Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN SPEECH DELAY

Smester 6

Dosen Pembimbing :
Lutfiyah Nur Aini S.kep.Ners.M.Kes

Di susun oleh :
Inayatul karomah ( 0117047 )
Kelas : 3B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2020

1|Page
A.KONSEP MEDIS
a. Definisi
Keterlambatan (speech delay) bicara dan berbahasa pada anak, menggambarkan
kemampuan (skill) anak yang berkembang, tetapi pada tingkat yang lebih lambat dari anak-
anak sebayanya sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak. Masalah keterlambatan
bicara dan berbahasa ini, bisa ringan, sedang, atau berat.

b. Etiologi
1. Faktor genetik
Termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan
patologik, jenis kelamin, suku bangsa atau bangsa. Seperti sindrom Down, sindrom
Turner yang disebabkan oleh kelainan kromosom.
2. Faktor lingkungan
3. Sosial ekonomi kurang
Anak dengan keluarga sosial ekonomi kurang akan mengalami keterlambatan dalam
berbahasa karena fasilitas berbahasa dan pendidikan yang rendah pulan dari orang tua.
4. Faktor psikososial, antara lain: stimulasi, motivasi belajar, hukuman yang wajar,
kelompok sebaya, stres, sekolah, cinta dan kasih sayang, kualitas interaksi anak-orang
tua.
5. Faktor keluarga dan adat istiadat, antara lain: pekerjaan/ pendapatan keluarga, pendidikan
ayah/ibu, jumlah saudara, jenis kelamin dalam keluarga, stabilitas rumah tangga,
kepribadian ayah/ibu, adat-istiadat, norma-norma, agama, urbanisasi, kehidupan politik
dalam masyarakat yang mempengaruhi prioritas kepentingan anak, angaran, dan lain-lain
(Soetjiningsih, 1998).

c. Patofisiologi
Proses produksi berlokasi pada area yang sama pada otak. Struktur untuk pesan yang
masuk ini diatur pada area Wernicke, pesan diteruskan melalui fasikulus arkuatum ke area
Broca untuk penguraian dan koordinasi verbalisasi pesan tersebut. Signal kemudian
melewati korteks motorik yang mengaktifkan otot-otot respirasi, fonasi, resonansi dan

2|Page
artikulasi. Ini merupakan proses aktif pemilihan lambang dan formulasi pesan. Proses
enkode dimulai dengan enkode semantik yang dilanjutkan dengan enkode gramatika dan
berakhir pada enkode fonologi. Keseluruhan proses enkode ini terjadi di otak/pusat
pembicara.
Di antara proses dekode dan enkode terdapat proses transmisi, yaitu pemindahan atau
penyampaian kode atau disebut kode bahasa. Transmisi ini terjadi antara mulut pembicara
dan telinga pendengar. Proses decode-encode diatas disimpulkan sebagai proses
komunikasi. Dalam proses perkembangan bahasa, kemampuan menggunakan bahasa
reseptif dan ekspresif harus berkembang dengan baik.

d. Pathway

Lingkungan Kerusakan otak Emosi


1. Sosial ekonomi 1. Kerusakan 1. Ibu tertekan
rendah neuromuskuler 2. Gangguan serius
2. Tekanan keluarga 2. Sensori motorik pada orangtua/anak
3. Keluarga bisu 3. Serebral palsi
4. bahasa 4. Masalah persepsi

Masalah pendengaran Gangguan bahasa Perkembangan


1. Kongenital 1. Ekspresif terlambat
2. Didapat 2. Reseptik

Gangguan bicara

Keluarga Hubungan sosial Perkembangan


1. Cemas 1. Gangguan
2. Pengetahuan komunikasi verbal
3. Koping keluarga 2. Gangguan bermain Intelegensia
tidak efektif 3. Isolasi social
4. Interaksi sosial
Produktifitas

3|Page
Resiko ketergantungan

e. Tanda Dan Gejala


1. Tanda dan gejala Speech Delay anak usia 1 tahun (12 bulan)
 Menggunakan bahasa tubuh seperti melambaikan tangan ‘good-bye’ atau menunjuk
objek tertentu
 Berlatih menggunakan beberapa konsonan yang berbeda
 Vokalisasi atau melakukan komunikasi
2. Tanda dan gejala Speech Delay anak usia 1-2 tahun
 Tidak memanggil ‘mama’ dan ‘dada’
 Tidak menjawab bila dikatakan ‘tidak’, ‘halo’ dan ‘bye’
 Tidak memiliki satu atau 3 kata pada usia 12 bulan dan 15 kata pada usia 18 bulan
 Tidak mampu mengidentifikasi bagian tubuh
 Kesulitan mengulang suara dan gerakan
 Lebih memilih menunjukkan gerakan daripada berbicara verbal
3. Tanda dan gejala Speech Delay anak usia 2-5 tahun
 Tak mampu menyampaikan kata-kata atau frase secara spontan
 Tak mampu mengikuti petunjuk dan perintah sederhana
 Kurang bunyi konsonan di awal atau akhir kata, seperti ‘aya’ (ayah), ‘uka’ (buka)
 Tidak dipahami bicaranya oleh keluarga terdekat
 Tak mampu untuk membentuk 2 atau 3 kalimat sederhana

f. Komplikasi
1. Gangguan bahasa ekspresif
2. Gangguan bahasa reseptif ekspresif
3. Gangguan phonological
4. Gagap

4|Page
g. Pemeriksaan Penunjang
1. TES BERA (Brainstem Evoked Response Auditory) atau ABR (Auditory Brainstem
Response)
Menguji kinerja seluruh alat pendengaran dari gendang telinga (telinga luar) sampai ke
otak. Cara kerjanya dengan memberikan bunyik klik pada frekuensi yang berbeda–beda
pada tingkat kekerasan yang berbeda–beda pula responnya ditangkap langsung oleh
sensor di otak. Tesnya tidak menyakitkan (un-invasive), tidak perlu respon aktif dari
pasien dan hasilnya menyeluruh. Tes ini adalah tes paling umum dalam mendeteksi
gangguan pendengaran.
2. TES OAE (Oto Acoustic Emission)
Menguji kinerja alat pendengaran dari gendang sampai rumah siput tetapi terutama
rumah siput. Cara kerjanya dengan memberikan nada murni ke telinga dan menangkap
responnya melalui perubahan tekanan di saluran telinga. Tesnya juga tidak
menyakitkan dan tidak memerlukan respon aktif dari pasien serta obyektif. Biasanya
digunakan untuk mendeteksi gangguan pendengaran khususnya akibat gangguan di
telinga tengah karena OME, OMA atau sensorinerual hearing loss (SNHL) yaitu
kerusakan sel saraf di rumah siput.
3. Tes Tympanometri
Menguji kinerja alat pendengaran dari gendang sampai telinga tengah (tulang
sanggurdi). Caranya mirip dengan OAE tapi responnya dari defleksi (perubahan gerak)
gendang telinga. Tesnya juga tidak menyakitkan, obyektif dan tidak perlu respon aktif
dari pasien. Biasanya digunakan untuk mengeliminasi kemungkinan gangguan telinga
tengah jika hasil OAE menunjukkan respon negatif.
4. Tes Audiometri
5. Pemeriksaan audiometri memerlukan : audiometer, ruang kedap suara, dan pasien yang
kooperatif. Pemeriksaan standar yang adalah :
a. Audiometri nada murni, Audiometri tutur
Audiometri nada murni adalah tes dasar untuk mengetahui ada tidaknya gangguan
pendengaran. Selama tes, orang yang dites akan mendengar nada murni yang
diberikan pada frekwensi yang berbeda melalui sebuah headphone atau ear phone.
Intensitas nada berangsur-angsur dikurangi sampai ambang dengar, titik dimana

5|Page
suara terkecil yang dapat didengar akan diketahui. Hasilnya ditunjukkan dalam
desibel (dB) dan dimasukkan ke bentuk audiogram.
Caranya dengan memberikan nada murni baik melalui earphone (direct to ear)
ataupun speaker (free field test) dan meminta respon balik dari pasien apakah bunyi
terdengar atau tidak. Tesnya tidak menyakitkan namun agak subyektif dan
memerlukan respon aktif dari pasien. Cukup sulit dilakukan khususnya untuk anak-
anak.
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien pada
stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekwensi yang berbeda-beda.
Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya
terdiri dari skala desibel. Suara dipresentasikan dengan earphone (air conduction)
dan skull vibrator (bone conduction).
Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai
ambang pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.
Untuk anak–anak biasanya dilakukan “Play Audiometri” yaitu uji pendengaran
dengan bermain dan diperlukan audiologist yang berpengalaman untuk
mendapatkan hasil yang baik. Biasanya untuk menguji kemajuan/kemunduran
fungsi pendengaran terutama pada pasien gangguan pendengaran. Sedangkan pada
audiometric tutur dites seberapa banyak kemampuan mengerti percakapan pada
intensitas yang berbeda. Tes terdiri dari sejumlah kata-kata tertentu yang diberikan
melalui headphone atau pengeras suara free field. Kata-kata tersebut harus diulangi
oleh orang yang dites. Setelah selesai, persentase berapa kata yang dapat diulang
dengan benar dapat diketahui.
6. TES ASSR (Auditory Steady State Response)
Menguji kinerja seluruh alat pendengaran dari gendang telinga sampai ke otak. Cara
kerjanya seperti BERA tapi yang diberikan adalah nada murni seperti layaknya tes
audiometri. Namun tidak diperlukan partisipasi aktif dari pasien karena respon
langsung dicatat oleh sensor yang menangkap aktifitas otak. Tes ini tidak menyakitkan
dan tidak memerlukan respon aktif namun pasien harus diam dan tenang dalam waktu
yang cukup lama, kurang lebih 1 jam.

6|Page
Seringkali dianjurkan agar pasien ditidurkan atau diberi obat tidur jika memang sulit,
diminta untuk tetap tenang dan diam. Digunakan untuk mendeteksi gangguan
pendengaran pada bayi dan anak - anak yang masih kecil.

h. Penatalaksanaan
1. Terapi :
a. Terapi wicara
b. Terapi okupasi
2. Edukasi
a. Motivasi keluarga untuk menstimulasi bahasa, bicara secara intensif
b. Secara teratur membawa anak untuk mengikuti terapi
c. Konseling

7|Page
B. KONSEP KEPERAWATAN

a. Pengkajian

a. Identitas pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan
pasien
b. Riwayat penyakit
c. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau
berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan
berupa : sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat
tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
d. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tandatanda seperti batuk,
sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya.
e. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni,
gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya faktor predisposisi.
f. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakitpenyakit yang
disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain
sebagainya .
g. Riwayat psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
h. Pengkajian pola fungsi
Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat. Adanya tindakan medis danperawatan di rumah
sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan
persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat

8|Page
kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor
predisposisi timbulnya penyakit.
i. Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi
badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien.
Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan
effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan
pada struktur abdomen.
Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura
keadaan umumnyalemah.
j. Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan
sesudah MRS.
Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan
menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
k. Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi
Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada.
Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu
oleh perawat dan keluarganya.
l. Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap
pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat
Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke
lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain
sebagainya.
m. Pemeriksaan fisik
Status kesehatan umum tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien

9|Page
terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan
ketegangan pasien.
n. Sistem respirasi
Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar,
ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah
hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung
meningkat dan pasien biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc.
Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada
dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi
penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan
ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-
Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas
makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan
ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
o. Sistem kardiovaskuler
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada linea
medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya pembesaran jantung.
Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman
dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran
ictuscordis.
Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini
bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi
jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan
adanya peningkatan arus turbulensi darah.
p. Sistem pencernaan

10 | P a g e
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut
menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada
tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35kali per
menit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen adakah massa
(tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar
teraba. Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan
suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).
q. Sistem neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji disamping juga diperlukan pemeriksaan GCS.
Adakah composmentis atau somnolen atau koma. Pemeriksaan refleks patologis dan refleks
fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
r. Sistem mskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial . Palpasi pada kedua ekstremetas
untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refiltime..
Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan
antara kiri dan kanan.
s. Sistem integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada
pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport
O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam).
Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat
hidrasi seseorang.

11 | P a g e
b. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kurangnya stimulasi bahasa


2. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan komunikasi verbal berhubungan
dengan kerusakan otak hemisfer kiri.
3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan pendengaran.
4. Gangguan komunikasi berhubungan dengan hambatan bahasa.
5. Kecemasan orang tua berhubungan dengan ketidakmampuan anak berkomunikasi.
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan komunikasi verbal berhubungan dengan
stimulus lingkungan yang kurang.

c. Perencanaan

1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kurangnya stimulasi bahasa.

N0 Intervensi Rasional
1.
1.2. Lakukan latihan komunikasi dengan Latihan bicara yang sesuai dengan
memperhatikan perkembangan perkembangan anak akan menghindari
mental anak ekploatasi yang berakibat penekanan
fungsi mental anak

2. Lakukan komunikasi secara Komunikasi yang komprehensif akan


komprehensif baik verbal maupun memperbanyak jumlah stimulasi yang
non verbal diterima anak sehingga akan memperkuat
memori anak terhadap suatu kata.

3.3. Berbicara sambil bermain dengan


1. Bermain akan menigkatkan daya tarik
alat untuk mempercepat persepsi anak sehingga frekwensi dan durasi
anak tentang suatu hal. latihan bisa lebih lama

12 | P a g e
4.4. Berikan lebih banyak kata meskipun
2. Anak lebih suka mendengarkan kata-kata
anak belum mampu mengucapkan dari pada mengucapkan karena biasanya
dengan benar. kesulitan dalam mengucapkan.

5. Lakukan sekrening lanjutan dengan Untuk mengetahui jenis dan beratnya


mengggunakan Denver Speech Test. gangguan serta keterlambatan dalam
berbicara pada anak.

2. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan komunikasi verbal berhubungan


dengan kerusakan otak hemisfer
N0 Intervensi Rasional
5.
1. Kaji tanda-tanda vital Peningkatan tanda-tanda vital dari normal
menunjukkan indikasi proses peradangan

2. Kaji tingkat pertumbuhan dan Mengetahui kesesuaian tugas


perkembangan dengan perangkat perkembangan yang di capai anak dengan
DDST tugas-tugas yang seharusnya sudah
tercapai sesuai perkembangan usianya.

3. Ukur TB,BB dan lingkar lengan kiri Gambaran dari status gizi anak yang
berpengaruh terhadap proses tumbuh
kembang anak

4. Ukur lingkar kepala dan lingkar


3. Perkembangan sel-sel otak dapat di kethui
dada anak . secara refleksi dari ukuran kepala anak.
Anak usia > 2 tahun lingkar kepala sedikit
lebih kecil dari lingkar dada

5. Ajarkan dan dukung penggunaan Penggunaan teknik komunikasi yang

13 | P a g e
keterampilan berkomunikasi secara efektif akan menghasilkan penyampaian
asertif, berikan dorongan untuk yang mudah di mengerti.
memulai suatu percakapan.
6. Kolaborasi untuk pemeriksaan CT Mendeteksi kemungkinan adanya kelainan
scan, EEG, EMG. penyebab gangguan bicara di otak dan
untuk memudahkan intervensi
selanjutnya.

3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan pendengaran

N0 Intervensi Rasional

1. 1. Agar stimulasi tetap diterima anak sesuai


Lakukan latihan komunikasi, dan
stimulasi dini dengan benda-benda dengan perlembangan mental anak yang
atau dengan menggunakan bahasa didasarkan atas kemampuan penerimaan
isyarat serta biasakan anak melihat anak terhadap informasi yang diberikan.
artikulasi orang tua dalam berbicara.

2.1. Perhatikan kebersihan telinga anak 2. Ganguan pendengaran sering disebabkan


oleh adanya hambatan pendengaran akibat
adanya kotoran ditelinga.

3.2. Kolaborasi dengan rehabilitasi Alat bantu dengar diharapkan mampu


untuk penggunaan alat bantu dengar mengatasi hambatan pendengaran pada
telinga anak.

14 | P a g e
4. Gangguan komunikasi berhubungan dengan hambatan bahasa

N0 Intervensi Rasional

1 1. Gunakan bahasa yang sederhana dan


1. Untuk memudahkan pema-haman
umum digunakan dalam komunikasi menghindari stress dan kebingungan anak
sehar-hari. yang akibat bahasa yang berubah-ubah.

2. Gunakan verifikasi bahasa sesuai Difersifikasi bahasa dapat diberikan jika


dengan tingkat kematangan dan kemampuan mental anak sudah matang
pengetahuan anak seperti setelah umur 9 tahun, karena
perkembangan selsel otak anak sudah
mulai maksimal.

5. Kecemasan orang tua sehubungan dengan ketidakmampuan anak berbicara

N0 Intervensi Rasional

1.1. Gali kebiasaan komunikasi dan


1. Untuk dapat menggali efektivitas dan
stimulasi orang tua terhadap anak. kemampuan serta usaha yang telah
dilakukan oleh orang tua, untuk
mengindari overlaping tindakan yang
berakibat orang tua menjadi bosan.
2.2. Berikan penjelasan tentang kondisi perawatan anak secara langsung akan
anaknya secara jelas, serta mampu mengurangi tingat kecemasan
kemungkinan penanganan lanjutan, orang tua terhadap keadaan anaknya.
prognose serta lamanya tindakan
atau pengobatan.

15 | P a g e
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan komunikasi verbal berhubungan dengan
stimulus lingkungan yang kurang.

N0 Intervensi Rasional

1. Lakukan latihan komunikasi (satu Latihan bicara yang sesuai dengan


dua suku kata yang sederhana) perkembangan anak akan menghindari
secara bertahap. ekplorasi yang berakibat penekanan
fungsi mental anak.

2. Anjurkan ibu / keluarga untuk selalu


Berikut sertaan keluarga terhadap
mengajak anak berkomunikasi di
perawatan anak secara langsung akan
rumah.
banyak membantu perbaikan.

3. Lakukan komunikasi secara


Komunikasi yang komprehensif akan
menyeluruh baik verbal maupun non
meningkatkan stimulus yang di terima
verbal sesuai tingkat perkembangan
anak. anak sehingga memperkuat memori anak
terhadap suatu kata.

16 | P a g e
d. Implementasi

Serangkaian kegiatan yang di lakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik meggambarkan kriteria hasil yang di
harapkan ( Gordon ,1994 dalam potter & perry, 1997 ). Ukuran intervensi keperawatan yang
diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki
kondisi pendidikan untuk klien keluarga atautindakan untuk mencegah masalah yang muncul di
kemudian hari.

e. Evaluasi

Merupakan tahap ahir dari rangkaian proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari
tindakan keperawatan yang telah di lakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Sesuai dengan
rencana tindakan yang telah di berikan dilakukan penilaian untuk melihat keberhasilannya.

17 | P a g e
C. LITERATUR

Joni, J ( 2015 ) Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perkembangan Bahasa Anak

Ahmad, A & fitriani ,D ( 2016 ). Model perkembangan kecakapan berbahasaanak yang


terlambat berbicara ( apeech Delay ).

Suparmiati, A., Ismail, D., & Sitaresmi,.M.N ( 2016 ) Hubungan ibu bekerja dengan
keterlambatan bicara pada anak

Ediyati, Asri. (2018) Upaya ZeeZee Shahab Atasi anaknya yang sempat Speech Delay

Fitriani, Sumantri, Supena ( 2018 ) Gambaran perkembangan Berbahasa pada anak dengan
keterlambatan bicara Speech Delay.

Nugraheni, a. d. ( 2018 ) Pengaruh Gadget terhadap perkembangan bahasa anak.

18 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai