Anda di halaman 1dari 14

PERBANDINGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS

MELALUI METODE MIND MAPPING BERBASIS


KECERDASAN MAJEMUK SISWA

MIRNA ERMAWATI
Mirna.ermawati@gmail.com
Program Studi Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Teknik, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indraprasta PGRI (UNINDRA)

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perbandingan


kemampuan berpikir kreatif matematis antara kecerdasan visual-spasial dengan
kecerdasan logika-matematika melalui metode mind mapping pada siswa kelas VIII
SMP Negeri 12 Tangerang. Metode penelitian ini adalah komparatif dengan desain
penelitiannya yaitu kausal komparatif. Pengambilan sampel menggunakan teknik
purposive sampling. Terdapat dua instrumen dalam penelitian ini, yaitu kuesioner
dan tes. Kuesioner untuk menentukan siswa yang memiliki kecerdasan visual-spasial
dan kecerdasan logika-matematika sedangkan tes penelitian ini ialah tes kemampuan
berpikir matematis pada materi lingkaran yang terdiri dari empat indikator berpikir
kreatif, yaitu fluency, flexibility, originality dan elaboration. Berdasarkan analisis
data dan pembahasan serta uji statistik maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memiliki kecerdasan visual-
spasial sama dengan rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang
memiliki kecerdasan logika-matematika dan penggunaan mind mapping cocok
terhadap siswa yang memiliki kecerdasan visual-spasial

Kata Kunci : Kecerdasan Majemuk, Kecerdasan Visual-Spasial, Kecerdasan


Logika-Matematika, Berpikir Kreatif Matematis, Mind Mapping

Abstract. This study aims to find out how to compare the creative thinking abilities
mathematically between visual-spatial intelligence with logical-mathematical intelligence
through mind mapping method in class VIII SMPN 12 Tangerang. This research method is
comparative with that causal comparative research design. Sampling using purposive
sampling technique. There are two instruments in this study, namely questionnaires and
tests. Questionnaire to determine students who have visual-spatial intelligence and logical-
mathematical intelligence tests while the study is testing the ability to think mathematically
in the cycle of matter consisting of four indicators of creative thinking, ie fluency,
flexibility, originality and elaboration. Based on the data analysis and discussion as well as
statistical tests it can be concluded that the average mathematical ability of creative
thinking of students who have visual-spatial intelligence equal to the average of
mathematical creative thinking abilities of students who have logical-mathematical
intelligence and the use of mind mapping is suitable for students who visual-spatial
intelligence

Key Words: Multiple Intelligences, Visual-Spatial Intelligence, Logical-Mathematical


Intelligence, Creative Thinking Mathematically, Mind Mapping

iv
PENDAHULUAN
Pelajaran yang banyak dikeluhan oleh siswa ialah matematika, pelajaran ini juga
dianggap sebagai salah satu ilmu pengetahuan yang penting di dunia, karena matematika dapat
mencerminkan kemampuan berpikir dan bernalar dari suatu negara. Cara berpikir tersebut harus
dapat dikembangkan melalui pendidikan matematika. Tujuan pembelajaran matematika adalah
mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan
mengembangkan pemikiran divergen, orisinal, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan
serta mencoba-coba. Sedang dalam salah satu prinsip kegiatan belajar mengajarnya juga
menyebutkan tentang mengembangkan kreativitas siswa. Dengan demikian pentingnya
kreativitas, aktivitas kreatif dan permikiran (berpikir) kreatif dalam pembelajaran matematika.
Izzati (2010) menyatakan bahwa berpikir kreatif merupakan bagian keterampilan hidup
yang perlu dikembangkan dalam menghadapi era informasi dan suasana bersaing semakin ketat.
Pemikiran kreatif perlu dilatih karena membuat anak lancar dan luwes dalam berpikir, mampu
melihat masalah dari berbagai sudut pandang dan mampu melahirkan banyak gagasan. Manusia
yang kreatif sangat memungkinkan dapat meningkatkan kualitas hidupnya.
Setiap manusia dianugrahkan dengan memiliki berbagai macam kecerdasan. Namun
orang-orang hanya mengetahui apabila seorang anak dikatakan cerdas jika anak tersebut
memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi. Faktanya, kecerdasan dapat dimiliki seseorang
lebih dari satu, hanya saja kecerdasan mana yang lebih dominan dibanding dengan kecerdasan
yang lainnya. Kecerdasan yang dimaksud ini adalah kecerdasan majemuk. Gardner melalui
bukunya berjudul Frames of Minds: the theory of multiple intelligence pada tahun 1983
menyampaikan beberapa kecerdasan majemuk manusia, yaitu kecerdasan linguistik, kecerdasan
logika-matematika, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan kinestik-jasmani, kecerdasan musikal,
kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan naturalis serta kecerdasan
eksistensis. Dengan bermacam-macam kecerdasan yang dimiliki setiap orang maka berbeda–
beda pula cara mereka dalam menerima dan memahami suatu pelajaran.
Kecerdasan majemuk yang berdominan dalam membantu belajar matematika ialah
kecerdasan logika-matematika, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan kinestik, dan kecerdasan
naturalis. Kecerdasan lainya pun berpotensi untuk membuat siswa memahami pelajaran
matematika namun tergantung dari metode dan pendekatan pembelajaran yang diberikan oleh
guru. Guru harus mengetahui setiap kecerdasan anak agar dapat lebih mudah menangani
kesulitan anak dalam belajar.
Bermacam-macam metode pembelajaran telah tersedia sebagai sarana penyampaian
materi pelajaran. Misalkan untuk siswa yang memiliki kecerdasan naturalistik dapat
menggunakan metode PMRI yang mempelajari matematika langsung pada kehidupan sehari-
hari dan alam terbuka, untuk siswa yang memiliki kecerdasan kinestik dapat menggunakan
metode pratikum alat peraga yang membiarkan siswa begerak aktif untuk memahami materi dan
tetap membuat siswa tersebut fokus, sedangkan untuk kecerdasan visual-spasial metode yang
cocok digunakan ialah metode mind mapping karena dengan mind mapping siswa menggambar
hal apa yang mereka pikirkan dan menuangkan ke dalam kertas dalam bentuk simbol, garis serta
warna untuk dapat memahami materi yang disampaikan. Dengan tersedianya metode-metode
pembelajaran tersebut, guru dapat memilih metode mana yang cocok untuk mengajarkan materi
pelajaran yang diajarkan.
Dari kedelapan kecerdasan yang telah disebutkan di atas terdapat dua kecerdasan yang
sangat dominan memiliki hubungan dengan kemampuan berpikir kreatif matematis, yaitu
kecerdasan logika-matematika dan kecerdasan visual-spasial. Berbagai metode belajar
matematika yang ada ternyata metode mind mapping memiliki hubungan dengan kemampuan
berpikir kreatif siswa dan kedua kecerdasan tersebut. Mind mapping merupakan gabungan dari
creative thinking dan active learning. Siswa akan belajar sambil mencatat dan menggambar
sekaligus merangsang kecerdasan majemuk siswa dan berpikir divergen. Pada dasarnya, siswa
yang memiliki kecerdasan logika-matematika memiliki kreatifitas yang tinggi namun
bagaimana bila dibandingkan dengan siswa yang memilki kecerdasan visual-spasial dan kedua
kecerdasan tersebut menggunakan metode mind mapping dalam pengajarannya.

TINJAUAN PUSTAKA
Berpikir Kreatif
Kreativitas memiliki dua aspek-aspek dilihat dari kognitif dan afektif. Namun dalam
penelitian ini hanya melihat suatu kreativitas dari aspek kognitif saja. Guilford dalam Ghufron
(2010:106-111) menemukan faktor penting kreativitas dan merupakan ciri-ciri kognitif yang
juga merupakan indikator dalam berpikir kreatif, yaitu:
1. Kelancaran berpikir (fluency),
2. Keluwesan berpikir (flexibility),
3. Keaslian berpikir (originality),
4. Elaborasi.
Siswono (2006) menambakan bahwa dalam matematika untuk menilai produk
divergensi dapat menggunakan kriteria fleksibilitas dan keaslian. Kriteria lain adalah kelayakan
(appropriatness). Respon matematis mungkin menunjukkan keaslian yang tinggi, tetapi tidak
berguna jika tidak sesuai dalam kriteria matematis umumnya. Contoh, untuk menjawab √ 8 ,
seorang siswa menjawab 4. Meskipun menunjukkan keaslian yang tinggi tetapi jawaban
tersebut salah.
Semakin kreatif seseorang maka semakin banyak alternatif yang dapat dipilih dalam
menyelesaikan suatu masalah. Setidaknya kekreativitasan seseorang harus selalu dilatih untuk
berpikir kreatif. Jadi Berpikir kreatif matematika merupakan suatu proses yang mampu
menganalisa, mengkritik dan menyimpulkan sesuatu hal yang dilihat dari berbagai macam sudut
pandang sehingga menghasilkan suatu solusi baru, hanya saja dari berbagai macam ide yang
diutarakan harus diuji kelayakan. Seperti halnya matematika yang tidak memiliki banyak variasi
jawaban dari suatu permasalan tetapi cara pendekatan untuk mendapatkan suatu jawabanlah
yang memiliki berbagai variasi pendekatan. Dari beberapa indikator kemampuan berpikir
kreatif matematika yang telah diungkapkan diatas, indikator kemampuan berpikir kreatif yang
digunakan dalam penelitian ini mengikuti indikator yang digunakan oleh Guilford yaitu
kefasihan (fluency), keluwesan berpikir (flexibility), keaslian berpikir (originality) dan elaborasi
dari suatu pernyataan atau jawaban.

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas


Suatu kreativitas tidak muncul begitu saja tetapi terdapat faktor atau kondisi yang
memungkinkan seseorang untuk mengaktualisasikan diri. Berikut ini kondisi-kondisi yang dapat
mempengaruhi kreativitas seseorang (Ghufron, 2010:124)
1. Keterbukaan terhadap pengalaman
2. Pusat penilaian internal
3. Kemampuan bermain dengan elemen atau konsep
4. Adanya penerimaan terhadap individu secara wajar
5. Adanya suasana bebas dari penilaian pihak luar
6. Adanya sikap empati
7. Adanya kebebasan psikologis
Dari 7 faktor kondisi-kondisi yang mempengaruhi kreativitas, hanya kemampuan
bermain dengan elemen atau konsep (faktor ke tiga) yang akan dilihat dalam penelitian ini.
Kemampuan ini adalah kemampuan bermain secara spontan dengan ide, warna, bentuk,
bangunan elemen, dan kemampuan untuk membentuk kombinasi–kombinasi baru dari hal-hal
yang sudah ada sebelumnya. Kegiatan tersebut ada dalam penggunaan metode mind mapping.

Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligence)


Tingkat kecerdasan dan kemampuan seseorang dalam menerima, menciptakan dan
menyelesaikan suatu masalah berbeda-beda. Bagi Gardner, tidak ada anak yang bodoh atau
pintar, yang ada yaitu anak yang menonjol dalam satu atau beberapa jenis kecerdasan. Maka
Gardner mengungkapkan sebuah teori mengenai kecerdasan majemuk.
Chatib (2010:75-76) dalam bukunya berjudul Sekolahnya Manusia mengatakan bahwa
Gardner dengan cerdas memberi label “multiple” (jamak atau majemuk) pada luasnya makna
kecerdasan. Gardner sepertinya sengaja tidak memberi label tertentu pada makna kecerdasan
seperti yang dilakukan oleh para penemu teori kecerdasan lain, misalnya Alferd Binet dengan
IQ, Emotional Quotient oleh Daniel Goleman, dan Adversity Quentient oleh Paul Scholtz.
Namun, Gardner menggunakan istilah “mutiple” sehingga memungkinkan ranah kecerdasan
tersebut berkembang. Dan ini terbukti, ranah-ranah kecerdasan yang ditemukan Gardner terus
berkembang, mulai dari 6 kecerdasan (ketika pertama kali konsep itu dimunculkan) hingga 9
kecerdasan.
Untuk bisa mengetahui dengan lebih jelas mana kecerdasan siswa yang lebih dominan
maka Chatib sebagai direktur sekolah YIMI Gresik yang menerapkan multiple intelligence
system dalam sekolah mengadakan suatu pemeriksaan psikologis yang disebut dengan multiple
intelligence research. Namun kini buku-buku yang membahas mengenai kecerdasan majemuk
sudah mempunyai suatu tes berupa kuisioner yang mampu menentukan kecerdasan majemuk
mana yang lebih dominan. Salah satunya buku Adi W. Gunawan yang berjudul Born to be a
Genius. Dalam tes kecerdasan majemuk ini, skor tidak menentukan apakah seseorang termasuk
kelompok cerdas atau tidak cerdas. Gunawan (2007:137) menyatakan bahwa “skor yang Anda
dapatkan lebih sebagai indikator mengenai jenis kecerdasan mana yang sering Anda gunakan
dan mana yang masih perlu Anda asah ato tingkatkan”. Penelitian ini menggunakan instrumen
kecerdasan majemuk yang diadaotasi dari buku Born to be a Genius yang disusun oleh Adi W.
Gunawan, namun hanya diambil dua kecerdasan majemuk yaitu kecerdasan visual-spasial dan
kecerdasan logika-matematika.

Kecerdasan Visual-Spasial
Kecerdasan visual-spasial adalah suatu kemampuan seseorang yang mana dalam
memahami suatu pelajaran khususnya matematika dilakukan dengan suatu strategi pembelajaran
yang berhubungan dengan warna, pola, dan gambar serta memandang suatu permasalahan
secara visual. Apabila seseorang mampu mengembangkan kecerdasan visual-spasial dengan
baik maka seseorang tersebut mampu menciptakan kembali dari kejadian atau obyek yang
pernah dialami, termasuk mengingat kembali pelajaran yang telah diajarkan secara visual.

Kecerdasan Logika-Matematika
Kecerdasan logika-matematika adalah suatu kemampuan seseorang yang mana dalam
memahami suatu pelajaran yang berhubungan dengan angka dan logika. Seseorang yang
mempunyai kecerdasan ini maka dalam menerima dan memahami pelajaran matematika tidak
terlalu mengalami kesulitan, karena pada dasarnya kecerdasan ini berhubungan dengan angka
dan logika. Apabila seseorang mampu mengembangkan kecerdasan logika-matematika ini
dengan baik maka mereka akan sangat menyukai dalam mencari penyelesaian suatu masalah,
menunjukan minat yang besar terhadap analogi dan silogisme.

Mind Mapping dalam Matematika


Mind mapping dalam matematika membantu siswa dalam memahami konsep penerapan
rumus matematika dengan cara pikir kreatif siswa agar mudah dipahami dengan cara mereka
sendiri. Penggunaan mind mapping dalam matematika dapat menambahkan rasa minat siswa
terhadap pembelajaran matematika karena membuat matematika tidak monoton dengan
membentuk mind mapping yang diketahui mampu menyeimbangkan otak kanan dan kiri.
Dengan mind mapping siswa bisa membingkai suatu konsep matematika (aljabar,
geometri, aritmatika dan sebagainya), rumus, atau ungkapan matematika. Mind mapping akan
membantu siswa belajar membentuk konsep dan mencari pola serta hubungan abstrak dari
pelajaran matematika. Dengan begitu, strategis logis, kepekaan makna angka, rancangan, dan
ukuran akan termuat dalam ingkatan dengan pemahaman logika, bukan sekedar hafal mati.
Siswa jadi bisa menggunakan nalar dan brpikir kreatifnya untuk melihat proses memecahkan
persoalan dan contoh-contoh nyata. Dengan membuat mind mapping, siswa jadi bisa melihat
hubungan-hubungan atau keterkaitan antar materi dan mengaplikasikan matematika dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya belajar rumus lingkaran dengan mengaplikasikannya kedalam
bentuk pizza (Olivia, 2008:135).
Gambar 1 contoh mind mapping pada materi lingkaran

Hubungan Mind Mapping Dengan Berfikir Kreatif Dan Kecerdasan Majemuk


Dengan menguasai mind mapping, anak akan mendapatkan bekal yang sangat berguna
bagi masa depannya. Karena anak tidak akan menyadari kalau ia sebenarnya sedang “belajar”
karena metode belajar dengan mind mapping merupakan gabungan dari creative thinking dan
active learning. Anak akan belajar sambil mencatat dan menggambar sekaligus merangsang
kecerdasan majemuk anak. Terutama kecerdasan visual spasial, linguistik, logis matematis,
kinestik dan intrapersonal anak (Olivia, 2008:13).
Dasar dari mind mapping sendiri itu ialah gabungan dari berpikir konvergen (belajar
fokus) dan berpikir divergen (belajar asosiasi). Kedua hal tersebut merupakan bagian dari
berpikir kreatif. Dengan mind mapping, siswa dibiasakan untuk mengembangkan cara berpikir
divergen yang mampu menambahkan ide-ide baru berupa kata kunci dari keterkaitan antara
suatu materi dengan materi lainnya sehingga siswa bisa melihat sesuatu yang berbeda dari
matematika yang umumnya hanya sebatas pengetahuan dan sekedar mengetahui akan rumus-
rumus matematika itu sendiri yang membuat siswa mau tak mau menghafal rumus tersebut
tanpa tahu konsepnya.
Bila melihat dengan bentuk mind mapping yang diharuskan menggunakan suatu pola,
gambar dan warna maka terpikir bahwa mind mapping akan meningkatkan kemampuan belajar
matematika untuk anak yang memiliki kecerdasan visual-spasial. Sedangkan untuk anak yang
memiliki kecerdasan logika-matematika yang tinggi tidak merasa terlalu sulit dalam belajar
matematika dan apabila cara belajar mereka dibantu dengan menggunakan metode mind
mapping tentu saja mereka sudah terbiasa mengenal suatu pola, angka dan simbol. Namun disini
mencoba mengetahui apakah dengan menggunakan metode mind mapping kemampuan belajar
anak khususnya berpikir kreatif antara siswa yang memiliki kecerdasan visual-spasial sama
dengan siswa yang memiliki kecerdasan logika-matematika.

Metode
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 12 Tangerang. Pelaksanaan penelitian
dilaksanakan selama dua bulan pada tahun 2010. Metode penelitian ini adalah komparatif
dengan desain penelitiannya yaitu kausal komparatif. Pengambilan sampel menggunakan teknik
purposive sampling. Terdapat dua instrumen dalam penelitian ini, yaitu kuesioner dan tes.
Kuesioner untuk menentukan siswa yang memiliki kecerdasan visual-spasial dan
kecerdasan logika-matematika, lalu untuk sampel penelitian diambil dengan cara melihat
banyaknya siswa yang memiliki dua kecerdasan dalam dua kelas tersebut namun perbandingan
sampel yang memiliki kecerdasan visual-spasial dengan sampel yang memiliki kecerdasan
logika-matematika tidak terlalu jauh berbeda. Tes ini terdiri dari 30 butir soal, terdiri 15 butir
soal yang merupakan pernyataan dari kecerdasan logika-matematika dan 15 butir soal lagi
merupakan pernyataan dari kecerdasan visual-spasial. Dari kuesioner yang dibagikan kepada 13
kelas terdapat 205 siswa untuk yang memiliki kecerdasan visual-spasial dan 150 siswa untuk
siswa yang memiliki kecerdasan logika-matematika. untuk memenuhi kebutuhan perwakilan
populasi dengan mengambil 2 kelas dari jumlah populasi terukurnya yaitu 30 siswa yang
memiliki kecerdasan visual-spasial dan 31 siswa yang memiliki kecerdasan logika-matematika.
Berikutnya tes kemampuan berpikir matematis pada materi lingkaran yang terdiri dari
empat indikator berpikir kreatif, yaitu fluency, flexibility, originality dan elaboration. Terdiri
dari 5 soal essay mengenai materi lingkaran. Setiap soal mewakili indikator dari berpikir kreatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Deskripsi Data
Penelitian ini diawali dengan mengelompokan kecerdasan siswa kedalam siswa yang
memiliki kecerdasan visual-spasial dan siswa yang memiliki kecerdasan logika-matematika di
SMPN 12 Tangerang dengan menggunakan kuisioner Didapat data siswa kecerdasan visual-
spasial dan kecerdasan logika-matematika di SMPN 12 Tangerang yang ditunjukkan oleh tabel
berikut:
Tabel 1
Data Kelas Berdasarkan Kecerdasan Logika-Matematika
Dan Kecerdasan Visual-Spasial
No. Kelas Jumlah Jumlah Siswa Sesuai Kecerdasan
Siswa Logika-Matematika Visual-Spasial
1. 8-1 40 15 15
2. 8-2 39 12 17
3. 8-3 40 10 14
4. 8-4 39 19 13
5. 8-5 38 15 14
6. 8-6 40 11 12
7. 8-7 40 9 18
8. 8-8 40 6 22
9. 8-9 39 12 15
10. 8-10 40 11 15
11. 8-11 40 13 16
12. 8-12 40 10 13
13. 8-13 40 7 20
Jumlah 0 150 204
Pengambilan sampel penelitian ini dilakukan secara purposive sampling dengan kriteria
pertimbangan yaitu sampel dibandingkan antara sampel yang memiliki kecerdasan visual-
spasial dengan sampel yang memiliki kecerdasan logika-matematika namun jumlah dari dua
kelas yang memiliki kedua kecerdasan tersebut perbandingannya tidak terlalu jauh dan tetap
memunuhi persentase minimal pengambilan sampel dari populasi. Menurut Sukmadinata
(2010:263-264) besarnya sampel diambil 10% dari populasi, dalam pengambilan sampel ini
berpegang pada prinsip pengambilan sampel minimal tetapi dengan tingkat kepercayaan
maksimal. Maka sampel penelitian ini dipilih kelas 8.2 dan 8.4, yang jumlah sampel tiap
kecerdasan ditunjukkan pada tabel berikut.
<

Tabel 2
Data Kelas Sampel Berdasarkan Kecerdasan
Logika-Matematika Dan Kecerdasan Visual-Spasial
Kelas Kecerdasan
Logika-Matematika Visual-Spasial
8-2 12 17
8-4 19 13
Jumlah 31 30
Berdasarkan
tabel tersebut, terdapat selisih 1 antara kedua kecerdasan tersebut. Penelitian ini dilakukan
selama 5 pertemuan dimulai pada tanggal 5 Januari 2011 hingga 19 Januari 2011 dengan satu
minggu terdapat 5 jam (5x40 menit) untuk pembelajaran matematika di SMPN 12 Tangerang.
Penelitian ini hanya terdapat postes (postest only) karena penelitian ini termasuk causal
comparative study, jadi hanya mengambil hasil akhirnya saja karena menurut teori kemampuan
siswa kecerdasan visual-spasial dengan kemampuan siswa logika-matematika berbeda, hal ini
terlihat pada hasil ulangan umum semester ganjil tahun ajaran 2010/2011. Gambaran untuk rata-
rata nilai ulangan umum siswa yang memiliki kecerdasan visual-spasial dan kecerdasan logika-
matematika dapat dilihat pada diagram 1 berikut:
52 51.1
50
48
46
43.7
44
42
40
Mean

Kecerdasan Visual-Spasial
Kecerdasan Logika-Matematika
Diagram 1 Mean Nilai Ulangan Umum Kecerdasan
Logika-Matematika Dan Kecerdasan Visual-Spasial
Berdasarkan diagram terdapat selisih nilai rata-rata antara siswa yang memiliki
kecerdasan visual-spasial dan kecerdasan logika-matematika, yaitu 7,4. Nilai rata-rata tersebut
merupakan nilai rata-rata secara umum. Untuk mengetahui rata-rata kemampuan berpikir kreatif
maka dilakukan tes akhir (postes) kemampuan berpikir kreatif matematis pada materi lingkaran.
Setelah melakukan pertemuan dan diakhiri oleh tes akhir (postes) maka diperoleh data
nilai tes dari kedua kelompok yaitu siswa yang memiliki kecerdasan visual-spasial maupun
siswa pada yang memiliki kecerdasan logika-matematika, kemudian diolah dengan
menggunakan statistik. Adapun hasil pengolahan dengan menggunakan statistik deskriptif
disajikan dalam tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 3
Statistik Deskriptif Data Tes Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematis pada Kelompok Siswa Kecerdasan Visual-Spasial dan
Kelompok Siswa Kecerdasan Logika-Matematika

Keterangan n Xmax Xmin x 2 S


Kecerdasan 30 85 32 60.00 155.03 12.45
tes Visual-spasial
Kecerdasan 31 82 36 58.85 120.53 10.98
Logika-matematika

Berdasarkan tabel 1, terlihat bahwa nilai rata-rata tes kelompok siswa yang memiliki
kecerdasan visual-spasial dan kelompok siswa yang memiliki kecerdasan logika-matematika
selisihnya 1,15. Gambaran untuk rata-rata nilai ulangan umum siswa yang memiliki kecerdasan
visual-spasial dan kecerdasan logika-matematika dapat dilihat pada diagram 2 berikut:
80
75
70
65 60
60 58.85
55
50
45
40
35
30
Mean

Kecerdasan Visual-Spasial
Kecerdasan Logika-Matematika
Diagram 2 Mean Nilai Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
KecerdasanLogika-Matematika Dan Kecerdasan Visual-Spasial

Namun demikian masih perlu dibuktikan secara statistik apakah rata-rata tes akhir
(postes) kedua kelompok sama atau berbeda secara signifikan. Untuk melihat perbandingan
nilai kemampuan berpikir kreatif antara dua kecerdasan tersebut atau perbandingan nilai
ulangan umum dengan nilai kemampuan berpikir kreatif dan poin yang didapat saat pemberian
kuesioner.

Uji Persyaratan Analisis Data


Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diuji persyaratan analisis, yang meliputi uji
normalitas dan uji Homogenitas. Hasil pengujian normalitas menggunakan menggunakan uji
Chi Kuadrat diperoleh hasil bahwa seluruh variabel berdistribusi normal. Selanjutnya uji
homogenitas. Tujuan dilakukannya uji homogenitas adalah untuk mengetahui uji-t mana yang
akan digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Dari pengujian homogenitas diperoleh hasil
bahwa varians kedua data homogen.

Pengujian Hipotesis Penelitian


Pengujian perbedaan rata-rata tes kelompok siswa yang memiliki kecerdasan visual-
spasial dan kelompok siswa yang memiliki kecerdasan logika-matematika menggunakan uji-t
setelah memenuhi normalitas dan homogenitas kedua data. Uji ini menggunakan uji dua pihak
dengan taraf signifikansi   0.05 dan dk = 59.
Hipotesis statistik:
H o : μ1=μ 2
H a : μ1 ≠ μ2
Keterangan :
μ1=¿ kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang memiliki kecerdasan visual-spasial.
μ2=¿ Kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang memiliki kecerdasan logika-
matematika
Bedasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai thitung = 0,39 dan ttabel = 2,00. Karena nilai -
ttabel < thitung < ttabel (-2,00 < 0,39 < 2,00) maka Ho diterima sehingga rata-rata tes kemampuan
berpikir kreatif matematis siswa pada kelompok siswa yang memiliki kecerdasan visual-spasial
tidak berbeda secara signifikan dengan rata-rata tes kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa pada kelompok siswa yang memiliki kecerdasan logika-matematika.
Pembahasan Hasil Penelitian
Untuk menentukan siswa yang kecerdasan visual-spasial dan kecerdasan logika-
matematika digunakan tes berupa kuesioner yang diadaptasi dari buku Born To be a Genius
yang penulisan oleh Adi W. Gunawan. Pertanyaannya berupa hal-hal yang biasa dilakukan
seseorang yang memiliki kecerdasan visual-spasial atau seseorang yang memiliki kecerdasan
logika-matematika. Menurut Gardner (dalam Chatib, 2010:71) kecerdasan dapat dilihat dari
kebiasaan seseorang. Menurut Chatib (2010:71) sumber kecerdasan seseorang adalah
kebiasaannya untuk membuat produk-produk baru yang punya nilai budaya (kreativitas) dan
kebiasaan menyelesaikan masalah secara mandiri (problem solving).
Jika melihat dari keaktifan siswa di kelas saat melakukan penelitian pada pertemuan
pertama dan kedua, siswa yang memiliki kecerdasan logika-matematika lebih aktif dalam
menjawab latihan soal dibanding dengan siswa yang memiliki kecerdasan visual-spasial, namun
mereka jarang mencatat. Sedangkan siswa yang memiliki kecerdasan visual-spasial cenderung
pasif, hanya memperhatikan namun tak fokus, mencatat hasil pekerjaan temannya yang maju ke
depan. Berdasarkan hal tersebut, seseorang yang memiliki kecerdasan logika-matematika lebih
cepat dalam memahami persoalan yang berhubungan dengan perhitungan dibandingkan dengan
siswa yang memiliki kecerdasan visual-spasial yang tanpa dibantu metode tertentu dalam
pembelajaran matematika. Peristiwa tersebut sejalan dengan yang dikatakan Armstrong
(2003:27) “anak-anak yang memiliki kecerdasan logika-matematika mungkin mendapat nilai
buruk dalam matematika karena sang guru ingin mereka memperlihatkan hasil kerja mereka
diatas kertas, tapi karena mereka melakukannya dengan cepat di dalam kepala, mereka merasa
tidak perlu melakukan pekerjaan yang menghabiskan waktu ini (mencatat).” Lanjut Armstrong
(2003:28-29) “anak-anak yang kecerdasan visual-spasialnya sangat berkembang kadang
mengalami kesulitan di sekolah, khususnya jika sekolah mereka tidak ada penekanan pada
metode seni atau visual dalam memberi informasi, anak ini kesulitan dalam mengartikan kata
itu sebabnya anak lebih sering melamun, menggambar, atau sekedar mencorat-coret kertas.”
Pembelajaran matematika dengan metode mind mapping sebuah teknik yang
memungkinkan untuk siswa yang memiliki kecerdasan visual-spasial mampu menyamai atau
melebihi kemampuan siswa yang memiliki kecerdasan logika-matematika. Metode mind
mapping merupakan metode mencatat kreatif dan gabungan dari berpikir kreatif dengan berpikir
kritis. Metode ini menggunakan gambar-gambar dan warna dalam pencatatannya. Hal
tersebutlah yang memberi stimulus pada siswa yang memiliki kecerdasan visual-spasial. Hal ini
sejalan dengan pernyataan Buzan (2007:103) “mind map adalah alat berpikir kreatif yang
mencerminkan cara kerja alami otak. Mind map memungkinkan otak menggunakan semua
gambar dan asosiasinya dalam pola radial dan jaringan sebagaimana otak dirancang, seperti
yang secara internal selalu digunakan otak, dan terhadap mana anda perlu membiasakan diri
kembali.” Maka disadari pentingnya penerapan metode mind mapping dalam kemampuan
berpikir kreatif matematis siswa.
Metode mind mapping jelas mampu menarik perhatian dan memberi motivasi kepada
siswa yang memiliki kecerdasan visual-spasial untuk lebih baik dalam kemampuan berpikir
kreatif. Pada pertemuan ketiga, siswa yang memiliki kecerdasan visual-spasial mulai cepat
tanggap, lebih kreatif dalam mengajukan beberapa pertanyaan, antusias dalam membuat mind
mapping dan mencoba menjawab beberapa latihan soal. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Gunawan (2003:125) “teknik ini (mind mapping) merupakan cara mengembangkan kecerdasan
visual-spasial yang menggunakan pendekatan spasial dan non linier dalam mencatat. Cara ini
sesuai dengan cara kerja otak yang menuntut integrasi, keterkaitan, gambar, dan sifat acak dari
suatu informasi.”
Hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematis pada pokok bahasan lingkaran
bervariasi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran D. Dari keempat indikator berpikir
kreatif, indikator fluency yang cukup tinggi persentasenya didapat oleh siswa yang memiliki
kecerdasan visual-spasial. Persentase tersebut wujud dari banyaknya siswa yang menjawab
benar pada suatu indikator berpikir kreatif matematis. Untuk instrumen soal nomer 1 yang
berindikator originality siswa yang memiliki kecerdasan logika-matematika hanya mampu
menyebutkan unsur-unsurnya saja namun saat diminta dalam untuk menunjukkan dengan
gambar mereka sedikit kesulitan, persentase untuk indikator originality pada siswa yang
memiliki kecerdasan visual-spasial mampu menjawab benar sebanyak 78,3% sedangkan siswa
yang memiliki kecerdasan logika-matematika hanya 67,75% . Untuk indikator fluency, siswa
yang memiliki kecerdasan visual-spasial mampu menjawab benar sebanyak 83,3% sedangkan
siswa yang memiliki kecerdasan logika-matematika hanya 71%. Untuk indikator flexibility,
siswa yang memiliki kecerdasan visual-spasial mampu menjawab benar sebanyak 76,6%
sedangkan siswa yang memiliki kecerdasan logika-matematika hanya 71%. Lain dengan
indikator elaboration siswa yang memiliki kecerdasan logika-matematika sedikit lebih unggul
dibanding dengan siswa yang memiliki kecerdasan visual-spasial, persentasenya yaitu 50%
untuk siswa yang memiliki kecerdasan visual-spasial dan 59,7% untuk siswa yang memiliki
kecerdasan logika-matematika. Terlihat bahwa tingkatan persentase terendah dari jawaban
benar siswa ialah elaboration. Instrumen soal pada indikator ini tergolong sulit karena dalam
instrumen soal ini siswa diminta untuk mampu merinci gagasan atau jawaban. Sedangkan
persentase tertinggi dari jawaban benar siswa ialah fluency. Instrumen soal pada indikator ini
masih tergolong sedang karena dalam instrumen soal ini melihat kemampuan siswa untuk
menyebutkan ide-ide secara lancar dalam waktu terbatas.
Dalam penelitian ini penggunaan mind mapping dalam pembelajaran matematika
khususnya materi lingkaran memperoleh hasil yang cukup baik pada siswa yang memiliki
kecerdasan visual-spasial, hal ini terlihat dari hasil tes kemampuan berpikir kreatif pada pokok
bahasan lingkaran. Sedangkan dari hasil pengitungan uji prasyarat dan uji statistik bahwa tidak
terdapat perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematis pada materi lingkaran antara
kelompok siswa yang memiliki kecerdasan visual-spasial dan kelompok siswa yang memiliki
kecerdasan logika-matematika. Berdasarkan dari hasil rata-rata nilai ulangan umum yang
berbeda antara siswa kecerdasan visual-spasial yang lebih kecil dari rata-rata nilai siswa yang
memiliki kecerdasan logika-matematika dan berdasarkan dari teori pula yang menyatakan
bahwa siswa yang memiliki kecerdasan visual-spasial dapat dikembangkan kemampuannya
dengan menggunakan metode mind mapping serta hasil uji prasyarat dan uji statistik maka dapat
disimpulkan metode mind mapping lebih cocok digunakan pada siswa yang memiliki
kecerdasan visual-spasial.
Secara statistik tampak bahwa kemampuan berpikir kreatif dari siswa yang memiliki
kecerdasan visual-spasial sama dengan kemampuan berpikir kreatif siswa yang memiliki
kecerdasan logika-matematika. Dari hasil pengitungan secara statistik tersebut menolak
hipotesis yang telah dibuat, yaitu terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis
antara siswa yang memiliki kecerdasan visual-spasial dengan siswa yang memiliki kecerdasan
logika-matematika jika diajarkan dengan menggunakan metode mind mapping. Siswa yang
memiliki kecerdasan visual-spasial kreativitasnya berkembang dengan menggunakan metode
mind mapping karena cara berpikir siswa tersebut dalam menyelesaikan persoalan matematika
ialah dengan memvisualisasikan, merekam segala hal yang dilihatnya dan mengingatnya,
sejalan dengan Armstrong (2003:29) “mereka (siswa yang memiliki kecerdasan visual-spasial)
melakukan pendekatan terhadap kata-kata dengan cara serupa seperti saat mereka mengartikan
gambar sebagai gambar visual yang menarik dan memutarnya dalam pikiran mereka atau ketika
menuliskannya (mind mapping).” Berbeda dengan siswa yang memiliki kecerdasan logika-
matematika, mereka tidak cukup berkembang kreativitasnya dengan hanya menggunakan
metode mind mapping yang saling menghubungkan antara gagasan utama dengan sub-sub
gagasan yang bermain dengan warna, melainkan dikembangkan pula dengan bermain angka,
silogisme, analogi, dan bermain pola, hal ini sesuai dengan yang dikatakan Gardner dalam
Gunawan (2003:112) “kecerdasan ini (logika-matematika) sebenarnya mempunyai beberapa
aspek, yaitu kemampuan melakukan perhitungan matematis, kemampuan berpikir logis,
kemampuan memecahkan masalah, pola pikir deduksi dan induksi, serta kemampuan mengenali
pola dan hubungan.” Namun pada dasarnya penelitian ini ingin mengetahui bagaimana
perbandingan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memiliki kecerdasan visual-
spasial dengan siswa yang memiliki logika matematika bila diajarkan dengan metode mind
mapping. Maka dari penelitian ini diketahui bahwa mind mapping membantu siswa yang
memiliki kecerdasan visual-spasial dalam menyamakan kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa yang memiliki kecerdasan logika-matematika.

PENUTUP
Kesimpulan
Hasil penelitian tentang perbandingan kemampuan berpikir kreatif matematis
melalui metode mind mapping terhadap siswa yang memiliki kecerdasan visual-spasial
dengan siswa yang memiliki logika-matematika pada siswa kelas VIII di SMP Negeri
12 Tangerang menunjukkan bahwa metode mind mapping lebih cocok pada siswa yang
memiliki kecerdasan visual-spasial karena berdasarkan pada selisih nilai rata-rata
ulangan umum antara siswa yang memiliki kecerdasan visual-spasial dengan logika-
matematika adalah 7,4 sedangkan selisih nilai rata-rata kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa yang memiliki kecerdasan visual-spasial tidak berbeda jauh dengan
nilai rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memiliki kecerdasan
logika-matematika pada pokok bahasan lingkaran yang diajarkan menggunakan metode
mind mapping yaitu 1,15 dan berdasarkan uji prasyarat dan uji statistik menunjukkan
bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memiliki kecerdasan visual-
spasial sama dengan kemampuan berpikir kreatif siswa yang memiliki kecerdasan
logika-matematika jika diajarkan dengan menggunakan metode mind mapping.
Saran
Adapun Saran yang dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya adalah
sebagai berikut:
1. Penelitian ini terbatas pada perbandingan kecerdasan visual-spasial dan
kecerdasan logika-matematika yang kedua kecerdasan tersebut merupakan
kecerdasan majemuk, maka disarankan pada penelitian selanjutnya untuk meneliti
dan membandingkan kecerdasan majemuk lainnya.
2. Penelitian ini terbatas hanya pada salah satu karakteristik matematika yaitu
kemampuan berpikir kreatif matematis, maka disarankan pada penelitian
selanjutnya untuk menerapkannya pada kompetensi matematika yang lain.
3. Penelitian ini terbatas pada pokok bahasan Lingkaran kelas VIII, maka
disarankan pada peneliti lain agar menerapkan model ini pada pokok bahasan yang
lainnya.
4. Penggunaan metode mind mapping dapat diterapkan untuk menyamakan rata-
rata kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memiliki kecerdasan visual-
spasial dengan siswa yang memiliki kecerdasan logika-matematika, maka
disarankan pada penelitian selanjutnya untuk menemukan metode atau strategi
pembelajaran lain yang sesuai dengan kecerdasan yang dimiliki oleh siswa.
5. Penggunaan kuesioner diadaptasi pada beberapa buku yang hanya
mengelompokan siswa ke dalam kecerdasan visual-spasial atau kecerdasan logika-
matematika. Maka disarankan pada peneliti lain untuk membuat suatu instrumen
yang mampu melihat tingkatan siswanya dalam kecerdasan visual-spasial atau
kecerdasan logika-matematika.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta:


Rineka Cipta.
. 2009. Dasar–Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi
Aksara.
Armstrong, T. 2003. Setiap Anak Cerdas. Cetakan kedua. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka
Utama
Buzan, T. 2007. Buku Pintar Mind Map. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama
Chatib, M. 2010. Sekolahnya Manusia. Cetakan VII. Bandung: Kaifa
DePorter, B dan M. Hernacki 2002. Quantum Learning. Cetakan kedua belas. Bandung:
Kaifa.
Filsame, D. K. 2008. Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta: Prestasi
Pustakaraya.
Ghufron, M. N dan R. Risnawita S. 2010. Teori-Teori Psikologi. Cetakan pertama.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Gunawan, A. W. 2004. Genius Learning Strategy. Cetakan pertama. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Media.
. 2007. Born To Be A Genius. Cetakan keempat. Jakarta:
PT.Gramedia Pustaka Media.
Olivia, F. 2008. Gembira Belajar dengan Mind Mapping. Cetakan kedua. Jakarta : PT.
Elex Media Komputindo.
Riduwan. 2006. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru – Karyawan dan Peneliti
Pemula. Cetakan ketiga. Bandung: Alfabeta.
Safari. 2005. Penulisan Butir Soal. Jakarta: Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia
Siswono, T.Y.E. 2006. Desain Tugas untuk Mengidentifikasi kemampuan Berpikir
Kreatif Siswa dalam Matematika. Jurnal terakreditasi “Pancaran Pendidikan”,
FKIP Universitas Negeri Jember. Tahun XIX, No. 63, April 2006. ISSN 0852-
601 X, hal 495-509.
http://tatagyes.files.wordpress.com/2007/10/tatag_jurnal_unej.pdf. diakses
pada 25 Mei 2010
. 2007. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Melalui
Pemecahan Masalah Tipe ”What’s Another Way”. Jurnal Pendidikan
Matematika ”Transformasi”, ISSN: 1978-7847. Volume 1
Nomor 1, Oktober 2007.
http://tatagyes.files.wordpress.com/2007/10/paper07_jurnalpgriyogya.pdf
diakses pada 25 Mei 2010
____________ . 2005. Menilai Kreativitas Siswa dalam Matematika. Prosiding Seminar
Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika “Peranan Matematika dan
terapannya dalam meningkatkan Mutu Sumber Daya Manusia Indonesia” di
jurusan matematika FMIPA Unesa, 28 Pebruari 2005. No. ISBN:
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Cetakan keempat.
Jakarta: PT Rieneka Cipta
Soefandi, I dan Ahmad Pramudya. 2009. Strategi Mengembangkan Potensi Kecerdasan
Anak. Cetakan pertama. Jakarta : Bee Media Indonesia.
Stine, J.M. 2006. Double Your Brain Power. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Suherman, E. 2001. Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Matematika. Jakarta: Universitas
Terbuka
Sukmadinata. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Cetakan keenam. Bandung. PT
Suparno, P. 2004. Teori Inteligensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah. Yogyakarta:
Karnisius
Surapranata, S. 2006. Analisis Validitas Dan Reliabilitas Dan Interpretasi Hasil Tes,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai