Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang

Fermentasi adalah salah satu contoh pengembangan suatu teknik pengembangan dari bahan utama
menjadi makanan siap saji yang menggunakan mikroorganisme tertentu, fermentasi sering di hubung –
hubungkan dengan pembentukan gas yang di sebabkan oleh mikroorganisme. Pada saat ini pembentukan
gas maupun terdapatnya sel mikroorganisme yang hidup tidak menjadi syarat kriteria esensial. Pada
beberapa fermentasi, seperti fermentasi asam laktat tidak adnya gas yang di bebaskan, tetapi fermentasi
juga dapat dilakukan dengan menggunakan ekstrak enzim yang berfungsi sebagai katalisator reaksi
meskipun hal itu jarang sekali terjadi.

Dalam proses fermentasi membutuhkan mikroorganisme , untuk mempertahankan agar mikroorganisme


tetap hidup, mikroorganisme membutuhkan sumber energy yang di peroleh dari metabolisme bahan
pangan dimana ada mikroorganisme di dalamnya. Bahan baku yang paling banyak di gunakan
mikroorganisme adalah glukosa, dengan adanya oksigen mikroorganisme mencerna air, karbondioksida,
glukosa dan energy dalam jumlah besar untuk tumbuh.

Ini adalah metabolisme aerobic, akan tetapi beberapa mikroorganisme tak membutuhkan oksigen untuk
mencerna bahan baku energinya dan hasilnya hanya sebagian yang dapat di pecah. Bukan air,
karbondioksida dan sejumlah besar energy yang dihasilkan hanya beberapa jumlah kecil produk
metabolic yang dihasilkan. Beberapa zat produk akhir ini termasuk jumlah besar asam laktat, asam asetat
dan etanol. Serta jumlah lain organic volatil lainnya, alcohol dan ester dari alcohol tersebut. Pertembuhan
tanpa adnya oksigen di sebut fermentasi.

Pada kali ini kami akan membahas tentang salah satu makanan fermentasi yang paling popular di
kalangan masyarakat yaitu yoghurt, bukan hanya di Indonesia teteapi yoghurt memiliki banyak
penggemar di seluruh dunia dari berbagai kalangan karena yoghurt diyakini memiliki nilai gizi yang
tinggi dan memiliki manfaat yang banyak bagi tubuh. Dan itu fakta karena yogurt memiliki bakteri
probiotik yang dapat memperbaiki proses pencernaan dan juga menghambat pertumbuhan bakteri
pathogen dalam tubuh. Yoghurt merupakan susu dengan rasa asam yang merupakan hasil fermentasi susu
oleh bakteri asam laktat, ada tiga jenis bakteri contohnya lactobacillus acidophilus, lactobacillus casei,
dan bifidobacterium

Kunci dari keberhasilan produksi yoghurt adalah poses fermentasi yang tepat, karena karakteristik produk
akhir bergantung pada proses fermentasi berlangsung.fermentasi pada umumnya dilakukan pada suhu
sekita 40o- 45oc dengan lama waktu 2,5 – 3 jam tetapi bisa berubah tergantung pada jenis bakteri dan
kultur starter yang digunakan. Kultur starter atau starter adalah sekumpulan mikrooranisme yang
digunakan dalam budidaya produksi yoghurt atau keju. Kultur starter sangat penting karena
mempengaruhi kualitas akhir yoghurt. Ada beberapa langkah pembuatan yoghurt baik secara modern
atau tradisional yaiyu, pemanasan, inokulasi, inkubasi dan pendinginan. Pemanasan yang baik terjadi
pada suhu 85oc dengan waktu 30 menit atau 90o- 95oc dengan waktu 5 – 10 menit, karena pada proses ini
berfungsi untuk meningkatkan konsentrasi total padatan susu dan menurunkan volume pada susu. Proses
yang kedua adalah inokulasi. Inokulasi kultur starter dilakukan setelah suhu susu turun sampai sekitar 40
45 ℃ , yang dianggap sebagai suhu optimum untuk pertumbuhan dan pembentukan asam oleh kultur
starter. Kultur yang biasa digunkan dalam pembuatan yoghurt adalah Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophilus.Proses inkubasi biasanya dilakukan pada suhu 40–45 ℃ selama 3 – 6 jam.
Fermentasi yoghurt disarankan dilakukan pada suhu 40 – 42 ℃ yang merupakan suhu optimum
pertumbuhan kedua bakteri asam laktat yoghurt. Pendinginan merupakan hasil proses akhir pembuatan
yoghurt yang berfungsi untuk menghentikan fermentasi atau aktifitas starter dengan cara mendinginkan
pada suhu 5 ℃ atau 7 ℃ atau lebih rendah lagi. Dari uraian latar belakang diatas penulis melakukan
kajian tentang proses pembuatan kultur starter yoghurt susu sapi di laboratorium pengolahan PP Darul
Fallah JawaBarat. Dampak dari proses pembuatan kultur starter yaitu bahwa tingkat konsentrasi starter
yang digunakan juga akan mempengaruhi kecepatan perombakan laktosa pada waktu dan suhu inkubasi
yang sama. Peningkatan konsentrasi starter berarti peningkatan jumlah mikrobia. Peningkatan tersebut
akan diikuti dengan peningkatan aktivitas serta perkembangbiakan serta pada media serta kondisi yang
ideal, kemudian terjadi peningkatan perombakan laktosa menjadi asam laktat. Selama proses fermentasi,
laktosa susu diubah menjadi asam laktat kurang lebih sebanyak 30% sedang sisanya masih dalam bentuk
laktosa, 15 sampai 40% laktosa susu dapat terfermentasi, tergantung tipe bakteri yang digunakan.
BAB II

KAJIAN PERMASALAHAN

Semenjak tahun 1970-an studi mengenai kultur starter yoghurt sudah mengarah pada kombinasi kultur
dari dua jenis bakteri yaitu S. thermophillus dan L. delbrueckii subsp. bulgaricus (lebih mudah dan
terbiasa dengan sebutan L. bulgaricus). Proses biokimia kedua jenis bakteri asam laktat tersebut sangat
menguntungkan untuk memperoleh hasil yoghurt dengan flavor, stabilitas dan konsistensi tekstur yang
baik. Kedua jenis bakteri tersebut merupakan bakteri normal dalam proses produksi yoghurt dan
menghasilkan diasetil untuk flavor khas yoghurt dan EPS untuk tekstur yoghurt. Kombinasi kedua kultur
tersebut lebih baik digunakan dalam proses produksi yoghurt dibandingkan dengan penggunaan kultur
tunggal. Dalam perkembangannya, penambahan atau penggunaan bakteri asam laktat lain ke dalam kultur
normal yoghurt masih diperkenankan (FAO/WHO, 1972).

Penggunaan strain S. thermophillus maupun L. bulgaricus yang menghasilkan EPS dapat mencegah
terjadinya sineresis pada yoghurt. Sineresis merupakan kerusakan penting yang terjadi dalam proses
produksi yoghurt. Penggunaan strain kultur penghasil EPS (ropy strain) dapat mengurangi sineresis pada
yoghurt. Robitaille et al. (2009) memberikan pembuktian bahwa produksi EPS oleh S. thermophillus
dapat ditingkatkan melalui rekayasa genetika. Penggunaan ropy strain dapat menurunkan kekerasan
yoghurt dan memperbaiki viskosistas, retensi air dan sifat sensoris (mouth-feel) yoghurt. Ropy strain
starter yoghurt juga sering disebut biothickener.

Karakteristik umum S. thermophillus, L. bulgaricus dan L. acidophilus yang digunakan sebagai kultur
starter dalam proses pembuatan yoghurt.

S. thermophillus:

• Berbentuk bulat atau oval dengan ukuran diameter <1μm dan membentuk rantai atau berpasangan,

• Tidak tumbuh pada suhu 15oC, tumbuh dengan baik pada suhu 45oC, sebagian besar strain dapat
tumbuh pada suhu 50oC atau bertahan dengan pemanasan pada suhu 60oC selama 30 menit,

• Jenis bakteri Gram-positif, homofermentatif anaerobic, dan memproduksi l(+) asam laktat, asetaldehida,
dan diasetil dari laktosa susu,

• Beberapa strain memproduksi exopolysaccharide (EPS), dan membutuhkan vitamin B dan asam-asam
amino untuk memacu pertumbuhannya,

• Tidak tumbuh dalam biru metilena (0,1g 100ml-1) atau pada pH 9,6.

L. bulgaricus yang sekarang dikenal dengan L. delbrueckii subsp. bulgaricus:

• Lactobacilli homofermentatif obligat,

• Berbentuk batang (ujung membulat) dengan ukuran 0,5-0,8 x 2-9 μm dan tunggal atau rantai pendek,
• Bakteri ini memfermentasi sedikit gula, memproduksi d(+) asam laktat dan asetaldehida dari laktosa
susu, dan beberapa strain menghasilkan EPS,

• Sedikit tumbuh pada suhu <10oC dan sebagian strain dapat tumbuh pada suhu 50-55oC.

L. acidophilus:

• Lactobacilli homofermentatif obligat,

• Berbentuk batang (ujung membulat) dengan ukuran 0,6-0,9 x 1,5-6 μm, dan bentuk tunggal,
berpasangan atau rantai pendek,

• Bakteri ini membutuhkan riboflavin, asam pantotenat, asam folat dan niasin untuk tumbuh,

• Tidak tumbuh pada suhu <15oC, hampir semua strain tumbuh dengan baik pada suhu 35-45oC dan pH
optimal pertumbuhan adalah 5,5-6,0.

Anda mungkin juga menyukai