Anda di halaman 1dari 3

Perlindungan profesionalisme guru dari jerat pilkada

Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) merupakan momok yang mulai


menakutkan untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) termasuk guru. Mereka dipaksa
memposisikan diri bahkan tidak boleh abu-abu dengan merahasiakan pilihannya.
Selalu saja banyak mata-mata politik yang bertugas mengawasi guru. Apalagi jika
petahana ikut bertarung, maka dipastikan posisi guru semakin terjepit.
Sebenarnya dalam pandangan negara manapun, guru merupakan penentu
kelanjutan masa depan bangsa. Bagaimana tidak?, guru adalah pendidik karakter
peserta didik yang kelak akan semakin dewasa dan memegang tongkat estafet
kelanjutan bangsa ini. Namun, di beberapa tempat di negara ini sangat miris, guru
bukan hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bahkan juga dipaksa untuk
melanggengkan kekuasaan.
Penguasa dalam lingkup birokrasi belum sepenuhnya menyediakan wadah
untuk guru maupun kepala sekolah dalam berinovasi meningkatkan kompetensinya.
Beberapa guru dan kepala sekolah malah masih sibuk melayani permintaan para
birokrat karena takut dimutasi ke daerah terpencil atau diturunkan dari jabatannya
sebagai kepala sekolah. Ketakutan inilah yang menyebabkan kualitas pendidikan
masih jauh dari harapan.
Kekuasaan birokrasi yang semena-mena ditunjukkan dengan pelaksanaan
mutasi guru ke daerah terpencil dengan tujuan memberi efek jera kepada mereka
yang tidak memilih sang pemenang pilkada. Salah satu teman sejawat yang
mengajar di Sekolah Dasar pernah mengalami hal tersebut karena suaminya yang
notabene bukan ASN ikut duduk mendengarkan kampanye dialogis salah satu calon.
Mutasi juga dialami teman sejawat guru SMP, beliau yang awalnya ditugaskan di
daerah terpencil yang kekurangan guru, malah dipindahkan ke sekolah di ibukota
kabupaten yang sudah padat gurunya. Akibatnya beliau kesulitan mendapatkan jam
mengajar untuk memenuhi syarat sertifikasi. Inilah potret buruk birokrasi yang tidak
mengindahkan kebutuhan sekolah namun mengatasnamakan politik balas budi.
Seharusnya promosi yang dilakukan baik itu mutasi maupun pelantikan
jabatan kepala sekolah dan pengawas didasarkan atas profesinalisme guru.
Sehingga pemerintah mampu menghasilkan lembaga pendidikan yang berkualitas.
Dengan begitu, harkat dan martabat guru benar-benar dijunjung tinggi tanpa
terbebani dengan tuntutan politik kekuasaan yang buruk. Sudah sangat jelas bahwa
Undang-Undang maupun pemerintah pusat jelas telah mendudukkan guru pada
posisi yang harus dilindungi keamanan, kenyamanan, maupun kesejahteraan dalam
melaksanakan tugasnya. Aturan yang melindungi profesi guru adalah sebagai
berikut.
1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
2) Undang-undang No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
3) Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru, dan
4) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2017 tentang
Perlindungan Bagi Pendidik dan Tenaga Pendidikan.
Guru harus memahami peraturan di atas dimanapun dia bertugas, baik
sebagai guru PNS maupun honorer. Semua guru memiliki hak dan kewajiban yang
harus dihargai dan diperlakukan sebaik-baiknya oleh pemerintah dan masyarakat
luas. Hanya saja, sayangnya guru tidak mengetahui kemana harus mengadukan
permasalahan yang menimpanya. Jika mengenai permasalahan hukum, jelas bahwa
kepolisian adalah tempat mengadu, namun dalam hal perlindungan profesi,
sejujurnya guru masih mengalami kesulitan. Organisasi profesi yang ada belum
mampu menyuarakan kebebasan guru dari tekanan politik. Kami sebagai guru
berharap dibentuk Tim Perlindungan Guru (TPG) di daerah yang anggotanya terdiri
dari unsur birokrasi, Kepolisian, Kejaksaan, pemerhati pendidikan, dan masyarakat.
Setidaknya ada pendampingan agar guru mengetahui tindakan yang harus
dilakukannya ketika menemui permasalahan yang menyangkut proses hukum,
perlindungan profesi, perlindungan hak kekayaan intelektual, dan kesehatan serta
keselamatannya dalam bekerja.
Oleh karena itu tidak salah jika guru merindukan suatu kesatuan yang
melindungi seluruh guru di Indonesia seperti profesi lainnya yang memiliki satu
payung perindungan. Sudah selayaknya negara ini menempatkan guru sebagai
pembangun insan cendekia yang dihormati sebagaimana tercantum dalam lagu
hymne guru. Hingga kami tak perlu merasakan ketidaknyamanan dan tertekan
akibat pelaksanaan pilkada yang harus kami alami minimal 1 kali dalam 5 tahun.
Mari tingkatkan profesionalisme dan kenyamanan guru demi mewujudkan Indonesia
Emas Tahun 2045.

Anda mungkin juga menyukai