Anda di halaman 1dari 61

INI YANG HARUS

DILAKUKAN
LEADER
DI SAAT KRISIS
Belum lama ini, tim kami mengadakan meeting. Ada
evaluasi, apresiasi, dan ada sesi untuk bikin goals baru.
COVID-19 dan WFH adalah perpaduan yang bikin
semua orang pusing bukan main. Enggak ada yang enggak
kerja keras saat ini. Karena kerja cerdas dan kerja ikhlas
saja enggak cukup. Kebanyakan bisnis bukan filantropi.

Nah, dari meeting itu, saya mencoba membuat versi


kaizen untuk serial e-book yang saya buat.
Ini merupakan masukan, dan bagi saya termasuk
tantangan baru—dari leader saya yang luar biasa inspiratif,
keren, dan kece. Dia selalu punya ide bagus dalam kondisi
apa pun, selalu bisa bikin orang bilang ‘iya’, terlepas dari
jabatan dia apa.
Dia bukan hanya sosok leader
yang humble, bijak, tapi paket
lengkap pemimpin
profesional yang pernah saya
lihat langsung, dan sering ketemu
orangnya.
Selalu ada hal baru yang segar
dan masuk akal kalau ngobrol
sama dia.
Vibrasinya selalu positif
dan bikin semangat.
Vibrasi positif ini kadang enggak
dimiliki semua leader. Enggak semua
orang bisa kasih sensasi semangat
tiap kali ketemu. Kadang, ketemu
leader malah bikin deg-degan. Bukan
karena cinta, tapi takut bikin salah
terus di PHK.

Ketakutan ini adalah efek dari rasa


intimidasi yang berkepanjangan.
Bisa karena bosnya sering ngomel-
ngomel, enggak solutif, suka nyuruh-
nyuruh tapi enggak realistis, dan
sebagainya.
Butuh waktu bertahun-tahun
membangun pribadi yang
positif dan inspiratif.

By the way. Ngomongin soal leader, nih.


Ada salah satu buku bagus yang sangat
direkomendasikan buat dibaca teman-teman
BisnisHack semuanya.
Dari pada WFH habis buat hal yang enggak
produktif, mending sekalian belajar jadi leader yang
lebih profesional. Biar ada kejutan pas masuk kerja
nanti.
Ditulis oleh Frances Hesselbein
and Rob Johnton, On Mission And
Leadership rilis per tanggal 8 Maret
2002.
Buku ini menjadi pedoman yang
tepat bagi pebisnis, supaya bisa
MENCAPAI KAPABILITAS
seorang LEADER yang
P R O F E S I O N A L
KENAPA BUKU INI?
Buku ini merupakan bukti sejarah dari
perjalanan para leader ternama dunia.

Selain memenangkan penghargaan bergengsi, On


Mission and Leadership mampu menyuguhkan sosok
Warren Bennis, Anita Roddick, Daniel
Goleman, Patrick Lencioni, Dee Hock dan
sederet nama lain yang kiprahnya udah enggak main-
main lagi.
Saat krisis, apalagi WFH, kapabilitas seorang
pemimpin akan diuji. Anda sangat butuh
mengasah kemampuan berpikir, kemampuan memimpin,
mencari jalan keluar, dan mengontrol tim.

Ketika krisis, sebagian besar karyawan sangat bergantung


pada leader mereka. Jika kita tidak siap membawa
pasukan untuk keluar dari krisis, maka tamat riwayat kita.
Bukan hanya bisnis, tapi reputasi pun akan menjadi
sangat buruk.
Saya akan memberikan sedikit gambaran tentang
isi buku ini, kenapa ini jadi penting buat dibaca.
Kenapa rekomendasi ini muncul saat ada gejolak
bisnis macam sekarang.

Kenapa seorang pemimpin masih perlu baca buku


ini, dan perlu melahirkan diri yang baru.
Kenapa ada pemenang saat krisis, dan ada
pecundang yang kalah bahkan sebelum
melangkah.
Semua berawal dari
SENI BERPERANG
SUN TZU:

“Ketahuilah musuhmu dan


dirimu; dalam 100
pertempuran pun kamu tidak
akan dalam bahaya.”
Prinsip Sun Tzu tidak hanya
mengajarkan untuk menang
dengan peperangan, tapi
MENANG DENGAN
KEHEBATAN,
ketenangan dan kehormatan.
Nah, prinsip untuk menjadi pemenang itu, kuncinya ada pada seorang
Leader yang Profesional. Seorang Jendral Perang Sejati.

Dalam buku On Mission and Leadership itu, para kontributor buku bilang,
bahwa organisasi yang efektif itu dibangun berdasarkan misi fundamental
perusahaan.
Misi ini dibuat dan dirancang oleh seorang leader.

Para pemimpin yang mampu mengomunikasikan misinya sepanjang


waktu, dan mereka yang enggak capek-capek buat menanamkan nilai-
nilai, karakter, dan budaya, supaya perusahaan itu sukses bareng-
bareng.
Saat kita membicarakan pertahanan bisnis saat krisis, kita
enggak bisa lepas dari fakta bahwa di setiap dekade, pasti
ada krisis ekonomi. Entah yang kecil, sedang, atau yang
besar sekali pun.

Yang membedakan tiap krisis adalah pemainnya selalu


berbeda eranya berganti, dan cara penanganannya juga
sudah pasti enggak sama.
TIAP KRISIS SELALU PUNYA
PEMENANGNYA.
Untuk menjadi pemenang itu, ada 3 poin besar, sebuah
mind map yang perlu di-notice ketika teman-teman semua
baca buku On Mission and Leadership itu.

Kualitas Seorang Pemimpin

Dimensi kecerdasan
emosional seorang pemimpin

Sinyal peringatan yang


merusak perubahan
SEORANG PEMIMPIN HARUSLAH
SOSOK YANG UNGGUL

Warren Bennis pernah mendeklarasikan pernyataan


tentang sosok pemimpin ideal bagi bisnis.
Menurutnya, modal intelektual adalah asset suatu
organisasi. Seorang pekerja yang berpengetahuan akan
mencari arti dan tujuan, iklim kepercayaan, rasa optimis dan
hasil dari apa yang dikerjakannya.
Pemimpin minimal adalah orang mau dan mampu terbuka
pada pengetahuan, kepalanya harus penuh dengan ilmu dan
pikiran strategis.
Apa sih sebetulnya kerjaan
Seorang LEADER?
Secara umum, formalnya mereka adalah penanggung jawab
tertinggi di perusahaan.
Kerjaan sampingan mereka adalah memberi motivasi kepada
pekerja. Mengontrol tim, pemimpin adalah sosok yang harus bisa
multitasking.
Apalagi kalau seorang single fighter. Mereka enggak hanya
duduk terus tanda tangan proposal aja. Pemimpin harus punya
kemampuan teknis, pemikiran strategis, serta kecakapan untuk
mengidentifikasi dan mengolah bakat.
TAPI dari semua syarat bibit unggul seorang
pemimpin, yang paling penting adalah

KARAKTERNYA!
KARAKAKTER itu seperti bawaan lahir, dia
levelnya enggak kayak skill teknis yang bisa
dipelajari dalam 20 jam.
KARAKTER dibentuk secara detail, unik,
butuh ribuan jam, dan ratusan pengalaman.

KARAKTER inilah yang sebetulnya menjadi


kunci dari KUALITAS seorang LEADER.
BAGAIMANA
KUALITAS IDEAL SEORANG
LEADER?
Dalam buku On Mission and Leadership,
Leader yang berkualitas adalah sosok
yang punya tujuh atribut.
Pertama: Punya KECAKAPAN TEKNIS

Leader yang berkualitas harus punya skill,


bakat, dia harus menguasai setidaknya satu
bidang pekerjaan.
KECAKAPAN TEKNIS ini menjadi modal
pertama, tapi bukan utama, dalam membangun
sebuah bisnis.
Kedua: Kecakapan Konseptual

Nah, yang kedua ini, artinya seorang leader itu


haruslah orang yang punya kemampuan
berpikir abstrak sekaligus strategis.
Mereka penuh dengan ide dan tipikal
orang yang solutif. Kalau enggak solutif,
sekali kena masalah nanti auto tutup pintu
dong.
K e t i g a : Tr a c k R e c o r d
KUALITAS SEORANG LEADER
Dilihat dari sejarah hidupnya. Perjalanan
kariernya, dan tentang prestasi atau hasil
yang pernah dicapai.

Seorang LEADER tanpa prestasi, itu omong


kosong! Jangan berani ngaku leader kalau kita
belum pernah sekali pun membawa tim pada
kemenangan.
Keempat: Keterampilan Pribadi
Tadi saya menyebut soal kerja sampingan
seorang LEADER. Mayoritas Leader
adalah seorang motivator yang handal.
Dia mampu menggerakkan orang-orang
tanpa mendorong bahunya, tanpa
menyentuh fisiknya.
Inilah yang dinamakan kemampuan untuk
berkomunikasi, memotivasi dan
mendelegasikan.
Kelima: Cita Rasa
LEADER ITU HARUS MAMPU JADI
DUKUN!
Dalam artian, dia harus bisa menebak
dengan tepat potensi, dan kemampuan
orang lain, terutama anggota timnya.
Dia harus terbiasa untuk menemukan,
mengidentifikasi, dan mengolah bakat,
baik dirinya sendiri, atau bakat orang lain.
Keenam: Pertimbangan
LEADER HARUS ADIL dan BIJAK.

Di segala kondisi, keputusan ada di


tangan Leader, seorang Jendral Perang.
Maka dari itu dia harus mampu untuk
mengambil keputusan yang sulit sekali
pun. Leader wajib bisa membuat
pertimbangan berdasarkan data yang
tidak lengkap dalam waktu singkat.
Ketujuh: Karakter

Ini adalah poin fundamentalnya. Kualitas yang


menyatakan apakah seseorang itu LEADER atau hanya
orang yang mengaku bos.
Karakter adalah nyawa kepemimpinan.
Tanpa KARAKTER yang tepat, sebuah
perusahaan akan kehilangan arah.
Nah, ngomongin soal karakter yang tepat dan efektif, tentu
orang dengan karakter Leader sejak dalam kandungan
sangat fit untuk memimpin. Mereka pasti bisa sesuai sama
harapan anggota timnya. Terus gimana sama orang yang
masih belajar jadi LEADER? Apa harus mundur alon-alon?

Enggak! Setiap orang selalu punya peluang jadi Leader,


hanya saja mereka harus punya beberapa point of work.

Point of work ini adalah salah satu nilai yang melekat satu
paket dengan karakter leader itu sendiri.
Pertama: mereka harus punya TUJUAN YANG JELAS.

Bayangkan kita pergi dari rumah, tanpa tujuan, enggak


tahu mau ke mana, ketemu siapa, mau ngapain keluar
rumah. Itu rasa dan hasilnya jelas beda dengan orang
yang keluar tapi sudah tahu tujuannya.

Pemimpin yang efektif akan memberikan semangat,


dan menetapkan pandangan ke depan, dalam
proses menentukan tujuan perusahaan tersebut.
Kalau mau bermain-main dan asal nyoba jadi leader, itu
akan jadi hama bagi ekosistem yang sudah ada.
Mereka yang masuk dunia bisnis tanpa tujuan, akan
mati perlahan karena kehilangan arah.
Kedua: Membangkitkan dan
mempertahankan kepercayaan.

Seorang Leader perlu punya skill untuk meyakinkan. Bangun


citra diri yang kredibel, dengan begitu orang lain enggak akan
ragu untuk bekerja sama dengan kita.

Sebagaimana membangun relasi dengan teman, dengan


partner, dengan klien pada umumnya. Faktor-faktor yang
membangun kepercayaan orang lain adalah: kompetensi,
kesetiaan, perhatian, keterusterangan dan harmoni.
Ketiga: Tumbuh dan Kembangkan Harapan.

Berapa kali Anda dengar orang yang bilang, “udahlah nyerah aja, udah enggak
ada harapan!”
Ungkapan itu bukan omong kosong, tapi kalau dilakukan beneran bakal jadi
omong kosong jika kita berniat jadi LEADER.
Sebagian besar manusia bergantung sama harapan.
Orang alim berharap sama Tuhan, pedagang berharap sama pembeli, pebisnis
berharap dengan pasar, dengan investor, dengan pemerintah, dengan situasi.
Karena setiap orang punya harapan.
Harapan memadukan keteguhan seseorang dan
kemampuan untuk menggunakan perangkat yang dimiliki
untuk mencapai tujuannya.

Dalam kondisi krisis, kita berharap semua ini hanya angin lalu,
maunya segera berlalu. Ini adalah masalah bersama, dan
seorang Leader yang berkualitas harus tahu cara untuk
mengatasinya.

Dimulai dari membangun harapan, dan tidak


meninggalkannya. Intinya enggak jadi pengecut yang lari dari
masalah.
Pemimpin yang baik, memiliki tingkat optimisme yang sangat
besar. Karakter ini membantu membangkitkan kekuatan, dan
komitmen yang diperlukan seluruh tim untuk mencapai tujuan
organisasi, termasuk keluar dari masalah dan krisis.
Perbedaan dari seorang pemimpin yang realistis dan
pemimpin abal-abal adalah tentang efisiensi waktu.
SELALU BISA Kalau dia seorang leader yang baik dan realistis, dia akan
MENGHASILKAN menggunakan waktu dan sumber daya yang ada untuk
mendapatkan hasil.
SESUATU YANG BARU PRINSIPNYA adalah: setiap pemimpin yang berorientasi
kepada hasil, melihat dirinya sebagai katalis.
Seorang Pemimpin sekali pun, tetap harus punya harapan. Bahkan porsinya harus lebih
besar dari orang pada umumnya.
Tapi leader juga musti tahu diri, harapan yang besar untuk mencapai sesuatu yang luar
biasa tidak bisa dilakukan seorang diri. Leader harus menapak tanah juga, dan sadar
bahwa mereka membutuhkan bantuan orang lain.
Kalau ketemu orang yang bisa bawa semangat, punya power gede, dan bisa toleran
sama risiko apa pun, berarti kamu udah ketemu sama seorang leader.
Atau bisa jadi itu justru diri kamu sendiri?
Keunikan dari pemimpin yang baik

adalah kepercayaan bahwa mereka punya


tanggung jawab dan kasih kesempatan bagi
seseorang buat tumbuh dan menciptakan
lingkungan yang membuat orang tetap
belajar.

Dia enggak serakah, enggak pelit ilmu, justru


prinsip sebagian besar mereka adalah, berbagi
itu artinya investasi sumber daya dan relasi.
LEADER yang PENUH DENGAN HARAPAN, berjiwa OPTIMIS dan
REALISTIS, akan selalu punya solusi.

- Dia akan mencoba berpikir dan mencari solusi dari setiap masalah, dari
krisis, dari kemacetan jalan raya, dari perselisihan antar anggota tim.
- Prinsip kerjanya selalu power full, semangat, dan tidak hilang tujuan/arah
- Track record yang dia miliki akan dimanfaatkan dengan sangat baik,
sehingga bisa membawa tim menuju kemenangan.
- Pengalaman hidupnya adalah investasi untuk menghadapi risiko di masa
mendatang.
Poin-poin tadi adalah jawaban untuk pertanyaan soal kualitas
seorang Pemimpin yang profesional.

Hal-hal yang perlu dimasukkan dalam longterm memory supaya


di masa depan, beberapa jam lagi, kita tidak lagi terjebak di
situasi yang begini-begini terus.
Nah, selanjutnya saya akan bahas tentang kapabilitas seorang
Leader.
APA PENGARUH DARI
KECERDASAN EMOSIONAL
SEORANG PEMIMPIN?
Menurut Daniel Goleman,
Leader yang berkualitas adalah sosok yang
memiliki kecerdasan emosional tinggi
Pada pembahasan pertama, saya sering
menyebutkan soal karakter leader.
Nah, karakter ini sendiri tidak jauh langkah dari
eksistensi kecerdasan emosional seseorang.

Seorang leader yang sukses, selalu punya


kecerdasan emosional yang tinggi.
Sebab itu merupakan hal yang penting dari
pada IQ atau keterampilan teknik saja.
Kalau ada yang masih bingung, apakah
kecerdasan emosi penting?

Kenapa bisnis perlu main perasaan?

Apa aja yang masuk kecerdasan emosional?


Pertama, kecerdasan emosi jelas penting, karena dia saling
berkorelasi dengan logika berpikir, empati, kemampuan untuk
memotivasi, mengambil hati, berkoordinasi, dan yang jelas
berkompromi pada masalah.

Kedua, emosi dan bisnis adalah hal yang saling terikat. Tapi
bukan berarti kita tidak bisa memakai logika dengan benar.

Sebaliknya, seseorang dengan kemampuan kontrol emosi yang


baik akan lebih bijak dan cepat dalam membuat keputusan
logis. Karena kepekaannya telah terasah.
Ketiga, hal-hal yang termasuk dalam kecerdasan
emosional adalah kepedulian terhadap diri sendiri, dan
orang lain. Kemampuan untuk mengelola emosi,
manajemen stres, dan desakan hati.

Selain itu, EQ juga meliputi kemampuan untuk memotivasi


orang lain, kemampuan untuk memperlihatkan empati ,
dan kemampuan untuk menjaga hubungan.

Bayangkan kita sebagai pebisnis, apalagi leader, tapi


enggak cakap membangun komunikasi sama orang lain. Kita
enggak bisa memahami apa yang dirasakan klien dan
partner kita. Apa kata dunia dong?
Kecerdasan emosi atau EQ ini akan sangat berguna saat kita mencoba
berkoordinasi dengan tim. Saat kita mendelegasikan sesuatu, memberikan
penghargaan, memberikan saran atau evaluasi. Semuanya perlu dilihat
dengan EQ juga.

Selain leader, kecerdasan emosional karyawan juga perlu


ditingkatkan, butuh dilatih, harus diberdayakan. Sebab ini akan
meningkatkan kemampuan dalam pengambilan keputusan, kemampuan
untuk melihat jangka panjang, dan serangkaian perilaku produktif lainnya.

Kalau leader dan anggota tim sama-sama punya EQ yang baik, maka
problematika sekeras apapun akan terasa jauh lebih mudah diatasi
Nah, EQ sendiri ada beberapa
dimensi. Ini adalah lapisan dan
1. Kesadaran terhadap diri sendiri. dasar kecakapan
kepemimpinan.
Semua orang hidup perlu sadar diri. Seorang Leaader
yang baik pun harus sadar diri. Artinya dia punya
Apa saja?
kemampuan untuk memahami dirinya, punya kekuatan
untuk percaya diri.

Kepercayaan diri ini akan sangat membantu seorang


leader untuk memimpin dengan tegas, berani, dan
selalu yakin dengan keputusannya. Sebab dia sadar
terhadap apa yang dia pikirkan, yang direncanakan.
2. Mengelola emosi.

Leader profesional tidak ada yang tidak belajar cara


mengatasi perasaan.

Terutama perasaan besar manusia:


- Kegelisahan
- Kemarahan
- Kesedihan
- Merasa tidak memiliki kemampuan

Mengelola emosi adalah persoalan pengendalian


dorongan hati seseorang, dan hal itu merupakan
keterampilan hidup. Otak kita perlu diberi jarak
dengan perasaan, supaya keputusan yang dihasilkan
tidak saling bertentangan dalam diri kita sendiri.
3. Memberi motivasi.

Di awal sudah sempat diterangkan,


kerja sambilan seorang leader adalah
motivator.
Karena memang begitulah realitanya.
Dia motivator bagi diri sendiri,
keluarga, tim, dan klien.

EQ yang tinggi memungkinkan


seorang leader punya kemampuan
untuk kasih motivasi berupa
optimisme kepada orang lain.
Dengan melihat ke pengalaman di
masa lalu, itu akan dipakai sebagai
kekuatan untuk melakukan
perubahan.
4. Menunjukkan Empati.
Sebagian besar orang lahir dan tumbuh dengan
ajaran untuk selalu baik dengan sesamanya.
Akan tetapi, kadang ada beberapa situasi yang bikin
empati masa kecil itu hilang.

Padahal, empati merupakan dasar untuk


mengatasi perbedaan yang ada di dalam tenaga
kerja. Empati juga merupakan hal yang sangat
diperlukan dalam memberi latihan yang efektif
dalam mengembangkan orang lain.
“Empati adalah salah satu
kunci dari keterampilan
kepemimpinan.”
5. Menjaga hubungan
Selain menjaga stabilitas finansial, investasi terbesar dalam bisnis adalah
menjaga hubungan baik.

Tiap orang jelas ada strateginya sendiri-sendiri. Tapi seorang leader selalu
berpikir positif, dia mampu menyelesaikan konflik, dan bisa memahami arti
hubungan.

Dengan tingkat EQ yang tinggi, ini akan memudahkan kita untuk terampil
dalam berhubungan dengan orang lain. Sebab ini merupakan sesuatu yang
memiliki kekuatan besar, terutama ketika membangun team work
EQ menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perjuangan
menjadi leader yang profesional.

Masalahnya, ketika seseorang tidak mampu mengontrol


emosinya sendiri, dia akan terjebak dalam sikap rendah
diri yang parah.

Maka dari itu, EQ perlu dibentuk dengan serius, enggak bisa


setengah-setengah. Jika kita kalah dengan emosi sendiri,
maka hasilnya adalah sikap sombong, atau sebaliknya tidak
percaya diri.

Nah, upaya mencapai EQ yang stabil itu bisa diimbangi


dengan membiasakan diri dengan rendah hati. Ingat,
RENDAH HATI, BUKAN RENDAH DIRI.
Permasalahan
dengan
Kerendahan Hati
(Patrick Lencioni)
KREDIBILITAS seorang leader tidak
diungkapkan pakai kata-kata, apalagi diakui di
depan publik.
Itu namanya kebodohan!

Sayangnya, enggak sedikit orang yang merasa


kurang memiliki karisma. Sedangkan kondisi itu
sangat berpotensi buat mereka mengalami
kegagalan dalam menghasilkan kepercayaan.
KREDIBILITAS terbentuk karena adanya
rasa percaya. Kepercayaan diciptakan dari
kerendahan hati dan sikap empati yang tulus.

Kita pasti enggak suka sama orang yang sombong dan


terlalu PD. Biasanya orang macam itu akan cepat
kehilangan pengikut, sebab enggak dekat secara
emosional.
Untuk menghasilkan kesetiaan dan kegairahan, seorang pemimpin perlu
mengoneksikan hati dengan karisma. Buat kita profesional jiwa dan raga.

Ini penting! Karena Kedua hal itu dapat dikembangkan melalui refleksi,
umpan balik, dan penekanan pada ketulusan.
Pemimpin yang karismatik
Selalu punya ciri-ciri yang enak diingat.
Kemungkinan besar akan menjadi Mereka selalu mau duduk bersama timnya,
rendah hati oleh pengalaman- dan berdiskusi tentang baik-buruknya gaya
pengalamannya. kepemimpinan mereka.
Selalu terbuka, dan mempertahankan Leader yang baik biasanya juga seorang
sisi karismatik mereka tanpa pendengar yang baik, dan mampu
membuat orang lain lebih rendah. mengondisikan forum.

Sisi karismatik seorang leader akan


membuat tim jadi saling support dengan
semangat.
Ketika leader selalu transparan dan tulus dengan
apapun yang dia lakukan, ini akan memunculkan
kesadaran bersama pada tim.

Usaha untuk menjadi rendah hati ini akan


membawa vibrasi positif dan akan diingat dengan
cara yang baik oleh orang lain.

Sebab prosesnya dilakukan dengan tulus dan terus-


menerus, kotinyu, sehingga orang lain pun akan
mengingat itu sebagai diri kita yang seutuhnya.
Permasalahan rendah hati ini menjadi solusi bagi
persoalan relasi dan pengendalian emosi seorang leader.

Seseorang yang telah mencapai sikap rendah hati secara


tidak langsung telah mencapai posisi yang bermartabat.

Karena orang lain akan menghormati mereka sebagai


sosok yang selalu penuh empati dan berkarisma.
Ketika seorang leader mencapai kehormatan atas sikap
dan prestasinya, maka akan sangat mudah baginya untuk
menerapkan misi perusahaan pada orang lain.
MISI SEBAGAI PRINSIP
DALAM PENGELOLAAN
ORGANISASI
C. William Pollard:
Misi adalah kata lain dari tugas,
tujuan, yang dibentuk untuk
menyampaikan sebuah ideologi.

Ketika misi sudah diciptakan, dia


akan berisi serangkaian rencana dan
target. Penuh dengan strategi, ide,
gagasan, dan proses demi proses.

Misi tiap perusahaan tidak selalu


sama, bahkan cenderung berbeda
satu sama lain.
Tugas dari seorang pemimpin adalah harus
mampu mengomunikasikan misi
organisasinya kepada semua bagian yang
ada dalam organisasinya.

Misi merupakan titik referensi,


pedoman dan sumber pengharapan
pada masa-masa perubahan.

Ketika misi bisa disampaikan dan


didelegasikan dengan baik, maka ini
akan menjadi dorongan semangat,
lingkaran vibrasi dan inovasi bagi seluruh
tim dan perusahaan.
Memasuki era 4.0, dunia industri sudah tidak lagi bisa ditandai dengan hal-hal
yang pasti. Setiap waktu selalu ada perubahan.

Saham fluktuatif, konversi naik turun, perputaran uang di segala bidang, dunia
internet merajalela. Belum lagi disrupsi yang terjadi di hampir seluruh lini
kehidupan, bisnis jadi lahan pertaruhan yang nyata.

Orang-orang selalu bicara soal inovasi. Melakukan ini itu terus-terusan, selalu
update, selalu buat yang baru. Manusia selalu bergerak, melakukan aksi nyata.
Begitu pula dengan Leader.

Leader butuh melakukan inovasi dan aksi nyata!


Masalahnya adalah, mayoritas pebisnis berangkat hanya dengan
tujuan finansial. Merekrut banyak orang supaya lebih banyak
pemasukan. Kebanyakan orang mulai bisnis tentu dengan rencana
yang bagus, scale up, buka cabang, jadi waralaba.

Orang-orang selalu membesarkan perusahaan, memperbaiki


organisasi. Sayangnya, beberapa orang tidak disiapkan untuk
situasi yang signifikan.
Krisis, contohnya.

Tidak sedikit pebisnis pemula yang tidak bersiap untuk


kondisi paling buruk. Ketika krisis datang, yang terjadi adalah
mereka kehilangan misi.
Ketika misi perusahaan goyah, pertanyaannya kemudian,
bagaimana cara untuk survive?

Satu-satunya jalan keluar adalah dengan menerapkan prinsip


10X. Kalau bisa 100X.
Ini bukan waktu untuk menanti dan rebahan menunggu krisis
berlalu.

Dengan prinsip usaha 10-100X, kita tidak hanya selamat dari


krisis. Kita juga akan menjadi pemenang bersama orang-orang
terdekat yang kita rangkul untuk berjuang bersama.

Anda mungkin juga menyukai