Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS


(ISPA)

Disusun Oleh
Sitti Nurjannah Syarifuddin
NIM.751430116085

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
GORONTALO
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ISPA

A.    DEFINISI
ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada anak-anak
dengan gejala batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut muncul secara
bersamaan (Meadow, Sir Roy. 2002:153).
ISPA (lnfeksi Saluran Pernafasan AL-ut) yang diadaptasi dari bahasa Inggris
Acute Respiratory hfection (ARl) mempunyai pengertian sebagai berikut:
1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikoorganisme kedalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2. Saluran  pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alfeoli beserta
organ secara anatomis mencakup saluran pemafasan bagian atas.
3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlansung sampai 14 hari. Batas 14 hari
diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang digolongkan ISPA. Proses ini dapat berlangsung dari 14
hari (Suryana, 2005:57).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas
dalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).

B.     ETIOLOGI
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus,
Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella  dan Corinebacterium.
Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus,
Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak
biasanya sukar diperoleh. Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih
didasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO,
penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa di negara
berkembangstreptococcuspneumonia dan haemophylusinfluenza merupakan
bakteri yang selalu ditemukan pada dua per tiga dari hasil isolasi, yakni
73, 9% aspirat paru dan 69, 1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di
negara maju, dewasa ini Pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus
(Suriadi,Yuliani R,2001)

C.     TANDA DAN GEJALA


a. Tanda dan gejala dari penyakit ISPA adalah sebagai berikut:
1. Batuk
2. Nafas cepat
3. Bersin
4. Pengeluaran sekret atau lendir dari hidung
5. Nyeri kepala
6. Demam ringan
7. Tidak enak badan
8. Hidung tersumbat
9. Kadang-kadang sakit saat menelan

b. Tanda-tanda bahaya klinis ISPA
1. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea),
retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah
atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
2. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi,
hypotensi dan cardiac arrest.
3. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
bingung, papil bendung, kejang dan coma.
4. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak(Naning R,2002)

D.    KLASIFIKASI
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai
berikut:
1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada
kedalam (chest indrawing).
2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai
demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat.
Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia

Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA.


Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk
golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
1. Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding
pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan
umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.
2. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan
kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 bu~an sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :
1. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding
dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat
diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).
2. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2
-12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun
adalah 40 kali per menit atau lebih.
3. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding
dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat (Rasmaliah, 2004).
E.     PATOFISIOLOGI
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus
dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas
mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh
laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan
mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983 dalam DepKes RI,
1992).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk
kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan
menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada
dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi
noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk
(Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang
paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris
yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap
infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada
saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza
dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan
Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus
bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak
nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah
dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan
penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada
saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell,
1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang
lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa
menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder
bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang
biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya
infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia
bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek
imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas
yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik
pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan
limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas
berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas
sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA
(sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas
(Siregar, 1994).

Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi
empat tahap,yaitu:
1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan
reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
rendah.
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul
gejala demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh
sempurna,sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal
akibat pneumonia.
F.      PATHWAY
G.    KOMPLIKASI
1. Penemonia
2. Bronchitis
3. Sinusitis
4. Laryngitis
5. Kejang deman (Soegijanto, S, 2009)

H.    PEMERIKSAAN PENUJANG
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah
biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman,
2.  Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat
disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia dan,
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Suryadi, Yuliani R, 2001)

I.       PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dilakukan terapi adalah menghilangkan adanya obstruksi
dan adanya kongesti hidung pergunakanlah selang dalam melakukan
penghisaapan lendir baik melalui hidung maupun melalui mulut.
Terapi pilihan adalah dekongestan dengan pseudoefedrin hidroklorida
tetes pada lobang hidung, serta obat yang lain seperti analgesik serta antipiretik.
Antibiotik tidak dianjurkan kecuali ada komplikasi purulenta pada sekret.
Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada posisi telungkup,
dengan demikian sekret dapat mengalir dengan lancar sehingga drainase sekret
akan lebih mudah keluar (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 452).
          Prinsip perawatan ISPA antara lain :
 Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
 Meningkatkan makanan bergizi
 Bila demam beri kompres dan banyak minum
 Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan
sapu tangan yang bersih
 Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak
terlalu ketat.
 Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak
tersebut masih menetek
 Mengatasi panas (demam) dengan memberikan kompres, memberikan
kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak
perlu air es).
 Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional
yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½
sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

J.      Analisa data
Symptom Etiologi Problem
1.      Biasanya pasien Penupukan secret Bersihan jalan nafas
ditandai dengan
adanya secret, suara
ronchi/wising, otot
bantu pernafasan,
cuping hidung, dada
terasa sesak.
2.      Adanya Kongesti hidung Pola nafas tidak
penupukan secret, efektif
infeksi pada saluran
pernafasan, adanya
otot bantu pernafasan
3.      Ditandai adanya, Ventilasi pervusi
sianosis, otot bantu Gangguan
pernafasan, expansi pertukaran gas
didinding dada, suara
ronchi/wising
4.      Ditandai Input/autput tidak
dengan penuran BB adekuat
sebnyak 20%, kulit Gangguan nutrisi
kriput, klien terlihat kurang dari
kurus, nafsu makan kebutuhan tubuh.
menurun, mual
muntah, nyeri
abdomen
5.      Adanya tanda- Agen bakteri/virus
tanda infeksi seperti:
tumor, dolor, calor, Resiko infeksi
rubor, dan disfusilaesa.
Dan cek leukosit
tinggi/ rendah Proses infeksi
6.      Ditandai dengan
adanya panas lebih Hipertermi
dari 37,6°C, akral
panas, bibir merah,
wajah tampak merah.

K.     Diagnose yang mungkin muncul


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan(secret)
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan   ketidak seimbangan
ventilasi perfusi
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor
psikologis
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidak seimbangan
pertahan tubuh primer
6. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

L. Rencana intervensi
1)      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
muskus (secret)
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah bersihan jalan nafas
dapat teratasi dengan kreteria hasil: hidung bersih, tidak ada secret klien dapat
bernafas dengan lancer, tidak ada pernafasan menggunakan cuping hidung.

Rencana tindakan:
·         Observasi sistem pernafasan dan adanya subatan
·         Bersihkan jika ada sumbatan
·         Berikan posisi semi fowler
·         Anjurkan klien untuk minum yang hangat
·         Ajarkan batuk efektif
·         Masase punggung dan dada klien
·         Kalaborasi pemberian O2
·         Kalaborasi pemberian obat

2)      Gangguan pola nafas berhubungan dengan kongesti hidung


Tujuan :
setelah dilakukan tindak keperawatan diharapkan masalah gangguan pola nafas
teratasi dengan kreteria hasil: klien tidak sesak lagi, sudah tidak ada sumbatan,
inspirasi dan ekspirasi tidak menggunakan otot bantu pernafasan.
Rencana tindakan:
·         Berikan posisi semi fowler
·         Kalaborasi pemberian O2
·         Kalaborasi pemberian obat
3)      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan  ventilasi perfusi
Tujuan :
setelah dilakukan tindak keperawatan diharapkan masalah gangguan pertukaran
gas teratasi dengan kreteria hasil: klien tidak sesak lagi, sudah tidak ada sumbatan,
inspirasi dan ekspirasi tidak menggunakan otot bantu pernafasan.
Rencana tindakan: 
Berikan posisi semi fowler
·         Anjurkan klien untuk minum yang hangat
·         Ajarkan batuk efektif
·         Masase punggung dan dada klien
·         Kalaborasi pemberian O2
·         Kalaborasi pemberian obat

4)      Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia


Tujuan :
setelah dilakukan tidak keperawatan diharapkan masalah gangguan nutrisi teratasi
dengan kreteria hasil: nafsumakkan klien meningkat, klien tidak mual dan
muntah, peningkatan BB, wajah terlihat segar.
Rencana tindakan:
·         Observasi adanya gangguan nutrisi
·         Observasi pola makan
·         Njurkan klien untuk makan sedikit tapi sering yaitu 2 jam sekali
·         Anjurkan diit yang sehat
·         Kalaborasi dengan tim gizi
·         Kalaborasi pemberian obat

5)      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan agen virus/bakteri


Tujuan :
setelah dilakukan tindak keperawatan diharapkan masalah resiko tinggi infeksi
dapat teratasi dengan kreteria hasil: tidak ada tanda-tanda infeksi, pemeriksaan
leukosit dalam batas normal.
Intervensi
·         Observasi adanya tanda-tanda infeksi seperti: tumor, dolor, rubor, color,
dan disfusilaesa.
·         Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
·         Menggunakan APD untuk proteksi diri dank lien
·         Kolaborasi dalam pemberian obat

6)      Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit


Tujuan :
setelah dilakukan tindak keperawatan diharapkan masalah hipertermi klien dapat
teratasi dengan kreteria hasil, suhu dalam rentang normal 36,5°C-37,5°C, akral
tidak panas, bibir tidak kering, turgor kulit elastic.
Intervensi:
·         Observasi adanya peningkatan dan penurunan suhu
·         Observasi vital sign
·         Berikan kopres pada lipatan tubuh
·         Anjurkan klien untuk menggunakan baju yang tipis dan menyerap keringat
·         Lakukan kalaborasi pemberian obat

DAFTAR PUSTAKA
Meadow,Sir Roy dan Simen.2002.Lectus Notes:Pediatrika.Jakarta:PT.Gelora
Aksara Pratama

DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit


Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.

Suriadi,Yuliani R,2001,Asuhan Keperawatan pada Anak,CV sagung Seto,Jakarta

 Gordon,et.al,2001, Nursing Diagnoses : definition & Classification 2001-


2002,Philadelpia,USA

  Departemen Kesehatan RI, 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi


Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita: Jakarta.

Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa
oleh Dr. yohanes gunawan. Jakarta: EGC

Gordon,et.al,2001, Nursing Diagnoses : definition &


Classification20012002,Philadelpia,USA

Intensif Neonatus. Jakarta: Balai penerbit FKUI.

Materi pelatihan kader dan penyegara kader (2004), PSIK UMJ, Jakarta

Naning R,2002,Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Handout kuliah Ilmu Kesehatan


Anak)PSIK FK UGM tidak dipublikasikan

Pertemuan Ilmiah Tahunan V (PIT-5) Ilmu Penyakit Dalam PAP di Sumsel.


Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Palembang

Soegijanto, S (2002). Ilmu penyakit anak; diagnosa dan penatalaksanaan.


     Jakarta: Salemba medika

Anda mungkin juga menyukai