TAHUN 2019
DISUSUN OLEH :
NIM : SF19204
S1 FARMASI
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
Obat merupakan salah satu komponen penting dan barang yang tidak tergantikan dalam
pelayanan kesehatan, karena digunakan sebagai intervensi mengatasi masalah kesehatan. Dengan
pemberian obat penyakit yang diderita oleh pasien dapat diukur tingkat kesembuhannya. Selain
itu obat merupakan kebutuhan pokok masyarakat, maka persepsi masyarakat tentang hasil yang
diperoleh dari pelayanan kesehatan adalah menerima obat setelah berkunjung ke sarana kesehatan
baik rumah sakit, puskesmas, maupun poliklinik. Selain itu, pengelolaan dan pengadaan obat
dalam pelayanan kesehatan juga merupakan indikator untuk mengukur tercapainya efektifitas dan
secara optimal demi tercapainya ketepatan jumlah dan jenis obat dan perbekalan kesehatan.
Pengelolaan obat ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan dasar bagi
masyarakat yang membutuhkan di Puskesmas. Tujuan dari pengelolaan obat adalah untuk
menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dengan jenis dan jumlah yang
cukup, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat. Oleh karena itu, obat perlu
dikelola dengan baik, efektif dan efisien. (Rosmania dan Supriyanto, 2015).
Pengelolaan obat yang tidak optimal disebabkan oleh SDM yang kurang, perencanaan
obat hanya berdasarkan estimasi tahun sebelumnya, dan sarana yang tidak memadai untuk proses
penyimpanan dan pendistribusian obat, serta tidak pernah dilakukan penghapusan obat
dikarenakan tidak ada panitia penghapus dan penilai harga. Dengan munculnya pernyataan ini,
maka dibentuklah pedoman perencanaan dan pengelolaan obat tahun 1990. (Depkes RI, 1990).
pelayanan kesehatan harus sebesar 95%. Anggaran untuk obat essensial generik di sektor publik
sebesar Rp.20.000,-/kapita/tahun yaitu setara dengan 2 US$ yang diasumsikan bahwa 1 US$
kabupaten/kota yang melakukan manajemen pengelolaan obat dan vaksin sesuai standar sebesar
90%. Realisasi indikator tersebut sebesar 92,83%dan capaian ketersediaan obat dan vaksin
Pada Tahun 2018 persentase pencapaian ketersediaan obat dan vaksin di Provinsi
Kalimantan Tengah sebesar 85,4 %. Sementara target nasional untuk persentase ketersediaan obat
dan vaksin sekitar 70%. Jika dibandingkan pencapaian yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah
dengan target nasional suadah sangat mencukupi target yang ditentukan. (Laporan Kinerja
Dinas Kesehatan Kabupaten adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah Kabupaten yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Dinas
Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan urusan Pemerintahan Daerah dan tugas pembantuan
Dinas Kesehatan dalam hal ini bertanggung jawab dan membawahi Instalasi Farmasi
dalam tugas pengelolaan obat di kabupaten. Dalam pengelolaan obat ini, sumber daya manusia
yang seharusnya tersedia untuk melakukan pekerjaan kefarmasian yaitu Apoteker dan Tenaga
Teknis Kefarmasian (Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga
Menengah Farmasi/Asisten Apoteker). Proses manajemen pengelolaan obat ini meliputi proses
perencanaan, pengadaan dan penghapusan obat dilakukan di Dinas Kesehatan dan proses
penyimpanan dan pendistribusian obat dilakukan di gudang farmasi kabupaten. (UU RI, 2009).
ketersediaan obat generik dalam jumlah dan jenis yang cukup, terjangkau oleh masyarakat serta
terjamin mutu dan keamanannya, perlu digerakkan dan didorong penggunaannya pada fasilitas
pelayanan kesehatan pemerintah, dengan harapan penggunaan obat generik dapat berjalan dengan
efektif.
menyatakan, Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan era JKN diberikan wewenang melakukan
pelayanan kesehatan primer mencakup 155 macam diagnosis penyakit. Pernyataan ini
memberikan makna bahwa Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
wajib menangani pelayanan kesehatan mencakup 155 jenis diagnosis penyakit dan tidak boleh
mengacu kepada Peraturan Formularium Nasional yang merupakan daftar obat terpilih yang
dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan. Daftar obat yang diberikan untuk
program rujuk balik sesuai formularium nasional yaitu obat untuk penyakit diabetes melitus,
hipertensi, jantung, asma, PPOK, epilepsi, systemic lupus erythematosus, scizofrenia, dan stroke.
kabupaten pemekaran di Provinsi Kalimantan Tengah. Letak Kabupaten Murung Raya secara
non rawat inap) pada 10 kecamatan. Tugas dan Fungsi Dinas Kesehatan Murung Raya salah
satunya yaitu pengelolaan obat di tingkat kabupaten. Dalam hal ini, salah satu sarana penunjang
upaya kesehatan pada dinas kesehatan adalah gudang farmasi, yang selanjutnya direvitalisasi
sebagai UPTD. Instalasi Farmasi Kabupaten Murung Raya dengan harapan lebih mengedepankan
fungsi dan strukturnya. Keberadaan UPTD. Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten
Murung Raya mempunyai peranan penting dalam pengelolaan obat dan vaksin skala
Selama ini, metode yang digunakan dalam perencanaan obat adalah metode konsumsi.
Perencanaan kebutuhan obat berdasarkan tahun sebelumnya dan skala prioritasnya juga
berdasarkan kepada 10 penyakit terbesar pada Puskesmas. Kemudian kebutuhan obat Puskesmas
disampaikan melalui Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) ke UPTD.
Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Murung Raya yang pengadaan dan itemnya merujuk pada
DOEN.
Sedangkan pengadaan obat menggunakan dana APBD Kab, BOK Program, dan BPJS.
Proses pengadaan obat dilakukan dengan prosedur e-purchasing berdasarkan sistem e-catalogue
yang menjelaskan bahwa pengadaan obat dilakukan secara online pada website pelelangan
(LKPP). Melalui sistem e-catalogue obat ini maka Dinas Kesehatan Murung Raya tidak perlu
melakukan proses pelelangan dan langsung dapat memanfaatkan sistem e-catalogue dengan
prosedur e-purchasing.
Selanjutnya, obat yang telah tersedia disimpan di UPTD. Instalasi Farmasi, dimana
gudang farmasi terpisah tidak jauh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Murung Raya. Dalam hal
penyimpanan, UPTD. Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Murung Raya sudah memenuhi syarat
penyusunan obat secara FEFO dan FIFO. Dan sudah tersedianya kulkas dan lemari khusus untuk
Proses pendistribusian dilakukan 1 bulan sekali untuk puskesmas yang dekat dan 2 bulan
sekali untuk puskesmas yang jauh. Dalam hal pendistribusian obat, setiap puskesmas mengantar
laporan obat dan permintaan obat dengan membawa LPLPO dan SPT ke UPTD. Instalasi
Farmasi dan pihak UPTD. Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Murung Raya akan memproses
permintaan obat tersebut dan mepersiapkan obat sesuai permintaan, kemudian petugas akan
membuatkan SBBK (Surat Bukti Barang Keluar) untuk Puskesmas. Dan untuk selanjutnya
pendistribusian obat dilakukan oleh pihak UPTD. Instalasi Farmasi, karena sudah tersedianya
anggaran untuk pendistibusian obat, SDM dan alat transfortasi roda 4 (Mobil Operasional
Raya, persentase ketersediaan obat pada tahun 2018 sebesar 85,4 %. Berdasarkan hasil
wawancara di UPTD. Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Murung Raya ditemukan masalah
belum memiliki sumber daya manusia yang cukup di UPTD. Instalasi Farmasi, maupun di
beberapa Puskesmas terkait dengan kurangnya kelengkapan pencatatan dan pelaporan obat, tidak
terbentuk tim perencanaan obat, kekosongan obat, penyimpanan obat tidak secara alfabetis
dikarenakan obat selalu datang dalam jumlah banyak, tidak ada lemari khusus untuk menyimpan
obat yang khusus, dan lemari penyimpanan yang bersekat-sekat, transportasi yang tidak memadai
di beberapa puskesmas.
Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis Manajemen Logistik Obat di UPTD. Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten
1. Bagaimana ketersediaan input (Sumber Daya Manusia, Sumber Anggaran, Data) pada
dan Penghapusan) sebagai fungsi manajemen logistik obat di UPTD. Instalasi Farmasi
3. Bagaimana output (Tersedianya Obat Yang Dibutuhkan Puskesmas) yang dicapai dari
1.3 Hipotesis
1. Ketersediaan input (Sumber Daya Manusia, Sumber Anggaran, Data) pada pelaksanaan
manajemen logistik obat di UPTD. Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Murung
Raya pada tahun 2019 sudah terpenuhi meliputi: adanya SDM khusus untuk penginputan
manajemen logistik, tersedianya anggaran khusus dari Pemerintah Pusat untuk manajemen
logistik, dan data untuk manajemen logistik pun sudah dikelola dengan baik.
Penghapusan) sebagai fungsi manajemen logistik obat di UPTD. Instalasi Farmasi Dinas
Kesehatan Kabupaten Murung Raya pada tahun 2019 belum berjalan dengan semestinya,
karena keterbatasan anggaran pengadaan obat, anggaran penghapusan dan anggaran untuk
3. Output (Tersedianya Obat Yang Dibutuhkan Puskesmas) yang dicapai dari pelaksanaan
manajemen logistik obat di UPTD. Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Murung
Raya pada tahun 2019 masih belum semuanya bisa terpenuhi, karena keterbatasan anggaran
pengadaan obat.
1.4 Tujuan Penelitian
Untuk mendapatkan gambaran manajemen logistik obat di UPTD. Instalasi Farmasi Dinas
1. Untuk mengidentifikasi unsur input (SDM, Sumber Anggaran, Data) dalam manajemen
logistik obat di UPTD. Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Murung Raya.
yang dicapai dari pelaksanaan manajemen logistik obat di UPTD. Instalasi Farmasi Dinas
1. Sebagai masukan bagi pimpinan Dinas Kesehatan Kabupaten Murung Raya dalam
manajemen logistik obat di UPTD. Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan agar obat yang
diperlukan selalu tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup dan mutu terjamin untuk
2. Sebagai bahan masukan bagi UPTD. Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Murung
Raya dalam manajemen logistik obat agar obat yang diperlukan selalu tersedia setiap saat
dalam jumlah yang cukup dan mutu terjamin untuk mendukung pelayanan yang bermutu.
3. Sebagai referensi bagi mahasiwa dan dosen mengenai manajemen logistic obat.
4. Sebagai referensi yang dapat dijadikan bacaan dan panduan oleh peneliti selanjutnya dalam
TINJAUAN PUSTAKA
“Masyarakat Murung Raya yang Sehat , Mandiri , Berkualitas dan Berkeadilanyakni Masyarakat
Murung Raya memiliki kondisi sehat baik secara fisik, mental,spritual mupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis, dan bisa
memberdayakan diri sendiri dalam bidang kesehatan dengan sadar, mau dan mampu untuk
mengenali,mencegah, dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi, sehingga bebas dari
ganguan kesehatan, memenuhi standart sehat dan produktif, dan mempunyai akses pelayanan
yang merata,setara sesuai dengan haknya (equity dan equality) (Profil Dinkes Murung Raya,
2018)
Instalasi Farmasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu bagian atau unit pelaksana
fungsional dibawah pimpinan seorang apoteker yang memenuhi syarat peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan
yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas
2014)
obat secara berdaya guna dan berhasil guna agar obat tersedia dalam jumlah dan jenis yang cukup
dan pada waktu yang tepat, serta melaksanakan pemeliharaan mutu obat untuk menunjang
ketersediaan dan kemampuan sumber daya dalam suatu sistem. Dalam Permenkes RI No.
adalah tersedianya obat dengan kualitas baik, tersebar secara merata, jenis dan jumlah yang
sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat di unit pelayanan
kesehatan.
Pengelolaan obat yang efisien dan efektif dilakukan dengan harapan dapat menjamin :
1. Tersedianya rencana kebutuhan jenis dan jumlah obat sesuai dengan kebutuhan pelayanan
5. Terjaminnya pendistribusian obat yang baik dengan waktu tunggu yang pendek.
6. Terpenuhinya kebutuhan obat yang mendukung pelayanan kesehatan dasar sesuai dengan
7. Tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) dalam jumlah dan kualifikasi yang tepat.
8. Digunakannya obat secara rasional sesuai dengan pedoman yang disepakati. Tersedianya
informasi pengelolaan dan penggunaan obat yang sahih, akurat dan mutakhir.
Instalasi Farmasi merupakan unit pelaksana dibawah Seksi Farmasi dalam lingkungan
Dinas Kesehatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
Kepala Gudang Farmasi dalam melaksanakan tugasnya berada dibawah dan bertanggung
(BMHP) pakai dalam rangka penetapan kebijakan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten.
2) Membagi tugas dan mengkoordinasikan Sub bagian dan Seksi-seksi dalam pelaksanaan
3) Menilai prestasi kerja bawahan berdasarkan hasil yang dicapai agar sesuai dengan
rencana.
8) Menyelenggarakan tata buku pergudangan yang cukup jelas dan mudah dikontrol, serta
Sub Bagian Tata Usaha dipimpin oleh seorang Kepala Bagian yang berada di bawah dan
1) Menyusun rencana Sub Bagian Tata Usaha berdasarkan data program Gudang Farmasi.
4) Melaksanakan segala sesuatu yang berhubungan dengan urusan dalam dan keamanan.
Seksi Penyimpanan dan Pendistribusian dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada di
bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Gudang Farmasi. Tugas dari seksi
3) Mengatur dan mendistribusikan tugas, memberi petunjuk sesuai dengan petunjuk kerja
5) Melaksanakan kegiatan pengamatan terhadap mutu dan khasiat obat yang ada dalam
6) Melakukan pembinaan pemeliharaan mutu obat yang ada di Unit Pelayanan Kesehatan.
7) Mengumpulkan data tentang kerusakan obat dan obat yang tidak memenuhi syarat
Seksi Pencatatan dan Evaluasi dipimpin oleh seorang kepala seksi yang berada di bawah
dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Gudang Farmasi. Tugas dari seksi
1) Menyusun rencana kegiatan Seksi Pencatatan dan Evaluasi berdasarkan data program
Gudang Farmasi.
3) Mengatur dan mendistribusikan tugas, memberi petunjuk kerja agar tercapai keserasian
6) Melaksanakan pengelolaan dan pencatatan penerimaan obat dan bahan medis habis
pakai.
7) Melaksanakan administrasi atas semua barang yang diterima, disimpan maupun yang
9) Menyiapkan laporan mutasi barang secara berkala dan laporan pencatatan obat akhir
tahun anggaran.
10) Mengevaluasi hasil pelaksanaan kegiatan agar sesuai dengan rencana dan ketentuan
Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang sesuai
dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan daripada
UU No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian menjelaskan bahwa sumber daya
manusia yang harus tersedia dalam hal pengelolaan obat sebanyak 13 orang dan yang berperan
sebagai tenaga kefarmasian adalah yang berlatar belakang Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian.
1. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan
2. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani
pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis
Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan
melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen. Manajemen adalah
ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya
secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. (Hasibuan, 2009)
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh setiap organisasi dengan tujuan untuk
mengkoordinasikan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan sehingga akan
manajemen adalah suatu proses tertentu yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian,
pergerakan, dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan yang telah
Pada dasarnya kemampuan manusia itu terbatas (baik fisik, pengetahuan, waktu, dan
perhatian) sedangkan kebutuhannya tidak terbatas. Usaha untuk memenuhi kebutuhan dan
Dengan adanya pembagian kerja, tugas, dan tanggung jawab ini maka terbentuklah kerja
sama dan keterikatan formal dalam suatu organisasi. Menurut Malayu S.P. Hasibuan tentang
manajemen sumber daya manusia menyatakan bahwa pada dasarnya manajemen itu penting
dikarenakan :
1. Pekerjaan berat sulit dikerjakan sendiri, sehingga diperlukan pembagian kerja, tugas, dan
2. Perusahaan akan dapat berhasil baik jika manajemen diterapkan dengan baik.
3. Manajemen yang baik akan meningkatkan daya guna dan hasil guna semua potensi yang
dimiliki.
Dalam buku F.W. Taylor menunjukan bahwa asas- asas dasar ilmu manajemen dapat
dipakai untuk segala macam kegiatan manusia. Taylor juga menunjukkan suatu filsafat
manajemen yang baru, yaitu manajer akan lebih banyak bertanggung jawab dalam perencanaan
melakukan pekerjaannya.
3. Usaha untuk menghubungkan serta mempersatukan metode kerja yang terbaik serta para
4. Kerja sama yang harmonis antara manajer dan non manajer, meliputi pembagian kerja dan
bahan (procurement), perpindahan dan penyimpanan bahan, komponen dan penyimpanan barang
jadi dan informasi terkait melalui organisasi dan jaringan pemasarannya dengan cara tertentu
sehingga keuntungan dapat dimaksimalkan baik jangka waktu sekarang maupun waktu yang akan
Manajemen logistik mampu menjawab tujuan dan bagaimana cara mencapai tujuan tersebut
dengan ketersediaan bahan logistik setiap saat bila dibutuhkan dan dipergunakan secara efisien
dan efektif. Keberhasilan suatu organisasi mencapai tujuan juga didukung oleh pengelolaan
faktor-faktor antara lain Man, Money, Machine, Methode dan Material. Pengelolaan yang baik
dan seimbang pada kelima faktor tersebut akan memberikan kepuasan kepada konsumer, baik
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologis atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
Obat merupakan suatu bahan atau campuran bahan yang dipergunakan dalam menentukan
penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia maupun hewan, termasuk
dengan tujuan untuk memperoleh tubuh atau bagian tubuh manusia. Dalam hal ketersediaan,
pemerataan dan keterjangkauan obat diutamakan pada obat esensial, sedangkan dari aspek
jaminan mutu diberlakukan pada semua jenis obat. Obat esensial adalah obat yang paling banyak
dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan masyarakat dan tercantum dalam Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN) dan obat generik adalah obat dengan nama resmi untuk zat berkhasiat yang
2.6.1 Perencanaan
Perencanaan adalah suatu proses kegiatan seleksi obat dan menentukan jumlah obat dalam
Perencanaan kebutuhan farmasi merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode
pengadaan Sediaan Farmasi sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin
terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi,
epidemiologi, kombinasi (metode konsumsi dan epidemiologi) dan disesuaikan dengan anggaran
Menurut Depkes RI Tahun 1990, tujuan dari perencanaan obat adalah untuk mendapatkan :
1. Jenis dan jumlah obat yang tepat sesuai kebutuhan.
Dalam tahapan perencanaan logistik, perencanaan logistik dikatakan baik apabila mampu
1. Apa yang dibutuhkan untuk menentukan jenis barang yang tepat (what).
2. Berapa yang dibutuhkan untuk menentukan jumlah yang tepat (how much).
5. Siapa yang mengurus dan siapa yang menggunakan untuk menentukan orang atau unit yang
tepat (who).
7. Mengapa dibutuhkan untuk memeriksa apakah keputusan yang diambil sudah tepat (why).
Perencanaan pengadaan obat dilakukan melalui 2 tahapan yaitu tahap persiapan dan tahap
perencanaan kebutuhan obat. Pada tahap persiapan ada dua kegiatan yang dilakukan yaitu :
Langkah-langkah :
a. Mengevaluasi terhadap semua masukan, proses dari semua aspek perencanaan dan
Langkah-langkah :
Sedangkan pada tahap proses perencanaan kebutuhan obat ada 5 kegiatan yang dilakukan
yaitu :
Fungsi seleksi adalah untuk menentukan obat yang benar-benar diperlukan sesuai dengan
1) Menentukan jenis obat (beberapa jenis item obat yang akan digunakan/dibeli)
2) Obat memiliki manfaat terapi yang jauh lebih besar dibanding resiko dan efek
sampingnya.
Seleksi/pemilihan obat didasarkan pada obat generik terutama yang tercantum dalam Daftar
Obat Esensial Nasional (DOEN) yang masih berlaku dengan patokan harga sesuai dengan
masing jenis obat di unit pelayanan kesehatan selama setahun sebagai data pembanding bagi stok
optimum.
Cara terbaik untuk menentukan kebutuhan obat dengan pendekatan dapat dilakukan melalui
1) Metode Konsumsi
Didasarkan atas analisa data konsumsi perbekalan farmasi pada tahun sebelumnya.
a. Pengumpulan dan pengolahan data, yang diperoleh dari pencatatan dan pelaporan
informasi baik kartu stock, buku penerimaan dan pengeluaran serta catatan harian
penggunaan obat.
adalah :
h) Menghitung kebutuhan obat yang akan diprogramkan untuk tahun yang akan datang.
i) Menghitung jumlah obat yang perlu diadakan pada tahun anggaran yang akan datang.
Jenis data yang diperlukan untuk metode konsumsi yaitu : alokasi dana, daftar obat, stok
awal, LPLPO, sisa stok, obat hilang/rusak, kadaluarsa, kekosongan obat, pemakaian rata-
rata/pergerakan obat pertahun, lead time, stok pengaman dan perkembangan pola kunjungan di
puskesmas.
2) Metode Epidemiologi
Didasarkan pada data jumlah kunjungan, frekuensi penyakit dan standar pengobatan yang
3) Metode Kombinasi
kebutuhan obat yang telah mempunyai data konsumsi yang jelas namun kasus penyakit
cenderung berubah.
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah menetapkan rancangan stok akhir periode
yang akan datang. Rancangan stok akhir diperkirakan sama dengan hasil perkalian antara waktu
tunggu dan estimasi pemakaian rata-rata/bulan ditambah stok penyangga, menghitung rancangan
pengadaan obat periode tahun yang akan datang dan menghitung rancangan anggaran untuk total
Ada beberapa teknik manajemen dalam penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi
dana, yaitu :
a. Analisa ABC
Analisa ABC dilakukan dengan cara mengelompokkan jumlah dana yang diserap untuk
Kelompok A : kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan
Kelompok B : kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaan menunjukkan
Kelompok C : kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaan menunjukkan
b. Analisa VEN
Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana obat yang terbatas adalah
dengan mengelompokkan obat yang didasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan.
Semua jenis obat yang tercantum dalam daftar obat dikelompokkan kedalam 3 kelompok,yaitu:
a) Obat penyelamat.
Kelompok N : obat-obatan yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan
2.6.2 Pengadaan
Pengadaan adalah suatu proses untuk mengadakan obat yang dibutuhkan di unit pelayanan
jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan
merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang
dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan
Menurut Depkes RI Tahun 1990, tujuan dari pengadaan obat adalah tersedianya obat
dengan jenis dan jumlah yang tepat dengan mutu yang tinggi dan dapat diperoleh pada waktu
yang tepat.
Rumah Sakit dijelaskan bahwa pelaksanaan pengadaan obat dilakukan dengan memperhatikan:
1) Lelang
2) Penunjukan langsung
3) Swakelola
2. Sumber Dana.
Pada tahap pelaksanaan pengadaan obat, ada beberapa metode yang digunakan dalam
pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan, tetapi hendaknya dipilih metode yang sesuai
dengan kebutuhan. Dengan pemilihan metode hendaknya mempertimbangkan jenis, sifat nilai
barang yang akan dibeli. Dalam memilih dan menetapkan metode pengadaan harus mengikuti
Pemerintah, obat pada dasarnya termasuk dalam kriteria barang/jasa khusus, karena jenis, jumlah
dan harganya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan sehingga dapat dilakukan pengadaan
Sedangkan e-Catalogue obat adalah sistem informasi elektonik yang memuat daftar , jenis,
spesifikasi teknis dan harga obat dari berbagai penyediaanbarang/jasa tertentu. Dengan
1. Pengadaan obat yang tersedia dalam daftar e-Catalogue Portal Pengadaan Nasional
2. Pengadaan obat yang belum ada dalam daftar e-Catalogue menggunakan proses pengadaan
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam proses pengadaan diantaranya (Anief, 2005) adalah :
2. Lokasi produksi farmasi berada, apabila waktu yang diperlukan untuk mengirimnya singkat
maka waktu pembelian dapat dilakukan pada saat barang hampir habis.
3. Frekuensi dan volume pembelian; makin kecil volume barang/jumlah barang yang dibeli
2.6.3 Penerimaan
Penerimaan merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam menerima obat-obat baik dari
pemasok maupun dari gudang obat dati II atau dari suatu unit pelayanan kesehatan kepada unit
pelayanan kesehatan lainnya dalam rangka memenuhi pesanan atau permintaan obat dari yang
bersangkutan. Maksud dan tujuan penerimaan ini adalah obat yang diterima baik jenis dan
datangnya obat-obatan dari pemasok, maka disusun rencana pemasukan obat, personil, peralatan,
Obat yang baru diterima ditempatkan di ruang khusus sampai pemeriksaan dan penerimaan
obat selesai dilaksanakan. Pemeriksaan dilakukan setelah dokumen obat lengkap. Selanjutnya
panitia memeriksa/meneliti surat kontrak, surat pesanan, surat kiriman, sertifkat analisa, jumlah
kemasan, berat masing-masing kemasan, jenis dan jumlah obat, kemasan, dan bentuk obat.
3. Berita acara dan penerimaan obat.
Obat-obat yang diterima dibuatkan berita acara penerimaan dan pemeriksaan obat sesuai
dengan hasil pemeriksaan. Berita acara pemeriksaan penerimaan obat adalah dokumen tanda
bukti pemeriksaan pada penerimaan keadaan, banyaknya, dan sumber yang bersangkutan dengan
obat.
4. Untuk obat-obatan yang tidak memenuhi syarat baik dari segi mutu, tanggal kadaluarsa,
jumlah isi dalam satu kemasan maupun jumlah sautan kemasan harus diajukan klaim
Obat-obatan yang telah diterima dan diperiksa harus segera dicatat dan bukukan pada buku
harian penerimaan obat mengenai data obat dan dokumen obat tersebut. Buku harian ini berisi
nomor urut, tanggal penerimaan, nama dan alamat pengirim, nomor dokumen, tanggal dokumen,
nama barang, nomor kode, banyak barang, nomor berita acara dan serah terima, dan keterangan.
2.6.4 Penyimpanan
yang diterima pada tempat yang dinilai aman. (Depkes RI, 1990)Dalam Permenkes No. 35 Tahun
2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dijelaskan bahwa penyimpanan obat
Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus
dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah
sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa. Semua
obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan
stabilitasnya.
Persyaratan Gudang Farmasi pada proses penyimpanan obat : (Depkes RI, 2003)
4. Perlu cahaya yang cukup, namun jendela harus mempunyai pelindung untuk
5. Lantai dibuat dari tegel/semen yang tidak memungkinkan bertumpuknya debu dan kotoran
10. Tersedia lemari/laci khusus untuk narkotika dan psikotropika yang selalu terkunci.
Menurut Depkes RI Tahun 1990, ada empat kegiatan yang dilakukan pada proses
penyimpanan obat antara lain : pengaturan tata ruang, penyusunan stok obat, pencatatan stok obat
penyusunan pencarian dan pengawasan obat-obat, maka diperlukan pengaturan tata ruang gudang
dengan baik. Adapun faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang gudang adalah
sebagai berikut :
1. Kemudahan bergerak
Untuk kemudahan bergerak, maka gudang perlu ditata dengan menggunakan sistem satu
lantai dan jangan menggunakan sekat-sekat karena akan membatasi pengaturan tata ruangan.
Salah satu faktor penting dalam merancang gudang adanya sirkulasi udara yang cukup di
dalam ruangan gudang, sirkulasi yang baik akan memaksimalkan umur hidup dari obat sekaligus
bermanfaat dalam memperpanjang dan memperbaiki kindisi kerja. Idealnya didalam gudang
terdapat AC, namun biayanya akan menjadi mahal untuk ruangan gudang yang luas. Alternatif
lain adalah menggunakan kipas angin dan jika belum cukup makan perlu ventilasi melalui atap.
3. Rak
Penempatan rak yang tepat akan dapat meningkatkan sirkulasi udara dan gerakan stok obat.
a. Vaksin memerlukan “cold chain” khusus dan harus dilindungi dari kemungkinan
b. Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari khusus dan selalu
terkunci.
c. Bahan-bahan yang mudah terbakar seperti alkohol dan eter harus disimpan dalam
ruangan khusus, sebaiknya disimpan dalam bangunan khusus terpisah dari gudang
induk.
5. Pencegahan kebakaran
Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti kardus,
Dalam penyusunan stok obat dilakukan menurut bentuk sdiaan dan alfabetis. Untuk
memudahkan pengendalian stok maka langkah yang dilakukanadalah menggunakan prinsip FIFO
dan FEFO dalam penyusunan obat yaitu obat yang masa kadaluwarsanya lebih awal harus
digunakan lebih awal atau yang diterima lebih awal harus digunakan lebih awal, gunakan lemari
khusus untuk menyimpan narkotika, simpan obat yang dapat dipengaruhi oleh temperatur dan
cahaya serta kontaminasi bakteri pada tempat yang sesuai, simpan obat dalam rak dan berikan
nomor kode dengan memisahkan obat dalam dengan obat-obatan untuk pemakaian obatluar
cantumkan nama masing-masing obat dengan rapi dan apabila persediaan obat cukup banyak dan
Dalam pencatatan kartu stok induk maka kartu stok induk diletakkan di Ruang Kepala
Gudang Farmasi, dimana kegiatan pencatatan dilakukan secara rutin dan setiap terjadi mutasi
obat, pengeluaran, hilang, rusak langsung dicatat didalam kartu stok induk serta penerimaan dan
Untuk kegiatan pengamatan mutu obat, jika dari pengamatan visual diduga ada kerusakan
yang tidak dapat ditetapkan dengan cara organoleptik harus dilakukan dengan pengujian
laboratorium.
2.6.5 Pendistribusian
obat-obatan yang bermutu dari instalasi farmasi dalam pemenuhan pesanan atau permintaan unit-
unit pelayanan kesehatan dengan tujuan terlaksananya penyebaran obat secara merata dan teratur
serta dapat diperolehpada saat dibutuhkan, terjaminnya mutu, keabsahan obat dan ketepatan,
Penyaluran atau distribusi merupakan kegiatan atau usaha untuk mengelola pemindahan
barang dari satu tempat ketempat lainnya. (Subagya, 1994 dalam Febriwati, 2013)
1. Semua jenis logistik yang dibeli atau diadakan baik melalui pihak ketiga maupun
pembelian sendiri harus melalui dan diterima oleh Panitia Penerima Barang.
2. Sebelum Panitia Penerima Barang menerima logistik yang diserahkan, terlebih dahulu
diwajibkan kepada Timnya untuk melakukan pemeriksaan atas logistik yang diserahkan
tersebut, dengan melakukan pengecekan secara cermat terhadap jenis barang apakah sudah
3. Kelengkapan dokumen pengiriman seperti faktur, agar sesuai dengan kontrak (nama
rekanan, tanggal pengiriman, jenis dan jumlah).Dilihat apakah pengiriman telah melampaui
batas waktu sesuai dengan batas waktu yang tertera dalam kontrak. Jika melampaui, maka
Panitia Penerima Barang membubuhkan tanggalnya sesuai dengan tanggal pada saat barang
tersebut diterima. Jangan pernah menyesuaikan tanggal penerimaan barang dengan tanggal
2.6.6 Penghapusan
diurusnya.
2. Menghindarkan pembiayaan.
a. Barang hilang, akibat kesalahan sendiri, kecelakaan, bencana alam, administrasi yang salah,
b. Tekhnis dan ekonomis : setelah nilai barang dianggap tidak ada manfaatnya disebabkan
faktor-faktor kerusakan yang tidak dapat diperbaiki, kadaluwarsa, menguap atau handling,
busuk karena tidak memenuhi spesifikasi sehingga barang tidak dapat dipergunakan lagi.
Dalam aspek yuridis mencakup hal-hal pembentukan panitia penilai, identifikasi dan
Dalam Permenkes No. 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotik
diatur mengenai penghapusan, bahwa obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai
dengan jenis dan bentuk sediaan. Penghapusan atau pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak
yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh
tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan
Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 tahun dapat dimusnahkan.
Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain
dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara
Pemusnahan Resep menggunakan Formulir pemusnahan resep dan selanjutnya dilaporkan kepada
2. Pemanfaatan kembali; usaha meningkatkan nilai ekonomis dari barang yang dihapus
langsung.
4. Hibah; pemanfaatan langsung atau peningkatan potensi kepada badan atau pihak di luar
instansi (Pemerintah).
2.7 Puskesmas
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengupayakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-
sehat.
kesehatan secara bermutu, terjaungkau, adil dan merata. Pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan adalah pelayanan kesehatandasar yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar
masyarakat dan sangat strategis dalam upaya peningkatan status kesehatan masyarakat umum.
Puskesmas juga diharapkan dapat bertindak sebagai motivator, fasilitator dan turut serta
terhadap kesehatan masyarakat. Hasil yang diharapkan dalam menjalankan fungsi ini antara lain
adalah terselenggaranya pembangunan diluar bidang kesehatan yang mendukung terciptanya
harus secara pro aktif menjalin kemitraan dengan bidang pembangunan (sektor) lain ditingkat
nasional dan internasional yang berkaitan dengan kesakitan, kecacatan dan kematian.
Program esensial tersebut antara lain : (a) promosi kesehatan, (b) kesehatan lingkungan, (c)
kesehatan Ibu dan Anak, termasuk keluarga berencana, (d) perbaikan gizi, (e) pemberantasan
penyakit menular, dan (f) pengobatan. Rincian masing-masing kegiatan dari program esensial
mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang telah ditetapkan serta sesuai dengan
kesehatan masyarakat setempat dan sesuai dengan tuntutan masyarakat sebagai program inovatif
dengan mempertimbangkan kemampuan sumber daya yang tersedia dan dukungan dari
masyarakat.
Program kesehatan pengembangan tersebut antara lain : (a) usaha kesehatan sekolah, (b)
usaha kesehatan olah raga, (c) perawatan kesehatan masyarakat, (d)kesehatan kerja, (e) kesehatan
gigi dan mulut, (f) kesehatan jiwa, (g) kesehatan mata, (h) kesehatan usia lanjut, (i) pembinaan
Teori manajemen menurut Ivancevich et al (2007) yang meliputi masukan, proses serta
keluaran merupakan acuan atau landasan teori yang diimplementasikan dalam manajemen
logistik obat di dinas kesehatan. Skema landasan teori seperti diuraikan berikut ini :
Pengelolaan obat yang baik demi terwujudnya pemenuhan kebutuhan obat puskesmas
sebagai pelaksana pelayanan kesehatan dasar masyarakat tergantung kepada ketersediaan obat
yang ada di instalasi farmasi Kab/kota. Sebagai kerangka pikir penelitian disajikan sebagai
berikut :
1. Masukan (Input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam melaksanakan perencanaan
a. Sumber daya manusia adalah orang-orang yang terlibat dalam pekerjaan di instalasi
b. Sumber Anggaran adalah ketersediaan alokasi sumber dana dalam menunjang proses
pengelolaan obat.
pengelolaan obat.
2. Proses (process) adalah kegiatan-kegiatan dalam manajemen logistik obat di Dinas
a. Perencanaan adalah suatu proses kegiatan seleksi obat dan menentukan jumlah obat
b. Pengadaan adalah proses untuk pengadaan obat yang dibutuhkan di Puskesmas wilayah
obatan yang bermutu dari gudang obat secara merata ke seluruh Puskesmas wilayah
3. Keluaran (Output) adalah hasil dari manajemen logistik obat di Dinas Kesehatan
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian bersifat kualitatif yaitu untuk melihat atau
Menurut Sugiyono (2015), metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat postpositivisme dan digunakan untuk meneliti pada kondisi objek
yang alamiah.
Raya, dengan pertimbangan manajemen logistik obat di UPTD. Instalasi Farmasi diasumsikan
belum terlaksana dengan baik dan belum mampu dalam memenuhi kebutuhan obat Puskesmas.
Penelitian ini dilakukan mulai dari survei pendahuluan yang dimulai dari bulan Juni
Informan dalam penelitian ini adalah seluruh pengelola obat di wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Murung Raya, yaitu unsur dari pihak Dinas Kesehatan Serta unsur
dari pihak Puskesmas Kabupaten Murung Raya. Informan dari pihak Dinas Kesehatan
terdiri dari : (a) Kepala Dinas Kesehatan, (b) Kepala UPTD. Instalasi Farmasi Dinas
Kesehatan, (c) 5 orang staf UPTD. Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan, (d) Informan dari
Puskesmas adalah 1 orang Kepala Puskesmas dan (5) 1 orang petugas penanggung jawab
pengelola obat Puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Murung Raya.
3.4 Metode Pengumpulan Data
a. Wawancara
b. Pengamatan (Observasi)
seluruhnya).
Data sekunder diperoleh dari bagian UPTD. Instalasi Farmasi Murung Raya berupa:
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa voice recorder, notes dan daftar
3.6 Triangulasi
Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data
yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang
telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya
peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data yaitu mengecek
kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data. Dalam
penelitian ini, triangulasi yang digunakan peneliti adalah triangulasi sumber yang berarti untuk
mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama. (Sugiyono,
2015)
Menurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2015) analisis data kualitatif
terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu :
1. Reduksi data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal
yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan
2. Penyajian data
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data berupa teks yang bersifat naratif. Data- data
Kesimpulan awal masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-
bukti yang kuat dan mendukung. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan
adalah temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau
gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah
diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Kabupaten Murung Raya adalah salah satu kabupaten pemekaran di Provinsi Kalimantan
Tengah dengan total luas wilayah sebesar ± 2.370.000 Ha. Letak Kabupaten Murung Raya
secara astronomis terletak di daerah Khatulistiwa, pada posisi 00º47’25,24” Lintang Utara,
00º51’51,87” Lintang Selatan, 113º12’40,98” Bujur Timur, dan 115º08’6,52” Bujur Timur.
Timur
KalimantanTimur
Secara administratif Kabupaten Murung Raya terdiri dari 10 Kecamatan, yaitu Kecamatan
Kecamatan Permata Intan, Kecamatan Babuat, Kecamatan Murung, Kecamatan Laung Tuhup,
Kecamatan Barito Tuhup Raya, Kecamatan Tanah Siang, Kecamatan Tanah Siang Selatan,
Kecamatan Sumber Barito, Kecamatan Seribu Riam dan Kecamatan Uut Murung.
Berikut merupakan peta administrasi Kabupaten Murung Raya :
Tabel 4. 1 Luas Wilayah dan Jumlah Desa/ Kelurahan per Kecamatan di Wilayah
4.1.2 Kependudukan
Jumlah penduduk keseluruhan di Kabupaten Murung Raya pada tahun 2013 yaitu
sebanyak 105.100 jiwa. Jumlah penduduk berdasarkan struktur jenis kelamin yaitu meliputi
komposisi jumlah penduduk laki-laki yaitu sebanyak 54.600 jiwa. Sedangkan komposisi jumlah
kecamatan. Sampai sekarang persebaran penduduk Murung Raya masih tidak merata. Hal ini
akibat kondisi sarana jalan darat yang menghubungkan antar kecamatan atau desa kadang-
kadang tidak memungkinkan untuk dilalui bahkan belum ada. Hal ini menyebabkan kepadatan
penduduk untuk kecamatan dengan sarana transportasi kurang baik sangat kecil. Sedangkan
sarana transportasi air masih sangat terbatas. Padahal jumlah desa yang terdapat di pinggiran
sungai lumayan cukup banyak. Seperti di Kecamatan Murung, Permata Intan, Sumber Barito,
bahkan sampai Seribu Riam dan Uut Murung yang medannya di kenal sangat sulit.
Dinas Kesehatan Murung Raya dalam menjalankan tugasnya memiliki visi, misi dan
motto yaitu :
a. Visi
“Masyarakat Murung Raya yang Sehat, Mandiri, Berkualitas dan Berkeadilan” “ yaitu
Tercapainya Derajat Kesehatan Masyarakat di Kabupaten Murung Raya yang oftimal dengan
gambaran masyarakat yang memiliki kondisi sehat baik secara fisik,mental,spritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis dan
bisa memberdayakan diri sendiri dalam bidang kesehatan dengan sadar,mau dan mampu untuk
bebas dari gangguan kesehatan akibat bencana maupun lingkungan dan prilaku yang tidak
mendukung untuk hidup sehat, pelayanan yang merata,setara sesuai dengan haknya (equity dan
equality ) , guna terwujudnya masyarakat yang sejahtera dan bermartabat dengan berbasis
pembangunan perdesaaan menuju cita-cita yang lebih tinggi lagi yaitu ‘Murung Raya Emas
2030’.
Sehat adalah masyarakat yang memiliki kondisi sehat baik secara fisik,mental,spritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Mandiri adalah masyarakat Murung Raya yang bisa memberdayakan diri sendiri dalam
bidang kesehatan dengan sadar, mau dan mampu untuk mengenali,mencegah, dan mengatasi
permasalahan kesehatan yang dihadapi, sehingga bebas dari gangguan kesehatan akibat
bencana maupun lingkungan dan prilaku yang tidak mendukung untuk hidup sehat.
Berkeadilan adalah pelayanan yang merata,setara, sesuai dengan haknya (equity dan
equality.
b. Misi
Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk
mewujudkan visi, dalam mewujudkan Visi tersebut ditetapkan delapan misi, yaitu sebagai
berikut:
bidang kesehatan.
bermutu.
kesehatan.
c. Motto
S = Sederhana
M = Mudah
A = Akurat
R = Ramah
T = Tepat Waktu
4.2.2 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Murung Raya
Berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 25 Tahun 2018 tentang Rincian Tugas Pokok
dan Fungsi Dinas Kesehatan Murung Raya bahwa organisasi Dinas Kesehatan Murung Raya
terdiri dari :
2. Sekretariat terdiri dari Sub Bagian Perencanaan dan Keuangan, dan Sub Bagian
3. Bidang Kesehatan Masyarakat terdiri dari Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi
4. Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit terdiri dari Seksi Surveilens dan
Imunisasi, Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, dan Seksi Pengendalian
5. Bidang Pelayanan dan Sumber Daya Kesehatan terdiri dari Seksi Pelayanan
Kesehatan, Seksi Kefarmasian dan Alat Kesehatan, dan Seksi Sumber Daya Manusia
Kesehatan.
Sampai tahun 2019, jumlah Puskesmas di Kabupaten Murung Raya adalah sebanyak 15
unit, dengan rincian 8 unit Puskesmas rawat inap dan 7 unit Puskesmas non rawat inap serta
Distribusi Puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Murung Raya dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 4.2 Distribusi Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan
Raya
6. Permata Intan Tumbang Laung Rawat Inap
Berdasarkan data dari kepegawaian pada akhir tahun 2019, tenaga kefarmasian
Sumber Daya Manusia Kesehatan, 1 orang Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit dan 1 o r a n g kepala UPTD. Instalasi Farmasi, 3 orang TTK sebaai staf di Bidang
Pengembangan Sumber Daya Manusia Kesehatan serta 3 orang TTK sebagai staf UPTD.
Instalasi Farmasi. Bila dibandingkan dengan wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Murung Raya yang membawahi 15 Puskesmas, hal ini dapat dikatakan minim tenaga
UPTD. Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Murung Raya merupakan unit pelaksana
Kesehatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Murung Raya terpisah tidak
jauh dari Dinas Kesehatan. Tujuan adanya instalasi ini yaitu untuk melaksanakan
pengelolaan obat dengan baik dan tersedia dalam jumlah dan jenis yang cukup pada waktu
yang tepat. Berikut Struktur Organisasi UPTD. Instalasi Farmasi Dinas Kesehata Kabupaten
Murung Raya
2.3 Struktur Organisasi UPTD. Instalasi Farmasi
Umur Jenis
No. Informan Jabatan Pendidikan
1. Informan 1 Kepala Dinas Kesehatan (Tahun) Kelamin Dokter
50 Thn Laki-laki
2. Informan 2 Kepala Instalasi Farmasi 40 Thn Perempuan Apoteker
3. Informan 3 Petugas Instalasi Farmasi 31 Thn Perempuan TTK
4. Informan 4 Petugas Instalasi Farmasi 34 Thn Laki-laki TTK
5. Informan 5 Petugas Instalasi Farmasi 31 Thn Perempuan TTK
6. Informan 6 Petugas E-Logistik Instalasi Farmasi 27Thn Laki-laki Diploma III
7. Informan 7 Petugas E-Logistik Instalasi Farmasi 29 Thn Laki-laki SMA
8. Informan 8 Kepala Puskesmas 40 Thn Laki-laki Dokter
9. Informan 9 Pengelola Obat Puskesmas 30 Thn Perempuan Apoteker
sebagai input dalam analisis manajemen logistik obat yaitu sumber daya manusia, sumber
mendalam terhadap Kepala Dinas Kesehatan, Kepala UPTD. Instalasi Farmasi,Petugas UPTD.
Instalasi Farmasi, Kepala Puskesmas dan Pengelola Obat Puskesmas diperoleh hasil
Kesehatan dijelaskan oleh Kepala Dinas Kesehatan dan pihak Puskesmas sebagai berikut :
“Sumber daya manusia yang seharusnya ada di puskesmas dalam pengelolaan obat adalah
yang berlatar belakang ahli kefarmasian. Tapi pada kenyataannya ada puskesmas yang
masih memberdayakan tenaga medis lainnya seperti bidan, perawat dan lainnya dalam
“Sumber daya manusia yang ada di instalasi farmasi bisa dikatakan kurang karena di
Dinas Kesehatan ini yang pendidikan berlatar belakang apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian hanya ada 4 orang dan selebihnya memberdayakan tenaga kesehatan yang
ada. Begitu juga di Puskesmas. Dari 15 Puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan
Murung Raya hanya ada 11 orang Apotekerdan 9 orang Tenaga Teknis Kefarmasian untuk
Farmasi Dinas Kesehatan Murung Raya yang menegaskan bahwa memang benar sumber
daya manusia khususnya tenaga kefarmasian di Dinas Kesehatan dan Puskesmas masih
“Dikatakan sumber daya manusia nya kurang, karena yang sebenarnya pengelola obat di
dinas dan puskesmas seharusnya adalah Apoteker. Pada kenyataannya dari 15 puskesmas
hanya ada 11 orang Apoteker, selebihnya Tenaga Teknis Kefarmasian untuk pengelola
obat, bahkan ada beberapa puskesmas yang masih memberdayakan tenaga medis lainnya
seperti bidan, perawat dan lainnya dalam pengelolaan obat. Tetapi mengingat dan
manusia yang ada di instalasi farmasi dinas kesehatan maupun puskesmas dalam pengelolaan
Hasil wawancara terhadap pelatihan sumber daya manusia dalam pengelolaan obat
tidak pernah dilakukan. Hanya saja yang seharusnya setiap 1 tahun sekali dilakukan
Dinas Kesehatan,, Kepala UPTD. Instalasi Farmasi yang ada di Dinas Kesehatan ditambah
15 orang Kepala Puskesmas di wilayah kerja dinas kesehatan Murung Raya dan 15 orang
Berdasarkan kutipan diatas dapat diperoleh informasi bahwa pengelola obat di Dinas
Kesehatan Murung Raya tidak pernah mendapat pelatihan. Kutipan ini didukung dengan
pernyataan :
“Pelatihan memang belum pernah dilakukan. Yang dilakukan hanya pertemuan yang yang
diikuti oleh Kepala Dinas Kesehatan,, Kepala UPTD. Instalasi Farmasi yang ada di Dinas
Murung Raya dan15 orang Pengelola Obat Puskesmas murung Raya”. (Informan 3)
dilakukan pelatihan untuk pengelola obat yang ada di dinas kesehatan maupun di
puskesmas.
Hasil penelitian mengenai sumber anggaran di Dinas Kesehatan Murung Raya untuk
proses pengelolaan obat di instalasi farmasi dinyatakan oleh staf UPTD. Instalasi Farmasi.
“Kalau untuk anggaran obat, sumber anggarannya diperoleh dari APBD, BOK Program
“Selama ini sumber dana berasal dari APBD, BOK Program dan BPJS. Besarannya saya
juga tidak tahu. Karena setelah di rencanakan obatnya langsung di usulkan ke bagian
keuangan untuk menyesuaikan dengan dana yang tersedia. setahu saya, untuk obat hanya
10% dari dana APBD yang tersedia. Masalah dana BOK Program itu langsung dari
pemerintah obatnya datang. Jadi saya tidak tahu berapa besarannya. Begitu juga untuk
anggaran di Dinas Kesehatan Murung Raya untuk proses pengelolaan obat berasal dari dana
4.5.3 Data
Berdasarkan hasil wawancara, data yang sudah tersedia belum memadai dan belum
membantu dalam proses pengelolaan obat di UPTD. Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan
“Data untuk proses pengelolaan obat belum lengkap. Memang kartu stok sudah ada, tapi
“Data pada proses penyimpanan belum begitu lengkap. Hanya ada data kartu stock dan
“Untuk proses pendistibusian obat, data yang diperlukan sudah cukup memadai.”
(Informan 5)
pengelolaan obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Murung Raya belum tersedia secara
keseluruhan sehingga proses pengelolaan obat belum berjalan dengan baik. Kutipan di atas
“Kartu stock dan data untuk proses distribusi obat memang sudah tersedia, tetapi data
yang lain banyak yang tidak ada. Data lain yang belum tersedia seperti data lead
belum tersedia secara keseluruhan sangat berpengaruh dalam proses pengelolaan obat. Hal ini
Kegiatan perencanaan obat yang dilakukan di UPTD. Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan
Murung Raya dimulai dengan pemilihan jenis obat, dan perhitungan perkiraan jumlah
kebutuhan obat. Dalam hal ini, perencanaan obat dilakukan oleh Kepala UP T D . Instalasi
Farmasi dan perwakilan 15 petugas obat puskesmas. Dalam perencanaan obat di Dinas
Kesehatan idealnya harus ada terbentuk tim perencanaan terpadu. Pada kenyataannya tim
Perencanaan jenis obat adalah suatu kegiatan memilih jenis obat yang diperlukan
Puskesmas. Adapun tujuan dari pemilihan jenis obat ini yaitu agar tersedianya jenis obat
depan di Puskesmas. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Dinas dan Puskesmas
diperoleh kutipan :
“Obat seharusnya direncanakan dari Puskesmas yang namanya bottom up. Pemilihan
jenis obatnya berdasarkan e-catalogue dan harus terkait dengan 155 jenis penyakit serta
“Perencanaan obat dilakukan di Puskesmas. Puskesmaslah yang tau jenis obat apa saja
yang mereka butuhkan. Jenis obat yang dibutuhkan harus terkait 155 jenis penyakit yang
di tangani puskesmas dan mengacu kepada Fornas. Setelah ditentukan jenis obatnya
lalu disampaikan ke IFK namanya RKO dengan membawa LPLPO. Kemudian direkap
disesuaikan dengan data penyakit yaitu 10 penyakit terbesar serta data-data kunjungan
pasien.”(Informan 6)
Pernyataan kedua informan tersebut dibenarkan oleh Kepala Dinas kesehatan bahwa
perencanaan pemilihan jenis obat memang berdasarkan Fornas dan harus terkait dengan 155
jenis penyakit yang ditangani di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Demikian kutipan
jawaban informan :
“Alur perencanaan dimulai dari bawah yaitu laporan Puskesmas (Bottom Up) dan di Dinas
disini berdasarkan e-catalogue dan terkait dengan 155 jenis penyakit yang ditangani di
Puskesmas serta dihubungkan dengan Fornas. Fornas disini untuk fasilitas kesehatan
kebutuhan obat dimulai dari Puskesmas (Bottom Up) dengan membawa laporan LPLPO yang
selanjutnya dilaporkan ke dinas kesehatan (Top Down) dan pemilihan jenis obatnya
berdasarkan e-catalogue dan mengacu pada Fornas serta 155 jenis penyakit yang ditangani di
Puskesmas.
Dalam hal kegiatan perencanaan perhitungan perkiraan kebutuhan obat, perencanaan yang
dilakukan pihak dinas kesehatan berdasarkan pemakaian tahun sebelumnya dan pemakaian rata-
“Sebenarnya kami tidak ada melakukan perhitungan perkiraan obat untuk rencana
berikutnya. Hanya saja untuk rencana kebutuhan obat tahun berikutnya dihitung
berdasarkan metode konsumsi dikurangi dengan sisa stok per 31 Desember. Sisa stok ini
ditulis setiap bulan dalam bentuk laporan yang namanya LPLPO. Untuk pemakaian rata-
perbulan dikalikan dengan 18 bulan. Angka 18 ini diperoleh dari 1 tahun ada 12 bulan. Dari
12 bulan ini ada penambahan 6 bulan yang dijadikan sebagai buffer stok (stok
pengaman). Itulah yang kami lakukan dalam perencanaan obat untuk perhitungan
perkiraan kebutuhan obat berdasarkan pemakaian tahun sebelumnya dan pemakaian rata-rata
perbulan.
“Memang benar kami tidak melakukan perhitungan perkiraan kebutuhan obat. Kami
menghitung kebutuhan obat hanya berdasarkan pemakaian tahun lalu dikurangi dengan
sisa stok per 31 Desember. Intinya sih dalam hal perkiraan obat hanya melihat
perhitungan perkiraan obat ini yaitu jumlah pemakaian rata-rata perbulan yang
dilakukan di dinas kesehatan berasal dari pemakaian tahun sebelumnya ditambah dengan
Hasil wawancara dari Kepala UPTD. Instalasi Farmasi tentang pengadaan obat diperoleh
informasi bahwa sistem pengadaan obat melalui sistem e-purchasing dan e-catalogue.
Kendala yang sering dalam pengadaan obat melalui e- purchasing ini yaitu pada
sistemnya. Realisasi pengadaan obatnya ada item obat yang tidak tersedia di e-catalogue.
Lama pengadaan obat melalui e-catalogue ini juga belum diketahui pasti. Sumber dana
pengadaan berasal dari dana APBD Kab, BOK Program, dan BPJS. Adapun kutipan jawaban
berasal dari dana APBD Kab, BOK Program, dan BPJS. Manajemen alur pengadaan
obatnya yaitu obat dipesan ke Pusat (Kemenkes) dan dari sanalah obat berasal dan
masuk ke pbf-pbf yang ada, selanjutnya disampaikan ke gudang farmasi. Setelah sampai di
gudang farmasi kita sesuaikan dengan pesanan kita. Tetapi dalam penerimaan obat, obat
tidak langsung datang 100.000 tablet. Maksudnya gini, kita pesan 100.000 tablet Amoxillin
dan yang datang 25.000 tablet Amoxillin dulu. Baru 2 bulan kedepan datang lagi
50.000 tablet Amoxillin. Tapi di tahun ini klop 100.000 tablet Amoxillin. Prosesnya
dana untuk pengadaan obat ini berasal dari dana APBD Kab, BOK Program, dan BPJS.
purchasing. Pengadaan obat ini dilakukan oleh PPTK. Sumber dana berasal dari APBD
Kab, BOK Program, dan BPJS. Dalam alur manajemen pengadaannya memang gak 100%
obat diterima dalam 1 kali datang. Tapi memang tetap terealisasi 100% dalam 1 tahun
ini……” (Informan 1)
Kesimpulan yang bisa diambil dari kedua pernyataan informan diatas adalah bahwa pengadaan
purchasing walaupun terkadang sistemnya ini terjadi masalah. Dana dalam pengadaan obat ini
bersumber dari dana APBD Kab, BOK Program, dan BPJS. Dimana dana APBD Kab untuk
obat generik dan BOK Program untuk obat TB Paru, HIV/AIDS, Malaria, Kecacingan,
Hasil penelitian mengenai penyimpanan obat, diperoleh informasi bahwa Dinas Kesehatan
memiliki 1 unit gudang farmasi yang terpisah tidak jauh dari Dinas Kesehatan. Berikut
“Obat disimpan di gudang farmasi. Gudang farmasi memang terpisah tidak jauh dari
dinas kesehatan. Penyimpanan obat ini lebih memperhatikan sistem FIFO. Dan obat
kulkas dan obat chold chain disimpan di kulkas ataupun chold chain. Ya beginilah kondisi
“Dinas Kesehatan Murung Raya memiliki 1 unit gudang berupa rumah untuk
penyimpanan obat dan terpisah tidak jauh dari dinas kesehatan. Kulkas dan chold chain
sudah tersedia dan digunakan untuk menyimpan vaksin. Dalam hal penyimpanan obat tidak
secara alfabetis dan disusun berdasarkan bentuk sediaan. Bahkan rak penyimpanan obat
bersekat- sekat sehingga sulit untuk mengeluarkan obat. Kendala lain yaitu
sebagian AC rusak dan bangunan yang kurang besar ,Itu saja. (Informan 2)
Pernyataan dari Kepala Gudang Farmasi dan petugas penyimpanan gudang faramasi ini
dibenarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan bahwa penyimpanan obat di gudang farmasi
belum sepenuhnya benar. Hal ini terbukti dari cara penyusunan obat yang tidak teratur dan
menyebabkan sulitnya kontrol kadaluwarsa obat. Demikian kutipan dari Kepala Dinas
Kesehatan :
“Memang benar gudang farmasi untuk penyimpanan obat terpisah tidak jauh dari dinas.
Saya juga melihat bahwa sebagian AC rusak. Dan obat hanya disimpan berdasarkan
bentuk sediaan namun tidak secara alfabetis. Ketidakteraturan ini terkadang membuat
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa obat disimpan berdasarkan bentuk sediaan
dinas. Obat yang diberikan untuk 1 bulan kedepan, pendistribusian dilakukan 1 bulan
sekali untuk puskesmas yang dekat dan setiap 2 bulan sekali untuk puskesmas yang jauh dimulai
dari bulan ganjil. Sistem distribusi yang dilakukan adalah Puskesmas mengambil sendiri
obat- obatan tersebut, dikarenakan keterbatasan anggaran. Berikut kutipan jawaban dari
informan :
dilakukan setiap 1 bulan sekali untuk puskesmas yang dekat (akses darat) dan setiap 2
bulan sekali untuk puskesmas yang jauh (akses air), yang dimulai dari bulan ganjil untuk
Farmasi dengan cara diantar ke puskesmas. Distribusi obat ke Puskesmas di wilayah kerja
Dinas Kesehatan Murung Raya dengan membawa SPT dan SBBK. Hal ini dilakukan
karena sudah tersedianya transportasi dinas dan anggaran khusus untuk distribusi obat
Pernyataan Kepala UPTD. Instalasi Farmasi Farmasi tersebut dibenarkan oleh pihak
p e t u g a s U P T D . I n s t a l a s i F a r m a s i D i n a s K e s e h a t a n yang mengantarkan
sendiri obat- obatan ke masing – masing puskesmas. Berikut kutipan jawaban informan :
LPLPO kami yang juga dibuat untuk kebutuhan Puskesmas 1 bulan ke depan. Petugas
(Informan 8)
Hal ini menurut pihak Dinas Kesehatan karena sudah di dukung dengan adanya anggaran
Hasil wawancara informan dari pihak Puskesmas tentang penghapusan obat memberikan
informasi bahwa sudah pernah beberapa kali dilakukan penghapusan obat terhadap obat-obatan
yang kadaluwarsa. Namun beberapa tahun terakhir sudah tidak ada lagi penghapusan obat.
Obat-obatan yang kadaluwarsa hanya dikumpulkan pada satu tempat sampai menunggu
“Sudah pernah dilakukan penghapusan obat terhadap obat kadaluwarsa dan beberapa
Pernyataan pihak Puskesmas ini didukung oleh Kepala Dinas Kesehatan yang menyatakan
maupun di puskesmas. Namun beberapa tahun terakhir sudah tidak ada lagi penghapusan obat.
Hal ini dikarenakan tidak ada lagi anggaran khusus penghapusan obat yang memerlukan tim
penghapusan dan biaya yang besar. Berikut kutipan dari pihak Dinas Kesehatan :
“Sudah pernah dilakukan penghapusan obat. Namun beberapa tahun terakhir sudah tidak
ada lagi penghapusan obat. Hal ini dikarenakan belum terbentuknya tim penghapusan
obat, baik di dinas maupun di puskesmas. Lagi pula terbentur dengan biaya penghapusan
kekosongan obat.
“Saya rasa selama ini belum bisa dikatakan mencukupi, itulah yang menjadi masalah.
(Informan 1)
masih adanya item obat yang tidak tersedia dalam pelayanan kesehatan di Puskesmas
seperti obat gigi dan obat lainnya yang menyebabkan pasien mencari sendiri obat di apotek.
“Bisa dikatakan tidak mencukupi karena ada jenis obat yang kami minta dan butuhkan
untuk pelayanan tidak diadakan, misalnya obat gigi. Untuk mengatasi hal itu kebijakan
obat di Puskesmas belum bisa dikatakan cukup. Hal itu dapat dilihat dari indikator-indikator
seperti masih adanya pasien yang membeli obat sendiri di apotek luar, walaupun hal ini atas
BAB V
PEMBAHASAN
penting dan berpengaruh dalam proses logistik obat. Menurut Undang-undang RI No. 51
Tahun 2009, sumber daya manusia yang harus tersedia dalam hal pengelolaan obat minimal
sebanyak 3 orang yang berlatar belakang Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Herman dkk (2010) yang menyatakan
bahwa sumber daya manusia minimal sebanyak 3 orang dalam pengelola obat di unit
Sumber daya manusia dalam pengelolaan obat di instalasi farmasi Dinas Kesehatan
Kabupaten Murung Raya berjumlah 7 orang dengan 1 orang P N S sebagai Kepala Instalasi
Farmasi dengan pendidikan Apoteker, 3 orang PNS sebagai staf Instalasi Farmasi dengan
pendidikan Tenaga Tekhnis Kefarmasian, dan 3 orang honorer sebagai tenaga administrasi
dengan pendidikan Diploma III dan SMA/SMK serta 1 orang Petugas Kebersihan dan 1 orang
petugas keamanan. Dilihat dari tingkat pendidikan, petugas pengelola obat sudah
memenuhi ketentuan. Namun masih sangat kurang untuk mencukupi Sumber Daya Manusia di
mutu tenaga pengelola obat diharapkan tersedianya obat dengan kualitas baik, tersebar secara
merata, jenis dan jumlah sesuai dengan kebutuhan dalam rangka mewujudkan penggunaan obat
Tenaga pengelola obat di instalasi farmasi Dinas Kesehatan Murung Raya sudah s e r i n g
mendapatkan pelatihan tentang manajemen pengelolaan obat yang diadakan oleh Dinkes
Provinsi Kalimantan Tengah. Dengan adanya pelatihan yang diberikan, dapat dilihat bahwa
kemampuan tenaga pengelola obat sudah banyak mengalami peningkatan yang mengakibatkan
pengelolaan obat di instalasi farmasi dinas kesehatan Murung Raya sudah terlaksana secara
optimal.
kebutuhan dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana melalui koordinasi
antar pihak yang terkait dengan perencanaan obat. Tim perencanaan obat terpadu di dinas
kesehatan dibentuk oleh kepala dinas kesehatan dengan mengeluarkan Surat Keputusan Kepala
Dinas Kesehatan.
Pengelolaan obat di instalasi farmasi dinas kesehatan Murung Raya dalam hal
perencanaan obat tidak adanya dibentuk tim perencanaan obat terpadu. Tidak adanya tim
perencanaan obat terpadu disebabkan karena Kepala Dinas Kesehatan tidak ada membentuk
tim perencanaan obat. Sebenarnya pihak seksi kefarmasian sudah mengusulkan untuk
pembentukan tim perencanaan obat dan pada kenyataannya tidak terealisasi. Jadi dalam
melakukan perencanaan obat, Kepala Dinas Kesehatan menunjuk bagian kefarmasian yaitu
kepala Seksi Kefarmasian yang dibantu oleh Kepala Instalasi Farmasi. Wewenang yang
diberikan kepala dinas ini tanpa adanya Surat Keputusan penunjukan secara tertulis untuk
menjadi perencana obat. Jika dilihat dengan peraturan yang ada, hal ini dinilai tidak sesuai
dengan Kemenkes RI (2012), yang menyatakan bahwa tim perencanaan obat terpadu
sebagai suatu kebutuhan agar perencanaan obat dapat telaksana dan berjalan dengan
optimal dengan melibatkan semua pihak terkait dengan perencanaan obat yang terdiri
dari kepala seksi kefarmasian, kepala instalasi farmasi, petugas instalasi farmasi, kepala
bidang perencanan dinas kesehatan, kepala puskesmas dan pengelola obat puskesmas.
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti bahwa sumber anggaran yang
diperoleh dinas kesehatan Murung Raya dalam proses pengelolaan obat di instalasi farmasi
adalah berasal dari dana APBD, BOK Program, dan BPJS. Dari dana APBD untuk obat
sebesar 10% dari dana yang tersedia. Dana BOK Program tidak tahu berapa besarannya
karena obatnya langsung datang dari pusat. Begitu juga untuk dana BPJS. Pihak instalasi
farmasi tidak tahu karena mereka hanya merencanakan saja lalu diusulkan ke bagian keuangan
Menurut Diah (2012), menyatakan bahwa mengenai anggaran tidak dapat dibahas secara
mendalam karena untuk hasil penelitian hanya sebatas pada sumber dana. Masalah-
masalah yang terkait dengan penganggaran hanya secara garis besarnya saja dan tidak dibahas
secara mendalam. Hal ini diketahui bahwa anggaran untuk pengelolaan obat merupakan bagian
dari anggaran yang diajukan oleh pihak instalasi farmasi ke bagian keuangan. Setelah disetujui,
maka instalasi farmasi dapat meminta kebutuhannya kepada bagian pengadaan, lalu bagian
pengadaan akan berkoordinasi dengan bagian keuangan dengan menggunakan dana APBD
Data merupakan kunci dasar untuk menganalisa kebutuhan obat yang sesungguhnya
dalam melakukan pengelolaan obat. Jika ada data yang tidak tersedia maka akan
obat, bahwa data yang harus dikumpulkan dan tersedia dalam proses pengelolaan obat yaitu
adanya data alokasi dana, daftar obat, stok obat, penerimaan, pengeluaran, sisa stok,
obat kadaluwarsa, obat kosong, pemakaian rata-rata tahunan, indeks, musiman, lead time, stok
pengaman, dan perkembangan pola kunjungan. Sumber data bisa berasal dari kartu stok.
Hasil penelitian yang dilakukan di instalasi farmasi dinas kesehatan Murung Raya
diketahui bahwa data yang digunakan masih belum sesuai dengan yang dibutuhkan sehingga
sangat berpengaruh dalam proses pengelolaan obat. Data yang tersedia di instalasi
farmasi dinas kesehatan Murung Raya dalam hal pengelolaan obat hanya data daftar stok
obat.
proses pengelolaan obat. Kegiatan perencanaan obat yang dilakukan di Instalasi Farmasi
Dinas Kesehatan Kabupaten Murung Raya dilakukan dengan pemilihan jenis obat, penentuan
Pada proses perencanaan pemilihan jenis obat selalu berkaitan dengan kartu stok dan
standar terapi. Obat yang terdapat di e-catalogue sangat banyak, maka kartu stok dalam
proses perencanaan obat ini diperlukan untuk melihat kebutuhan dan kekurangan obat yang
dibutuhkan. Selain itu, standar terapi juga digunakan dalam perencanaan pemilihan jenis obat
yang sangat dibutuhkan dalam keadaan mendesak. Standar terapi untuk tujuan perencanaan
obat harus berisikan nama penyakit, nama obat, kekuatan dan bentuk sediaan, dosis rata-rata,
jumlah dosis perhari, lama pemberian, dan jumlah obat yang dibutuhkan perepisode. (Depkes
RI, 1990)
Pemilihan obat didasarkan pada Formularium Nasional dan pada Daftar Obat
Esensial Nasional (DOEN) yang masih berlaku dengan patokan harga untuk Obat Pelayanan
Kesehatan Dasar (PKD) dan Obat Program Kesehatan. Pemilihan jenis obat dilakukan agar obat
yang tersedia benar-benar diperlukan sesuai dengan pola penyakit di pelayanan kesehatan.
Idealnya memilih obat dilakukan setelah mengetahui gambaran pola penyakit di wilayah kerja
masing-masing, karakteristik pasien yang dilayani maupun tenaga kesehatan yang melayani
karena senantiasa jenis obat dapat berubah dalam kurun waktu tertentu. (Kemenkes RI, 2015)
Berdasarkan hasil wawancara di dinas kesehatan Murung Raya diperoleh informasi bahwa,
pemilihan jenis obat yang dilakukan di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Murung Raya
berdasarkan yang ada di e-catalogue, Fornas dan 155 jenis penyakit yang ditangani di
puskesmas. Dalam merencanakan pemilihan jenis obat ini, perencanaan dimulai dari puskesmas
yang biasa disebut bottom up. Selanjutnya perencanaan yang berasal dari puskesmas di
ajukan ke dinas kesehatan untuk menyesuaikan dengan dana yang tersedia (to down) dalam
Penelitian yang dilakukan oleh Rumbay dkk (2015) mengenai Analisis Perencanaan
Obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara menyatakan bahwa dalam tahap
pemilihan jenis harus berdasarkan pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan
dalam pemilihan jenis obat tidak sesuai dengan DOEN, maka instalasi farmasi akan sulit
obat, bahwa dalam perhitungan perkiraan kebutuhan obat harus sesuai dengan standar yang
ditetapkan. Ada beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan dalam perhitungan perkiraan
Pemakaian nyata pertahun adalah jumlah obat yang dikeluarkan dengan kecukupan untuk
jangka waktu tertentu dan data dapat diperoleh dari kartu stok.
Pemakaian nyata per tahun = stok awal + jumlah yang diterima - sisa stok
hilang/rusak/kadaluarsa.
Untuk mengetahui pemakaian rata-rata perbulan kita dapat menggunakan rumus sebagai
berikut :
Kekurangan obat adalah jumlah obat yang diperlukan pada saat terjadi kekosongan obat.
Menghitung kekurangan obat = waktu kekosongan obat x pemakaian rata-rata per bulan
Jumlah waktu tunggu adalah jumlah obat yang diperlukan sejak rencana kebutuhan
obat. Nilai stok pengaman dapat diperoleh berdasarkan pengalaman dari monitoring
dinamika logistik.
kebutuhan obat di instalasi farmasi dinas kesehatan Murung Raya diketahui bahwa mereka
perhitungan perkiraan obat ini yaitu jumlah pemakaian rata-rata perbulan yang dikalikan
dengan 18 bulan. Dalam 1 tahun ada 12 bulan dan 18 bulan diperoleh dari adanya
penambahan 6 bulan dijadikan untuk stok pengaman. Dan dalam perencanaan kebutuhan obat
untuk tahun berikutnya berdasarkan pemakaian tahun lalu. Pemakaian tahun lalu ini dibuat
dalam bentuk laporan yang namanya LPLPO. LPLPO ini merupakan laporan bulanan dari
puskesmas. Setelah itu LPLPO ini dilaporkan ke UPTD Instalasi Farmasi Murung Raya setiap
bulan untuk direkap. Hasil rekapan LPLPO ini dilakukan perhitungan yaitu jumlah
pemakaian rata-rata per bulan dikalikan dengan 18 bulan. Pada kenyataannya kita tahu
bahwa dalam 1 tahun ada 12 bulan. Tetapi, 18 bulan ini diperoleh dari penambahan 6
Pada proses pengadaan obat menggunakan sistem e-purchasing. Pengadan obat juga
harus berdasarkan sistem ABC dan VEN untuk mengetahui berapa dana yang diperlukan dalam
pengadaan ini. Analisa ABC dilakukan dengan cara mengelompokkan jumlah dana yang
diserap untuk setiap jenis obat dengan kelompok A menyerap dana sekitar 70%,
kelompok B menyerap dana sekitar 20%, dan kelompok C menyerap dana sekitar 10%.
Sedangkan analisa VEN didasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan. Semua jenis
obat yang tercantum dalam daftar obat dikelompokkan dengan kelompok V merupakan
kelompok esensial, kelompok E merupakan kelompok bekerja pada sumber penyebab penyakit,
dan kelompok N yaitu obat yang kerjanya ringan. (Depkes RI, 1990)
Permenkes RI (2010) menyatakan bahwa pengadaan obat merupakan proses untuk
penyediaan obat yang dibutuhkan di Unit Pelayanan Kesehatan. Pengadaan obat yang
Barang dan Jasa Instansi Pemerintah dan Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara. Ketentuan yang dijadikan pedoman dalam proses pengadaan obat dimulai dari
meninjau atau memeriksa kembali tentang proses pemilihan obat, menyesuaikan dengan dana,
pengadaan obat ini adalah tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup, mutu obat
Dalam proses pengadaan obat di instalasi farmasi dinas kesehatan Murung Raya,
pengadaan obat menggunakan metode ABC dengan sistem e-purchasing. Metode ABC dalam
pengadaan obat di dinas kesehatan termasuk kedalam kelompok C yaitu dengan menyerap
dana 10% dari dana APBD. Alur pengadaan obat ini dimulai dari merencanakan obat yang
dilakukan oleh unsur seksi farmasi, instalasi farmasi, pemegang program, dan petugas obat
puskesmas. Sesudah direncanakan, obat diadakan dengan cara e-catalogue dan dikirim ke
gudang farmasi kabupaten. Setelah obat tersedia di gudang farmasi kabupaten selanjutnya obat
Menurut Hartono (2010), berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa
manajemen alur pengadaan obat yang seharusnya dimulai dari puskesmas membuat usulan
untuk pengadaan obat, tim perencanaan obat kabupaten melakukan cek kebutuhan dengan
melakukan survei lapangan dan memverifikasi, sesudah di verifikasi langsung dibuat draft
untuk di usulkan ke pemda sekaligus pengesahan oleh bupati, pengadaan dengan metode
tender, tim pemeriksa menguji mutu balai POM, seteleh uji selesai langsung di distribusikan
Proses penyimpanan obat merupakan tahapan yang harus dilakukan setelah proses
pengadaan. Menurut Permenkes RI No. 73 Tahun 2016, menyatakan bahwa obat harus
disimpan dalam wadah asli dari pabrik dan dalam hal pengecualian atau darurat dimana
isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis
informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor
batch dan tanggal kadaluwarsa. Dalam penyimpanan juga harus ada dibuat kartu stok. Semua
obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjadi keamanan dan stabilitasnya.
Pada tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lain yang
memperhatikan bentuk sediaan, disusun secara alfabetis serta pengeluaran obat memakai
sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out).
keamanan, khasiat, dan mutu obat. Tempat penyimpanan obat khusus narkotika dapat berupa
lemari khusus, gudang ataupun ruangan. Lemari khusus ini syaratnya harus terbuat dari bahan
yang kuat, diletakkan di tempat yang aman dalam ruangan khusus di sudut gudang dan tidak
terlihatn oleh umum, serta harus memiliki kunci yang khusus. Apabila tidak memiliki lemari
khusus setidaknya memiliki gudang ataupun ruangan untuk menyimpan khusus obat
narkotika.
Syarat yang harus dimiliki gudang ataupun ruangan khusus ini yaitu gudang tidak boleh
dimasuki orang lain tanpa izin penanggungjawab, dinding harus terbuat dari tembok dan
hanya mempunyai pintu yang dilengkapi dengan pintu jeruji besi dengan 2 buah kunci yang
berbeda, dan langit-langit dan ventilasi harus terbuat dari tembok besi serta harus dilengkapi
Dalam hal penyimpanan obat di instalasi farmasi dinas kesehatan kabupaten membuat
kartu stok. Kartu stok obat dibuat setiap 1 jenis obat yang diterima dari proses pengadaan.
Hasil wawancara dan observasi menyatakan bahwa obat disimpan pada 1 gudang farmasi
yang tempatnya terpisah tidak jauh dari dinas kesehatan. Pada proses penyimpanan, obat
disusun berdasarkan bentuk sediaan tetapi tidak secara alfabetis, hanya lebih memperhatikan
sistem FIFO. Dalam penyimpanan obat di instalasi farmasi dinas kesehatan mempunyai 1 unit
sistem FIFO dan FEFO, disusun berdasarkan bentuk sediaan,sudah memisahkan antara obat
dalam dan obat luar, dan apabila pada rak ada obat yang kosong maka sebagian obat diletakkan
dan pengiriman obat-obatan yang bermutu dari instalasi farmasi dalam pemenuhan pesanan
atau permintaan unit-unit pelayanan kesehatan dengan tujuan terlaksananya penyebaran obat
secara merata dan teratur serta dapat diperoleh pada saat dibutuhkan, terjaminnya mutu,
keabsahan obat dan ketepatan, kerasionalan serta efisiensi penggunaan obat. (Permenkes RI
proses untuk penyediaan obat yang dibutuhkan di Unit Pelayanan Kesehatan. Sistem
distribusi obat dilakukan pertriwulan oleh pihak dinas kesehatan untuk puskesmas di
wilayah kerjanya dan untuk mempercepat proses sampai obat ke puskesmas harus dibuat jadwal
pengiriman. Obat-obat yang akan didistribusikan harus disertai dengan dokumen penyerahan
atau pengiriman obat- obatan. Sebelum dilakukan pengepakan atas obat-obatan yang akan
dikirim maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kualitas obat, dosis, isi kemasan, serta
kelengkapan dan kebenaran dokumen pengiriman obat. Dan setiap pengeluaran obat dari
gudang farmasi kabupaten harus dicatat pada kartu stok obat dan kartu induk persediaan obat
Raya diketahui bahwa jadwal distribusi obat sudah dilakukan sesuai dengan ketentuan yaitu
, pendistribusian dilakukan 1 bulan sekali untuk puskesmas yang dekat dan setiap 2 bulan sekali
untuk puskesmas yang jauh dimulai dari bulan ganjil, jadi dalam setahun ada sebanyak 12 kali
proses distribusi untuk puskesmas yang dekat dan 6 kali proses distribusi obat untuk puskesmas
yang jauh. Sistem distribusi obat di dinas kesehatan menggunakan sistem p, artinya
pendirtribusian obat setiap periode. Sistem distribusi obat dilakukan oleh pihak Instalasi
Proses penghapusan obat merupakan kegiatan dalam pembebasan obat- obatan milik
berlaku.
Menurut Permenkes RI (2016), menyatakan bahwa obat kadaluwarsa atau rusak
harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan obat kadaluarsa
atau rusak harus disaksikan oleh Kepala Dinas Kesehatan, Apoteker dan tenaga kefarmasian
yang lain serta dilengkapi dengan berita acara pemusnahan obat. Tahapan dalam proses
penghapusan obat yaitu dimulai dari menyusun daftar obat-obatan yang akan dihapus
dilengkapi dengan alasannya. Kemudian melaporkan kepada atasan mengenai barang yang
akan dihapuskan dan membentuk panitian pemeriksaan obat-obatan yang dilengkapi dengan
berita acara. Selanjutnya melaporkan hasil pemeriksaan tersebut kepada pihak yang berwenang
atau pemilik obat-obatan. Ketika sudah ada keputusan dari pihak yang berwenang barulah
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan diketahui bahwa ada beberapa obat
yang kadaluwarsa ataupun rusak setiap tahunnya. Tetapi, obat yang kadaluwarsa ini
hanya dikumpulkan pada satu wadah dan sudah tidak pernah dilakukan penghapusan obat
Output dari penelitian ini adalah mengetahui ketersediaan obat di dinas kesehatan yang
dibutuhkan Puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Murung Raya dalam
Proses pengelolaan obat harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila
salah satu proses pengelolaan obat tidak berjalan dengan baik akan mengakibatkan adanya
obat yang tidak tersedia dengan jenis dan jumlah obat, serta diperoleh dalam waktu yang
lama.
Proses pengelolaan obat yang pertama dan paling utama adalah perencanaan obat. Pada
proses perencanaan obat ini harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan.
Ketika tahap perencanaan obat ini sudah terlaksana sesuai dengan ketentuan, maka tahapan
selanjutnya juga akan berjalan dengan baik. Tujuan dari pengelolaan obat ini adalah untuk
mendapatkan jenis dan jumlah obat yang tepat sesuai dengan kebutuhan, untuk menghindari
kekosongan obat, untuk meningkatkan efisiensi penggunaan obat dan memenuhi kebutuhan
perencanaan obat tidak lengkap, keterlambatan obat sampai ke dinas kesehatan dalam proses
pengadaan, jumlah obat yang datang tidak sesuai dengan permintaan sehingga dapat
menyebabkan terjadinya kekosongan obat di dinas kesehatan. Kendala yang terjadi ini juga
akan berdampak kepada puskesmas wilayah kerja dinas kesehatan Murung Raya dalam hal
ketersediaan obat-obatan yang diterima Puskesmas masih kurang lengkap dan belum sesuai
dengan permintaan mereka pada LPLPO. Keluhan dari Kepala Puskesmas dan petugas obat
yaitu obat-obatan yang diterima dari pengadaan tidak sesuai lagi dengan LPLPO kebutuhan
Puskesmas, sehingga pihak Puskesmas dalam pengadaan obatnya memberikan obat yang
ekuivalen dengan obat yang dibutuhkan pasien. Kebijakan lain yang dilakukan oleh pihak
puskesmas yaitu menggunakan dana puskesmas untuk menyediakan obat yang tidak
tersedia. Selain itu, alternatif lain yang dilakukan adalah pasien diberi resep dan disarankan
pengelolaan obat di dinas kesehatan Murung Raya tidak berjalan dengan baik. Obat yang
kadaluarsa ini disebabkan masa ED obat yang hanya diberikan 2 tahun dari waktu produksi.
Idealnya, pada tahap penyimpanan obat di gudang farmasi sudah memperhatikan sistem FIFO
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi diketahui bahwa obat yang kadaluarsa
dikarenakan masa ED obat yang hanya diberikan 2 tahun dari waktu produksi dan pola penyakit
di puskesmas berubah yang menyebabkan obat menumpuk. Walaupun diketahui ada obat yang
kadaluarsa, perlakuan yang dilakukan terhadap obat yang kadaluarsa ini hanya dikumpulkan
dan diletakkan di tempat terpisah dan sudah tidak pernah dilakukan pemusnahan obat lagi.
Pemusnahan obat tidak pernah dilakukan karena tidak adanya dana yang tersedia dan harus
BAB VI
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwasannya manajemen
logistik obat di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Murung Raya belum
sepenuhnya berjalan dengan baik, dapat dilihat dari uraian berikut ini :
Dinas Kesehatan Kabupaten Murung Raya dengan latar belakang kefarmasian sebanyak
2. Dana untuk pengelolaan obat diperoleh dari 10% dana APBD dinas kesehatan dan
3. Data untuk melakukan pengelolaan obat belum lengkap, yaitu tidak menggunakan
data standar terapi yang mengakibatkan pengelolaan obat tidak berjalan dengan
baik.
4. Proses perencanaan pemilihan jenis obat berdasarkan jenis obat yang ada di e-
6. Penyimpanan obat dilakukan di gudang dengaan sistem p dan membuat kartu stok obat
dilakukan m a s a E D o b a t y a n g h a n y a d i b e r i k a n 2 t a h u n d a r i
penghapus dan terkendala oleh tidak adanya anggaran khusus untuk penghapusan obat.
6.2 Saran
peningkatan..
2. Dinas Kesehatan perlu membentuk tim perencana obat terpadu dalam perencanaan
obat.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 2005. Manajemen Farmasi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Dinas Kesehatan Kota Murung Raya. 2018. Profil Dinas Kesehatan Kota Murung
Raya Tahun 2018. Murung Raya : Dinas Kesehatan Kota Murung Raya.
Febriawati, H., 2013. Manajemen Logistik Farmasi Rumah Sakit, Yogyakarta : Gosyen
Publishing.
Hartono J.P., 2007. Analisis Proses Perencanaan Kebutuhan Obat Publik Untuk
Diponegoro.
Hasibuan, Malayu S.P., Manajemen Sumber Daya Manusia : Dasar dan Kunci
Herman, M.J. Handayani, R.S. (2010). Eksistensi Unit Pengelola Obat di Beberapa
Kabupaten/Kota Suatu Analisis Paska Desentralisasi. Badan Litbang Depkes RI. Vol 12.
Infarkes, 2014. Tata Laksana Pelayanan Obat Dalam Program JKN. Dirjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Buletin. Edisi I Pebruari 2014.
Dasar.
Perbup, Nomor 2233 Tahun 2016 tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Dinas
Kefarmasian di Apotik.
(Puskesmas).
Farmasi.
Kefarmasian di Apotek.
Pemerintah.
Pengendalian Safety Stock Pada Stagnant Dan Stockout Obat. Jurusan Ilmu Kesehatan
Rumbay, I.N. Kandou, G.D. Soleman, T. (2015). Analisis Perencanaan Obat di Dinas
Sabarguna, B. S., 2009. Buku Pegangan Mahasiswa Manajemen Rumah Sakit, Jakarta :
Sagung Seto.
2009.
Tunggal, A. W., 2010. Global Supply Chain Management, Jakarta : Harvarindo. Undang