Anda di halaman 1dari 70

GAMBARAN UJI SILANG SERASI TERHADAP

KEAMANAN TRANSFUSI DARAH

Laporan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Bahasa Indonesia dan Dasar Penelitian

Arya Takbir Sambada (17211)


Anggita Wira Tama (17208)

SMA NEGERI 6 YOGYAKARTA


Jalan Cornelius Simanjuntak 2, Yogyakarta 55223
2018
LEMBAR PENGESAHAN

ii
ABSTRAK

Keamanan transfusi darah merupakan suatu hal yang harus

dilakukan, aman bagi donor dan aman bagi pasien. Kejadian reaksi

transfuse bisa terjadi pada setiap tindakan transfusi, baik reaksi transfuse

cepat (akut) ataupun reaksi transfusi lambat (delayed). Untuk mengurai

kejadian risiko reaksi transfusi suatu tindakan transfusi harus dilakukan

beberapa pemeriksaan yaitu pemeriksaan golongan darah dan uji silang

serasi. Uji silang serasi ini mencampurkan darah donor dan darah pasien di

luar tubuh untuk mengetahui adanya kecocokan atau tidak sebelum darah

donor dimasukan ke dalam tubuh pasien. Walaupun golongan darah belum

tentu uji silang serasi cocok antara darah donor dan darah pasien. Hasil uji

silang serasi ini bisa menunjukan compatible kalu darah donor sesuai

dengan darah pasien, ataupun incompatible yaitu darah donor tidak cocok

dengan darah pasien. Transfusi yang aman apabila hasil uji silang serasi

kompatibel, jika hasil inkompatibel maka dicari donor lain sampai

menunjukan hasil kompatibel.

Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif yang disusun di

rumah peneliti masing – masing. Subyek penelitian adalah responden

penelitian kami.

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga dengan segala

keterbatasan, penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Remaja ini tepat pada

waktunya.

Karya Ilmiah yang berjudul “Pengaruh Uji Silang Serasi pada

Keamanan Transfusi Darah” merupakan sebuah penelitian yang dilakukan oleh

anggota kelompok Karya Ilmiah Remaja SMA Negeri 6 Yogyakarta.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada semua pihak yang telah

membantu dalam menyelesaikan Karya Ilmiah Remaja ini, antara lain :

1. Bapak Drs. Miftahkodin, MM. selaku kepala SMA Negeri 6 Yogyakarta;

2. Orang tua yang telah memberikan dukungan dan bimbingan;

3. Seluruh keluarga besar SMA Negeri 6 Yogyakarta yang telah memberikan

dukungan;

4. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah

memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian sampai

terselesaikannya laporan.

Peneliti menyadari bahwa penulisan penelitian ini masih jauh dari sempurna,

oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.

Yogyakarta, 30 Desember 2017

Peneliti

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................ii

ABSTRAK.................................................................................................................iii

KATA PENGANTAR..............................................................................................iv

DAFTAR ISI...............................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1

1.1. Latar Belakang........................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah...................................................................................3

1.3. Tujuan Penelitian....................................................................................3

1.4. Manfaat Penelitian..................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................4

2.1. Transfusi Darah.......................................................................................4

2.2. Tujuan Transfusi Darah..........................................................................8

2.3. Golongan Darah......................................................................................9

2.4. Reaksi Transfusi....................................................................................12

2.5. Uji Silang Serasi (CROSS MATCH)......................................................23

2.6. Interpretasi Uji Silang Serasi................................................................25

BAB III METODE PENELITIAN..................................................................28

3.1. Jenis Penelitian......................................................................................28

3.2. Populasi dan Sampel.............................................................................28

3.3. Waktu dan Tempat.................................................................................29

3.4. Sumber Data..........................................................................................30

v
3.5. Metode Pengumpulan Data...................................................................31

3.6. Instrumen Penelitian..............................................................................33

3.7. Metode Analisis Data............................................................................35

3.8. Prosedur Penelitian...............................................................................35

3.9. Jadwal Pelaksanaan..............................................................................36

BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................37

4.1. Karakteristik Subyek Penelitian............................................................37

4.2. Analisis Hasil Penelitian.......................................................................39

4.3. Pembahasan...........................................................................................50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................55

5.1. Kesimpulan............................................................................................55

5.2. Saran......................................................................................................56

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................57

LAMPIRAN..............................................................................................................58

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut Wahidiyat dkk (2016 : 325)

Transfusi darah adalah prosedur yang ditujukan untuk menambah atau


menggantikan komponen darah yang tidak mencukupi untuk mencegah
terjadinya dampak dari kurangnya komponen darah tersebut. Pelaksanaan
transfusi secara rasional mencakup pemberian komponen darah tertentu sesuai
kebutuhan dan berdasarkan pedoman yang berlaku.

Transfusi dilakukan sebagai tindakan menyelamatkan hidup dengan

menggantikan sel darah atau produk darah yang hilang akibat perdarahan

karena trauma, operasi, syok atau tidak berfungsinya organ pembentuk sel

darah. Pelayanan transfusi darah merupakan salah satu upaya kesehatan

dalam rangka penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan sangat

membutuhkan ketersediaan darah atau komponen darah yang cukup,

aman, mudah di akses dan terjangkau oleh masyarakat.

Berdasarkan standar WHO, jumlah kebutuhan darah minimal di

Indonesia adalah 5,1 juta kantong per tahun (2% penduduk Indonesia).

Tingginya kebutuhan darah ini juga dapat diketahui dari banyaknya

permintaan darah di Palang Merah Indonesia. Palang Merah Indonesia

kota Yogyakarta melayani permintaan darah rata-rata 100 – 150 kantong

darah per hari. Di Bank Darah Rumah Sakit Umum Sleman melayani

permintaan darah rata-rata 350 – 400 kantong per bulan.

Pelayanan transfusi darah yang aman dilakukan sesuai standar

pelayanan operasional dengan harapan tidak terjadi reaksi transfusi pada


pasien yang menjalani pelayanan transfusi darah. Reaksi transfusi adalah

kejadian ikutan yang tidak diinginkan karena tindakan transfusi darah.

Reaksi transfusi dari yang ringan adalah gatal, demam sampai terjadinya

syok.

Untuk memastikan bahwa transfusi darah tidak akan menimbulkan

reaksi pada resipien maka sebelum pemberian transfusi darah dari darah

kepada resipien, perlu dilakukan pemeriksaan golongan darah ABO dan

Rhesus serta uji silang serasi antara darah donor dan darah resipien.

Walaupun golongan darah donor dan pasien sama, ternyata dapat terjadi

ketidakcocokan (inkompatibilitas) pada uji silang serasi. Sehingga perlu

dilakukan analisa penyebab ketidakcocokan pada uji silang serasi antara

darah donor dan darah pasien.

Menurut Standar Pelayanan Minimal yang dikeluarkan oleh

Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan kejadian reaksi

transfusi di rumah sakit yang melakukan pelayanan transfusi harusnya

kurang atau sama dengan 0,01%. Angka yang kecil ini mengharuskan

pemeriksaan sebelum transfusi harus dilakukan sesuai dengan standar

pelayanan transfusi darah.

Kebanyakan dari masyarakat kita saat ini hanya sekedar mengetahui

tentang transfusi darah secara umum. Kebanyakan dari mereka

beranggapan bahwa jika golongan darah sudah sama, maka sudah aman

untuk dilakukan transfusi. Padahal, kenyataannya golongan darah yang

sama masih bisa terjadi reaksi transfusi. Sehingga perlu dilakukan analisa

penyebab ketidakcocokan darah antara darah donor dan darah pasien


dengan menggunakan uji pra transfusi. Salah satu uji pra transfusi adalah

uji silang serasi atau yang dikenal dengan dengan istilah crossmatch.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut kami merumuskan

beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah masyarakat Kota Yogyakarta memahami secara detail tentang

keamanan transfusi darah?

2. Bagaimana pengaruh uji silang serasi terhadap keamanan trasnfusi

darah?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum :

Penelitian ini bertujuan secara umum untuk memberi pengetahuan

tentang bagaimana suatu darah diproses untuk tindakan transfusi agar

tidak terjadi reaksi transfusi.

Tujuan Khusus :

1. Memberikan edukasi kepada masyarakat Kota Yogyakarta tentang

keamanan transfusi darah.

2. Memberi gambaran tentang uji silang serasi yang merupakan salah

satu uji pratransfusi.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberi informasi kepada masyarakat mengenai keamanan transfusi

darah dengan melalui uji pratransfusi khususnya uji silang serasi.

2. Memberi pengalaman penelitian dan akademik peneliti.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Transfusi Darah

Menurut Mulyantari dan Yasa (2017 : 1)

Transfusi darah merupakan salah satu komponen terapi yang sangat penting
dalam penatalaksanaan pasien. Pemberian transfusi darah harus berpegang pada
prinsip bahwa manfaat yang akan di terima oleh pasien jauh lebih besar
dibandingkan risiko yang akan ditanggung, sehingga semboyan “Getting the
right blood to the right patient at the right time and the right place” harus benar
– benar dilakukan.

Selain itu, menurut Wahidiyat dkk (2016 : 325)

Transfusi darah adalah prosedur yang ditujukan untuk menambah atau


menggantikan komponen darah yang tidak mencukupi untuk mencegah
terjadinya dampak dari kurangnya komponen darah tersebut. Pelaksanaan
transfusi secara rasional mencakup pemberian komponen darah tertentu sesuai
kebutuhan dan berdasarkan pedoman yang berlaku.

Pelayanan transfusi darah adalah upaya pelayanan kesehatan

meliputi perencanaan, pengarahan dan pelestarian pendonor darah,

penyediaan darah, pendistribusian darah dan tindakan medis pemberian

darah kepada pasien untuk tujuan penyembuhan dan pemulihan kesehatan

(Amiruddin, 2015).

Sebelum darah dapat ditransfusikan, ada beberapa syarat yang

harus dipenuhi oleh pendonor.

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008 : 1)

Syarat donor darah meliputi hal – hal di bawah ini.


2.1.1 Syarat Donor Darah

Untuk lolos seleksi, calon donor harus memenuhi persyaratan yang

tertera dalam formulir isian yang memuat beberapa kriteria kondisi fisik

yang disebutkan di bawah ini :

1. Kondisi umum

Calon donor tidak tampak sakit, tidak dalam pengaruh obat-obatan

seperti golongan misalnya golongan narkotika dan alkohol, serta tidak

menderita penyakit-penyakit seperti jantung, paru-paru, hati, ginjal,

kencing manis, penyakit darah dan gangguan pembekuan darah,

epilepsi, kanker atau penyakit kulit kronis kecuali bila diperbolehkan

oleh dokter yang merawatnya.

2. Umur Donor

Berumur antara 17 – 18 tahun, kecuali atas pertimbangan dokter,

donor yang berumur lebih dari 60 tahun dapat menyumbangkan

darahnya sampai dengan umur 65 tahun. Donor pertama kali tidak

boleh umur 60 tahun.

3. Berat badan

Donor dengan berat badan minimal 45 kg dapat menyumbangkan

darahnya sebanyak 30mL. Donor dengan berat badan 50 kg atau lebih

dapat menyumbangkan darahnya maksimal 450 mL, tetapi tidak boleh

melebihi 15% dari perkiraan volume calon donor ditambah sejumlah

darah untuk pemeriksaan yang jumlahnya tidak lebih dari 30mL.

4. Suhu tubuh

Suhu tubuh calon donor tidak lebih dari 37ºC.


5. Nadi

Denyut nadi berkisar antara 60 – 100x/ menit, teratur tanpa denyut

patologis.

6. Tekanan Darah

Tekanan darah sistolik antara 100-160mmHg dan tekanan diastolik

antara 60 – 100mmHg.

7. Kadar Hemoglobin

Kadar hemoglobin calon donor ≥ 12,5 g/dL.

8. Haid, kehamilan dan Menyusui

Setelah selesai haid, 6 bulan setelah melahirkan dan 3 bulan setelah

berhenti menyusui diperkenankan menyumbangkan darahnya.

9. Jarak Penyumbang Donor

Jarak penyumbang donor darah lengkap tidak kurang dari 8

minggu, maksimal 5 kali dalam setahun. Penyumbangan darah lengkap

dapat dilakukan minimal 48jam setelah menjalani plasma/

tromboferesis. Jarak penyumbangan komponen darah trombosit

minimal 1 bulan ( jumlah trombosit > 150.000/uL), maksimal 6 kali

setahun untuk laki-laki dan 4 kali setahun untuk wanita.

Untuk menjaga kesehatan dan keselamatan resipien, calon donor

juga harus memenuhi persyaratan berikut ini :

a. Kulit donor

Kulit lengan didaerah penyadapan harus sehat tanpa kelainan,

tidak ada bekas tusukan jarum.

b. Riwayat transfusi darah


Calon donor tidak boleh menyumbangkan darahnya dalam

waktu 12 bulan setelah mendapatkan transfusi darah.

c. Penyakit Infeksi

Calon donor dengan pemeriksaan laboratorium terhadap sifilis,

hepatitis B, hepatitis C dan HIV yang menunjukkan hasil positif

tidak boleh menyumbangkan darahnya. Calon donor berikut ini

dapat menyumbangkan darahnya :

 3 tahun setelah bebas dari gejala malaria

 3 tahun setelah keluar dari daerah endemis malaria ( jika yang

bersangkutan tinggal didaerah endemis malaria 5 tahun

berturut-turut).

 12 bulan setelah berkunjung ke daerah yang endemis malaria

 6 bulan setelah sembuh dari penyakit typhus.

d. Riwayat imunisasi dan vaksinasi

Calon donor dapat menyumbangkan darahnya 8 minggu setelah

imunisasi dan vaksinasi.

e. Riwayat operasi

Calon donor dapat menyumbangkan darahnya :

 5 hari setelah pencabutan gigi

 6 bulan setelah operasi kecil

 12 bulan setelah operasi besar

f. Riwayat pengobatan

Calon donor dapat menyumbangkan darahnya :


 3 hari setelah meminum obat-obatan yang mengandung aspirin

dan piroxicam.

 12 bulan setelah dinyatakan sembuh terhadap penyakit sifilis

dan gonorrhoe.

g. Obat-obat narkotik dan alkohol

 Pecandu narkotik tidak boleh menyumbangkan darahnya

selamanya.

 Pecandu alkohol tidak boleh menyumbangkan darah.

h. Tato, tindik dan tusuk jarum

Calon donor dapat menyumbangkan darahnya 12 bulan setelah

di tato, ditindik dan ditusuk jarum.

2.2. Tujuan Transfusi Darah

Transfusi darah bisa diberikan darah lengkap ataupun komponen

darah atau bagian – bagian darah. Adapun tujuan transfusi secara garis

besar adalah :

1. Memelihara dan mempertahankan kesehatan pasien.

2. Memelihara keadaan biologis darah dan komponen-komponennya agar

tetap bermanfaat.

3. Memelihara dan mempertahankan volume darah yang normal pada

peredaran darah.

4. Mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah.

5. Meningkatkan oksigenase jaringan.

6. Memperbaiki fungsi homeostasis

7. Tindakan terapi kasus tertentu.


2.3. Golongan Darah

Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena

adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran

sel darah merah. Dua jenis penggolongan darah yang paling penting adalah

penggolongan ABO dan Rhesus (faktor Rh). Di dunia ini sebenarnya

dikenal sekitar 46 jenis antigen selain antigen ABO dan Rh, hanya saja

lebih jarang dijumpai. Transfusi darah dari golongan yang tidak

kompatibel dapat menyebabkan reaksi transfusi.

1. Sistem Golongan Darah ABO.

Oleh dr. Karl Landsteiner bahwa antigen pada eritrosit manusia yang

diberi nama antigen A dan antigen B sehingga ditemukan  suatu

golongan darah ABO, sebaliknya pada serum/plasma darah manusia

ditemukan 2 macam zat antibodi yang masing-masing yaitu antibodi-

A dan antibodi-B. Antibodi-A merupakan lawan dari antigen-A

sedangkan antibodi-B merupakan lawan dari antigen-B.

Tabel 1. Golongan darah ABO


Golongan Antigen Antibodi
Darah
Golongan A A anti-B
Golongan B B anti-A
Golongan AB A dan B Tidak ada
Golongan O Tidak ada anti-A dan anti-B
Sumber : Departemen Kesehatan RI

Keterangan :

a. Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah

dengan antigen A di permukaan membran selnya dan

menghasilkan antibodi terhadap antigen B dalam serum


darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah A-negatif

hanya dapat menerima darah dari orang dengan golongan

darah A-negatif atau O-negatif.

b. Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada

permukaan sel darah merahnya dan menghasilkan antibodi

terhadap antigen A dalam serum darahnya. Sehingga, orang

dengan golongan darah B-negatif hanya dapat menerima

darah dari orang dengan dolongan darah B-negatif atau O-

negatif

c. Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah

merah dengan antigen A dan B serta tidak menghasilkan

antibodi terhadap antigen A maupun B. Sehingga, orang

dengan golongan darah AB-positif dapat menerima darah dari

orang dengan golongan darah ABO apapun dan

disebut resipien universal. Namun, orang dengan golongan

darah AB-positif tidak dapat mendonorkan darah kecuali pada

sesama AB-positif.

d. Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa

antigen, tapi memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B.

Sehingga, orang dengan golongan darah O-negatif dapat

mendonorkan darahnya kepada orang dengan golongan darah

ABO apapun dan disebut donor universal. Namun, orang

dengan golongan darah O-negatif hanya dapat menerima

darah dari sesama O-negatif.


2. Rhesus

Jenis penggolongan darah lain yang cukup dikenal adalah

dengan memanfaatkan faktor Rhesus atau faktor Rh. Nama ini

diperoleh dari monyet jenis Rhesus yang diketahui memiliki

faktor ini pada tahun 1940 oleh Karl Landsteiner. Seseorang yang

tidak memiliki faktor Rh di permukaan sel darah merahnya

memiliki golongan darah Rh-. Mereka yang memiliki faktor Rh

pada permukaan sel darah merahnya disebut memiliki golongan

darah Rh+. Jenis penggolongan ini seringkali digabungkan

dengan penggolongan ABO. Golongan darah O+ adalah yang

paling umum dijumpai, meskipun pada daerah tertentu golongan

A lebih dominan, dan ada pula beberapa daerah dengan 80%

populasi dengan golongan darah B.

Kecocokan faktor Rhesus amat penting karena

ketidakcocokan golongan. Misalnya donor dengan Rh+

sedangkan resipiennya Rh-) dapat menyebabkan produksi

antibodi terhadap antigen Rh(D) yang mengakibatkan hemolisis.

Hal ini terutama terjadi pada perempuan yang pada atau di bawah

usia melahirkan karena faktor Rh dapat mempengaruhi janin pada

saat kehamilan.
2.4. Reaksi Transfusi

Reaksi transfusi adalah suatu komplikasi dari transfusi darah yang

berupa respons imun terhadap sel darah transfusi atau komponen lain yang

ditransfusikan secara langsung atau dapat juga berupa respons non imun

sebagai akibat dari kelebihan beban sirkulasi, siderosis transfusi atau

penularan infeksi. Risiko yang berhubungan dengan transfusi dari

komponen spesifik darah cukup rendah.

Reaksi transfusi di klasifikasikan sebagai tipe Akut (cepat)

dan Delayed  (lambat), di mana masing-masing dari tipe tersebut terdiri

dari reaksi akibat Respons Imun dan Respons Non Imun.

(www.informasikedokteran.com, Februari 2018)

1. Reaksi Transfusi Akut

Reaksi Transfusi akut adalah reaksi yang timbul sampai dengan

24 jam setelah pemberian transfusi. Pembagiannya berdasarkan reaksi

Imun dan Non Imun.

Reaksi Imunologi :

a. Reaksi Hemolitik Akut (Acute Hemolytic Reaction) 

Reaksi hemolisis akut adalah reaksi yang disebabkan

inkompatibilitas pada system ABO, misalnya eritrosit golongan A,

B, atau AB diberikan dengan golongan O. Antibodi dalam plasma

pasien akan melisiskan sel darah merah yang in kompatibel.

Meskipun volume darah inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml)

namun sudah dapat menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak


volume darah yang inkompatibel maka akan semakin

meningkatkan risiko.

Pada reaksi transfusi hemolitik ini dilakukan pemeriksaan teliti

identitas donor dan resipien, penyebab tersering adalah karena

kesalahan klinis, terutama kesalahaan pemberian label spesimen.

Langkah berikutnya adalah membuktikan adanya destruksi sel

darah merah, pemeriksaan penyebabnya, dan penatalaksanaan

status klinis pasien.

b. Reaksi Alergi

Reaksi alergi terjadi pada 1% dari semua transfusi darah, sering

terjadi pada orang – orang dengan riwayat alergi, dan yang lebih

sering lagi pada orang – orang yang telah banyak mendapat

transfusi darah sebelumnya.

Tanda dan gejala reaksi alergi bisa berupa gatal, demam, sakit

kepala, bengkak pada muka, bengkak pada bibir, bengkak pada

kelopak mata dan asma bronchial.

c. Reaksi Demam Non Hemolitik / Aloimunisasi

Karena tidak ada dua manusia yang memiliki susunan genetik

yang sama, kecuali kembar identik, proses transfusi darah berarti

memasukkan banyak antigen asing. Antigen ini tidak secara

langsung mengakibatkan reaksi imunologis. Antibodi pada resipien

akan terbentuk dalam hitungan hari, minggu atau bulan setelah

proses transfusi.
d.  Reaksi Anafilaksis

Reaksi anafilaktik ini sangat jarang, diperkirakan hanya terjadi

pada 1 dari 170.000 transfusi. Menurut Kiswari (2014, 329) reaksi

anafilaktik dapat terjadi pada pasien dengan defisiensi IgA dan

pasien yang memiliki antibodi anti-IgA.

Dua tanda klasik reaksi anafilaktik segera terjadi yaitu gejala

hanya setelah beberapa millimeter darah atau plasma dimasukkan

tanpa ada demam. Sitokin dalam plasma merupakan salah satu

penyebab bronkokonstriksi dan vasokonstriksi pada resipien

tertentu.

e. Kerusakan Paru akut akibat Transfusi (Transfusion-Related Acute

Lung Injury = TRALI)

Kerusakan paru disebabkan transfusi antibodi di dalam plasma

donor, yang bereaksi dengan granulosit resipien. Diduga aglutinasi

granulosit dan aktivasi komplemen terjadi dalam jaringan vaskuler

paru, menyebabkan endotel kapiler rusak sehingga terjadi

kebocoran cairan ke dalam alveoli.

Umumnya berupa ”respiratory distress” berat yang tiba-tiba,

disebabkan oleh sindrom edema pulmonal non kardiogenik.

Menggigil, panas, nyeri dada, hipotensi dan sianosis, sebagaimana

umumnya edema paru, mungkin ada. Pada pemeriksaan radiologis

nampak edema paru. Reaksi dapat terjadi dalam beberapa jam

selama transfusi. Pada awalnya berat, umumnya akan mereda

dalam 48-96 jam dengan bantuan pernafasan, tanpa gejala sisa.


Reaksi Non Imunologi

a. Reaksi Hemolitik Non Imun 

Reaksi hemolitik non imun merupakan reaksi akibat transfusi

yang disebabkan bukan karena reaksi antara antigen dan antibody,

melainkan karena pemberian darah yang telah mengalami

hemolisis atau oleh karena pemberian transfusi bersama – sama

dengan larutan hipotonis.

b. Kelebihan beban sirkulasi

Terjadinya hipervolemia secara mendadak akibat transfusi akan

menyebabkan terjadinya bendungan dalam paru yang disusul

dengan sembab paru dan akan tampak gejala – gejala

dekompensasi jantung mendadak, edema paru serta hiperhidrosis

renalis.

c. Emboli Udara

Kejadian ini dapat terjadi pada permulaan transfusi atau yang

paling sering pada waktu transfusi habis dan tak terkontrol oleh

petugas. Juga terjadi pada transfusi yang dipercepat dengan

meninggikan tekanan, dengan cara memasukkan udara ke dalam

botol, bisa terjadi juga pada saat pemasangan selang transfusi atau

waktu penggantian botol darah. Namun dengan adanya kantong

plastik untuk darah emboli darah sudah jarang terjadi.

d. Keracunan Sitrat

Darah simpan supaya awet dan tidak membeku diberikan

pengawet campuran sitrat untuk mengikat kalsium agar tidak


terjadi pembekuan, fosfat sebagai penyangga (buffer), dan

dekstrosa sebagai sumber energi sel darah merah serta Ademin

untuk membantu resistensi adenosin Trifosfat dan menjaga supaya

2,3 DPG tidak cepat rusak. Pada penderita yang mengalami

penyakit hepar dan ginjal yang berat, akan menderita intoksikasi

sitrat oleh karena sitrat dimetabolisme di hati dan diekskresi di

ginjal.

e. Gangguan Irama Jantung

Pada penderita yang menerima transfusi darah yang masif

(cepat dan banyak) dapat timbul gangguan irama jantung yang

pada keadaan berat dapat menyebabkan cardiac arrest.

f. Thrombo Flebritis

Merupakan peradangan pada sepanjang pembuluh darah vena

yang digunakan. Biasanya sering timbul pada transfusi yang lama.

Walaupun jarang terjadi namun dapat menyebabkan komplikasi

berupa emboli dan/atau sepsis

g. Gangguan Hemostatis

Pada suatu transfusi darah dapat terjadi gangguan hemostatis

atau koagulasi yang memberikan gejala-gejala perdarahan.   

2. Reaksi Transfusi Delayed (lambat)

Reaksi transfusi yang terjadi setelah 24 jam pemberian transfusi.

Pembagiannya berdasarkan akibat reaksi Imunologi dan Non

Imunologi.

Reaksi Imunologi :
a. Reaksi Hemolitik Lambat

Reaksi ini biasanya timbul setelah 3-21 hari setelah

transfusi (1) reaksi ini biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri.

Reaksi ini umumnya bersifat sekunder, terjadi sesudah kemasukan

antigen eritrosit, respon terbentuknya antibodi lambat, puncak

reaksi tercapai juga lambat. Pada reaksi transfusi hemolotik lambat

ini, perusakan eritrosit donor terjadi ekstravaskular, yaitu di sistem

retikulo endotelial (clearance dipercepat).

Reaksi Non Imunologi

a. Reaksi Penularan Penyakit

Transfusi dengan darah yang telah kejangkitan kuman

sangat berbahaya, apalagi telah lama disimpan dapat menyebabkan

syok sampai kematian. Untungnya kejadian ini jarang terjadi,

meskipun darah diambil secara steril mungkin, umumnya akan

terjadi kontaminasi dengan kuman yang ada di kulit atau diudara,

tetapi darah segar bersifat bakterisid sehingga kuman yang

terkontaminasi sebagian besar akan mati, sedang kuman yang tidak

mati, bila darah yang akan diambil dilakukan penyimpangan

dengan baik (dengan segera dimasukkan dalam refrigerator).

Kuman tersebut tidak akan berkembang biak dan tidak akan

memberikan gejala klinis. Tetapi bila penyimpanan tidak baik atau

darah dibiarkan dengan temperature ruangan maka kuman akan

cepat berkembang. Yang paling banyak ditemukan ialah kuman


gram (-), yang menimbulkan gejala – gejala syok akibat

endotoksin.

Diagnosa diperkuat dengan pemeriksaan kultur darah dari

sisa darah yang diberikan dan dari darah penderita. Adapun

penularan penyakit yang dilaporkan oleh peneliti dan para ahli

Hematologi adalah sebagai berikut :

1. Sebab Viral:

a. Hepatitis (HAV & HBV)

Menurut Green (2016, 5) “Hepatitis adalah istilah

umum yang berarti radang hati. “Hepa” berarti kaitan

dengan hati, sementara “itis” berarti radang”.

Ada berbagai macam virus hepatitis yang sudah

diketahui saat ini. Seperti yang dipaparkan oleh Green

(2016, 7)

“Ada lima virus yang diketahui mempengaruhi hati dan


menyebabkan hepatitis: HAV, HBV, HCV, virus hepatis delta
(HDV, yang hanya menyebabkan masalah pada orang yang
terinfeksi HBV), dan virus hepatitis E (HEV). Tidak ada virus
hepatitis F. Virus hepatitis G (HGV) pada awal diperkirakan
dapat menyebabkan kerusakan pada hati, tetapi ternyata
diketahui sebagai virus yang tidak menyebabkan masalah
kesehatan, dan virus ini sekarang diberi nama baru sebagai virus
GB-C (GBVC).”

Pada penelitian ini, penyakit yang dapat terjadi

karena reaksi transfusi adalah hepatitis A dan hepatitis B.

Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A

(HAV). Hepatitis A adalah bentuk hepatitis yang akut,

berarti tidak menyebabkan infeksi kronis. Sekali kita

pernah terkena hepatitis A, kita tidak dapat terinfeksi lagi.


Namun, kita masih dapat tertular dengan virus hepatitis

lain.

Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV).

HBV adalah virus nonsitopatik, yang berarti virus tersebut

tidak menyebabkan kerusakan langsung pada sel hati.

Sebaliknya, reaksi yang bersifat menyerang oleh sistem

kekebalan tubuh yang biasanya menyebabkan radang dan

kerusakan pada hati. Seperti hepatitis A, hepatitis B dapat

menyebabkan hepatitis akut bergejala. Tetapi berbeda

dengan hepatitis A, hepatitis B dapat menjadi infeksi kronis

(menahun). Ini berarti bahwa sistem kekebalan tubuh tidak

mampu memberantas virus dalam enam bulan setelah

terinfeksi. Dengan kata lain, virus tersebut terus

berkembang dalam hati selama beberapa bulan atau tahun

setelah terinfeksi. Hal ini meningkatkan risiko kerusakan

hati dan kanker hati.

b. Cito Megalo Virus (CMV)

CMV adalah virus yang umumnya menginfeksi

manusia semua umur. Sekalinya virus ini menginfeksi

manusia, maka akan tinggal di tubuh manusia yang

terinfeksi selamanya. CMV adalah salah satu anggota dari

herpes virus yang meliputi herpes simplex viruses dan

virus yang menyebabkan cacar air dan mononucleosis.

Virus ini tidak menyebar melalui makanan, air, atau hewan.


c. HIV/AIDS

HIV adalah virus yang menyerang dan merusak

sistem kekebalan tubuh kita sehingga kita tidak bisa

bertahan terhadap penyakit-penyakit yang menyerang

tubuh kita. Bila sistem kekebalan tubuh kita sudah rusak

atau lemah, maka kita akan terserang oleh berbagai

penyakit yang ada di sekitar kita seperti TBC, diare, sakit

kulit, dll. Kumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh

kita itulah yang disebut AIDS (Acquired Immune

Deficiency Syndrome).

2. Sebab Protozoa:

a. Malaria

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit

Plasmodium. Plasmodium vivax adalah spesies plasmodium

yang paling sering menyebabkan malaria, diikuti oleh

Plasmodium falciprum, dan yang terakhir adalah

Plasmodium malariae.

b. Chagas Disease

Chagas cisease atau yang lebih dikenal dengan American

trypanosomiasis disebabkan oleh parasit Trypanosoma cruzi,

pertama kali ditemukan pada tahun 1909 oleh ilmuwan Brazil

yang bernama Carlo Chagas. Menurut Rassi A (2010, 375)

“Resiko tertular Chagas Disease setelah melakukan transfusi

1 kantong darah dari donor yang terinfeksi mencapai 10%

sampai 20%”.
c. Kala Azar

Visceral leishmaniasis atau Kala azar adalah infeksi

protozoa intraseluler. Kala azar adalah masalah kesehatan

masyarakat di daerah prevalensinya, terutama India,

Bangladesh, Nepal, Brazil, dan Sudan.

Kami hanya menemukan 11 laporan tentang

transfusi darah yang menularkan leishmaniasis dalam

literatur bahasa inggris. (Singh S, 1996)

Dari 11 laporan tersebut, 10 diantaranya merupakan

laporan kasus individu. Dari 10 laporan, lima adalah bayi

dan empat pasien adalah anak usia kurang dari 6 tahun.

Hanya satu kasus orang dewasa tertular leishmaniasis

melalui transfusi di India.

3. Sebab Bakterial:

a. Bakteremia

Bakteremia adalah adanya bakteri dalam darah

berdasarkan hasil kultur darah positif. Didapatkannya

bakteri dari kultur darah di laboratorium dapat disebabkan

adanya infeksi maupun non-infeksi, seperti kontaminasi.

Bakteremia akan menyebabkan respon fisiologis yang

mengindikasikan adanya infeksi berat.

b. Kontaminasi :

 Coliform Sp

 Pseudomonas
 Proteus              

Untuk mengurangi potensi penularan penyakit, dilakukan

penapisan faktor risiko donor berdasarkan riwayat medis dan pemeriksaan

dengan serangkaian uji laboratorium. Telah digunakan teknik sterilisasi

untuk beberapa komponen plasma dan produk fraksional, namun belum

diciptakannya metode untuk melakukan sterilisasi terhadap komponen sel.

Di bawah ini kami jelaskan sedikit tentang beberapa penyakit yang kami

anggap perlu dan umum untuk dilakukan pemeriksaan.

Meskipun demikian, risiko tersebut harus dipertimbangkan dengan

keuntungan setiap transfusi dilakukan.

Macam reaksi transfusi meliputi :

1. Gatal – gatal

2. Demam

3. Bintik – bintik merah pada kulit

4. Nafas pendek

5. Nyeri

6. Berdebar – debar

7. Menggigil

8. Tekanan darah menurun

Reaksi transfusi ini memang sedikit menakutkan namun tidak

berbahaya jika cepat ditangani. Penanggulangan reaksi transfusi dengan

cara :

1. Berhenti melakukan transfusi darah

2. Naikkan tekanan darah dengan obat – obatan


3. Berikan oksigen 100%

4. Pemberian diuretik

5. Pemberian antihistamin

6. Pemberian steroid dosis tinggi

7. Melakukan exchange transfusion

8. Periksa analisis gas dan pH darah

2.5. Uji Silang Serasi (CROSS MATCH)

Uji Silang Serasi adalah pengujian yang dilakukan sebelum

dilakukannya transfusi darah. Uji ini dilakukan untuk meminimalisir

reaksi transfusi yang terjadi kepada penerima donor setelah terjadinya

transfusi darah.

Adapun metoda yang dilakukan saat melakukan uji silang serasi ini

adalah :

1. Metoda Bovin Albumin

Metoda ini terbagi menjadi 4 tahap :

a. Fase I

I : Mayor : Darah donor di test dengan serum R

II : Minor : Darah resipien di test dengan serum D

Serum / plasma = 2 tetes

Suspensi sel 5% = 1 tetes

Putar 1000 rpm 1 menit

Positif = Aglutinasi / Hemolisis : Inkompatibel

Negatif = Lanjutkan ke F II

b. Fase II
Tambahkan masing – masing 2 tetes BA 22% kemudian kocok

Putar 1000rpm 1 menit

Positif = Inkompatibel

Negatif = F III

c. Fase III

Cuci dengan salin 3 kali, buang supernatan.

Tambah 2 tetes serum coombs kemudian kocok

Putar 1000 rpm 1 menit

Positif = Inkompatibel

Negatif = Lakukan tes validitas

d. Tes Validitas

Tambah 1 tetes sel CCC pada ke 2 tabung

Putar 1000 rpm 1 menit

Jika hasil Negatif, maka reaksi silang serasi tidak benar

dan invalid, harus diulang.

2. Metode Gel Test

Cara kerja dari metode ini adalah :

a. Siapkan 2 buah tabung ukuran 12 x 75mm.

b. Suspensi sel dari tabung 1 diambil 50 ul kemudian,

masukkan kedalam tabung gel 1. Kemudian, tambahkan

plasma pasien sebanyak 25 ul.

c. Suspensi sel dari tabung 2 diambil 50 ul. Kemudian,

masukkan ke dalam tabung gel 2 (Minor). Kemudian,

tambahkan plasma donor sebanyak 25 ul.


d. Suspensi sel dari tabung 1 diambil 50 ul. Kemudian,

masukkan ke dalam tabung gel 3 (Auto k). Kemudian,

tambahkan plasma donot sebanyak 25 ul.

e. Tabung gel diketuk – ketuk sampai campuran sel darah dan

plasma turun ke dalam sel.∘

f. Tabung gel di inkubasi pada suhu 37° C selama 15 menit.

g. Tabung gel diputar 1000 rpm selama 10 menit

h. Baca hasilnya.

2.6. Interpretasi Hasil Uji Silang Serasi

Tabel 2. Interpretasi hasil uji silang serasi


Mayo Minor AC/DCT Keterangan
r
- - - Darah keluar
+ - - Ganti donor darah
- + - Ganti donor darah
- + + Darah keluar jika minor lebih kecil atau
sama dengan AC/DC  inform concent
+ + + Lihat keterangan
Sumber : Prosedur BDRS

Keterangan :

1. Cross Match Mayor, Minor, dan AC = negatif

Darah pasien kompatibel dengan darah donor. Darah boleh

dikeluarkan.

2. Cross Match Mayor = positif, Minor = negatif, dan AC = negatif

Periksa sekali lagi golongan darah pasien apakah sudah sama

dengan donor, apabila sudah sama artinya terdapat Irregular

Antibody pada serum pasien. Ganti darah donor, lakukan cross

match  lagi sampai mendapatkan hasil cross negatif pada mayor


dan minor. Apabila tidak ditemukan hasil cross match yang

kompatibel meskipun darah donor telah diganti, maka harus

dilakukan screening  dan identifikasi antibodi pada serum pasien,

dalam hal ini sampel darah dikirim ke UTD Pembina terdekat.

3. Cross Match Mayor = negatif, Minor = positif, dan AC = negatif

Ada Irregular Antibody pada serum/plasma donor. Ganti

dengan darah donor lain, lakukan cross match lagi.

4. Cross Match Mayor = negatif, Minor = positif, dan AC = positif

Lakukan Direct Coombs Test pada pasien. Apabila DCT =

positif, hasil positif pada cross match minor berasal dari

autoantibodi. Apabila derajat postif pada minor sama atau lebih

kecil dari derajat positif pada AC/DCT, darah boleh dikeluarkan.

Namun apabila derajat positif pada minor lebih besar dibandingkan

derajat positif AC/DCT, maka darah tidak boleh dikeluarkan, ganti

darah donor, lakukan cross match lagi sampai ditemukan positif

pada minor sama atau lebih kecil disbanding AC/DCT.

5. Cross Match Mayor, Minor, dan AC = positif

Periksa ulang golongan darah pasien maupun donor, baik

dengan cell grouping maupun back typing, pastikan tidak ada

kesalahan golongan darah. Lakukan DCT pada pasien, apabila

positif bandingkan derajat positif DCT dengan Minor, apabila

derajat positif minor sama atau lebih rendah dari DCT, maka

derajat positif pada minor diabaikan, artinya positif tersebut berasal

dari autoantibodi. Sedangkan, apabila derajat positif terdapat pada


mayor, maka positif tersebut disebabkan adanya Irregular

Antibody pada serum pasien. Ganti dengan darah donor baru

hingga ditemukan hasil mayor negatif.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan

pendekatan kuantitatif. Metode Penelitian Kuantitatif, sebagaimana

dikemukakan oleh Sugiyono (2012: 8) yaitu :

Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme,


digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,
pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data
bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang
telah ditetapkan.

Menurut Sugiyono (2012: 13) penelitian deskriptif yaitu, penelitian

yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel

atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau

menghubungkan dengan variabel yang lain

Berdasarkan teori tersebut, penelitian deskriptif kuantitatif,

merupakan data yang diperoleh dari sampel populasi penelitian dianalisis

sesuai dengan metode statistik yang digunakan. Penelitian deskriptif dalam

penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran dan

memberikan informasi kepada masyarakat mengenai uji pratransfusi yang

berupa uji silang serasi terhadap keamanan transfusi darah.

3.2. Populasi Sampel

Menurut Sugiyono (2012: 80), “Populasi adalah wilayah

generalisasi terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan


karakteristik tertentu. ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulan”.

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat kota Yogyakarta

khususnya kalangan pelajar, mahasiswa, dan pegawai.

Menurut Sugiyono (2012: 81) sampel adalah sebagian dari jumlah

dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.

Sampel penelitian ini adalah 61 responden yang mengisi angket

atau kuisioner yang kami buat serta kami bagikan secara online.

3.3. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di salah satu RSUD di Daerah Istimewa

Yogyakarta, yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Sleman untuk

mendapatkan data penunjang tentang uji silang serasi. Sedangkan, untuk

mengambil data dari kuisioner, peneliti melakukan penelitian ini di rumah

peniliti masing – masing, dikarenakan kuisioner disebarkan secara online

agar data yang didapatkan mempunyai cakupan yang luas. Proses analisis

data dan menyusun laporan penelitian dilakukan di rumah peneliti masing

– masing.

Alasan peneliti memilih RSUD Sleman sebagai tempat

pengambilan data adalah kemudahan akses dan perijinan untuk

menggunakan laboratorium dan bank darahnya sebagai tempat

pengambilan data penelitian ini.

Rentang waktu yang digunakan untuk mengambil data penunjang

mengenai uji silang serasi dilakukan pada penelitian kali ini adalah tanggal

2 Januari 2018 sampai dengan 17 Januari 2018. Sedangkan, untuk untuk


mengambil data kuisioner dilakukan pada tanggal 26 Februari – 3 Maret

2018.

3.4. Sumber Data

Menurut Arikunto (1998:144), sumber data adalah subjek dari

mana suatu data dapat diperoleh. Selain itu, Menurut Sutopo (2006:56-57),

Sumber data adalah tempat data diperoleh dengan menggunakan metode

tertentu baik berupa manusia, artefak, ataupun dokumen-dokumen

Dalam penelitian ini, sumber data yang kami gunakan adalah :

1) Data Primer

Menurut Hasan (2002: 82) data primer ialah data

yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan

oleh orang yang melakukan penelitian atau yang

bersangkutan yang memerlukannya.

Data primer di dapat dari sumber informan yaitu

individu atau perseorangan seperti hasil wawancara yang

dilakukan oleh peneliti.

Data primer penelitian ini antara lain :

a. Data hasil kuisioner

b. Informasi dari narasumber mengenai uji silang

serasi

c. Data hasil temuan lain yang ditemukan pada saat

pelaksanaan penelitian

d. Data hasil observasi mengenai uji silang serasi

yang terjadi di RSUD Sleman.


2) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau

dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari

sumber-sumber yang telah ada (Hasan, 2002: 58).

Penelitian ini sumber data sekunder yang dipakai

adalah sumber tertulis seperti sumber buku, majalah ilmiah,

dan dokumen-dokumen dari pihak yang terkait mengenai

masalah keamanan transfusi darah.

3.5. Metode Pengumpulan Data

Menurut Arikunto (2002: 197) yang dimaksud dengan teknik

pengumpulan data adalah “cara yang digunakan oleh peneliti dalam

pengumpulan data penelitiannya”. Berdasarkan pengertian tersebut dapat

dikatakan bahwa metode penelitian adalah cara yang dipergunakan untuk

mengumpulkan data yang di perlukan dalam penelitian.

1. Studi Pustaka (library research)

Studi pustaka merupakan langkah awal dalam metode

pengumpulan data. Studi pustaka merupakan metode pengumpulan

data yang diarahkan kepada pencarian data dan informasi melalui

dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, foto-foto, gambar, maupun

dokumen elektronik yang dapat mendukung dalam proses penulisan.

Seperti yang disampaikan Sugiyono (2005: 83) ”Hasil penelitian

juga akan semakin kredibel apabila didukung foto-foto atau karya tulis
akademik dan seni yang telah ada.” Studi pustaka merupakan Maka

dapat dikatakan bahwa studi pustaka dapat memengaruhi kredibilitas

hasil penelitian yang dilakukan

Pada penelitian kali ini, studi pustaka yang kami lakukan yaitu

dengan melakukan kajian terhadap berbagai pustaka yang ada sesuai

dengan penelitian ini.

2. Kuesioner

Pengertian metode angket atau kuesioner menurut Arikunto (2002:

200) “Angket atau kuesioner adalah pernyataan tertulis yang

digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti

laporan tentang pribadi 49 atau hal-hal yang ia ketahui”.

Sedangkan menurut Sugiyono (2012: 142) “Angket atau kuesioner

merupakan tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada

responden untuk dijawab”. Berupa daftar pertanyaan atau angket

tertulis. Sampel yang sesuai dengan karakteristik diberi kuesioner

mengenai masalah penelitian.

Kesioner dalam penelitian ini yaitu pertanyaan tertulis yang

dipertanyakan kepada … responden mengenai pengetahuan

masyarakar tentang prosedur transfuse darah di Daerah Istimewa

Yogyakarta.

Kuesioner kami sebarkan secara online. Dengan tujuan agar dapat

mendapat data dengan jangkauan yang lebih luas. Selain itu,


menyebarkan angjet secara online juga bertujuan untuk mempermudah

peneliti dalam mengolah data.

3. Dokumentasi

Menurut Arikunto (2006: 206) “Dokumentasi adalah mencari dan

mengumpulkan data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkip,

buku, surat kabar, majalah, notulen, rapot, agenda dan sebagainya.”

Pada penelitian kali ini dokumentasi yang kami lakukan yaitu

dengan mengambil data sekunder dari buku jurnal penelitian dan

pustaka.

4. Observasi

Menurut Arikunto (2006:124) observasi adalah mengumpulkan

data atau keterangan yang harus dijalankan dengan melakukan usaha-

usaha pengamatan secara langsung ke tempat yang akan diselidiki.

Metode observasi seperti yang dikatakan Hadi dan Nurkancana

(dalam Suardeyasasri, 2010:9) adalah suatu metode pengumpulan data

yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan dan pencatatan

secara sistematis baik secara langsung maupun secara tidak langsung

pada tempat yang diamati.

Pada penelitian kali ini observasi yang peneliti lakukan adalah

mengadakan pengamatan dan pencatatan mengenai uji silang serasi

dan hasil uji silang serasi secara langsung di RSUD Sleman.

3.6. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian kualitatif ini berupa kuesioner atau

angket dan observasi. Instrumen penelitian yang dipergunakan oleh


penulis berupa pertanyaan yang penulis bagikan kepada beberapa pelajar

atau sampel di SMA N 6 Yogyakarta.

Saat membagikan kuesioner, peneliti menyiapkan beberapa

pertanyaan yang membantu peneliti unutuk dijadikan bahan data

penelitian. Pertanyaan kuesioner antara lain sebagai berikut:

1. Apakah Anda tahu tentang transfusi darah?

2. Apakah Anda pernah melakukan transfusi darah?

3. Apakah Anda tahu tentang tujuan transfusi darah?

4. Apakah Anda tahu tentang syarat transfusi darah? Jika tahu,

sebutkan apa saja yang Anda ketahui!

5. Apakah Anda pernah mendengar tentang reaksi transfusi? Jika

pernah, sebutkan apa saja yang Anda ketahui!

6. Apakah Anda tahu tentang golongan darah? Jika tahu, sebutkan

apa saja yang anda ketahui!

7. Menurut Anda apakah ada golongan darah lain selain golongan

darah A, B, AB, O, dan Rhesus?

8. Menurut Anda, jika golongan darah A, B, AB, dan O sama,

apakah sudah aman untuk dilakukan transfusi?

9. Apakah Anda tahu tentang uji pratransfusi?

Sedangkan melalui observasi, peneliti memperhatikan beberapa

fokus kajian yang akan diteliti sebagai berikut:

1 Transfusi darah, semua jenis transfusi darah yang terjadi di

RSUD Sleman pada bulan Januari 2018.


2 Pelaku, subjek – subjek yang terlibat dalam aktivitas yang

sedang diamati peneliti.

3 Tujuan, dalam kegiatan yang diamati dapat juga terlihat tujuan

– tujuan yang ingin dicapai.

4 Reaksi transfusi, segala jenis reaksi yang terjadi akibat transfusi

darah yang dilakukan pada bulan Januari 2018 di RSUD

Sleman.

3.7. Metode Analisis Data

Menurut Sudjana (2001: 64), “Pengolahan data bertujuan

mengubah data mentah dari hasil pengukuran menjadi data yang lebih

halus sehingga memberikan arah untuk pengkajian lebih lanjut”.

Dari pengertian tersebut, metode analisis data adalah cara

mengolah data mentah menjadi data yang siap dikaji lebih lanjut.

Pada penelitian kali ini, metode pengolahan data yang kami

gunakan adalah metode analitik berupa penganalisisan data – data yang

diperoleh berdasarkan hasil pengamatan dan pengujian kemudian

diperkuat dengan metode deskriptif berupa keterangan dari peneliti dan

beberapa sumber pustaka lainnya.

3.8. Prosedur penelitian

Prosedur penelitian dalam penelitian ini mengacu pada tahap-tahap

yang dikemukakan oleh Arikunto (2006, hlm. 22) yaitu :

1. Pembuatan rancangan penelitian Pada tahapan ini dimulai dari

menentukan masalah yang akan dikaji, studi pendahuluan, membuat

rumusan masalah, tujuan, manfaat, mencari landasan teori,


menentukan metodologi penelitian, dan mencari sumber-sumber

yang dapat mendukung jalannya penelitian;

2. Pelaksanaan Penelitian Tahap pelaksanaan penelitian di lapangan

yakni pengumpulan data yang dibutuhkan untuk menjawab masalah

yang ada. Analisis dari data yang diperoleh melalui dokumentasi,

wawancara, dan kuesioner. Sehingga dapat ditarik kesimpulan dari

data yang ada;

3. Pembuatan Laporan Penelitian Laporan penelitian merupakan

langkah terakhir yang menentukan apakah suatu penelitian yang

sudah dilakukan baik atau tidak. Tahap pembuatan laporan penelitian

ini peneliti melaporkan hasil penelitian sesuai dengan data yang telah

diperoleh dalam bentuk makalah penelitian.

3.9. Jadwal Pelaksanaan

Dibawah ini merupakan tabel yang menunjukkan jadwal

pelaksanaan penelitian kami.

Tabel 3. Jadwal Pelaksanaan Penelitian


NO Nama Kegiatan Bulan

1. Persiapan : penyusunan proposal, Desember 2017

penyusunan instrumen, dan studi

pustaka.
2. Pelaksanaan penelitian. Januari – Februari 2018

3. Analisis data. Februari 2018

4. Penyusunan laporan. Februari – Maret 2018


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini, pengambilan data dilakukan dengan

membagikan angket atau kuesioner online yang berisi pertanyaan-

pertanyaan mengenai tingkat pengetahuan masyarakat tentang transfusi

darah di Yogyakarta.

Dari kuesioner online yang sudah


Usia Responden
kami bagikan, ada 61 responden yang

sudah mengisi kuesioner kami. Sebesar

59% dari responden yang mengisi

kuesioner kami berusia kurang dari 17

tahun. Selain itu, 27,9% lainnya berusia

17 tahun. Sisanya ada 13,1% responden

>17 17 <17 kami berusia lebih dari 17 tahun.

Diagram 1. Distribusi Usia Responden Penelitian

Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan data berdasarkan usia

responden penelitian ini.

Tabel 5. Distribusi Usia Responden Penelitian

Usia Jumlah Presentase

Di bawah 17 tahun 36 59%


17 tahun 17 27,9%
Di atas 17 tahun 8 13,1%

Sumber : Hasil Kuesioner


Dari 61 responden yang mengisi
Jenis Kelamin
Status
kuesioner kami, kami

mengelompokkannya menjadi 2

kelompok berdasarkan jenis kelaminnya.

Pada penelitian ini, 61% di antaranya

berjenis kelamin perempuan. 39%


Laki - Laki
Pelajar Perempuan
Mahasiswa sisanya memiliki jenis kelamin laki –
Pegawai

laki.

Diagram 2. Distribusi Jenis Kelamin Responden penelitian

Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan data berdasarkan jenis

kelamin responden penelitian ini.

Tabel 5. Distribusi Usia Responden Penelitian

Jenis Kelamin Jumlah Presentase

Laki - Laki 24 39%


Perempuan 37 61%

Sumber : Hasil Kuesioner

Berdasarkan kuesioner online yang sudah kami bagikan, ada 61 responden

yang sudah mengisi kuesioner kami. Sebesar 93% dari responden dari

adalah pelajar. 5% dari responden adalah mahasiswa. Sisanya, 2% dari

responden adalah pegawai

Diagram 3. Distribusi Status Responden penelitian

Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan data berdasarkan status

responden penelitian ini.

Tabel 6. Distribusi Usia Responden Penelitian

Status Jumlah Presentase

Pelajar 57 93%
Mahasiswa 3 5%
Pegawai 1 2%
Sumber : Hasil Kuesioner

4.2. Analisis Hasil Penelitian

4.2.1 Hasil Kuesioner

Dari kuesioner online yang sudah kami bagikan, ada 61 responden

yang merespon kuesioner kami. Berikut ini adalah rincian dan pembahasan

jawaban responden dari pertanyaan yang sudah kami ajukan dalam

kuesioner online tersebut.

1. Apakah Anda tahu tentang transfusi darah?

Pada pertanyaan pertama kuesioner ini, peneliti

menanyakan tentang apakah responden tahu tentang transfusi

darah. Tujuan peneliti menanyakan pertanyaan ini adalah untuk

mengetahui apakah responden sudah mengetahui tentang

transfusi darah atau belum mengetahui tentang transfusi darah.

Pada pertanyaan ini, peneliti menyediakan 2 pilihan jawaban.

Yaitu berupa pilihan ya dan tidak.

Dari 61 responden yang mengisi kuesioner ini, hampir 90%

dari responden atau 55 responden menjawab ya. Hanya 10%

dari responden atau 6 responden menjawab tidak. Dari hasil ini

dapat kita ketahui bahwa responden yang merupakan

masyarakat Kota Yogyakarta kebanyakan sudah mengetahui


transfusi darah secara umum. Hanya beberapa responden saja

yang belum mengetahui apa itu transfusi darah secara umum.

Tabel di bawah ini menunjukkan hasil isian dari responden

yang mengisi kuesioner kami pada pertanyaan pertama ini.

Tabel 7. Jawaban Responden pada Pertanyaan Pertama

Jawaban Jumlah Presentase

Ya 55 90%
Tidak 6 10%
Sumber : Hasil Kuesioner

2. Apa Anda pernah melakukan transfusi darah?

Pada pertanyaan kedua kuesioner ini, peneliti menanyakan

tentang apakah responden pernah melakukan transfusi darah.

Tujuan peneliti menanyakan hal ini adalah untuk mengetahui

lebih lanjut bagaimana responden dalam penelitian ini. Pada

pertanyaan ini, peneliti menyediakan 2 pilihan jawaban. Yaitu

berupa pilihan ya atau tidak.

Dari 61 responden yang mengisi kuesioner ini, 94% dari

responden atau 57 responden belum pernah melakukan transfusi

darah. Hanya 6% dari responden penelitian atau 4 responden

yang sudah pernah melakukan transfusi darah. Hal ini bisa saja

terjadi karena responden penelitian yang masih belum cukup

umur untuk melakukan trasnfusi darah mengingat responden

penelitian kebanyakan masih berusia di bawah 17 tahun.

Tabel di bawah ini menunjukkan hasil isian dari responden

yang mengisi kuesioner kami pada pertanyaan kedua ini.


Tabel 7. Jawaban Responden pada Pertanyaan kedua

Jawaban Jumlah Presentase

Ya 57 94%
Tidak 4 6%
Sumber : Hasil Kuesioner

3. Apakah Anda tahu tentang tujuan transfusi darah?

Pada pertanyaan ketiga kuesioner ini, peneliti menanyakan

tentang apakah responden mengetahui tujuan dilakukannya

transfusi darah. Peneliti menanyakan hal ini dengan tujuan untuk

mengukur seberapa banyak responden yang mengetahui tentang

tujuan dilakukannya suatu transfusi darah. Pada pertanyaan ini,

peneliti menyediakan 2 pilihan jawaban. Yaitu berupa pilihan ya

dan tidak.

Dari 61 responden yang mengisi kuesioner ini, hanya 60

responden yang mengisi pertanyaan ini. 82% dari responden

yang mengisi pertanyaan ini atau 49 responden mengetahui

tentang tujuan dilakukan transfusi darah. Sisanya, 18% dari

responden yang mengisi pertanyaan ini atau 11 responden

lainnya belum mengetahui tentang tujuan dilakukannya transfusi

darah.

Tabel di bawah ini menunjukkan hasil isian dari responden

yang mengisi kuesioner kami pada pertanyaan ketiga ini

Tabel 8. Jawaban Responden pada Pertanyaan Ketiga

Jawaban Jumlah Presentase

Ya 49 82%
Tidak 11 18%
Sumber : Hasil Kuesioner

4. Apakah Anda tahu tentang syarat transfusi darah? Jika tahu,

sebutkan apa saja yang Anda ketahui!

Pada pertanyaan keempat kuesioner ini, peneliti

menanyakan tentang apakah responden mengetahui tentang

syarat dilakukannya transfusi darah. Peneliti menanyakan hal ini

dengan tujuan untuk mengukur seberapa banyak responden yang

mengetahui tentang syarat – syarat dilakukannya suatu transfusi

darah. Pada pertanyaan ini, peneliti menyediakan jawaban

berupa jawaban ya dan tidak serta uraian singkat jika responden

mengetahui tentang syarat transfusi darah.

Dari 61 responden yang mengisi kuesioner ini, hanya ada

60 responden yang mengisi pertanyaan ini. Serta hanya 47%

dari responden atau 28 orang mengetahui tentang syarat – syarat

dilakukannya transfusi darah. Beberapa dari responden sudah

menyebutkan syarat – syarat transfusi darah yang lengkap

menurut prosedur BDRS. Namun, kebanyakan dari responden

hanya menyebutkan syarat umum yaitu usia donor harus lebih

dari 17 tahun. Sisanya, 53% dari responden atau 32 responden

belum mengetahui apa saja syarat – syarat yang harus dipenuhi

sebelum melakukan transfusi darah.


Tabel di bawah ini menunjukkan hasil isian dari responden

yang mengisi kuesioner kami pada pertanyaan keempat ini.

Tabel 9. Jawaban Responden pada Pertanyaan Keempat

Jawaban Jumlah Presentase

Ya 28 47%
Tidak 32 53%
Sumber : Hasil Kuesioner

5. Apakah Anda pernah mendengar tentang reaksi transfusi? Jika

pernah, sebutkan apa saja yang Anda ketahui!

Pada pertanyaan kelima kuesioner ini, peneliti menanyakan

tentang apakah responden pernah mendengar dan mengetahui

tentang reaksi transfusi. Peneliti menanyakan hal ini dengan

tujuan untuk mengetahui apakah responden mengetahui tentang

suatu reaksi transfusi. Pada pertanyaan ini, peneliti menyediakan

jawaban berupa jawaban ya dan tidak serta uraian singkat jika

responden mengetahui tentang reaksi transfusi.

Dari 61 responden yang mengisi kuesioner ini, hanya ada

60 responden yang mengisi pertanyaan ini. Hanya 27% dari

responden atau 16 orang mengetahui tentang reaksi transfusi.

Kebanyakan dari responden yang mengetahui reaksi transfusi

mengisi uraian dengan dampak yang terjadi karena reaksi

transfusi seperti alergi, demam, dan dampak lainnya. Ada yang

mengisi uraian singkat tersebut dengan jenis reaksi transfusi,

yaitu akut dan delayed. Ada juga yang mengisi uraian dengan

definisi umum suatu reaksi transfusi. Sisanya, 73% dari


responden penelitian atau 44 responden tidak mengetahui tentang

reaksi transfusi.

Tabel di bawah ini menunjukkan hasil isian dari responden

yang mengisi kuesioner kami pada pertanyaan kelima ini.

Tabel 10. Jawaban Responden pada Pertanyaan Kelima

Jawaban Jumlah Presentase

Ya 16 37%
Tidak 44 73%
Sumber : Hasil Kuesioner

6. Apakah Anda tahu tentang golongan darah? Jika tahu, sebutkan

apa saja yang anda ketahui!

Pada pertanyaan keenam kuesioner ini, peneliti

menanyakan tentang apakah responden mengetahui tentang

golongan darah. Peneliti menanyakan hal ini dengan tujuan untuk

mengetahui seberapa dalam responden mengetahui pengetahuan

mengenai golongan darah. Pada pertanyaan ini, peneliti

menyediakan jawaban berupa jawaban ya dan tidak serta uraian

singkat untuk menyebutkan golongan darah apa saja yang

diketahui oleh responden.

Dari 61 responden yang mengisi kuesioner ini, hanya ada

60 responden yang mengisi pertanyaan ini. Sebanyak 93%

responden yang mengisi pertanyaan ini atau 56 responden sudah

mengetahui tentang golongan darah. Meski begitu, ketika

responden mengisi uraian singkat yang peneliti berikan, hampir

dari semua responden yang mengetahui tentang golongan darah


hanya menyebutkan golongan darah A, B, O, AB, dan Rhesus.

Hanya ada 1 responden yang dapat menyebutkan jenis – jenis

golongan darah lebih dari A, B, AB, O, dan Rhesus. Sisanya,

sebanyak 7% responden atau 4 responden belum mengetahui apa

itu golongan darah.

Tabel di bawah ini menunjukkan hasil isian dari responden

yang mengisi kuesioner kami pada pertanyaan keenam ini.

Tabel 11. Jawaban Responden pada Pertanyaan Keenam

Jawaban Jumlah Presentase

Ya 56 93%
Tidak 4 7%
Sumber : Hasil Kuesioner

7. Menurut Anda apakah ada golongan darah lain selain golongan

darah A, B, AB, O, dan Rhesus?

Pada pertanyaan ketujuh kuesioner ini, peneliti

menanyakan tentang apakah responden mengetahui tentang

golongan darah lain selain A, B, AB, O, dan Rhesus. Peneliti

menanyakan hal ini dengan tujuan untuk mengetahui seberapa

dalam responden mengetahui pengetahuan mengenai golongan

darah selain A, B, AB, O, dan Rhesus. Pada pertanyaan ini,

peneliti menyediakan 2 pilihan jawaban berupa jawaban ya dan

tidak.

Dari 61 responden yang mengisi pertanyaan ini, 77% dari

responden penelitian atau 47 responden menjawab bahwa tidak

ada golongan darah lain selain golongan darah A, B, O, AB, dan


Rhesus. Sisanya 23% dari responden penelitian atau 14

responden menjawab bahwa ada golongan darah lain selain A, B,

O, AB, dan Rhesus.

Tabel di bawah ini menunjukkan hasil isian dari responden

yang mengisi kuesioner kami pada pertanyaan ketujuh ini.

Tabel 12. Jawaban Responden pada Pertanyaan Ketujuh

Jawaban Jumlah Presentase

Ya 14 23%
Tidak 47 77%
Sumber : Hasil Kuesioner

8. Menurut Anda, jika golongan darah A, B, AB, dan O sama,

apakah sudah aman untuk dilakukan transfusi?

Pada pertanyaan kedelapan kuesioner ini, peneliti

menanyakan tentang apakah menurut responden jika golongan

darah A, B, AB, O, dan Rhesus sama apakah aman untuk

dilakukan transfusi. Peneliti menanyakan hal ini dengan tujuan

untuk mengetahui seberapa dalam responden mengetahui tentang

keamanan transfusi darah. Pada pertanyaan ini, peneliti

menyediakan 2 pilihan jawaban berupa jawaban ya dan tidak.

Dari 61 responden yang mengisi pertanyaan ini, 53% dari

responden penelitian atau 32 responden menjawab bahwa jika

golongan darah A, B, O, AB, dan Rhesus sama sudah aman

untuk dilakukan transfusi. Sedangkan sisanya 47% dari

responden penelitian atau 29 responden menjawab bahwa


meskipun A, B, O, AB, dan Rhesus sudah sama belum tentu

aman untuk dilakukan suatu transfusi darah.

Tabel di bawah ini menunjukkan hasil isian dari responden

yang mengisi kuesioner kami pada pertanyaan kedelapan ini.

Tabel 13. Jawaban Responden pada Pertanyaan Kedelapan

Jawaban Jumlah Presentase

Ya 32 53%
Tidak 29 47%
Sumber : Hasil Kuesioner

9. Apakah Anda tahu tentang uji pratransfusi?

Pada pertanyaan kesembilan kuesioner ini, peneliti

menanyakan tentang apakah responden mengetahui tentang uji

pratransfusi. Peneliti menanyakan hal ini dengan tujuan untuk

mengetahui seberapa dalam responden mengetahui tentang

keamanan transfusi darah khususnya uji pratransfusi. Pada

pertanyaan ini, peneliti menyediakan 2 pilihan jawaban berupa

jawaban ya dan tidak.

Dari 61 responden yang mengisi pertanyaan ini, hanya 18%

dari responden atau 11 responden yang mengetahui tentang uji

pratransfusi. Sisanya, 82% responden atau 50 responden belum

mengetahui tentang uji pratransfusi.

Tabel di bawah ini menunjukkan hasil isian dari responden

yang mengisi kuesioner kami pada pertanyaan kesembilan ini.


Tabel 13. Jawaban Responden pada Pertanyaan Kesembilan

Jawaban Jumlah Presentase

Ya 11 82%
Tidak 50 18%
Sumber : Hasil Kuesioner

4.2.2 Hasil observasi uji silang serasi di RSUD Sleman

Pada penelitian kali ini, kami mengobservasi 100 data pasien yang

melakukan transfusi darah di RSUD Sleman pada periode 1 Januari – 17

Januari 2018. Dari data yang kami dapatkan, terdapat 34 pasien yang

memiliki golongan darah A melakukan transfusi darah di RSUD Sleman.

Ada 29 pasien yang memiliki golongan darah B melakukan transfusi darah

di RSUD Sleman. Ada 29 pasien yang memiliki golongan darah O dan 8

pasien yang memiliki golongan darah AB melakukan transfusi darah di

RSUD Sleman pada periode 1 Januari – 17 Januari 2018.

Tabel 14. Distribusi Golongan Darah Subyek Penlitian


Golongan Darah Jumlah Presentase

Golongan Darah A 34 34%


Golongan Darah B 29 29%
Golongan Darah O 29 29%
Golongan Darah AB 8 8%

Umur rata – rata pasien yang melalukan transfusi darah adalah

45,44 tahun. Dengan umur paling muda yang melakukan transfusi darah

berumur 2 tahun. Sedangkan, umur paling tua yang melakukan transfusi


darah berumur 81 tahun. Berdasarkan data yang kami dapat, kelompok

umur yang paling banyak melakukan transfusi darah adalah kelompok

umur 46 – 60 tahun dengan jumlah 30 pasien. Sedangkan, kelompok umur

yang paling jarang melakukan transfusi darah adalah kelompok remaja,

atau kelompok umur 13 – 20 tahun.

Tabel 15. Distribusi Umur Subyek Penelitian


Umur Jumlah Presentase
0 – 5 Tahun 4 4%
6 – 12 Tahun 7 7%
13 – 20 Tahun 1 1%
21 – 32 Tahun 13 13%
33 – 45 Tahun 18 18%
46 – 60 Tahun 30 30%
>60 Tahun 27 27%

Sebab pasien melakukan transfusi darah pada bulan Januari paling

banyak disebabkan karena anemia, dengan jumlah 35 pasien. Paling

banyak kedua disebabkan karena pasien membutuhkan darah sebab CKD

(Coronary Kidney Disease), dengan jumlah 26 pasien. Selain itu, ada 16

pasien thalasemia yang melakukan transfusi darah pada bulan Januari

2018. Ada 15 pasien melakukan transfusi darah karena kehilangan banyak

darah setelah melakukan operasi cesar. Ada 2 pasien meminta kantong

darah dari Bank Darah RSUD Sleman dengan sebab Pre operasi.
Selebihnya, ada masing – masing 1 orang pasien yang melakukan transfusi

darah disebabkan karena keganasan genekologi, Ulkus DM, CA Servik,

gangguan pembekuan darah, MDS, dan Syndrome Nefrotic.

Tabel 16. Distribusi Diagnosis Penyakit Subyek Penelitian


Diagnosis Penyakit Jumlah Presentase

Anemia 35 35%
Thalasemia 16 16%
CKD 26 26%
SC 15 15%
MDS 1 1%
Syndrome Nefrotic 1 1%
Pre Op 2 2%
Keganasan Genekologi 1 1%
Ulkus DM 1 1%
CA Servik 1 1%
Gangguan Pembekuan 1 1%
Darah

4.3. Pembahasan

4.3.1 Apakah masyarakat Kota Yogyakarta memahami secara detail tentang

keamanan transfusi darah?

Masyarakat Kota Yogyakarta yang menjadi responden pada

penelitian ini masih belum mengetahui secara detail mengenai keamaanan

transfusi darah dan transfusi darah itu sendiri. Seperti pada pertanyaan

tentang syarat transfusi darah, beberapa responden yang menjawab sudah

mengetahui hanya sebanyak 28 responden. Dari 28 responden tersebut


sudah menjawab dengan lengkap dan benar. Namun, kebanyakan dari

responden hanya menjawab “Usia lebih dari 17 tahun”. Beberapa

responden juga ada yang menjawab “Sehat, sedang tidak sakit”. Sisanya,

32 responden penelitian sama sekali belum mengetahui tentang syarat –

syarat yang harus dipenuhi agar dapat melakukan transfusi darah. Hal ini

menunjukkan bahwa Masyarakat Kota Yogyakarta khususnya yang

menjadi responden penelitian ini masih banyak yang belum mengetahui

tentang syarat – syarat yang harus dipenuhi untuk bisa melakukan transfusi

darah.

Saat para responden diberi pertanyaan mengenai reaksi transfusi,

hanya 16 responden yang menjawab “Ya”. Yang berarti hanya ada 16 dari

60 responden yang sudah mengetahui tentang reaksi transfusi darah.

Namun, dari ke 16 tersebut hanya 14 responden yang mengisi uraian

mengenai reaksi transfusi. Dari ke 14 responden tersebut, belum ada yang

bisa menjelaskan secara rinci tentang pengertian dan contoh dari reaksi

transfusi tersebut. Kebanyakan dari responden penelitian ini hanya

menyebutkan salah satu dari jenis, pengertian, dan penyebab terjadinya

reaksi transfusi. Sisanya, sebanyak 44 responden belum pernah

mendengar atau mengetahui tentang reaksi transfusi. Hal seperti ini

menunjukkan bahwa para responden penelitian ini masih belum terlalu

paham secara detail tentang masalah – masalah transfusi darah dan

keaamanan transfusi darah.

Pada saat peneliti menanyakan tentang golongan darah, hampir

seluruh responden atau sebanyak 56 responden penelitian menjawab “Ya”


yang berarti para responden sudah mengetahui tentang golongan darah.

Namun, dari sekian banyak responden hanya ada 1 responden yang bisa

menyebutkan golongan darah selain golongan darah A, B, O, AB, dan

Rhesus. Responden tersebut menjawab "A, B, O, AB, Rhesus, Diego

Positif, M, N, MN, Duffy Negatif”. Selain itu ada juga responden yang

hanya menjawab tentang definisi golongan darah. Terhitung ada 3

responden yang menjawab uraian dengan memberikan definisi tentang apa

itu golongan darah. Hal ini sangat wajar terjadi karena memang sejak

dahulu masyarakat kita hanya di beritahu tentang golongan darah A, B, O,

AB, dan Rhesus. Padahal meskipun golongan darah A, B, AB, O, dan

Rhesus sudah sama, masih ada kemungkinan terjadinya suatu reaksi

transfusi karena ketidakcocokan golongan darah lain yang ada dalam darah

tersebut. Sisanya, sebanyak 4 responden belum pernah mendengar atau

mengetahui tentang golongan darah.

Saat peneliti menanyakan tentang uji pratransfusi, hanya 11

responden yang mengetahui tentang uji pratransfusi. Sisanya, 50

responden belum / tidak mengetahui tentang uji pratransfusi darah. Dari

hasil ini menunjukkan bahwa para responden penelitian ini masih belum

terlalu paham secara detail tentang keaamanan transfusi darah.

4.3.2 Bagaimana pengaruh uji silang serasi terhadap keamanan transfusi darah?

Dari beberapa uji pratransfusi yang ada, peneliti memfokuskan ke

salah satu uji pratransfusi yaitu uji silang serasi. Uji Silang Serasi adalah

pengujian yang dilakukan sebelum dilakukannya transfusi darah. Uji ini


dilakukan untuk meminimalisir reaksi transfusi yang terjadi kepada

penerima donor setelah terjadinya transfusi darah.

Uji Silang Serasi Darah merupakan pemeriksaan utama yang

dilakukan sebelum transfusi yaitu memeriksakecocokan antara darah

pasien dan donor sehingga darah yang diberikan benar-benar cocok

(Setyati, 2010) dan supaya darah yang ditranfusikan benar-benar

bermanfaat bagi kesembuhan pasien (Amiruddin, 2015).

Uji silang serasi ini sangat mempengaruhi keamanan transfusi

darah. Jika sebelum transfusi darah tidak melakukan suatu uji pratransfusi

khususnya uji silang serasi, maka kemungkinan terjadinya reaksi transfusi

meningkat. Hal ini dikarenakan uji silang serasi ini menguji kecocokan

darah antara donor dan pasien.

Dari hasil observasi kami mengenai uji silang serasi di RSUD

Sleman pada bulan Januari lalu, kami mendapatkan sebanyak 100 data

pasien yang melakukan transfusi darah di RSUD Sleman pada tanggal 1 –

17 Januari 2018. Data – data tersebut meliputi nomor rekam medis pasien,

usia pasien, hemoglobin pasien saat akan menjalankan transfusi, golongan

darah pasien, jenis komponen darah yang diperlukan pasien, nomor

kantong darah yang diminta, dan hasil uji silang serasi yang sudah di

ujikan oleh rekan – rekan analis yang bekerja di bank darah RSUD

Sleman.

Dari 100 data pasien yang kami ambil dari RSUD Sleman, tidak

ada pasien yang mengalami reaksi transfusi. Hal ini dikarenakan karena

jika hasil uji silang serasi yang dilakukan mengindikasikan suatu reaksi,
maka kantong darah tidak jadi diberikan kepada pasien tersebut dan dioper

atau diberikan ke pasien lainnya. Suatu pasien yang hasil uji silang

serasinya tidak cocok atau inkompatibel akan diberikan kantong darah

lainnya untuk diujikan lagi sampai darah donor dan darah pasien tersebut

kompatibel atau cocok agar tidak terjadi suatu reaksi transfusi.

Hal ini sesuai dengan indikator mutu yang dikeluarkan oleh

Departemen Kesehatan tentang standar pelayanan minimal bahwa kejadian

reaksi transfusi di rumah sakit seharusnya ≤0,01%.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian deskriptif dengan pendekatan

kuantitatif dengan teknik observasi dan kuesioner yang ditujukan untuk

masyarakat Yogyakarta mengenai gambaran uji silang serasi terhadap

keamanan transfusi darah dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai

berikut :

1. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari penelitian ini, dilihat

dari hasil kuesioner yang dibagikan, kebanyakan responden masih

belum mengetahui secara detail tentang keamanan transfusi darah. Hal

ini terbukti dari jawaban responden yang masih menjawab tidak saat

diberi pertanyaan mengenai keamanan transfusi darah. Meskipun juga

ada beberapa responden yang dapat menjawab dengan benar, dapat

peneliti simpulkan bahwa kebanyakan masyarakat di Kota Yogyakarta

masih belum mengetahui secara detail tentang keamanan transfusi

darah.

2. Berdasarkan hasil observasi peneliti mengenai uji pratransfusi

khususnya uji silang serasi di salah satu RS di Daerah Istimewa

Yogyakarta, yaitu RSUD Sleman, peneliti mendapatkan 100 data

pasien yang melakukan transfusi darah pada tanggal 1 – 17 Januari

2018. Dari 100 pasien tersebut dilaporkan tidak ada yang mengalami

suatu reaksi transfusi. Hal ini dikarenakan karena jika hasil uji silang

serasi yang dilakukan mengindikasikan suatu reaksi, maka kantong


darah tidak jadi diberikan kepada pasien tersebut dan dioper atau

diberikan ke pasien lainnya. Suatu pasien yang hasil uji silang

serasinya tidak cocok atau inkompatibel akan diberikan kantong darah

lainnya untuk diujikan lagi sampai darah donor dan darah pasien

tersebut kompatibel atau cocok agar tidak terjadi suatu reaksi

transfusi. Oleh karena itu, peneliti menyimpulkan bahwa uji silang

serasi berperan penting dan sangat berpengaruh dalam meminimalisir

terjadinya suatu reaksi transfusi.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang sudah

dikemukakan, berikut ini beberapa saran peneliti yang diharapkan bisa

menjadi masukan dan bahan pertimbangan untuk kedepannya sehingga

masyarakat Kota Yogyakarta lebih mengetahui tentang detail keamanan

transfusi darah. Yaitu :

1. Pemberian penyuluhan atau sosialisasi mengenai keamanan transfusi

darah. Khususnya dengan uji silang serasi. Hal ini bertujuan agar

masyarakat Kota Yogyakarta lebih mengetahui tentang keamanan

transfusi darah dan tidak asal melakukan transfusi darah.

2. Untuk tenaga medis di rumah sakit, peneliti menyarankan untuk selalu

melakukan uji silang serasi sebelum melakukan transfusi darah. Hal ini

bertujuan untuk meminimalisir angka reaksi transfusi yang

kemungkinan terjadi saat transfusi darah dilakukan.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2000. WHO Expert Committe on Malaria, Twentieth Report, World


Health Organization Tehnical Report Series 892, Geneva. Geneva: WHO.

Anonim. BAB II Tinjauan Pustaka. http://repository.unimus.ac.id/442/3/BAB


%20II.pdf diakses pada 24 Februari 2018 pukul 7.34 WIB.

Anonim. BAB III Metode Penelitian. http://digilib.unila.ac.id/924/10/BAB


%20III.pdf diakses pada 24 Februari 2018 pukul 7.30 WIB.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

Departemen Kesehatan Sekretariat Surveilans Kesehatan, DATASUS. 2009.


Informasi Surveilans Epidemiologi - SIVEP - Malaria.
http://dw.saude.gov.br/portal/page/sivep_malaria/ diakses pada 28 Februari
2018 pukul 18.32.

Green, Chris W. 2016. Hepatitis dan Virus HIV. Jakarta : Yayasan Spiritia.

http://www.informasikedokteran.com/2015/09/reaksi-transfusi-darah.html diakses
pada 27 Maret 2018 pukul 20.07 WIB

Kiswari, Rukman. 2014. Hematologi & Transfusi. Semarang : Erlangga.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Standar Pelayanan Minimal


Rumah Sakit. https://www.slideshare.net/f1smed/kepmenkes-
no129tahun2008standarpelayananminimalrs diakses pada 25 Maret 2018
pukul 19.22 WIB

Peraturan pemerintah no.91 tahun 2015 tentang standar transfusi darah.

Rosita, Ratna dkk. 2008. Modul 2 Pelatihan Crash Program Petugas Teknis
Transfusi Darah Bagi Petugas UTDRS. Jakarta : Depkes Republik
Indonesia.

Rassi A Jr, Rassi A, Marin-Neto JA. 2010. Chagas disease.


https://pdfs.semanticscholar.org/a500/35f3a3ce8d19d201d07a72905bf19de6
802a.pdf diakses pada 28 Februari 2018 pukul 18.50

Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : ALFABETA.

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : ALFABETA.

Sudjana, D. 2001. Metode & Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung : Falah


Production.
Wahyuningsih, Witri Palupi Retno. 2016. Interpretasi Hasil Cross Match. RS
PKU Muhammadiyah Gombong.
LAMPIRAN

Formulir kuesioner online

Anda mungkin juga menyukai