Hingga kini belum jelas sumber awal virus berasal. Meski sebagian
keterangan menyebutkan pasar hewan konsumsi di daerah Wuhan
sebagai sumber awal penyebaran virus, masih banyak pihak
menyangsikan kebenaran informasi ini. Atas ketidakjelasan ini, Amerika
Serikat telah meminta akses ke Wuhan agar dibuka oleh Pemerintah China
untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. Tidak hanya itu, Inggris bahkan
berencana menggugat China ke Pengadilan Internasional (International
Court of Justice). Hal senada juga disampaikan sejumlah negara bagian
Amerika Serikat yang menggugat China untuk meminta ganti rugi.
Menurut Idris, prinsip ini berawal dari hukum perdata Romawi. Dalam
sejumlah kasus di Pengadilan, prinsip ini masih dipakai. Idris menjelaskan
makna dari prinsip ini adalah “gunakan harta kita, properti kita, halaman
kita, tetapi jangan sampai merugikan orang lain,” ujar Idris dalam sebuah
diskusi daring, Jumat (24/4).
Menurut Idris, prinsip ini relevan digunakan untuk menggugat China jika
melihat penjelasan terkait kemunculan Covid-19. Aktivitas pasar hewan di
Wuhan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging di daerah tersebut,
dalam taraf tertentu telah berakibat menyebarnya virus yang hingga saat ini
telah merenggut ratusan ribu nyawa manusia di dunia dan menyebabkan
timbulnya krisis yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. “Mau tidak
mau ini termasuk ranah hukum internasional,” ujar Idris menyinggung
situasi yang terjadi.
Berita · Pusat Data · Jurnal · Klinik · Events · Produk · Pro
Senin, 27 April 2020Tanggapan
Meskipun baru sebatas diatur dalam resolusi, namun prinsip ini sudah
sering digunakan oleh para hakim. Terlepas dari sebuah negara
mengetahui atau tidak mengenai prinsip tanggung jawab negara, tapi
hal ini mengikat semua negara. “Semacam asas fiksi hukum,” ujar Idris.
Namun bukan berarti China tidak bisa membela diri. Menurut Idris, China
masih bisa menggunakan dalil force majeure jika menghadapi gugatan dari
luar. Dengan situasi force majeure, China dapat menjelaskan
bahwa situasinya begitu sulit sehingga tidak sempat memberi notifikasi
terkait keberadaan Covid-19 di negaranya.
Terkait hal ini, Kepala Pusat Studi ICLOS FH Unpad, Gusman Siswandi
mengatakan pasal 75 International Health Regulation (IHR) mengatur
setiap sengketa terkait interpretasi atau penetapan konstitusi WHO yang
tidak dapat di selesaikan melalui negosiasi bisa diajukan ke hadapan
pengadilan internasional.
Berita · Pusat Data · Jurnal · Klinik · Events · Produk · Pro
Senin, 27 April 2020Tanggapan
Meskipun baru sebatas diatur dalam resolusi, namun prinsip ini sudah
sering digunakan oleh para hakim. Terlepas dari sebuah negara
mengetahui atau tidak mengenai prinsip tanggung jawab negara, tapi
hal ini mengikat semua negara. “Semacam asas fiksi hukum,” ujar
Idris. (Baca juga: 5 Pelajaran Penting dari Wabah Covid-19 untuk
Bisnis Jasa Hukum)
Namun bukan berarti China tidak bisa membela diri. Menurut Idris,
China masih bisa menggunakan dalil force majeure jika menghadapi
gugatan dari luar. Dengan situasi force majeure, China dapat
menjelaskan bahwa situasinya begitu sulit sehingga tidak sempat
memberi notifikasi terkait keberadaan Covid-19 di negaranya.
Terkait hal ini, Kepala Pusat Studi ICLOS FH Unpad, Gusman Siswandi
mengatakan pasal 75 International Health Regulation (IHR) mengatur
setiap sengketa terkait interpretasi atau penetapan konstitusi WHO yang
tidak dapat di selesaikan melalui negosiasi bisa diajukan ke hadapan
pengadilan internasional.