SIKAP NEGARA-NEGARA DUNIA TERHADAP MONOPOLI DAN PUTS (berdasarkan sistem ekonomi)
Sistem ekonomi adalah suatu cara yang digunakan oleh setiap negara, untuk mengatur segala aktivitas
ekonomi di negaranya, berdasarkan prinsip yang dianut oleh negara tersebut. Sistem ekonomi yang diberlakukan
di suatu negara biasanya mencerminkan serta berdasarkan gaya pemerintahan maupun sejarah yang telah
dialami oleh suatu negara. Sistem ekonomi yang digunakan bertujuan untuk mencapai kemakmuran dan
kesejahteraan bagi masyarakat pada negara tersebut. Terdapat 4 sistem ekonomi yang dianut oleh negara-negara
di dunia yang akan dijelaskan sebagai berikut:
Keuntungan dijalankannya sistem ekonomi komando/sosialis adalah pengawasan ekonomi akan lebih
mudah dilakukan oleh pemerintah dan tidak ada kesenjangan ekonomi karena pemerintah memiliki tanggung
jawab penuh dalam perekonomian.
Kekurangan sistem ekonomi sosialis yaitu tidak adanya persaingan antar masyarakat untuk mencapai
suatu kemajuan karena prinsip sama rata dan sama rasa karena sepenuhnya di monopoli oleh pemerintah.
Sistem Ekonomi Liberal
Sistem ekonomi liberal berbanding terbalik dengan system ekonomi komando/terpusat. Sistem ini memberikan
kebebasan sepenuhnya pada rakyatnya dalam menjalankan ekonomi demi mendapatkan keuntungan. Negara
yang menganut system ekoomi ini sangat menjunjung tinggi hak kepemilikan pribadi karena setiap keputusan yang
diambil juga ditentukan oleh masing-masing individu. Dengan kata lain, sistem ekonomi ini juga disebut sebagai
sistem ekonomi kapitalis memiliki peran piha swasta yang sangat tinggi dalam bagian produksi hingga distribusi
barang maupun jasa. Amerika Serikat, Perancis, Jepang, Jerman, dan Inggris merupakan beberapa contoh negara
yang menganut system ekonomi ini dengan pemerintah sebagai pembuat aturan atau kebijakan (regulator) serta
pengawas kegiatan ekonomi.
UU No. 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian. ____ Pasal 7 Ayat (2) Dan (3), Pasal 9 Ayat (2)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. __________ Pasal 382 bis.
UU Perseroan Terbatas No. 1 Tahun 1995 ______ Pasal 104 Ayat (1)
Kekacauan terus terjadi dan pucaknya adalah ketika terjadi krisis ekonomi tahu 1997-1889 (krisis moneter)
yang berdampak pada semua kalangan ekonomi dalam masyarakat, meruntuhkan nilai rupiah, hingga
membangkrutkan negara. Menganggapi hal ini, dibentuklah UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara RI No. 33 Tahun 1999) yang merupakan salah
satu bentuk reformasi ekonomi yang disyaratkan (dan didesak) oleh International Monetary Fund untuk bersedia
membantu Indonesia keluar dari krisis ekonomi.
UU No. 5 tahun 1999 ini berlaku efektif per tanggal 5 Maret 2000, dengan dibentuk sebuah pengawas bernama
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sesuai dengan pasal 30 UU No. 5 tahun 1999 ini. Hingga saat ini,
adanya maupun
Contoh dari Anti-Monopoli
Anti-trust merupakan kebijakan pemerintah untuk menangani monopoli. Undang-undang anti-trust yang
diterapkan bertujuan untuk menghentikan penyalahgunaan kekuatan pasar oleh perusahaan-perusahaan besar
dan (terkadang) untuk mencegah merger maupun akuisisi perusahaan yang akan menciptakan atau memperkuat
monopoli. Terdapat perbedaan besar dari kebijakan anti-trust yang baik dalam negara dan antar negara. Hal ini
telah mencerminkan ide yang berbeda tentang apa yang merupakan monopoli dan, di mana ada satu, macam
perilaku yang kasar.
Di Amerika Serikat, kebijakan monopoli telah dibangun di Sherman Act Anti-trust 1890. Kontrak atau
konspirasi ini dilarang karena menghambat perdagangan atau, dalam kata-kata tindakan selanjutnya, untuk
memonopoli perdagangan. Di Inggris, kebijakan anti-trust sudah dinilai sesuai dengan pembuat keputusan dalam
kepentingan publik. Pada pendekatan ini relatif terbuka terhadap merger dan akuisisi.
Dominasi merupakan sebuah paham politik untuk melakukan penaklukan atau penguasaan. Dalam hal ini
memungkinkan terjadi melalui eksploitasi terhadap agama, ideologi, kebudayaan, dan wilayah. Jadi dominasi itu
dimana yang kuat dapat mempengaruhi atau lebih berkuasa dari pada pihak yang lebih lemah, seperti dapatnya
informasi dan tempat yang lebih cepat dan bagus dari pada yang lain. Ini juga bisa dapat dilakukan di pasar untuk
memonopoli harga pasar dan jalur jalannya barang di pasar.
Monopoli adalah suatu penguasaan pasar yang dilakukan oleh seseorang atau perusahaan atau badan untuk
menguasai penawaran pasar yang ditujukan kepada para pelanggannya. Jadi monopoli itu adalah dimana suatu
penguasa pasar mengatur harga-harga barang yang ada di pasar kepada pelanggan mau itu barang ataupun jasa,
orang-orang pun terpaksa membeli karena tidak ada di tempat lain. Monopoli ini dapat terjadi jika barang atau jasa
teresebut hanya memiliki 1 penjual, maka dia dapat mengatur harga barang tersebut sesukanya.
Anti Monopoli adalah sesuatu yang memberi monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku atau penjual dari barang dan atau jasa tersebut.
Jadi Anti Monopoli itu seperti atasan ataupun yang mengatur para monopolis atau suatu barang yang hanya
mempunyai 1 penjual agar orang tersebut tidak dapat memonopoli pasar dengan sesuka hati memberi harga ke
barang dan atau jasa yang dia beri.
ASAS
Adanya asas berfungsi sebagai dasar filosofis penyelenggaraan larangan praktik serta peraturan hukum
yang berlaku. Pada Pasal 2 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 yang berbunyi, “Pelaku usaha di Indonesia
dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan
antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.” tertera dengan jelas bahwa asas dari larangan ini
adalah “demokrasi ekonomi” dengan memperhatikan keseimbangan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Demokrasi Ekonomi yang dimaksud merujuk pada pengaturan dalam Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka
Demokrasi Ekonomi, antara lain:
a) Dalam pelaksanaan demokrasi ekonomi, tidak boleh dan harus ditiadakan terjadinya penumpukan aset
dan pemusatan kekuatan ekonomi pada seorang, sekelompok orang atau perusahaan yang
tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan pemerataan.
b) Pengusaha ekonomi lemah harus diberi prioritas, dan dibantu dalam mengembangkan usaha serta
segala kepentingan ekonominya, agar dapat mandiri terutama dalam pemanfaatan sumber daya alam
dan akses kepada sumber dana.
c) Usaha kecil, menengah dan koperasi sebagai pilar utama ekonomi nasional harus memperoleh
kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud
keperpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa mengabaikan peranan usaha
besar dan Badan Usaha Milik Negara.
d) Usaha besar dan Badan Usaha Milik Negara mempunyai hak untuk berusaha dan mengelola sumber
daya alam dengan cara yang sehat dan bermitra dengan pengusaha kecil, menengah dan koperasi.
TUJUAN
Pasal 3
Tujuan pembentukan undang-undang ini adalah untuk:
a. menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;
b. mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga
menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha
menengah, dan pelaku usaha kecil;
c. mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha;
dan
d. terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
PERJANJIAN YANG DILARANG
Dalam UU No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
pada Bab III pasal 4 hingga 16 dituliskan sembilan perjanjian yang dilarang dilakukan oleh pengusaha di Indonesia
Oligopoli
Oligopoli merupakan keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga
mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar. Dalam Undang-Undang, perjanjian berupa
oligopoli dilarang pada pasal 4 ayat (1) dan (2) yang berbunyi:
(1) “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama
melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. ”
(2) “Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan
atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga)
pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa
pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. ”
Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain :
a. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang
harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama
b. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga
yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama
c. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar
d. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa
tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah
daripada harga yang telah dijanjikan.
Dalam Undang-Undang, penetapan harga diatur pada pasal 5 hingga 8 yang berbunyi:
5 “(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga
atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar
bersangkutan yang sama. ”
“(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi:
a) suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau
b) b.suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.”
6 “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar
dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa
yang sama. ”
7 “ Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di
bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. ”
8 “ Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa
penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang
diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. ”
Pembagian Wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi
wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa. Dalam Undang-Undang, pembagian
wilayah diatur pada pasal 9 yang berbunyi:
“ Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi
wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. ”
Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi
pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun luar negeri.
Dalam Undang-Undang, pemboikotan dilarang dan diatur pada pasal 10 ayat (1) dan (2) yang berbunyi:
(1) “ Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang dapat menghalangi
pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar
luar negeri. ”
(2) “ Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya, untuk menolak menjual
setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut:
a) merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain; atau
b) membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang dan atau jasa dari pasar
bersangkutan. ”
Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk
mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa. Dalam
Undang-Undang, kartel diatur pada pasal 11 yang berbunyi:
“ Pelakuusaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk
mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. ”
Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama
dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan
mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk
mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa. Dalam Undang-Undang trust diatur pada
pasal 12 yang berbunyi:
“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan
membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan
mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan
untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. ”
Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli
tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas. Dalam Undang-Undang oligopsoni dilarang dan
diatur pada pasal 13 ayat (1) dan (2) yang berbunyi:
(1) “ Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara
bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas
barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat. ”
(2) “ Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan
pasokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok
pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau
jasa tertentu. ”
Integrasi Vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai
produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana
setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung
maupun tidak langsung. Dalam Undang-Undang interaksi vertikal dilarang dan diatur pada pasal 14 yang berbunyi:
“ Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi
sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap
rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung
maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan
masyarakat. ”
Perjanjian Tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa
pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau
jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu. Dalam Undang-Undang perjanjian tertutup
dilarang dan diatur pada pasal 15 ayat (1), (2), dan (3) yang berbunyi:
(1) “ Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa
pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang
dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu. ”
(2) “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang
menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku
usaha pemasok. ”
(3) “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan
atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari
pelaku usaha pemasok:
a) harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; atau
b) tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang
menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.”
Hal-hal di atas ditakutkan terjadi karena diperkirakan akan menimbulkan akibat yang tertera pada ayat (2) yaitu:
a. pembatasan produksi
b. meningkatkan harga
c. transfer surplus konsumen ke produsen
d. potensi untuk disalahgunakan
e. potensi untuk memperoleh laba supernormal
f. laba supernormal mendorong upaya memperoleh monopoli power yang dapat menimbulkan pemborosan
Fungsi mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usaha agar tidak
melakukan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
Tujuan untuk mewujudkan keadilan dalam masyarakat sehingga tidak terjadi pemusatan
kekuasaan atas satu atau beberapa pelaku usaha.
(sejalan dengan konsep demokrasi ekonomi atau ekonomi kerakyatan)
Mekanisme Kerja
1. Tahap Pengumpulan Indikasi
pembacaan dan penyerahan laporan dugaan pelanggaran oleh investigator
Pengumpulan (kasus dapat bermula dari laporan masyarakat /biasanya pelaku usaha
Indikasi
pesaing yang dirugikan/ atau berdasarkan pengamatan KPPU sendiri.)
M A N A J E M E N 2 0 1 9
Felia Irene Gunawan 01011190073
Maria Felita Amanda 01011190068
Maria Karin Adriel 01011190076
Nicolas Daud Eleazer Gultom 01011190087
Shella Egita 01011190091