Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

RETENSIO PLASENTA

A. Definisi
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah
kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta (habitual retensio
plasenta). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi
sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta dan terjadi
degerasi ganas korio karsioma. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus)
tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat
menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera,
uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang. (Prawiraharjo, 2005).
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam.
Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang
telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. Bila retensio
plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan ada kemungkinan terjadi plasenta
adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta. (Manuaba, 2006).
Retensio plasenta adalah plasenta yang tidak terpisah dan menimbulkan hemorrhage yang
tidak tampak, dan juga disadari pada lamanya waktu yang berlalu antara kelahiran bayi dan
keluarnya plasenta yang diharapkan.beberapa ahli klinik menangiani setelah 5 menit,
kebanyakan bidan akan menunggu satu setengah jam bagi plasenta untuk keluar sebelum
menyebutnya untuk tertahan (Varney’s, 2007).
Retensio Placenta adalah tertahannya atau keadaan dimana placenta belum lahir dalam
waktu satu jam setelah bayi lahir.  Pada proses persalinan, kelahiran placenta kadang
mengalami hambatan yang dapat berpengaruh bagi ibu bersalin. Dimana terjadi
keterlambatan bisa timbul perdarahan yang merupakan salah satu penyebab kematian ibu
pada masa post partum. Apabila sebagian placenta lepas sebagian lagi belum, terjadi
perdarahan karena uterus tidak bisa berkontraksi dan beretraksi dengan baik pada batas antara
dua bagian itu. Selanjutnya apabila sebagian besar placenta sudah lahir, tetapi sebagian kecil
masih melekat pada dinding uterus, dapat timbul perdarahan masa nifas.
B. Etiologi
Penyebab terjadinya Retensio Placenta adalah :
a.  Placenta belum lepas dari dinding uterus
Placenta yang belum lepas dari dinding uterus. Hal ini dapat terjadi karena (a) kontraksii
uterus kurang kuat untuk melepaskan placenta, dan (b) placenta yang tumbuh melekat erat
lebih dalam. Pada keadaan ini tidak terjadi perdarahan dan merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya. 
b.  Placenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan.
Keadaan ini dapat terjadi karena atonia uteri dan dapat menyebabkan perdarahan yang
banyak dan adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim. Hal ini dapat
disebabkan karena (a) penanganan kala III yang keliru/salah dan (b) terjadinya kontraksi
pada bagian bawah uterus yang menghalangi placenta (placenta inkaserata).
Menurut Wiknjosastro (2007) sebab retensio plasenta dibagi menjadi 2 golongan ialah sebab
fungsional dan sebab patologi anatomik.
1. Sebab fungsional 
a)      His yang kurang kuat (sebab utama)
b)      Tempat melekatnya yang kurang menguntungkan (contoh : di sudut tuba)
c)      Ukuran plasenta terlalu kecil
d)     Lingkaran kontriksi pada bagian bawah perut 
2.  Sebab patologi anatomik (perlekatan plasenta yang abnormal)
Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam.
Menurut tingkat perlekatannya :
a)      Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
b)      Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
endometrium sampai ke miometrium.
c)      Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.
d)     Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding
rahim.
C. Maninfestasi Klinik
a.    Waktu hamil
1)       Kebanyakan pasien memiliki kehamilan yang normal
2)       Insiden perdarahan antepartum meningkat, tetapi keadaan ini biasanya menyertai
plasenta previa
3)       Terjadi persalinan prematur, tetapi kalau hanya ditimbulkan oleh perdarahan
4)       Kadang terjadi ruptur uterib.     
b.    Persalinan kala I dan II
Hampir pada semua kasus proses ini berjalan normal
c.    Persalinan kala III
1)      Retresio plasenta menjadi ciri utama
2)      Perdarahan post partum, jumlahnya perdarahan tergantung pada derajat perlekatan
plasenta, seringkali perdarahan ditimbulkan oleh Dokter kebidanan ketika ia mencoba untuk
mengeluarkan plasenta secara manual
3)      Komplikasi yang seriun tetapi sering dijumpai yaitu invertio uteri, keadaan ini dapat
tejadi spontan, tapi biasanya diakibatkan oleh usaha-usaha untuk mengeluarkan plasenta
4)      Ruptura uteri, biasanya terjadi saat berusaha mengeluarkan plasenta

Gejala Akreta parsial Inkarserata Akreta


Konsistensi Kenyal Keras Cukup
uterus
Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah pusat Sepusat
Bentuk uterus Discoid Agak globuler Discoid
Perdarahan Sedang – banyak Sedang Sedikit / tidak ada
Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur
Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka
Pelepasan Lepas sebagian Sudah lepas Melekat seluruhnya
plasenta
Syok Sering Jarang Jarang sekali, kecuali akibat
inversion oleh tarikan kuat
pada tali pusat

D. Klasifikasi Stage
1.      Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2.      Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki
sebagian lapisan miometrium.
3.      Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai/memasuki miometrium.
4.      Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan
otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5.      Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan
oleh konstruksi ostium uteri.

E. Patofisiologi
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-
otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi,
sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal.
Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif,
dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini
disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta. Ketika jaringan penyokong
plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas
dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan
desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di
tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat- serat oto
miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh
darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah di dalam uterus masih terbuka.
Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-
sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup,
kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti.
Pada kondisi retensio plasenta, lepasnya plasenta tidak terjadi secara bersamaan dengan janin,
karena melekat pada tempat implantasinya. Menyebabkan terganggunya retraksi dan
kontraksi otot uterus sehingga sebagian pembuluh darah tetap terbuka serta menimbulkan
perdarahan.
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:
1.      Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan.
2.      Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan
perfusi organ.
3.      Sepsis
4.      Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak
selanjutnya
G. Pemeriksaan Diagnostik
1.  Hitung darah lengkap
Untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya
trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi,
leukosit biasanya meningkat.
2.  Menentukan adanya gangguan koagulasi :
Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung Protrombin Time (PT) dan
Activated Partial Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan
perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain
H. Penatalaksanaan
a. Retensio plasenta dengan sparasi parsial
1.      Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan
diambil. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi tidak terjadi,
coba traksi terkontrol tali pusat.
2.      Beri drips oksitosin dalam infuse NS/RL. Bila perlu kombinasikan dengan misoprostol
per rectal. (sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul
dapat menyebabkan plasenta terperangkap dalam kavum uteri)
3.      Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara
hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan. Lakukan trasnfusi
darah apabila di perlukan.
4.      Beri antibiotika profilaksis (ampisilin IV/ oral + metronidazol supositoria/ oral)
5.      Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi syok neurogenik.
b.         Plasenta inkaserata
1.      Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan.
2.      Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan kontriksi serviks
dan melahirkan plasenta.
3.      Pilih fluethane atau eter untuk kontriksi serviks yang kuat, siapkan  drips oksitosin
dalam cairan NS/RL untuk mengatasi gangguan kontraksi yang diakibatkan bahan anestesi
tersebut.
4.      Bila prosedur anestesi tidak tersedia dan serviks dapat dilakukan cunam ovum,
lakukan maneuver skrup untuk melahirkan plsenta.
Pengamatan dan perawatan lanjutan meliputi pemantauan tanda vital, kontraksi uterus,
tinggi fundus uteri dan perdarahan pasca tindakan. Tambahan pemantauan yang di perlukan
adalah pemantauan efek samping atau komplikasi dari bahan –bahan sedative, analgetika
atau anastesi umum misalnya mual, muntah, hipo/ atonia uteri, pusing/ vertigo, halusinasi,
mengantuk
c.           Plasenta akreta
1.      Tanda penting untuk diagnosis pada pemerisaan luar adalah ikutnya fundus atau
korpus bila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit di tentukan tepi plasenta karena
imolantasi yang dalam.
2.      Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah menentukan
diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit rujukan karena kasus ini memerlukan
operatif bagan.
d.             Sisa plasenta
1.      Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan
kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca
persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kemabali lagi ke tempat bersalin dengan
keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang ke rumah dan subinvolusi uterus
2.      Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika
yang di pilih adalah ampisilin IV dilanjutkan oral dikombinasikan dengan metronidazol
supositoria.
3.      Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau
jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta
dengan dilatasi dan kuretase.
4.      Bila kadar Hb<8g/dL berikan transfuse darah. Bila kadar Hb> 8g/ dL, berikan ferosus.
Pada kelainan yang luas, perdarahan menjadi berlebihan sewaktu dilakukan upaya untuk
melahirkan plasenta. Pada sebagian kasus plasenta menginfasi ligamentum latum dan
seluruh serviks (Lin dkk., 1998). Pengobatan yang berhasil bergantung pada pemberian
darah pengganti sesegera mungkin dan hampir selalu dilakukan tindakan histerektomi
(operasi pengangkatan rahim).
Pada plasenta akreta totalis, perdarahan mungkin sangat sedikit atau tidak ada. Paling tidak
sampai di lakukan upaya pengeluaran plasenta secara manual. Kadang-kadang tarikan tali
pusat dapat menyebabkan inversion uteri. Inversion uteri adalah uterus terputar balik
sehingga fundus uteri terapat dalam vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Inversion
uteri paling sering menimbulkan perdarahan akut yang mengancam nyawa.
KONSEP KEPERAWATAN
2.1  Pengkajian
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan retensio
placenta adalah sebagai berikut :
a.       Identitas klien
Data biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat
penyakit keluarga, riwayat obstetrik (GPA, riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas), dan
pola kegiatan sehari-hari sebagai berikut :
1.    Sirkulasi :
  Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkin tidak tejadi sampai kehilangan darah bermakna)
  Pelambatan pengisian kapiler
  Pucat, kulit dingin/lembab
  Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal (placentaa tertahan)
  Dapat mengalami perdarahan vagina berlebihan
  Haemoragi berat atau gejala syock diluar proporsi jumlah kehilangan darah.
2.      Eliminasi :
  Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsi atas vagina
3.      Nyeri/Ketidaknyamanan :
  Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri tekan abdominal (fragmen placenta tertahan)
dan nyeri uterus lateral.
4.      Keamanan :
  Laserasi jalan lahir: darah memang terang sedikit menetap (mungkin tersembunyi) dengan
uterus keras, uterus berkontraksi baik; robekan terlihat pada labia mayora/labia minora, dari
muara vagina ke perineum; robekan luas dari episiotomie, ekstensi episiotomi kedalam kubah
vagina, atau robekan pada serviks.
5.      Seksualitas :
  Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak menonjol (fragmen placenta yang
tertahan)
  Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistensi uterus (gestasi multipel, polihidramnion,
makrosomia), abrupsio placenta, placenta previa.
b.      Pemeriksaan fisik meliputi; keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan obstetrik
(inspeksi,palpasi,perkusi,danauskultasi)
Pemeriksaan laboratorium. (Hb 10 gr%).
2.2  Diagnosa Keperawatan
1.      Kekurangan Volume Cairan
2.      Nyeri akut
3.      Ansietas
4.      Resiko Infeksi
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Kekurangan Volume Cairan NOC NIC
Definisi: 1.      Keseimbangan Cairan Mengurangi Perdarahan :
Keadaan individu yang
2.      Status Nutrisi : Asupan Postpartum
mengalami penurunan cairan Makanan dan Cairan 1.      Monitor pasien secara ketat
intravaskuler, interstisial, dan / akan perdarahan.
atau cairan intrasel. Diagnosis ini Tujuan dan Kriteria Hasil: 2.      Monitor jumlah dan karakter
merujuk ke dehidrasi yang Setelah dilakukan tindakan (nature) kehilangan darah
merupakan kehilangan cairan saja keperawatan selama 2x24 jam pasien.
tanpa perubahan dalam natrium. klien mampu : 3.      Catat kadar Hb/Ht sebelum
Batasan Karakteristik:          Mempertahankan dan setelah kehilanga darah
 Penurunan status mental keseimbangan cairan, dengan sebagai indikasi.
  Penurunan tekanan darah indikator : 4.      Kaji koagulasi, termasuk
  Penurunan volume nadi   Memiliki asupan cairan oral prothrombin time (PT), partial
  Penurunan tekanan nadi dan atau intravena yang thomboplastin time (PTT),
  Penurunan turgor kulit adekuat fibrinogen, degradasi
  Penurunan turgor lidah   TTV dalam rentang normal. fibrin/split products, dan jumlah
  Penurunan pengisian vena   Hb dan Hematokrit dalam platelet jika diperlukan
  Kulit kering batas normal. 5.      Kaji kecendrungan transport
  Membrane mukosa kering          Menunjukan status oksigen di tingkat jaringan
  Hematokrit meningkat nutrisi, dengan indikator : misalnya melalui (PaO2, SaO2,
  Suhu tubuh meningkat   Keseimbangan asupan dan dan tingkat Hb dan cardiac
Faktor-Faktor yang haluaran yang seimbang. output).
berhubungan:   Memiliki asupan cairan oral
6.      Berikan tambahan darah
  Kehilangan volume cairan aktif dan/atau intravena yang (misalnya berupa platelet, dan
  Kegagalan mekanisme pengaturan adekuat. plasma darah) yang sesuai.
Manajemen Cairan
1.      Monitor status hidrasi
(seperti: kelembapan mukosa
membrane, nadi).
2.      Monitor tanda-tanda vital
3.      Monitor adanya indikasi
retensi/overload cairan
(seperti :edem, asites, distensi
vena leher).
4.      Monitor status nutrisi
5.      Kaji ketersediaan produk
darah untuk trsanfusi
6.      Berikan cairan IV
HE
1.      Instruksikan pasien dan/atau
kaluaga terhadap tanda-tanda
perdarahan dan tindakan
pertama yang dibutuhkan
segera selama terjadi
perdarahan (misalnya mencari
perawat).
2.      Instruksikan  pasien dan
keluarga terhadap keparahan
kehilangan darah dan tindakan
yang tepat untuk dilakukan.
2. Nyeri Akut NOC NIC
Definisi: 1.        Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri
Pengalaman emosional dan
2.        Tingkat Kenyamanan 1.      Kaji secara komphrehensif
sensori yang tidak menyenangkan
3.        Tingkatan nyeri tentang nyeri, meliputi: lokasi,
yang muncul dari kerusakan karakteristik dan onset, durasi,
jaringan secara aktual dan Tujuan dan Kriteria Hasil: frekuensi, kualitas,
potensial atau menunjukkan Setelah dilakukan tindakan intensitas/beratnya nyeri, dan
adanya kerusakan (Assosiation for keperawatan selama 2x24 jam faktor-faktor presipitasi.
Study of Pain) : serangan klien mampu : 2.      Lakukan penilaian nyeri
mendadak atau perlahan          Mengontrol nyeri, dengan secara komprehensif dimulai
dari
intensitas ringan sampai berat indikator : dari lokasi, karakteristik, durasi,
yang diantisipasi atau diprediksi Mampu mengenali faktor frekwensi, kualitas, intensitas
durasi nyeri kurang dari 6 bulan. penyebab dan penyebab.
Batasan Karakteristik:  Mampu melaporkan gejala
3.      Gunakan komunikasi
  Melaporkan nyeri secara verbal pada tenaga kesehatan terapeutik agar pasien dapat
dan nonverbal  Mampu mengenali gejala- menyatakan pengalaman
  Menunjukkan kerusakan gejala nyeri nyerinya serta dukungan dalam
  Posisi untuk mengurangi nyeri          Mempertahankan tingkat merespon nyeri.
Faktor-Faktor yang kenyamanan, dengan indikator
4.      Tentukan dampak nyeri
berhubungan: : terhadap kehidupan sehari-hari
  Agen cedera (biologi, psikologi, Dapat melakukan aktivitas (tidur, nafsu makan, aktifitas,
kimia, fisika) seperti biasa tanpa harus kesadaran, mood, hubungan
merasakan nyeri. social, performance kerja dan
       Menunjukan tingkat nyeri, melakukan tanggung jawab
dengan indikator : sehari-hari
 Mampu melaporkan adanya
5.      Modifikasi tindakan
nyeri, frekuensi nyeri dan mengontrol nyeri berdasarkan
episode lamanya nyeri. respon pasien.
 Tanda-tanda vital kembali
6.      Tingkatkan tidur/istirahat
normal. yang cukup.
7.      Kolaborasikan dengan pasien,
orang terdekat dan tenaga
profesional lain untuk memilh
tenik non farmakologi
Pemberian Analgesik
1.      Menentukan lokasi,
karakteristik, mutu, dan
intensitas nyeri sebelum
mengobati klien.
2.      Cek riwayat alergi obat.
3.      Tentukan jenis analgesic yang
digunakan (narkotik, non
narkotik atau NSAID)
berdasarkan tipe dan tingkat
nyeri.
4.      Tentukan analgesic yang
cocok, rute pemberian dan
dosis optimal.
5.      Mengevaluasi efektivitas
analgesic pada interval tertentu,
terutama setelah dosis awal,
pengamatan juga diakukan
melihat adanya tanda dan gejala
buruk atau tidak
menguntungkan ( berhubungan
dengan pernapasan, depresi,
mual muntah, mulut kering dan
konstipasi).
6.      Kolaborasikan dengan dokter
jika terjadi perubahan obat,
dosis, rute pemberian, atau
interval, serta membuat
rekomendasi spesifik berdasar
pada prinsip equianalgesic.
HE
1.      Berikan informasi tentang
nyeri, seperti: penyebab, berapa
lama terjadi, dan tindakan
pencegahan.

      Anjurkan pasien untuk


memonitor sendiri nyeri.
3. Ansietas NOC NIC
Definisi: 1.      Tingkat ansietas Penurunan Ansietas
Perasaan tidak nyaman atau
2.      Pengendalian-Diri terhadap
1.        Kaji dan dokumentasikan
kekhawatiran yang samar disertai ansietas tingkat kecemasan pasien
respons autonom (sumber sering 2.        Kaji untuk factor budaya
kali tidak spesifik atau tidak Tujuan dan Kriteria Hasil: (misalnya, konflik nilai) yang
dikethui oleh individu); perasaan Setelah dilakukan tindakan menjadi penyebab ansietas
takut yang disebabkan oleh keperawatan selama 2x24 jam
3.        Menentukan kemampuan
antisipasi terhadap bahaya. klien mampu untuk: pengambilan keputusan pasien
Perasaan ini merupakan isyarat1.    Ansietas berkurang,
4.        Gunakan pendekatan yang
kewaspadaan yang dibuktikan oleh bukti tingkat tenag dan meyakinkan
memperingatkan bahaya yang ansietas hanya ringan sampai
5.        Nyatakan dengan jelas
akan terjadi dan memampukan sedang, dan selalu tentang harapan terhadap
individu melakukan tindakan ntuk menunjukan pengendalian-diri perilaku pasien
menghadapi ancaman. terhadap ansietas, kosentrasi
6.        Dampingi pasien (misalnya
Batasan Karakteristik: dan koping Selama prosedur) ntuk
  Mengekspresikan kekhawatiran2.    Menunjukan pengendalian- meningkatkan keamanan dan
akibat perubahan dalam peristiwa diri terhadap ansietas, yang mangurangi rasa takut
hidup dibuktikan oleh indikator
7.        Berikan pijatan
  Gerakan tidak relevan (misalnya, sebagai berikut (sebutakan 1- punggung/pijatan leher, jika
mengeret kaki, gerakan lengan) 5: tidak pernah, jarang, perlu
  Gelisah kadang-kadang, sering atau
8.        Jaga peralatan perawatan
  Memandang sekilas selalu) : jauh dari pandangan
  Insomnia            Merencanakan strategi
9.        Bantu pasien untuk
  Resah koping untuk situasi penuh mengidentifikasikan situasi
  Ketakutan tekanan yang mencetuskan ansietas
  Perasaan tidak adekuat            Mempertahankan HE
  Fokus pada diri sendiri performa peran 1.        Sediakan informasi factual
  Gugup            Memantau distorsi menyangkut diagnosis, terapi,
  Nyeri dan peningktan persepsi sensori dan prognosis
ketidakberdayaan yang persisten           Memantau manifestasi
2.        Instruksikan pasien tentang
  Marah perilaku ansietas penggunaan tehnik relaksasi
  Menyesal            Menggunakan tehnik
3.        Jelaskan semua prosedur,
  Wajah tegang relaksasi untuk meredakan termasuk sensasi yg biasanya
  Peningkatan keringat ansietas dialami selama prosedur.
  Terguncang
  Tremor di tangan
  Suara bergetar
  Kesadaran terhadap gejala-gejala
fisiologis
Faktor yang Berhubungan:
  Ancaman atau perubahan pada
status peran, fungsi peran,
lingkungan, status kesehatan,
status ekonomi, atau pola
interaksi.
4. Resiko Infeksi NOC NIC
Definisi: 1.         Status Imun Kontrol Infeksi
Kenaikan resiko karena diserang
2.         Kontrol Infeksi 1.      Batasi jumlah
oleh organisme penyakit. pengunjung/pembezuk.
Batasan Karakteristik: Tujuan dan Kriteria Hasil: 2.      Gunakan sabun anti mikroba
  Penyakit kronik Setelah dilakukan tindakan untuk mencuci tangan dengan

  Mendapatkan kekebalan yang keperawatan selama 2x24 jam benar.


tidak adekuat klien mampu untuk: 3.      Cuci tangan sebelum dan
1.    Menunjukan status imun, sesudah melakukan perawatan
  Pertahanan utama yang tidak
dengan indikator : pada pasien.
adekuat (e.g., kerusakan kulit,
      Tidak adanya infeksi 4.      Gunakan aturan umum.
jaringan yang luka, pengurangan
berulang, tidak adanya tumor,
5.      Gunakan sarung tangan yang
dalam tindakan, perubahan pada
Reaksi tes kulit cocok dengan bersih.
sekresi PH, mengubah gerak
pembukaan, Kadar zat terlarut
6.      Bersihkan dan siapkan tempat
peristaltic)
pada antibody dalam batas sebagai persiapan untuk
  Pertahanan kedua yang tidak normal prosedur infasi/pembedahan.
adekuat (pengurangan
2.      Menunjukan kontrol infeksi,
7.      Jaga lingkungan agar tetap
hemoglobin, leucopenia, respon degan indikator : steril selama insersi di tempat
yang menekan sesuatu yang      Mendeskripsikan mode tidur.
menyebabkan radang) transmisi, mendeskripsikan
8.      Jaga lingkungan agar tetap
  Pertambahan pembukaan factor-faktor yang menyertai steril ketika mengganti saluran
lingkungan pada pathogen transmisi, mendeskripsi-kan dan botol TPN.

  Agen farmasi (ex: zat yang tanda-tanda dan gejala,


9.      Tutup/jaga kerahasiaan

menghambat reaksi imun) Mendeskripsikan aktivitas- system ketika melakukan


aktivitas meningkatkan daya pemeriksaan invasive
  Membran amniotic pecah sebelum
tahan terhadap infeksi. hemodynamic.
waktunya
10.  Ganti peripheral IV dan
  Memperpanjang perpecahan pada
balutan berdasarkan petunju
membrane amniotic
CDC.
  Trauma/luka berat 11.  Pastikan keadaan steril saat
  Destruksi jaringan menangani IV.
12.  Tingkatkan pemasukkan nutrisi
yang tepat.
13.  Tingkatkan pemasukan cairan
yang tepat.
14.  Lakukan terapi antibiotic yang
tepat.
HE
1.      Ajarkan mencuci tangan
untuk memperbaiki kesehatan
pribadi.
2.      Ajarkan teknik mencuci
tangan yang benar.
3.      Ajarkan pasien dan keluarga
tentang tanda-tanda dan gejala
infeksi dan kapan harus
melaporkannya pada tim
kesehatan.
4.      Ajarkan pasien untuk
memakan antibiotic sesuai
resep.

DAFTAR PUSTAKA
Harry Oxorn, Ilmu Kebidanan Patofisiologi dan Persalinan, Edisi Human Labor and Birth,
Yayasan Essentia Medica : 1990.
Mary Hamilton, Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, EGC, Jakarta : 1995.
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta : 2002.
Manuaba, I.G.B, dkk. Pengantar kuliah obstetri. Buku Kedoktera. Jakarta : 2007.
Anonim. Retensio Plasenta (http://samoke2012.files.wordpress.com/2012/10/retensio-
plasenta.pdf). Di akses pada tanggal 17 February 2014 (Pukul 19.00 WITA).
Anonim. Makalah Retensio Plasenta(http://dahliayaya.blogspot.com/2012/05/makalah-retensio-
plasenta.html). Di akses pada tanggal 17 February 2014(Pukul 19.00 WITA).
Debelto Dasto. ASKEP Retensio Plasenta (http://dastodebelto.blogspot.com/ 2010/02/retensio-
plasenta.html). Di akses pada tanggal 17 February 2014(Pukul 19.00 WITA).

Anda mungkin juga menyukai