Anda di halaman 1dari 2

I.

PENDAHULUAN

Sudah lebih dari 100 tahun dunia kedokteran percaya bahwa jiwa dan soma
adalah 2 komponen yang tidak dapat dipisah-pisahkan dan keduanya saling berinteraksi
pada seorang individu (Kaplan & Sadock, 1994). Dunia kedokteran modern percaya
bahwa faktor psikologik mempunyai peran penting dalam perkembangan semua penyakit.
Perannya itu dipercaya berpengaruh dalam onset, pemburukan, atau kambuhnya
(eksaserbasi) penyakit. Perihal perannya itu bertindak sebagai kausa atau faktor
predisposisi adalah bervariasi dari satu penyakit ke penyakit yang lain (Kaplan & Sadock,
1994). Model penyakit biopsikososial yang dikemukakan Engel pada 1977 - bahwa
semua penyakit mengandung unsur biologik, psikologik, dan sosial - tidaklah
menyatakan bahwa suatu gangguan fisik adalah akibat langsung dari status psikologik
penderita, melainkan memberikan pengertian yang luas tentang proses penyakit dan
mendorong ahli-ahli kedokteran untuk memikirkan pengobatan yang lebih komprehensif
dengan mempertimbangkan unsur-unsur fisik, psikologik, dan sosial dari penyakit (Irfan,
1986).

Bidang kedokteran yang memperhatikan penyakit dimana faktor psikologik


mempunyai peran di dalamnya disebut kedokteran-psikosomatik. Istilah “gangguan
psikosomatik” pertama kali diperkenalkan oleh Johan Christian Heinroth pada 1818, saat
ia menggunakan istilah tersebut berkenaaan dengan insomnia. Kemudian istilah tersebut
dipopulerkan oleh Maxmillian Jacobi, seorang dokter Jerman (Kaplan & sadock, 1994).
Adanya satu atau lebih faktor psikologik atau faktor perilaku yang mempengaruhi
perjalanan kondisi medik umum yang ditunjukkan oleh hubungan temporal yang erat
antara faktor tersebut dengan perkembangan, atau eksaserbasi, atau keterlambatan
penyembuhan dari suatu kondisi medik menuntun kepada diagnosis gangguan
psikosomatik (APA, 1994). Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders 4th ed (DSM-IV) istilah “gangguan psikosomatik” telah diganti menjadi
“faktor-faktor
Stres Psikologik. Maramis (1980) melihat stres psikologik adalah segala keadaan psikologik
yang menuntut untuk penyesuaian diri terhadap ketidakseimbangan yang disebabkan oleh adanya
stresor psikologik. Stres psikologik terjadi karena seseorang harus menyesuaikan antara
kebutuhannya dengan halangan yang dihadapi, atau keinginan dengan kenyataan yang dihadapi.
Stres psikologik bersumber dari frustrasi, konflik, tekanan, atau krisis. Frustrasi terjadi apabila
seseorang yang sedang berusaha mendapatkan kebutuhannya, tetapi mendadak ada rintangan.
Konflik dialami seseorang, jika seseorang itu tidak dapat memilih antara dua atau lebih macam
kebutuhan. Tekanan adalah keadaan seseorang yang dalam hidupnya menghadapi banyak
problem berat yang harus dipecahkan, atau tuntutan-tuntutan kebutuhan yang harus dipenuhi.
Sedangkan krisis adalah keadaan mendadak yang dialami seseorang dan membuat
ketidakseimbangan psikologik.

Stress tolerance. Daya tahan terhadap stres (stress tolerance) pada tiap orang berbeda-beda.
Hal ini tergantung pada kondisi somato-psiko-sosial orang tersebut. Ada orang yang peka
terhadap stres tertentu, yang dinamakan stres spesifik, karena pengalaman dahulu yang
menyakitkan tidak dapat diatasinya dengan baik.

Tulisan ini selanjutnya akan membahas pengaruh stres psikologik terhadap kondisi medik
tertentu, yakni gula dalam darah.

Respon endokrin terhadap stres psikologik

Penelitian mula-mula tentang respon endokrin pada organisme terhadap stresor dilakukan
terhadap binatang. Penelitian tersebut berupa penilaian respon adrenal terhadap stresor fisik
berupa panas, dingin, dan exercise. Penelitian awal pada subyek manusia adalah pararel dengan
riset pada binatang, yakni menilai respon adrenal terhdap stresor

Anda mungkin juga menyukai