Anda di halaman 1dari 8

Tedi Sudrajat

Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.


Jl. Prof. Dr. H.R. Boenyamin, No.708, Grendeng, Grendeng, Purwokerto Utara, Kabupaten
Banyumas, Jawa Tengah
e-mail: tedi.unsoed@gmail.com

Agus Mulya Karsona


Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Jalan Dipati Ukur No. 35 Bandung 40132.

Menyoal Makna Netralitas Pegawai


Negeri Sipil dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 Tentang
Aparatur Sipil Negara
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Naskah Masuk: 9 Februari 2016 // Naskah Diterima: 28 Maret 2016


DOI: 10.18196/jmh.2015.0070.87-94

ABSTRA
ABSTRACCT sebagai obyek netralitas, terlepas dari dinamisasi kegiatan politik praktis
Problems of neutrality of civil servants will always occur when the yang sarat intervensi. Perlu digarisbawahi bahwa peran PNS dalam
meaning of neutrality does not have clear standards and criteria. In pemerintahan selalu berkorelasi dengan banyak pihak yang
order to evaluate governance, the meaning of neutrality should be berkepentingan. Jika netralitas tidak diimbangi oleh kriteria dan standar
broader and more functional towards the legal relationship in the pembatasan, maka sangat dimungkinkan asas netralitas hanya menjadi
context of public official relation in the field of civil servants law. slogan yang minim implementasi.
Substantially, the focus of Law Number 5 Year 2014 concerning Civil Kata kunci : Makna, Netralitas, Pegawai Negeri Sipil
State Apparatus just make civil servants as an object of neutrality,
regardless of the dynamic activity of practical politic intervention. It I. PEND
PENDAHULUAN
AHULUAN
should be underlined that the role of civil servants in government always
correlate with many interested parties. If neutrality is not matched by
Tidak dapat dipungkiri bahwa persoalan
standard criteria and restrictions, it is very possible neutrality principle netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS) seperti
only be a slogan with minimum implementation. tidak pernah terselesaikan. Pemerintah telah
Keywords : Meaning, Neutrality, Civil Servants
membuat ragam pengaturan untuk membatasi
ABSTRAK hubungan PNS dengan kegiatan politik praktis
Problematika netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS) akan selalu terjadi guna memperkuat eksistensi dari netralitas.
ketika makna netralitas belum memiliki standar dan kriteria yang jelas. Namun apa ayal dikata, setiap berlangsungnya
Mengevaluasi perkembangan di lingkungan pemerintahan, makna kegiatan Pemilihan Umum selalu diwarnai oleh
netralitas seharusnya dapat lebih luas dan lebih fungsional ke arah
hubungan hukum dalam konteks pelaksanaan hubungan dinas publik maraknya pemberitaan tentang pelanggaran
dalam bidang kepegawaian. Secara substansial, fokus UU Nomor 5 netralitas oleh oknum PNS. Hal ini berarti
Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara hanya menjadikan PNS bahwa akar persoalan netralitas PNS belum
88
JURNAL MEDIA HUKUM

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

terjawab dan dapat diasumsikan bahwa kaitan ini, UU ASN tidak pernah menyinggung
pemerintah masih kesulitan menemukan standar dan kriteria dalam penerapan hubungan
formulasi yang tepat untuk menjawab kewenangan antara jabatan Presiden atau
problematika netralitas. Kepala Daerah pasca Pemilihan Umum dengan
Berdasarkan fakta sejarah, kerentanan PNS jabatan karier di lingkungan Pemerintah.
dalam politik praktis dipengaruhi oleh Padahal hubungan keduanya sangat erat sebagai
keterlibatan PNS dalam menyukseskan salah Pejabat Pembina Kepegawaian dengan Pejabat
satu pasangan calon kepala daerah incumbent yang berwenang. Artinya, hubungan tersebut
didasarkan oleh iming-iming promosi jabatan. bukan hanya mengatur tentang PNS, namun
Seperti halnya yang terjadi Kabupaten Boyolali, lebih luas ke dalam struktur kelembagaan dan
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) proses penentuan kebijakan PNS.
menegaskan ketidaknetralan PNS di Boyolali Fokus pembahasan lebih lanjut dalam tulisan
masuk nomor satu di Indonesia. Hal itu ini adalah terkait dengan dinamika pemaknaan
diperkuat dengan maraknya laporan PNS netralitas dan problem penerapannya. Pasal 2
terindikasi tidak netral di Pemilihan Kepala huruf f UU ASN menyebutkan bahwa
Daerah Boyolali yang dilaporkan ke Panwaslu penyelenggaraan kebijakan dan manajemen
(http://www.solopos.com). Sedangkan di ASN didasarkan pada asas netralitas. Dalam
Lombok Utara, banyak dari PNS yang menjadi penjelasannya disebutkan bahwa “asas
tim sukses dari calon incumbent (http:// netralitas” adalah bahwa setiap Pegawai ASN
mataramnews.com). Implikasi ketidaknetralan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh
adalah penempatan jabatan karena kepentingan manapun dan tidak memihak kepada
politik yang tidak berdasar kompetensi, namun kepentingan siapapun. Terlepas dari pasal
lebih karena faktor mariage system bukan merit tersebut, UU ASN menegaskan bahwa PNS
system. Selain itu, semakin terpuruknya citra yang merupakan bagian dari ASN tetap
pemerintah karena pembangunan sistem kerja diberikan hak untuk memilih dalam Pemilihan
yang tidak profesional dan memihak serta Umum serta diberikan ruang untuk dipilih
menyampingkan asas netralitas (Sri Hartini, menjadi pejabat negara melalui mekanisme
et.al, 2014:539). politik.
Penulis sepakat dengan pernyataan Eko Mencermati pemaknaan yang memiliki
Prasojo bahwa konsep netralitas masih standar ganda, tentunya analisis terhadap
dirasakan belum sepenuh hati, karena untuk makna netralitas dimaksudkan untuk
menjaga netralitas PNS dan terhindar dari memaksimalkan pelaksanaan tugas
politik praktis, UU Nomor 5 Tahun 2014 pemerintahan yang berdaya guna dan berhasil
tentang Aparatur Sipil sNegara (UU ASN) guna serta mencari hakikat dari makna
hanya melarang untuk menjadi anggota dan netralitas sebagaimana diatur dalam UU ASN.
pengurus partai politik. Seiring dengan
berkembangnya sistem demokrasi, intervensi II. PEMBAHASAN
politik tidak cukup jika “hanya” diukur dari A. EKSISTENSI DAN ESENSI ASAS
keterlibatan seseorang sebagai anggota atau NETRALITAS
pengurus partai politik (Eko Prasojo dan Laode Dalam konsep demokrasi, hak dasar dan hak
Rudita, 2004:24). Pernyataan Eko Prasojo asasi tidak bisa dilepaskan dari prinsip
memiliki korelasi erat dengan lemahnya kebebasan. Prinsip kebebasan bersifat universal
substansi peraturan tentang netralitas. Dalam yang meliputi bidang sosial, ekonomi, budaya
89
VOL. 23 NO.1 JUNI 2016

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

dan politik yang dituangkan dalam berbagai undangan. Pengecualian terhadap universalitas
deklarasi dan perjanjian internasional. Dalam hak asasi disampaikan oleh Philipus M. Hadjon
implementasinya, terdapat perbedaan (1994:5) bahwa:
pengakuan antara hak-hak dasar (grondrechten, Ide negara hukum (rechstaat) cenderung ke arah
fundamental right) dengan hak asasi manusia positivisme hukum, yang membawa konsekuensi
(mensenrechten, rechten van de mens atau human bahwa hukum harus dibentuk secara sadar oleh
right). Hak-hak dasar berhubungan dengan badan pembentuk undang-undang. Selanjutnya
pengakuan hukum nasional yang melandasi hak- dikatakan bahwa pembentukan undang-undang
hak lain yang diatur dalam berbagai peraturan pada dasarnya dimaksudkan untuk membatasi
perundang-undangan, sedangkan hak-hak asasi kekuasaan pemerintah secara tegas dan jelas.
manusia biasanya memperoleh pengakuan Pada sisi lain, pembentukan undang-undang
Internasional. Perbedaan tersebut menurut dimaksudkan untuk melindungi hak-hak dasar. Di
Soewoto (1993:2) dapat diketemukan di dalam samping itu, usaha pembatasan hak-hak dasar
kepustakaan hukum tata negara, yaitu biasanya
ternyata juga dengan menggunakan instrumen
hak-hak dasar dicantumkan dalam konstitusi,
undang-undang. Karena instrumen utama di
sedangkan hak-hak asasi dibicarakan dalam
dalam negara hukum adalah undang-undang.
literatur hukum internasional.
Salah satu hak asasi adalah kebebasan
Persoalan netralitas PNS merupakan salah
mengeluarkan pendapat dan pikiran melalui
satu isu hukum yang bersinggungan dengan
kebebasan berserikat dan berkumpul. Dalam
esensi kebebasan berserikat. Hal ini seperti
tataran implementasi, masalah dasar yang
dinyatakan oleh S.F. Marbun dan M. Mahfud
timbul dalam hak asasi manusia adalah
MD (1998:69) bahwa:
keberadaan dari pembatasan kebebasan warga
Salah satu persoalan besar bangsa ini dalam
negara dalam turut serta berperan aktif dalam
kehidupan bernegara adalah persoalan netralitas
pemerintahan (Sri Hartini, et.al, 2008:24).
pegawai negeri, karena secara teoritis sulit
Secara Internasional, jaminan terhadap
kebebasan berserikat dan berkumpul ini di atur ditemukan landasan yang dapat memberikan
dalam ketentuan article 20, Declaration of Hu- alasan pembenar bagi dimungkinkannya pegawai
man Right. Di dalam ketentuan pasal ini negeri untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan
dinyatakan sebagai berikut: politik praktis.
“everyone has the right to freedom of
peacefull assembly and asociation and no one Atas persoalan di atas, maka pemerintah
may be compilled to belong an association.”. membuat pengaturan tentang pembatasan
Analog isi pasal tersebut adalah (1) setiap orang akivitas PNS yang disebut dengan asas netralitas
dalam Pasal 2 huruf f UU ASN. Pengaturan
mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan
terhadap netralitas PNS dimaksudkan untuk
berpendapat; (2) Tiada seorang juapun dapat
memperoleh kepastian, kegunaan dan keadilan
dipaksa memasuki salah satu perkumpulan.”
hukum guna membatasi kekuasaan terhadap
kemungkinan bergeraknya kekuasaan atas
Kebebasan seperti diuraikan dalam article 20
nalurinya sendiri, yang pada akhirnya mengarah
tersebut bersifat universal. Namun menurut
pada penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).
Soewoto (1993:2) bahwa hak asasi ini bersifat
Hal ini berarti bahwa pembatasan kekuasaan
universal, yang tidak universal adalah
memiliki korelasi yang erat dengan upaya
implementasinya dalam produk perundang-
90
JURNAL MEDIA HUKUM

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

membatasi perilaku dari penguasa. Tidak ada harus adanya penyesuaian kehendak dari yang
satupun peraturan yang keberlakuannya bersangkutan. Karena itu, apabila PNS akan
sepanjang zaman dan memenuhi kebutuhan melaksanakan hak-hak asasinya secara penuh,
realitas sosial yang terus berubah, sehingga pemerintah dapat menyatakan yang
setiap perubahan pada hakikatnya merupakan bersangkutan bukanlah orang yang diperlukan
konsekuansi logis bagi setiap keinginan untuk bantuannya oleh pemerintah. (Philipus M
memenuhi tuntutan zaman (Ellydar Chaidir, Hadjon, 1994:214).
2008:294). Perubahan perilaku, kondisi, dan Makna pemberlakuan hubungan dinas
kepentingan realitas sosial merupakan akses publik adalah timbulnya pembatasan terhadap
masuk dibuatnya pengaturan untuk membatasi diri PNS melalui peraturan yang dikenakan
kegiatan subyek hukum. Hal ini selaras dengan kepadanya, termasuk didalamnya adalah hak-hak
yang dinyatakan oleh Hart mengenai 3 (tiga) yang bersifat asasi. Dalam kaitan ini, walaupun
kaidah perilaku yang meliputi Pertama, Kaidah hak asasi manusia diakui sebagai hak yang pada
Pengakuan (Kaidah Rekognisi). Kaidah yang dasarnya tak dapat dikurangi, dirampas
menetapkan kaidah perilaku mana yang di sedikitpun oleh siapapun, namun demikian hak
dalam sebuah masyarakat hukum tertentu harus asasi manusia bukanlah sesuatu yang bisa
dipatuhi; Kedua, kaidah Perubahan. Kaidah dinikmati tanpa batas. Terdapat adagium dalam
yang menetapkan bagaimana suatu kaidah hukum bahwa penikmatan hak seseorang
perilaku dapat diubah; dan Ketiga, Kaidah dibatasi yakni oleh penikmatan hak orang lain.
kewenangan. Kaidah yang menetapkan oleh Hal ini memiliki makna yang sama dengan
siapa dan dengan melalui prosedur yang mana pernyataan dari John Stuart Mill bahwa suatu
kaidah perilaku ditetapkan dan bagaimana perbuatan (penikmatan hak) tidak
suatu kaidah perilaku harus diterapkan jika menimbulkan kerugian pada orang lain, maka
dalam suatu kejadian tertentu terdapat tidak ada legitimasi bagi negara untuk merepresi
ketidakjelasan (J.J.H.Bruggink,1999:104). suatu penikmatan hak (Satya Arinanto, 2003:4).
Mencermati kaidah perilaku di atas, maka Sebaliknya, jika memang penikmatan hak akan
didalam hubungan hukum antara negara mengganggu orang lain, maka pembatasan
dengan PNS ditegaskan tentang ketentuan terhadapnya dimungkinkan terjadi. Pembatasan
pembatasan perilaku pegawai yang bekerja tak semata-mata memiliki justifikasi dengan
dalam instansi negeri. Hubungan ini ini disebut sekedar adanya hukum positif saja. Pembatasan
dengan hubungan dinas publik. Implikasi dimaksudkan untuk menjamin pengakuan serta
hubungan dinas publik adalah PNS harus setia penghormatan yang layak terhadap hak-hak dan
dan taat terhadap peraturan perundang- kebebasan orang lain.
undangan (Tedi Sudrajat, 2011:406). Inti dari Penegasan pembatasan aktivitas pemerintah
hubungan dinas publik adalah kewajiban bagi disampaikan oleh B.J Habibie dalam Rapat
pegawai yang bersangkutan untuk tunduk pada Paripurna Sidang Umum ke-8 MPR-RI tanggal
pengangkatan dalam beberapa macam jabatan 14 Oktober 1999 yang menyatakan bahwa
tertentu yang berakibat bahwa pegawai yang bahwa:
bersangkutan tidak menolak (menerima tanpa Untuk menghilangkan campur tangan pemerintah
syarat) pengangkatannya dalam satu jabatan dalam proses pemilu, pemerintah mengatur
yang telah ditentukan oleh pemerintah di mana tentang netralitas POLRI, TNI serta PNS.
sebaliknya pemerintah berhak mengangkat Demikian juga dalam hal pelaksanaan dan
seseorang pegawai dalam jabatan tertentu tanpa pengawasan pemilu, pemerintah menyerahkan
91
VOL. 23 NO.1 JUNI 2016

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

sebagian besar wewenangnya kepada partai administratif, menjalankan disiplin anggaran


politik peserta pemilu, sedangkan pemerintah serta penciptaan legal dan political framework.
lebih menempatkan diri sebagai fasilitator.... (Soedarmayanti, 2003:7)
selain dari itu, dalam rangka menghapuskan Berdasarkan pengertian tersebut, good gover-
KKN dikalangan PNS, maka dedikasi dan nance berorientasi pada Pertama, orientasi ideal,
profesionalisme pegawai negri sipil perlu negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan
ditingkatkan, seiring dengan perbaikan imbalan nasional. Orientasi ini bertitik tolak pada
yang mereka terima. Kita menginginkan birokrasi demokratisasi dalam kehidupan bernegara.
yang bersih, netral dan profesional. Pengaturan Adapun orientasi kedua adalah sejauhmana
tentang PNS tidak boleh menjadi anggota dan pemerintah mempunyai kompetensi dan
sejauhmana struktur serta mekanisme politik
pengurus partai politik dimaksudkan untuk
serta administratif berfungsi secara efektif dan
menjaga netralitas tersebut. Dengan demikian,
efisien. Dalam kaitannya dengan netralitas PNS,
PNS dapat memberikan pelayanan kepada
maka good governance dapat terealisir jika
masyarakat secara profesional, optimal, adil dan
memiliki aparatur pemerintah yang tidak
merata tanpa mempertimbangkan golongan
memihak dan profesional. Pandangan ini sesuai
mampun aliran politik yang ada.
dengan kedudukan manusia, seperti ungkapan
“not the man but the man behind the gun” (Sri
Implementasi dari pembahasan di MPR Hartini, 2009:258).
kemudian merujuk pada pembentukan konsepsi Secara filosofis, orientasi good governance di
tentang pembatasan peran serta PNS sebagai atas memiliki korelasi yang erat dengan tipe
maksud untuk menciptakan aparat yang bersih birokrasi ideal yang berbentuk organisasi yang
dalam upaya menciptakan good governance. rasional dan efisien meliputi Pertama, individu
Makna good dalam good governance mengandung pejabat secara personal bebas, akan tetapi
2 (dua) pengertian. Pertama, nilai yang dibatasi oleh jabatannya manakala ia
menjunjung tinggi keinginan atau kehendak menjalankan tugas-tugas atau kepentingan
rakyat, dan nilai yang dapat meningkatkan individual dalam jabatannya. Pejabat tidak bebas
kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan menggunakan jabatannya untuk keperluan dan
(nasional), kemandirian, pembangunan kepentingan pribadinya termasuk keluarganya;
berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua, aspek Kedua, jabatan-jabatan itu disusun dalam
fungsional dan pemerintahan yang efektif dan tingkatan hierarki dari atas ke bawah dan ke
efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk samping. Konsekeuensinya ada jabatan atasan
mencapai tujuan tersebut. Sedangkan untuk dan bawahan, dan ada pula yang menyandang
makna governance, World Bank mendefinisikan kekuasaan lebih besar dan ada yang lebih kecil;
sebagai “the way state power is used in managing Ketiga, tugas dan fungsi masing-masing jabatan
economic and sosial resources for development and dalam hierarki itu secara spesifik berbeda satu
society”. World Bank mensinonimkan governance dengan yang lainnya; Keempat, setiap pejabat
dengan penyelenggaraan manajemen mempunyai kontrak jabatan yang harus
pembangunan yang solid dan dijalankan. Uraian tugas (job description) masing-
bertanggungjawab, sejalan dengan demokrasi masing pejabat merupakan domain yang
dan pasar yang efisien, penghindaran salah menjadi wewenang dan tanggung jawab yang
alokasi dana investasi yang langka dan harus dijalankan sesuai dengan kontrak; Kelima,
pencegahan korupsi, baik secara politk maupun setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi
92
JURNAL MEDIA HUKUM

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

profesionalitasnya, idealnya hal tersebut


dilakukan melalui ujian yang kompetitif; B. REKONSTRUKSI MAKNA ASAS
Keenam, setiap pejabat mempunyai gaji termasuk NETRALITAS DALAM UU ASN
hak untuk menerima pensiun sesuai dengan Dalam konteks keilmuan, pencarian makna
tingkatan hierarki jabatan yang disandangnya. netralitas akan selalu terkait dengan obyektivitas
Setiap pejabat bisa memutuskan untuk keluar cara pandang. Dalam kaitan ini, kebenaran
dari pekerjaannya dan jabatannya sesuai dengan objektivitas ilmu hanya dapat dinilai ketika
keinginannya dan kontraknya bisa diakhiri unsur-unsur subjektivitas ilmu tersebut tidak
dalam keadaan tertentu; Ketujuh, terdapat mempengaruhinya atau tidak masuk sebagai
struktur pengembangan karier yang jelas dengan salah satu unsur dari bangunan teori-teorinya.
promosi berdasarkan senioritas dan merit sesuai Disini jelas bahwa ilmu pengetahuan akan
dengan pertimbangan yang obyektif; Kedelapan, dikatakan objektif apabila ia terlepas dari unsur-
setiap pejabat sama sekali tidak dibenarkan unsur lain di luar dirinya, termasuk nilai (value
menjalankan jabatannya dan resources free). Begitu ilmu terbebas dari nilai atau unsur-
instansinya untuk kepentingan pribadi dan unsur lainnya, maka ilmu dalam keadaan posisi
keluarganya; Kesembilan, setiap pejabat berada di netral, karena ia tidak memihak kepada sesuatu
bawah pengendalian dan pengawasan suatu apapun kecuali pada dirinya sendiri (indepen-
sistem yang dijalankan secara disiplin. (Miftah dent). Objektif artinya bahwa data dapat tersedia
Thoha, 2007:18) untuk penelaahan keilmuan tanpa ada
Berdasarkan sembilan tipe ideal birokrasi hubungannya dengan karakteristik individual
yang rasional tersebut, maka birokrasi dari seorang ilmuwan (Jujun S.
dimaksudkan untuk memisahkan antara Suriasumantri,1999:115). Bebas nilai berarti
manusia dengan jabatan (birokrasi) yang dikotomi yang tegas antara fakta dan nilai
melekat dalam manusia itu sendiri. Dalam hal mengharuskan subjek peneliti mengambil jarak
ini, Weber memberikan pemikiran untuk dengan semesta dengan bersikap imparsial-
mencegah kecenderungan yang melekat dalam netral.
birokrasi, yaitu akumulasi kekuasaan dari suatu Berdasarkan analogi terhadap netralitas
kedudukan dengan maksud untuk menciptakan keilmuan, hakikat akan obyektivitas selalu
keseimbangan dalam fungsi birokrasi. bermuara pada kondisi netral, maka jelas bahwa
Hal di atas bermakna bahwa pembatasan substansi netral adalah tidak memihak.
peran serta PNS dalam proses politik memiliki Sejatinya, kondisi tidak memihak akan
korelasi yang erat dengan konsepsi birokrasi terpenuhi jika berada di luar sistem dan tidak
yang berorientasi pada legitimasi, otoritas dan memberikan ruang akan intervensi
rasionalitas. Dalam upaya menjaga netralitas kepentingan. Saat ini, posisi PNS berada dalam
PNS dari pengaruh kepentingan politik dan sistem yang terkoneksi dengan kepentingan
untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan politik. Di dalam sistem ini terdapat hubungan
persatuan PNS, serta agar dapat memusatkan sinergi antara Presiden/Kepala Daerah dan
segala perhatian, pikiran, dan tenaganya pada wakilnya dengan PNS dalam lingkungan kerja
tugas yang dibebankan kepadanya, maka setiap yang saling berpengaruh. Apalagi hubungan ini
kegiatan PNS harus dilandasi pada asas menimbulkan implikasi jabatan karier PNS atas
netralitas. dasar kewenangan Presiden dan Kepala Daerah
sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian. Jelas,
kondisi ini akan mengakibatkan ketidaknetralan
93
VOL. 23 NO.1 JUNI 2016

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

PNS dalam melaksanakan tugas karena sarat kewenangan dari PNS untuk tidak memihak
kepentingan. Ketika persoalan netralitas PNS dalam kegiatan politik.
ingin diselesaikan, maka pemerintah cukup
mencabut hak pilih dalam pemilihan umum B. SARAN
dan hak dipilih sebagai pejabat negara sebagai Hubungan antara PNS dengan politik praktis
bagian dari pembatasan. Dasarnya adalah merupakan persoalan yang selalu terjadi ketika
hubungan dinas publik dan contract suigeneris. terdapatnya ambiguitas penafsiran dan
Konsep netralitas adalah memberikan meleburnya aspek politik di lingkungan
pembatasan dan kepastian akan peran dari PNS pemerintahan. PNS sering kali dijadikan sebagai
dalam pemerintahan. Implikasi pembatasan gejala sosial yang mempengaruhi lingkungan
adalah penegakan hukum yang beorientasi pada masyarakat sebagai sosok priyai yang terhormat
jaminan PNS dalam melaksanakan tugas secara dan diperhitungkan. Pada posisi tersebut, PNS
profesional. Konsep pembatasan ini memiliki ditempatkan sebagai media yang strategis dalam
korelasi dengan konsep Islam sebagaimana mempengaruhi dan merekrut massa yang
disampaikan oleh Ibnu Timiyah bahwa “ Semua ditengarai sebagai titik rawan PNS sehingga
kewenangan dalam Islam tujuannya hanyalah menjadi tidak netral dan rentan pelanggaran.
amar maruf nahi munkar”(Ni’matul Huda, 2010: Atas dasar itu, pemerintah perlu
47-48). Pada hakikatnya, kewenangan tersimbol merasionalisasikan pembatasan peran PNS
dalam tugas pengawasan atas orang-orang yang dalam bentuk produk peraturan perundang-
memiliki kekuasaan – berarti mewujudkan undangan (secara hierarkis) dan pemerintah
partisipasi politik rakyat dalam segala perkara- harus membuktikan bahwa pembatasan tersebut
perkara umum dan juga dalam hukum. Konsep dilakukan hanya untuk menjamin
ini dapat dikorelasikan dengan hakikat dari pembangunan hukum yang demokratis.
netralitas yang luarannya adalah pembentukan Standarnya adalah terlepasnya segala bentuk
karakter profesional bagi PNS dalam pelayanan kegiatan politik praktis, termasuk dicabutnya
publik. hak pilih dan dipilih sebagai pejabat negara.

III. PENUTUP DAFTAR PUST


AFTAR AKA
PUSTAKA
A. SIMPULAN Buku
Arinanto, Satya, 2003, Hak Asasi Manusia Dalam Transisi Politik
Konsep pembatasan didasarkan pada Indonesia, Jakarta, FH-UI
konsepsi negara hukum demokratis yang Bruggink, J.J.H., 1999, Refleksi Tentang Hukum (Terjemahan
Berhard Arief Sidharta), Bandung, Citra Aditya Bakti
berorientasi pada penerapan good governance Chaidir, Ellydar, 2008, Sistem Pemerintahan Negara Republik
guna menciptakan perubahan kaidah perilaku Indonesia Pasca Perubahan Undang-Undang Dasar 1945,
Yogyakarta, Total Media
yang menempatkan hubungan dinas publik Hartini, Sri, et.al., 2008, Hukum Kepegawaian di Indonesia,
dalam hukum kepegawaian. Adapun Jakarta, Sinar Grafika
Huda, Ni’matul, 2010, Problematika Pembatalan Peraturan Daerah,
pembatasan hak politik bagi PNS dapat ditolerir Yogyakarta, FH UII Press
sepanjang untuk menjamin pengakuan serta Marbun, S.F. dan M. Mahfud MD, 1987, Pokok-Pokok Hukum
Administrasi Negara, Yogyakarta, Liberty
penghormatan atas hak dan kebebasan orang Soedarmayanti, 2003, Good Governance (Kepemerintahan Yang
lain, dan untuk memenuhi tuntutan yang adil Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah, Bandung, Mandar Maju
Suriasumantri, Jujun S., 1999, Tentang Hakekat Ilmu: Sebuah
sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, Pengantar Redaksi, dalam Ilmu Dalam Perspektif,, Jakarta,
dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat Yayasan Obor
Thoha, Miftah, 2007, Birokrasi dan Politik di Indonesia, Jakarta,
demokratis. Atas dasar itu, maka pemaknaan Raja Grafindo Persada
terhadap netralitas adalah membatasi
Jurnal, Makalah dan Internet
94
JURNAL MEDIA HUKUM

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Hadjon, Philipus M., 1994, “Ide Negara Hukum dalam Sistem


Ketatanegaraan Republik Indonesia”, Makalah Simposium
tentang Politik, Hak Asasi dan Pembangunan Hukum, Makalah
ini disampaikan dalam Rangka Dies Natalis XL/Lustrum
Universitas Airlangga 3 November 1994
Hartini, Sri, 2009, Penegakan Hukum Netralitas Pegawai Negeri
Sipil, Jurnal Dinamika Hukum FH Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto, Vol. 9 No.3
Hartini, Sri, et.al, 2014, Kebijakan Netralitas Politik Pegawai Negeri
Sipil dalam Pemilukada (Studi di Jawa Tengah), Padjadjaran
Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3 No.3
Ismail, Muhammad, (“Bawaslu: Ketidaknetralan PNS Boyolali
Nomor 1 di Indonesia”), http://www.solopos.com/2015/12/09/
pilkada-boyolali-baw-aslu-ketidaknetralan-pns-boyolali-nomor-
1-di-indonesia-669108, diunduh pada Selasa, 31 Mei 2016,
jam.19.30 WIB.
Mataram News, (“Jelang Pilkada PNS Harus Netral”), http://
mataramnews.com /sorot/item/4701-jelang-pilkada-pns-harus-
netral,, diunduh pada Selasa, 31 Mei 2016, jam.18.38 WIB.
Prasojo, Eko dan Laode Rudita, Undang-Undang Aparatur Sipil
Negera; Membangun Profesionalisme Aparatur Sipil Negara”,
Civil Service, Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS, Pusat
Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN Jakarta, Vol. 8
No.1
Soewoto, 1994, “Hak Asasi Manusia Masalah Konsep, Penjabaran,
Pelaksanaan dan Pengawasan di Indonesia”, Makalah pada
Dies Natalis Brawijaya ke-31 Universitas Brawijaya 1 Januari
1994
Sudrajat, Tedi, 2011, Implikasi Hukum Pembatasan Peran Serta
Pegawai Negeri Sipil Dalam Proses Politik di Indonesia, Jurnal
Dinamika Hukum FH Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto, Vol.11 No. 3

Anda mungkin juga menyukai