Bab 6 Perang Kemerdekaan
Bab 6 Perang Kemerdekaan
REVOLUSI MENEGAKKAN
PANJI-PANJI NKRI
KONDISI AWAL INDONESIA MERDEKA
Kondisi sosial, ekonomi, dan politik Indonesia diwarnai
ketegangan, kekacauan dan berbagai insiden yang disebabkan
oleh:
1. Sisa-sisa kekuatan Jepang yang ingin mempertahankan status
quo Indonesia
2. Masuknya kembali pasukan sekutu dan tentara NICA
(Belanda) ke Indonesia.
3. Alat-alat kelengkapan negara yang belum lengkap.
4. Inflasi yang sangat tinggi disebabkan peredaran mata uang
Jepang yang tidak terkendali
5. Blokade ekonomi yang dilakukan Belanda
Tujuan Blokade ekonomi Belanda
a. Untuk mencegah dimasukkannya senjata dan peralatan
militer ke Indonesia;
b. Mencegah dikeluarkannya hasil-hasil perkebunan milik
Belanda dan milik asing lainnya;
c. Melindungi bangsa Indonesia dari tindakan-tindakan
yang dilakukan oleh orang bukan Indonesia.
Akibat dari blokade ini barang-barang dagangan milik
pemerintah RI tidak dapat diekspor, sehingga banyak
barang-barang ekspor yang dibumihanguskan. Selain itu
Indonesia menjadi kekurangan barang-barang impor yang
sangat dibutuhkan.
• Awal kedatangan Sekutu ditandai dengan Jepang menyerah tanpa syarat kepada
Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945.
• Sebagai pihak yang kalah perang, maka Jepang harus menarik semua pasukan di
wilayah kekuasaannya di Asia, termasuk Indonesia dan diatur oleh SEAC (South
East Asia Command).
• SEAC dipimpin oleh Lord Mountbatten (Amerika) yang berkedudukan di Singapura.
Sedang untuk pelucutan senjata tentara Jepang di Indonesia dilakukan oleh AFNEI
(Allied Forces Netherland East Indies).
Ada pun tugas AFNEI adalah:
• Membebaskan tawanan perang Sekutu yang ditahan Jepang.
• Menerima penyerahan kekuasaan dari Jepang.
• Melucuti dan memulangkan tentara Jepang.
• Mencari dan menuntut penjahat perang.
Pasukan AFNEI yang akan melucuti senjata tentara Jepang di Indonesia dibagi menjadi
2, dimana pendaratannya diatur oleh Lord Mountbatten di Singapura yaitu:
1. Pasukan AFNEI Inggris yang dipimpin oleh Sir Philip Christisson. Pasukan ini
bertugas melucuti senjata tentara Jepang yang ada di Sumatra dan Jawa.
2. Pasukan AFNEI Australia yang dipimpin oleh Albert Thomas Blarney. Pasukan ini
bertugas melucuti senjata tentara Jepang yang ada di Kalimantan, Sulawesi, dan
Maluku.
• Ternyata pasukan AFNEI Inggris yang akan melucuti senjata
Jepang di Indonesia di boncengi NICA (Belanda).
• Maksud NICA membonceng Sekutu tidak lain adalah ingin
kembali menguasai wilayah Indonesia.
• Pada tanggal 15 September 1945, pasukan Sekutu yang
diboncengi NICA mendarat di pelabuhan Tanjung Priok
dengan menggunakan Kapal Chamberlain yang dipimpin
oleh W.R Petterson dan disertai oleh dua tokoh NICA, yaitu
Van Der Plass dan Van Mook.
• Inggris bersedia membawa NICA ke Indonesia karena terikat
perjanjian rahasia dalam Civil Affairs Agreement di Chequers,
London pada tanggal 24 Agustus 1945. Dimana isi perjanjian
tersebut yaitu Inggris bertindak atas nama Belanda dan
pelaksanaannya diatur oleh NICA yang bertanggung jawab
kepada Sekutu.
Perjanjian Linggajati
Perjanjian Linggajati dilatarbelakangi oleh adanya upaya pemerintah RI
untuk memperoleh pengakuan kedaulatan dari pemerintah Belanda
dengan jalan diplomatik. Sementara pihak Inggris terus mengupayakan
perundingan untuk mencari jalan terbaik dalam menyelesaikan konflik
antara Indonesia dan belanda. Perjanjian ini melibatkan pihak Indonesia ,
Belanda, dan Inggris sebagai penengah. Tokoh-tokoh yang terlibat adalah
Sir Philip Christison dari Inggris, Dr. H.J. Van Mook dari Belanda dan
Sutan Syahrir dari Indonesia.
Isi perjanjian Linggajati:
1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia atas
Jawa, Madura, dan Sumatra.
2. Akan dibentuk negara federal dengan nama Indonesia Serikat yang
salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia
3. Dibentuk Uni Indonesia-Belanda dengan ratu Belanda sebagai kepala
uni
4. Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Uni Indonesia-
Belanda sebelum tanggal 1 Januari 1949
Perjanjian Linggarjati yang ditandatangani tanggal 15 November
1946 mendapat tentangan dari partai-partai politik yang ada di
Indonesia. Sementara itu, pemerintah mengeluarkan Peraturan
Presiden No. 6 tahun 1946 tentang penambahan anggota KNIP
untuk partai besar dan wakil dari daerah luar Jawa. Tujuannya
adalah untuk menyempurnakan susunan KNIP.
Ternyata tentangan itu masih tetap ada, bahkan presiden dan wakil
presiden mengancam akan mengundurkan diri apabila usaha-usaha
untuk memperoleh persetujuan itu ditolak.
Akhirnya, KNIP mengesahkan perjanjian Linggarjati pada tanggal
25 Februari 1947, bertempat di Istana Negara Jakarta.
Persetujuan itu ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947.
Apabila ditinjau dari luas wilayah, kekuasaan Republik Indonesia
menjadi semakin sempit, namun bila dipandang dari segi politik
intemasional kedudukan Republik Indonesia bertambah kuat.
Hal ini disebabkan karena pemerintah Inggris, Amerika Serikat,
serta beberapa negara-negara Arab telah memberikan pengakuan
terhadap kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia.
AGRESI MILITER BELANDA I
Operatie Product" (bahasa Indonesia: Operasi Produk) atau yang dikenal di
Indonesia dengan nama Agresi Militer Belanda I adalah operasi
militer Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap Republik Indonesia yang
dilaksanakan dari 21 Juli1947 sampai 5 Agustus 1947.
Operasi militer ini merupakan bagian dari Aksi Polisionil (Actie Politionel) yang
berarti “Pengamanan Dalam Negeri” , diberlakukan Belanda dalam rangka
mempertahankan penafsiran Belanda atas Perundingan Linggarjati.
Dari sudut pandang Republik Indonesia, operasi ini dianggap merupakan
pelanggaran dari hasil Perundingan Linggarjati.
Pada tanggal 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan ultimatum supaya RI menarik
mundur pasukan sejauh 10 km. dari garis demarkasi. Tentu pimpinan RI menolak
permintaan Belanda ini.
Tujuan utama agresi Belanda adalah merebut daerah-daerah perkebunan yang kaya
dan daerah yang memiliki sumber daya alam, terutama minyak. Namun sebagai
kedok untuk dunia internasional, Belanda menamakan agresi militer ini sebagai Aksi
Polisionil, dan menyatakan tindakan ini sebagai urusan dalam negeri
Akhir Agresi Militer Belanda I
Pada 17 Agustus 1947 Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah Belanda menerima Resolusi Dewan Keamanan
untuk melakukan gencatan senjata.
pada 25 Agustus 1947 Dewan Keamanan membentuk suatu
komite yang akan menjadi penengah konflik antara Indonesia
dan Belanda.
Komite ini awalnya hanyalah sebagai Committee of Good
Offices for Indonesia (Komite Jasa Baik Untuk Indonesia), dan
lebih dikenal sebagai Komisi Tiga Negara (KTN), karena
beranggotakan tiga negara, yaitu Australia yang dipilih oleh
Indonesia, Belgia yang dipilih oleh Belanda dan Amerika
Serikat sebagai pihak yang netral. Australia diwakili oleh
Richard C. Kirby, Belgia diwakili oleh Paul van Zeeland dan
Amerika Serikat menunjuk Dr. Frank Graham.
Gb. Iring-iringan truk infanteri Belanda saat operasi
produk, aksi polisionil Belanda I
Perjanjian Renville
Perjanjian Renville adalah perjanjian
antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani pada
tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika
Serikat sebagai tempat netral, USS Renville, yang berlabuh di
pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan
ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good
Offices for Indonesia, yang terdiri dari Amerika
Serikat, Australia, dan Belgia.
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir
Syarifuddin Harahap. Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin
oleh Kolonel KNIL Abdulkadir Widjojoatmodjo. Delegasi
Amerika Serikat dipimpin oleh Frank Porter Graham.
Isi perjanjian Renville