TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma
bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan
berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90 (Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2014).
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan
efek patologi. Tingginya kadar bilirubin yan dapat menimbulkan efek
patologi pada setiap bayi berbeda-beda. Dapat juga diartikan sebagai
ikterus dengan konsentrasi bilirubin, yang serumnya mungkin menjurus
ke arah terjadinya kernicterus bila kadar bilirubin tidak dikendalikan
(Kosim, 2010).
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang
kadar nilainya lebih dari normal.Nilai normal bilirubin indirek 0,3 – 1,1
mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya
kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit,
konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning.
Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar
bilirubin dalam darah >10 mg/dL pada minggu pertama yang secara
klinis ditandai dengan ikterus (Suriadi, 2010)
Ikterus yang kemungkinan menjadi patologi atau dapat dianggap
sebagai Hiperbilirubinemia adalah :
a. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
b. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24
jam.
c. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus
kurang bulan dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
d. Ikterus yang disertai berat badan kurang dari 2000 gram, masa
gestasi kurang dari 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom
gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia,
hiperosmolalitas darah. (Surasmi dkk, 2013)
2. Etiologi
Menurut Suriadi (2010) , Hiperbilirubinemia disebabkan oleh
a. Peningkatan produksi :
Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan
Rhesus dan ABO.
Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan
metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3
(alfa), 20 (beta) , diol (steroid).
Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase, sehingga kadar
Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah
Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin
Hiperbilirubinemia
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan
misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat
tertentu misalnya Sulfadiasine.
c. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa
mikroorganisme atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati
dan darah merah seperti Infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
3. Patofisiologi
Bilirubin merupakan salah satu hasil pemecahan hemoglobin yang
disebabkan oleh kerusakan sel darah merah (SDM). Ketika SDM
dihancurkan, hasil pemecahannya terlepas ke sirkulasi, tempat
hemoglobin terpecah menjadi dua fraksi: heme dan globin. Bagian globin
(protein) digunakan lagi oleh tubuh, dan bagian heme diubah menjadi
bilirubin tidak terkonjugasi, suatu zat yang tidak larut yang terikat pada
albumin. Dihati bilirubin dilepas dari molekul albumin dan dengan
adanya enzim glukuronil transferase, dikonjugasikan dengan adanya
asam glukoronat menghasilkan larutan dengan kelarutan tinggi, bilirubin
glukoronat terkonjugasi, yang kemudian diekskresi dalam empedu.Di
usus, kerja bakteri mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi
urobilinogen, pigmen yang memberi warna khas pada tinja.Sebagian
besar bilirubin tereduksi.diekskresikan ke feses; sebagian kecil
dieliminasi ke urin. Bila keterbatasan perkembangan atau proses
patologis memengaruhi keseimbangan ini, bilirubin akan terakumulasi
dalam jaringan dan mengakibatkan jaudis.
Rata-rata, bayi baru lahir memproduksi dua kali lebih banyak
bilirubin dibandingkan orang dewasa karena lebih tingginya kadar
eritrosit yang beredar dan lebih pendeknya lama hidup sel darah merah
(SDM) (hanya 70 sampai 90 hari, dibandingkan 120 hari pada anak yang
lebih tua dan orang dewasa). Selain itu, kemampuan hati untuk
mengkonjugasi bilirubin sangat rendah karena terbatasnya produksi
glukoronil transferase.Bayi baru lahir juga memiliki kapasitas ikatan-
plasma terhadap bilirubin yang lebih rendahkarena rendahnya konsentrasi
albumin dibandingkan anak yang lebih tua.Perubahan normal dalam
sirkulasi hati setelah kelahiran mungkin berkontribusi terhadap tingginya
kebutuhan fungsi hati. Normalnya, bilirubin terkonjugasi direduksi
menjadi urobilinogen oleh flora normal usus dan diekskresi dalam
feses.Akan tetapi, usus bayi yang steril dan kurang motil pada awalnya
kurang efektif dalam mengekskresi urobilinogen.Pada bayi baru lahir,
enzim ß-glukoronidase mampu mengonversi bilirubin terkonjugasi
menjadi bentik tidak terkonjugasi, yang kemudian diserap oleh mukosa
usus dan ditranspor ke hati. Proses ini, yang dikenal sebagai sirkulasi
atau pirau enterohepatik, jelas pada bayi baru lahir dan diperkirakan
merupakan mekanisme primer dalam patologi jaundis. (Wong, 2016)
4. Pathways
Peningkatan destruksi eritrosit
(Gangguan konjugasi bilirubin/gangguan transport bilirubin/peningkatan siklus
entero hepatik)
Resiko
Diare Hipertermi
Resiko
Kekurangan
volume cairan
6. Komplikasi
Komplikasi terberat ikterus pada bayi baru lahir adalah
ensefalopati bilirubin atau kernikterus. Kernikterus terjadi pada keadaan
hiperbilirunemia indirek yang sangat tinggi, cedera sawar darah-otak, dan
adanya molekul yang berkompetisi dengan bilirubin untuk mengikat
albumin. Adanya keadaan berikut ini, seperti hipoksemia, hiperkarbia,
hiptermia, hipoglikemia, hipoalbuminemia dan hipo osmolalitas dapat
menurunkan ambang toksisitas bilirubin dengan cara membuka sawar
darah-otak. Gejala ensefalopati bilirubin meliputi letargi, tidak mau
makan, dan refleks Moro yang lemah.Pada akhir minggu pertama
kehidupan, bayi menjadi demam dan hipertonik disertai tangisan bernada
tinggi (highpitched cry).Refleks tendon dan respiratori menjadi depresi.
Bayi akan mengalami opistotonus disertai penonjolan dahi ke anterior.
Dapat mulai terjadi kejang tonik-klonik umum. Jika bayi dapat bertahan
hidup, gambaran klinis ini akan menghilang dalam usia dua bulan,
kecuali sisa kekakuan otot, opistotonus, gerakan iregular, dan kejang.
Pada akhirnya anak tersebut mengalami koreoatetosis, tuli sensorineural,
strabismus, kelainan pandangan ke atas, dan disartria. (Schwartz, 2014)
7. Penatalaksanaan Medis
a. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian minum sejak dini
(pemberian ASI).
b. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran,
misalnya sulfa furokolin.
c. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
d. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan
memperbesar konjugasi.Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil
transferase yang mana dapat meningkatkan billirubin konjugasi dan
clereance hepatik pigmen dalam empedu.Fenobarbital tidak begitu
sering digunakan.
e. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
f. Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin
patologis dan berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit melalui
tinja dan urine dengan oksidasi foto pada billirubin dari billiverdin.
g. Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan
foto terapi. (Hidayah, 2015)
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Carpenito (2010), Diagnosa keperawatan adalah suatu
pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau
resiko perubahan pola) dari individu maupun kelompok dimana seorang
perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan merumuskan
intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan. Perumusan
dignosa keperawatan adalah sebagai berikut :
a) Aktual
Yaitu menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data – data
yang ditemukan oleh perawat ataupun yang dikeluhkan oleh
klien.
b) Resiko
Yaitu menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jika tidak
dilakukan intervensi.
c) Kemungkinan
Yaitu menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk
memastikan masalah keperawatan kemungkinan.
d) Wellness
Yaitu keputusan klinik tentang keadaan individu, keluarga atau
masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ke
tingkat sejahtera yang lebih tinggi.
e) Syndrome
Yaitu diagnosa yang terdiri dari kelompok diagnosa keperawatan
aktual dan resiko tinggi yang diperkirakan muncul / timbul
karena suatu kejadian atau situasi tertentu.
Menurut Nanda (2015), diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul pada kasus Hiperbilirubinemia antara lain :
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidakadequatnya
intake cairan, fototerapi, diare
b. Hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia.
3. Perencanaan Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidakadekuatnya
intake cairan, fototherapi, dan diare.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam
diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil : terjadi keseimbangan cairan
Intervensi :
Catat jumlah dan kualitas feses
pantau turgor kulit
pantau intakeoutput cairan
Monitor status dehidrasi
Monitor TTV
Kolaborasi pemberian IV
4. Pelaksanaan Keperawatan
Menurut Hidayat (2012), implementasi merupakan inisiatif dari
rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap
pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada
perawat untuk membantu pasien mencapai tujuan yang diharapakan.
Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor – faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan
pasien.
Adapun tahap-tahap dalam tindakan keperawatan adalah sebagai berikut:
a. Persiapan
Tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut perawat untuk
mengevaluasi yang diindentifikasi pada tahap perencanaan.
b. Intervensi
Fokus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan dan
pelaksanaan tindakan dari perencanaaan untuk memenuhi
kebutuhan fisik dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan
meliputi pendekatan independen, dependen, dan interpenden.
c. Dokumentasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan
yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses
keperawatan.
5. Evaluasi Keperawatan
Tahapan akhir dari proses keperawatan ialah mengevaluasi respon
pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil
yang diberikan dan diharapkan telah tercapai. Hasil asuhan keperawatan
pada pasien dengan Hiperbilirubinemia sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan.
6. Discharge Planning
a. Perbanyak minum ASI atau PASI.
b. Jaga kebersihan dan kehangatan bayi.
c. Awasi tanda tanda ikterik berulang, antara lain kulit menjadi kuning,
BAB pucat seperti dempul, BAK keruh pekat, gejala malas minum,
letargi, dan demam.
d. Jemur bayi di pagi hari jam 08.30 selama 15 menit
e. Kontrol satu minggu.