Hubungan Merokok Terhadap Kejadian Hipertensi: Diusulkan Oleh: Eric Untario C11114047
Hubungan Merokok Terhadap Kejadian Hipertensi: Diusulkan Oleh: Eric Untario C11114047
Hubungan Merokok Terhadap Kejadian Hipertensi: Diusulkan Oleh: Eric Untario C11114047
2017
Diusulkan oleh:
ERIC UNTARIO
C11114047
Pembimbing:
dr. Andi Alief Utama Armyn, M.Kes, Sp.JP, FIHA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui untuk dibacakan pada seminar hasil di Departemen Kardiologi dan
Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dengan judul:
Pembimbing,
ii
HALAMAN PENGESAHAN
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
Penguji
Ditetapkan di : Makassar
Tanggal : 11 Januari 2018
iii
DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
Judul Skripsi:
HUBUNGAN MEROKOK TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI
Pembimbing,
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan skripsi ini
dilaksanakan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Terima kasih penulis ucapkan dengan tulus dan ikhlas kepada kedua orang tua yang
dengan sabar, tabah dan penuh kasih sayang serta selalu memanjatkan doa dan
dukungannya selama masa studi penulis. Secara khusus penulis sampaikan rasa hormat
dan terima kasih yang mendalam kepada dr. Andi Alief Utama Armyn, M.Kes, Sp.JP,
FIHA, selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan sabar dalam
memberikan arahan, koreksi dan bimbingan kepada penulis, tahap demi tahap selama
penyusunan skripsi ini. Waktu yang beliau berikan merupakan kesempatan berharga
bagi penulis untuk belajar. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:
wilayah kerjanya.
4. Seluruh keluarga dan dosen-dosen penulis yang juga telah memberikan dorongan
5. My Lovely One, Assyifa Amalia Amin, yang telah banyak membantu penulis mulai
v
skripsi ini.
6. Verry Asward Samiun, Siti Anissa Safira, Yulianti, dan Muh. Ariiq Saifullah, yang
7. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata kesempurnaan, untuk itu
dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan skripsi ini. Namun demikian, dengan segala keterbatasan yang ada, penulis
berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi orang banyak. Akhirnya penulis berdoa semoga
Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan imbalan yang setimpal kepada semua pihak
Penulis
vi
SKRIPSI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Desember 2017
Eric Untario
dr. Andi Alief Utama Armyn, M.Kes., Sp.JP., FIHA
“Hubungan Merokok terhadap Kejadian Hipertensi”
ABSTRAK
Latar Belakang: Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang mendunia
dan menjadi salah satu penyebab kematian dini pada masyarakat di dunia. Hipertensi
ditandai dengan peningkatan tekanan darah dengan sistolik ≥ 130 mmHg atau tekanan
darah diastolik ≥ 80 mmHg. Menurut data WHO tahun 2011, pada tahun 2007
Indonesia menempati posisi ke-4 dengan jumlah perokok terbanyak di dunia. Merokok
telah menyebabkan 5,4 juta orang meninggal setiap tahun. Pada penelitian yang telah
banyak dilakukan, dijelaskan bahwa efek akut yang disebabkan oleh merokok antara
lain meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah dengan adanya peningkatan
kadar hormon epinefrin dan norepinefrin karena aktivasi sistem saraf simpatis. Banyak
penelitian juga mengatakan bahwa efek jangka panjang dari merokok adalah
peningkatan tekanan darah karena adanya peningkatan zat inflamasi, disfungsi
endotel, pembentukan plak, dan kerusakan vaskular.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara merokok dengan kejadian hipertensi.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain
penelitian cross-sectional. Subjek penelitian dipilih menggunakan metode simple
random sampling, dari masyarakat Kelurahan Tamarunang, Kecamatan Mariso, Kota
Makassar. Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer diperoleh melalui
pengisian kuesioner dan pemeriksaan tekanan darah menggunakan sfigmomanometer
dan stetoskop. Data penelitian dianalisis dengan uji chi-square dengan nilai p < 0,05
untuk signifikansi.
Hasil: Pada penelitian ini responden yang berpartisipasi paling banyak ditemukan
pada kelompok umur 41 – 50 tahun yaitu sebanyak 32 orang (31,37%). Responden
yang merokok sebanyak 34 orang (33,3%) dengan tekanan darah normal sebanyak 39
orang (38,2%) dan hipertensi 63 orang (61,8%). Hasil penelitian didapatkan tidak ada
hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi (p=0,387) yang
dipengaruhi oleh jenis rokok (p=0,43) dan derajat merokok (p=0,761).
Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian
hipertensi.
vii
THESIS
MADICAL FACULTY
HASANUDDIN UNIVERSITY
December 2017
Eric Untario
Andi Alief Utama Armyn, MD., M.Kes., Sp.JP., FIHA
“The Correlation between Smoking and The Incidence of Hypertension”
ABSTRACT
Background: Hypertension is one of the globally health problem and to be one of the
cause of premature death in the world. Hypertension is characterized by elevated blood
pressure: systolic ≥ 140 mmHg or diastolic ≥ 90 mmHg. According to WHO data in
2011, Indonesia occupies the fourth position with the largest number of smokers in the
world in 2007. Smoking has been cause 5.4 million death cases each year. In many
researches, the acute effects that caused by smoking such as tachycardia and
hypertension, because of activation of sympathic nerve system that cause the amount
of epinephrine and norepinephrine is elevating in the blood. Many researches prove
that chronic effects of smoking is hypertension due to increasing of inflammation
agents, endothelium dysfunction, atherosclerosis, and vascular damage.
Purpose: This study aims to determine the correlation between smoking habits eith
the incidence of hypertension.
Method: This study was an analitical descriptive study using cross-sectional research
design. The subject of this study taken by simple random sampling method, from the
villager of Tamarunang Village, Mariso District, Makassar. The type of data in this
study is primary data obtained through the spread of questionaires and blood pressure
measurement using sphygmomanometer and stethoscope. Data were analyzed by chi-
square test with p <0,05 for significance.
Hasil: In this study, most of the respondents were found in the 41-50 year age group
of 32 people (31.37%). Respondents smoked as many as 34 people (33.3%) with
normal blood pressure of 39 people (38.2%) and hypertension 63 people (61.8%). The
result showed no correlation between smoking habit and hypertension occurrence (p =
0.387) influenced by cigarette type (p=0.43) and smoker indicator (p=0.761).
Kesimpulan : There is no relationship between smoking habit and incidence of
hypertension
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................. v
ABSTRAK ................................................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiii
DAFTAR BAGAN ................................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................................ 3
1.3.2 Tujuan Khusus ....................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 3
1.4.1 Manfaat Ilmiah ...................................................................................... 3
1.4.2 Manfaat Praktis ...................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rokok................................................................................................................. 4
2.1.1 Jenis-jenis Rokok................................................................................... 4
2.1.2 Kandungan Rokok ................................................................................. 5
2.1.3 Derajat dan Klasifikasi Perokok ............................................................ 6
2.2 Hipertensi........................................................................................................... 7
2.2.1 Klasifikasi .............................................................................................. 7
2.2.2 Faktor-Faktor Risiko.............................................................................. 8
2.2.3 Patofisiologi ......................................................................................... 11
2.2.4 Diagnosis ............................................................................................. 13
2.2.5 Komplikasi........................................................................................... 14
ix
2.2.6 Penatalaksanaan ................................................................................... 15
2.3 Hubungan Merokok dengan Kejadian Hipertensi ........................................... 18
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Teori ................................................................................................ 20
3.2 Kerangka Konsep ............................................................................................ 21
3.3 Definisi Operasional ........................................................................................ 21
3.4 Hipotesis Penelitian ......................................................................................... 24
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Tipe dan Desain Penelitian .............................................................................. 25
4.2 Variabel Penelitian .......................................................................................... 25
4.2.1 Variabel Dependen .............................................................................. 25
4.2.2 Variabel Independen ............................................................................ 25
4.3 Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................................... 25
4.4 Populasi dan Sampel ........................................................................................ 25
4.4.1 Populasi ............................................................................................... 25
4.4.2 Sampel. ................................................................................................ 26
4.5 Instrumen Penelitian ........................................................................................ 26
4.6 Teknik Analisis Data ....................................................................................... 27
4.7 Prosedur Penelitian .......................................................................................... 27
4.7.1 Tahap Persiapan ................................................................................... 27
4.7.2 Tahap Pelaksanaan .............................................................................. 27
4.7.3 Tahap Pelaporan .................................................................................. 28
4.8 Etika Penelitian ................................................................................................ 28
BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN ................ 29
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Responden Penelitian ............................................................... 35
6.2 Hubungan Kebiasaan Merokok terhadap Status Hipertensi pada Masyarakat
Kelurahan Tamarunang, Kecamatan Mariso .................................................. 38
6.3 Hubungan Jenis Rokok terhadap Status Hipertensi pada Masyarakat Kelurahan
Tamarunang, Kecamatan Mariso ................................................................... 39
x
6.4 Hubungan Derajat Merokok terhadap Status Hipertensi pada Masyarakat
Kelurahan Tamarunang, Kecamatan Mariso .................................................. 40
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 43
LAMPIRAN ............................................................................................................... 45
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan Kriteria AHA 2017 .................... 8
Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur pada Masyarakat
Kelurahan Tamarunang, Kecamatan Mariso Tahun 2017 ......................................... 29
Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin pada Masyarakat
Kelurahan Tamarunang, Kecamatan Mariso Tahun 2017 ......................................... 30
Tabel 5.3. Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok pada Masyarakat
Kelurahan Tamarunang, Kecamatan Mariso Tahun 2017 ......................................... 30
Tabel 5.4. Distribusi Responden Berdasarkan Derajat Merokok pada Masyarakat
Kelurahan Tamarunang, Kecamatan Mariso Tahun 2017 ......................................... 30
Tabel 5.5. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Rokok pada Masyarakat
Kelurahan Tamarunang, Kecamatan Mariso Tahun 2017 ......................................... 31
Tabel 5.6. Distribusi Responden Berdasarkan Status Hipertensi pada Masyarakat
Kelurahan Tamarunang, Kecamatan Mariso Tahun 2017 ......................................... 31
Tabel 5.7. Distribusi Responden Berdasarkan Klasifikasi Tekanan Darah pada
Masyarakat Kelurahan Tamarunang, Kecamatan Mariso Tahun 2017 ...................... 32
Tabel 5.8. Hubungan Kebiasaan Merokok terhadap Status Hipertensi pada
Masyarakat Kelurahan Tamarunang, Kecamatan Mariso Tahun 2017 ...................... 32
Tabel 5.9. Hubungan Jenis Rokok terhadap Status Hipertensi pada Masyarakat
Kelurahan Tamarunang, Kecamatan Mariso Tahun 2017 ......................................... 33
Tabel 5.10. Hubungan Derajat Merokok terhadap Status Hipertensi pada Masyarakat
Kelurahan Tamarunang, Kecamatan Mariso Tahun 2017 ......................................... 34
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR BAGAN
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi atau yang dikenal pula sebagai tekanan darah tinggi merupakan
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg
mengakibatkan 9,4 juta orang meninggal di seluruh dunia tiap tahun; hipertensi
berperan dalam 45% kematian yang disebabkan karena penyakit jantung dan 51%
kematian yang disebabkan oleh stroke (WHO, 2013). Menurut American Heart
hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5 juta jiwa, namun hampir sekitar 90-
primer. Hal itu merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu
sebesar 25,8%, sesuai dengan data Riskesdas 2013. Di samping itu, pengontrolan
hipertensi belum adekuat meskipun obat-obatan yang efektif telah banyak tersedia
Salah satu faktor risiko hipertensi adalah kebiasaan merokok. Faktor risiko
hipertensi lainnya antara lain umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, dan genetik
2
macam penyakit. Jumlah perokok dunia mencapai 1,35 miliar orang. Indonesia
merupakan negara dengan konsumsi rokok terbesar di dunia, yaitu pada urutan
keempat setelah China, Amerika Serikat, dan Rusia. Jumlah batang rokok yang
dikonsumsi di Indonesia cenderung meningkat dari 182 milyar batang pada tahun
2001 menjadi 260,8 milyar batang pada tahun 2009 (Gumus et al, 2013).
Merokok dan hipertensi adalah dua faktor risiko yang terpenting dalam
kematian mendadak. Merokok telah menyebabkan 5,4 juta orang meninggal setiap
tahun (Gumus et al, 2013). Pada penelitian yang telah banyak dilakukan,
dijelaskan bahwa efek akut yang disebabkan oleh merokok antara lain
kadar hormon epinefrin dan norepinefrin karena aktivasi sistem saraf simpatis.
Banyak penelitian juga mengatakan bahwa efek jangka panjang dari merokok
2013).
3
hipertensi.
kebiasaan merokok.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rokok
dengan rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau
rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar
1. Rokok Putih: rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang
2. Rokok Kretek: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan
cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
3. Rokok Klembak: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau,
cengkeh, dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan
2. Rokok Non Filter: rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus.
5
di antaranya bersifat racun (toksik), beberapa lainnya dapat mengubah sifat sel-sel
tubuh menjadi ganas (onkogenik). Setidaknya ada 43 zat dalam tembakau yang sudah
diketahui dapat menyebabkan kanker. Zat-zat dalam rokok yang paling besar
memberikan dampak kesehatan antara lain nikotin, tar, dan karbon monoksida (CO).
1. Nikotin
terkandung dalam daun tembakau. Apabila diisap senyawa ini akan menimbulkan rangsangan
psikologis bagi perokok dan membuatnya menjadi ketagihan. Dalam rokok, nikotin
berpengaruh terhadap beratnya rasa isap. Semakin tinggi kadar nikotin rasa isapnya semakin
berat, sebaliknya tembakau (rokok) yang berkadar nikotin rendah rasanya hambar
(Tirtosastro, 2010).
2. Tar
Tar adalah senyawa polinuklin hidrokarbon aromatika yang bersifat karsinogenik. Dengan
adanya kandungan tar yang beracun ini, sebagian dapat merusak sel paru karena dapat lengket
dan menempel pada jalan nafas dan paru-paru sehingga mengakibatkan terjadinya kanker.
Pada saat rokok diisap, tar masuk ke dalam rongga mulut sebagai uap padat asap rokok. Tar
adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru,
mengandung bahan-bahan karsinogen. Setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk
endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru-paru.
Pengendapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang rokok, sementara kadar dalam rokok
berkisar 24-45 mg. Sedangkan bagi rokok yang menggunakan filter dapat mengalami
6
penurunan 5-15 mg. Walaupun rokok diberi filter, agen karsinogenik tetap bisa masuk dalam
Merupakan gas berbahaya yang terkandung dalam asap pembuangan kendaraan bermotor.
Unsur ini dihasilkan oleh pembakaran yang tidak sempurna dari unsur zat arang atau karbon.
CO menggantikan 15% oksigen yang seharusnya dibawa oleh sel-sel darah merah. CO juga
dapat merusak lapisan dalam pembuluh darah dan meninggikan endapan lemak pada dinding
menurut Indeks Brinkman adalah hasil perkalian antara rata-rata jumlah rokok yang dihisap
perhari dengan lama merokok dalam satuan tahun (Tawbariah et al, 2014).
Dikatakan perokok berat apabila hasilnya lebih atau sama dengan 600.
Semakin lama seseorang merokok dan semakin banyak rokok yang diisap perhari, maka
Kemudian untuk klasifikasi lainnya ada pula yang membedakan antara perokok aktif
dan perokok pasif. Perokok aktif adalah orang yang mengonsumsi rokok secara langsung
(diisap), sedangkan perokok pasif adalah orang yang bukan perokok tetapi menghirup asap
2.2 Hipertensi
Hampir semua konsensus atau pedoman utama, baik dari dalam maupun luar
negeri, menyatakan bahwa seseorang akan dikatakan hipertensi atau tekanan darah
tinggi apabila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg dan/atau tekanan darah
diastolik ≥ 80 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam
2.2.1 Klasifikasi
dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan pola
makan. Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi (Kemenkes RI, 2014).
kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu, misalnya pil KB (Kemenkes RI,
2014).
Ada pula yang disebut sebagai krisis hipertensi oleh karena jenis hipertensi ini
memerlukan penatalaksanaan yang cepat dan tepat dalam menurunkan tekanan darah
1. Hipertensi urgensi adalah peningkatan tekanan darah hebat (>180/120 mmHg) yang
tidak mengancam nyawa namun berhubungan dengan gejala (seperti sakit kepala
berat) atau kerusakan sedang organ target. Disarankan untuk terapi obat oral dan
8
evaluasi dalam 24-72 jam (American Heart Association, 2017 dan National Heart
tinggi (> 180/120 mmHg) dan terdapat kerusakan atau disfungsi organ target akut
(gagal jantung, edema paru akut, infark miokard akut, gagal ginjal akut, defisit
terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer.
Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi antara lain.
1. Genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu
kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potassium terhadap sodium.
Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar
untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan
riwayat hipertensi. Selain itu, didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan
2. Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada kebanyakan
kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for Health USA,
prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30
(obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan
prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status
gizi normal menurut standar internasional). Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis
dapat menjelaskan hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu
terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem
3. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita
oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density
Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung
dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada
10
premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang
selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut
dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita
secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun (Nuraini,
2015).
4. Stres
meningkat sewaktu kita stres, dan hal itu dapat mengakibatkan jantung memompa
darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun meningkat (Nuraini, 2015).
5. Kurang olahraga
olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan
tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa
apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi
tertentu. Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko tekanan darah tinggi karena
bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung
mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras
pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar
adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari.
11
7. Kebiasaan merokok
dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal
yang mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S.
Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek
yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan
perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang
merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8
tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok
subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari (Nuraini, 2015).
2.2.3 Patofisiologi
Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan tingkat resistensi perifer. Apabila
terjadi peningkatan salah satu variabel tersebut dan tidak terkompensasi, maka dapat
perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan
tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai dari sistem reaksi cepat seperti
refleks kardiovaskuler melalui sistem saraf, refleks kemoreseptor, respon iskemia, dan
12
susunan saraf pusat yang berasal dari atrium, dan arteri pulmonalis otot polos. Sedangkan
sistem pengendalian reaksi lambat melalui perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan
rongga intertisial yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopresin. Kemudian
dilanjutkan sistem poten dan berlangsung dalam jangka panjang yang dipertahankan oleh
sistem pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ (Nuraini, 2015).
yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, senyawa renin yang diproduksi oleh
ginjal akan diubah menjadi Angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru,
Angiotensin I diubah menjadi Angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan
kunci dalam meningkatkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah
meningkatkan sekresi hormon Antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di
hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan
tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi hormon Aldosteron dari korteks
adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal.
Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, Aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl
(garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan
13
diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada
Menurut Elizabeth J. Corwin adalah sebagian besar gejala klinis (manifestasi klinis)
timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun. Manifestasi klinis yang timbul dapat
berupa nyeri kepala saat terjaga yang kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat
peningkatan tekanan darah intrakranium, penglihatan kabur akibat kerusakan retina, ayunan
langkah tidak mantap karena kerusakan susunan saraf, nokturia (peningkatan urinasi pada
malam hari) karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema dependen
akibat peningkatan tekanan kapiler. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan
stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada
satu sisi atau hemiplegia atau gangguan tajam penglihatan. Gejala lain yang sering
ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar
2.2.4 Diagnosis
stetoskop (metode auskultasi) atau alat pengukur tekanan darah elektronik. Pada
metode auskultasi, kita perlu mendengar bunyi Korotkoff pertama dan kelima (timbul
dan hilangnya suara denyut) yang berhubungan dengan tekanan darah sistol dan diastol
bersandar pada kursi dan kaki pada posisi istirahat (tidak bersilang) dengan menyentuh
14
tanah selama 5 menit. Lengan pasien yang hendak dipakai untuk pengukuran tekanan
darah mesti sejajar dengan jantung dan dalam posisi lemas pada meja. Dianjurkan
untuk melakukan 2 kali pengukuran dengan jeda 1-2 menit, lalu gunakan rata-rata dari
Penting untuk mengukur tekanan darah saat berdiri (umumnya setelah 1 menit dan
3 menit) untuk memeriksa efek postural (hipertensi ortostatik), terutama pada pasien
yang kedua, biasanya 1-4 minggu setelah pengukuran pertama. Pada kedua keadaan,
tekanan darah sistol harus ≥ 140mmHg dan/atau tekanan diastol harus ≥ 90mmHg
untuk menentukan diagnosis hipertensi. Apabila tekanan darah pasien sangat tinggi
(misalnya tekanan sistol ≥180mmHg) atau apabila pasien tidak memungkinkan untuk
datang kunjungan kedua, maka diagnosis dan tatalaksana yang tepat dapat mulai
2014).
2.2.5 Komplikasi
(persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit
jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan
2.2.6 Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu terapi non
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan darah, dan
kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko
kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal,
yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut, tidak
didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko
kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi
(PERKI, 2015).
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines antara lain (PERKI,
2015).
Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan
sayuran dan buah-buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain penurunan
Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak
merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula pasien
tidak menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan kaleng, daging
olahan, dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk
mengurangi dosis obat antihipertensi pada pasien hipertensi derajat ≥2. Dianjurkan
Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30-60 menit per hari,
minimal 3 hari per minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah. Terhadap pasien
yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap
dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam
Mengurangi konsumsi alkohol. Walaupun konsumsi alkohol belum menjadi pola hidup
yang umum di negara kita, namun konsumsi alkohol semakin hari semakin meningkat
seiring dengan perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota besar.
Konsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita,
konsumsi alkohol sangat membantu dalam penurunan tekanan darah (PERKI, 2015).
Berhenti merokok. Merokok merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit
kardiovaskular dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok (PERKI, 2015).
2. Terapi Farmakologis
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien hipertensi
derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6 bulan menjalani pola
hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥2. Beberapa prinsip dasar terapi
farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek
samping, yaitu.
Berikan obat generik (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi biaya.
17
Berikan obat pada pasien usia lanjut (di atas usia 80 tahun) seperti pada usia 55 – 80
persamaan prinsip, dan di bawah ini adalah algoritma tatalaksana hipertensi secara
umum, yang disadur dari A Statement by the American Society of Hypertension and the
Sumber: Guideline for the prevention, detection, evaluation, and management of high
blood pressure in adults, American Heart Association, 2017
18
Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, salah satu faktor risiko
terjadinya hipertensi adalah merokok. Risiko ini terjadi akibat zat kimia bersifat
toksik, misalnya nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok yang
masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri
dan mengakibatkan proses arteriosklerosis dan tekanan darah tinggi. Pada studi
darah tinggi atau hipertensi. Salah satu zat toksik tersebut adalah nikotin. Nikotin
dapat meningkatkan adrenalin yang membuat jantung berdebar lebih cepat dan
bekerja lebih keras, frekuensi jantung meningkat, dan kontraksi jantung meningkat
Kadar zat-zat kimia rokok dalam darah secara langsung ditentukan dari
rokok per hari maka semakin berat hipertensi yang diderita seseorang (Aula, 2010).
adalah proses inflamasi, baik pada mantan perokok maupun perokok aktif. Terjadi
sel endotel kerusakan pembuluh darah, dan kekakuan pada dinding arteri yang
dalam darah pada penderita hipertensi jauh lebih tinggi dibandingkan pada
normotensif dan demikian juga halnya pada penderita hipertensi yang merupakan
perokok atau mantan perokok jauh lebih banyak dibandingkan yang bukan
(Abulnaja, 2007).
termasuk nikotin yang ada dalam rokok. Nikotin merangsang sistem saraf
mengalir dalam pembuluh darah ke seluruh tubuh. Oleh karena itu, jantung akan
menghalangi aliran darah secara normal, sehingga tekanan darah akan meningkat
BAB III
Rokok
Hipertensi
Keterangan:
Variabel lain Variabel
Variabel independen Variabel dependen yang turut diteliti perancu
Merokok
Derajat merokok
Definisi : tingkatan seorang perokok yang berkaitan dengan lama merokok dan
Indeks Brinkman)
merokok dengan jumlah rokok yang diisap per hari dijadikan indikator
derajat merokok.
Kriteria objektif: Dikatakan sebagai perokok ringan apabila hasil perkaliannya kurang
dari 200, perokok sedang apabila hasilnya antara 200-599, dan perokok
Hipertensi
Cara ukur : dengan melilitkan manset pada salah satu lengan atas responden lalu
Kriteria objektif: hipertensi (apabila tekanan darah ≥ 130/80 mmHg) atau tidak hipertensi
mmHg atau tekanan diastol antara 80-89, derajat 2 apabila tekanan sistol ≥ 140
Obesitas
Definisi : tingkatan obesitas seseorang diukur dengan indeks massa tubuh (IMT)
yang membagi berat badan dengan kuadrat dari tinggi badan (satuan
Kg/m2)
Cara ukur : responden diukur berat badannya menggunakan timbangan berat badan
hasil pembagian antara berat badan dengan kuadrat dari tinggi badan
Kriteria objektif: Klasifikasi IMT menurut kriteria Asia Pasifik menggolongkan Obesitas
Stres
maupun psikologis
Kriteria Objektif : Normal (Stres score 0 - 14), Ringan (Stres score 15 - 18), Sedang
(Stres score 19 - 25), Berat (Stres score 26 - 33), Sangat Berat (Stres
score ≥ 34)
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.4.1 Populasi
4.4.2 Sampel
Dalam menentukan besar sampel, jumlah populasi (N) dapat diketahui dari
𝑁
𝑛=
1 + 𝑁 × 𝑒2
Dengan n adalah jumlah sampel, N adalah jumlah populasi, dan e adalah
𝑁 4.279
𝑛= 2
= = 97,71 ≈ 98
1+𝑁×𝑒 1 + 4.279 × 0,12
Adapun kriteria inklusi dari penelitian ini antara lain:
Berusia ≥ 18 tahun
tekanan darah.
27
Analisis data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan SPSS dengan
kepada partisipan.
data tersebut.
Etika penelitian ini akan dievaluasi oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan
BAB V
Kelompok Umur
(Tahun) Frekuensi (n) Persentase (%)
11-20 9 8.82
21-30 23 22.55
31-40 12 11.76
41-50 32 31.37
51-60 14 13.73
61-70 10 9.80
71-80 2 1.96
Total 102 100.0
Sumber: Data Primer, 2017
paling banyak berusia pada rentang 41-50 tahun, yaitu sebanyak 32 orang (31,37%)
dan paling sedikit berusia pada rentang 71-80 tahun, yakni sebanyak 2 orang (1,96%).
Usia responden yang paling muda adalah 18 tahun (berdasarkan kriteria inklusi)
sebanyak 4 orang, sedangkan usia responden yang paling tua adalah 76 tahun sebanyak
1 orang.
30
penelitian lebih banyak berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 55 orang (53,9%)
penelitian lebih banyak yang tidak merokok, yaitu sebanyak 68 orang (66,7%)
paling banyak yang tergolong sebagai perokok ringan sebanyak 21 orang (20,6%),
disusul perokok sedang sebanyak 8 orang (7,8%), dan perokok berat sebanyak 5 orang
(4,9%).
responden penelitian lebih banyak yang merokok menggunakan rokok filter, yaitu
penelitian lebih banyak yang mengalami hipertensi, yaitu sebanyak 63 orang (61,8%)
(38,2%).
32
Status Hipertensi
Tidak P
Merokok Hipertensi n %
Hipertensi Value
N % N %
Merokok 23 67.6 11 32.4 34 100.0
Tidak Merokok 40 58.8 28 41.2 68 100.0 0.387
Total 63 61.8 39 38.2 102 100.0
Sumber: Data Primer, 2017
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 102 responden penelitian, yang merokok
yang tidak merokok dan mengalami hipertensi. Hasil uji statistik dengan menggunakan
bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan angka kejadian
33
Tabel 5.9. Hubungan Jenis Rokok terhadap Status Hipertensi pada Masyarakat
Kelurahan Tamarunang, Kecamatan Mariso Tahun 2017
Status Hipertensi
Tidak P
Jenis Rokok Hipertensi n %
Hipertensi Value
N % N %
Tidak Merokok 40 58.8 28 41.2 68 100.0
Rokok Filter 21 65.6 11 34.4 32 100.0
0.430
Rokok Non Filter 2 100.0 0 0.0 2 100.0
Total 63 61.8 39 38.2 102 100.0
Sumber: Data Primer, 2017
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 102 responden penelitian, yang merokok
Terdapat 2 orang (100%) yang merokok menggunakan rokok non filter yang
menunjukkan nilai p (p-value) = 0,43 (p>0,05). Ini menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara jenis rokok dengan angka kejadian hipertensi pada masyarakat
Tabel 5.10. Hubungan Derajat Merokok terhadap Status Hipertensi pada Masyarakat
Kelurahan Tamarunang, Kecamatan Mariso Tahun 2017
Status Hipertensi
Tidak P
Derajat Merokok Hipertensi n %
Hipertensi Value
N % N %
Tidak Merokok 40 58.8 28 41.2 68 100.0
Perokok Ringan 14 66.7 7 33.3 21 100.0
Perokok Sedang 5 62.5 3 37.5 8 100.0 0.761
Perokok Berat 4 80.0 1 20.0 5 100.0
Total 63 61.8 39 38.2 102 100.0
Sumber: Data Primer, 2017
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 102 responden penelitian, yang tergolong
orang (62,5%) yang tergolong perokok sedang yang mengalami hipertensi. Dan
terdapat 4 orang (80%) yang tergolong perokok berat dan mengalami hipertensi. Hasil
0,761 (p>0,05). Ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara derajat merokok
BAB VI
PEMBAHASAN
berjumlah 102 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 47 orang (46,1%) dan
dan perempuan tidak sama karena proses pengambilan sampel dilakukan dengan
umur terbesar adalah responden dengan usia 41-50 tahun, yaitu sebanyak 32 orang
(31,37%) dan kelompok umur paling sedikit berusia pada rentang 71-80 tahun,
didapatkan lebih banyak responden yang tidak merokok, yaitu sebanyak 68 orang
perokok sedang sebanyak 8 orang (7,8%), dan perokok berat sebanyak 5 orang
(4,9%). Tingkatan seorang perokok yang berkaitan dengan lama merokok dan
36
jumlah rokok yang diisap per harinya diukur dengan menggunakan Indeks
dari 200, perokok sedang apabila hasilnya antara 200-599, dan perokok berat
apabila hasilnya ≥600. Semakin lama seseorang merokok dan semakin banyak
rokok yang diisap perhari, maka derajat merokok akan semakin berat (Tawbariah,
2014).
responden penelitian lebih banyak yang merokok menggunakan rokok filter, yaitu
rokok non filter, yaitu sebanyak 2 orang (2%). Terdapat kesenjangan yang jauh
antara yang merokok dengan rokok filter dan rokok non filter sebab pengambilan
ditetapkan oleh American Heart Association tahun 2017, seseorang akan dikatakan
hipertensi atau tekanan darah tinggi apabila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 130
mmHg dan/atau tekanan darah diastolik ≥ 80 mmHg pada dua kali pengukuran
dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat atau tenang
pengukur tekanan darah elektronik. Pada metode auskultasi, kita perlu mendengar
37
bunyi Korotkoff pertama dan kelima (timbul dan hilangnya suara denyut) yang
berhubungan dengan tekanan darah sistol dan diastol (Weber et al, 2014).
yang timbul dapat berupa nyeri kepala saat terjaga yang kadang-kadang disertai
kabur akibat kerusakan retina, ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan
susunan saraf, nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) karena peningkatan
aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus, edema dependen akibat peningkatan
tekanan kapiler. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau
satu sisi atau hemiplegia atau gangguan tajam penglihatan. Gejala lain yang sering
(penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi
secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai (Kemenkes RI, 2014).
derajat 1 apabila tekanan darah sistol antara 130-139 mmHg atau tekanan diastol
antara 80-89 dan hipertensi derajat 2 apabila tekanan sistol ≥ 140 mmHg atau
Berdasarkan Tabel 5.8, dari 102 responden penelitian, yang merokok sebanyak 23
orang (67,6%) yang mengalami hipertensi. Terdapat 40 orang (58,8%) yang tidak
merokok dan mengalami hipertensi. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi-
Square menunjukkan nilai p (p-value) = 0,387 (p>0,05). Hal ini dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan angka kejadian
tahun 2017.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Thuy et al
(2010) dan Hafiz et al (2016) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara kebiasaan merokok dengan hipertensi. Tidak adanya hubungan yang
bermakna antara kebiasaan merokok dengan hipertensi disebabkan oleh besar sampel
yang tidak mencukupi untuk menunjukkan kebermaknaan pada penelitian ini. Penelitian
tersebut menjelaskan bahwa risiko orang yang sedang merokok saat ini (perokok aktif)
relatif sama dengan orang yang tidak pernah merokok atau bukan perokok (Thuy et al, 2010).
Berbeda dengan hasil penelitian ini, penelitian yang dilakukan oleh Setyanda
(2015) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok
dengan kejadian hipertensi dengan nilai p (p-value) 0,003. Nikotin yang ada di dalam
rokok dapat mempengaruhi tekanan darah seseorang, dapat melalui pembentukan plak
39
norepinefrin, maupun melalui efek CO yang dapat berikatan dengan sel darah merah
(Setyanda, 2015).
Terdapat 2 orang (100%) yang merokok menggunakan rokok non filter yang
menunjukkan nilai p (p-value) = 0,43 (p>0,05). Ini menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara jenis rokok dengan angka kejadian hipertensi pada masyarakat
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurniati
(2012) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis rokok dengan
peningkatan tekanan darah. Penelitian ini juga memperoleh jumlah perokok filter yang
jauh lebih banyak yaitu sebanyak 97,22% dibandingkan perokok non filter. Harga
rokok filter di pasaran relatif lebih murah dan banyak tersedia di warung-warung di
lingkungan sekitar. Oleh sebab itu, masyarakat lebih banyak yang merokok
hipertensi (p-value = 0,017). Kandungan nikotin dalam rokok non filter lebih besar dari
rokok filter, sehingga risiko yang ditimbulkannya akan lebih besar (Setyanda, 2015).
40
Jenis rokok filter dapat mengurangi masuknya nikotin ke dalam tubuh. Filter tersebut
berfungsi sebagai penyaring asap rokok yang akan dihisap, sehingga nantinya tidak
terlalu banyak bahan kimia yang akan masuk sampai ke paru-paru (Nurcahyani, 2011).
5 orang (62,5%) yang tergolong perokok sedang yang mengalami hipertensi. Dan
terdapat 4 orang (80%) yang tergolong perokok berat dan mengalami hipertensi.
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi-Square menunjukkan nilai p (p-
value) = 0,761 (p>0,05). Ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Thuy et
et al, 2014).
darah), maka akan terjadi perubahan pada nilai osmotik dan tekanan hidrostatis di
hidrostatis dalam vaskuler akan meningkat, sehingga tekanan darah juga akan
BAB VII
7.1 Kesimpulan
hubungan yang bermakna antara merokok, jenis rokok, dan derajat merokok
7.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Pendataan Sampel
2 TAHAP PELAKSANAAN
Pengambilan Data (Pemeriksaan
Tekanan Darah dan Kuesioner)
Diskusi dengan Pembimbing
Analisis Data
3 TAHAP PELAPORAN
YA TIDAK
6. Jika YA, olahraga apa yang RUTIN Anda lakukan?
YA TIDAK
9. Isilah kuesioner berikut dengan memberi tanda centang () pada kolom angka yang
sesuai dengan pribadi Anda atau apa yang Anda rasakan saat ini.
Keterangan:
0 : Tidak ada atau tidak pernah
1 : Sesuai dengan yang dialami sampai tingkat tertentu (kadang-kadang)
2 : Sering
3 : Sangat sesuai dengan yang dialami atau hampir setiap saat
No. Pernyataan 0 1 2 3