Anda di halaman 1dari 48

HUBUNGAN OBESITAS DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA

MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Karya Tulis Ilmiah

Untuk memenuhi syarat memperoleh derajat

Sarjana Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

PAHRURROZI

20110320081

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan kesehatan nasional dan rencana pembangunan jangka

panjang pada bidang kesehatan telah digariskan bahwa tujuan

pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah

meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat agar

terwujud derajat kesehatan masyarakat, bangsa dan negara. Terwujudnya

derajat kesehatan ditandai oleh penduduk yang hidup dalam lingkungan

dan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menunjang pelayanan

kesehatan yang bermutu secara adil dan merata di seluruh wilayah

Indonesia (World Health Organization, 2011).

Suatu masalah kesehatan dianggap serius dalam masyarakat jika

masalah atau penyakit tersebut memiliki angka kejadian dan tingkat

kejadian yang tinggi, salah satunya yaitu obesitas. Obesitas adalah

penumpukan lemak yang berlebihan ataupun abnormal yang dapat

mengganggu kesehatan (WHO, 2011). Secara garis besar ada dua

penyebab terjadinya obesitas yaitu biologik (genetik, fisiologis, asupan

makanan) dan budaya (perilaku yang menyangkut gaya hidup, modernisasi

ekonomi dan kelas sosial) (Khomsan, 2005).

Berdasarkan data dari WHO tahun 2008, angka kejadian obesitas pada

usia dewasa di Indonesia sebesar 9,4% dengan pembagian pada pria

mencapai 2,5% dan pada wanita 6,9%. Survey sebelumnya pada tahun

1
2000, persentase penduduk Indonesia yang obesitas hanya 4,7% (±9,8 juta

jiwa) dan ternyata dalam waktu 8 tahun prevalensi obesitas di Indonesia

meningkat hingga dua kali lipat (WHO, 2008).

Karakteristik seseorang yang obesitas dapat dilihat dengan besar

indeks massa tubuh (IMT). Seseorang yang memiliki indeks massa tubuh

antara 30-34 maka dikatakan obesitas tingkat I, indeks massa tubuh antara

35-39 adalah obesitas tingkat II, sedangkan seseorang yang memiliki

indeks massa tubuh 40 atau lebih dikatakan obesitas tingkat III yang

memiliki kondisi sangat berbahaya (Markenson, 2004).

Penyakit obesitas yang dapat menyebabkan berbagai dampak penyakit

yang dapat mengancam nyawa manusia. Hal ini terutama karena orang

obesitas berhubungan dengan penyakit hipertensi. Orang yang obesitas

tubuhnya akan bekerja keras untuk membakar kelebihan kalori yang

masuk. Pembakaran kalori ini memerlukan suplai oksigen dalam darah

yang cukup. Semakin banyak kalori yang dibakar maka semakin banyak

pula pasokan oksigen dalam darah. Banyaknya pasokan darah tentu

menjadikan jantung bekerja lebih keras. Dampaknya tekanan darah orang

yang obesitas cenderung tinggi, sehingga hipertensi bisa terjadi (Widharto,

2007).

Hipertensi adalah penyakit yang sangat berbahaya, dikarenakan

hipertensi dapat menyebabkan orang mengalami stroke dan serangan

jantung, bahkan dapat menyebabkan kematian. Hipertensi pada orang


dewasa adalah saat sistolik rata-rata 140 mmHg atau lebih sedangkan

diastolik bisa 90 mmHg atau lebih (Guyton, 2007).

Penyebab terjadinya hipertensi berhubungan dengan kenaikan volume

tubuh seseorang, peningkatan curah jantung dan menurunnya resistensi

vaskuler sistemik. Penyebab lain yang dapat menyebabkan terjadinya

hipertensi salah satunya yaitu obesitas (Wahbe, 2007).

Di Indonesia penderita obesitas mencapai 21,7 persen pada tahun

2010. Penderita obesitas yang mengalami hipertensi sebesar 15 persen,

yang 10 persen diantaranya tidak menyadari telah menderita hipertensi

sehingga mereka cenderung untuk mengalami hipertensi berat karena

kurangnya pengetahuan terhadap gejala dari obesitas, dan sisanya 5 persen

merupakan penderita hipertensi sedang (KEMENKES, 2011).

Dampak dari hipertensi pada seseorang akan mengalami kerusakan

pada pembuluh darah arteri sehingga mengakibatkan komplikasi dan

terhambatnya aliran darah ke organ-organ seperti ginjal, jantung, otak,

organ vital, mata dan tulang. Apabila dampak dari hipertensi tersebut

semakin parah dan tidak diatasi secepatnya maka akan berdampak pada

kematian (Firdaus, 2012).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti dengan

cara mengukur berat badan dan tinggi badan mahasiswa untuk mengetahui

mahasiswa yang mengalami obesitas. Dari 10 mahasiswa yang obesitas

diukur tekanan darahnya, dan didapatkan hasil bahwa 3 dari mahasiswa

yang obesitas tersebut mengalami hipertensi. Melihat fenomena diatas


bahwa orang yang hipertensi akan berdampak pada berbagai macam

masalah kesehatan. Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang hubungan obesitas dengan kejadian hipertensi pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

B. Rumusan Masalah

“Apakah terdapat hubungan obesitas dengan kejadian hipertensi pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.” ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan obesitas dengan kejadian hipertensi pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta pada tahun 2014.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui kejadian obesitas pada mahasiswa.

b. Mengetahui kejadian hipertensi pada mahasiswa.

c. Mengetahui hubungan antara obesitas dengan kejadian hipertensi

pada mahasiswa.

D. Manfaat Penelitian

1. Pendidikan

Sebagai tambahan pustaka dan pengetahuan, khususnya mengenai

hubungan obesitas dengan kejadian hipertensi pada mahasiswa


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta pada tahun 2014.

2. Penelitian

Bila ditemukan hubungan obesitas dengan kejadian hipertensi pada

mahasiswa diharapkan sebagai data dasar penelitian selanjutnya.

E. Penelitian Terkait

1. Lumoindong, Umboh, Maslom, (2012). “Hubungan obesitas dengan

propil tekanan darah pada anak usia 10-12 tahun di kota Manado”.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

observasional analitik dengan rancangan potong lintang. Hasil dari

penelitian dengan statistik angka signifikan (p=0,007) dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara obesitas dan profil

tekanan darah pada anak usia 10–12 tahun. Perbedaan penelitian

adalah pada penggunaan metode penelitian. Persamaan pada variabel

penelitian yaitu variabel dependen hipertensi dan variabel independen

obesitas serta sama-sama menggunakan uji chi-square.

2. Oduowole, Ladopo, Fojulu, Ekure, Adeniy, (2012). “Obesity and

Elevated Blood Pressure Among Adolesencents in Lagos, Nigeria: A

Croos-Sectional Study”. Metode penelitian yang digunakan adalah

croos-sectional. Hasil dari penelitian yang menggunakan signifikansi

(p<0,05) dapat disimpulkan banyak anak remaja yang ada di Nigeria

mengalami obesitas yang menyebabkan hipetensi. Persamaan

penelitian yaitu pada metode penelitian cross sectional, variabel


dependen hipertensi dan variabel independen obesitas. Perbedaannya

adalah pada waktu, tempat penelitian dan populasi penelitian.

3. Proso (2012). “Obsity as a Risk Factor for Artherial Hypertension”.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

pengukuran antropometri yaitu indeks massa tubuh dihitung

berdasarkan hubungan antara berat badan dan tinggi badan. Hasil yang

didapatkan adalah meningkatnya nilai BMI pada seseorang maka akan

meningkatkan teradinya hipertensi berbeda dengan nilai BMI yang

normal. Persamaan pada desain penelian yang dilakukan peneliti

dengan menggunakan desain penelitian korelasional dengan

pendekatan cross sectional. Perbedaan pada tujuan penelitian ini

adalah korelasi antara kelompok pasien dengan hipertensi dan tanpa

hipertensi dibandingkan dengan nilai BMI menunjukkan adanya

korelasi positif yang kuat.

4. Syarini, Susanto, Udiyono, (2012) dengan judul penelitian “Faktor-

Faktor Resiko Hipertensi Primer Di Puskesmas Tlogosari Kulon Kota

Semarang”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah croos

sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang bermakna antara umur (p=0,0001), obesitas (p=0,003), kebiasaan

konsumsi garam (p=0,027), dan kebiasaan konsumsi makanan

berlemak (p=0,034) dengan hipertensi, tidak ada hubungan yang

bermakna antara jenis kelamin (p=0,161), kebiasaan merokok

(p=0,655), kebiasaan konsumsi alkohol (p=0,383), kebiasaan konsumsi


kafein (p=0,950) dengan hipertensi. Berdasarkan hal tersebut dapat

disimpulkan bahwa umur, obesitas, kebiasaan konsumsi garam, dan

kebiasaan konsumsi makanan berlemak merupakan faktor risiko

hipertensi primer di wilayah kerja Puskesmas Tlogosari Kulon.

Perbedaan penelitian pada metode penelitian. Persamaan penelitian

pada variabel dependen yaitu hipertensi dan independen salah satunya

obesitas. Perbedaan pada penelitian ini adalah tujuan penelitian yang

ingin mengetahui faktor resiko hipertensi.

5. Fadli, (2007) dengan judul penelitian “Hubungan Obesitas Dengan

Tekanan Darah Dan Kadar Glukosa Darah Pada Lansia”. Metode

penelitian ini menggunakan observasi analitik dengan rancangan

penelitian potong lintang (croos sectional). Hasil yang didapatkan

pada saat penelitian ini adalah tidak adanya keterkaitan antara obesitas

dengan hipertensi, mungkin dikarenakan oleh pemeriksaan yang

dilakukan hanya satu kali oleh peneliti. Perbedaan penelitian yaitu

pada metode penelitian dan persamaan penelitian pada variabel

dependen yaitu hipertensi dan variabel independen yaitu obesitas.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Obesitas

a. Pengertian Obesitas

Pengertian obesitas adalah kelebihan berat badan dimana berat

badan seseorang itu mencapai berat badan yang jauh di atas berat

badan normal atau ideal. Banyaknya lemak yang tertimbun di

dalam tubuh menyebabkan orang tersebut memiliki berat badan

yang lebih (Dariyo, 2004).

Obesitas atau kegemukan mempunyai pengertian yang

berbeda-beda bagi setiap orang. Obesitas adalah suatu kondisi

kelebihan berat badan tubuh akibat tertimbunnya lemak, untuk pria

dan wanita masing-masing melebihi 20% dan 25% dari berat badan

dan dapat membahayakan kesehatan (Rimbawan, 2004).

Menurut WHO tahun 2011 obesitas mempunyai pengertian

yaitu kondisi dimana orang mengalami kelebihan lemak tubuh.

Klasifikasi obesitas ini dibagi menjadi 3 yaitu obesitas I, II, dan III

berdasarkan indeks massa tubuh (WHO, 2004).

8
b. Klasifikasi dan Pengukuran Obesitas

Berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) ada rumus yang

digunakan untuk menghitung IMT menurut Markenson, 2004

yaitu:

Rumus BMI

Weight ( Kg)
BMI =
Keterangan: Height( m)2

BMI (Body Mass Index) :

Weight : Berat badan (kg)

Height : Tinggi badan (m)

Menggunakan indeks massa tubuh (IMT), dapat diketahui

apakah berat badan seseorang dinyatakan normal, kurus atau

gemuk. Penggunaan indeks massa tubuh hanya untuk orang

dewasa  berumur >18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi,

anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan. Batas ambang indeks

massa tubuh ditentukan dengan merujuk ketentuan WHO tahun

2004 yaitu:

Tabel 2.1. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (WHO, 2004)

Classificasion BMI (kg/m2)


Principal cut-off points
Underweight < 18,50

Severe thinness < 16,00

Moderate thinness 16,00 – 16,99

Mild thinness 17,00 – 18,49


Normal Range 18,50 – 24,99

Pre Obese 25,00 – 29,99

Obese >30,00

Obese class I 30,00 – 34,99

Obese class II 35,00 – 39,99

Obese class III >40,00


Sumber: World Health Organization 2004

Klasifikasi nilai berat massa indeks (BMI) berdasarkan

Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Nilai BMI Kategori Status Gizi

< 17 Sangat kurus Gizi kurang

17,0–18,5 Kurus Gizi kurang

18,5-25,5 Normal Gizi baik

25,0-27,0 Gemuk Gizi lebih

>27,0 Sangat gemuk Gizi lebih

Sumber: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

c. Faktor Penyebab Obesitas


Obesitas dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya

adalah sebagai berikut:

1) Genetik

Kegemukan dapat diturunkan dari generasi sebelumnya

pada generasi berikutnya di dalam sebuah keluarga. Itu

sebabnya banyak ditemukan orang tua yang gemuk memiliki

anak yang gemuk juga. Hal ini dikarenakan oleh ibu yang

obesitas pada saat hamil maka unsur sel lemak yang berjumlah

besar dan melebihi batas normal akan diturunkan kepada

anaknya yang mempunyai unsur lemak yang sama dengan

ibunya yang obesitas (Zhang, 2004).

2) Pengaruh emosional

Sebuah pandangan bahwa obesitas itu bisa diakibatkan

oleh faktor emosional yang tidak bisa teratasi oleh mereka.

Mereka yang stres sangat membutuhkan kasih sayang dari

keluarga dan lainya. Orang yang obesitas juga biasanya apabila

mereka stres, maka mereka akan makan yang banyak agar

pikiran mereka menjadi tenang. Faktor emosional mempunyai

pengaruh terhadap terjadinya obesitas (Zhang, 2004).

3) Lingkungan

Lingkungan juga mempengaruhi mereka akan menjadi

gemuk. Pada lingkungan tempat tinggal mereka memandang

gemuk itu adalah simbol kemakmuran maka seseorang akan


cenderung ingin menjadi gemuk. Pemikiran seseorang tentang

gemuk adalah simbol kemakmuran itu salah (Zhang, 2004).

4) Faktor sosial

Negara yang maju biasanya banyak ditemukan pada

kalangan bawah dan pada negara yang berkembang banyak

ditemukan obesitas pada kalangan menengah ke atas.

Pandangan mereka adalah apabila orang tersebut gemuk maka

mereka menganggap seseorang itu makmur dan kaya (Zhang,

2004).

5) Faktor kompensasi

Masalah sosial yang banyak dialami oleh ibu

mempengaruhi terjadinya obesitas, dikarenakan apabila

terkena masalah yang banyak biasanya mereka melampiaskan

dengan cara makan sampai kenyang. Kenyang tersebut mereka

anggap sebagai rasa puas dan nyaman (Zhang, 2004).

6) Faktor gaya hidup

Faktor gaya hidup sekarang yang sangat moderen membuat

anak serba malas untuk melakukan semua aktifitasnya secara

normal. Mereka sekarang biasanya mengerjakan sesuatu

dengan menggunakan mesin. Semua itu membuat kegiatan

mereka bergantung dengan mesin dan gaya hidup seperti itu

tidak baik yang dapat menyebabkan sesorang menjadi malas

dan mengakibatkan orang menjadi gemuk (Zhang, 2004).


7) Pola makan berlebihan

Orang yang gemuk lebih peka dibandingkan dengan orang

yang berat badanya normal terhadap bau masakan dan rasa

makanan. Orang yang gemuk biasanya akan makan ketika dia

ingin makan bukan karena makan karena lapar. Mereka juga

yang memiliki tubuh yang gemuk sulit mengontrol makanan

mereka sehingga mereka akan menjadi lebih gemuk lagi

(Zhang, 2004).

8) Kurang gerak/ Olahraga

Orang yang memiliki tubuh yang besar atau gemuk

biasanya malas akan olahraga, mereka biasanya lebih senang

untuk tidur dari pada olahraga. Dari segi pengeluaran energi

tubuh yang sangat berpengaruh terhadap berat tubuh

seseorang. Mereka disarankan untuk orang yang tubuhnya

gemuk untuk olahraga agar pembakaran lemak dalam tubuh

bisa terjadi dan untuk menurunkan berat badan (Zhang, 2004).

d. Tipe-Tipe Obesitas

Tipe-tipe obesitas dibagi menjadi beberapa tipe diantaranya

adalah sebagai berikut ini:

1) Kegemukan menurut distribusi lemak.


Berdasarkan distribusi lemak yang dimiliki, kegemukan

dibagi menjadi dua tipe yaitu: tipe android dan gynecoid.

a) Tipe android

Pada tipe android ditemukan timbunan lemak pada

bagian tubuh seperti di pinggang, perut, dan bagian atas

perut. Biasanya tipe android dialami pada wanita yang

sudah mengalami menopouse. Tipe android ini lebih besar

terkena resiko penyakit yang berhubungan dengan

metabolisme lemak dan glukosa seperti penyakit diabetes

militus, jantung koroner, stroke dan hipertensi (Endah,

2009).

b) Tipe gynecoid

Pada tipe gynecoid penumpukan lemak ditemukan

dibagian perut, panggul, pantat dan paha. Pada tipe

gynecoid ini lebih aman dibandingkan dengan tipe android

dikarenakan oleh tipe gynecoid lebih kecil resiko terkena

penyakit dibandingkan dengan tipe android (Endah, 2009).

2) Kegemukan menurut kondisi sel

Penyebab lain dikarenakan oleh distribusi lemak

kegemukan juga bisa dikarenakan oleh kondisi sel, menurut

kondisi sel kegemukan dibagi menjadi 3 tipe yaitu:

a) Tipe hiperlastik
Tipe ini mempunyai sel lemak lebih banyak

dibandingkan dengan kondisi yang normal, akan tetapi sel

lemak masih sesuai dengan ukuran sel normal. Biasanya

terjadi pada saat anak-anak dan sulit diturunkan berat

badannya. Pada tipe ini biasanya berat badan bisa

diturunkan akan tetapi penurunan berat badan itu juga

tidak berlangsung lama dan berat badan akan kembali

seperti biasa (Endah, 2009).

b) Tipe hipertropik

Jumlah sel yang normal, akan tetapi sel tersebut

memiliki ukuran sel yang lebih besar. Biasanya terjadi

pada orang dewasa, dan penurunan berat badan biasanya

lebih mudah dilakukan. Pada tipe ini biasanya orang bisa

terserang penyakit gula dan tekanan darah tinggi (Endah,

2009).

c) Tipe hiperlastik-hipertropik

Jumlah dan ukuran sel yang ada di tubuh sangat

banyak, melebihi batas normal. Biasanya ini terjadi pada

anak-anak hingga dia dewasa. Pada tipe ini mereka sulit

menurunkan berat badan dan sangat rentan terkena

penyakit degeneratif (Endah, 2009).

3) Kegemukan menurut umur


Kegemukan ini tidak memandang umur, kegemukan bisa

menyerang seseorang dari saat bayi hingga tua. Kegemukan

juga bisa digolongkan menurut umur antara lain:

a) Kegemukan pada saat bayi

Kegemukan bada saat bayi biasanya akan berlanjut

hingga dewasa. Kegemukan pada bayi baru lahir pada

umur 6 bulan biasanya nanti pada saat dewasa mereka

akan menjadi gemuk hingga dewasa dan resiko penyakit

yang akan dialami yaitu resiko tinggi kejang (Endah,

2009).

b) Kegemukan saat anak-anak

Pola makan yang salah dan kurangnya aktifitas fisik

yang kurang dilakukan, maka akan menyebabkan

kegemukan pada anak-anak, disertai dengan adanya acara

televisi dan alat elektronik yang canggih menyebabkan

anak cenderung akan malas melakukan aktifitas. Biasanya

kegemukan ini mereka bawa hingga mereka remaja

(Endah, 2009).

c) Kegemukan pada saat dewasa

Kegemukan pada saat dewasa biasanya dikarenakan

oleh lemak tubuh yang mulai menumpuk, umur 20-30

tahun merupakan umur seseorang mulai mantap dengan

karirnya dan ditandai dengan tanggung jawabnya yang


tinggi dan pekerjaan yang menumpuk. Seseorang untuk

menjaga stamina agar tetap menjadi kuat untuk bekerja

mereka makan banyak sehingga itu berlangsung sampai

mereka berumur 45-60 tahun. Resiko terkena penyakit

seperti jantung koroner, diabetes, hipertensi dan penyakit

lainnya (Endah, 2009).

4) Kegemukan menurut tingkatnya

Kegemukan menurut tingkatnya dibedakan menurut berat

badan yang berlebihan yang dialami seseorang, jadi

berdasarkan hal tersebut dapat dikelompokkan menjadi 4

kelompok yaitu:

a) Simple obesity

Kelebihan berat badan sebanyak 20% dari berat ideal

dan tanpa disertai penyakit diabetes militus dan hipertensi.

Obesitas pada tingkatan ini masih ringan (Endah, 2009).

b) Mild obesity

Kelebihan berat badan berkisar 20-30% dari berat

yang ideal yang belum disertai dengan penyakit tertentu

tetapi sudah perlu diwaspadai. Obesitas pada tahapan ini

mulai untuk mewaspadai penyakit-penyakit akibat

obesitas (Endah, 2009).

c) Moderate obesity
Kelebihan berat tubuh yang berkisar antara 30-60%

dari berat badan yang normal. Pada penderita ini biasanya

akan berhubungan dengan penyakit diabetes militus

(Endah, 2009).

d) Morbid obesity

Berat badan yang lebih dari 60% dengan resiko yang

sangat tinggi terhadap penyakit. Morbid obesity ini sangat

berhubungan dengan gangguan pernapasan, gagal jantung

dan kematian mendadak pada orang yang mengalami

morbid obesity (Endah, 2009).

e. Gejala Obesitas

Gejala obesitas yang diakibatkan oleh banyaknya lemak yang

tertimbun dibawah diafragma dan di dalam dinding dada bisa

menekan paru-paru, sehingga timbul gangguan pernapasan dan

sesak nafas, meskipun penderita melakukan aktifitas yang ringan.

Gangguan ini bisa terjadi saat tidur yang dapat menyebabkan

terhentinya pernapasan untuk sementara waktu, sehingga pada

siang hari penderita sering merasa ngantuk. Berdasarkan distribusi

lemak dibedakan menjadi dua yaitu: apple shape body adalah

bertumpuknya lemak di bagian dada dan bagian pinggang dan pear

shape body adalah bertumpuknya lemak di bagian pinggul dan

paha. Obesitas dapat menyebabkan berbagai masalah ortopedik,

termasuk nyeri punggung bawah dan memperburuk osteoatritis


(terutama di daerah pinggul, lutut dan pergelangan kaki) sering

juga ditemukan kelainan kulit pada seseorang yang mengalami

obesitas, dikarenakan oleh orang yang mengalami obesitas

memiliki permukaan tubuh yang relatif sangat sempit

dibandingkan dengan berat badannya. Pengeluaran tubuh menjadi

tidak efisien dan sering ditemukan juga pada orang yang obesitas

itu terdapatnya edema (pembengkakan yang di akibatkan terjadinya

penumpukan cairan) di daerah tungkai dan pergelangan kaki

(Hidajat, Hidayati & Irawan, 2011).

Tanda dan gejalanya juga sangat mudah kita kenali pada orang

yang obesitas. Ciri-cirinya dengan wajah yang membulat dengan

pipi yang tembam, dagu rangkap, dada mengembung karena

tertimbun banyak lemak, perut buncit dan dinding perut berlipat-

lipat karena terdapat banyak lemak pada dinding perut (Crawford

et al, 2005).

f. Komplikasi Obesitas

Obesitas merupakan kelebihan lemak yang ada di dalam tubuh

yang mengakibatkan tubuh menjadi gemuk dan sering kali tidak

enak untuk dilihat. Obesitas juga mempunyai banyak

meningkatkan resiko terjadinya berbagai penyakit di antaranya

adalah:

1) Diabetes
Diabetes militus yaitu keadaan dimana tubuh tidak bisa

mengatur kadar gula dalam darah dengan baik sehingga kadar

gula darah dapat menjadi sangat tinggi. Diabetes dapat

meningkatkan risiko penyakit ginjal, kebutaan, dan penyakit

jantung (Purnawati, 2009).

2) Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi. Individu yang

memiliki berat badan yang lebih cenderung memiliki tekanan

darah yang tinggi. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan

gagal ginjal, stroke, dan penyakit jantung (Purnawati, 2009).

3) Penyakit jantung koroner

Penyakit ini disebabkan karena adanya penyumbatan pada

pembuluh darah di jantung, yang disebabkan oleh LDL (lemak

jahat) meningkat dan menyumbat pembuluh darah yang dekat

dengan jantung (Purnawati, 2009).

4) Gagal ginjal

Suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami

penurunan yang disebabkan oleh pola makan yang buruk pada

orang yang obesitas seperti makanan junk food yang

mempunyai kandungan gula, garam, dan bahan pengawet

dengan kadar tinggi, sehingga akan mengakibatkan kerja ginjal

semakin berat dan dapat mengakibatkan resiko terjadinya

gagal ginjal (Demy, 2009).


5) Stroke

Keadaan dimana pembuluh darah di otak tersumbat

sehingga mengakibatkan rusaknya sistem syaraf di seluruh

tubuh (Demy, 2009).

g. Dampak Obesitas

Dampak dari Obesitas menurut Vivi (2004) dapat terjadi dalam

jangka panjang maupun jangka pendek, misalnya:

1) Gangguan psikososial, rasa rendah diri, depresif dan menarik

diri dari lingkungan. Hal ini karena anak obesitas sering

menjadi korban bahan olok-olokan teman main dan teman

sekolah. Dapat pula karena ketidakmampuan untuk

melaksanakan suatu tugas atau kegiatan terutama olahraga

akibat adanya hambatan pergerakan oleh obesitasnya.

2) Pertumbuhan fisik atau linier yang lebih cepat dan usia tulang

yang lebih lanjut dibanding usia biologinya.

3) Gangguan pernafasan seperti infeksi saluran nafas, tidur

ngorok, sering mengantuk siang hari.

4) Gangguan endokrin seperti menars lebih cepat terjadi.

5) Penampilan fisik dan wajah kebanyakan orang beranggapan

bahwa seseorang yang obesitas biasanya juga memiliki wajah

serta penampilan fisik yang tidak menarik.

h. Dasar Terapi Obesitas

Dasar dilakukannya terapi obesitas diantaranya adalah:


1) Terapi diet

Terapi diet ini direncanakan sendiri oleh individu itu

sendiri. Terapi diet ini bertujuan untuk membuat defisit kalori

di dalam tubuh sebanyak 500-1000 kkal/hari (Sudoyo et al,

2006).

2) Aktivitas fisik

Pada orang yang menderita obesitas terapi ini juga secara

berlahan dan semakin lama semakin meningkat. Terapi ini

seperti bejalan setiap seminggu 3 kali sehari selama 30 menit

dan semakin lama semakin ditingkatkan waktunya. Waktu

semula 30 menit ditingkatkan menjadi 40 menit. Ini dapat

menurunkan energi tambahan sebanyak 100-200 kalori per hari

(Sudoyo et al, 2006).

3) Farmakoterapi

Sibutramine dan Orlistat merupakan obat-obatan penurun

berat badan untuk penggunaan jangka panjang untuk pasien

dengan indikasi obesitas. Sibutramine ditambah diet rendah

kalori dan aktivitas fisik terbukti efektif menurunkan berat

badan dan mempertahankannya. Orlistat menghambat absorpsi

lemak sebanyak 30 persen (Sudoyo et al, 2006).

i. Pencegahan Obesitas
Pencegahan obesitas ada 3 tahapan diantaranya yaitu

pencegahan primer, skunder dan tersier:

1) Pencegahan primer

Pencegahan primer bertujuan untuk mencegah terjadinya

obesitas. Pencegahan primer dilakukan dengan dua pendekatan

yaitu pendekatan populasi dengan mempromosikan cara hidup

sehat pada semua anak, orang dewasa, dan orang tuanya serta

pendekatan yang dilakukan pada orang yang beresiko

mengalami obesitas. Usaha pencegahan dilakukan mulai dari

lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan di pusat

kesehatan masyarakat (Evan, 2011).

2) Pencegahan sekunder

Pencegahan skunder bertujuan untuk menurunkan

prevalensi obesitas. Pencegahan skunder biasanya dikenal

sebagai tata laksana obesitas serta dampaknya. Prinsip dari tata

laksana obesitas pada anak berbeda dengan dewasa, karena

harus mempertimbangkan faktor tumbuh kembang. Caranya

dengan pengaturan diet, bukan mengurangi asupan makanan

tetapi mengatur asupan makanan yang sehat (Evan, 2011).

3) Pencegahan tersier

Pencegahan tersier bertujuan untuk mengurangi dampak

obesitas. Pencegahan tersier sama dengan pencegahan skunder.

Caranya dengan pengaturan diet, bukan mengurangi jumlah


asupan makanan tetapi dengan mengatur komposisi makanan

menjadi menu sehat antara lain peningkatan aktivitas fisik,

misalnya dengan membatasi aktivitas pasif, seperti menonton

televisi atau bermain komputer dan play stations, mengubah

pola hidup (modifikasi perilaku) menjadi pola hidup sehat,

baik dalam mengkonsumsi makanan maupun dalam

beraktivitas (Evan, 2011).

2. Hipertensi

a. Pengertian Hipertensi

Pengertian hipertensi disini adalah kenaikan tekanan darah

yang dialami oleh seseorang. Kisaran tekanan darah sistoliknya

140 mmHg dan diastoliknya 90 mmHg (Daugirdas, Blake, & Ing,

2007).

b. Etiologi

Penyebab hipertensi disini ada dua penyebab diantaranya adalah:

1) Hipertensi primer

Hipertensi primer adalah hipertensi yang belum diketahui

apa penyebabnya. Ada beberapa faktor resiko dari penyebab

hipertensi primer ini adalah usia, jenis kelamin, obesitas,

riwayat keluarga dan seseorang yang perokok (Setiawan &

Bustami, 2005).

2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi persisten akibat

kelainan dasar kedua selain hipertensi primer. Hipertensi ini

diketahui penyebabnya adalah penyakit ginjal yang dialami

oleh seseorang dan hipertensi vaskuler renal (Setiawan &

Bustami, 2005). Banyak sekali penyebab terjadinya hipertensi

belum diketahui secara pasti namun para ahli menyebutkan ada

2 faktor penyebab terjadinya hipertensi yaitu:

a) Faktor yang tidak dapat dikontrol

i. Faktor genetik

Adanya faktor genetik atau keturunan yang dapat

menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita

hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan

kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara

potasium terhadap sodium. Anak yang mempunyai

keluarga yang menderita hipertensi, maka dia akan

memimiki resiko terkena hipertensi juga. Faktor genetik

ini setelah dilakukan penelitian banyak didapatkan

hipertensi esensial dari keluarga sebelumnya (Suryati,

2005).

ii. Umur

Semakin bertambahnya umur seseorang maka akan

meningkatkan tekanan darah pada sesorang. Orang yang

umurnya 50-60 tahun memiliki tekanan darah 140/90


mmHg yang dipengaruhi oleh degenerasi pada orang

yang bertambah umurnya (Oktora, 2007).

iii. Jenis kelamin

Prevalensi kejadian hipertensi pada laki-laki dan

perempuan itu sama. Seorang perempuan tidak akan

mengalami hipertensi apabila perempuan belum

memasuki masa menopause (Cortas et al, 2008).

iv. Etnis

Orang yang memiliki kulit hitam banyak yang

mengalami hipertensi dibandingkan dengan orang yang

berkulit putih. Banyak orang yang berkulit hitam

memiliki kadar renin yang lebih rendah dan sensitivitas

terhadap vasopresin lebih besar (Armilawaty, Amalia, &

Amirudin, 2007).

b) Faktor yang dapat dikontrol

i. Obesitas

Orang yang mempunyai berat badan yang lebih itu

dapat menyebabkan tekanan darah menjadi meningkat.

Menurut National Institutes for Health USA (NIH, 1998),

prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan

Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38%

untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan

prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi


yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut

standar internasional) (Cortas et al, 2008).

ii. Pola asupan garam dan diet

Mengkonsumsi natrium atau sodium yang banyak

dapat menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan

ekstraseluler meningkat. Cara menormalkannya cairan

intraseluler ditarik keluar, sehingga volume cairan

ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan

ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya

volume darah, sehingga berdampak kepada terjadinya

hipertensi (Widayanto, 2008).

iii. Merokok

Perokok berat sangat beresiko terkena hipertensi.

Seseorang perokok yang aktif dapat menimbulkan

peningkatan insiden hipertensi maligna dan juga resiko

terjadinya stenosis arteri renal yang dapat mengalami

arteriosklerosis (Armilawaty, Amalia, & Amirudin,

2007).

iv. Tipe keperibadian

Menurut keperibadian seseorang yang selalu stres

dalam mendapatkan masalah, dapat menyebabkan

pembuluh darah perifer dan jantung mengalami

meningkat dan akan menstimulasi aktivitas saraf


simpatis. Stres dapat timbul akibat banyaknya pekerjaan,

faktor sosial dan ekonomi (Armilawaty, Amalia, &

Amirudin, 2007).

c. Klasifikasi Hipertensi

WHO (World Health Organization) tahun 2004 dan ISHWG

(International Society of Hypertension Working Group) tahun 2004

mengelompokkan hipertensi sebagai berikut:

Tabel 2.3. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO, 2004.

Klasifikasi Sistolik Diastolik

Optimal < 120 < 80

Normal < 130 < 85

Normal – tinggi 130 – 139 85 – 89

Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140 – 159 90 – 99

Sub grup: perbatasan 140 – 149 90 – 94

Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160 – 179 100 – 109

Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110

Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90

Sub-gruo: perbatasan 140 - 149 < 90

Sumber: World Health Organization, 2004.

Klasifikasi tekanan darah yang diterbitkan kembali pada tahun

2007, oleh The Joint Commite yang ditambahkan dengan jenis pre

hipertensi.
Tabel 2.4. Klasifikasi hipertensi menurut The Joint National

Commite VII

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal <120 <80

Pre Hipertensi 120-139 85-89

Hipertensi stage I 140-159 90-99

Hipertensi stage II >160 >100

Hipertensi sistolik >140 >90


terisolasi

Sumber: The Joint National Commite VII, 2007

Tekanan darah dicatat dalam dua nilai ketika pengukuran

dilakukan. Nilai tertinggi merefleksikan tekanan tertinggi dalam

arteri, yang dicapai ketika jantung berkontraksi (sistole). Nilai yang

lebih rendah merefleksikan tekanan terendah dalam arteri, yang

dicapai sebelum jantung mulai berkontraksi (diastole). Tekanan

darah dicatat sebagai tekanan sistolik per tekanan diastolik,

misalnya 120/80 mmHg (Kasim, 2007).

Tekanan darah tinggi ditegakkan pada tekanan sistolik 140

mmHg atau lebih saat istirahat, tekanan diastolik 90 mmHg atau

lebih saat istirahat, atau keduanya. Semakin tinggi tekanan darah,

semakin besar resiko hipertensi, bahkan jika tekanan masih dalam

batas normal, karena itu nilai batas ini masih bersifat arbiter. Nilai

batas ini ditentukan karena orang dengan tekanan nilai diatas

normal, beresiko tinggi mengalami komplikasi (Kasim, 2007).


Tekanan sistolik dan diastolik biasanya tinggi pada penderita

hipertensi. Pada orang yang sudah lanjut usia umumnya memiliki

tekanan sistolik tinggi (140 mmHg atau lebih) dengan tekanan

diastolik normal atau rendah (kurang dari 90 mmHg). Gangguan

ini disebut hipertensi sistolik terisolasi (isolated systolic

hypertension). Tekanan darah lebih dari 180/90 mmHg dan tidak

menimbulkan gejala, disebut urgensi hipertensi (Kasim, 2007).

d. Manifestasi Klinis

Ada beberapa manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh

hipertensi yaitu (Susanto, 2009):

1) Gejala sakit kepala dan pusing

2) Sering gelisah

3) Mudah marah

4) Wajah merah

5) Rasa sesak

6) Sukar tidur

7) Sesak napas

Menurut Crea (2008), banyak penderita hipertensi yang tidak

menimbulkan gejala. Secara tiba-tiba kadang gejala seperti sakit

kepala bagian belakang, sulit tidur, gelisah atau cemas, kepala

pusing, dada berdebar-debar, lemas, sesak nafas dan berkeringat

tidak disadari bahwa itu gejala yang ditimbulkan oleh penyakit

hipertensi.
e. Dampak Hipertensi

Dampak yang ditimbulkan oleh penyakit hipertensi adalah:

1) Stroke

Stroke adalah perdarahan akibat pecahnya pembuluh darah

sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah

merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.

Hampir 70 persen kasus stroke hemoragik terjadi pada

penderita hipertensi (Marulam & Panggabean, 2009).

2) Penyakit jantung

Penyakit jantung merupakan salah satu faktor resiko

pencetus langsung berkembangnya penyakit kardiovaskuler,

akibatnya bisa menyebabkan atherosklerosis. Dislipidemia,

hipertensi dan hiperglikemia merupakan faktor resiko

metabolik yang paling umum dari hipertensi. Gabungan dari

faktor-faktor ini memicu kondisi protrombosis dan

proinflamasi pada manusia dan meningkatkan resiko terjadinya

penyakit jantung (Marulam & Panggabean, 2009).

3) Penyakit ginjal

Penyakit ginjal adalah kerusakan ginjal yang disebabkan

suplai darah keginjal berkurang yang salah satu penyebabnya

adalah penyakit hipertensi. Sebagian besar pasien dengan gagal

ginjal kronis penyebabnya hipertensi (Marulam & Panggabean,

2009).
f. Pencegahan Hipertensi

Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya hipertensi

menurut Wijaya (2004) diantaranya adalah:

1) Hindari untuk merokok di karenakan kandungan zat-zat

berbahaya yang ada di dalam rokok seperti nikotin dalam

rokok dapat menyebabkan jantung berdenyut dengan cepat dan

menyempitkan pembuluh darah kecil yang dapat menyebabkan

jantung kita memompa lebih kuat untuk memenuhi kebutuhan

tubuh.

2) Kurangi mengkonsumsi garam karena apabila kelebihan garam

dalam darah kita dapat menyebabkan lebih banyak air yang

disimpan dan inilah yang dapat menyebabkan tekanan darah

menjadi tinggi.

3) Kurangi makanan yang banyak mengandung lemak, karena

lemak itu di dalam tubuh akan mengumpul di sekeliling

pembuluh darah yang dapat menyebabkan pembuluh darah

menjadi kaku dan tebal.

4) Pertahankanlah berat badan anda agar tetap ideal. Berat badan

yang ideal itu sangat baik bagi kesehatan.

5) Olahraga secara teratur untuk menghindari terjadinya obesitas

dan berbagai macam penyakit lainnya.

6) Hindari mengkonsumsi alkohol dikarenakan sangat berbahaya

untuk kesehatan tubuh.


7) Mengkonsumsi makanan yang sehat, tinggi vitamin dan

mineral alami serta makanan yang rendah lemak.

g. Pengobatan Hipertensi

Hipertensi esensial tidak dapat diobati, akan tetapi dapat

diberikan pengobatan bagi penderita hipertensi untuk mencegah

terjadinya komplikasi. Langkah awal yang dilakukan adalah

(Yogianto, 2006):

1) Orang yang mengalami hipertensi dan kelebihan berat badan

dianjurkan untuk menurunkan berat badannya sampai berat

badannya mencapai berat badan yang normal.

2) Tidak minum-minuman yang mengandung alkohol.

3) Olahraga aerobik selama 30 menit setiap harinya.

4) Merubah pola makan dengan mengurangi pemakaian garam

<2,3 gram natrium.

5) Berhenti merokok.

6) Mengurangi makanan yang berlemak dan kolesterol.


B. Kerangka Konsep

Faktor Penyebab Obesitas

- Genetik
- Pengaruh emosional
- Lingkungan
- Faktor sosial
- Faktor konpensasi
- Gaya hidup
- Pola makan berlebihan
- Kurang olahraga

Obesitas

Faktor yang tidak terkontrol: Faktor yang tidak terkontrol:

1. Faktor genetik 1. Obesitas


2. Umur Hipertensi 2. Asupan garam
3. Jenis kelamin 3. Merokok
4. Etnis 4. Tipe kepribadian

Keterangan:

: yang diteliti

: yang tidak diteliti

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian


C. Hipotesis

Ada hubungan obesitas dengan kejadian hipertensi pada mahasiswa

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian termasuk penelitian korelasional. Penelitian

korelasional mengkaji hubungan antara variabel. Peneliti dapat mencari,

menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan, menguji berdasarkan teori

yang ada. Penelitian korelasional bertujuan untuk menghubungkan

variabel bebas dan variabel terikat (Nursalam, 2013)

Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional

yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau observasi

data variabel dependen dan independen hanya satu kali pada suatu saat

(Nursalam, 2013). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan

obesitas dengan kejadian hipertensi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi penelitian

Populasi penelitian ini adalah semua mahasiswa Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta yang mengalami obesitas berjumlah 38 mahasiswa.

2. Sampel penelitian

Pada penelitian keperawatan, kriteria sampel meliputi kriteria

inklusi dan kriteria ekslusi, dimana kriteria tersebut menentukan dapat

dan tidaknya sampel yang digunakan (Nursalam, 2013).

36
Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini

adalah total sampling yaitu pengambilan total seluruh sampel. Sampel

yang digunakan sebanyak 38 yang mengalami obesitas.

Kriteria Inklusi

Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

1) Mahasiswa yang mengalami obesitas.

2) Mahasiswa yang kooperatif.

3) Mahasiswa yang berumur 19-22 tahun.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Penelian ini dilakukan di kampus Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta.

2. Waktu penelitian

Waktu penelitian dilakukan 5 April-24 Mei pada tahun 2014.

D. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel penelitian

Variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri,

sifat dan ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian

tentang suatu konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2012).

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel terikat (dependent)

dan variabel bebas (independent). Variabel adalah perilaku atau

karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu (Nursalam,

2012).
a. Variabel bebas (Independent variable) adalah variabel bebas yang

menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel terikat

(dependent variable) (Sugiyono, 2009). Variabel bebas dalam

penelitian ini yaitu mahasiswa yang mengalami obesitas.

b. Variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang

dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas, dan

variabel ini sering disebut variabel respon, output (Sugiyono,

2009). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penyakit

hipertensi.

2. Definisi operasional

Tabel 2.5. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala


operasional ukur

1 Obesitas Mahasiswa yang Mengukur berat Timbangan 1 = Obes I Ordinal


mengalami badan dan tinggi berat badan (IMT 30-34)
obesitas. badan setelah itu dan stature
hasil dihitung meter. 2 = Obes II
menggunakan (IMT 35-39)
rumus IMT.
3 = Obes III
(IMT >40)

2 Hipertensi Tekanan darah Pasang manset Sphygmoma 1= hipertensi Ordinal


yang tinggi yaitu di lengan, dan nometer dan
140/90 mmHg atau pasang stetoskop. 2= tidak
bisa lebih. stetoskop di hipertensi
tengah possa
cubiti. Posisi
pengukuran
tekanan darah
dengan cara
duduk.

E. Instrumen Penelitian
Pengertian instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan

digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar

kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya (Arikunto,

2010). Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengetahui mahasiswa

mengalami obesitas dan terkena hipertensi menggunakan alat yaitu:

1. Kuesioner data demografi

2. Timbangan berat badan

3. Stature meter

4. Sphygmomanometer dan stetoskop

F. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen

1. Validitas

Uji validitas adalah suatu langkah pengujian yang dilakukan

terhadap isi (content) dari suatu instrumen, dengan tujuan untuk

mengukur ketepatan instrumen yang digunakan dalam suatu penelitian

(Sugiyono, 2006)

a. Alat yang digunakan untuk mengukur tinggi badan yaitu stature

meter. Alat ini memiliki akurasi yang sangat tepat untuk

mengukur tinggi badan.

b. Alat yang digunakan untuk mengukur berat badan yaitu

timbangan badan. Timbangan badan ini memiliki akurasi yang

sangat tepat sehingga dapat terhindar dari  pengukuran berat

badan yang salah setelah dikalibrasi, untuk mendapatkan hasil

yang maksimal.
c. Alat yang digunakan untuk mengukur tekanan darah yaitu

sphygmomanometer. Sphygmomanometer dikalibrasi terlebih

dahulu, agar pada saat pengukuran tekanan darah dapat digunakan

dan mendapatkan hasil yang maksimal dan memiliki akurasi yang

sangat tepat untuk mengetahui tekanan darah.

2. Reabilitas

Uji reabilitas adalah proses pengukuran terhadap ketepatan

(konsisten) dari suatu instrumen. Pengujian ini dimaksudkan untuk

menjamin instrumen yang digunakan merupakan sebuah instrumen

yang handal, konsistensi, stabil dan dependibalitas, sehingga bila

digunakan berkali-kali dapat menghasilkan data yang sama (Husaini,

2003). Uji reabilitas pada penelitian ini sudah menggunakan alat-alat

seperti alat stature meter, timbangan badan dan Sphygmomanometer

yang sudah valid untuk mendapatkan hasil penelitian dan apabila

digunakan berkali-kali akan tetap mendapatkan hasil yang sama.

G. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Melakukan observasi secara langsung disetiap kelas pada setiap

angkatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK).

2. Pilih mahasiswa FKIK yang terlihat sesuai dengan kriteria obesitas.

Apakah bersedia menjadi responden penelitian atau tidak. Apabila

telah bersedia menjadi sampel penelitian diberikan informed consent

terlebih dahulu.
3. Proses selanjutnya adalah menimbang berat badan. Penimbangan berat

badan dengan cara melepaskan sepatu dan tas yang mereka pakai dan

tidak boleh berpegangan pada apapun dengan posisi tubuh yang tegak,

sehingga mendapatkan hasil yang maksimal.

4. Ukur tinggi badan dengan menggunakan stature meter. Pengukuran

dilakukan pada posisi tegak pada responden, diukur mulai dari ujung

kaki hingga ujung rambut sampai mendapatkan hasil yang maksimal.

5. Hitung indeks massa tubuh seseorang dengan rumus IMT,

mendapatkan hasil bahwa orang tersebut obesitas I, II atau III.

6. Peneliti langsung melakukan pengukuran tekanan darah. Posisi subjek

penelitian dengan cara duduk, lengan tangan sedikit fleksi. Pasang

manset di lengan yang sama tingginya dengan jantung yang melingkari

semua lengan, dan pasang stetoskop di tengah di possa cubiti untuk

mendapatkan hasil yang baik.

H. Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan data

a. Editing

Editing dilakukan dengan memeriksa kelengkapan data yang

sudah diperoleh. Editing dilakukan langsung setelah mendapat data

dari responden sehingga bila terdapat kesalahan dan kekurangan

data dapat segera ditanyakan kembali.

b. Coding
Setelah semua data terkumpul dilakukan peng”kodean” atau

“coding”, yakni pengubahan data berbentuk kalimat atau huruf

menjadi data angka atau bilangan (Notoatmodjo, 2012). Dalam

penelitian ini data yang terkumpul diberi kode sebagai berikut:

1) Obesitas pada mahasiswa diberi kode:

a) 1 jika mahasiswa obesitas I (IMT 30-34)

b) 2 jika mahasiswa obesitas II (IMT 35-39)

c) 3 jika mahasiswa obesitas III (IMT >40)

2) Kejadian hipertensi diberikan kode:

a) 1 jika mahasiswa mengalami hipertensi (140/90 mmHg

atau bisa lebih)

b) 2 jika mahasiswa tidak mengalami hipertensi (<140/90

mmHg)

c. Entri

Memasukkan data yang diperoleh dengan menggunakan SPSS

for Window Release 15.0.

d. Tabulating

Pengelompokkan data ke dalam tabel yang dibuat sesuai

dengan maksud dan tujuan penelitian agar mudah dibaca oleh

orang lain. Data juga disajikan dalam bentuk narasi.

2. Analisa Data
a. Analisa univariat

Analisa yang dilakukan terhadap variabel dari hasil penelitian.

Analisa univariat digunakan untuk mengetahui gambaran dari

karakteristik responden meliputi mean, median, modus, data,

demografi, distribusi dari tiap variabel (Notoatmojo, 2012).

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui kejadian hipertensi

pada mahasiswa.

b. Analisa bivariat

Analisa bivariat adalah analisa untuk melihat hubungan dua

variabel (Notoatmojo, 2012). Analisa bivariat digunakan pada

penelitian ini dikarenakan hanya melihat dua variabel yaitu

hubungan antara obesitas dengan kejadian penyakit hipertensi.

Analisis bivariat yang dilakukan untuk menguji hipotesis dan

menjawab rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini

dengan menggunakan skala ordinal dan ordinal. Pada penelitian ini

untuk mengetahui korelasi obesitas dengan kejadian hipertensi

pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pada penelitian ini

menggunakan uji Spearman (Dahlan, 2009).

1) Batas-batas koefisien korelasi Spearman


Menurut Nugroho (2005) nilai koefisien korelasi

berkisaran antara -1 sampai +1, yang kriteria pemanfaatannya

dijelaskan sebagai berikut:

a) Jika nilai r > 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier

positif. Artinya makin besar nilai variabel X makin besar

pula nilai variabel Y atau makin kecil nilai variabel X

makin kecil kecil pula nilai variabel Y.

b) Jika nilai r < 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier

negatif. Artinya makin besar nilai variabel X makin kecil

nilai variabel Y atau makin kecil nilai variabel X maka

makin besar pula nilai variabel Y.

c) Jika nilai r = 0, artinya tidak ada hubungan sama sekali

antara variabel X dan Y.

d) Jika nilai r = 1 atau r = -1, maka dapat dikatakan telah

terjadi hubungan linier sempurna, beruba garis lurus,

sedangkan untuk r yang makin mengarah ke angka nol (0)

maka garis makin tidak lurus.

2) Batas-batas nilai koefisien diinterpretasikan sebagai berikut

(Nugroho, 2005):

a) 0,00 sampai dengan 0,20 berarti korelasinya sangat lemah.

b) 0,21 sampai dengan 0,40 berarti korelasinya lemah.

c) 0,41 sampai dengan 0,70 berarti korelasinya kuat.

d) 0,71 sampai dengan 0,90 berarti korelasinya sangat kuat.


e) 0,91 sampai dengan 0,99 berarti korelasinya sangat kuat

sekali.

f) 1.00 berarti korelasinya sempurna.

I. Etika Penelitian

Penelitian ini telah mendapatkan surat keterangan kelayakan etika

penelitian dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta. Masalah penting dalam etika penelitian

keperawatan merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian,

mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia,

maka segi etika penelitian harus diperhatikan karena manusia mempunyai

hak asasi dalam kegiatan penelitian. Masalah etika yang harus

diperhatikan antara lain:

1. Informed Consent (lembar persetujuan menjadi responden).

Memberikan informasi tentang proses penelitian sebagai calon

responden, sehingga mampu memahami dan diharapkan dapat

berpartisipasi secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan.

2. Canfidentiality (kerahasiaan).

Peneliti menjamin kerahasiaan informasi yang diberikan oleh

responden. Peneliti diberikan jaminan kerahasiaan dengan nama

samaran pada saat sebelum dilakukan pengukuran berat badan, tinggi

badan dan mengukur tekanan darah.

Penelitian yang berjudul “Hubungan Obesitas dengan Kejadian

Hipertensi pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta” memiliki surat ijin yang sah

dari Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Segala bentuk informasi

didapatkan dari responden dijaga kerahasiaannya dan hanya

dipergunakan untuk penelitian semata.


46

Anda mungkin juga menyukai