Anda di halaman 1dari 16

PORTOFOLIO

GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD)

Disusun oleh :
dr. Zulfahmi

Pendamping :
dr. H.M. Suaidi

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA INDRAMAYU


PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PERIODE 14 OKTOBER 2019 - 15 OKTOBER 2020
BORANG PORTOFOLIO
Nama Peserta : dr. Zulfahmi
Nama Wahana : RS Bhayangkara Indramayu
Topik : Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)
Tanggal (kasus) :
Nama Pasien : Ny. R No RM : 088***
Tanggal Presentasi : 14 Februari 2020 Nama Pendamping : dr. H. M. Suaidi
Tempat Presentasi : RS Bhayangkara Indramayu
Objektif Presentasi :
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi Ny. R datang dengan keluhan mual muntah sejak 2 minggu terakhir
Tujuan menegakkan diagnosis dan melakukan penatalaksanaan
Bahan bahasan  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit
Cara membahas  Diskusi  Presentasi dan  Email  Pos
diskusi
Data pasien Nama : Ny. R No registrasi : 088***
Nama klinik : IGD RS Bhayangkara Telp : (0234) Terdaftar sejak :
Indramayu 507878
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis : Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)
2. Gambaran Klinis:
Seorang wanita berusia 42 tahun datang dengan keluhan mual munta selama 2 minggu
ini. Mual dan muntah sering dirasakan OS setelah makan dan menelan. Muntah sebanyak
1-2 kali per 24 jam. OS mengeluhkan nyeri ulu hati sejak 2 minggu ini, tidak nafsu
makan dan badan terassa lemas. Dada terasa panas (+), mulut terasa asam (-), sring
bersendawa disangkal. Sebelumnya OS sering mengeluhkan keluhan yang sama. OS juga
sudah berobat tetapi belum ada perubahan. BAK dan BAB dalam batas normal.
3. Riwayat pengobatan : -
4. Riwayat kesehatan/penyakit : Hipertensi
5. Riwayat keluarga: riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-)
6. Riwayat pekerjaan: -
7. Riwayat Pribadi dan Sosial : pasien sering makan makanan pedas dan asam
8. Lain-lain:
Pemeriksaan Fisik:
 KU: tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis
 GCS : E4M6V5
Vital Sign:
- Tekanan Darah: 160/90
- Nadi: 84 x/menit
- Pernafasan: 20 x/menit
- Suhu: 36,9 0C
 Kepala : Pupil isokor, RC (+), 3mm/3mm
 Thorax:
o Pulmo
– Inspeksi : simetris dalam statis dan dinamis, retraksi dinding dada -/-
– Palpasi : stem fremitus kanan kiri, depan belakang sama kuat.
– Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.
– Auskultasi : pernapasan vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
o Jantung
 Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak.
 Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba di ICS V
 Perkusi : Redup
• Batas kanan atas : ICS II linea sternal Line dextra
• Batas kanan bawah : ICS V linea sternal Line dextra
• Batas kiri atas : ICS II linea Parasternal Line sinistra
• Batas kiri bawah : ICS V linea Midclavicularis sinistra
 Auskultasi : bunyi jantung I-II normal, reguler, murmur (-), gallop (-).
 Abdomen:
• Inspeksi : tampak datar
• Palpasi : supel, Nyeri tekan epigastrium (+)
• Perkusi : timpani diseluruh lapangan abdomen
• Auskultasi : bising usus normal
 Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2s
Pemeriksaan Penunjang:
- Laboratorium:
28/01/2020 Satuan Rujukan
Hb 12,4 gr/dl 11,5 – 16,00
Eritrosit 4,6 Juta/mm 3,5 – 4,5
3
Leukosit 9.100 /mm3 4.000 – 10.000
Hematokrit 38 % 36 – 44
Trombosit 237.000 /mm3 150.000 – 400.000
GDS 96 mg/dl <160
Na 136 mmol/L 138-145
K 4,2 mmol/L 3,5-5,4
Cl 110 mmol/L 96-106
Ca 1,04 mmol/L 0,95-1,35

Ro Thorax
- tidak dilakukan pemeriksaan

 Tatalaksana
 Medikamentosa
 - IVFD RL 20tpm
 - Inj. Pantoprazole 2 x 1 amp
 - Inj. Metoklopramid 3 x 1

 Follow up
29/01/2020
S BAB ampas (+) sebanyak 3 kali, demam (-)
O Ku : CM
TD : 120/90 RR : 20x/m
Nadi : 76x/m
S :36,70C
Mata : CA -/- , SI -/-
Pul : Ves +/+, Rh -/- , Wh -/-
Abd : BU (+), NT (+), supel
Eks : akral hangat (+), CRT <2s
A GERD
P  - IVFD NaCl 0,9% : Futrolit (2:1)
 - Omeprazole 1 x 1 caps PO
 - Sucralfat Syr 3 x C1 PO
Hasil Pembelajaran
1. Manifestasi klinis dan diagnosis GERD
2. Patologi GERD
3. Pemeriksaan penunjang GERD
4. Faktor resiko GERD
5. Tatalaksana GERD

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio :


1. Subyektif
Seorang wanita berusia 42 tahun datang dengan keluhan mual munta selama 2 minggu ini. Mual
dan muntah sering dirasakan OS setelah makan dan menelan. Muntah sebanyak 1-2 kali per 24
jam. OS mengeluhkan nyeri ulu hati sejak 2 minggu ini, tidak nafsu makan dan badan terassa
lemas. Dada terasa panas (+), mulut terasa asam (-), sring bersendawa disangkal. Sebelumnya
OS sering mengeluhkan keluhan yang sama. OS juga sudah berobat tetapi belum ada perubahan.
BAK dan BAB dalam batas normal.

2. Obyektif
Pemeriksaan fisik ; Ku : compos mentis, Tekanan darah : 120/90mmHg, Nadi : 76x/menit,
Pernapasan : 20x/menit, suhu : 36,70C Kepala : CA (-/-), Thorax : dbn, Abd : turgor kulit baik
(+), soepel, BU (+) normal, Nyeri tekan epigastrium (+).

3. Assessment

Definisi
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease) adalah suatu
keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esophagus, dan berbagai
gejala yang timbul akibat keterlibatan esophagus, faring, laring dan saluran nafas.

Etiologi
Gatroesophageal Reflux Disease (GERD) bersifat multifactorial. Esofagitis dapat terjadi
sebagai akibat dari GERD apabila terjadi kontak dalam waktu yang lama antara bahan refluksat
dengan mukosa esophagus dan terjadinya penurunan resistensi jaringan mukosa walaupun
kontak antara bahan refluksat dan mukosa esophagus tidak cukup lama.

Patogenesis
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone) yang
dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu normal, pemisah ini
akan dapat dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegard yang terjadi pada saat
sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esofagus melalui LES hanya terjadi apabila
tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3mmHg). Refluks gastroesofageal pada pasien GERD
terjadi melalui 3 mekanisme yaitu, refluks spontann pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat,
aliran retrograd yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan, dan meningkatnya
tekanan intra abdomen.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang khas dari GERD adalah nyeri atau rasa tiddak enak di daerah
epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa
terbakar (heartburn), kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia (kesulitan menelan
makanan), mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah.

Diagnosis
Diagnosis GERD dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik
yang seksama. Selain anamnesa dan pemeriksaan fisik yang seksama diagnose GERD dapat
ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan penunjang seperti endoskopi saluran cerna bagian
atas dan esofagoskopi dengan barium.
Tatalaksana
Penyakit GERD merupakan penyakit yang jarang menyebabkan kematian, namun tetap
memerlukan penatalaksaan yang adekuat untuk mencegah komplikasi lebih lanjut seperti
ulserasi, striktur esophagus maupun baret esofagus yang bisa menjadi suatu keganasan. Prinsip
penatalaksaan GERD yaitu modifikasi gaya hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah dan
terapii endoskopik.

Edukasi
a. Memperhatikan kebersihan untuk bayi ataupun anaknya.
b. Memberikan ASI eksklusif untuk mencegah terjadinya diare.
c. Memberikan makanan yang higienis, disarankan untuk mengkonsumsi makanan yang
dimasak terlebih dahulu.
d. Membiasakan mencuci tangan sebelum makan dan memegang peralatan makanan.
e. Disarankan juga untuk konsultasi dengan dokter atau tenaga medis lainnya untuk
pencegahan diare.
f. Edukasi orang tua pasien diare tentang tata cara penanganan awal diare pada anak di
rumah.

Konsultasi: Konsultasi pada Sp.PD


TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Menurut Konsensus Nasional Penatalaksanaan GERD di Indonesia tahun 2013,
GERD atau penyakit refluks gastroesofageal didefinisikan sebagai suatu gangguan
berupa isi lambung yang mengalami refluks berulang ke dalam esofagus sehingga
menyebabkan gejala dan atau komplikasi yang mengganggu.1
Sedangkan menurut American College of Gastroenterology, GERD adalah suatu
keadaan fisik dimana cairan asam lambung mengalir kembali ke esofagus. Jadi, GERD
adalah suatu keadaan patologis di mana cairan asam lambung mengalami refluks
sehingga masuk ke dalam esofagus dan menyebabkan gejala.2
1.2 Epidemiologi

Keluhan GERD umum ditemukan pada populasi di negara-negara Barat, namun


dilaporkan relatif rendah insidennya di negara-negaara Asia-Afrika. Di Amerika
dilaporkan bahwa satu dari lima orang dewasa mengalami gejala refluks (heartburn
dan atau regurgitasi) sekali dalam seminggu serta lebih dari 40% mengalami gejala
tersebut sekali dalam sebulan.3
Prevalensi GERD menurut Map of Digestive Disorders & Diseases tahun 2008 di
Amerika Serikat, United Kingdom, Australia, Cina, Jepang, Malaysia, dan Singapura
adalah 15%, 21%, 10,4%, 7,28%, 6,60%, 38,8%, dan 1,6%.4 Sedangkan di Indonesia
belum ada data mengenai kasus GERD, namun keluhan serupa GERD cukup banyak
ditemukan dalam praktik sehari-hari.2,3
Menurut Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-
RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta didapatkan kasus esophagitis sebanyak 22,8%
dari semua pasien yang menjalani pemeriksaan endoskopi atas indikasi dispepsia.
Sedangkan prevalensi esophagitis di Amerika Serikat mendekati 7%, sementara di
negara-negara non-western prevalensinya lebih rendah yaitu 1,5% di China dan 2,7%
di Korea.2

1.3 Faktor Risiko dan Predisposisi


Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) merupakan suatu keadaan dimana
melemahnya Lower Esophageal Sphincter (LES) yang mengakibatkan terjadinya
refluks cairan asam lambung ke dalam esofagus. Sebagian besar pasien GERD
memiliki tonus LES yang normal.2,3
Adapun faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES: 1). Adanya hiatus
hernia, 2). Panjang LES (makin pendek LES, makin rendah tonusnya), 3). obat-obatan
seperti antikolinergik, beta adrenergik, theofilin, opiate dan lain-lain, 4). faktor
hormonal.3
Sedangkan berikut merupakan beberapa faktor risiko dan predisposisi GERD
adalah:2,4
1. Gaya Hidup
Peningkatan kasus pada gejala GERD terjadi pada seseorang yang mengalami
peningkatan berat badan. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, Body
Mass Index (BMI) yang tinggi juga berhubungan dengan peningkatan risiko
terjadinya GERD. Selain itu, merokok juga merupakan faktor risiko GERD, namun
hubungan antara merokok dan GERD masih belum jelas, namun berisiko untuk
terjadinya keganasan.
2. Makanan
Makanan, seperti cokelat, makanan berlemak, kopi dan alcohol bisa menyebabkan
peningkatan risiko terhadap GERD. Asupan makanan berlemak dalam jumlah yang
banyak berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya GERD. Minuman yang
berkabon atau minuman bersoda yang dapat meningkatkan risiko heartburn pada
pasien yang mengalami GERD ketika tidur. Pada sebagian pasien GERD kopi
dapat menimbulkan keluhan heartburn, namun mekanisme pastinya belum jelas,
namun bisa jadi disebabkan karena kafein. Konsumsi alkohol dengan terjadinya
GERD juga belum jelas, namun konsumsi alkohol dalam jangka waktu yang lama
berhubungan dengan terjadinya keganasan pada esofagus. Hal tersebut bisa menjadi
efek dari penggunaan alkohol pada GERD.
3. Obat-obatan
Terapi medikamentosa pada penyakit komorbid seperti calcium channel blockers,
antikolinergik, dan nonsteroidal anti-inflamatory drugs (NSAIDs) mungkin
memberikan dampak negatif terhadap GERD dan penatalaksanaan GERD.
Beberapa obat seperti bisphosphonates, antibiotik dan suplemen potasium mungkin
dapat menyebabkan kerusakan pada saluran gastrointestinal dan gejala seperti
refluks eksaserbasi.
4. Kehamilan
Pengaruh hormon terhadap GERD umumnya terjadi pada wanita hamil dan
menopause. Pada wanita hamil, menurunnya tekanan LES terjadi akibat
peningkatan kadar progesteron. Sedangkan pada wanita menopause, menurunnya
tekanan LES terjadi akibat terapi hormon estrogen.

1.4 Patogenesis
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure
zone) yang dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu
normal, pemisah ini akan dapat dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran
antegard yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke
esofagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah
(<3mmHg).2,4
Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme yaitu,
refluks spontann pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat, aliran retrograd yang
mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan, dan meningkatnya tekanan intra
abdomen. Berdasarkan hal tersebut dapat diterangkan bahwa patogenesis terjadinya
GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari esofagus dan faktor
ofensif dari bahan refluksat.4
Pemisah antirefluks merupakan faktor defensif esofagus. Pemeran terbesar
pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurutnya tonus LES dapat menyebabkan
timbulnya refluks retrograd pada saat terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen.
Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus LES yang normal. Namun
dengan berkembangnya teknik pemeriksaan manometri, tampak bahwa pada kasus-
kasus GERD dengan tonus LES yang normal yang berperan dalam terjadinya proses
refluks ini adalah Transient LES Relaxation (TLESR).4
Transient LES Relaxation (TLESR) yaitu relaksasi LES yang bersifat spontan dan
berlangsung lebih kurang 5 detik tanpa didahului proses menelan. Belum diketahui
bagaimana terjadinya TLESR ini, tetapi pada beberapa individu diketahui ada
hubungannya dengan pengosongan lambung lambat (delayed gastric emtying) dan
dilatasi lambung.4
Peranan hiatus hernia pada patogenesis terjadinya GERD masih kontroversial.
Banyak pasien GERD yang padda pemeriksaan endoskopi ditemukan hiatus hernia,
namun hanya sedikit yang memperlihatkan gejala GERD yang signifikan. Hiatus
hernia dapat memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk bersihan asam dari
esofagus serta menurunkan tonus LES.4
Faktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari lumen esofagus adalah
gravitasi, peristaltik, ekresi air liur dan bikarbonat. Setelah terjadi refluks, sebagian
besar bahan refluksat akan kembali ke lambung dengan dorongan peristaltik yang
dirangsang oleh proses menelan. Sisanya akan dinetralisir oleh bikarbonat yang
disekresi oleh kelenjar saliva dan kelenjar esofagus.4
Mekanisme bersihan ini sangat penting, karena makin lama kontak antara bahan
refluksat dengan esofagus (waktu transit esofagus) makin besar kemungkinan
terjadinya esofagitis. Pada sebagian pasien GERD ternyata memiliki waktu transit
esofagus yang normal sehingga kelainan yang timbul disebabkan karena peristaltik
esofagus yang minimal. Refluks malam hari lebih besar menimbulkan kerusakan
esofagus, karena selama tidur sebagian besar mekanisme bersihan esofagus tidak
aktif.4
Walaupun belum jelas benar, akhir-akhir ini telah diketahui bahwa non-acid reflux
turut berperan dalam patogenesis timbulnya gejala GERD. Bahan refluksat yang tidak
bersifat asam atau refluks gas termasuk dalam non-acid reflux. Dalam keadaan ini,
timbulnya gejala GERD diduga karena hipersensitivitas viseral.4

1.5 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala khas GERD adalah regurgitasi dan hearburn. Regurgitasi
merupakan suatu keadaan refluks yang terjadi sesaat setelah makan, ditandai rasa asam
dan pahit di lidah. Heartburn adalah suatu rasa terbakar di daerah epigastrium yang
dapat disertai nyeri dan pedih. Dalam bahasa awam, heartburn sering dikenal dengan
istilah rasa panas di ulu hati yang terasa hingga ke daerah dada. Kedua gejala ini
umumnya dirasakan saat setelah makan atau saat berbaring.2,4,5
Gejala lain GERD adalah kembung, mual, cepat kenyang, bersendawa,
hipersalivasi, disfagia hingga odinofagia. Disfagia umumnya akibat striktur atau
keganasan Barrett’s esophagus. Sedangkan odinofagia atau rasa sakit saat menelan
umumnya akibat ulserasi berat atau pada kasus infeksi. Nyeri dada non-kardiak, batuk
kronik, asma, dan laringitis merupakan gejala ekstraesofageal penderita GERD.2,4,5

1.6 Diagnosis
Berdasarkan Guidelines for the Diagnosis and Management of Gastroesophageal
Reflux Disease yang dikeluarkan oleh American College of Gastroenterology tahun
1995 dan revisi tahun 2013, diagnosis GERD dapat ditegakkan berdasarkan:2,5
1. Empirical Therapy
2. Use of Endoscopy
3. Ambulatory Reflux Monitoring
4. Esophageal Manometry (lebih direkomendasikan untuk evaluasi preoperasi untuk
eksklusi kelainan motilitas yang jarang seperti achalasia atau aperistaltik yang
berhubungan dengan suatu kelainan, misalnya skleroderma)
Terapi empirik merupakan upaya diagnostic yang dapat diterapkan di pusat
pelayanan kesehatan primer karena upaya diagnostiknya sederhana dan tidak
membutuhkan alat penunjang diagnostik.2,5
Diagnosis GERD ditegakkan berdasarkan gejala klasik dari hasil anamnesis dan
pengisian kuesioner, serta berdasarkan hasil uji terapi PPI (Proton Pump Inhibitor).
Selain itu, gejala klasik GERD juga dapat dinilai dengan Gastroesophageal Reflux
Disease – Questionnairre (GERD-Q). GERD-Q merupakan sebuah kuesioner yang
terdiri dari 6 pertanyaan mengenai gejala klasik GERD, pengaruh GERD pada kualitas
hidup penderita serta efek penggunaan obat obatan terhadap gejala dalam 7 hari
terakhir. Berdasarkan penilaian GERD-Q, jika skor >8 maka pasien tersebut memiliki
kecenderungan yang tinggi menderita GERD, sehingga perlu dievaluasi lebih lanjut.
Selain untuk menegakkan diagnosis, GERD-Q juga dapat digunakan untuk memantau
respons terapi.2,5
Upaya diagnostik berdasarkan gejala klasik GERD ini juga didukung oleh
Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal di Indonesia
(Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia, 2013). Dalam konsensus ini disebutkan
bahwa penderita terduga GERD adalah penderita dengan gejala klasik GERD yaitu
heartburn, regurgitasi, atau keduanya yang terjadi sesaat setelah makan (terutama
makan makanan berlemak dan porsi besar).2,5
Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis GERD adalah uji terapi PPI. Uji terapi PPI
merupakan suatu terapi empirik dengan memberikan PPI dosis ganda selama 1-2
minggu tanpa pemeriksaan endoskopi sebelumnya. Indikasi uji terapi PPI adalah
penderita dengan gejala klasik GERD tanpa tanda-tanda alarm. Tanda-tanda alarm
meliputi usia >55 tahun, disfagia, odinofasia, anemia defisiensi besi, BB turun, dan
adanya perdarahan (melena/hematemesis). Apabila gejala membaik selama
penggunaan dan memburuk kembali setelah pengobatan dihentikan, maka diagnosis
GERD dapat ditegakkan.2,5
Selain itu, pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan diagnosa
GERD adalah endoskopi saluran cerna bagian atas yang merupakan standar baku
untuk menegakkan dianosa GERD dan dapat ditemukan mucosal break pada esofagus.
Selain endoskopi dapat pula dilakukan esofagografi dengan barium, pemantauan pH
24 jam dan tes Bernstein.4

1.7 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan GERD adalah untuk mengatasi gejala, memperbaiki kerusakan
mukosa, mencegah kekambuhan, dan mencegah komplikasi. Berdasarkan Guidelines
for the Diagnosis and Management of Gastroesophageal Reflux Disease tahun 1995
dan revisi tahun 2013, terapi GERD dapat dilakukan dengan:2
1. Treatment Guideline I: Lifestyle Modification
2. Treatment Guideline II: Patient Directed Therapy
3. Treatment Guideline III: Acid Suppression
4. Treatment Guideline IV: Promotility Therapy
5. Treatment Guideline V: Maintenance Therapy
6. Treatment Guideline VI: Surgery Therapy
7. Treatment Guideline VII: Refractory GERD
Secara garis besar, prinsip terapi GERD di pusat pelayanan kesehatan primer
berdasarkan Guidelines for the Diagnosis and Management of Gastroesophageal
Reflux Disease adalah dengan melakukan modifikasi gaya hidup dan terapi
medikamentosa GERD. Modifikasi gaya hidup, merupakan pengaturan pola hidup
yang dapat dilakukan dengan:2,4
1. Menurunkan berat badan bila penderita obesitas atau menjaga berat badan sesuai
dengan IMT ideal.
2. Meninggikan kepala ± 15-20 cm/ menjaga kepala agar tetap elevasi saat posisi
berbaring.
3. Makan malam paling lambat 2 – 3 jam sebelum tidur.
4. Menghindari makanan yang dapat merangsang GERD seperti cokelat, minuman
mengandung kafein, alkohol, dan makanan berlemak - asam – pedas.
Terapi medikamentosa merupakan terapi menggunakan obat-obatan. PPI
merupakan salah satu obat untuk terapi GERD yang memiliki keefektifan serupa
dengan terapi pembedahan. Jika dibandingkan dengan obat lain, PPI terbukti paling
efektif mengatasi gejala serta menyembuhkan lesi esophagitis, yang termasuk obat-
obat golongan PPI adalah omeprazole 20 mg, pantoprazole 40 mg, lansoprazole 30
mg, esomeprazole 40 mg, dan rabeprazole 20 mg. PPI dosis tunggal umumnya
diberikan pada pagi hari sebelum makan pagi. Sedangkan dosis ganda diberikan pagi
hari sebelum makan pagi dan malam hari sebelum makan malam.2,4
Menurut Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal
di Indonesia tahun 2013, terapi GERD dilakukan pada pasien terduga GERD yang
mendapat skor GERD-Q > 8 dan tanpa tanda alarm. Penggunaan PPI sebagai terapi
inisial GERD menurut Guidelines for the Diagnosis and Management of
Gastroesophageal Reflux Disease dan Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit
Refluks Gastroesofageal di Indonesia adalah dosis tunggal selama 8 minggu. Apabila
gejala tidak membaik setelah terapi inisial selama 8 minggu atau gejala terasa
mengganggu di malam hari, terapi dapat dilanjutkan dengan dosis ganda selama 4 – 8
minggu. 2,4,5
Bila penderita mengalami kekambuhan, terapi inisial dapat dimulai kembali dan
dilanjutkan dengan terapi maintenance. Terapi maintenance merupakan terapi dosis
tunggal selama 5 – 14 hari untuk penderita yang memiliki gejala sisa GERD. Selain
PPI, obat lain dalam pengobatan GERD adalah antagonis reseptor H2, antasida, dan
prokinetik (antagonis dopamin dan antagonis reseptor serotonin). Antagonis reseptor
H2 dan antasida digunakan untuk mengatasi gejala refluks yang ringan dan untuk
terapi maintenance dikombinasi dengan PPI. Berikut yang termasuk ke dalam
antagonis reseptor H2 adalah simetidin (1 x 800 mg atau 2 x 400mg), ranitidin (2 x
150 mg), farmotidin (2 x 20 mg), dan nizatidin (2 x 150 mg).2,4,5
Prokinetik merupakan golongan obat yang berfungsi mempercepat proses
pengosongan perut, sehingga mengurangi kesempatan asam lambung untuk naik ke
esofagus. Obat golongan prokinetic termasuk domperidon (3 x 10 mg) dan
metoklopramid (3 x 10 mg).2,4,5

1.8 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah strikturr dan perdarahan. Sebagai
dampak adanya rangsangan kronik asam lambung terhadap mukosa esofagus, dapat
terjadi perubahan mukosa esofagus dari skuamosa menjadi epitel kolumnar yang
metaplastic. Keadaan ini disebut sebagai Barret’s Esophagus dan merupakan suatu
keadaan premaligna. Risiko terjadinya karsinoma pada Barret’s Esophagus adalah
sampai 30-40 kali dibandingkan populasi normal. Selain Barret’s Esophagus
komplikasi yang mungkin terjadi adalah striktur esofagus dan ulcerasi gaster hingga
perdarahan.3,4

1.9 Prognosis
Penanganan pada yang optimum pada pasien GERD umumnya lebih dari 90%
memiliki prognosis yang baik dengan gejala GERD yang terkontrol. Meskipun
demikian komplikasi dari GERD mungkin akan tetap terjadi seperi perdarahan,
striktur, ulserasi, dan malignansi atau keganasan.3
DAFTAR PUSTAKA

1. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia. Revisi konsensus nasional


penatalaksanaan penyakit refluks gastroesofageal (gastroesophageal reflux
disease/ GERD) di Indonesia. Jakarta: Perkumpulan Gastroenterologi
Indonesia; 2013.
2. Saputera Monica D, Budianto W. Diagnosis dan Tatalaksana Gastroesophageal
Reflux Disease (GERD) di Pusat Kesehatan Pelayanan Primer. 2017; 44(5);
p329-332
3. Worldgastroenterology.org. (2017). English | World Gastroenterology
Organisation. [online] Available at: http://www.worldgastroenterology.org
/guidelines/global-guidelines/acute-diarrhea/acute-diarrhea-english
4. Makmun D. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II eidsi VI. Jakarta: Interna
Publishing; 2015.
5. Katz PO, Gerson LB, Vela MF. Corrigendum: Guidelines for the diagnosis and
management of gastroesophageal reflux disease. Am J Gastroenterol.
2013;108:308-28.

Anda mungkin juga menyukai