Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PEMBUKAAN PELATIHAN

WORKSHOP PENERAPAN HACCP CATERING CINTA UNTUK MEMUTUS RANTAI


PENULARAN HEPATITIS A

Dosen Pembimbing :
M. Rizal Permadi, S.Gz., M. Si
Golongan/Kelompok : D / 2
1. Febiula Adza Esafany (G42171794)
2. Silvia Hanifah Puspita Sari (G42171821)
3. Siti Riza Afkarina (G42171828)
4. Lailyta Ramadhanti Lestari (G42171864)
5. Ritma Ratri (G42171897)
6. Ria Widya Lestari (G42171909)
7. Shofi Nur Werdaya S. ( G 42171943)

PROGAM STUDIGIZI KLINIK


JURUSAN KESEHATAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2020
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hepatitis didefinisikan sebagai suatu penyakit yang ditandai dengan adanya peradangan
pada hati. Hepatitis merupakan suatu proses terjadinya inflamasi atau nekrosis pada jaringan
hati yang dapat disebabkan oleh infeksi, obat-obatan, toksin, gangguan metabolik, maupun
kelainan sistem antibodi. Infeksi yang disebabkan virus merupakan penyebab paling banyak
dari Hepatitis akut(Arief, 2012).Menurut Ari Yoni Setiawan (Kepala Seksi Surfelen
Imunisasi Dinkes Jember) menjelaskan bahwa penyakit Hepatitis A menular oleh perilaku
masyarakat yang makan makanan sembarangan, yakni memakan makanan yang
terkontaminasi virus. Tingginya jumlah penderita hepatitis, makaditetapkan status Kejadian
Luar Biasa, atau KLB oleh dinas kesehatan.
Industri makanan dan minuman di Indonesia merupakan salah satu industri yang cukup
potensial, salah satu nya bergerak dalam bidang makanan dan minuman yaitu jasa catering.
Untuk mendapatkan kualitas produk makanan yang memenuhi syarat kesehatan, maka perlu
diadakan pengawasan terhadap mutu dan keamanan mengingat bahwa makanan merupakan
media yang potensial dalam penyebaran penyakit (Kemenperin dan Vaz, 2015).
Cara penjaminan keamanan produk yaitu dengan penerapan sistem jaminan keamanan
pangan yang disebut Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). HACCP adalah suatu
sistem jaminan mutu dan keamanan pangan dalam upaya pencegahan atas timbulnya masalah
berdasarkan identifikasi titik-titik kritis di dalam tiap tahapan proses produksi (Hermansyah,
2013).
Untuk itu kami ingin melakukan upaya untuk memutus penularan penyakit Hepatitis A
tersebut dengan cara penyuluhan, dan pelatihan tentang pentingnya penerapan HACCP pada
setiap tahapan proses produksi untuk mendapatkan kulitas makanan yang memenuhi syarat
kesehatan pada usaha catering cinta.
BAB 2. TUJUAN DAN SASARAN

2.1 Tujuan
 Tujuan Umum
Meningkatkan upaya terhadap kualitas keamanan makanan untuk mencegah terjadinya
kontaminasi terhadap virus hepatitis A yang dapat ditimbulkan melalui perantara pada
makanan saat proses pengolahan.
 Tujuan Khusus
1. Peserta diharapkan dapat memahami materi tentang pencegahan kontaminasi virus
hepatitis A pada makanan.
2. Peserta diharapkan mengetahui mutu pengawasan bahan baku pada makanan.
3. Peserta diharapkan mengetahui mutu pengawasan persiapan pengolahan makanan.
4. Peserta diharapkan mengetahui pengawasan pengolahan makanan.
5. Peserta diharapkan mengetahui mutu pengawasan penyimpanan makanan.

2.2 Sasaran / Peserta


Seluruh Pegawai Catering Cinta
BAB 3. WAKTU DAN TEMPAT

1.1. Waktu dan Tempat


Hari/Tanggal : Senin, 01 Agustus 2020
Jam : 08.00 – 12.00 WIB
Tempat : Aula Instalasi Catering Cinta

BAB 4. KEPESERTAAN

Peserta yang menghadiri workshop penerapan HAACP ini adalah ahli gizi dan pekerja di
catering cinta mencapai lebih dari 30 orang.

BAB 5. KURIKULUM DAN METODE PEMBELAJARAN

5.1 Kurikulum Pembelajaran

5.1.1 Hepatitis A

Fungsi Hati

Menurut Guyton & Hall (2008), hati mempunyai beberapa fungsi yaitu:

a. Metabolisme karbohidrat

Fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat adalah menyimpan glikogen dalam jumlah
besar, mengkonversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, dan membentuk
banyak senyawa kimia yang penting dari hasil perantara metabolisme karbohidrat.
b. Metabolisme lemak

Fungsi hati yang berkaitan dengan metabolisme lemak, antara lain: mengoksidasi asam
lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh yang lain, membentuk sebagian besar
kolesterol, fosfolipid dan lipoprotein, membentuk lemak dari protein dan karbohidrat.

c. Metabolisme protein

Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah deaminasi asam amino, pembentukan
ureum untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma, dan
interkonversi beragam asam amino dan membentuk senyawa lain dari asam amino.

Definisi

Hepatitis A adalah penyakit liver yang disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV).

Cara Penularan

HAV terutama ditularkan melalui rute feses-oral, yaitu ketika seseorang yang belum
terinfeksi mengalami kontak dengan atau menelan benda, makanan atau air yang telah
terkontaminasi feses orang yang terinfeksi. Virus ini juga dapat ditularkan melalui kontak fisik
dengan orang yang terinfeksi, termasuk kontak seksual dan tidak terbatas untuk kontak anal-oral.
Penyebarluasan hepatitis A di kalangan pria yang berhubungan seksual dengan sesama pria telah
dilaporkan. Penyebarluasan melalui air, walaupun jarang, biasanya terkait dengan air yang
terkontaminasi limbah atau tidak diolah dengan baik.

Cara Pencegahan

Pada tingkat populasi, penyebaran hepatitis A dapat dikurangi dengan:

a) Suplai air minum yang aman dikonsumsi yang cukup;


b) Praktek keamanan pangan; dan
c) Pembuahan limbah yang tepat dalam masyarakat.
d) Perbaikan sanitasi, keamanan pangan dan imunisasi adalah cara yang efektif untuk
melawan hepatitis A.
1 Jaga kebersihan pribadi yang baik

a) Bersihkan tangan sesering mungkin, terutama sebelum makan atau menangani makanan,
dan setelah menggunakan toilet atau menangani materi muntahan atau feses. Cuci tangan
dengan sabun cair dan air setidaknya selama 20 detik. Lalu keringkan dengan tisu sekali
pakai atau pengering tangan. Jika tidak ada fasilitas pencuci tangan atau tangan tidak
terlihat kotor, handrub berbasis alkohol 70 - 80% adalah alternatif yang efektif.
b) Kenakan sarung tangan dan masker saat membuang atau menangani materi muntahan dan
feses, lalu cuci tangan hingga bersih setelahnya.
c) Gunakan sumpit dan sendok saat makan. Jangan berbagi makanan dan minuman dengan
orang lain.
d) Hindari masuk kerja atau sekolah, dan segera cari bantuan dokter saat muntahmuntah
atau diare.
e) Jangan biarkan orang yang terinfeksi dan carrier (pembawa) yang tidak menunjukkan
gejala menangani makanan dan merawat anak-anak, orang tua serta orang yang sistem
imunnya tidak baik.

2. Jaga kebersihan lingkungan yang baik

a) Jaga agar dapur dan peralatan dapur tetap bersih.


b) Karena deterjen umum mungkin tidak dapat membunuh HAV, secara teratur bersihkan
dan disinfeksi permukaan yang sering disentuh seperti perabutan, mainan dan barang-
barang yang biasa digunakan bersama dengan pemutih yang sudah diencerkan 1:99
(campurkan 1 bagian 5,25% pemutih dengan 99 bagian air), biarkan selama 15 - 30
menit, dan kemudian bilas dengan air dan keringkan. Untuk permukaan logam, desinfeksi
dengan alkohol 70%.
c) Gunakan handuk sekali pakai penyerap untuk menyeka kontaminan yang tampak jelas
seperti cairan sekresi pernapasan, dan kemudian desinfektasi permukaan dan daerah
sekitarnya dengan pemutih yang diencerkan 1:45 (campurkan 1 bagian pemutih 5,25%
dengan 49 bagian air), biarkan selama 15 - 30 menit dan kemudian bilas dengan air dan
keringkan. Untuk permukaan logam, desinfektasi dengan alkohol 70%.
3. Jaga kebersihan makanan yang baik

a) Gunakan 5 Kunci Keamanan Pangan saat menangani makanan, yaitu Pilih (Pilih bahan
mentah yang aman); Bersih (Jaga agar tangan dan peralatan masak tetap bersih);
Pisahkan (Pisahkan makanan mentah dan matang); Masak (Masak hingga matang); dan
Suhu Aman (Simpan makanan pada suhu yang aman) untuk menghindari penyakit yang
diakibatkan oleh makanan.
b) Hanya minum air yang telah direbus dari wadah atau botol minuman yang sumbernya
dapat diandalkan.
c) Hindari minuman dengan es yang asalnya tidak diketahui.
d) Beli makanan segar dari sumber higienis dan dapat diandalkan. Jangan membeli makanan
dari pedagang jalanan ilegal.
e) Hanya makan yang telah dimasak hingga matang.
f) Bersihkan dan cuci bahan pangan dengan benar. Gosok dan bilas makanan laut
bercangkang dengan air bersih. Buang bagian kotoran jika perlu. Semua makanan laut
bercangkang harus dimasak hingga matang sebelum dimakan.
g) Pemanasan hingga suhu internal 90°C selama 90 detik diperlukan untuk memasak
moluska (mis. cumi-cumi, kerang, ubur-ubur). Jika mungkin, buang cangkang sebelum
memasak karena cangkang dapat menghambat penetrasi panas. Jika tidak, rebus pada
suhu 100°C hingga cangkang terbuka; lalu rebus lagi selama tiga hingga lima menit
setelahnya. Buang semua makanan laut bercangkang yang tidak terbuka setelah dimasak.
h) Saat makan hotpot, gunakan sumpit dan alat makan terpisah untuk menangani makanan
mentah dan matang untuk menghindari kontaminasi silang. * Silahkan kunjungi situs web
Centre for Food Safety untuk informasi lebih lanjut mengenai Keamanan Pangan

4. Vaksinasi Hepatitis A.

Vaksinasi Hepatitis A adalah cara yang aman dan efektif untuk mencegah infeksi. Orang
yang berisiko tinggi terinfeksi hepatitis A dan orang yang berisiko tinggi mengalami konsekuensi
negatif parah harus berdiskusi dengan dokter mengenai vaksinasi hepatitis A demi perlindungan
diri. Menurut Komite Ilmiah Penyakit yang Dapat Dicegah oleh Vaksin, Pusat Perlindungan
Kesehatan, kelompok orang ini disarankan untuk mendapatkan vaksinasi hepatitis A:
a) Orang yang berpergian ke daerah endemik hepatitis A
b) Penderita kelainan faktor pembekuan darah yang menerima pengganti faktor pembekuan
darah berbasis plasma.
c) Penderita penyakit liver kronis
d) Pria yang berhubungan seksual dengan sesama pria

5.1.2 HACCP
1. Pendahuluan

Adanya beberapa kasus penyakit dan keracunan makanan serta terakhir adanya issue
keamanan pangan (food safety) di negara-negara maju, maka sejak tahun 1987 konsep HACCP
ini berkembang, banyak dibahas dan didiskusikan oleh para pengamat, pelaku atau praktisi
pengawasan mutu dan keamanan pangan serta oleh para birokrat maupun kalangan industriawan
dan ilmuan pangan. Bahkan karena tingkat jaminan keamanannya yang tinggi pada setiap
industri pangan yang menerapkannya, menjadikan sistem ini banyak diacu dan diadopsi sebagai
standar proses keamanan pangan secara internasional. Codex Alimentarius Commission (CAC)
WHO/FAO pun telah menganjurkan dan merekomendasikan diimplementasikannya konsep
HACCP ini pada setiap industri pengolah pangan. Begitu pula negara-negara yang tergabung
dalam MEE melaui EC Directive 91/493/EEC juga merekomendasikan penerapan HACCP
sebagai dasar pengembangan sistem manajemen mutu dinegara-negara yang akan mengekspor
produk hasil perikanan dan udangnya ke negara-negara MEE tersebut.

2. Konsep HACCP

HACCP merupakan suatu sistem manajemen pengawasan dan pengendalian keamanan


pangan secara preventif yang bersifat ilmiah, rasional dan sistematis dengan tujuan untuk
mengidentifikasi, memonitor dan mengendalikan bahaya (hazard) mulai dari bahan baku, selama
proses produksi/pengolahan, manufakturing, penanganan dan penggunaan bahan pangan untuk
menjamin bahwa bahan pangan tersebut aman bila dikonsumsi (MOTARKEMI et al, 1996 ;
STEVENSON, 1990). Dengan demikian dalam sistem HACCP, bahan/materi yang dapat
membahayakan keselamatan manusia atau yang merugikan ataupun yang dapat menyebabkan
produk makanan menjadi tidak disukai; diidentifikasi dan diteliti dimana kemungkinan besar
terjadi kontaminasi/pencemaran atau kerusakan produk makanan mulai dari penyediaan bahan
baku, selama tahapan proses pengolahan bahan sampai distribusi dan penggunaannya. Kunci
utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik kendali kritis.

Konsep HACCP ini disebut rasional karena pendekatannya didasarkan pada data historis
tentang penyebab suatu penyakit yang timbul (illness) dan kerusakan pangannya (spoilage).
HACCP bersifat sistematis karena konsep HACCP merupakan rencana yang teliti dan cermat
serta meliputi kegiatan operasi tahap demi tahap, tatacara (prosedur) dan ukuran kriteria
pengendaliannya. Konsep HACCP juga bersifat kontinyu karena apabila ditemukan terjadi suatu
masalah maka dapat segera dilaksanakan tindakan untuk memperbaikinya. Disamping itu, sistem
HACCP dikatakan bersifat komprehensif karena sistem HACCP sendiri berhubungan erat dengan
ramuan (ingredient), pengolah/proses dan tujuan penggunaan/pemakaian produk pangan
selanjutnya.

Sistem HACCP dapat dikatakan pula sebagai alat pengukur atau pengendali yang
memfokuskan perhatiannya pada jaminan keamanan pangan, terutama sekali untuk
mengeliminasi adanya bahaya (hazard) yang berasal dari bahaya mikrobiologi (biologi), kimia
dan fisika ; dengan cara mencegah dan mengantisipasi terlebih dahulu daripada
memeriksa/menginspeksi saja.

Sementara itu, tujuan dan sasaran HACCP adalah memperkecil kemungkinan adanya
kontaminasi mikroba pathogen dan memperkecil potensi mereka untuk tumbuh dan berkembang.
Oleh karena itu, secara individu setiap produk dan sistem pengolahannya dalam industri pangan
harus mempertimbangkan rencana pengembangan HACCP. Dengan demikian, setiap produk
dalam industri pangan yang dihasilkannya akan mempunyai konsep rencana penerapan HACCP-
nya masing-masing disesuaikan dengan sistem produksinya.

Bagi industri pengolahan pangan, sistem HACCP sebagai sistem penjamin keamanan
pangan mempunyai kegunaan dalam hal, yaitu : (1) Mencegah penarikan produk pangan yang
dihasilkan, (2) Mencegah penutupan pabrik, (3) Meningkatkan jaminan keamanan produk, (4)
Pembenahan dan pembersihan pabrik, (5) Mencegah kehilangan pembeli/pelanggan atau pasar,
(6) Meningkatkan kepercayaan konsumen dan (7) Mencegah pemborosan biaya atau kerugian
yang mungkin timbul karena masalah keamanan produk.
Pendekatan HACCP dalam industri pangan terutama diarahkan terhadap produk pangan
(makanan) yang mempunyai resiko tinggi sebagai penyebab penyakit dan keracunan, yaitu
makanan yang mudah terkontaminasi oleh bahaya mikrobiologi, kimia dan fisika (Tabel 1).

Tabel 1. Pengolahan Makanan Berdasarkan Resiko Kesehatan dan Beberapa Contohnya

Tingkat Resiko Kesehatan Jenis Makanan


a. Susu dan produk olahannya
b. Daging (sapi, ayam, kambing, dsb) dan produk olahannya
Resiko Tinggi c. Hasil perikanan dan produk olahannya
d. Sayuran dan produk olahannya
e. Produk makanan berasan rendah lainnya
a. Keju
b. Es krim
c. Makanan beku
Resiko Sedang
d. Sari buah beku
e. Buah-buahan dan sayuran beku
f. Daging dan ikan beku
a. Serealia / biji-bijian
Resiko Rendah b. Makanan kering
c. Kopi, teh

Untuk memahami konsep HACCP secara menyeluruh diperlukan adanya kesamaan


pandangan terhadap beberapa istilah dan definisi yang dipakai dalam sistem manajemen
HACCP, yaitu :

Bahaya (hazard)

Bahan biologi, kimia atau fisika, atau kondisi yang dapat menimbulkan resiko kesehatan
yang tidak diinginkan terhadap konsumen. Menurut NACMCF (1992) mendefinisikan bahaya
atau ”hazard” sebagai suatu sifat-sifat biologis/mikrobiologis, kimia, fisika yang dapat
menyebabkan bahan pangan (makanan) menjadi tidak aman untuk dikonsumsi.

Titik Kendali (Control Point = CP)


Setiap titik, tahap atau prosedur pada suatu sistem produksi makanan yang dapat
mengendalikan faktor bahaya biologi/mikrobiologi, kimia atau fisika.

Titik Kendali Kritis (Critical Control Point = CCP)

Setiap titik, tahap atau prosedur pada suatu sistem produksi makanan yang jika tidak
terkendali dapat mengakibatkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan atau setiap titik, tahap
atau prosedur yang jika dikendalikan dengan baik dan benar dapat mencegah, menghilangkan
atau mengurangi adanya bahaya.

Batas Kritis (Ccritical Limits)

Batas toleransi yang harus dipenuhi/dicapai yang menjamin bahwa CCP dapat
mengendalikan secara efektif bahaya yang mungkin timbul atau suatu nilai yang merupakan
batas antara keadaan dapat diterima dan tidak dapat diterima.

Resiko

Kemungkinan menimbulkan bahaya.

Penggolongan Resiko

Pengelompokkan prioritas resiko berdasarkan bahaya yang mungkin timbul/ terdapat


pada makanan.

Pemantauan (Monitoring)

Pengamanan atau pengukuran untuk menetapkan apakah suatu CCP dapat dikendalikan
dengan baik dan benar serta menghasilkan catatan yang teliti untuk digunakan selanjutnya dalam
verifikasi.

Pemantauan Lanjutan

Pengumpulan dan pencatatan data secara kontinyu, misalnya pencatatan suhu pada tabel.

Tindakan Koreksi (Corrective Action)


Prosedur atau tatacara tindakan yang harus dilakukan jika terjadi penyimpangan pada
CCP.

Tim HACCP

Sekelompok orang/ahli yang bertanggung jawab untuk menyusun rancangan HACCP.

Validasi Rancangan HACCP

Pemeriksaan awal oleh tim HACCP untuk menjamin bahwa semua elemen dalam
rancangan HACCP sudah benar.

Validasi

Metode, prosedur dan uji yang dilakukan selain pemantauan untuk membuktikan bahwa
sistem HACCP telah sesuai dengan rancangan HACCP, dan untuk menentukan apakah
rancangan HACCP memerlukan modifikasi dan revalidasi.

3. Prinsip Dasar Sistem HACCP

Secara teoritis ada tujuh prinsip dasar penting dalam penerapan sistem HACCP pada
industri pangan seperti yang direkomendasikan baik oleh NACMCP (National Advisory
Committee on Microbilogical Criteria for Foods, 1992) dan CAC (Codex Alintarius
Commission, 1993). Ketujuh prinsip dasar penting HACCP yang merupakan dasar filosofi
HACCP tersebut adalah:

1. Analisis bahaya (Hazard Analysis) dan penetapan resiko beserta cara pencegahannya.
2. Identifikasi dan penentuan titik kendali kritis (CCP) di dalam proses produksi.
3. Penetapan batas kritis (Critical Limits) terhadap setiap CCP yang telah teridentifikasi.
4. Penyusunan prosedur pemantauan dan persyaratan untuk memonitor CCP.
5. Menetapkan/menentukan tindakan koreksi yang harus dilakukan bila terjadi penyimpangan
(diviasi) pada batas kritisnya.
6. Melaksanakan prosedur yang efektif untuk pencatatan dan penyimpanan datanya (Record
keeping).
7. Menetapkan prosedur untuk menguji kebenaran.
Prinisp I. Analisis Bahaya (Hazard Analysis) dan Penetapan Resiko beserta Cara
Pencegahannya.
Pendekatan pertama pada konsep HACCP adalah analisis bahaya yang berkaitan dengan
semua aspek produk yang sedang diproduksi. Pemeriksaan atau analisis terhadap bahaya ini
harus dilaksanakan, sebagai tahap utama untuk mengidentifikasi semua bahaya yang dapat
terjadi bila produk pangan dikonsumsi. Analisis bahaya harus dilaksanakan menyeluruh dan
realistik, dari bahan baku hingga ke tangan konsumen.
Jenis bahaya yang mungkin terdapat di dalam makanan dibedakan atas tiga kelompok
bahaya, yaitu :
(1) Bahaya Biologis/Mikrobiologis, disebabkan oleh bakteri pathogen, virus atau parasit yang
dapat menyebabkan keracunan, penyakit infeksi atau infestasi, misalnya : E. coli pathogenik,
Listeria monocytogenes, Bacillus sp., Clostridium sp., Virus hepatitis A, dan lain;
(2) Bahaya Kimia, karena tertelannya toksin alami atau bahan kimia yang beracun, misalnya :
aflatoksin, histamin, toksin jamur, toksin kerang, alkoloid pirolizidin, pestisida, antibiotika,
hormon pertumbuhan, logam-logam berat (Pb, Zn, Ag, Hg, sianida), bahan pengawet (nitrit,
sulfit), pewarna (amaranth, rhodamin B, methanyl jellow), lubrikan, sanitizer, dan sebagainya ;
(3) Bahaya Fisik, karena tertelannya benda-benda asing yang seharusnya tidak boleh terdapat di
dalam makanan, misalnya : pecahan gelas, potongan kayu, kerikil, logam, serangga, potongan
tulang, plastik, bagian tubuh (rambut), sisik, duri, kulit dan lain-lain.

Prinisp II. Identifikasi dan Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) di dalam Proses Produksi
Titik kendali kritis (CCP) didefinisikan sebagai suatu titik lokasi, setiap langkah/tahap
dalam proses, atau prosedur, apabila tidak terkendali (terawasi) dengan baik, kemungkinan dapat
menimbulkan tidak amannya makanan, kerusakan (spoilage), dan resiko kerugian ekonomi. CCP
ini ditentukan setelah diagram alir proses produksi yang sudah teridentifikasi potensi bahaya
pada setiap tahap produksi dengan menjawab pertanyaan ”Apakah pengawasan/pengendalian
kritis dari bahaya (hazard) terjadi pada tahap ini atau yang lain; apabila
pengawasan/pengendalian pada tahap tertentu gagal apakah langsung menghasilkan bahaya yang
tak diinginkan, kerusakan dan kerugian secara ekonomi”. Harus diperhatikan titik kendali (CP)
tidaklah sama dengan titik kendali kritis (CCP).
Prinisp III. Penetapan Batas Kritis (Critical Limits) Terhadap Setiap CCP yang telah
Teridentifikasi.
Setelah semua CCP dan parameter pengendali yang berkaitan dengan setiap CCP
teridentifikasi, Tim HACCP harus menetapkan batas kritis untuk setiap CCP. Biasanya batas
kritis untuk bahaya biologis/mikrobiologis, kimia dan fisika untuk setiap jenis produk berbeda
satu sama lainnya.
Batas kritis didefinisikan sebagai batas toleransi yang dapat diterima untuk
mengamankan bahaya, sehingga titik kendali dapat mengendalikan bahaya kesehatan secara
cermat dan efektif. Batas kritis yang sudah ditetapkan ini tidak boleh dilanggar atau dilampaui
nilainya, karena bila suatu nilai batas kritis yang dilanggar dan kemudian titik kendali kritisnya
lepas dari kendali, maka dapat menyebabkan terjadinya bahaya terhadap kesehatan konsumen.
Beberapa contoh batas kritis yang perlu ditetapkan sebagai alat pencegah timbulnya bahaya,
misalnya adalah ; suhu dan waktu maksimal untuk proses thermal, suhu maksimal untuk
menjaga kondisi pendinginan, suhu dan waktu tertentu untuk proses sterilisasi komersial, jumlah
residu pestisida yang diperkenankan ada dalam bahan pangan., pH maksimal yang
diperkenankan, bobot pengisian maksimal, viskositas maksimal yang diperkenankan dan
sebagainya.
Selain batas kritis untuk residu pestisida yang berasal dari komoditas pertanian, batas
kritis bahan kimia lain yang berpotensi sebagai bahaya kimia juga harus ditetapkan. Dalam hal
ini tim HACCP harus menggunakan peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan sebagai panduan
dalam menetapkan batas kritis untuk semua Bahan Tambahan Makanan (BTM), termasuk bahan
kimia yang digunakan dalam bahan pengemas yang bersentuhan dengan produk pangan.
Batas kritis untuk setiap CCP perlu didokumentasikan. Dokumentasi ini harus dapat menjelaskan
bagaimana setiap batas kritis dapat diterima dan harus disimpan sebagai bagian dari rencana
formal HACCP.

Prinisp IV. Penyusunan Prosedur Pemantauan dan Persyaratannya Untuk Memonitor CCP-nya.
Setelah prinsip III dilengkapi dengan penetapan batas kritis untuk semua CCP, tim
HACCP harus menetapkan persyaratan monitoring untuk setiap CCP-nya.
Monitoring merupakan rencana pengawasan dan pengukuran berkesinambungan untuk
mengetahui apakah suatu CCP dalam keadaan terkendali dan menghasilkan catatan (record) yang
tepat untuk digunakan dalam verifikasi nantinya. Kegiatan monitoring ini mencakup : (1)
Pemeriksaan apakah prosedur penanganan dan pengolahan pada CCP dapat dikendalikan dengan
baik ; (2) Pengujian atau pengamatan terjadwal terhadap efektifitas sustu proses untuk
mengendalikan CCP dan batas kritisnya ; (3) Pengamatan atau pengukuran batas kritis untuk
memperoleh data yang teliti, dengan tujuan untuk menjamin bahwa batas kritis yang ditetapkan
dapat menjamin keamanan produk (CORLETT, 1991).
Cara dan prosedur monitoring untuk setiap CCP perlu diidentifikasi agar dapat memberi
jaminan bahwa proses pengendalian pengolahan produk pangan masih dalam batas kritisnya dan
dijamin tidak ada bahayanya. Dalam hal ini, metode, prosedur dan frekuensi monitoring serta
kemampuan hitungnya harus dibuat daftarnya pada lembaran kerja HACCP.
Prosedur dan metode monitoring harus efektif dalam memberi jaminan keamanan
terhadap produk pangan yang dihasilkan. Idealnya, monitoring pada CCP dilakukan secara
kontinyu hingga dicapai tingkat kepercayaan 100 persen. Namun bila hal ini tidak
memungkinkan, dapat dilakukan monitoring secara tidak kontinyu dengan syarat terlebih dahulu
harus ditetapkan interval waktu yang sesuai sehingga keamanan pangan benar-benar terjamin.
Biasanya agar pengukurannya dapat dilakukan secara cepat dan tepat, monitoring dilakukan
dengan cara pengujian yang bersifat otomatis dan tidak memerlukan waktu yang lama. Oleh
karena itu, pengujian dengan cara analisis mikrobiologis jarang digunakan sebagai prosedur
monitoring. Beberapa contoh pengukuran dalam pemantauan (monitoring) adalah : observasi
secara visual dan pengamatan langsung (misal : kebersihan lingkungan pengolahan,
penyimpanan bahan mentah), pengukuran suhu dan waktu proses, pH, kadar air dsb.

Prinsip V. Melaksanakan Tindakan Koreksi yang Harus Dilakukan Bila Terjadi Penyimpangan
(deviasi) Pada Batas Kritis yang Telah Ditetapkan.
Meskipun sistem HACCP sudah dirancang untuk dapat mengenali kemungkinan adanya
bahaya yang berhubungan dengan kesehatan dan untuk membangun strategi pencegahan
preventif terhadap bahaya, tetapi kadang-kadang terjadi pula penyimpangan yang tidak
diharapkan. Oleh karena itu, jika dari hasil pemantuan (monitoring) ternyata menunjukkan telah
terjadi penyimpangan terhadap CCP dan batas kritisnya, maka harus dilakukan tindakan koreksi
(corrective action) atau perbaikan dari penyimpangan tersebut.
Tindakan koreksi adalah prosedur proses yang harus dilaksanakan ketika kesalahan serius
atau kritis diketemukan dan batas kritisnya terlampaui. Dengan demikian, apabila terjadi
kegagalan dalam pengawasan pada CCP-nya, maka tindakan koreksi harus segera dilaksanakan.
Tindakan koreksi ini dapat berbeda-beda tergantung dari tingkat resiko produk, yaitu semakin
tinggi resiko produk semakin cepat tindakan koreksi harus dilakukan (Tabel 2.).

Tabel 2. Tindakan Koreksi yang harus dilakukan jika ditemukan penyimpangan dari batas pada
CCP-nya.

Tingkat Resiko Kesehatan Jenis Makanan


a. Produk tidak boleh diproses/diproduksi sebelum semua
penyimpanan dikoreksi/diperbaiki.
Resiko Tinggi b. Produk ditahan/tidak dipasarkan, dan diuji keamanannya.
c. Jika keamanan produk tidak memenuhi persyaratan, perlu
dilakukan tindakan koreksi/perbaikan yng tepat.
a. Produk dapat diproses, tetapi penyimpangan harus
diperbaiki dalam waktu singkat (dalam beberapa
Resiko Sedang hari/minggu).
b. Diperlukan pemantauan khusus sampai semua
penyimpangan dikoreksi /diperbaiki.
a. Produk dapat diproses
b. Penyimpangan harus dikoreksi/diperbaiki jika waktu
memungkinkan
Resiko Rendah
c. Harus dilakukan pengawasan rutin untuk menjamin bahwa
status resiko rendah tidak berubah menjadi resiko sedang
atau tinggi.

Prinisp VI. Membuat Prosedur Pencatatan dan Penyimpanan Data yang Efektif dalam Sistem
Dokumentasi HACCP.
Sistem doumentasi dalam sistem HACCP bertujuan untuk : (1) Mengarsipkan rancangan
program HACCP dengan cara menyusun catatan yang teliti dan rapih mengenai seluruh sistem
dan penerapan HACCP ; (2) Memudahkan pemeriksaan oleh manager atau instansi berwenang
jika produk yang dihasilkan diketahui atau diduga sebagai penyebab kasus keracunan makanan.
Berbagai keterangan yang harus dicatat untuk dokumentasi sistem dan penerapan
HACCP mencakup :
a) Judul dan tanggal pencatatan
b) Keterangan produk (kode, tanggal dan waktu produksi)
c) Karakteristik produk (penggolongan resiko bahaya)
d) Bahan serta peralatan yang digunakan, termasuk : bahan mentah, bahan tambahan, bahan
pengemas dan peralatan penting lainnya.
e) Tahap/bagan alir proses, termasuk : penanganan dan penyimpanan bahan, pengolahan,
pengemasan, penyimpanan produk dan distribusinya.
f) Jenis bahaya pada setiap tahap
g) CCP dan batas kritis yang telah ditetapkan
h) Penyimpangan dari batas kritis
i) Tindakan koreksi/perbaikan yang harus dilakukan jika terjadi penyimpangan, dan
karyawan/petugas yang bertanggung jawab untuk melakukan koreksi/ perbaikan.

Prinisp VII. Membuat Prosedur untuk Memverifikasi bahwa Sistem HACCP Bekerja dengan
Benar.
Prosedur verifikasi dibuat dengan tujuan : (1) Untuk memeriksa apakah program HACCP
telah dilaksanakan sesuai dengan rancangan HACCP yang ditetapkan dan (2) Untuk menjamin
bahwa rancangan HACCP yang ditetapkan masih efektif dan benar. Hasil verifikasi ini dapat
pula digunakan sebagai informasi tambahan dalam memberikan jaminan bahwa program
HACCP telah terlaksana dengan baik.
Verifikasi mencakup berbagai kegiatan evaluasi terhadap rancangan dan penerapan HACCP,
yaitu :
a) Penetapan jadwal verifikasi yang tepat
b) Pemeriksaan kembali (review) rancangan HACCP
c) Pemeriksaan atau penyesuaian catatan CCP dengan kondisi proses sebenarnya
d) Pemeriksaan penyimpangan terhadap CCP dan prosedur koreksi/perbaikan yang harus
dilakukan.
e) Pengampilan contoh dan analisis (fisik, kimia dan/atau mikrobiologis) secara acak pada
tahap-tahap yang dianggap kritis.
f) Catatan tertulis mengenai : kesesuaian dengan rancangan HACCP, penyimpangan terhadap
rancangan HACCP, pemeriksaan kembali diagram alir dan CCP.
g) Pemeriksaan kembali modifikasi rancangan HACCP (CORLETT, 1991).

Sementara itu, jadwal kegiatan verifikasi dapat dilakukan pada saat-saat tertentu, yaitu :
a) Secara rutin atau tidak terduga untuk menjamin bahwa CCP yang ditetapkan masih dapat
dikendalikan.
b) Jika diketahui bahwa produk tertentu memerlukan perhatian khusus karena informasi terbaru
tentang keamanan pangan.
c) Jika produk yang dihasilkan diketahui atau diduga sebagai penyebab keracunan makanan.
d) Jika kriteria yang ditetapkan dalam rancangan HACCP dirasakan belum mantap, atau jika ada
saran dari instansi yang berwenang.

5.2 Alokasi Waktu

Hari/ Tanggal Materi


Selasa, 18 Agustus 2020
06.00 - 06.30 WIB Registrasi peserta
06.30 - 07.00 WIB Pembukaan
07.00 - 09.00 WIB Materi Sesi 1 (Hepatitis A)
Peaktek Mencuci Piring yang
09.00 - 09.45 WIB
Benar
09.45 - 10.00 WIB Coffe break
10.00 - 12.00 WIB Materi Sesi 2 (HACCP)
12.00 - 12.30 WIB ISHOMA
12.30 - 13.45 WIB Lanjutan Materi Sesi 2 (HACCP)
13.45 – 14.30 WIB Praktek HACCP
14.30 - 15.00 WIB Penutupan

5.3 Metode
Kegiatan workshop dilaksanakan dengan pertemuan tatap muka dengan metode ceramah
dan demonstrasi, dilanjutkan latihan atau praktek. Indikator keberhasilan program yang
digunakan adalah dengan penilaian hasil pre dan post kuesioner yang dibagikan kepada peserta.
Selanjutnya hasil pertemuan dan diskusi dengan mitra, akan disepakati upaya penerapan HACCP
demi mencegah penyakit hepatitis A dengan moitoring dan evaluasi terhadap kinerja tenaga
Catering Cinta, dimana nantinya akan ada pembaruan SOP terkait HACCP di Catering tersebut.
Sasaran kegiatan ini adalah seluruh tenaga kerja Catering Cinta.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, S., 2012. Hepatitis Virus. In: Juffrie, M., et al., ed. Buku Ajar Gastroenterologi
Hepatologi. 3rd ed. Jakarta: IDAI, 285-305.
Crocker, O. L. and Leung Chiu, J. S., 1984, Quality Circles, A Guide to Participation and
Productivity, Methuen, Toronto.
Hermansyah, M., Pratikto., Soenoko, R., & Setyanto, N. W. (2013). Hazard Analysis and
Critical Control Point (HACCP) Produksi Maltosa Dengan Pendekatan Good Manufacturing
Practice (GMP). Jurnal Jemis, 01.
Hicks, Philips E., 1994, Industrial Engineering and Management, A New Perspective, 2nd ed.,
McGraw-Hill Book Co., Singapore.
Implementasi GMP dan HACCP dalam Menunjang Quality Assurance Industri Pangan (A.
Tjahjanto Prasetyono)
Kemenkes RI. Survei Kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2012.
Stebbing, Lionel, 1993, Quality Assurance, The Route to Efficiency and Competitiveness, 3rd
ed., Ellis Horwood, London.
Taguchi, G., Elsayed, E. A and Hsiang, T. C., Quality Engineering in Production Systems,
McGraw Hill Book Co., Singapore.
Vaz, D. S. (2015). Quality HACCP Applied to Flight Catering Industry. Independent Journal of
Management & Production (IJM&P), 07(5).

Anda mungkin juga menyukai