DISUSUN OLEH :
1702059
- NOC
Setelah dilakukan intervensi selama 1 x 30 menit untuk meningkatkan pengetahuan
manajemen kesehatan dengan kriteria hasil:
Kontrol gejala
1) Keluarga mampu memahami tentang penyakit asma bronchial
2) Keluarga mampu mengambi keputusan
3) Keluarga mampu merawat kesehatan/memberikan perawatan
4. Implementasi
a. Prosedur: mendiskusikan tanda gejala infeksi, dan manajemen kesehatan
b. Metode : ceramah, tanya jawab
c. Media dan alat: -
5. Waktu dan Tempat: Di rumah Tn. S
6. Kriteria Evaluasi:
a. Struktur kriteria
1) Mempelajari dan membaca materi terkait dengan masalah Bronkitis
2) Kontak tempat dan waktu telah disepakati 2 hari sebelumnya antara mahasiswa dan
keluarga
b. Kriteria proses
1) Pelaksanaan tanya jawab selama 30 menit
2) Maahasiswa mampu menjelaskan tujuan pertemuan
3) Mahasiswa menggunakan komunikasi yang teraupetik selama diskusi
4) Keluarga dapat menerima kehadiran mahasiswa
5) Keluarga terlibat aktif dalam diskusi dari awal sampai akhir
6) Keluarga mampu memahami informasi yang disampaikan oleh mahasiswa
c. Kriteria hasil
1) Kognitif
Tn. S mampu mengulang penjelasan yang sudah disampaikan mengenai penatalaksanaan
atau manajemen kesehatan dan dapat ditetapkan pada kehidupan sehari-hari
2) Afektif
Tn. S mengatakan sudah paham mengenai penatalaksanaan atau manajemen bronkitis
3) Psikomotor
a. Tn. S mampu menerapakn penatalaksanaan atau manajemen bronkitis.
LAPORAN PENDAHULUAN CORONA VIRUS DESEASE
1. Definisi
Coronavirus merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit pada manusia dan
hewan. Pada manusia biasanya menyebabkan penyakit infeksi saluran pernapasan, mulai flu biasa
hingga penyakit yang serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom
Pernafasan Akut Berat/ Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Coronavirus jenis baru yang
ditemukan pada manusia sejak kejadian luar biasa muncul di Wuhan Cina, pada Desember 2019,
kemudian diberi nama Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-COV2), dan
menyebabkan penyakit Coronavirus Disease-2019 (COVID-19) (Kemenkes RI,2020).
2. Etiologi
Coronavirus adalah virus RNA dengan ukuran partikel 120-160 nm. Virus ini utamanya
menginfeksi hewan, termasuk di antaranya adalah kelelawar dan unta. Sebelum terjadinya wabah
COVID-19, ada 6 jenis coronavirus yang dapat menginfeksi manusia, yaitu alphacoronavirus 229E,
alphacoronavirus NL63, betacoronavirus OC43, betacoronavirus HKU1, Severe Acute Respiratory
Illness Coronavirus (SARS-CoV), dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-
CoV).14 Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus betacoronavirus. Hasil
analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini masuk dalam subgenus yang sama dengan
coronavirus yang menyebabkan wabah Severe Acute Respiratory Illness (SARS) pada 2002-2004
silam, yaitu Sarbecovirus.15 Atas dasar ini, International Committee on Taxonomy of Viruses
mengajukan nama SARS-CoV.
Struktur genom virus ini memiliki pola seperti coronavirus pada umumnya. Sekuens
SARSCoV-2 memiliki kemiripan dengan coronavirus yang diisolasi pada kelelawar, sehingga muncul
hipotesis bahwa SARS-CoV-2 berasal dari kelelawar yang kemudian bermutasi dan menginfeksi
manusia.17 Mamalia dan burung diduga sebagai reservoir perantara.1 Pada kasus COVID-19,
trenggiling diduga sebagai reservoir perantara. Strain coronavirus pada trenggiling adalah yang mirip
genomnya dengan coronavirus kelelawar (90,5%) dan SARS-CoV-2 (91%).18 Genom SARS-CoV-2
sendiri memiliki homologi 89% terhadap coronavirus kelelawar ZXC21 dan 82% terhadap SARS-
CoV.19 Hasil pemodelan melalui komputer menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 memiliki struktur tiga
dimensi pada protein spike domain receptor-binding yang hampir identik dengan SARS-CoV. Pada
SARS-CoV, protein ini memiliki afinitas yang kuat terhadap angiotensinconverting-enzyme 2
(ACE2).20 Pada SARS-CoV-2, data in vitro mendukung kemungkinan virus mampu masuk ke dalam
sel menggunakan reseptor ACE2.17 Studi tersebut juga menemukan bahwa SARS-CoV-2 tidak
menggunakan reseptor coronavirus lainnya seperti Aminopeptidase N (APN) dan Dipeptidyl
peptidase-4 (DPP-4) ( Woelfel R dkk, 2019).
3. Tanda dan gejala
Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas, mulai dari tanpa gejala
(asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat, ARDS, sepsis, hingga syok sepsis. Gejala
klinis utama yang muncul yaitu demam >380 C,batuk dan kesulitan bernafas. Selain itu dapat disertai
dengan sesak memberat,fatifue,myalgia,gejala gastrointestinal seperti diare dan gejala saliuran napas
lain. Setengah dari pasien timbul sesak dalam satu minggu. Pada kasus berat perburukan secara cepat
dan progresif,seperti ARDS,syok septik, asidosis metabolic yang sulit dikoreksi dan perdarahan atau
disfungsi system koagulasi dalam beberapa hari. Pada beberapa pasien, gejala yang muncul
ringan,bahkan tidak disertai dengan demam. Kebanyakan pasien memiliki prognosis baik,dengan
sebagian kecil dalam kondisi kritis bahkan meninggal. Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika
terinfeksi (PDPI,2020).
a. Tidak berkomplikasi
Kondisi ini merupakan kondisi ringan. Gejala yang muncul berupa gejala yang tidak spesifik.
Gejala utama tetap muncul seperti demam, batuk, dapat disertai dengan nyeri tenggorok,kongesti
hidung,malaise,sakit kepala ,dan nyeri otot. Perlu diperhatikan bahwa pada pasien dengan lanjut
usia dan pasien immunocompromises presentasi gejala menjadi tidak khas atau atipikal. Selain
itu,pada beberapa kasus ditemui tidak disertai dengan demam dan gejala relatife ringan. Pada
kondisi ini pasien tidak memiliki gejala komplikasi diantaranya dehidrasi,sepsis atau napas
pendek.
b. Pneumona ringan
Gejala umum dapat muncul seperti demam,batuk,dan sesak. Namun tidak ada tanda pneumonia
berat. Pada anak-anak dengan pneumonia tidak berat ditandai dengan batuk atau susah bernafas.
c. Pneumonia berat. Pada pasien dewasa:
- Gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga infeksi saluran napas
- Tanda yang muncul yaitu takipnea,distress pernafasan berat atau saturasi okssigen pasien
>90% ( PDIP,2020).
4. Patofisiologi
Patogenesis SARS-CoV-2 masih belum banyak diketahui, tetapi diduga tidak jauh berbeda
dengan SARSCoV yang sudah lebih banyak diketahui.30 Pada manusia, SARS-CoV-2 terutama
menginfeksi sel-sel pada saluran napas yang melapisi alveoli. SARS-CoV-2 akan berikatan dengan
reseptor-reseptor dan membuat jalan masuk ke dalam sel. Glikoprotein yang terdapat pada envelope
spike virus akan berikatan dengan reseptor selular berupa ACE2 pada SARS-CoV-2. Di dalam sel,
SARS-CoV-2 melakukan duplikasi materi genetik dan mensintesis protein-protein yang dibutuhkan,
kemudian membentuk virion baru yang muncul di permukaan sel.
Sama dengan SARS-CoV, pada SARS-CoV-2 diduga setelah virus masuk ke dalam sel,
genom RNA virus akan dikeluarkan ke sitoplasma sel dan ditranslasikan menjadi dua poliprotein dan
protein struktural. Selanjutnya, genom virus akan mulai untuk bereplikasi. Glikoprotein pada selubung
virus yang baru terbentuk masuk ke dalam membran retikulum endoplasma atau Golgi sel. Terjadi
pembentukan nukleokapsid yang tersusun dari genom RNA dan protein nukleokapsid. Partikel virus
akan tumbuh ke dalam retikulum endoplasma dan Golgi sel. Pada tahap akhir, vesikel yang
mengandung partikel virus akan bergabung dengan membran plasma untuk melepaskan komponen
virus yang baru.
Pada SARS-CoV, Protein S dilaporkan sebagai determinan yang signifikan dalam masuknya
virus ke dalam sel pejamu.31 Telah diketahui bahwa masuknya SARS-CoV ke dalam sel dimulai
dengan fusi antara membran virus dengan plasma membran dari sel.32 Pada proses ini, protein S2’
berperan penting dalam proses pembelahan proteolitik yang memediasi terjadinya proses fusi
membran. Selain fusi membran, terdapat juga clathrindependent dan clathrin-independent endocytosis
yang memediasi masuknya SARS-CoV ke dalam sel pejamu.
Faktor virus dan pejamu memiliki peran dalam infeksi SARS-CoV.35 Efek sitopatik virus dan
kemampuannya mengalahkan respons imun menentukan keparahan infeksi.36 Disregulasi sistem imun
kemudian berperan dalam kerusakan jaringan pada infeksi SARS-CoV-2. Respons imun yang tidak
adekuat menyebabkan replikasi virus dan kerusakan jaringan. Di sisi lain, respons imun yang
berlebihan dapat menyebabkan kerusakan jaringan.
Respons imun yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 juga belum sepenuhnya dapat dipahami,
namun dapat dipelajari dari mekanisme yang ditemukan pada SARS-CoV dan MERS-CoV. Ketika
virus masuk ke dalam sel, antigen virus akan dipresentasikan ke antigen presentation cells (APC).
Presentasi antigen virus terutama bergantung pada molekul major histocompatibility complex (MHC)
kelas I. Namun, MHC kelas II juga turut berkontribusi. Presentasi antigen selanjutnya menstimulasi
respons imunitas humoral dan selular tubuh yang dimediasi oleh sel T dan sel B yang spesifik terhadap
virus. Pada respons imun humoral terbentuk IgM dan IgG terhadap SARS-CoV. IgM terhadap SAR-
CoV hilang pada akhir minggu ke-12 dan IgG dapat bertahan jangka panjang. Hasil penelitian
terhadap pasien yang telah sembuh dari SARS menujukkan setelah 4 tahun dapat ditemukan sel T
CD4+ dan CD8+ memori yang spesifik terhadap SARS-CoV, tetapi jumlahnya menurun secara
bertahap tanpa adanya antigen.
Virus memiliki mekanisme untuk menghindari respons imun pejamu. SARS-CoV dapat
menginduksi produksi vesikel membran ganda yang tidak memiliki pattern recognition receptors
(PRRs) dan bereplikasi dalam vesikel tersebut sehingga tidak dapat dikenali oleh pejamu. Jalur IFN-I
juga diinhibisi oleh SARS-CoV dan MERS-CoV. Presentasi antigen juga terhambat pada infeksi
akibat MERS-CoV
5. Penatalaksanaan Medis
Saat ini belum tersedia rekomendasi tata laksana khusus pasien COVID-19, termasuk antivirus
atau vaksin. Tata laksana yang dapat dilakukan adalah terapi simtomatik dan oksigen. Pada pasien
gagal napas dapat dilakukan ventilasi mekanik.88 National Health Commission (NHC) China telah
meneliti beberapa obat yang berpotensi mengatasi infeksi SARS-CoV-2, antara lain inter feron alfa
(IFN-α), lopinavir/ritonavir (LPV/r), ribavirin (RBV), klorokuin fosfat (CLQ/CQ), remdesvir dan
umifenovir (arbidol).88 Selain itu, juga terdapat beberapa obat antivirus lainnya yang sedang dalam uji
coba di tempat lain.
1) Terapi Etiologi/Definitif
Biarpun belum ada obat yang terbukti meyakinkan efektif melalui uji klinis, China telah membuat
rekomendasi obat untuk penangan COVID-19 dan pemberian tidak lebih dari 10 hari. Rincian
dosis dan administrasi sebagai berikut:
• IFN-alfa, 5 juta unit atau dosis ekuivalen, 2 kali/hari secara inhalasi;
• LPV/r, 200 mg/50 mg/kapsul, 2 kali 2 kapsul/hari per oral
• RBV 500 mg, 2-3 kali 500 mg/hari intravena dan dikombinasikan dengan IFN-alfa atau
LPV/r
• Klorokuin fosfat 500 mg (300 mg jika klorokuin), 2 kali/ hari per oral
• Arbidol (umifenovir), 200 mg setiap minum, 3 kali/ hari per oral. Selain China, Italia juga
sudah membuat pedoman penanganan COVID-19 berdasarkan derajat keparahan penyakit:
1. Asimtomatis, gejala ringan, berusia <70 tahun tanpa faktor risiko: observasi klinis dan
terapi suportif.
2. Gejala ringan, berusia >70 tahun dengan faktor risiko dan bergejala demam, batuk, sesak
napas, serta rontgen menunjukkan pneumonia: LPV/r 200 mg/50 mg, 2 x 2 tablet per hari;
atau Darunavir/ritonavir (DRV/r) 800 mg/100 mg, 1 x 1 tablet per hari; atau
Darunavir/cobicistat 800 mg/150 mg, 1 x 1 tablet per hari; DAN klorokuin fosfat 2 x 500
mg/hari atau hidroksiklorokuin (HCQ) 2 x 200 mg/hari. Terapi diberikan selama 5-20 hari
berdasarkan perubahan klinis. 3. Pada kasus membutuhkan terapi oksigen atau perburuk
secara cepat, terapi poin 2 dihentikan dan diganti remdesivir (RDV) 200 mg (hari 1)
dilanjutkan 100 mg (hari 2-10) dan klorokuin 2 x 500 mg/hari atau HCQ 200 mg, 2 kali
perhari. Obat selama 5-20 hari berdasarkan perubahan klinis.
2) Serial foto thorax untuk menilai perkembangan penyakit
3) Suplementasi oksigen
Pemberian terapi oksigen segera kepada pasien dengan distress napas, hipoksemia atau syok. Terapi
oksigen pertama sekitar 5L/menit dengan target SpO2 ≥90% pada pasien tidak hamil dan ≥92-95%
pada pasien hamil.
4) Terapi cairan
Terapi cairan konservatif diberikan jika tidak ada bukti syok pasien dengan SARI harus
diperhatikan dalam terapi cairannya, karena jika pemberian cairan terlalu agresif dapat
memperberat kondisi distress napas atau oksigenasi.
5) pemberian antibiotic empiris
6) Terapi simtomatik
Terapi simtomatik diberikan seperti antipiretik, obat batuk dan lainnya jika memang diperlukan.
7) Pemberian kortikosteroid sistematik tidak rutin diberikan pada tatalaksana pneumonia atau ARDS
selain ada indikasi lain.
DAFTAR PUSTAKA
swa wa BB : 58 kg mmHg
N : 86 x/mnt
S : 36,6°C
P : 20 x/mnt
4 Sdr M Anak 13 th L Jawa SMP SMP TB : 150cm TD : 110/80
BB : 38 kg N : 87 x
S : 36,5°C
5 Sdri H Anak 7 th P Jawa TK TK TB : - TD: -
BB : 20 kg N : 89 x/mnt
S: 36,6°C
LANJUTAN
N Nama Penampilan Umum Status Kesehatan Riwayat Penyakit/ Alergi Analisis Masalah Kesehatan
o Saat ini INDIVIDU
1 Tn. S Baik Pasien mengatakan memiliki Bronkhitis Tidak ada
riwayat penyakit bronchitis sejak
bekerja di salah satu PT. pasien
mengatakan sering batuk dan
sedikit sesak.
2 Ny. B Baik Baik - Tidak ada
3 Sdr F Baik Baik - Tidak ada
4 Sdr M Baik Baik - Tidak ada
5 Sdr H Baik Baik - Tidak ada
1) Adakah perhatian keluarga kepada anggotanya yang menderita sakit: Ada bagi keluarga kesehatan semua anggota keluarga sangat penting dan keluarga
berusaha hidup sehat.
2) Apakah keluarga mengetahui masalah kesehatan yang dialami anggota dalam keluarganya : Ya Dalam satu keluarga jika mendapati masalah kesehatan
selalu diceritakan kepada anggota keluarganya yang lain
3) Apakah keluarga mengetahui penyebab masalah kesehatan yang dialami anggota dalam keluarganya: tidak
4) Apakah keluarga mengetahui tanda dan gejala masalah kesehatan yang dialami anggota dalam keluarganya : tidak keluarga tidak mengetahui tanda
gejalaa yang di rasakan namun belum secara spesifik
5) Apakah keluarga mengetahui akibat masalah kesehatan yang dialami anggota dalam keluarganya bila tidak diobati/dirawat : tidak
6) Pada siapa keluarga biasa menggali informasi tentang masalah kesehatan yang dialami anggota keluarganya: Tenaga kesehatan, yaitu dokter.
7) Keyakinan keluarga tentang masalah kesehatan yang dialami anggota keluarganya: Perlu berobat ke fasilitas yankes
8) Apakah keluarga melakukan upaya peningkatan kesehatan yang dialami anggota keluarganya secara aktif :
Ya ,jelaskan keluarga berupaya untuk selalu sehat dengan mengkonsumsi makanan yang sehat
9) Apakah keluarga mengetahui kebutuhan pengobatan masalah kesehatan yang dialami yang dialami anggota keluarganya :
Ya jika salah satu keluarga sakit keluarga yang lain memberikan perhatian dan merawatnya .
10) Apakah keluarga dapat melakukan cara merawat anggota keluarga dengan masalah kesehatan yang dialaminya:
Ya keluarga telah melakukan terapi dengan menggunakan daun seledri namun tidak rutin .
11) Apakah keluarga dapat melakukan pencegahan masalah kesehatan yang dialami anggota keluarganya:
tidak, keluarga tidak mampu melkukan upaya pencegahan namun keluarga tidak sempat mencegah dikarenakan belum ada kesadaran diri
12) Apakah keluarga mampu memelihara atau memodifikasi lingkungan yang mendukung kesehatan anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan :
Ya, Keluarga mencegah dengan membersihkan rumah secara rutin
13) Apakah keluarga mampu menggali dan memanfaatkan sumber di masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan anggota keluarganya :
Ya untuk konsultasi masalah kesehatan yang di alami dalam keluarga
KRITERIA KEMANDIRIAN KELUARGA :
Kunjungan Pertama (K-1) : Perkenalan antara Kunjungan Kedua (K-3) : Perawat menanyakan
perawat dengan keluarga, membina hubungan saling kabar dan kondisi pasien saat ini, lalu bertanya
percaya, menggali mengenai masalah yang ada di tentang tanda dan gejala pada penyakit Bronkhitis
keluarga, melakukan pengkajian masalah yang ada di dan dampak penyakit terhadap wabah penyakit
keluarga, menggali pemahaman keluarga tentang covid-19. Pasien memahami penjelasan apa yang
penyakit yang diderita, mampu mengenal tanda dan sudah dibrikan. Lalu di hari ini akan mengajarkan
gejala bronchitis serta melakukan pengukuran tanda- dan diedukasi pasien untuk memakai sarung tangan
tanda vital. dan masker pada saat berada diluar rumah.
Lampiran
2. DATA PENGKAJIAN INDIVIDU YANG SAKIT
Respon pasca trauma ..... Kegiatan sosial sehari-hari : Telinga kotor Menyisir Rambut : Mandiri/
- - - -
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko infeksi
2. Ketidakefektifan manajemen keluarga pada Tn. S
( Dengan skor dengan skor 4 2/3)
MENGETAHUI :
Nama Koordinator Tanggal/ Tandatangan
PERENCANAAN KEPERAWATAN
1.
Diagnosa Ttd
Waktu Implementasi Evaluasi
Keperawatan Perawat
O : TD : 125/80 mmHg
N : 80 x
S : 36,3° C
P : 20 x/mnt
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1) Monitor TTV
2) Ajarkan pasien dan keluarga
mengenal tanda dan gejala
infeksi
3) Menganjurkan Tn. S dan
keluarga untuk mengatur pola
istirahat
11 Juni Resiko infeksi 1) Mengajarkan pasien dan S : Pasien mengatakan bersedia
2020 keluarga mengenal tanda diajarkan mengenal tanda dan
Jam dan gejala infeksi gejala infeksi
10:00 O : Pasien terlihat kooperatif
WIB A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1) Monitor TTV
2) Anjurkan pasien dan
keluarga untuk
meningkatkan intake
nutrisi yang tepat
3) Anjurkan asupan cairan
yang tepat
1. Memonitor TTV.
Ketidakefektifan 2. Menganjurkan pada Tn. S S : Tn. S mengatakan bersedia untuk
Manajemen dan keluarga untuk mengatur pola tidurnya.
Kesehatan mengaturpola istirahat O : Ny. M tampak kooperatif, TD :
128/80 mmHg, N : 80 x/mnt,
RR : 22 x/mnt, S : 36,70C.
A :Masalah teratasi sebagian.
P :Lanjutkan intervensi.
- Monitor TTV
- Anjurkan kepada Tn. S dan
keluarga untuk
memperhatikan diit yang
dibutuhkan.