Transkultur Kep
Transkultur Kep
BUDAYA
Disusun oleh :
Mareta Widyastuti
G0A017069
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam menjalankan tugas sebagai perawat, banyak perubahan-perubahan yang ada baik
dilingkungan maupun klien. Perawat harus menghadapi berbagai perubahan di era globalisasi
initermasuk segi pelayanan kesehatannya. Perpindahan penduduk menuntut perawat agar
dapatmenyesuaikan diri dengan budayanya dan sesuai dengan teori-teori yang
dipelajari.Dalam ilmu keperawatan, banyak sekali teori-teori yang mendasari ilmu
tersebut.Termasuk salah satunya teori yang mendasari bagaimana sikap perawat dalam
menerapkanasuhan keperawatan. Salah satu teori yang diaplikasikan dalam asuhan
keperawatan adalah
teori Leininger tentang “transcultural nursing”.
Dalam teori ini transcultural nursing didefinisikan sebagai area yang luas dalamkeperawatan
yang fokusnya dalam komparatif studi dan analisis perbedaan kultur dansubkultur dengan
menghargai perilaku caring, nursing care, dan nilai sehat sakit, kepercayaandan pola tingkah
laku dengan tujuan perkembangan ilmu dan humanistik body of knowledgeuntuk kultur yang
universal dalam keperawatan. Dalam hal ini diharapkan adanya kesadaranterhadap perbedaan
kultur berarti perawat yang profesional memiliki pengetahuan danpraktik berdasarkan kultur
secara konsep perencanaan dalam praktik keperawatan. Tujuanpenggunaan keperawatan
transkultural adalah untuk mengembangkan sains dan keilmuanyang humanis sehingga
tercipta praktik keperawatan pada kultur yang spesifik dan kultur yanguniversal. Kultur yang
spesifik adalah kultur dengan nilai-nilai dan norma spesifik yang dimilikioleh kelompok
tertentu. Kultur yang universal adalah nilai-nilai dan norma-norma yangdiyakini dan
dilakukan hampir semua kultur (Leininger, 1979)
Peran sosial budaya terhadap kesehatan masyarakat adalah dalam membentuk, mengatur dan
mempengaruhi tindakan atau kegiatan individuindividu suatu kelompok sosial untuk
memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan, sehingga sosial budaya mampu menjadi penentu
kualitas kesehatan masyarakat. Apabila suatu masyarakat terlalu terpaku pada sosial budaya
setempat, hal tersebut juga dapat mempengaruhi perilaku-perilaku kesehatan di masyarakat
(Jahidin et al. 2012).
Menurut Sarwono (2004, dalam Julianto, 2009) mengemukakan bahwa keputusan untuk
menggunakan pelayanan kesehatan itu ada tiga komponen, yaitu (1) komponen predisposisi
terdiri dari demografi, struktur sosial dan kepercayaan masyarakat, (2) komponen enabling
(pendukung) terdiri dari sumber daya keluarga, (3) komponen need, merupakan komponen
yang paling langsung berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan. Dari tiga komponen teori
diatas dapat disimpulkan bahwa keputusan masyarakat dalam 4 memilih pelayanan kesehatan
seharusnya dilakukan dengan pertimbangan yang matang. Pengambilan keputusan terkait
penggunaan pelayanan kesehatan juga dapat terjadi antara masyarakat dan pelaksana
pembangunan yang akan mengakibatkan pengaruh yang besar dalam pelaksanan kesehatan.
Contohnya, program keluarga berencana atau KB semula ditolak masyarakat. Mereka
beranggapan bahwa banyak anak banyak rezeki dan permasalahan itulah yang saat ini masih
banyak terjadi pada masyarakat Indonesia yaitu kesadaran sosial yang kurang terhadap
pentingnya memanfaatkan pelayanan kesehatan (M.Setiadi et al. 2010).
BAB II
PEMBAHASAN
Budaya minum kopi sangat kuat di Australia, bahkan perusahaan minuman kopi
ternama, Starbucks, gagal membuka gerainya di sana pada tahun 2000. Jika di Amerika
kopi digunakan untuk membuat tubuh tetap bugar saat bekerja, di Australia kopi
diasosiasikan dengan kesehatan, sosialisasi, dan melatih perhatian. Kopi yang
disuguhkan pun espresso berkualitas, bukan kopi dengan krim dan gula.
C. Nilai budaya yang terkait kesehatan di negara
2.) Kesehatan dan sekolah disubsidi oleh pemerintah sehingga ongkosnya sangat
murah
3.) Negara Qatar menerapkan single identity number QID yang terhubung kesemua
fasilitas seperti Metrash (informasi lalu lintas termasuk info pinalti jika ada
pelanggaran), Health card, Bank, dsb.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Budaya bisa diartikan dari berbagai sudut pandang. Berdasarkan wujudnya misalnya,
kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama yaitu kebudayaan material dan
nonmaterial. Strategi yang digunakan dalam melaksanakan aplikasi keperawatan transkultural
dalamadalah: Strategi I, Perlindungan/mempertahankan budaya, Strategi II,
Mengakomodasi/negoasiasi budaya, Strategi III, Mengubah/mengganti budaya klien.
B. Saran
Untuk seluruh teman-teman perawat, semoga dengan adanya informasi dari makalah
ini, kita menjadi lebih mampu melakukan pengkajian keperawatan transkultural dengan cara
yang benar. Perlu diperhatikan agar mempelajari lebih dalam tentang ‘komunikasi’ agar kita
lebih baik dalam berinteraksi dengan pasien, keluarga maupun masyarakat yang menjadi
sasaran pengkajian kita.
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, Efy. Ringkasan Materi : Unit 2 Keragaman budaya dan perspektif transkultural dalam
keperawatan.
Akhmadi. 2011. "Konsep Keperawatan Transkultural (Madeleine Leininger)".