Otomatisasi, bahasa kerennya. Kehidupan dunia saat ini berdiri di atas pondasi
otomatisasi. Selain paradigma kita sebagai manusia berubah, cara produksi pun
berubah (otomatisasi). Dunia sekarang, sedang mengarah pada pembentukan
revolusi industri 4.0 pada permulaan abad ini. Teknologi menjadi instrumen awal dan
dalam revolusi industri 4.0 ini, pendekatan baru pun dibuatnya yaitu,
menggabungkan dunia fisik, digital, dan biologi secara fundamental. Revolusi industri
4.0 ini merupakan sebuah pembahasan yang penting, karena pada Januari 2016,
menjadi fokus utama dalam perdebatan pada pertemuan World Economic Forum di
Davos, Swiss.
Dunia sudah empat kali mengalami revolusi industri. Yang pertama, terjadi pada
tahun 1784. Pada tahun itu, pola produksinya dengan cara memaksimalkan air dan
kekuatan uap untuk mekanisasi sistem produksi. Yang kedua, terjadi pada tahun
1870. Daya listrik dimaksimalisasikan untuk melangsungkan produksi massal. Yang
ketiga, terjadi pada tahun 1969. Yang di mana, kekuatan elektronik dan teknologi
informasi dioptimalisasikan untuk melangsungkan otomatisasi proses produksi. Dan
sekarang, dunia sedang menapaki revolusi industri 4.0 yang ditopang oleh revolusi
industri ketiga.
Walaupun ditopang oleh revolusi industri ketiga, revolusi industri 4.0 memiliki ciri
transformasi yang berbeda. Bisa dibilang, ini merupakan perpanjangan tangan dari
revolusi ketiga, namun lebih merupakan suatu revolusi transformasi baru. Apa yang
membedakan? Yang pertama, inovasi dapat dikembangkan dan disebarkan jauh
lebih cepat dari sebelumnya. Kecepatan ini ditopang oleh teknologi yang semakin
canggih dan ini juga berdampak pada skala eksponensial bukan lagi pada skala linear.
Kedua, penurunan biaya produksi marjinal dan munculnya platform yang dapat
menyatukan beberapa bidang keilmuan. Dan ketiga, revolusi secara global dapat
berpengaruh besar dan cakupannya lebih meluas dibanding dengan revolusi ketiga.
Karena dapat merasuk ke dalam kehidupan manusia yang lebih subtil perannya.
Potensi dalam bidang ekonomi pada revolusi industri 4.0 ini mempunyai andil besar
untuk memberdayakan individu dan masyarakat. Akan tetapi, ini juga bisa
menyebabkan pengalienasian dan marjinalisasi beberapa kelompok, memperburuk
ketimpangan sosial, menciptakan risiko keamanan yang baru, serta dapat merusak
hubungan antar manusia.
Selain kemajuan teknologi dalam biologi, revolusi industri 4.0 masuk dalam cakupan
yang lebih luas. Seperti Artificial Intelligence, big data, robotik, dan nanoteknologi.
Seperti Artificial intelligence yang sudah menjadi bagian dari hidup kita saat ini. Siri
(Iphone), Alexa (rumah pintar), Tesla (kendaraan pintar), dan Boxever (machine
learning untuk travelling). Bahkan sekarang di bidang robotik ada satu inovasi baru
yaitu, Sophia. Robot yang diaktifkan pada April 2015 ini diinisiasi oleh Hanson
Robotics, perusahaan yang bermarkas di Hong Kong bekerjasama dengan Alphabet
Inc., anak perusahaan Google yang mendukung kemampuan bersuaranya dan juga
SingularityNET yang menyokong kemampuan otaknya. Robot tersebut dapat menjadi
"pengganti" manusia di masa yang akan datang, baik itu sebagai tenaga kerja atau
teman curhat. Kalau kalian pernah menonton film Ex-Machina, seperti itulah
gambarannya.
Menurut para ekonom, revolusi industri 4.0 ini akan menaikkan rata-rata
pendapatan per kapita dunia (khususnya negara maju), memperbaiki kualitas hidup
masyarakat, serta memperpanjang usia hidup manusia. Karena teknologi yang
semakin maju, telah memungkinkan efisiensi dalam hal produksi dan penjualan
produk dan jasa secara menyeluruh dan juga memberikan kepuasan bagi
penggunanya.
Efisiensi ini terutama dalam bidang rantai suplai, logistik, dan komunikasi, yang di
mana biaya akan terus menurun. Inilah yang memungkinkan peluang bisnis baru
bermunculan dan juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi,
otomatisasi yang terjadi akan mereduksi peran manusia dalam proses ekonomi.
Penggunaan manusia sebagai tenaga kerja akan digantikan oleh robot ataupun
perangkat mesin yang lain. Alasan efisiensi bisa dijadikan acuan dalam menerapkan
kebijakan ini. Dan ini akan mengakibatkan, pengangguran bertambah (negara
berkembang) dan juga ketimpangan sosial melebar.
5. Kesimpulan
Revolusi industri saat ini memasuki fase keempat. Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat memberikan dampak
yang besar terhadap kehidupan manusia. Banyak kemudahan dan inovasi
yang diperoleh dengan adanya dukungan teknologi digital. Layanan menjadi
lebih cepat dan efisien serta memiliki jangkauan koneksi yang lebih luas
dengan sistem online. Hidup menjadi lebih mudah dan murah.
Namun demikian, digitalisasi program juga membawa dampak
negatif. Peran manusia setahap demi setahap diambil alih oleh mesin
otomatis. Akibatnya, jumlah pengangguran semakin meningkat. Hal ini
tentu saja akan menambah beban masalah lokal maupun nasional. Oleh
karena itu, untuk memanfaatkan peluang dan menjawab tantangan
revolusi industri 4.0, para mahasiswa dan alumni Universitas Terbuka
wajib memiliki kemampuan literasi data, teknologi dan manusia.
Literasi data dibutuhkan oleh alumni UT untuk meningkatkan skill dalam
mengolah dan menganalisis big data untuk kepentingan peningkatan
layanan publik dan bisnis. Literasi teknologi menunjukkan kemampuan
untuk memanfaatkan teknologi digital guna mengolah data dan informasi.
Sedangkan literasi manusia wajib dikuasai karena menunjukan elemen
softskill atau pengembangan karakter individu untuk bisa berkolaborasi,
adaptif dan menjadi arif di era “banjir” informasi.