dan tingkat kesadaran
e. Produksi urin
Perdarahan akut dalam jumlah besar (> 20% volume intravaskuler)
mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda
1) Hipotensi (<90/60 mmHg atau MAP <70 mmHg) dengan frekuensi
nadi > 100 x/menit
2) Tekanan diastole ortostatik turun >10 mmHg, sistole turun >20
mmHg.
3) Frekuensi nadi ortostatik meningkat >15 x/menit
4) Akral dingin
5) Kesadaran turun
6) Anuria atau oligouria (produksi urin <30 ml/jam)
Selain itu pada perdarahan akut jumlah besar ditemukan hal-hal
berikut:
1) Hematemesis
2) Hematokezia
3) Darah segar pada aspirasi nasogastrik, dengan lavase tidak segera
jernih
4) Hipotensi persisten
5) Tranfusi darah > 800 – 1000 ml dalam 24 jam
Khusus untuk penilaian hemodinamik (keadaan sirkulasi) perlu
dilakukan evaluasi jumlah perdarahan, dengan criteria:

Perdarahan (%) Keadaan hemodinamik


<8 Hemodinamik stabil
8 – 15 Hipotensi ortostatik
15 – 25 Renjatan (syok)
25 – 40 Renjatan + penurunan kesadaran
>40 Moribund (physiology futility)

Selanjutnya pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan adalah :


a. Stigmata penyakit hati kronis (ikterus, spider naevi, ascites,
splenomegali, eritema palmaris, edema tungkai)
b. Colok dubur karena warna feses memiliki nilai prognostik
c. Aspirat dari nasogastric tube (NGT) memiliki nilai prognostik
mortalitas dengan interpretasi :
1) Aspirat putih keruh : perdarahan tidak aktif
2) Aspirat merah marun : perdarahan masif (mungkin perdarahan
arteri)
d. Suhu badan dan perdarahan di tempat lain
e. Tanda kulit dan mukosa penyakit sistemik yang bisa disertai
perdarahan saluran cerna (pigmentasi mukokutaneus pada sindrom
Peutz-Jeghers)
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes darah : darah perifer lengkap, cross-match jika diperlukan tranfusi
b. Hemostasis lengkap untuk menyingkirkan kelainan faktor pembekuan
primer atau sekunder : CTBT, PT/PPT, APTT
c. Elektrolit : Na, K, Cl
d. Faal hati : cholinesterase, albumin/ globulin, SGOT/SGPT
e. EKG& foto thoraks: identifikasi penyakit jantung (iskemik), paru
kronis
f. Endoskopi : gold standart untuk menegakkan diagnosis dan sebagai
pengobatan endoskopik awal. Selain itu juga memberikan informasi
prognostik dengan mengidentifikasi stigmata perdarahan.

Perbedaan perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) dan bawah (SCBB)
Perbedaan Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB
Manifestasi klinik Hematemesis Hematokezia
umumnya dan/atau melena
Aspirasi nasogastrik Berdarah Jernih
Rasio (BUN : kreatinin) Meningkat >35 <35
Auskultasi usus Hiperaktif Normal

G. TATA LAKSANA
Pada perdarahan saluran cerna dianggap terdapat gangguan
hemostasis berupa defisiensi kompleks protrombin sehingga diberikan
vitamin K 10 mg atau IV atau IM dengan lambat, dan dapat juga diberikan
plasma segar beku, seperti penderita dengan penyakit hati kronis atau sirosis
hati. Bila diduga terdapat fibrinolisis sekunder dapat diberikan asam
traneksamat parenteral (Caestecker JD, 2011).
Produksi asam lambung yang meningkat karena “stress” psikis
maupun fisik dapat ditekan dengan pemberian antasida dan antagonis
reseptor H2 (ranitidine, famotidin atau roksatidin). Antasida diharapkan
dapat menekan asam lambung yang sudah berada di lambung, sedangkan
antagonis reseptor H2 diharapkan dapat menekan produksi asam lambung.
Ranitidine yang diberikan sebanyak 50 mg dicairkan 50 ml D5W setiap 6
jam/IV, simetidin 300 mg dicairkan dalam dosis intermitten 50 mg D5W
setiap 6 jam/IV atau sebagai infus IV continue 50 mg/jam, hasil terbaik
tercapai bila pH asam lambung = 4. Selain itu, dengan pertimbangan proses
koagulasi akan terganggu oleh suasana asam, maka diberikan antisekresi
asam lambung yang berupa penghambat pompa proton (omeprazol,
lanzoprazol, pantoprazol) (Anand BS, 2011).
Pemberian obat yang vasoaktif akan mengurangi aliran darah
splanknikus sehingga diharapkan proses perdarahan dapat berkurang atau
berhenti. Dapat dipakai vasopressin, somatostatin atau okreotid.
Vasopressin bekerja sebagai vasokonstriktor pembuluh splanknik dengan
dosis 0,2-0,6 unit/menit, serta hati-hati karena dapat terjadi hipersensitif dan
mempengaruhi output urine karena sifat antidiuretik-nya. Sedangkan
somatostatin dan okreotid melalui efek menghambat sekresi asam lambung
dan pepsin yang akan menurunkan aliran darah di lambung dan merangsang
sekresi mucus lambung (Wanmacher L, 2011).
Salah satu yang dikhawatirkan pada pasien sirosis hepatis yang
mengalami perdarahan varises esofagus adalah terjadinya koma hepatik
akibat pencernaan darah pasien di dalam kolon, sehingga diberikan
neomisin 4x500mg untuk mensterilisasi usus agar bakteri yang mencerna
darah dapat mati, tetapi sekarang penggunaan neomisin sudah ditinggalkan.
Selain itu dapat diberikan juga pencahar atau laksan 4x1 sendok makan agar
darah yang ada dalam saluran pencernaan pasien dapat dikeluarkan dengan
segera (Caestecker JD, 2011).
Pemasangan Sengstaken-Blakemore tube (SB tube) dapat dikerjakan
pada kasus yang diduga terdapat varises esophagus. SB tube terdiri dari 2
balon (lambung dan esophagus). Balon lambung berfungsi sebagai jangkar
agar SB tube tidak keluar saat balon esophagus dikembangkan. Balon
esophagus tersebut secara mekanik menekan langsung pembuluh darah
varises yang robek dan berdarah (Anand BS, 2011).
Harus dipersiapkan jalur intravena yang adekuat untuk transfusi
(jangan dilakukan pada vena yang terlalu kecil). Resusitasi dapat dimulai
dengan larutan NaCl fisiologis dan bila terdapat tanda – tanda gangguan
sirkulasi perifer ( pre-syok / syok ) dapat diberikan volume expander
sebelum cairan definitif (darah) tersedia. Pada perdarahan masif, harus
terpasang monitor vena sentral (CVP). Transfusi diberikan sesuai
kebutuhan, antara lain sebagai pengganti volume intravaskuler, perbaikan
kadar hemoglobin atau suplementasi faktor koagulasi. Pada perdarahan aktif
dan masif, darah lengkap (WB) dapat merupakan pilihan utama karena
masih mengandung factor pembekuan, di samping dapat memenuhi
kebutuhan koreksi volume intravaskuler (Wanmacher L, 2011).
Bila kebutuhan koreksi volume sudah terpenuhi oleh resusitasi cairan
fisiologis peningkatan kadar hemoglobin dapat dipenuhi melalui transfusi
PRC dan bila masih diperlukan faktor pembekuan, dapat diberikan plasma
beku segar (Fresh Frozen Plasma). Pada umumnya, indikasi melakukan
transfusi jika kadar hemoglobin <10 gr / dl dan hematokrit <30 % yang
disertai dengan adanya gangguan hemodinamik. Parameter keberhasilan
resusitasi adalah terjaminnya tekanan vena sentral antara 7-10 mmHg atau
diuresis lebih dari 0,5-1 ml / kgBB / jam (Wanmacher L, 2011).
Penatalaksanaan terakhir bila pendarahan masih terus berlangsung
atau masuk ke dalam keadaan kegawatdaruratan, dan prosedur diatas sudah
dijalankan semua adalah dilakukan pembedahan seperti reseksi lambung
(antrektomi), gastrektomi, gastroentrostomi; vagotomi (Wanmacher L,
2011).

H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang ditimbulkan oleh hematemesis melena adalah : syok
hipovolemik, aspirasi pneumonia, gagal ginjal akut, syndrome hepatorenal,
koma hepatikum, dan anemia (Friedlander J, Mamula P).
BAB IV
PENUTUP

Hematemesis melena merupakan keadaan yang menandakan terjadinya


perdarah saluran cerna bagian atas. Hematemesis melena dapat menjadi suatu
gawat darurat medik bila tidak didiagnosis dan ditangani secara cepat dan tepat.
Etiologi dari hematemesis melena dapat berasal dari kelainan di esophagus,
lambung, duodenum bagian distal, kelainan darah, maupun kelainan sistemik.
Diagnosis hematemesis melena ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang
biasa dilakukan berupa OMD, USG abdomen, dan CT scan abdomen. Untuk
mengetahui etiologi pasti dari hematemesis melena dapat dilakukan endoskopi.
Sementara itu, dasar tatalaksana dari hematemesis melena adalah resusitasi
cairan, menghentikan perdarahan, dan mengatasi etiologi penyakit. Tatalaksana
yang baik dan benar pada hematemesis melena sangat penting untuk mencegah
terjadinya komplikasi. Komplikasi hematemesis melena, antara lain syok
hipovolemik dan gagal ginjal akut.
DAFTAR PUSTAKA

Adi, P. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas : Ilmu Penyakit


Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI. 2006 : 289 – 97
Anand BS. Peptic ulcer disease. Baylor college: Department of Internall
Medicine, Division of Gastroenterology, 2011.
Astera, I W.M. & I D.N. Wibawa. Tata Laksana Perdarahan Saluran Makan
Bagian Atas : dalam Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta :
EGC. 1999 : 53 – 62.
Caestecker JD. Upper gastrointestinal bleeding clinical presentation. Hahnemann
University, 2011.
Dehgani, Haghighat, Imanieh, Tabebordbar. Original Article Upper
Gastrointestinal Bleeding in Children in Southern Iran. Indian Pediatr 76
(6): 635-638. 2009
Dwipoerwantoro, P.G. Perdarahan Saluran Cerna pada Anak dalam Kegawatan
pada Bayi dan Anak. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-
RSCM. 2012
Friedlander J, Mamula P: Gastrointestinal hemorrhage in Wyllie R, Hyams JS,
Kay m (eds) Pediatric gastrointestinal and liver diseases, IVth Ed.
Philadelphia PA: Elsevier, 2011.
Hadi, S. Perdarahan Saluran Makan : dalam Gastroenterologi. Bandung : PT
Alumni. 2002 : 281 – 305.
Masoodi dan Saberifiroozi. Etiology and Outcome of Gastrointestinal Bleeding in
Iran: A Review Article. Middle East J Dig Dis 4: 193-8. 2012
Moravej, Dehghani, Nikzadeh, Malekpour. Lower Gastrointestinal Bleeding in
Children: Experiences From Referral Center in Southern Iran. J Compr Ped
3 (3): 115-8. 2013
Mulyani, Juffrie, Oswari. Modul Pelatihan Perdarahan Saluran Cerna pada Anak.
Jakarta: UKK Gastro Hepatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010
Richter, J.M. & K.J. Isselbacher. Perdarahan Saluran Makanan : dalam Harrison
(Prinsip Ilmu Penyakit Dalam) Jilid I. Jakarta : EGC. 1999 : 259 – 62.
Wanmacher L. Antacids and other untiulcer medicines. Expert Committee on the
Selection and Use of Essential medicines, 2011.

Anda mungkin juga menyukai