Share
Oleh: Ega Ramadayanti
Pendahuluan
Ketika pertama kali diumumkan sebagai pandemi global pada 11 Maret lalu oleh WHO jumlah
infeksi di seluruh dunia telah mencapai lebih dari 121.000.[1] Alih-alih Indonesia masih merasa
aman dari wabah virus yang sudah melumpuhkan sebagian negara-negara di dunia, Presiden
Joko Widodo pada awal Maret lalu yang tadinya membuat masyarakat berada di zona nyaman,
harus mengakui kekalahan dengan adanya laporan kasus covid-19 yang disebabkan oleh virus
SARS-Cov-2 atau yang lebih dikenal dengan sebutan virus Corona.
Penyebaran virus yang tak-pernah-disangka (atau tak pernah diantisipasi) akan sampai di
Indonesia hingga kini masih berlanjut. Pusat Pemodelan Matematika dan Simulasi Institut
Teknologi Bandung mempekirakan pandemi ini akan mencapai puncaknya pada akhir Maret dan
berakhir pada pertengahan April 2020. Bahkan dengan kedinamisan data yang ada, prediksi
tersebut bisa saja berubah.[2] Data ini tentunya bukan untuk membuat kepanikan di tengah
masyarakat, namun lebih untuk membuat masyarakat waspada dan memberikan gambaran bagi
pemerintah dalam penanganannya. Yakni penanganan secara kompehensif, khususnya untuk
mencegah penyebaran yang lebih luas agar jumlah infeksi dapat ditekan.
Perlu diketahui, akibat pemerintah terlihat ‘santai’ dalam mengantisipasi kedatangan virus ke
Indonesia, Direktur Jenderal WHO telah turun tangan mengirimkan surat tertanggal 10 Maret
2020 kepada Presiden RI untuk mempertanyakan tingkat kesiapan Indonesia dalam menghadapi
pandemi global, keterbukaan pemerintah dalam menangani kasus hingga menyoroti pendekatan
Indonesia dalam melacak dan mendekteksi kasus corona.[3] Sebenarnya secara sederhana
dapat dipahami bahwa upaya Pemerintah dengan bersikap tenang (cenderung santai/lamban?)
menangkal krisis adalah dengan meminimalisir informasi agar tidak ada kepanikan. Namun
logika pendek tersebut menyebabkan permasalahan yang lebih pelik, salah satunya masyarakat
yang kekurangan informasi akan lebih mudah termakan hoaxketika tidak ada rujukan yang
resmi. Akibatnya masyarakat kurang bisa mendapat akses yang benar untuk upaya pencegahan
yang bisa dilakukan sejak dini.
Maka dari itu PLEADS FH Unpad merasa perlu untuk melakukan kajian ilmiah terhadap
pandemik yang terus berekskalasi ini. Masyarakat perlu mendapatkan edukasi yang baik
mengenai penanggulangan Covid-19 dan mendapat kepastian dari pemerintah, bahwa secara
hukum Pemerintah wajib memberikan pelayanan kesehatan yang memadai, dan masyarakat
berhak mendapat perlindungan sebagai inherent rights. Perlindungan pun harus pula menjamin
setiap orang yang berada di garda depan.
Maka dari itu PLEADS FH Unpad merasa perlu untuk melakukan kajian ilmiah terhadap
pandemik yang terus berekskalasi ini. Masyarakat perlu mendapatkan edukasi yang baik
mengenai penanggulangan Covid-19 dan mendapat kepastian dari pemerintah, bahwa secara
hukum Pemerintah wajib memberikan pelayanan kesehatan yang memadai, dan masyarakat
berhak mendapat perlindungan sebagai inherent rights. Perlindungan pun harus pula menjamin
setiap orang yang berada di garda depan.
Apa itu Covid-19 ?
Covid-19 merupakan penyakit yang diidentifikasikan penyebabnya adalah virus Corona yang
menyerang saluran pernapasan. Penyakit ini pertama kali dideteksi kemunculannya di Wuhan,
Tiongkok.[4]Sebagaimana diketahui bahwa SARS-Cov-2 bukanlah jenis virus baru.[5] Akan
tetapi dalam penjelasan ilmiah suatu virus mampu bermutasi membentuk susunan genetik yang
baru, singkatnya virus tersebut tetap satu jenis yang sama dan hanya berganti seragam. Alasan
pemberian nama SARS-Cov-2 karena virus corona memiliki hubungan erat secara genetik
dengan virus penyebab SARS dan MERS.[6]
Diketahui DNA dari virus SARS-Cov-2 memiliki kemiripan dengan DNA pada kelelawar. Diyakini
pula bahwa virus ini muncul dari pasar basah (wet market) di Wuhan, dimana dijual banyak
hewan eksotis Asia dari berbagai jenis bahkan untuk menjaga kesegarannya ada yang dipotong
langsung di pasar agar dibeli dalam keadaan segar. Kemudian pasar ini dianggap sebagai
tempat berkembang biaknya virus akibat dekatnya interaksi hewan dan manusia.[7]
Darisini seharusnya kesadaran kita terbentuk, bahwa virus sebagai makhluk yang tak terlihat
selalu bermutasi dan menginfeksi makhluk hidup. Penyebarannya pun bukan hanya antar satu
jenis makhluk hidup seperti hewan ke hewan atau manusia ke manusia tetapi lebih dari itu
penyebarannya berlangsung dari hewan ke manusia.[8] Tentunya kita perlu mengambil langkah
yang antisipatif agar dapat meminimalisir penyebaran penyakit yang berasal dari hewan
(zoonosis) tanpa harus menjauhi dan memusnahkan hewan dari muka bumi.
Mengapa Perlu One Health Approach?
Kita tidak dapat memungkiri, bahwa dalam suatu ekosistem lingkungan akan terdapat
banyak interaksi berupa hubungan timbal balik antar makhluk hidup ataupun makhluk hidup
dengan lingkungannya. Bukan tanpa masalah, adanya interaksi tersebut belakangan menjadi
perhatian terutama antar makhluk hidup itu sendiri (manusia, hewan dan tumbuhan). Fokus
bahasan ini adalah mengenai isu kesehatan yang pada akhirnya memicu penyakit zoonosis yang
terangkat ke permukaan setelah adanya SARS, MERS, Ebola H5N1, H1N1 hingga NCov-2019/
SARS-Cov-2 menyerang masyarakat global.[9] Sadarkah kita bahwa banyaknya kemunculan
penyakit tersebut disebabkan oleh virus yang bermutasi ketika kita banyak melakukan kontak
fisik dengan hewan?
Centers for Disease Control and Prevention mengakui bahwa kesehatan manusia berhubungan
dengan kesehatan hewan dan lingkungan.[10] Bahkan dunia mengalami peningkatan ancaman
penyakit menular baru atau dikenal dengan emerging infectious diseases (EID) yang 70 %
bersifat zoonosis atau menular dari hewan ke manusia.[11] Tak dapat dibiarkan berlalu begitu
saja tanpa ada penanganan, seharusnya Pemerintah dibantu masyarakat harus mengambil
sikap untuk mencegah semakin berkembangnya penyakit yang bersifat zoonosis tersebut.
Oleh karena itu, untuk menangani hal tersebut diperlukan suatu pendekatan dimana interaksi
dalam lingkungan dapat terjaga walaupun manusia melakukan kontak dengan hewan sekalipun.
Pendekatan tersebut disebut dengan One Heath. Pendekatan ini melibatkan pendekatan
kolaboratif, multisektor,dan transdisipliner yang wilayah cakupannya dari tingkat lokal, regional,
nasional hingga global bertujuan mencapai hasil kesehatan yang optimal mengenai hubungan
antara manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan yang sama.[12] Dapat disimpulkan bahwa
konsep ini mengajarkan arti berbagi lingkungan dengan tidak merugikan satu sama lain.
One health adalah suatu konsep yang mengakui bahwa kesehatan manusia dipengaruhi pula
oleh kesehatan hewan dan lingkungan.[13] One Health Approach bukanlah suatu hal yang baru
melainkan keberadaannya menjadi lebih penting beberapa tahun terakhir. Hal ini karena banyak
faktor yang telah mengubah interaksi antara manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan, antara
lain [14]:
Populasi manusia tumbuh dan berkembang ke daerah-daerah geografis baru. Alhasil,
lebih banyak orang hidup berdampingan dengan binatang liar, binatang peliharaan dan ternak.
Hewan memainkan peran penting dalam kehidupan kita, baik untuk makanan, serat,
penghidupan, perjalanan, olahraga, pendidikan, atau persahabatan. Karena seringnya kontak
dengan binatang dan lingkungannya, lebih banyak kesempatan bagi penyakit untuk ditularkan
melalui hewan dan manusia.
Bumi telah mengalami perubahan iklim dan penggunaan lahan, seperti penggundulan
hutan dan praktek pertanian yang intensif. Gangguan terhadap kondisi lingkungan dan habitat
dapat memberikan kesempatan baru bagi berbagai penyakit untuk ditularkan ke binatang.
Pergerakan manusia, binatang, dan produk-produk hewani telah meningkat dari
perjalanan dan perdagangan internasional. Akibatnya, penyakit dapat menyebar dengan cepat
melintasi perbatasan dan ke seluruh dunia. Perubahan ini mengakibatkan meluasnya penyakit
zoonosis, yang dapat menyebar di antara binatang dan manusia.
Menurut Para Pakar dunia, Implementasi One Health Approach adalah solusi dalam yang
digunakan dalam menjawab ancaman zoonosis.[15] Konsep ini merupakan startegi dalam
memperluas kolaborasi interdisipliner untuk membangun sinergitas pemajuan upaya kesehatan
yang diwujudkan melalui mempercepat penemuan penelitian biomedis, meingkatkan upaya
kesehatan masyarakat, memperluas basis pengetahuan ilmiah serta meningkatkan pendidikan
dan perawatan klinis.[16] Maka ke depan dibutuhkan sinergitas yang tinggi antara pemerintah
sebagai pembuat kebijakan, masyarakat sebagai pendukung kebijakan dibantu berbagai profesi
dan ahli dari dokter, ahli gizi, perawat, sampai ahli ekologi untuk menjamin kesehatan manusia,
hewan dan lingkungan.
Law Enforcement
Dalam hal penegakan hukum, mari kita tinjau dari awal munculnya virus tersebut di Indonesia.
Pemerintah RI berdasarkan Pasal 154 UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, wajib
mengumumkan wilayah yang menjadi sumber penularan penyakit ke masyarakat. Ini berarti
pemerintah wajib mengungkapkan jenis dan persebaran penyakit yang berpotensi menular atau
menyebar dalam waktu yang singkat serta menyebutkan daerah yang menjadi sumber
penularan. Namun, faktanya pemerintah lamban dalam menyebarkan informasi terkait kasus
pertama Covid–19 yakni pengumuman secara resmi baru disampaikan setelah sepekan sejak
dinyatakannya dua pasien positif virus SARS-Cov-2 dan tidak adanya pemberitahuan domisili
dua pasien tersebut.[17] Hal ini membuktikan bahwa pemerintah terlihat ragu dalam menghadapi
pandemi global ketika sebelumnya terlalu jumawa dalam mengantisipasi datangnya virus
tersebut ke Indonesia.
Tetapi dalam membahas suatu permasalahan, kita tidak bisa berlarut-larut membahas hal yang
sudah terjadi dan terlanjur menyimpang. Maka lebih baik memperbaiki ke depan, pemerintah
harus mempersiapkan skenario lebih lanjut dalam penanganan Covid-19 terutama untuk
mengatisipasi lonjakan jumlah infeksi yang sudah di prediksi, bahwa disini hukum juga harus
ditegakan baik ketika penanganan dan dapat turut mencegah jika wabah serupa terjadi di depan
(futuristik). Dalam penegakan hukum yang harus dilakukan mari kita lihat beberapa hal
diantaranya :
[1]World Health Organization, WHO Director-General’s opening remarks at the media briefing on
COVID-19 – 11 March 2020, diakses dari https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-director-
general-s-opening-remarks-at-the-media-briefing-on-covid-19—11-march-2020 pada 16 Maret
2020
[2] CNN, ITB: Puncak Corona RI Akhir Maret, Berakhir Tengah April 2020, 2020, diakses dari
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20200319142837-199-484974/itb-puncak-corona-ri-
akhir-maret-berakhir-tengah-april-2020 pada 25 Maret 2020
[3] I Wayan Agus Purnomo, Menyangkal Krisis Menuai Bencana, 2020, diakses dari
https://majalah.tempo.co/read/laporan-utama/159957/salah-langkah-jokowi-hadapi-wabah-
corona pada 20 Maret 2020
[4]Heldavidson ,First Covid-19 case happened in November, China government records show –
report2020, diakses dari https://www.theguardian.com/world/2020/mar/13/first-covid-19-case-
happened-in-november-china-government-records-show-report Pada 20 Maret 2020
[5] Ibid.,
[6] NIH, New coronavirus stable for hours on surfaces SARS-CoV-2 stability similar to original
SARS, 2020, diakses
dari virushttps://www.sciencedaily.com/releases/2020/03/200317150116.htm pada 20 Maret
2020
[7] Rachael D’amore, Coronavirus: Where did it come from and how did we get here?,2020,
diakses dari https://globalnews.ca/news/6682629/coronavirus-how-did-it-start/ Pada 20 Maret
2020
[8] CDC (Centers for Disease Control and Prevention), One Health, diakses dari
https://www.cdc.gov/onehealth/basics/index.html pada 17 Maret 2020
[9] Rebecca Onion, We’ve Had a Lot of Pandemics Lately. Have We Learned Anything From
Them?, 2020, diakses dari https://slate.com/human-interest/2020/01/coronavirus-outbreak-sars-
swine-flu-viral-history.html pada 17 Maret 2020
[10]Centers for Disease Control and Prevention, Saving Lives By Taking A One Health Approach
: connetighuman, Animal, dan Enviromental Heath,diakses dari
https://www.cdc.gov/onehealth/who-we-are/one-health-office-fact-sheet.html?
CDC_AA_refVal=https%3A%2F%2Fwww.cdc.gov%2Fonehealth%2Fmultimedia
%2Ffactsheet.html pada 17 Maret 2020
[11] Kementrian Koordinator Pembangunan Manusia dan kebudayaan, Implementasi One Health
di Indonesia,2019, diakses dari https://docplayer.info/33045914-Implementasi-one-health-di-
indonesia-deputi-peningkatan-kesehatan.html pada 17 Maret 2020
CDC (Centers for Disease Control and Prevention), Op.cit.,
[13] Ibid.,
[14] Ibid.,
[15] Kementrian Koordinator Pembangunan Manusia dan kebudayaan, Op cit.,
[16] Ibid.,
[17] Bayu Galih, NASIONAL SEPEKAN: Setelah Jokowi Umumkan Ada Virus Corona di
Indonesia,2020, diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2020/03/09/08074991/nasional-
sepekan-setelah-jokowi-umumkan-ada-virus-corona-di-indonesia. Pada 20 Maret 2020
[18] Indra Perwira, Memahami Kesehatan Sebagai Hak Asasi Manusia,2014,Koleksi
Dokumentasi Elsam, diakses dari https://referensi.elsam.or.id/wp-
content/uploads/2014/12/Kesehatan_Sebagai_Hak_Asasi_Manusia.pdf pada 26 Maret 2020
[19] Ibid
[20] Ibid.,
[21] CNN, Alasan Social Distance Efektif Mencegah Penularan Corona, 2020, diakses dari
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20200316141127-255-483855/alasan-social-
distance-efektif-mencegah-penularan-corona pada 26 Maret 2020
[22]Fransisca Christy dkk, Prioritas Perlindungan untuk Petugas di garis Terdepan, 2020,
https://koran.tempo.co/read/laporan-utama/451275/prioritas-perlindungan-untuk-petugas-di-
garis-terdepan?utm_source=Digital%20Marketing&utm_medium=LINE&utm_campaign= pada 26
Maret 2020
[23] Harif Fadhillah dkk, “Regulation of Health Workers in the Legistlation and the Principle of
Legal Certainty,” Soepra Jurnal Hukum KesehatanVol. 05 No. 1, 2019, hlm. 161
[24] Amirullah dkk Wabah Corona, Dokter Spesialis Paru di Indonesia Cuma 1.106 orang,2020,
diakses dari https://nasional.tempo.co/read/1322827/wabah-corona-dokter-spesialis-paru-di-
indonesia-cuma-1-106-orang pada 26 Maret 2020
[25]Kompas.com, UPDATE: Tambah 103 Pasien, Total Ada 893 Kasus Covid-19 di
Indonesia,2020, diakses
darihttps://amp.kompas.com/nasional/read/2020/03/26/15410891/update-tambah-103-pasien-
total-ada-893-kasus-covid-19-di-indonesia pada 26 Maret 2020
[26]Warta Ekonomi, Apa Saja Dampak Penerapan Lockdown? , 2020, diakses dari
https://www.wartaekonomi.co.id/read277174/apa-saja-dampak-penerapan-lockdown pada 26
Maret 2020
[27]Kanavino Ahmad R, RI: Corona Tak Sangat Bahaya, Tingkat Kematian di Bawah MERS dan
SARS, 2020, diakses dari https://news.detik.com/berita/d-4927853/ri-corona-tak-sangat-bahaya-
tingkat-kematian-di-bawah-mers-dan-sars pada 26 Maret 2020