Anda di halaman 1dari 12

Pendekatan Klinis pada Pasien Gagal Nafas Akut

Hermita Octoviagnes Buarlele

102013148

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

e-mail: mita_octov@yahoo.com

Abstrak
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing
masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul
pada pasien yang parunyanormal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit
timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik
seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang
batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara
bertahap. Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi
obstruksi jalan nafas atas.

Kata kunci : Gagal nafas, Hipoksia, Hiperkapnia

Abstract
Failed breathing there are two kinds of acute respiratory failure and chronic respiratory failure
where each has a different understanding. Acute respiratory failure is a respiratory failure that
arises in patients parunyanormal structurally and functionally before the onset of disease arise.
Chronic corneal heart disease such as chronic bronchitis, emphysema and black lung disease
(coal miner's disease). Patients undergo tolerance to hypoxia and hypercapnia that gradually
deteriorate. Failed breath causes are inadequate ventilation where upper airway obstruction.

Keywords: Failed breath, Hypoxia, Hypercapnia

1
Pendahuluan
Gagal napas adalah masalah yang relative sering terjadi, yang biasanya meskipun tidak selalu,
merupakan tahap akhir dari penyakit kronik system pernapasan. Keadaan ini semakin sering
ditemukan sebagai komplikasi dari trauma akut, septicemia, atau syok.

Gagal napas, seperti halnya kegagalan pada system organ lainnya, dapat dikenali berdasarkan
gambaran klinis atau hasil pemeriksaan laboratorium. Tetapi harus diingat bahwa pada gagal
napas hubungan antara gambaran klinis dengan kelainan dari hasil pemeriksaan laboratorium
pada kisaran normal adalah tidak langsung.

Gagal napas terjadi apabila paru tidak lagi dapat memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran
gas, yaitu oksigenasi darah arteria dan pembuangan karbon dioksida. Ada beberapa tingkatan
dari dari gagal napas, dan dapat terjadi secara akut (mungkin remiten) atau secara kronik atau
gagal napas kronik menyatakan gangguan fungsional jangka panjang yang menetap selama
beberapa hari atau bulan, dan mencerminkan adanya proses patologik yang mengarah pada
kegagalan dan proses kompensasi untuk menstabilkan keadaan.

Gas-gas darah dapat sedikit abnormal atau dalam batas normal pada saat istirahat, tetapi gas-gas
darah dapat jauh dari batas-batas normal pada saat istirahat, tetapi gas-gas darah dapat jauh dari
batas-batas normal bila dalam keadaan kebutuhan meningkat seperti saat berlatih. Peningkatan
kerja pernapasan ( dan dengan demikian mengurangi cadangan pernapasan) dan pengurangan
aktivitas fisik adalah dua mekanisme utama untuk mengatasi insufisiensi pernapasan kronik.

Anamnesis:
- Identitas pasien , berisi : nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, tempat tingga; sebagai
gambaran kondisi lingkungan dan keluarga dan keterangan lain mengenai identitas
pasien.
- Keluhan utama : Pada scenario didapatkan adanya keluhan sesak napas, di tanyakan sejak
kapan?
- Riwayat Penyakit Sekarang : - ada keluhan yang memperberat? Ada demam? Merasa
lebih pucat/ sianosis? Apakah BAK noral?
- Riwayat penyakit dahulu: apakah pernah seperti ini sebelumnya? Riwayat trauma?
- Riwayat penyakit keluarga: apakah ada keluhan serupa pada keluarga?
- Riwayat Obat : Sebelumnya mengkonsumsi obat untuk hilangkan gejala?

2
Pemeriksaan Fisik:
Kesadaran E3M5V4.

Tanda Vital: Tekanan darah : 90/50 mmHg , Frekuensi nadi 115 x/menit, Respiration rate : 30 x/
menit, suhu 37,6 oC , SpO2 95 %. Terlihat retraksi suprasternal pada saat inspirasi dan ekspirasi
yang memanjang disertai wheezing pada saat auskultasi. Hasil AGD pH: 7,234, PO2 :67 mmHg,
PCO2 57 mmHg, BE – 5 mEq/L, HCO3 17,4 mEq/ L, SaO2 94%.

Komponen Nilai normal Satuan


Ph 7,35- 7,45
paCO2 35-45 mmHg
paO2 80-100 mmHg
HCO3 20-26 mEq/l
Total CO2 21-27 mEq/l
Base ekses (-) 2,5 – (+) 2,5 mEq/l
Saturasi O2 95-98 %

Pemeriksaan Penunjang:
1. Analisa Gas Darah (AGD)
AGD adalah wajib untuk menilai suatu hipoksia, hiperkarbia dan status asam-basa.
Hiperkarbia kronis akan dikenali dengan peningkatan dari level bikarbonat (HCO3 -)
lebih dari 30mmol/L dan base excess (BE) lebih dari 4 mol/L (mengindikasikan
kompensasi ginjal). Namun demikian, penyebab lain dari peningkatan serum
bikarbonat perlu untuk disingkirkan (missal : terapi diuretic dan terapi steroid dosis
tinggi atau kehilangan dari cairan lambung). Kompensasi ginjal akan meningkatkan

3
serum bikarbonat dengan perkiraan 4 mmol/L untuk setiap 10mmHg (1,33 kPa)
peningkatan PCO2 diatas 40 mmHg (5,3 kPa).

2. Hitung Darah Lengkap


Penngkatan pada sel darah putih mungkin mengindikasikan suatu infeksi.

Working Diagnosis :

Gagal napas akut dan asidosis respiratorik


Gagal napas kronis, yaitu kurangnya pasokan oksigen ke dalam darah oleh system pernapasan
dalam jangka panjang hal ini sudah terjadi dalam priode waktu yang lama.

Gagal napas akut , yaitu gagal napas yang terjadi dalam beberapa jam ditandai dengan
berkurangnya pengiriman oksigen secara akut ke dalam darah oleh system pernapasan atau
kegagalan system pernapasan secara akut dalam mengeluarkan CO2 dari darah.

Gagal napas akut

Gagal napas akut secara numerik didefinisikan sebagai kegagalan pernapasan bila tekanan
parsial oksigen arteri (atau tegangan, PaO2) 50 sampai 60 mmHg atau kurang, tanpa atau dengan
tekanan parsial karbon dioksida arteri PaCO2) 50 mmHg atau lebihbesar dalam keadaan istirahat
pada ketinggian permukaan laut saat menghirup udara ruangan. Alasan pemakaian definisi
numerik berdasarkan gas-gas darah arteri (ABG) ini karena batas antara insufisiensi pernapasan
kronik dan gagal napas tidak jelas dan tidak bias berdasarkan observasi klinis saja. Sebaliknya,
harus diingat bahwa definisi berdasarkan ABG ini tidak bersifat absolut. Orang yang sebelumnya
dalam keadaan sehat dan kemudian mengalami kelainan gas-gas seperti di atas setelah
mengalami kecelakaan hamper tenggelam dapat diperkirakan jatuh dalam keadaan koma,
sedangkan pasien dengan COPD pada keadaan gas darah yang sama, dapat melakukan kegiatan
fisik dalam batas tertentu.

Asidosis Respiratorik

Kelebihan H2CO3 ditandai dengan peningkatan primer PaCO2 (hiperkapnia), sehingga


menyebabkan terjadinya penurunan pH. PaCO2 lebih besar dari 45 mmHg dan pH < 7,35.
Kompensasi ginjal mengakibatkan peningkatan HCO3- serum. Asidosis respiratorik timbul
secara akut ataupun kronis. Hipoksemia (PaO2 rendah) selalu menyertai asidosis respiratorik jika
pasien bernapas dalam udara ruangan .

Penyebabnya adalah hipoventilasi alveolar/ penumpukan CO2. Dalam keadaan normal, 15.000-
20.000 mmol CO2 di produksi setiap hari oleh jaringan melalui metabolism lalu dikeluarkan oleh

4
paru. Sebagian besar CO2 di bawah ke paru dalam bentuk HCO3- darah. Saat CO2 jaringan
memasuki darah, terjadi peningkatan kadar ion H+ yang merangsang pusat pernapasan, sehingga
menyebabkan peningkatan ventilasi. Dalam keadaan normal proses ini efesien sehingga PaCO2
dan pH tetap berada dalam batas normal. Penumpukan CO2 hampur selalu disebabkan oleh
hambatan pada kecepatan ventilasi alveolar dan jarang disebabkan oleh kelebihan produksi CO2
akibat hipermetabolisme.

Pada asidosis respiratorik akut yang berat ( misalnya asfiksia atau henti kardiopulmonar),
asidosis akan diperberat oleh asidosis metabolic yang timbul akibat penimbunan produksi asam
laktat yang cepat selama berlangsungnya glikolisis sel anaerob.Pengobatan O2 berkadar tinggi
dapat menekan dorongan bernapas, terutama pada penderita hiperkapnia kronis. Penyabab lain
asidosis respiratorik akut adalah gangguan otot pernapasan atau cedera dinding dada.

Sampai sejauh ini, penyebab tersering asidosis respiratorik kronis adalah COPD. Pada pasien-
pasien ini, gagal nafas akut sering menunggangi retensi CO2 kronis jika terjadi bronchitis akut
terjadi sekunder akibat infeksi bakteri atau virus pada paru.Apnue waktu tidur adalah penyebab
lain asidosis respiratorik kronis.

Kadar pH arteri dan HCO3- plasma berbeda pada asidosis respiratorik akut atau kronis. Respon
terhadap asidosis respiratorik akut hanya melalui buffer sel, karena mekanisme kompensasi
ginjal baru akan bermakna setelah 12-24 jam kemudian.

Hemoglobin merupakan buffer utama ICF( cairan intrasel) . Sewaktu CO2 memasuki eritrosit
(menghasilkan H+ ), HCO3- akan keluar dan bertukar dengan Cl-. Peningkatan HCO3- serum
diperkirakan sekitar 1 mEq/L untuk setiap peningkatan CO2 sebanyak 10 mmHg . Bufer sel saja
tidak efektif untuk memulihkan pH normal. Jadi asidosis respiratorik akut hanya sedikit
terkompensasi dan pH akan menurun cukup banyak.

Berbeda dengan asidosis repiratorik kronis terkompensasi baik karena tersedia cukup waktu bagi
ginjal untuk melakukan kompensasi. Ginjal akan meningkatkan sekresi dan eksresi H+, disertai
resorpsi dan pembentukan HCO3- yang baru . Peningkatan kompensatorik HCO3- plasma ini
butuh 2-3 hari jadi selama itu sebelum terjadi ekskresi HCO3- melalui ginjal mengakibatkan
timbulnya alkalosis metabolic hiperkapnia. Jadi penderita asidosis respiratorik tidak boleh di
tangani terburu-buru. PaCO2 yang terlalu cepat menurun akan mengakibatkan kelebihan HCO3-
cukup besar dan menggeser keseimbangan menjadi alkalosis akut. Peningkatan kompensatorik
diperkirakan dari HCO3- plasma pada asidosis respiratorik kronis adalah 3,5 mEq/L untuk
sebanyak 10 mmHg diatas 40 mmHg.

Asidosis Metabolik

Asidosis metabolic (kekurangan HCO3- ) adalah gangguan sistemik yang ditandai dengan
penurunan primer kadar bikarbonat plasma, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan

5
pH ( peningkatan H+). HCO3- ECF adalah pH < 7,35. Kompensasi pernapasan kemudian segera
dimulai untuk menurunkan PaCO2 melalui hiperventilasi sehingga asidosis metabolic jarang
terjadi secara akut. Penyebab asidosis metabolik, kehilangan bikarbonat melalui saluran cerna
seperti : diare.Kompensasi Paru-paru :hiperventilasi dan Ginjal : retensi HCO3- , ekskresi garam-
garam asam, meningkat pembentukan ammonia.

Terjadi pernapasan Kussmaul (nafas cepat dan dalam menunjukan adanya hiperventilasi
kompensatorik).

Etiologi
Gangguan paru yang sering menyebabkan gagal napas , diklasifikasikan dalam golongan
ekstrinsik dan intrinsic. Kelainan paru ekstrinsik (pada paru normal atau hamper normal) dapat
menyebabkan gagal napas ventilasi, atau hiperkapnia, melalui penekanan dorongan pernapasan
sentral atau gangguan pada respons ventilasi. Narkotik dalam dosis besar merupakan salah satu
sebab tersering penekanan pusat pernapasan sehingga sebabkan kegagalan ventilasi. Obstruksi
saluran napas kronik mengakibatkan kegagalan ventilasi dengan COPD yang merupakan
penyebab tersering. Gangguan restriktif difus pada parenkim paru dan pembuluh darah umumnya
mengakibatkan gagal napas hipoksemia ringan namun kelainan paru intrinsic akut seperti eema
paru massif, atelekstasis, pneumonia dengan konsolidasi luas dan sindrom gawat napas akut
(ARDS).

Penyebab gagal napas

A.Gangguan ekstrinsik paru

1. Penekanan pusat pernapasan


a. Overdosis obat ( sedative, narkotik)
b.Trauma serebral atau infark
2. Gangguan neuromuscular
a. Miastenia gravis
3. Gangguan pleura dan dinding dada
a. cedera dada (frkatur tulang iga)
b.Pneumothorak
c. Efusi pleura

B. Gangguan intrinski paru

1. Gangguan obstruksi difus

a. emfisema, bronchitis kronik (COPD)

6
b. asma

2. Gangguan restriktif paru

a. Fibrosis interstisial karena berbagai sebab( silica, debu batubara)

b. Scleroderma

c. Edema paru KArdiogenik dan Non kardiogenik (ARDS)

d.Atelekstasis

3. Gangguan pembuh darah paru

a. emboli paru

b.emfisema berat

Faktor pencetus Gagal napas pada penyakit paru kronik

-Infeksi percabangan trakeobronkial, pneumonia,demam

- Perubahan pada secret traceobronkial (volume atau viskositas yang meningkat)

- Bronkospasme (inhalasi iritan atau alergan)

-Gangguan kemampuan pembersihan secret

-Sedatif, makrotil

-Terapi Oksigen (FiO2 tinggi)

-Pneumotoraks

Patofisiologi
Gagal napas terjadi karena kerusakan pertukaran gas. Keadaan yang dikaitkan dengan
hipoventilasi alveolar, ketidakcocokan rasio ventilasi dan perfusi dan shunting intrapulmonal
(dari kanan ke kiri) dapat menyebabkan gagal napas akut jika tidak ditangani.

Penurunan saturasi oksigen dapat terjadi karena hipoventilasi alveolar, pada kondisi ketika
obstruksi kronis jalan napas mengurangi alveolar minute ventilation. Pada keadaan ini terjadi
penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2 yang menyebabkan hipoksemia.

Hipoventilasi dapat terjadi karena penurunan frekuensi atau durasi sinyal inspirasi dan pusat
pernapasan, seperti pada gangguan atau trauma SSP atau pada pemakaian obat-obat yang

7
menekan fungsi SSP. Penyakit neurovaskuler, sebagai poliomyelitis atau amiotrofik lateral
sclerosis, dapat mengakibatkan hipoventilasi alveolar jika keadaan tersebut mengenai kontraksi
otot-otot pernapasan normal. Penyebab hipoventilasi alveolar yang paling sering ditemukan
adalah obstruksi jalan napas yang lazim terlihat bersama PPOM (emfisema dan bronchitis).

Penyebab hipoksemia yang paling sering dijumpai, yaitu gangguan keseimbangan V/Q, terjadi
ketika keadaan seperti emboli paru atau adult respiratory distress syndrome mengganggu
pertukaran gas yang normal pada region paru tertentu. Ventilasi yang terlalu sedikit disertai
aliran darah yang normal, dapat menyebabkan gangguan keseimbangan V/Q sehingga terjadi
penurunan PaO2 sehingga akan menimbulkan hipoksemia.

Penurunan fraksi oksigen yang dihirup pada saat inspirasi (FiO2) juga merupakan salah satu
penyebab gagal napas meskipun keadaan ini tidak lazim ditemukan. Hipoksemia terjadi karena
udara yang dihirup tidak mengandung oksigen dalam jumlah memadai untuk menimbulkan
gradient yang adekuat bagi difusi oksigen ke dalam darah , seperti ketika seseorang berada di
tempat tinggi atau dalam ruangan yang tertutup rapat.

Gagal napas

Gagal napas terjadi bila : 1) PO2 arterial (PaO2) < 60 mmHg, atau 2). PCO2 arterial (PaCO2) >
45 mmHg, kecuali jika peningkatan PCO2 merupakan kompensasi dari alkalosis metabolic

PaO2 < 60 mmHg, yang berarti adanya gagal napas hipoksemia, berlaku bila bernapas pada
udara ruangan biasa (fraksi O2 inspirasi (F1O2) = 0,21) maupun saat mendapat bantuan oksigen.

PaCO2 > 45 mmHg yang berarti suatu gagal napas hiperkapnia. Pengecualian terhadap angka di
atas terjadi pada keadaan asidosis metabolik. Tubuh pasien yang asidosis metabolik secara
metabolik secara fisiologis akan menurunkan PaO2 sebagai kompensasi terhadap pH darah yang
rendah. Tetapi jika ditemukan PaO2 meningkat secara tidak normal, meskipun masih di bawah
45 mmHg pada keadaan asidosis metabolik, hal ini dapat dianggap sebagai gagal napas tipe
hiperkapnia.

Klasifikasi Gagal Napas

GAGAL NAPAS HIPERKAPNIA

Berdasarkan definisi, pasien dengan gagal napas hiperkapnia mempunyai kadar PCO2 arterial
(PaCO2) yang abnormal tinggi. Karena CO2 meningkat dalam ruang alveolus O2 tersisih di
alveolus dan PaO2 arterial menurun. Maka pada pasien biasanya didapatkan hiperkapnia dan
hipoksemia bersama-sama, kecuali bila udara inspirasi diberi tambahan oksigen.Paru mungkin
normal atau tidak pada pasien dengan gagal napas hiperkapnia, terutama jika penyakit utama
mengenai bagian non parenkim paru seperti dinding dada, otot pernapasan, atau batang otak.
Penyakit paru obstruktif kronis yang parah tidak jarang mengakibatkan gagal napas hiperkapnia.

8
Pasien dengan asma berat, fibrosis paru stadium akhir , dan ARDS berat dapat menunjukkan
gagal napas hiperkapnia.

GAGAL NAPAS HIPOKSEMIA

Gagal napas hipoksemia jauh lebih sering dijumpai daripada gagal napas hiperkapmia. Pasien
tipe ini mempunyai nilai PO2 arterial yang rendah, tetapi PaCO2 normal atau rendah. PaCO2
tersebut membedakannya dari gagal napas hiperkapnia, yang masalah utamanya adalah
hipoventilasi alveolar. Selain pada lingkungan yang tidak biasa di mana atmosfer memiliki kadar
oksigen yang sangat rendah, seperti ketinggian atau saat oksigen digantikan oleh udara lain,
gagal napas hipoksemia menandakan adanya penyakit yang mempengaruhi parenkim paru atau
sirkulasi paru. Contoh situasi klinis yang umum menunjukan hipoksemia tanpa peningkatan
PaO2 adalah pneumonia, aspirasi isi lambung, emboli paru , asma dan ARDS.

Patofisiologi

Hipoksemia dan hipoksia

Istilah hipoksemia paling sering menunjukan PO2 rendah di dalam darah arteri (PaO2), dan
dapat digunakan untuk menunjukan PO2 pada kapiler, vena dan kapiler paru. Istilah tersebut
juga dipakai untuk menekankan rendahnya kadar O2 darah atau berkurangnya saturasi oksigen di
dalam hemoglobin.

Hipoksia umumnya berarti penurunan penyampaian (delivery) O2 ke jaringan atau efek dari
penurunan penyampaian O2 ke jaringan.

Hipoksemia berat akan menyebabkan hipoksia. Hipoksia dapat pula terjadi akibat penurunan
penyampaian O2 karena factor rendahnya curah jantung, anemia, syok septik, atau keracunan
karbon monoksida, di mana PO2 arterial dapat normal atau meningkat.

Gambaran Klinis
Hiperkapnia akut terutama berpengaruh pada system saraf pusat. Peningkatan PaCO2 merupakan
penekanan system saraf pusat, tetapi mekanismenya terutama melalui turunnya pH cairan
serebrospinal yang terjadi karena peningkatan akut PaCO2 . Karena CO2 berdifusi secara bebas
dan cepat ke dalam cairan serebrospinal , pH turun secara cepat dan hebat karena hiperkapnia
akut.

9
Peningkatan PaCO2, pada penyakit kronik berlangsung lama sehingga bikarbonat serum dan
cairan serebrospinal meningkat sebagai kompensasi terhadap asidosis respiratorik kronik. Hal ini
menjelaskan bahwa kadar pH yang rendah lebih berkolerasi dengan perubahan status mental dan
perubahan klinis lain daripada nilai PaCO2 mutlak.

Gejala hiperkapnia dapat tumpang tindih dengan gejala hipoksemia. Hiperkapnia menstimulasi
ventilasi pada orang normal, pasien dengan hiperkapnia mungkin memiliki ventilasi semenit
yang meningkat atau menurun, tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan gagal napas.
Jadi dyspnea, takipnea, hiperpnea, bradipne dan hypopnea dapat berhubungan dengan gagal
napas hiperkapnia.

Tabel 1. Manifestasi klinis Hiperkapnia dan Hipoksemia


Hiperkapnia Hipoksemia
Somnolen Ansietas
Letargi Takikardi
Koma Takipnue
Diaforesis
Tidak dapat tenang Aritmia
Tremor Perubahan status mental
Bicara kacau bingung
Sakit kepala Sianosis
Edema papil Asidosis berat, Kejang

Penatalaksanaan
Gagal napas Hiperkapnia

Karena hiperkapnia berarti adanya hipoventilasi alveolar, tata laksana suportif bertujuan
memperbaiki ventilasi alveolar menjadi noral, hingga penyakit dasar dapat diobati. Kadang
ventilasi alveolar dapat ditingkatkan dengan mengusahakan tetap terbukanya jalan napas yang
efektif penyedotan secret, stimulasi batuk, drainase postural, atau dengan membuat jalan napas
artifisial dengan selang endotrakeal atau trakeostomi. Alat bantu napas mungkin diperlukan
untuk mencapai dan mempertahankan ventilasi alveolar yang normal sampai masalah primer
diperbaiki. Hipoksemia sering ditemukan pada pasien dengan gagal napas hiperkapnik terutama
yang didasari oleh penyakit paru dan pemberian oksigen tambahan seringkali dibutuhkan. Tetapi
ada beberapa pasien dengan hiperkapnia, oksigen tambahan dapat berbahaya bila tidak dimonitor
dan disesuaikan secara hati-hati. Pasien dengan gagal napas hiperkapnik karena overdosis obat
sedative, botulisme, dan kebanyakan pasien dengan trauma dada akan membaik seiring
berlalunya waktu, dan penatalaksanaan terutama bersifat suportif. Penyakit primer yang
membutuhkan terapi kusus adalah kelainan elektrolit, penyakit paru obstruktif.

Gagal napas hipoksemia

10
Suplementasi oksigen adalah terapi terpenting utuk gagal napas hiposemik.Perhatian terhadap
transportasi oksigen penting, dan anemi berat harus dikoreksi serta curah jantung yang adekuat
harus dipertahankan. Penyakit dasar yang menyebabkan gagal napas hipoksemik harus diatasi,
terutama jika pneumonia, sepsis atau penyebab lain. Tatalaksana bias diuretika, antibiotic,
bronkodilator selain tindakan suportif lain.

Pada beberapa pasien dengan penyakit paru yang tidak merata pada semua bagian paru (tidak
mengenai kedua paru), memiringkan pasien pada posisi di mana area paru tidak terlibat lebih di
bawah akan meningkatkan oksigenasi.Hal ini karena gravitasi dan berat paru yang tergantung /
lebih di bawah. Pasien dengan hemoptysis berat atau secret/dahak banyak tidak boleh dalan
posisi seperti ini karena kemungkinan akan terjadi aspirasi darah atau secret ke area yang belum
terlibat.

1.Pemberian oksigen. Untuk atasi hipoksemia dan menaikkan PaO2

2. Ventilasi frekuensi tinggi jika kondisi pasien tidak bereaksi terhadap terapi yang diberikan ,
tindakan ini untuk memaksa jalan napas terbuka , meningkatkan oksigenasi dan mencegah
kolaps alveoli paru

3. Pemberian antibiotik untuk atasi infeksi

4. pemberian kortikosteroid untuk kurangi inflamasi

5. Pemberian vasopressor untuk pertahankan tekanan darah

11
Kesimpulan

Gagal napas terjadi apabila paru tidak lagi dapat memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran
gas, yaitu oksigenasi darah arteria dan pembuangan karbon dioksida. Dari skenario laki-laki di
diagnose dengan gagal nafas akut berdasarkan hasil dari pemeriksaan fisik juga di sertai adanya
asidosis respiratorik. Maka dari itu di butuhkan penanganan yang tepat untuk tatalaksana dari
pasien tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tanto.C, Liwang.F, Hanifati. S, Pradipta AE : kapita selekta kedokteran. edisi keempat.


Jakarta: Media Aesculapius; 2014. Hlm 815.
2. Price. SA : Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi keenam.Jakarta:
EGC; 2014, hlm 374 & 824.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III edisi VI. Jakarta: Internal Publishing; 201. Hlm 4091.
4. Hartono. A : Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2014. Hlm 225

Sasaran Belajar

1. Mahasiswa mengetahui diagnosis


2. Mahasiswa mengetahui mekanisme gagal nafas akut
3. Mahasiswa mengetahui klasifikasi gagal nafas
4. Mahasiswa mengetahui asidosis respiratorik
5. Mahasiswa mengetahui tatalaksana gagal napas akut

Hipotesis

Pasien dengan sesak nafas dan penurunan kesadaran menderita gagal nafas akut.

12

Anda mungkin juga menyukai