Anda di halaman 1dari 32

Laporan Kasus

Morbili

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUDZA/FK Unsyiah
Banda Aceh

Oleh:
Bustanil Fadli
1607101030141

Pembimbing:
dr. Jufitriani Ismy, M.Ked(Ped),Sp.A

BAGIAN/ SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul “Morbili”.
Shalawat beserta salam penulis sanjungkan ke pangkuan Nabi Muhammad SAW,
yang telah membawa manusia ke zaman yang berpendidikan dan terang benderang.
Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas menjalani kepaniteraan
klinik senior pada Bagian/SMF IKA Fakultas Kedokteran Unsyiah/RSUD dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh.
Selama penyelesaian laporan kasus ini penulis mendapat bantuan, bimbingan,
pengarahan, dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada dr. Jufitriani Ismy, M.Ked(Ped),Sp.A yang telah
banyak meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis
dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada keluarga, sahabat, dan rekan-rekan yang telah memberikan motivasi dan doa
dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini.
Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari
pembaca sekalian demi kesempurnaan laporan kasus ini nantinya. Harapan penulis
semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
umumnya dan profesi kedokteran khususnya. Semoga Allah SWT selalu memberikan
Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua.

 
Banda Aceh, September 2018
Penulis,

Bustanil Fadli

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
BAB II LAPORAN KASUS.......................................................................... 2
2.1 Identitas Pasien.......................................................................... 2
2.2 Anamnesis................................................................................. 2
2.3 Vital Sign.................................................................................. 3
2.4 Data Antropometri.................................................................... 4
2.5 Pemeriksaan Fisik..................................................................... 4
2.6 Pemeriksaan Penunjang............................................................ 5
2.7 Diagnosis Kerja......................................................................... 6
2.8 Terapi........................................................................................ 6
2.9 Prognosis................................................................................... 7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 8
3.1 Definisi...................................................................................... 8
3.2 Epidemiologi............................................................................. 8
3.3 Etiologi...................................................................................... 9
3.4 Patofisiologi.............................................................................. 10
3.5 Penegakkan Diagnosis.............................................................. 12
3.6 Tatalaksana................................................................................ 17
3.7 Komplikasi dan Prognosis......................................................... 19
BAB IV ANALISA KASUS............................................................................ 22
BAB V KESIMPULAN................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 27

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Campak juga dikenal sebagai rubeola, adalah salah satu penyakit yang paling
menular dengan kejadian infeksi sekunder sebanyak 90% pada kontak dengan orang
yang rentan1. Morbili atau dengan Campak, Measles, Rubeola adalah penyakit akut
yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus yang pada umumnya menyerang
anak. Virus campak menyebabkan penyakit akut pada anak yang dimulai dari traktus
respiratorius bagian atas menyebar ke organ dan jaringan sehingga mengakibatkan
berbagai gejala klinis2,3.
Sebanyak 30 juta anak per tahun terkena morbili dan menyebabkan 1 juta
kematian. Morbili menyebabkan 15.000-60.000 kasus kebutaan per tahun. Kasus
campak per 100.000 total populasi dilaporkan ke World Health Organization (WHO)
adalah 1,6 di Amerika, 8,2 di Eropa, 11,1 di kawasan Mediterania Timur, 4,2 di Asia
Tenggara, 5,0 di wilayah Pasifik Barat, dan 61,7 di Afrika. Pada tahun 2006, hanya
187 kasus yang dikonfirmasi dilaporkan di Negara Barat (terutama di Venezuela,
Meksiko, dan Amerika Serikat)4.
Penderita dapat menularkan penyakitnya sejak 2-4 hari sebelum timbulnya
ruam pada kulit sampai ±5 hari sejak ruam timbul. Tingkat infektivitas campak sangat
tinggi2. Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara
lengkap, tetapi 5-6 hari sesudah infeksi awal, fokus infeksi terwujud yaitu ketika
virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring,
konjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih dan usus5.
Pencegahan morbili dapat dilakukan dengan cara: menghindari kontak dengan
penderita campak; imunisasi campak pada usia 9 bulan; imunisasi MMR pada usia 15
bulan; gamma globulin (diberikan pada anak berusia 6 bulan sampai 2 tahun bila ada
riwayat kontak dengan penderita). Vaksinasi biasanya dapat memberikan
perlindungan seumur hidup pada penerimanya. Pada beberapa kasus, orang yang
telah mendapat vaksinasi masih bisa terkena penyakit campak. Bila ini terjadi, gejala
yang dialami biasanya bersifat ringan. Morbili dapat dicegah dengan pemberian
imunisasi. Imunisasi yang diberikan dapat berupa imunisasi aktif dan pasif6.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ulil Amri
No CM : 1-09-08-12
Nama keluarga : Ratna Juwita (Orang Tua)
Tanggal lahir/umur : 11-03-2013/ 5 th 5 bln 21 hr
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Syiah Kuala, Banda Aceh
Agama : Islam
Tanggal masuk : 01-09-2018 jam 17.26/Ruang IGD
Rawatan ke :1
Diagnosa masuk : Measles

2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan Utama
Demam
2.2.2 Keluhan Tambahan
BAB Cair
2.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan demam sejak 6 hari SMRS.
Demam dirasakan tinggi terutama pada malam hari dan diseluruh tubuh. Awalnya
ruam muncul dikepala dan menyebar keseluruh tubuh sampai ke kaki. Ruam kadang
disertai dengan gatal. Pasien juga mengeluhkan nafsu makan menurun. Pasien juga
mengeluhkan muntah setiap kali makan, muntah berisi apa yang dimakan, volumenya
lebih kurang 20cc/kali muntah, nyeri menelan juga dirasakan, dan minum pasien
masih mau. Ayah pasien mengatakan pasien mengalami BAB cair sejak 1 hari yang
lalu, frekuensinya 1 kali/hari, konsistensinya air lebih banyak dari ampas, keluar
lendir dan darah ketika BAB tidak ada, volumenya lebih kurang 50cc/kali mencret.

2
Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak dan pilek sejak 5 hari sebelum masuk
Rumah Sakit.
2.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Kejang
demam (-) Campak (-)
2.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Saudara kandung pasien yaitu kakak kandung pasien juga menderita penyakit
yang sama dan saat ini sedang di rawat di RSUDZA.
2.2.6 Riwayat Pengobatan
Tidak ada
2.2.7 Riwayat Psikososial
Pasien adalah anak ketiga dari empat bersaudara, tinggal berempat bersama
kedua orangtua nya. Lingkungan padat, bersih, dan di rumah tidak ada yang
menderita gejala yang sama, morbili (-), ventilasi rumah memadai.
2.2.8 Riwayat Kehamilan Ibu
Kunjungan ANC teratur dengan bidan setiap bulan, ibu tidak mengkonsumsi
obat-obatan selama masa kehamilan, ibu tidak pernah sakit selama masa kehamilan,
penyulit kehamilan tidak ada.
2.2.9 Riwayat Persalinan
Pasien anak ke 3 dari 4 bersaudara
2.2.10 Riwayat Imunisasi
Menurut ibu pasien hanya disuntik imunisasi saat lahir Hep BO (status
imunisasi tidak lengkap)
2.2.11 Riwayat Makanan
Pasien makan-makanan keluarga

2.3 Vital Sign


Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
HR : 100 x/i

3
RR : 22x/i
T : 37,8C

2.4 Data Antropometri


Berat badan : 39 Kg
Tinggi badan : 123 cm
Lingkar Kepala : 55 cm
BBI : 24 Kg

2.5 Pemeriksaan Fisik


• Kepala dan Leher
Ukuran (LK) : Normocephali
Rambut : Hitam, distribusi merata, Tidak mudah dicabut
Wajah : Tampak macula papular eritema diwajah, belakang telinga dan
leher
Mata : Konjungtiva hiperemis, Konjungtiva palpebra inferior tidak pucat
Telinga : Normotia, sekret (-/-), massa (-/-)
Hidung : NCH (-/-), sekret (+/+)
Mulut : Mukosa bibir kering, faring hiperemis, tonsil T2/T2 hiperemis,
koplik spot tidak ada
Leher : Tidak ada tortikolis, massa (-),pembesaran KGB (-)
Kelenjar Limfe : Pembesaran KGB (-)
• Thorax
Inspeksi : Tampak maculapapular eritema di thorax anterior dan posterior
Statis : Simetris, kesan normochest, retraksi (-)
Dinamis : Simetris, retraksi (-)
• Paru – Paru
Depan Kanan Kiri

Palpasi Nyeri (-), fremitus normal Nyeri (-), fremitus normal

4
Perkusi Sonor Sonor

Vesikuler (+) Vesikuler (+)

Auskultasi Rhonki (-) Rhonkhi (-)

Wheezing (-) Wheezing (-)

• Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V, midclavikula sinistra
Perkusi : Batas jantung atas ICS II linea parasternal sinistra
Batas jantung kanan ICS IV linea parasternal dextra
Batas jantung kiri ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : BJ I > BJ II, Reguler, Bising (-)
• Abdomen
Inspeksi : Simetris, ikterik (+), distensi (-), ruam makulopapular (+)
Palpasi : Nyeri Tekan (+), soepel (+)
- Lien : Tidak teraba
- Hepar : Tidak teraba
Asites : Tidak ada
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Peristaltik 4x/ menit
Genetalia : Laki-laki
Anus : Tidak ada keluhan, tidak dilakukan pemeriksaan
• Ekstremita : Tampak ruam maculopapular eritem, akral hangat, CRT 2 detik,
tidak ada sianosis/pucat/edema

2.6 Pemeriksaan Penunjang


 Lab Darah Rutin (01-09-2018)

Hematologi Nilai Satuan Pemeriksaan

5
Hb 12,0-14,5 g/dL 13,4
Ht 45-55 % 38
Eritrosit 4,7-6,1 106/mm3 5,7
Leukosit 4,5-10,5 103/mm3 3,5
Trombosit 150-450 103/mm3 227

MCV 80-100 Fl 68
MCH 27-31 Pg 24
MCHC 32-36 % 35
RDW 11,5-14,5 % 11,7
GDS <200 mg/dL -
Eosinofil 0-6 % 0
Basofil 0-2 % 1
Nutrofil Batang 2-6 % 1
Neutrofil segmen 50-70 % 57
Limfosit 20-40 % 37
Monosit 2-8 % 4

2.7 Diagnosis Kerja


- Morbili stadium erupsi
- Vomiting
- Low intake
- Diare akut tanpa dehidrasi

2.8 Terapi
2.8.1 Terapi Medikamentosa
- IVFD 2:1 1200 cc/hari ~ 17 gtt/i (macro)
- Inj. Metamizol 300 mg (T >39oC) IV s/s
Paracetamol syr 4x cth II (po) jika demam
- Inj. Ranitidin 25 mg/ 12 jam (IV)
- Vit A1x200.000 (po) ~ selama 2 hari (hari 2)
- Lacto B 2x1 sachet
- Zink syrup 1x cth I (20 mg/hari)
- Ambroxol syr 3x cth ¾
- Diet 1500 kkal + 22 gram protein/ hari

6
M II 3x/hari + Snack 2x/hari
2.8.2 Terapi Non Medikamentosa
- Rawat Arafah 1
- Periksa feses rutin
- Periksa urin rutin
- Periksa Darah rutin ulang saat demam menghilang, SGOT, SGPT,
ureum, dan kreatinin
- TTV per 3 jam
- Awasi tanda-tanda syok (nadi tidak kuat angkat, akral dingin, oliguria,
CRT <2 detik
- Awasi tanda perdarahan
- Cek suhu per 4 jam

2.9 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Campak juga dikenal sebagai rubeola, adalah salah satu penyakit yang paling
menular dengan kejadian infeksi sekunder sebanyak 90% pada kontak dengan orang
yang rentan1. Morbili atau dengan Campak, Measles, Rubeola adalah penyakit akut
yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus yang pada umumnya menyerang
anak. Virus campak menyebabkan penyakit akut pada anak yang dimulai dari traktus
respiratorius bagian atas menyebar ke organ dan jaringan sehingga mengakibatkan
berbagai gejala klinis2,3.

Gambar 1. Anak dengan Morbili


Pengobatan suportif merupakan pilihan utama yang diperlukan.
Suplementasi vitamin A selama campak akut secara signifikan mengurangi
risiko morbiditas dan mortalitas7.

3.2 Epidemiologi
Penyakit ini timbul pada masa kanak-kanak dan menyebabkan
kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah
menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif (melalui plasenta)

8
sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan mulai berkurang
sehingga bayi dapat menderita morbili. Bila ibu menderita morbili pada
trimester pertama, kedua dan ketiga kehamilan, maka kemungkinan akan
melahirkan anak dengan kelainan bawaan, berat badan lahir rendah, lahir
mati, atau anak yang kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun. Ibu yang
menderita morbili tetapi tidak/belum diobati akan melahirkan bayi yang tidak
memiliki kekebalan terhadap morbili. Sedangkan ibu yang menderita morbili
pada usia kehamilan 1-2 bulan, 50 % kemungkinan dapat menyebabkan
abortus8.
Survei Kesehatan Rumah Tangga di Indonesia menyebutkan bahwa
campak menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 penyakit utama pada bayi
(0,7%) dan tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak
umur 1-4 tahun (0,77%). Campak diduga dapat menyebabkan penurunan daya
tahan tubuh secara umum, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder atau
penyulit. Penyulit yang sering dijumpai bronkopneumonia (75,2%),
gastroenteritis (7,1%), ensefalitis (6,7%) dan lain-lain (7,9%)9.

3.3 Etiologi
Penyebab morbili adalah virus yang tergolong dalam famili Paramyxovirus
yaitu genus virus morbili. Virus ini terdapat dalam sekret nasofaring dan darah
selama masa prodromal dan dalam waktu yang singkat setelah timbul ruam. Virus ini
sangat sensitif terhadap panas dan dingin, dan dapat diinaktifkan pada suhu 30 0C dan
-20 0C, sinar ultraviolet, eter, tripsin, dan betapropiolakton. Cara penularan penyakit
ini dengan droplet dan kontak langsung dengan penderita 2. Faktor risiko kejadian
morbili, antara lain: Daya tahan tubuh yang lemah; Belum pernah terkena campak;
dan Belum pernah mendapat vaksinasi campak8.
Faktor risiko infeksi virus campak sebagai berikut: anak-anak dengan
imunodefisiensi karena HIV atau AIDS, leukemia, alkilasi, atau terapi kortikosteroid,
terlepas dari status imunisasi; perjalanan ke daerah endemik atau kontak dengan
pelancong ke daerah endemik campak; dan bayi yang kehilangan antibodi pasif

9
sebelum usia imunisasi rutin. Faktor risiko campak berat dan komplikasinya termasuk
yang berikut: malnutrisi, imunodefisiensi, kehamilan, dan kekurangan vitamin A10.

3.4 Patofisiologi
Penularan virus morbili sangat efektif, dimana sedikit virus yang
infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Penyakit ini
sangat mudah menular dimana penularan dapat terjadi melalui5,11:
• Percikan ludah yang mengandung virus (droplet infection)
• Kontak langsung dengan penderita
• Penggunaan peralatan makan dan minum bersama
Penderita dapat menularkan penyakitnya sejak 2-4 hari sebelum timbulnya
ruam pada kulit sampai ±5 hari sejak ruam timbul. Tingkat infektivitas campak sangat
tinggi2. Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara
lengkap, tetapi 5-6 hari sesudah infeksi awal, fokus infeksi terwujud yaitu ketika
virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring,
konjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih dan usus5.
Fokus infeksi pada hari ke-9-10 berada di epitel saluran nafas dan
konjungtiva, satu sampai dua lapisan mengalami nekrosis. Pada saat itu virus dalam
jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi
klinis dari sistem saluran nafas diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput
konjungtiva yang tampak merah. Respons imun yang terjadi ialah proses peradangan
epitel pada sistem saluran pernafasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam
tinggi, anak tampak sakit-berat dan ruam yang menyebar ke seluruh tubuh, tampak
suatu ulser kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak Koplik, merupakan tanda
pasti untuk menegakkan diagnosis5,12.

10
Gambar 2. Bagan patofisiologi morbili
Ruam makulopapular muncul pada hari ke-14 sesudah awal infeksi dan pada
saat itu antibodi humoral dapat dideteksi. Selanjutnya daya tahan tubuh menurun,

11
sebagai akibat respons delayed hypersensitivity terhadap antigen virus terjadilah ruam
pada kulit, kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T 5.
Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara
mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit. Penelitian
dengan imunofluoresens dan histologik menunjukkan bahwa antigen campak dan
gambaran histologik pada kulit berupa suatu reaksi Arthus. Daerah epitel yang
nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan serangan
infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media dan lain-lain.
Dalam keadaan tertentu adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada
kasus campak, selain itu campak dapat menyebabkan gizi kurang2
.
3.5 Penegakkan Diagnosis
3.5.1 Gejala Klinis
Penyakit morbili disebabkan oleh virus, sehingga self limiting disease yang
memiliki masa tunas 10-20 hari dan dibagi dalam 3 stadium, yaitu5:
1. Stadium kataral (prodromal)
Stadium ini berlangsung selama 4- 5 hari disertai panas (38,5 ºC), malaise,
batuk, nasofaringitis, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium
kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang
patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai13. Bercak koplik berwarna
putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya di
mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah. Jarang ditemukan di bibir bawah
tengah atau palatum. Kadang-kadang terdapat makula halus yang kemudian
menghilang sebelum stadium erupsi. Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan
leukopenia. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering
didiagnosis sebagai influenza. Diagnosis perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada
bercak koplik dan penderita pernah kontak dengan penderita morbili dalam waktu 2
minggu terakhir5,8

.
2. Stadium erupsi

12
Koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah di
palatum durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula bercak koplik.
Terjadinya eritema yang berbentuk makula-papula disertai menaiknya suhu badan.
Diantara makula terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema timbul dibelakang
telinga, di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah.
Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak.
Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan menghilang dengan urutan
seperti terjadinya. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan
di daerah leher belakang. Terdapat pula sedikit splenomegali. Tidak jarang disertai
diare dan muntah. Variasi dari morbili yang biasa ini adalah “black measles”, yaitu
morbili yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus2,5,8.
3. Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua
(hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan akan hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi
pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini
merupakan gejala patognomonik untuk morbili. Pada penyakit-penyakit lain dengan
eritema dan eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun
sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi5,8.
Berdasarkan gejala yang timbul, morbili dapat berupa :
Panas/Demam
Panas dapat meningkat hingga hari kelima atau keenam yaitu pada saat
puncak timbulnya erupsi. Kadang-kadang temperatur dapat bifasis dengan
peningkatan awal yang cepat dalam 24-48 jam pertama diikuti dengan periode normal
selama 1 hari dan selanjutnya terjadi peningkatan yang cepat sampai 39°C-40,6°C
pada saat erupsi ruam mencapai puncaknya. Pada morbili yang tidak mengalami
komplikasi, temperatur turun diantara hari ke 2-3, sehingga timbulnya eksantema.
Bila tidak disertai komplikasi, maka 2 hari setelah timbul ruam yang lengkap, panas
biasanya turun. Bila panas menetap, maka kemungkinan penderita mengalami
komplikasi12.
Coryza

13
Tidak dapat dibedakan dengan common cold. Batuk dan bersin diikuti dengan
hidung tersumbat dan sekret yang mukopurulen dan menjadi profus pada saat erupsi
mencapai puncaknya serta menghilang bersamaan dengan menghilangnya panas5,8.
Konjungtivitis
Pada stadium awal periode prodromal dapat ditemukan transverse marginal
line injection pada palpebra inferior. Gambaran ini sering dihubungkan dengan
adanya inflamasi konjungtiva yang luas dengan disertai adanya edema palpebra.
Keadaan ini dapat disertai dengan peningkatan lakrimasi dan fotofobia.
Konjungtivitis akan menghilang setelah demam turun8.
Batuk
Batuk disebabkan oleh reaksi inflamasi mukosa saluran pernafasan.
Intensitas batuk meningkat dan mencapai puncaknya pada saat erupsi. Namun
demikian batuk dapat bertahan lebih lama dan menghilang secara bertahap
dalam waktu 5-10 hari2.
Bercak Koplik’s
Nama tersebut diambil dari Henry Koplik, nama seorang dokter spesialis anak
di Amerika Serikat yang pertama mendeteksi tanda itu. Merupakan gambaran bercak-
bercak kecil yang ireguler sebesar ujung jarum/ pasir yang berwarna merah terang
dan pada bagian tengahnya berwarna putih kelabu. Gambaran ini merupakan salah
satu tanda patognomonik morbili. Pada hari pertama timbulnya ruam sudah dapat
ditemukan adanya bercak Koplik’s dan menghilang hari ketiga timbulnya ruam.
Ruam
Timbul setelah 3-4 hari panas. Ruam mulai sebagai eritema makulo-papuler,
mulai timbul dari belakang telinga pada batas rambut, kemudian menyebar kedaerah
pipi, leher, seluruh wajah dan dada serta biasanya dalam waktu 24 jam sudah
menyebar sampai ke lengan atas dan selanjutnya ke seluruh tubuh, mencapai kaki
pada hari ketiga. Pada saat ruam sudah sampai ke kaki, maka ruam yang timbul lebih
dulu mulai berangsur-angsur menghilang.

14
3.5.2 Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan adanya leukopeni. Dalam
sputum, sekresi nasal, sedimen urine dapat ditemukan adanya multi nucleated giant
cell yang khas. Pada kasus-kasus atipik, dapat dilakukan pemeriksaan serologi untuk
memastikannya. Teknik pemeriksaan yang dapat digunakan adalah3,12:
1. Fiksasi komplemen
2. Inhibisi hemaglutinasi
3. Metode antibodi fluoresensi tidak langsung

3.5.3 Diagnosis
Diagnosa biasanya ditegakkan berdasarkan temuan klinis. Pada tahap awal,
sulit untuk menegakkan diagnosa campak. Adanya konjungtivitis merupakan
petunjuk berharga dalam upaya pengambilan diagnosa. Bila kita berhasil menemukan
bercak Koplik, maka diagnosa dini dapat kita tegakkan. Hal-hal yang membantu
penegakan diagnosa2,12: riwayat kontak dengan penderita campak; gejala demam,
batuk, pilek dan konjungtivitis; bercak koplik (patognomonik); erupsi makulopapula
dengan tahap-tahap pemunculan yang khas; dan, bercak berwarna kehitaman pada
kulit setelah sembuh2.
3.5.3.1 Anamnesis12:
1. Anak dengan panas 3-5 hari (biasanya tinggi, mendadak), batuk, pilek harus
dicurigai atau di diagnosis banding morbili.
2. Mata merah, tahi mata, fotofobia, menambah kecurigaan.
3. Dapat disertai diare dan muntah.
4. Dapat disertai dengan gejala perdarahan (pada kasus yang berat) : epistaksis,
petekie, ekimosis.
5. Anak resiko tinggi adalah bila kontak dengan penderita morbili (1 atau 2 minggu
sebelumnya) dan belum pernah vaksinasi campak.
3.5.3.2 Pemeriksaan fisik12:
1. Pada stadium kataral manifestasi yang tampak mungkin hanya demam
(biasanya tinggi) dan tanda-tanda nasofaringitis dan konjungtivitis.

15
2. Pada umunya anak tampak lemah.
3. Koplik spot pada hari ke 2-3 panas (akhir stadium kataral).
4. Pada stadium erupsi timbul ruam (rash) yang khas : ruam
makulopapular yang munculnya mulai dari belakang telinga, mengikuti
pertumbuhan rambut di dahi, muka, dan kemudian seluruh tubuh.
3.5.4 Diagnosis Banding3
1. German measles (Rubela)
Gejala lebih ringan dari morbili, terdiri dari gejala infeksi saluran
nafas bagian atas, demam ringan, namun terdapat pembesaran kelenjar
regional di daerah suboccipital dan post aurikuler. Ruam lebih halus yang
mula-mula timbul pada daerah wajah lalu menyebar ke batang tubuh dan
menghilang dalam waktu 3 hari5.
2. Eksantema subitum
Ruam akan muncul bila suhu badan menjadi normal. Rubeola infantum
(eksantema subitum) dibedakan dari campak dimana ruam dari roseola infantum
tampak ketika demam menghilang. Ruam rubella dan infeksi enterovirus cenderung
untuk kurang mencolok daripada ruam campak, sebagaimana tingkat demam dan
keparahan penyakit5. Walaupun batuk ada pada banyak infeksi ricketsia, ruam
biasanya tidak melibatkan muka, yang pada campak khas terlibat. Tidak adanya batuk
atau riwayat injeksi serum atau pemberian obat biasanya membantu mengenali
penyakit serum atau ruam karena obat. Meningokoksemia dapat disertai dengan ruam
yang agak serupa dengan ruam campak, tetapi batuk dan konjungtivitis biasanya tidak
ada. Pada meningokoksemia akut ruam khas purpura petekie. Rash karena obat-
obatan lebih bersifat urtikaria, sehingga rashnya lebih besar, luas, menonjol dan
umumnya tidak disertai panas3.
3. Infeksi oleh Ricketsia
Gejala prodromal lebih ringan, rash tidak dijumpai di wajah dan koplik’s
spot tidak ada5.
4. Infeksi mononucleolus
Dijumpai limfadenopati umum dan peningkatan jumlah monosit5.

16
5. Rash karena obat-obatan
Bersifat urtikaria, sehingga rashnya lebih besar, luas, menonjol dan umumnya
tidak disertai panas5.

3.6 Tatalaksana
Morbili merupakan self limiting desease, sehingga pengobatannya
hanya bersifat simptomatis yaitu: memperbaiki keadaan umum, antipiretik
bila suhu tinggi, sedativum, dan obat batuk. Tindakan lain adalah pengobatan
segera terhadap komplikasi yang timbul. Obat-obat yang dapat diberikan
antara lain:
1. Penurun panas (antipiretik) paracetamol 7,5-10mg/kg bb/kali, interval 6-8 jam.
2. Pengurang batuk : ekspektoran, gliseril guaiakolat anak 6-12 tahun : 50 – 100 mg
tiap 2-6 jam, dosis maksimum 600 mg/hari. Antitusif perlu diberikan bila
batuknya hebat/mengganggu, narcotic antitussive (codein) tidak boleh
digunakan. Mukolitik bila perlu.
3. Vitamin A dosis tunggal
1. Di bawah 1 tahun : 100.000 unit
2. Di atas 1 tahun : 200.000 unit
4 Antibiotika
Antibiotika hanya diberikan bila terjadi komplikasi berupa infeksi sekunder
(seperti otitis media dan pnemonia)
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan dan indikasi masuk Rumah
Sakit dianjurkan bila2,7:
- Morbili yang disertai komplikasi
- Morbili dengan kemungkinan komplikasi yang berat, yaitu bila ditemukan :
 Bercak/eksantema merah kehitaman yang menimbulkan desquamasi
dengan squama yang lebar dan tebal.
 Suara parau terutama disertai tanda penyumbatan seperti laringitis dan
pneumonia
 Dehidrasi berat

17
 Kejang dengan penurunan kesadaran
 PEM berat
3.6.1 Pencegahan
Pencegahan morbili dapat dilakukan dengan cara: menghindari kontak dengan
penderita campak; imunisasi campak pada usia 9 bulan; imunisasi MMR pada usia 15
bulan; gamma globulin (diberikan pada anak berusia 6 bulan sampai 2 tahun bila ada
riwayat kontak dengan penderita). Vaksinasi biasanya dapat memberikan
perlindungan seumur hidup pada penerimanya. Walau demikian, pada beberapa
kasus, orang yang telah mendapat vaksinasi masih bisa terkena penyakit campak. Bila
ini terjadi, gejala yang dialami biasanya bersifat ringan. Morbili dapat dicegah dengan
pemberian imunisasi. Imunisasi yang diberikan dapat berupa imunisasi aktif dan
pasif6.
Imunisasi aktif
Vaksin yang diberikan ialah “Live attenuated measles vaccine”. Mula-mula
diberikan strain Edmonson B, tetapi strain ini dapat menimbulkan panas tinggi dan
eksantema pada hari ke 7-12 post vaksinasi, sehingga strain vaksin ini sering
diberikan bersama-sama dengan gamma globulin di lengan lain6. Sekarang digunakan
strain Schwarz dan Moraten dan tidak diberikan bersama gamma globulin. Di
Indonesia digunakan vaksin virus morbili hidup yang telah dilemahkan yaitu strain
Schwarz. Vaksin ini diberikan sebanyak 0,5 ml secara subkutan dan dapat
menimbulkan kekebalan yang berlangsung lama3. Vaksin ini diberikan secara
subcutan sebanyak 0,5 ml pada umur 9 bulan. Pada anak dibawah umur 9 bulan
umumnya tidak dapat memberikan kekebalan yang baik, karena gangguan antibodi
yang dibawa sejak lahir13.
Pemberian imunisasi ini akan menyebabkan alergi terhadap tuberkulin
selam 2 bulan setelah vaksinasi. Bila anak telah mendapat imunoglobulin atau
tranfusi darah sebelumnya, maka vaksinasi ini harus ditangguhkan sekurang-
kurangnya 3 bulan. Vaksinasi tidak boleh dilakukan bila: menderita infeksi
saluran nafas akut atau infeksi akut lainnya yang disertai dengan demam lebih
dari 38°C; memiliki riwayat kejang demam; defisiensi imunologik; penderita

18
leukimia dalam pengobatan kortikosteroid dan imunosupresif; riwayat alergi
(ditunda sampai dengan 2 minggu sembuh); dan kehamilan13,14.
Imunisasi pasif: Tidak banyak dianjurkan karena terdapat risiko
terjadinya ensefalitis dan aktivasi tuberkulosis3.

3.7 Komplikasi dan Prognosis8


a. Laringitis akut
Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas,
bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya, ditandai dengan distres
pernafasan, sesak, sianosis dan stridor. Ketika demam menurun, keadaan akan
membaik dan gejala akan menghilang.
b. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun oleh invasi bakteri, ditandai dengan
batuk, meningkatnya frekuensi nafas, dan adanya ronki basah halus. Pada saat suhu
menurun, gejala pneumonia karena virus akan menghilang, kecuali batuk yang masih
terus sampai beberapa hari lagi. Apabila suhu tidak juga turun pada saat yang
diharapkan, dan gejala saluran nafas masih terus berlangsung, dapat diduga adanya
pneumonia karena bakteri yang telah mengadakan invasi pada sel epitel yang telah
dirusak oleh virus. Gambaran infiltrat pada fototoraks dan adanya leukositosis dapat
mempertegas diagnosis. Di negara sedang berkembang malnutrisi masih menjadi
masalah, penyulit pneumonia bakteri biasa terjadi dan menjadi fatal bila tidak diberi
antibiotik.
c. Kejang demam
Kejang dapat timbul pada periode dernam, umumnya pada puncak demam saat
ruam keluar. Kejang dalam hal ini diklasifikasikan sebagai kejang demam.
d. Ensefalitis
Ensefalitis adalah penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya
terjadi pada hari ke-4-7 setelah tirnbulnya ruarn. Kejadian ensefalitis sekitar 1
dalam 1.000 kasus campak, dengan mortalitas berkisar antara 30-40%.
Terjadinya ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik maupun melalui

19
invasi langsung virus campak ke dalam otak. Gejala, ensefalitis dapat berupa
kejang, letargi, koma dan intobel. Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafas
meningkat, twitching, disgrientasi juga dapat diternukan. Pemeriksaan cairan
serebrpspinal menunjukkan pleositpsis ringan, dengan predominan sel
mononuklear, peningkatan protein ringan, sedangkan kadar glukosa dalam
batas normal.
e. SSPE (Subacute Sclerosing PanEncepluilitis)
Subacute sclerosing panenceplmlitis merupakan kelainan degeneratif
susunan saraf pusat yang jarang disebabkan oleh karena infeksi oleh virus
campak yang persisten. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang
sebelumnya pernah menderita campak adalah 0,6-2,2 per 100.000 infeksi
campak. Risiko lebih besar pada umur yang lebih muda, masa inkubasi
timbulnya SSPE rata-rata 7 tahun. Gejala SSPE didahului dengan gangguan
tingkah laku dan intelektual yang progresif, diikuti oleh inkoordinasi motorik,
kejang umumnya bersifat miokionik. Laboratorium menunjukkan peningkatan
globulin dalam cairan serebrospinal, anribodi terhadap campak dalam serum
(CF dan HAI) meningkat (1:1280). Tidak ada terapi untuk SSPE. Rata-rata
jangka waktu timbulnya gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan.
f. Otitis media
Invasi virus ke dalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak. Gendang
telinga biasanya hiperemia pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika terjadi
invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus, terjadi otitis
media purulenta.
g. Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada fase
prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus.
h. Konjungtivitis
Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtiviris, yang ditandai dengan
adanya mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia. Kadang-
kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus campak atau antigennya dapat

20
dideteksi pada lesi konjungtiva pada hari-hari pertama sakit. Konjungtiva dapat
memburuk dengan terjadinya hipopion dan pan-oftalmitis dan menyebabkan
kebutaan.

i. Sistem kardiovaskular
Pada ECG dapat ditemukan kelainan berupa perubahan pada gelombang T,
kontraksi prematur aurikel dan perpanjangan interval A-V. Perubahan tersebut
bersifat sementara dan tidak atau hanya sedikit mempunyai arti klinis.
Prognosis
Morbili merupakan self limiting disease dan berlangsung 7-10 hari
sehingga bila tanpa disertai dengan komplikasi maka prognosisnya baik.
Morbiditas morbili dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: diagnosis dini,
pengobatan yang adekuat terhadap komplikasi yang timbul; kesadaran dan
pengetahuan yang rendah dari orang tua penderita; masih mempercayai mitos;
dan penggunaan fasilitas kesehatan yang kurang9.

21
BAB IV
ANALISA KASUS

Telah diperiksa seorang anak laki-laki berusia 5 tahun. Pemeriksaan dilakukan


pada tanggal 01 September 2018 di IGD dengan diagnosa morbili. Penegakkan
diagnosis pada pasien ini didasarkan pada hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
penunjang.
Campak adalah salah satu penyakit yang paling menular dengan
kejadian infeksi sekunder sebanyak 90% pada kontak yang rentan 1. Morbili
atau Campak adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh
infeksi virus yang pada umumnya menyerang anak. Virus campak
menyebabkan penyakit akut pada anak yang dimulai dari traktus respiratorius
bagian atas menyebar ke organ dan jaringan sehingga mengakibatkan berbagai
gejala klinik2,3. Penyakit ini timbul pada masa kanak-kanak dan menyebabkan
kekebalan seumur hidup8. Survei Kesehatan Rumah Tangga menyebutkan
bahwa campak menduduki urutan ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit

22
utama pada anak umur 1-4 tahun (0,77%). Campak diduga dapat
menyebabkan penurunan daya tahan tubuh secara umum, sehingga mudah
terjadi infeksi sekunder atau penyulit. Penyulit yang sering dijumpai
bronkopneumonia (75,2%), dan gastroenteritis (7,1%)9.
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan demam sejak 6 hari
SMRS. Demam dirasakan tinggi terutama pada malam hari dan diseluruh
tubuh. Panas dapat meningkat hingga hari kelima atau keenam yaitu pada saat
puncak timbulnya erupsi. Kadang-kadang temperatur dapat bifasis dengan
peningkatan awal yang cepat dalam 24-48 jam pertama diikuti dengan periode
normal selama 1 hari dan selanjutnya terjadi peningkatan yang cepat sampai
39°C-40,6°C pada saat erupsi ruam mencapai puncaknya. Pada morbili yang
tidak mengalami komplikasi, temperatur turun diantara hari ke 2-3, sehingga
timbulnya eksantema. Bila tidak disertai komplikasi, maka 2 hari setelah
timbul ruam yang lengkap, panas biasanya turun. Bila panas menetap, maka
kemungkinan penderita mengalami komplikasi12.
Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema,
timbul bercak koplik yang patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang
dijumpai13. Stadium erupsi ditandai dengan Koriza dan batuk-batuk yang
bertambah berat. Timbul enantema atau titik merah di palatum durum dan
palatum mole. Eritema makula-papula disertai menaiknya suhu tubuh. Mula-
mula eritema timbul dibelakang telinga, di bagian atas lateral tengkuk,
sepanjang rambut dan bagian belakang bawah2,5,8.
Pada stadium awal periode prodromal dapat ditemukan transverse
marginal line injection pada palpebra inferior. Gambaran ini sering
dihubungkan dengan adanya inflamasi konjungtiva yang luas dengan disertai
adanya edema palpebra. Keadaan ini dapat disertai dengan peningkatan
lakrimasi dan fotofobia. Konjungtivitis akan menghilang setelah demam
turun8. Batuk disebabkan oleh reaksi inflamasi mukosa saluran pernafasan.
Intensitas batuk meningkat dan mencapai puncaknya pada saat erupsi. Namun

23
demikian batuk dapat bertahan lebih lama dan menghilang secara bertahap
dalam waktu 5-10 hari2.
Fokus infeksi berada di epitel saluran nafas dan konjungtiva, satu
sampai dua lapisan mengalami nekrosis. Pada saat itu virus dalam jumlah
banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi
klinis dari sistem saluran nafas diawali dengan keluhan batuk pilek disertai
selaput konjungtiva yang tampak merah. Respons imun yang terjadi ialah
proses peradangan epitel pada sistem saluran pernafasan diikuti dengan
manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit-berat dan ruam
yang menyebar ke seluruh tubuh, tampak suatu ulser kecil pada mukosa pipi
yang disebut bercak Koplik, merupakan tanda pasti untuk menegakkan
diagnosis5,12.
Awalnya ruam muncul dikepala dan menyebar keseluruh tubuh sampai
ke kaki. Ruam kadang disertai dengan gatal. Pasien juga mengeluhkan nafsu
makan menurun. Pasien juga mengeluhkan muntah setiap kali makan, muntah
berisi apa yang dimakan, volumenya lebih kurang 20cc/kali muntah, nyeri
menelan juga dirasakan, dan minum pasien masih mau. Ayah pasien
mengatakan pasien mengalami BAB cair sejak 1 hari yang lalu, frekuensinya
1 kali/hari, konsistensinya air lebih banyak dari ampas, keluar lendir dan
darah ketika BAB tidak ada, volumenya lebih kurang 50cc/kali mencret.
Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak dan pilek sejak 5 hari sebelum
masuk Rumah Sakit. Ruam makulopapular muncul pada hari ke-14 sesudah
awal infeksi. Daya tahan tubuh menurun akibat respons delayed
hypersensitivity pada kulit5. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan
saluran pernafasan memberikan kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder
berupa bronkopneumonia, otitis media dan lain-lain. Dalam keadaan
tertentu adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada kasus
campak, selain itu campak dapat menyebabkan gizi kurang2.
Penyebab morbili adalah virus morbili. Virus ini terdapat dalam sekret
nasofaring dan darah dan dalam waktu yang singkat setelah timbul ruam. Cara

24
penularan penyakit ini dengan droplet dan kontak langsung dengan penderita 2.
Meskipun pasien tidak diketahui memiliki kontak dengan pasien morbili.
Penularan virus morbili sangat efektif, sedikit virus yang infeksius sudah
dapat menimbulkan infeksi pada seseorang5,11. Penderita dapat menularkan
penyakitnya sejak 2-4 hari sebelum timbulnya ruam pada kulit sampai ±5 hari
sejak ruam timbul. Tingkat infektivitas campak sangat tinggi2.
Pasien tidak pernah mendapatkan imunisasi campak dan dengan status gizi
kurang. Faktor risiko kejadian morbili, antara lain: Daya tahan tubuh yang lemah;
Belum pernah terkena campak; dan Belum pernah mendapat vaksinasi campak 8.
Faktor risiko infeksi virus campak sebagai berikut: anak-anak dengan imunodefisiensi
karena HIV atau AIDS, leukemia, alkilasi, atau terapi kortikosteroid, terlepas dari
status imunisasi; perjalanan ke daerah endemik atau kontak dengan pelancong ke
daerah endemik campak; dan bayi yang kehilangan antibodi pasif sebelum usia
imunisasi rutin. Faktor risiko campak berat dan komplikasinya termasuk yang
berikut: malnutrisi, imunodefisiensi, kehamilan, dan kekurangan vitamin A10.
Pemeriksaan laboratorium tidak didapatkan kelainan yang berarti.
Pemeriksaan darah tepi ditemukan leukopeni. Dalam sputum, sekresi nasal, sedimen
urine dapat ditemukan adanya multi nucleated giant cell yang khas. Pada kasus-kasus
atipik, dapat dilakukan pemeriksaan serologi3,12. Diagnosa biasanya ditegakkan
berdasarkan temuan klinis. Adanya konjungtivitis merupakan petunjuk dalam
diagnosa. Hal-hal yang membantu penegakan diagnosa2,12: riwayat kontak dengan
penderita campak; gejala demam, batuk, pilek dan konjungtivitis; bercak koplik
(patognomonik); erupsi makulopapula dengan tahap-tahap pemunculan yang khas;
dan, bercak berwarna kehitaman pada kulit setelah sembuh2.
Pasien diberikan terapi cairan, vitamin A, dan obat penurun demam.
Pengobatan suportif merupakan pilihan utama yang diperlukan. Suplementasi
vitamin A selama campak akut secara signifikan mengurangi risiko morbiditas
dan mortalitas7. Morbili merupakan self limiting desease, sehingga
pengobatannya hanya bersifat simptomatis yaitu: memperbaiki keadaan
umum, antipiretik bila suhu tinggi, sedativum, dan obat batuk. Tindakan lain

25
adalah pengobatan segera terhadap komplikasi yang timbul. Antibiotika hanya
diberikan bila terjadi komplikasi berupa infeksi sekunder (seperti otitis media
dan pnemonia). Pencegahan morbili dapat dilakukan dengan cara:
menghindari kontak dengan penderita campak; imunisasi campak pada usia 9
bulan; imunisasi MMR pada usia 15 bulan; gamma globulin (diberikan pada
anak berusia 6 bulan sampai 2 tahun bila ada riwayat kontak dengan
penderita).

26
BAB V
KESIMPULAN

Pasien anak laki-laki 5 tahun 5 bulan datang ke rumah sakit dengan keluhan
demam sejak 6 hari SMRS. Pasien didiagnosis dengan morbili. Pasien tidak pernah
mendapatkan imunisasi campak dan dengan status gizi kurang. Pasien diberikan
terapi cairan, vitamin A, dan obat penurun demam. Morbili merupakan self limiting
desease, sehingga pengobatannya hanya bersifat simptomatis yaitu: memperbaiki
keadaan umum, antipiretik bila suhu tinggi, sedativum, dan obat batuk Prognosis
pasien baik.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Papania MJ, Wallace GS, Rota PA, et al. Elimination of Endemic Measles,
Rubella, and Congenital Rubella Syndrome From the Western Hemisphere: The
US Experience. JAMA Pediatr. 2013.
2. Kliegman, Robert M, dkk. Nelson Textbook of Pediatrics 20th Edition, Vol 2, p.
1937-8. 2016. Philadelphia: Elsevierier.
3. Burnett M., 2007. Measles, Rubeola.
4. Clemmons NS, Wallace GS, Patel M, Gastañaduy PA. Incidence of Measles in
the United States, 2001-2015. JAMA. 2017 Oct 3. 318 (13):1279-1281.
5. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 6.
Jakarta. Badan Penerbit FKUI. 2011.
6. Klein NP, Fireman B, Yih WK, et al. Measles-mumps-rubella-varicella
combination vaccine and the risk of febrile seizures. Pediatrics. 2010 Jul.
126(1):e1-8.
7. Gastanaduy PA, Redd SB, Fiebelkorn AP, et al. Measles - United States, January
1-May 23, 2014. MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 2014 Jun 6. 63(22):496-499.
8. Rampengan, T.H. Laurentz, I.R. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Jakarta:
EGC. 2008.
9. Made Setiawan, Agus Sjahrurachman, Fera Ibrahim, Agus Suwandono. Rumah
Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, Bagian Mikrobiologi FK-UI, Litbangkes
Departemen Kesehatan RI. Sari Pediatri, Vol. 10, No. 3, Oktober 2008.
10. Measles outbreaks and progress toward measles preelimination --- African
region, 2009-2010. MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 2011 Apr 1. 60(12):374-8.
11. Parlin Ringoringo. Ilmu Kesahatan Anak, FKUI, RSCM, Jakarta.
12. A Matondang CS, Wahidayat I, Sastroasmoro S. Diagnosis fisis pada anak.
Jakarta:CV Sagung Seto;2009.
13. Prevention of Measles, Rubella, Congenital Rubella Syndrome, and Mumps,
2013: Summary Recommendations of the Advisory Committee on Immunization
Practices (ACIP). MMWR Recomm Rep. 2013 Jun 14. 62:1-34.

28
14. Hviid A. Measles-mumps-rubella-varicella combination vaccine increases risk of
febrile seizure. J Pediatr. 2011 Jan. 158(1):170.
15. Rudolph C D, Rudolph A M, Hostetter M K, Lister G, Siegel N J. Rudolph's
Pediatrics, 23st Ed. McGraw-Hill. USA. 2013.

29

Anda mungkin juga menyukai