Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH PEDIATRIC TENTANG

"KLUMPEK' PARALYSIS"

DOSEN PEMBIMBING :

YELVA FEBRIANI,SST.FT M.KES

DISUSUN OLEH :

DIVA CIANA(1811401025)

UNIVERSITAS FORT DE KOCK

BUKITTINGGI

2020
KATA PENGANTAR

Puji bagi Allah SWT karena atas limpahan rahmat serta hidayah nya maka
makalah ini dapat diselesaikan.tidak lupa kepada nabi Muhammad Saw atas
limpahan rahmatnya yang kita nantikan di Yaumil akhir nanti.

Makalah ini berisi tentang kasus klumpek' paralysis yang meliputi penyebab
penyakit,gejala maupun pengobatannya. Makalah ini penting karena sebagai tugas

Kami menyadari makalah ini jauh dari sempurna maka kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan makalah yang
selanjutnya.terima kasih

Bukittinggi, Juni 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………

1.1 Latar belakang………………………………………………………………………...

1.2 Rumusan masalah……………………………………………………………………..

1.3 Tujuan penulisan………………………………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………….

2.1 defenisi………………………………………………………………………………..

2.2 etiologi………………………………………………………………………………..

2.3 Anatomi dan fisiologi…………………………………………………………………

2.4 Patofisiologi…………………………………………………………………………..

2.5 Tanda dan gejala………………………………………………………………………

2.6 Problematika FT……………………………………………………………………....

2.7 Pemeriksaan FT……………………………………………………………………….

2.8 Gambaran klinis……………………………………………………..........................

2.9 Intervensi FT……………………………………………………………………………

2.10 Management FT………………………………………………………………………

2.11 Diagnosa banding…………………………………………………………………….

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………………..

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………

3.2 Saran…………………………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………..
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Paralisis Klumpke adalah neuropati pleksus brakialis bagian bawah yang


mungkin disebabkan oleh persalinan yang sulit. Biasanya saraf toraks ke
delapan serviks dan pertama terluka baik sebelum atau setelah mereka
bergabung untuk membentuk batang bawah. Cidera ini dapat menyebabkan
peregangan (neuropraksia,), robek (disebut “avulsion” ketika robekan pada
tulang belakang, dan “pecah” saat tidak), atau jaringan parut (neuroma) dari
saraf pleksus brakialis. Sebagian besar bayi dengan kelumpuhan Klumpke
memiliki bentuk cedera yang lebih ringan (neuropraxia) dan sering sembuh
dalam 6 bulan. Mekanisme utama cedera adalah traksi hiper-penculikan dan
tergantung pada intensitas, menyebabkan tanda dan gejala yang konsisten
dengan penghinaan neurologis.Menurut National Instituteof Neural
Disordersand Stroke (NINDS), ada empat jenis cedera pleksus brakialis yang
menyebabkan Klumpke:

1. Avulsion, di mana saraf terputus dari tulang belakang.

2. Pecah, di mana robekan saraf terjadi tetapi tidak di tulang belakang.

3.Neuroma, di mana saraf yang terluka telah sembuh tetapi tidak dapat
mengirimkan sinyal saraf ke lengan atau otot-otot tangan karena jaringan
parut telah terbentuk dan memberikan tekanan padanya.

4. atau peregangan, di mana saraf mengalami kerusakan tetapi tidak robek.

Fisioterapi berperan dalam meningkatkan kemampuan fungsional agar


penderita mampu hidup mandiri sehingga dapat mengurangi
ketergantunganterhadap orang lain (Sheperd, 1995). Beberapa modalitas
fisioterapi yang dapat diberikan antara lain Infra Red (IR), dimana IR dapat
meningkatkan metabolism tubuh serta memperlancar sirkulasi darah. Modalitas
lain adalah terapi latihan.Terapi Latihan berupa latihan gerak pasif pada
persendian dengan beberapa kali pengulangan pada setiap sendi, akan
berpengaruh pada sendi dan jaringan lunak disektor sendi. Kemudian
dikombinasi dengan pemberian Tapping dengan ketukan menggunakan jari jari
pada otot yang mengalami kelumpuhan memberikan efek kenaikan tonus pada
otot.

1.2 Rumusan masalah

1. Mengetahui definisi dari klumpek' paralysis

2. Mengetahui etiologi dari klumpek' paralysis

3. Mengetahui anatomi dan fisiologi dari klumpek' Paralysis

4. Mengetahui patofisiologi dari klumpek' paralysis

5. Mengetahui tanda dan gejala dari klumpek' Paralysis

6. Mengetahui problematika fisioterapi dari klumpek' paralysis

7. Mengetahui management fisioterapi dari klumpek' paralysis

8. Mengetahui intervensi dari klumpek' paralysis

9. Mengetahui diagnosa banding dari kasus klumpek' paralysis

1.3 Tujuan penulisan

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan penyusun


dalam hal atau gambaran patologi tentang kasus klumpek' paralysis,serta untuk
salah satu syarat dalam penugasan makalah mata kuliah pediatric.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi

Paralisis klumpke merupakan salah satu dari dua jenis trauma fleksusbrachialis
atau brachialpalsy.

Fleksusbrakialis adalah sebuah jaringan saraf tulang belakang leher,meluas


melalui aksila ( ketiak ),$dan menimbulkan saraf untuk ekstremitas atas.

Trauma pada pleksus brakialis dapat menyebabkan paralisis lengan atas dengan
atau tanpa paralisis lengan bawah atau tangan,atau lebih lazim paralisis dapat
terjadi pada seluruh lengan.

Kelainan ini timbul akibat tarikan yang kuat di daerah leher pada saat lahirnya
bayi, sehingga terjadi kerusakan pada plexusbrachialis

Hal ini ditemukan pada persalinan sungsang apabila dilakukan traksi yang kuat
dalam usaha melahirkan kepala bayi ( tarikan berlebihan pada saat melahirkan
bayi ).

Klumpke'sparalysis bila kerusakan mengenai plexusbrachialisbag atas yang


mengandung serabut-serabut saraf yang berasal dari segmen VC 6-7 sampai
Vth 1,dan kelumpuhan terutama mengenai lengan bawah dan tangan.

Paralysisklumpke ( LowerRadicularsyndrome):

Paralysis pada otot-otot flexorwrist dan jari-jari juga otot-otot kecil yang ada di
tangan bayi akibat kerusakan cabang-cabang VC 6-7, VTH 1 pleksus brakialis
menyebabkan kelemahan lengan otot-otot fleksuspergelangan,maka bayi tidak
dapat mengepal.
Kelainan ini timbul akibat tarikan yang kuat didaerah leher pada saat lahirnya
bayi, sehingga terjadi kerusakan pada fleksusbrachialis. Hal ini ditemukan pada
persalinan sunsang apabilah dilakukan traksiyang kuat dalam usaha melahirkan
kepala bayi. Pada persalinan presentasi kepala, kelainan dapat terjadi pada
janin pada bahu lebar.

Pengobatan ialah dengan imobilisasi lengan yang lumpuh dalam posisi lengan
atas abduksi 90⁰,siku fleksi 90⁰disertai supinasi lengan bawah dan pergelangan
tangan dalam ekstensi, selain 12 jam sehari, disertai massegedan latihan gerak.
Atau penaggulangannya dengan jalan meletakkan lengan atas dalam posis
abduksi 90⁰ dan putaran keluar. Siku berada dalam fleksi 90⁰ disertai supinasi
lengan bawah dengan ektensi pergelangan dan telapak tangan menghadap
kedepan. Penyembuhan biasanya setelah beberapa hari, kadang-kadang 3-6
bulan. Atau penyembuhan berpariasi antara 2 bulan sampai 2 tahun
2.2 etiologi

 Lamanya proses persalinan


 Fraktur Costa 1
 Prematur
 SC
 Babysize
 Obesitas
 Diabetes
 Pelvic ibu yang sempit
 Proses persalinan dengan forcept
 Kontraktor otot pelvis

Etiologi paling umum yang mengakibatkan Klumpkepalsy adalah trauma


hiper-abduksi pada lengan yang memiliki intensitas yang cukup untuk menarik
traksi pleksus brakialis bagian bawah. Trauma selama kelahiran dapat
menyebabkan cedera pleksus brakialis, tetapi sekali lagi kekuatan hiper-
penculikan dan traksi ke ekstremitas atas biasanya hadir. Cedera kompresi
memiliki tanda dan gejala yang mirip, misalnya, tumor paru apikal mencapai
ukuran yang ditekan pada gangliasimpatisservikalis dan akar saraf C8 ke T1
jika ada keterlibatan simpatis yang mungkin timbul oleh sindrom
Horner.  Sekitar 50% dari semua cedera pleksus brakialis terjadi antara usia 19
hingga 34 tahun.
2.3 Anatomi dan fisiologi
Saraf spinalis

N.spinaliscervikalis

Plexusbrachialis

Berlatar belakang pada struktur tersebut di atas maka kelumpuhan pada lengan
dapat dibedakan dalam kelumpuhan lengan akibat lesi di plexusbrachialis atau
fasikulus atau di saraf Perifer.

Kelumpuhan akibat lesi pada plexusbrachialis dalam neurologi klinik


dibedakan menjadi 2:

1. Erb'sduchenne palsu

2. Klumpke'spalsy

Fisiologi

Velositas konduksi dan ciri fisiologis serabut saraf

A. Tipe serabut saraf A

- serabut saraf besar

- somatic dan bermyelin

- konduksi nya cepat

B. Tipe serabut saraf B

- serabut saraf kecil

- otonom dan bermyelin

- konduksi nya perlahan

C. Tipe serabut saraf C


- serabut saraf kecil

- otonom dan tidak bermyelin

- konduksi nya lambat

2.4 Patofisiologi

Patofisiologi kondisi ini adalah salah satu penghinaan neurologis. Agar ada
tanda dan gejala, pertama-tama harus ada cukup cedera pada saraf. Seddon dan
Sunderland mengembangkan satu cara untuk memahami kompromi saraf ini
dengan memeriksa cedera mikro dan makroskopis. Kompromi saraf memiliki 3
kategori utama; neurapraxia, axonotmesis, dan neurotmesis. Selama keadaan
neurapraxia, tidak ada kerusakan makroskopik, tetapi ada kerusakan
fungsional, sebagian besar sembuh dengan fisioterapi. 2 kategori lainnya, yaitu.
axonotmesis dan neurotmesis adalah kasus yang lebih serius karena ada
kerusakan makroskopis dengan neurotmesis yang memiliki prognosis yang
kurang ideal biasanya menghasilkan neuroma non-fungsional. Temuan paling
umum pada semua tahap degenerasi neurologis adalah kelainan dermatom dan
myotome khusus untuk akar saraf.

Tipe kerusakan pada saraf

1. Extraction

a. Saraf tertarik dan tercabut

b. Seluruh saraf keluar dari selubung

2. Rupture

a. Saraf tertarik atau tercabut

b. Seluruh saraf tetap di dalam selubung


3. Neuroma

a. Saraf tertarik

b. Saraf tidak dapat menghantarkan impuls

c. Proses penyembuhan berupa adanya serabut

4. Praxis

a. Saraf hanya tertarik dan tidak tercabut

b. Saraf dapat sembuh dengan sendirinya

2.5 Tanda dan gejala

"Clawhand" adalah presentasi klasik yang terlihat di mana lengannya disuplai


dan pergelangan tangan dan jari tertekuk.

Tanda dan Gejala lain termasuk:

1. Kelemahan dan kehilangan gerakan lengan dan tangan. Beberapa bayi juga
mengalami kelopak mata yang menurun di sisi wajah yang berlawanan.
Gejala ini juga dapat disebut sebagai sindrom Horner.

2. Penurunan sensasi sepanjang aspek medial ekstremitas atas distal sepanjang


dermatom C8 dan T1.

3. Temuan myotome yang berkisar dari penurunan kekuatan otot hingga atrofi
otot dan deformitas posisi.

4. Tidak ada refleks pada akar yang terkena.

5.Cedera terkait fraktur klavikular dan humerus, tortikolis, sefalohematoma,


dan kelumpuhan saraf wajah.
Bayi dengan cedera saraf pada pleksus bawah (C8-T1) memegang lengan
dengan posisi supinasi, dengan siku ditekuk dan pergelangan tangan
direntangkan.

2.6 Problematika Fisioterapi

1. Paralisis pada daerah yang disarafi

2. Atrofi otot-otot kecil pada tangan dan otot flexor pergelangan tangan
sehingga terjadi clowhand

3. Potensi kontraktor dan munculnya jaringan fibros

4. Penurunan kekuatan otot

5. Penurunan LGS

2.7 Pemeriksaan Fisioterapi

1. Subyektif

2. Objektif

a. Umum
b. Khusus:- Reflek
- Lgs
- Sensoris
c. Tambahan :- EMG

- ROM

Tujuan nya :

1. Merangsang inervasi
2. Menguat kan kekuatan otot lengan

3. Meningkatkan ROM

4. Mencegah kontraktur

2. 8 Gambaran klinis

Secara klinis terlihat reflek pegang menjadi negatif, telapak tangan terkulai
lemah, sedangkan refleksi biseps Dan radialis tetap positif.

Jika serabut simpatis ikut terkena,maka akan terlihat sindrome HORNER yang
di tandai antara lain oleh adanya gejala prosis,miosis,enoftalmus,dan hilangnya
keringat didaerah kepala dan muka homo lateral dari trauma lahir tersebut

2. 9 Intervensi Fisioterapi

1. Infrared

Memberikan efek fisiologis pada pembuluh darah Perifer berupa


vasodilatasi yang akan meningkatkan metabolisme regional yang terjadi di
sel neurologis yang merupakan jaringan penunjang saraf dan fungsinya
sebagai penghubung pembuluh darah menuju neuron.

2. Massage

Dengan pemberian teknik massage berupa friction dan tappinggentle


(mencerai-ceraikan perlengketan jaringan),slapping ( menstimulus saraf
sensoris )akan menimbulkan reflekefek,adanya mekanisme penekanan
mekanis pada Vena dan pembuluh limfa superfisial dan terjadi reflek dilatasi
karena stimulus pada kulit ketika terjadi menual contact sehingga menekan
ujung saraf sensoris.

3. Exercise
Pemberian exercise yang berupa gerak pasif,gerakaktif,dan sedikit diberikan
stretching akan menimbulkan pumpingaction sehingga memperkecil efek
kontraktur pada jaringan lunak (otot,tendon,ligamen) memberikan sirkulasi
dan vascularisasi yang dinamis dan memelihara fisiologis otot,sehingga
adanya disability dapat dicegah melalui exercise setelah strechting dilakukan
immabilisasi lebih baik.

4. Wristhandortose

 Untuk posisi posisioningdan mencegah deformitas.


 Ortoshis ini dapat membantu penderita pasca trauma untuk melakukan
aktifitas sehati-hari seperti makan dan minum dari gelas atau
botol,menyisir rambut, menggosok gigi, menulis gambar,membuka
dan menutup pintu,dan membawa barang-barang
5. Positioning

Tujuan : edukasi untuk orang tua pasien agar dapat dilakukan disetiap saat,
fisioterapis mengajarkan ke orang tua pasien cara menggendong
dan pada saat membaringkan anak

Contoh : pada saat membaringkan anaknya agar lengan di posisikan ke


supinasi dan danexsternalrotasi shouldermemberikan bantal atau
boneka dibawahketiak dan disampinglengan pada saat istirahat
atau tidur.

2.10 Management fisioterapi


Karena lokasinya, Klumpkepalsy juga dapat memengaruhi arteri aksila; ini bisa
terjadi karena cedera peregangan hiper-penculikan, tetapi juga cedera himpitan
ke area lokal. Jika ada gangguan vaskular yang parah, pasien akan menjalani
operasi darurat. Fraktur berkorelasi dengan kondisi ini dan pengobatan
biasanya melibatkan pembedahan. Dengan cedera yang tertutup, yang berarti
mereka tidak memiliki terobosan yang jelas pada kulit atau terganggu
pembuluh darah ada pilihan konservatif. Pemulihan spontan dari kelumpuhan
saraf adalah mungkin, tetapi penting untuk dicatat bahwa sebagian besar
kelumpuhan saraf C8-T1 tidak pulih tanpa intervensi. Perawatan konservatif
termasuk latihan otot-otot pendukung dan peregangan otot-otot yang terkena
dampak membantu mempertahankan rentang gerak dan membantu dalam
pemulihan penuh. Saraf akan sembuh, tetapi sebagian besar adalah kasus
ringan.Dalam 3 hingga 6 bulan, jika tidak ada perbaikan, operasi akan
dilakukan. Koreksi bedah sebagian besar melibatkan pencangkokan saraf,
tetapi dalam kasus cedera proksimal ke ganglion akar dorsal, neurotisasi adalah
prosedur yang direkomendasikan.

Terapi fisik membantu mengatur gerak tubuh dan sendi tetap normal.  Terapi
fisik juga membuat latihan otot dan persendian dengan baik dan mencegah
kekakuan pada latihan bahu, siku, atau tangan. 

Fisioterapi utama keberhasilan pada   :

1. Meningkatkan pemulihan,
2. Rentang gerak,
3. Kekuatan, dan
4. Ketangkasan
5. Kontrol rasa sakit

Tabung Anda di bawah ini menunjukkan perawatan bayi dengan Paralisis


Klumpke
Sejarah dan fisik

Anamnesis yang disajikan oleh pasien biasanya menggambarkan cedera traksi


hiper-penculikan sumbu panjang dengan amplitudo dan kecepatan
tinggi. [9]Presentasi pasien yang khas adalah penurunan sensasi sepanjang
aspek medial dari ekstremitas atas distal sepanjang dermatom C8 dan T1.
Pasien mungkin juga menyajikan temuan myotome yang dapat berkisar dari
penurunan kekuatan otot hingga atrofi otot dan deformitas posisi. Sebagai
contoh, jika kerusakan neurologis telah menyebabkan atrofi otot dan
pengetatan pasien mungkin hadir dengan "tangan cakar." Kelainan bentuk ini
menyebabkan fleksi jari dan pergelangan tangan. Pasien juga dapat
menggambarkan nyeri hebat yang dimulai di leher dan merambat ke bagian
medial lengan. Salah satu tanda lain dari cedera pleksus brakialis yang lebih
rendah adalah sindrom Horner, karena pendekatannya terhadap akar saraf T1,
ia dapat merusak rantai simpatissefalika. Jika ini terjadi, pasien akan
mengalami ptosis, anhidrosis, dan miosis ipsilateral.
2.11 Diagnosa banding

Tanda-tanda yang mirip dengan Klumpkepalsy adalah Erb'spalsy; cedera ini


mempengaruhi pleksus brakialis bagian atas yang biasanya akan menyebabkan
ditemukannya dermatom dan myotome di sepanjang jalur C5-C6, misalnya,
seseorang dengan kelumpuhan Erb biasanya memiliki presentasi "tip pelayan",
pronasi tetap lengan bawah dengan telapak menghadap ke luar.Kondisi serupa
lainnya adalah jebakan saraf distal saraf ulnaris di kedua epikondilus medial
terowongan Guyon. Ini disebut sebagai jebakan saraf ulnaris dan dapat
menghasilkan temuan neurologis yang sama dengan Klumpkepalsy yang lebih
proksimal. Satu perbedaan besar adalah bahwa tidak akan ada keterlibatan
inervasi proksimal lesi, misalnya, Anda tidak akan melihat keterlibatan utama
pectoralis dengan jebakan saraf ulnarissejati.Thoracicoutletsyndrome (TOS)
juga dapat menunjukkan gejala yang sama, biasanya TOS adalah cedera
kompresi pada pleksus brakialis dari tulang rusuk yang belum sempurna,
tulang rusuk pertama, atau klavikula di sisi ipsilateral, ini bisa berupa pasca-
trauma, didorong oleh postur tubuh, dan atau genetik. Berbeda dengan
Klumpke, TOS akan memengaruhi lebih dari sekadar akar saraf C8-T1, tetapi
seperti Klumpke, itu juga dapat memengaruhi arteri axillo-subklavia. Di bawah
ini adalah daftar diagnosis banding paling umum untuk Klumpkepalsy.

1. Jebakan saraf ulnaris distal

2. Sindrom outlet toraks

3. Tumor paru-paru apikal

4. Neurofibroma

5. Discherniasi

6. Pelampiasan bahu

7. Fraktur klavikular atau vertebra

Pengelolaan

Perawatan cedera Klumpke pada bayi dan anak-anak sangat tergantung pada
tingkat keparahan dan klasifikasi cedera.

Lengan yang terkena dapat diimobilisasi ke seluruh tubuh selama 7 hingga


10 hari. Untuk kasus-kasus ringan, pijatan lembut lengan dan latihan
rentang gerak mungkin disarankan.

Untuk saraf yang sobek (cedera avulsi dan pecah), gejala dapat membaik
dengan operasi.   

Obsi bedah:

1. Pembedahan pada saraf (misalnya, cangkok saraf dan eksisi neuroma).


2. Transfer tendon untuk membantu otot-otot yang dipengaruhi oleh
kerusakan saraf bekerja lebih baik.
3. Muscle, di mana otot atau tendon yang kurang penting dihapus dari
bagian lain dari tubuh dan melekat pada lengan yang terluka jika otot-
otot di sana memburuk.

Prognosa

Sebagian besar bayi pulih dari kelumpuhan Klumpke. Namun, membandingkan


dengan kerusakan saraf yang lebih tinggi di lengan, kerusakan yang terjadi
kelumpuhan lengan bawah lebih kecil daripada yang dikeluarkan untuk
spontan.

Dengan kata lain, beberapa jenis perawatan atau intervensi biasanya diperlukan
untuk prognosis yang baik. Semakin dini pengobatan dimulai, semakin baik
hasil yang diharapkan. Cidera saraf pada ujung spektrum yang lebih parah
membutuhkan pembedahan.

Jika ada saraf yang pecah, menurut National InstituteofNeurologicalStrokesand


Disorder, "tidak ada potensi untuk pemulihan kecuali jika dilakukan
penyambungan kembali pada waktu yang tepat

Hasil jangka panjang dari klumpke paralisis


Mayoritas bayi dengan kelumpuhan Klumpke ringan atau sedang dapat
dipulihkan dari mereka dalam perawatan jika diperlukan dan diberikan
perawatan. Namun, jika kelumpuhan Klumpke parah atau tidak tepat waktu,
seorang anak mungkin dapat mengatasi terbatas atau kelumpuhan pada lengan
yang membutuhkan lebih lama. Dalam kasus yang jarang terjadi, kerusakan
parah dapat terjadi pada seseorang selama masa hidup.
Klasifikasi lokasi kerusakan

1. Tipe lengan atas,kerusakan pada C5-C6 kadang C7 ( 48% )

2. Tipe trunk-radcular,kerusakan pada C7 (29%)

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Klumpke palsy merupakan kelumpuhan yang terjadi pada bagian bawah pleksus
brakialis (C8 & T1). Klumpke palsy dapat disebabkan regangan yang berlebihan
pada lengan bagian bawah.

Manifestasi klinis dari klumke palsy terlihat seperti gambaran claw hand disertai
dengan hipestesi pada bagian brachil medial, braci inferior dan manus ulnaris.

Klumpke paralysis biasanya dapat sembuh spontan dalam waktu beberapa bulan,
namun tetap dibutuhkan bantuan fisioterapi untuk menjaga fungsi otot dan sendi
tetap normal.
DAFTAR PUSTAKA

Ulgen BO, Brumblay H, Yang LJ, Doyle SM, Chung KC. Augusta Déjerine-
Klumpke, MD (1859-1927): perspektif historis tentang kelumpuhan Klumpke.
Bedah Saraf. 2008 Agustus; 63 (2): 359-66; diskusi 366-7. [ PubMed ]
Jennett RJ, Tarby TJ, Krauss RL. Erb'spalsy kontras dengan Klumpke dan total
palsy: mekanisme yang berbeda terlibat. Saya. J. Obstet. Ginekol. Juni 2002; 186
(6): 1216-9; diskusi 1219-20. [ PubMed ]
Harry WG, Bennett JD, Guha SC. Otot skalen dan pleksus brakialis: variasi
anatomi dan signifikansi klinisnya. Klinik Anat. 1997; 10 (4): 250-2. [ PubMed ]
Moran SL, Steinmann SP, Shin AY. Cedera pleksus brakialis dewasa: mekanisme,
pola cedera, dan diagnosis fisik. Klinik Tangan. 2005 Februari; 21 (1): 13-24.
[ PubMed ]
Sakellariou VI, Badilas NK, Mazis GA, Stavropoulos NA, Kotoulas HK,
Kyriakopoulos S, Tagkalegkas I, Sofianos IP. Cedera pleksus brakialis pada orang
dewasa: evaluasi dan pendekatan diagnostik. ISRN Orthop. 2014; 2014 : 726103.
[ Artikel gratis PMC ] [ PubMed ]
Smania N, Berto G, La Marchina E, Melotti C, Midiri A, Roncari L, Zenorini A,
Ianes P, Picelli A, Waldner A, Faccioli S, Gandolfi M. Rehabilitasi cedera pleksus
brakialis pada orang dewasa dan anak-anak. Eur J Phys Rehabilitasi Med. 2012
Sep; 48 (3): 483-506. [ PubMed ]
Midha R. Epidemiologi cedera pleksus brakialis dalam populasi multitrauma.
Bedah Saraf. 1997 Juni; 40 (6): 1182-8; diskusi 1188-9. [ PubMed ]
Moghekar AR, Moghekar AR, Karli N, Chaudhry V. Plexopathiesbrakialis:
etiologi, frekuensi, dan lokalisasi elektrodiagnostik. J ClinNeuromuscul Dis. 2007
Sep; 9 (1): 243-7. [ PubMed ]
LN Coene. Mekanisme lesi pleksus brakialis. Klinik NeurolNeurosurg. 1993; 95
Suppl : S24-9. [ PubMed ]
Kirshblum SC, Burns SP, Biering-Sorensen F, Donovan W, Graves DE, Jha A,
Johansen M, Jones L, Krassioukov A, Mulcahey MJ, Schmidt-Read M, Waring W.
Standar internasional untuk klasifikasi neurologis cedera tulang belakang ( direvisi
2011). J SpinalCordMed. 2011 November; 34 (6): 535-46. [ Artikel gratis PMC ]
[ PubMed
Sakellariou VI, Badilas NK, Stavropoulos NA, Mazis G, Kotoulas HK,
Kyriakopoulos S, Tagkalegkas I, Sofianos IP. Pilihan pengobatan untuk cedera
pleksus brakialis. ISRN Orthop. 2014; 2014 : 314137. [ Artikel gratis PMC ]
[ PubMed ]
Dy CJ, Mackinnon SE. Neuropatiulnaris: evaluasi dan manajemen.
CurrRevMusculoskeletMed. 2016 Jun; 9 (2): 178-84. [ Artikel gratis PMC ]
[ PubMed ]
Freischlag J, Orion K. Memahami sindrom outlet toraks. Scientifica (Kairo). 2014;
2014 : 248163. [ Artikel gratis PMC ] [ PubMed ]
Gilbert A, Pivato G, Kheiralla T. Hasil jangka panjang dari perbaikan primer lesi
pleksus brakialis pada anak-anak. Bedah Mikro. 2006; 26 (4): 334-42. [ PubMed ]
Haerle M, Gilbert A. Manajemen lesi pleksus brakialisobstetrik lengkap. J
PediatrOrthop. 2004 Mar-Apr; 24 (2): 194-200. [ PubMed ]
Zuckerman SL, Allen LA, Broome C, Bradley N, Law C, Shannon C, Wellons JC.
Hasil fungsional bayi dengan Narakasgrade 1 yang berhubungan dengan pleksus
brakialis yang berhubungan dengan kelahiran yang menjalani neurotisasi
dibandingkan dengan bayi yang tidak memerlukan operasi. Childs Saraf Syst. 2016
Mei; 32 (5): 791-800. [ PubMed ]
Abzug JM, Kozin SH. Evaluasi dan manajemen palsi kelahiran pleksus brakialis.
Orthop. Clin. Am Utara. 2014 Apr; 45 (2): 225-32. [ PubMed ]
Agata N, Sasai N, Inoue-Miyazu M, Kawakami K, Hayakawa K, Kobayashi K,
Sokabe M. Peregangan berulang menekan atrofi otot solus yang diinduksi
denervasi pada otot soleus pada tikus. Saraf otot. 2009 Apr; 39 (4): 456-62.
[ PubMed ]
Lømo T, Westgaard RH, Hennig R, Gundersen K. Tanggapan Otot Yang
Denervasi terhadap Stimulasi Listrik Jangka Panjang. Eur J Terjemahkan Myol.
2014 31 Maret; 24 (1): 3300. [ Artikel gratis PMC ] [ PubMed ]
Martin E, Pengirim JT, DiRisio AC, Smith TR, Broekman MLD. Waktu operasi
pada cedera pleksus brakialis traumatis: tinjauan sistematis. J. Neurosurg. 2018 01
Mei;: 1-13. [ PubMed ]

Anda mungkin juga menyukai