Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

PEREMPUAN 26 TAHUN G1P0A0 HAMIL 38 MINGGU


DENGAN IUFD

Oleh:
Hanugroho, dr.

Pembimbing:
Iwan Sntoso, dr.
Dina Retnaningtyas, dr.

PROGRAM INTERNSHIP DOKER INDONESIA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2020
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. I
Umur : 26 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Semawung Kembaran, Kutoarjo
Status : Menikah
Suku : Jawa
Tgl. Masuk : 9 Maret 2020
Pekerjaan : Swasta

II. ANAMNESIS
 Keluhan utama :
Kenceng-kenceng sejak sejak pagi
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan kenceng-kenceng sejak pagi hari.
Keluhan dirasakan hilang timbul. Pasien juga mengatakan sempet keluar
lendir darah satu kali sebelum datang ke IGD RSPK. Pasien mengatakan
sudah sejak 10 hari sejak suaminya kembali ke Bandung gerakan janinnya
dirasakan berkurang daripada sebelumnya. Kemudian sekitar 2 harian
sudah tidak merasakan gerakan janinnya lagi. Di RSPK dilakukan USG
kembali untuk memastikan keadaan janin.
Pasien sebelumnya Kontrol ke Puskesmas namun dirujuk ke RSPK
karena didapatkan proteinuria +2 dan bayi besar. Di RSPK dilakukan
pengecekan ulang namun protein normal dan kadar gula darah normal.
Selain kontrol di RSPK pasien juga memeriksakan ke Bidan untuk
mengetahui denyut jantung janin, terakhir ke Bidan 2 hari SMRS
didapatkan hasil denyut jantung janin normal. Menurut keluarga, dalam

2
keluarga pihak laki-laki dan perempuan memiliki riwayat kehamilan
dengan bayi besar.
 Riwayat haid :
Menarche usia 12 tahun, siklus 28 hari, lama ± 7 hari teratur, banyaknya 2-
3 pembalut perhari, tidak pernah merasakan nyeri yang hebat selama haid.
HPHT : 18 Juni 2019
HPL : 25 Maret 2020
 Riwayat pernikahan :
Menikah 1x, sudah 1 tahun
 Riwayat obstetri :
Anak I Hamil ini

 Riwayat KB :
Pasien tidak pernah menggunakan kontrasepsi.
 Riwayat Antenatal :
Pemeriksaan selama kehamilan (ANC) rutin kira-kira satu kali per bulan
dilakukan di Puskesmas dan kemudian di rujuk ke RSPK, terakhir
diperiksa tanggal 26 Februari 2020 di RSPK dan bidan 7 Maret 2020 di
Bidan
 Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat penyakit asma : disangkal
- Riwayat penyakit hipertensi : disangkal
- Riwayat penyakit diabetes mellitus : disangkal
- Riwayat penyakit jantung : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat operasi diabdomen : disangkal
- Riwayat penggunaan obat-obatan dan jamu : disangkal
- Riwayat memelihara hewan peliharaan : disangkal
 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit jantung : disangkal
- Riwayat diabetes mellitus : disangkal

3
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat Asma : disangkal
- Riwayat Alergi : disangkal
 Riwayat Sosial Ekonomi
- Pasien bekerja di swasta tinggal bersama orang tuanya dan suami
bekerja di Bandung sebagai teknisi
- Kesan ekonomi : cukup
 Riwayat Pribadi
- Merokok : disangkal
- Minum Alkohol : disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 Vital sign :
- TD : 120/80 mmHg
- Nadi : 90x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
- RR : 20 x / menit
- Suhu : 36,60C
 Status internus :
- Kepala
Kesan mesocephal
- Mata
Konjunctiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex cahaya
(+/+), pupil bulat isokor (2 mm / 2 mm).
- Telinga
Normotia, discharge (-/-), massa (-/-)
- Hidung
Simetris, napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-),septum di
tengah, concha hiperemis (-/-).
- Mulut
Sianosis (-), bibir pucat (-), lidah kotor (-), karies gigi (-), faring
hiperemis (-), tonsil (T1/T1).

4
- Leher
Pembesaran kelenjar thyroid (-), kelenjar getah bening membesar (-)
- Thoraks :
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis
sinistra
Perkusi : Konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : Normal, tidak ada suara tambahan
Pulmo :
Inspeksi : Simetris, statis, dinamis, retraksi (-/-)
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+, suara tambahan -/-
- Abdomen :
Inspeksi : Permukaan datar, striae gravidarum (+),linea nigra
(-), warna sama seperti kulit di sekitar,bekas SC (-),
Auskultasi : Bising usus 10x / menit, bruit hepar (-), bruit aorta
abdominalis(-), bruit A.Renalis dextra (-), burit
A.Renalis sinistra(-), bruit A.Iliaca dextra (-), burit
A.iliaca sinistra (-).
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen,pekak sisi (+)
normal,pekak alih (-), nyeri ketok CVA (-).
Palpasi : Nyeri tekan (-),hepar tidak teraba, lien tidak
teraba, ginjal tidak teraba.
- Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Varises -/- -/-
Oedem -/- -/-
Capillary Refill < 2 detik/<2 detik <2 detik/2 detik

5
 Pemeriksaan obstetrikus :
- Inspeksi :
 Perut membuncit (+), striae gravidarum (+)
 Terdapat lendir darah di celana dalam
- Pemeriksaan luar :
 Tinggi Fundus Uteri : 38 cm
 HIS (+) jarang
 DJJ : (-) tidak terdengar via dopler
 Palpasi :
 Leopold 1 : teraba bulat, lunak
 Leopold 2 : kiri: teraba bagian rata, keras seperti papan; kanan :
teraba bagian kecil-kecil
 Leopold 3 : teraba bagian bulat, keras
 Leopold 4 : bagian terbawah janin belum masuk pintu atas
panggul,konvergen
- Pemeriksaan Dalam
VT : Ø 1 cm, letak memanjang Preskep H1
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Hematologi (9/3/2020)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


HEMATOLOGI Darah Rutin
Hb 11.5 11.5-16.6 g/dL
Leukosit 9.6 4-11 Ribu
Eritrosit 4.03 3.5-5 Juta
Hematokrit 34.4 37-47 %
MCV 83.9 82-92 Mikro m3
MCH 28.3 27-31 Pg
MCHC 33.8 32-37 g/dL
RDW 12,2 11.5-14.5 %
Trombosit 246 150-400 Ribu
PDW 15.8 9.0-13.0 %
Limfosit 14.8 20-40 %
Monosit 4.2 2-8 %
Eosinophil 1.8 1-3 %
Neutrofil 79.1 50-70 %
HbsAg Non reaktif

USG (9/3/2020):

6
Kesan : Tampak janin tunggal, intra uterin, presenatasi kepala,
gerakan janin (-) IUFD
V. DIAGNOSIS
G1P0A0, 26 tahun, Hamil 38 minggu dengan IUFD
VI. PENATALAKSANAAN
Pro SC elektif
Transet RL 20 tpm
Puasa
VII.PROGNOSIS
Quo ad Vitam : ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam

VIII. FOLLOW UP
Tanggal / jam Perjalanan penyakit Pengobatan
Senin 9 Maret S :Telah lahir bayi laki-laki melalui sectio - Infus RL 20
2020 caesarian . BB 4870 g, PB 56 cm,anus tpm

(+) LK 38 LD 39 - Inj. Ketorolac

O : Kulit mengeluas, lepuh-lepuh pecah dan 3x30 mg

mewarnai air ke katuban menjadi merah - Inj. Ceftriakson

(maserasi grade II), bentuk kepala utuh 1x2gr

dengan oedem - Bila Hb < 8,


Transfusi
- Awasi KUVS
Selasa 10 S : nyeri didaerah bekas operasi, keluar darah - Infus RL 20
Maret 2020 sedikit dari jalan lahir, demam (-), flatus tpm
(+) sejak tadi pagi. Perut dirasakan tidak - Inj. Ketorolac
nyaman 3x30 mg
O : KU : t.s.s, composmentis - Inj. Ceftriakson
TV : TD : 120/70 mmHg 1x2gr
Nadi : 80 x/mnt - Acitral 3xC1
RR : 18 x/mnt - Awasi KUVS
Suhu : 36.80C
Mata : conj. palpebra anemis -/-
Thorax : cor/pulmo dbn

7
Abdomen : supel, BU (+) normal, luka
daerah operasi : nyeri tekan
(-), pus (-), darah (-)
Ekstremitas: edema (-) CRT <2”
Pemeriksaan Obstetri :
TFU : 2 jari di bawah pusat
Mammae : ASI +/+
Genital : ppv (+), sedikit
A : P1A0 post sectio caesarean H1 IUFD
Rabu 11 Maret S : Nyeri di daerah operasi sudah berkurang, - Infus RL 20
2020 payudara bengkak dan nyeri, demam (-), tpm
ppv (+), belum bisa BAB, BAK normal. - Inj. Ketorolac
Perut tidk nyaman 3x30 mg
O : KU : t.s.s, composmentis - Inj. Ceftriakson
TV : TD : 120/80 mmHg 1x2gr
Nadi : 80 x/mnt - Acitral 3xC1
RR : 20 x/mnt - Awasi KUVS
0
Suhu : 36,5 C Mobilisasi jalan
Mata : conj. palpebra anemis -/- - Diet tinggi kalori &
Thorax : cor/pulmo dbn protein
Abdomen : supel, BU (+) normal, luka
bekas operasi : nyeri tekan (-), pus (-),
darah (-)
Ekstremitas: edema (-) CRT <2”
Pemeriksaan Obstetri :
TFU : 2 jari di bawah pusat
Mammae : ASI +/+
Genital : ppv (+)
A: P1A0 post sectio caesarian H2 IUFD
Kamis 12 S : Nyeri di daerah operasi sudah berkurang, - BLPL
Maret 2020 nyeri payudara berkurang, demam (-), - Asam
ppv (+) Mefenamat
O : KU : baik, compos mentis 3x500mg
TV : TD : 120/80 mmHg - Cefadroxil
Nadi : 80 x/mnt 3x500mg
RR : 20 x/mnt

8
Suhu : 36,50C
Mata : conj. palpebra anemis -/-
Thorax : cor/pulmo dbn
Abdomen : supel, BU (+) normal, luka
bekas operasi : nyeri tekan (-), pus (-),
darah (-), luka op kering
Ekstremitas: edema (-) CRT <2”
Pemeriksaan Obstetri :
TFU : 2 jari di bawah pusat
Mammae : ASI +/+
Genital : ppv (+)
A: P1A0 post sectio caesarian H3 IUFD

BAB II
PEMBAHASAN KASUS

A. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 – International
Statistical Classification of Disease and Related Health Problems adalah
kematian fetal atau janin pada usia gestasional ≥ 22 minggu.2.

9
WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist
(1995) menyatakan Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) ialah janin yang
mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian
janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. 2,3
The US National Center for Health Statistics menyatakan bahwa
Intrauterine fetal death adalah kematian pada fetus dengan berat badan
350 gram atau lebih dengan usia kehamilan 20 minggu atau lebih.
Menurut United States National Center for Health Statistic, kematian
janin atau fetal death dibagi menjadi1,2,3 :
1. Early Fetal Death : kematian janin yang terjadi pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu.
2. Intermediate Fetal Death: kematian janin yang berlangsung antara
usia kehamilan 20-27 minggu.
3. Late Fetal Death : kematian janin yang berlangsung pada usia
lebih dari 28 minggu.
2.2 ETIOLOGI

Pengetahuan akan etiologi stillbirth menjadi penting untuk mencapai


penurunan angka mortalitas perinatal. Pemahaman kausa IUFD yang lebih
baik sangat dibutuhkan untuk perencanaan kesehatan yang adekuat dan
penentuan prioritas dalam kesehatan perinatal. 2

10
Persentase penyebab IUFD.6
Faktor Maternal( 5-10%)3,7
 Kehamilan post-term (≥ 42 minggu).
 Diabetes Mellitus tidak terkontrol
 Systemic lupus erythematosus
 Infeksi
 Hipertensi
 Pre-eklampsia
 Eklampsia
 Hemoglobinopati
 Penyakit rhesus
 Ruptura uteri
 Antiphospholipid sindrom
 Hipotensi akut ibu
 Kematian ibu
 Umur ibu tua
 Hipoksia, Asidosis
 Antibodi fosfolipid
Faktor fetal( 25 – 40 % )
 Kehamilan ganda
 Intrauterine growth restriction (Perkembangan Janin Terhambat)
 Kelainan kongenital

11
 Anomali kromosom
 Infeksi (Parvovirus B-19, CMV, listeria)
 Defek kelahiran non-kromosom
 Non – imun hidrops
Faktor Idiopatik( 25 – 35 % )
Faktor Plasenta( 25- 35%)
 Cord accident (kelainan tali pusat)
 Abruptio Plasenta (lepasnya plasenta)
 Insufisiensi plasenta
 Ketuban pecah dini
 Vasa previa, Chorioamnionitis
 Perdarahan
 Feto-maternal

Sebagian besar informasi kausa yang mendasari terjadinya IUFD


diperoleh dari audit perinatal. Beberapa studi melaporkan kausa spesifik
IUFD sebagai berikut :
1. Intrauterine Growth Restriction (IUGR)
Hubungan berat badan kelahiran rendah dan kematian perinatal
juga telah ditegaskan. Janin IUFD juga rata-rata memiliki berat badan
yang kurang dibanding janin normal pada tingkat usia gestasional yang
sama. Hal ini disebabkan karena proses restriksi pertumbuhan yang
mungkin berbagi kausa yang sama dengan insufisiensi plasenta. 2
IUGR adalah penyebab penting IUFD. IUGR diketahui
berhubungan dengan kehamilan multipel, malformasi kongenital,
kelainan kromosom fetal dan preeklampsia. Dalam studi Gardosi dkk,
dilaporkan bahwa 41% kasus IUFD adalah janin yang kecil untuk usia
gestasional dan kelompok ini juga sangat berisiko memicu terjadinya
persalinan prematur. Pada kehamilan postterm, atau usia gestasi lebih
dari 41 minggu, risiko IUFD juga semakin meningkat. 2
2. Penyakit Medis Maternal

12
Diabetes melitus tipe 1 dan 2 dapat meningkatkan risiko IUFD.
Risiko IUFD pada wanita diabetes tipe 1 dilaporkan 4-5 kali lebih
tinggi dibandingkan populasi non diabetik. Sebagian besar IUFD
terkait diabetes terjadi akibat kendali glikemi yang tidak baik dan
komplikasi makrosomia, polihidramnion, restriksi pertumbuhan janin
intrauterine dan pre-eklampsia.Faktor maternal (pada ibu) yang
berkaitan dengan peningkatan angka kejadian makrosomia adalah
obesitas, hiperglikemia, usia tua, dan multiparitas (jumlah kehamilan
>4). Makrosomia memiliki risiko kematian janin saat dilahirkan karena
ketika melahirkan, bahu janin dapat nyangkut.2
Penyakit hipertensif (hipertensi gestasional, preeklampsia,
hipertensi kronis dan superimposed pre-eklampsia) merupakan
komplikasi medis yang sering dijumpai pada kehamilan dan memicu
morbiditas dan mortalitas yang bermakna. 2
Peningkatan IUFD juga dilaporkan pada waniita dengan
defisiensi antitrombin herediter, resistensi protein C teraktivasi dan
defisiensi protein C dan protein S. Sindrom antibodi fosfolipid dengan
antibodi fosfolipid didapat juga berhubungan erat dan IUFD terkait
dengan gangguan implantasi, trombosis dan infark pada plasenta.
Sindrom fosfolipid ini dapat terjadi dalam hubungannya dengan
penyakit lain misalnya SLE.Hipotiroidism dan hipertiroidism juga
dilaporkan sebagai faktor kausatif pada IUFD.
Kolestasis intrahepatik pada kehamilan dengan pruritus dan
peningkatan kadar asam empedu juga berhubungan erat dengan risiko
mortalitas janin. Hingga saat ini, masih diperdebatkan apakah outcome
perinatal dapat ditingkatkan dengan intervensi aktif atau tatalaksana. 2

3. Kelainan kromosom dan Kelainan Kongenital Janin


Aberasi kromosom meningkatkan risiko terjadinya IUFD.
Kuleshov dkk melaporkan bahwa sekitar 14% IUFD terjadi akibat
kelainan kariotipe. Sejumlah kelainan yang paling sering dijumpai

13
memicu IUFD ialah trisomi autosom 21, 18 dan 13 sedangkan kelainan
kariotipe yang paling sering ialah 45x. 2
Peningkatan outcome kehamilan yang buruk baik IUFD
maupun restriksi pertumbuhan intra uterine, persalinan prematur
ternyata berhubungan dengan confined placental mosaicism (CPM),
yang ditandai oleh adanya ketidaksesuaian antara kariotipe janin dan
plasenta. Trisomi kromosom spesifik lebih sering dijumpai pada CPM
daripada kasus lainnya dengan trisomi 7,16 dan 18 yang makin banyak
terjadi. 2
Walaupun aberasi kromosom mendominasi, sejumlah janin
dapat meninggal akibat malformasi atau sindrom dari etiologi lainnya.
Sebagian besar janin dengan malformasi lethal mengalami IUFD
akibat defek jantung kongenital, hipoplasia paru, dan penyakit genetik
lethal seperti sindrom Potter, anensefali dan hernia diafragmatika. 2
4. Komplikasi Plasenta dan Tali pusat
Penyebab kematian janin terkait dengan adanya abnormalitas
pada plasenta, tali pusat dan membran plasenta.
1. Plasenta : Pada kehamilan, janin yang normal mendapatkan
sirkulasi dari pembuluh darah umbilikal dengan jumlah 350 –
400 ml/menit.8
2. Tali Pusat : terdiri dari 2 arteri umbilikalis dan 1 vena
umbilikalis allantois dan mesoderm primer. Panjang tali pusat
N ialah 50 – 60 cm dengan diameter 12 mm. Hal ini berkaitan
dengan aktivitas janin di dalam dua trimeter pertama.
Tali pusat abnormal : Tali pusat panjang : > 100 cm
Tali pusat pendek : < 30 cm.

Sejumlah kelainan plasenta berhubungan dengan IUFD


misalnya inflamasi membran, kompresi tali pusat, lesi akibat
insufisiensi vaskular uteroplasental yang tampak sebagai infark dan
arteriopati desidua dan tanda adanya solusio.Komplikasi tali pusat
juga dilaporkan memicu IUFD secara langsung. 2

14
Kompresi tali pusat dapat menghambat aliran darah dan
oksigen ke janin, sehingga dapat menyebabkan iskemik, hipoksia dan
kematian.

Kompresi tali pusat.9

Lilitan tali pusat juga pernah dilaporkan sebagai salah satu


penyebab kematian pada janin. Gambar di bawah ini menunjukkan
perubahan warna pada tubuh janin yang berhubungan dengan
keadaan hipoksia janin yaitu kekurangan oksigen akibat
tertekannya arteri umbilikalis. 9

Lilitan tali pusat.9

Perdarahan fetomaternal masif (FMH) juga berhubungan


dengan IUFD dan anomali fetal. Samadi dkk melaporkan angka
kejadian IUFD akibat FMH sebesar 4%.2Trauma terhadap uterus
dan solusio plasenta dapat memicu terjadinya transfusi
fetomaternal.

15
Solusio plasenta atau disebut juga abruptio placenta atau
ablasio placenta adalah separasi prematur plasenta dengan
implantasi normalnya di uterus, dilaporkan sebanyak 12 %
menyebabkan IUFD. 10

Abruptio Plasenta.9

Kelainan –kelainan pada tali pusat, yaitu ; 1,2,3,4,5


a. Prolapsus Tali Pusat
Insidens 0,2 – 0,6 %, 4 – 6 % dengan panjang tali pusat > 80
cm. Hampir 50 % terjadi pada Kala II
b. Tali pusat yang pendek
Panjang tali pusat < 30 cm.
c. Loops of the Umbilical Cord ( Lilitan Tali Pusat )
Insidens 24, 6 % (21 %: 1 lilitan;2,5 % ;2 lilitan, 0,2 % >3
lilitan ) Satu atau dua lilitan tali pusat pada leher bayi tidak
menyebabkan angka kesakitan dan kematian janin meningkat.
d. Knots in the Umbilical Cord ( Simpul )
Ada dua klasifikasi jenis simpul, yaitu: true knots dan false
2
knots Insidens 0,3 – 2,1 %, disertai dengan kematian
antepartum. Tidak berkaitan dengan abnormalitas neurologik.4
Simpul nyata ( true knots ) sulit ditemukan pada saat antenatal
care. Simpul ini dapat terbentk akibat torsi / putaran pada tali
pusat yang membentuk suatu lengkungan dimana janin dapat
terperangkap didalamnya, membentuk simpul.5

16
e. Single Artery
Adanya aplasia atau atrofi dari satu pembuluh darah arteri
umbilikalis.Insidens 1 dari 500 persalinan. Primipara memiliki
resiko yang sama dengan multipara, namun kecenderungan
pada ras kulit hitam lebih besar dibandingkan dengan ras kulit
putih.
5. Infeksi
Plasenta dan janin dapat terinfeksi baik melalui transmisi
transplasental (hematogen) maupun melalui ascending infection dari
vagina. Proporsi IUFD terkait infeksi dilaporkan berkisar 6-15% dari
seluruh kasus IUFD.
Beberapa agen dipertimbangkan berperan penting terhadap
kematian janin. Infeksi virus kongenital oleh parvovirus B19 dan
cytomegalovirus (CMV) juga sering dilaporkan sebagai pemicu
kematian janin. Infeksi beberapa enterovirus juga dilaporkan
berhubungan dengan IUFD walaupun lebih jarang.

Rubela maternal pada awal kehamilan juga dapat memicu


IUFD. Pada kasus yang jarang, IUFD juga dapat disebabkan oleh
infeksi intrauterine dari herpes simpleks. Infeksi maternal primer
oleh Toxoplasma gondii juga dapat ditransmisikan menuju janin
dan memicu toksoplasmosis kongenital bahkan kematian janin.

17
Beberapa agen bakterial yang berhubungan dengan mortalitas
perinatal ialah Streptococcus grup B, Escherichia coli, Listeria
monocytogenes, lues, mycoplasma genital dan Ureaplasma
urealyticum. Korioamnionitis akibat infeksi kandida juga
dipertimbangkan dapat memicu IUFD.
Malaria juga terkenal dapat memicu IUFD. Kematian janin
intrauterin dapat terjadi akibat hiperpireksi, anemi berat,
penimbunan parasit di dalam plasenta yang menyebabkan
gangguan sirkulasi ataupun akibat infeksi trans-plasental.
Kematian janin akibat sepsis maternal berat dengan
trombosis pada plasenta dan IUFD juga sering dilaporkan.2Infeksi
dapat memicu pecahnya ketuban sebelum waktunya yang
mengakibatkan persalinan pre-term bahkan dapat berakhir dengan
kematian janin.

Penyebaran infeksi pada ketuban pecah dini.9

6. Kausa lain yang tidak dapat dijelaskan.


Proporsi IUFD yang tidak dapat diidentifikasi kausanya
diperkirakan berkisar 12-50%. Faktor risiko pada kematian yang tidak
dapat dijelaskan ini juga berbeda dibandingkan dengan IUFD dengan

18
kausa yang spesifik. Menurut Froen dkk, IUFD mendadak ini
cenderung meningkat seiring usia gestasional, usia maternal,
pemakaian rokok yang tinggi, edukasi yang rendah dan obesitas. Asap
rokok telah terbukti menyebabkan bayi lahir dengan berat badan
rendah, meningkatkan risiko sindrom kematian bayi mendadak atau
sudden infant death syndrome, serta mengakibatkan bibir sumbing,
kelainan jantung dan gangguan lainnya. Primipara dan riwayat IUFD
sebelumnya tidak berhubungan dengan IUFD ini dalam studi tersebut.
Huang dkk melaporkan dari 196 studi IUFD dari tahun 1961-1974 dan
1978-1996 bahwa faktor independen yang terkait dengan IUFD yang
tidak dapat dijelaskan meliputi berat pra kehamilan lebih dari 68 kg,
rasio berat kelahiran 0,75 dan 0,85 atau lebih dari 1,15, kunjungan
antenatal yang lebih jarang, primiparitas, paritas lebih dari tiga, status
sosioekonomi rendah dan usia maternal lebih dari 40 tahun. 2
2.3 KLASIFIKASI

Menurut United States National Center for Health Statistic Kematian


janin dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu: 3,8
1. Golongan I :
Kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu penuh (early
fetal death)
2. Golongan II :
Kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu (intermediate fetal death)
1. Golongan III :
Kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal death)
4. Golongan IV :
Kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas.
Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah
perubahan- perubahan sebagai berikut : 3,8
1.Rigor mortis (tegang mati)
Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.
2. Maserasi grade 0 (durasi < 8 jam) :
kulit kemerahan ‘setengah matang’

19
3. Maserasi grade I (durasi > 8 jam) :
Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi
kemudian menjadi merah dan mulai mengelupas.
4. Maserasi grade II (durasi 2-7 hari) :
Kulit mengelupas luas, efusi cairan serosa di rongga toraks dan
abdomen. Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi
merah coklat.
5. Maserasi grade III (durasi >8 hari)
Hepar kuning kecoklatan, efusi cairan keruh, mungkin terjadi
mumifikasi. Badan janin sangat lemas, hubungan antara tulang-tulang
sangat longgar dan terdapat oedem dibawah kulit.
2.4 DIAGNOSIS

MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS IUFD1,3,5


1) Anamnesis :
a. Pasien mengaku tidak lagi merasakan gerakan janinnya.
b. Perut tidak bertambah besar, bahkan mungkin mengecil
(kehamilan tidak seperti biasanya )

20
c. Perut sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti ingin
melahirkan
d. Penurunan berat badan
2) Pemeriksaan Fisik :
a. Inspeksi : Tinggi fundus uteri berkurang atau lebih rendah
dari usia kehamilannya. Tidak terlihat gerakan gerakan janin yang
biasanya dapat terlihat pada ibu yang kurus.
b. Palpasi :Tonus uterus menurun, uterus teraba flaksid.
Tidak teraba gerakan-gerakan janin.

c. Auskultasi : Tidak terdengarnya denyut jantung janin setelah


usia kehamilan 10-12 minggu pada pemeriksaan ultrasonik
Doppler merupakan bukti kematian janin yang kuat.
3) Protokol Investigasi pada IUFD

Bertujuan untuk :
a. Memastikan diagnosis IUFD secara sonografi atau radiologi
b. Memeriksa kadar fibrinogen darah dan masa tromboplastin
parsial secara
c. periodik, terutama bila janin dipertahankan dalam kandungan >
2 minggu.
d. Mencari penyebab kematian janin.
4) Protokol Pemeriksaan pada janin dengan IUFD menurut
Cunningham dan Hollier (1997)1:

1. Deskripsi bayi
 Malformasi
 Bercak/ noda
 Warna kulit – pucat, pletorik
 Derajat maserasi
2. Tali pusat
 Prolaps
 Pembengkakan - leher, lengan, kaki
 Hematoma atau striktur

21
 Jumlah pembuluh darah
 Panjang tali pusat
3. Cairan Amnion
 Warna – mekoneum, darah
 Konsistensi
 Volume
4. Plasenta
 Berat plasenta
 Bekuan darah dan perlengketan
 Malformasi struktur – sirkumvalata, lobus aksesorius
 Edema – perubahan hidropik
5. Membran amnion
 Bercak/noda
 Ketebalan
Tabel .Diagnosis dan Diagnosis Banding IUFD
Gejala dan Tanda
Gejala dan Tanda yang Kemungkinan
yang Kadang-
Selalu Ada Diagnosis
Kadang Ada
Gerakan janin berkurang
atau hilang, nyeri perut Syok, uterus
hilang timbul atau tegang/kaku, gawat
menetap, perdarahan janin atau DJJ tidak Solusio Plasenta
pervaginam sesudah terdengar
hamil 22 minggu

Syok, perut kembung/


cairan bebas intra
Gerakan janin dan DJJ
abdominal, kontur
tidak ada, perdarahan,
uterus abnormal, Ruptur Uteri
nyeri perut hebat
abdomen nyeri, bagian-
bagian janin teraba,
denyut nadi ibu cepat

22
Gerakan janin berkurang
Cairan ketuban
atau hilang, DJJ
bercampur mekonium Gawat Janin
abnormal
(<100/mnt/>180/mnt)
Tanda-tanda kehamilan
Gerakan janin/DJJ
berhenti, TFU
hilang IUFD
berkurang, pembesaran
uterus berkurang

5) Pemeriksaan Penunjang :
a. Ultrasonografi

Dari hasil pemeriksaan ultrasonografi pada kasus IUFD tidak

didapatkan denyut jantung janin (DJJ) maupun gerakan janin,

seringkali tulang-tulang letaknya tidak teratur, khususnya tulang

tengkorak sering dijumpai overlapping, serta jumlah cairan ketuban

yang berkurang.

b. Rontgen foto abdomen

Foto rontgen abdominal digunakan untuk mengkonfirmasi

IUFD. Tiga temuan sinar X yang dapat menunjukkan adanya

kematian janin yaitu penumpukan tulang tengkorak janin ( tanda

Spalding), tulang punggung janin melengkung secara berlebihan, dan

adanya gas di dalam janin. Saat ini foto rontgen sudah tidak

digunakan lagi dan sekarang beralih pada USG, dimana USG

sebagai baku emas untuk mengkonfirmasi suatu IUFD dengan

mendokumentasikan tidak adanya aktivitas jantung janin setelah usia

gestasi 6 minggu, selain itu dapat ditemukan juga adanya edema

kulit kepala dan maserasi janin.4

23

 Spalding’s sign. 11

Bila janin yang mati tertahan 5 minggu atau lebih, kemungkinan


hypofibrinogenemia 25%. Untuk diagnosis pasti penyebab kematian sebaiknya
dilakukan otopsi janin, pemeriksaan plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi
secara komprehensif untuk mencari penyebab kematian janin termasuk hal-hal
yang berhubungan dengan penyakit maternal, yaitu perlunya diperiksa kadar TSH,
HbA1c dan TORCH. Sehingga dapat mengantisipasi pada kehamilan
selanjutnya. 7
2.5 PENATALAKSANAAN
Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin,
gawat janin atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak
terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak diobati. 8

1. Jika pemeriksaan Radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin


setelah 5 hari. Tanda-tandanya berupa overlapping tulang tengkorak,
hiperfleksi columna vertebralis, gelembung udara didalam jantung dan
edema scalp.
2. USG merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk
memastikan kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin
tanpa tanda kehidupan, tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala
janin dan cairan ketuban berkurang.
3. Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya
pasien selalu didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa
kemungkinan besar dapat lahir pervaginam.

24
4. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun
ekspektatif, perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum
keputusan diambil.
5. Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan
spontan hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan
akan terjadi tanpa komplikasi
6. Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan,
lakukan penanganan aktif.
7. Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai servik yaitu
a. Jika servik matang,lakukan induksi persalinan dengan oksitosin
atau prostaglandin.
b. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan
prostaglandin atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan
amniotomi karena berisiko infeksi
c. Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir
8. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit
menurun dan serviks belum matang, matangkan serviks dengan
misoprostol:
a. Tempatkan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang
sesudah 6 jam
b. Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis
menjadi 50mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg
setiap kali dan jangan melebihi 4 dosis.
c. Dirawat untuk menilai kadar fibrinogennya setiap minggu, atau dua
kali seminggu.Kadar fibrinogen serum yang menurun mencapai
150 mg% harus ditangani dengan pemberian heparin terkontrol.
9. Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.
10. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah
pecah, waspada koagulopati
11. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan
melakukan kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.

25
12. Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya
patologi plasenta dan infeksi
1. Tindakan
Indikasi dilakukan tindakan :
1. Gangguan psikologis dari pasien
2. Terdapat tanda-tanda dan gejala infeksi uterus
3. Kadar fibrinogen yang menurun, kadar fibrinogen harus dinaikkan
melebihi kadar kritis sebelum dilakukan tindakan
4. Adanya tendensi persalinan spontan akan terjadi lebih dari 2
minggu.
2. Metode-metode Terminasi

1. Terminasi harus selalu dilakukan dengan induksi, yaitu :


 Infus Oksitosin
Cara ini sering dilakukan dan efektif pada kasus-kasus
dimana telah terjadi pematangan serviks. Pemberian dimulai
dengan 5-10 unit oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5%
melalui tetesan infus intravena. Dua botol infus dapat diberikan
dalam waktu yang bersamaan. Pada kasus yang induksinya gagal,
pemberian dilakukan dengan dosis oksitosin dinaikkan pada hari
berikutnya. Infus dimulai dengan 20 unit oksitosin dalam 500 ml
larutan Dextrose 5% dengan kecepatan 30 tetes per menit.
Bila tidak terjadi kontraksi setelah botol infus pertama,
dosis dinaikkan menjadi 40 unit. Resiko efek antidiuretik pada
dosis oksitosin yang tinggi harus dipikirkan, oleh karena itu tidak
boleh diberikan lebih dari dua botol pada waktu yang sama.
Pemberian larutan ringer laktat dalam volume yang kecil
dapat menurunkan resiko tersebut. Apabila uterus masih refrakter,
langkah yang dapat diulang setelah pemberian prostaglandin per
vaginam. Kemungkinan terdapat kehamilan sekunder harus
disingkirkan bila upaya berulang tetap gagal menginduksi
persalinan.
 Prostaglandin

26
Pemberian gel prostaglandin (PGE2) per vaginam di daerah
forniks posterior sangat efektif untuk induksi pada keadaan
dimana serviks belum matang. Pemberian dapat diulang setelah 6-
8 jam. Langkah induksi ini dapat ditambah dengan pemberian
oksitosin.

2. Operasi Sectio Caesaria (SC)


Pada kasus IUFD jarang dilakukan. Persalinan dengan seksio sesarea
merupakan alternatif terakhir
2.6 KOMPLIKASI
1. Gangguan psikologis ibu ataupun keluarga
2. Infeksi, selagi ketuban masih intak kemungkinan untuk terjadinya
infeksi sangat kecil, namun bila ketuban sudah pecah infeksi dapat
terjadi terutama oleh mikroorganisme pembentuk gas seperti Cl.welchii.
3. Kelainan pembekuan darah, bila janin mati dipertahankan melebihi 4
minggu, dapat terjadi defibrinasi akibat silent Dissaminated
Intravascular Coagulopathy (DIC). Walaupun terjadinya terutama pada
janin mati akibat inkompatibilitas Rh yang tetap dipertahankan,
kemungkinan kelainan ini terjadi pada kasus lainnya harus dipikirkan.
Kelainan ini terjadi akibat penyerapan bertahap dari tromboplastin yang
dilepaskan dari plasenta dan desidua yang mati ke dalam sirkulasi
maternal
4. Selama persalinan dapat terjadi inersia uteri, retensio plasenta dan
perdarahan post partum.
2.7 PENCEGAHAN
Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati
aterm adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau
gerakan janin terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.
Perhatikan adanya solusio plasenta. Pada gemelli dengan T+T (twin to twin
transfusion) percegahan dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis.
Resiko kematian janin dapat sepenuhnya dihindari dengan antenatal care
yang baik. Ibu menjauhkan diri dari penyakit infeksi, merokok, minuman
beralkohol atau penggunaan obat-obatan.

27
Tes-tes antepartum misalnya USG, tes darah alfa-fetoprotein, dan non-
stress test fetal elektronik dapat digunakan untuk mengevaluasi kegawatan
janin sebelum terjadi kematian dan terminasi kehamilan dapat segera
dilakukan bila terjadi gawat janin.
B. ANALISIS KASUS

Pada kasus ini Ny. R, 26 tahun dengan diagnosa kematian janin intrauterin
atau Intra Uterine Fetal Death (IUFD). Dalam kasus ini, diagnosisIntra Uterine
Fetal Death (IUFD) ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang disesuaikan dengan literatur.
Pasien dengan G1P0A0 Hamil 38 minggu datang ke IGD didapatkan pasien
tidak merasakan gerakan janin 3 hari SMRS. Keadaan ini sesuai dengan salah satu
dasar diagnosis IUFD yang bersifat subjektif. Pasien merasa kenceng kenceng,
keluar lendir darah dari kemaluannya, saat dilakukan VT pembukaaan 1 cm. Hal
ini menjelaskan bahwa pada pasien ini sudah masuk inpartu.Tanda-tanda inpartu
ialah mules-mules (his) yang teratur, bloody show (lendir darah), serta pembukaan
dan penipisan serviks.
Pada pasien ini tidak ada riwayat trauma, infeksi, dan alergi dalam
kehamilannya ini. Pasien juga mengaku tidak punya kebiasaan minum alkohol,
merokok, dan minum obat- obatan lama. Pasien juga tidak memiliki binatang
peliharaan.Usia kehamilan pada pasien ini sesuai dengan kehamilan 38 minggu
berdasarkan hari pertama haid terakhir pasien. Riwayat penyakit sistemik
disangkal. Namun riwayat kehamilan bayi besar dalam keluarga mereka.
Pada pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan obstetri, inspeksi menjelaskan
tanda- tanda kehamilan pada pasien ini sesuai dengan masa kehamilan. Ukuran
tinggi fundus uteri yang berkurang dari usia kehamilan tidak ditemukan dalam
kasus ini mengingat kematian janin baru berlangsung 3 hari sebelum ke rumah
sakit. Pada palpasi, gerak janin (-), dan pada auskultasi dengan pemeriksaan
Doppler tidak terdengar bunyi jantung janin, hal ini turut membuktikan adanya
kematian janin intra uterin. Janin IUFD, letak memanjang dengan presentasi
kepala, kepala janin di Hodge I.
Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan pemeriksaan darah dan urine
dalam batas normal pada wanita dengan kehamilan.Pada pemeriksaan USG,

28
didapatkan kesan janin IUFD, disertai dengan deskripsi yang menjadi dasar
diagnosis IUFD, seperti tidak adanya gerakan janin dan DJJ (-), sehingga dapat
ditegakkan diagnosis IUFD dengan pasti.
Penyebab IUFD bisa karena faktor maternal, fetal dan plasental. Namun,
pada pasien ini faktor maternal dapat kita coba singkirkan, berdasarkan anamnesis
pasien tidak ada riwayat penyakit seperti diabetes mellitus ataupun hipertensi
yang sering menyebabkan IUFD. Pasien juga sempat dilakukan pengecekan kadar
gula dan dikonsulkan ke Penyakit Dalam namun kadar gula darahnya normal.
Pada pasien ini tidak ada riwayat trauma, infeksi, dan alergi dalam kehamilannya
ini. Pasien juga mengaku tidak punya kebiasaan minum alkohol, merokok, dan
minum obat- obatan lama.
Faktor fetal belum dapat kita singkirkan karena sebaiknya dilakukan
pemeriksaan autopsi apakah terdapat kelainan kongenital mayor pada janin.
Pasien tidak memiliki binatang peliharaan, makan daging setengah matang, yang
menurut literatur dapat menyebabkan infeksi toksoplasmosis pada janin. Anomali
kromosom biasanya terjadi pada ibu dengan usia diatas 40 tahun, dan dibutuhkan
analisa kromosom. Inkompatibilitas Rhesus juga sangat kecil kemungkinannya
mengingat pasien dan suaminya dari suku yang sama.
Penatalaksanaan pada pasien ini sesuai dengan literatur, yaitu dilakukan
dengan penanganan aktif. Terminasi kehamilan segera pada pasien ini dipilih
melalui sectio caesaria. Penanganan secara aktif pada pasien ini juga sudah sesuai
dengan prosedur yang seharusnya. Komplikasi IUFD lebih dari 6 minggu akan
mengakibatkan gangguan pembekuan darah, infeksi dan berbagai komplikasi yang
membahayakan nyawa ibu.
Pasien melahirkan bayi secara sectio caesaria tanggal 9 Maret 2020 jam
21.00. Bayi lahir dengan berat badan 4870 g, panjang badan 56 cm, anus (+), jenis
kelamin perempuan, APGAR skor 0/0, didapatkan maserasi grade II yang
menunjukkan bahwa waktu kematian antara 2 -7 hari, ditandai dengan adanya
bullae pada kulit bayi dan mulai mengelupas pada pemeriksaan luar dan ketuban
berwarna kehijauan. Kontraksi uterus baik, perdarahan dalam batas normal.
Edukasi pada pasien ini ialah penjelasan mengenai pentingnya
pemeriksaan kehamilan.Memberikan dukungan psikologis, dan menyarankan

29
kepada keluarga pasien untuk memberikan dukungan yang besar untuk ibu.
Menjelaskan pentingnya keluarga berencana agar kehamilan resiko tinggi dapat
dihindari

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
1. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis kematian janin intra uterin
(IUFD) berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
2. Pengetahuan ibu mengenai pemeriksaan Ante Natal Care yang
teratur dan efektif sangat dibutuhkan untuk mengetahui
kesejahteraan janin untuk mendeteksi penurunan kesejahteraan
janin dan komplikasi pada ibu dapat dihindari.
3. Penatalaksanaan IUFD dibagi menjadi penanganan ekspektatif dan
aktif. Penanganan aktif lebih baik untuk mencegah komplikasi
lebih lanjut pada ibu dan mengurangi gangguan psikologis
keluarga, terutama ibu.
4. Dukungan moril / psikologis dari pihak dokter dan keluarga sangat
berperan penting pada kasus IUFD.

SARAN
1. Penyuluhan bagi para ibu dengan kehamilan untuk melakukan
Ante Natal Care secara teratur di RS atau Bidan.
2. Pemeriksaan USG minimal 3x selama kehamilan, 1x pada setiap
trimester untuk mendeteksi dini adanya kelainan pada
kehamilannya dan untuk pemantauan kesejahteraan janin.
3. Penyuluhan pada para ibu dengan kehamilan untuk dapat
melakukan pemantauan kesejahteraan janinnya sendiri dengan cara
yang sederhana, terutama dengan kehamilan bayi besar

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Agudelo AC, Beliza JM, Rossello LD. Epidemiology of Fetal Death in Latin
America. Acta Obstet Gynecol Scand 2000; 79: 371–8
2. Petersson K. Diagnostic Evaluation of Fetal Death with Special Reference to
Intrauterine Infection. Thesis dari Departement of Clinical Science, Divison
of Obstetrics and Gynecology, Karolinska Institutet, Huddinge University
Hospital, Stockholm, Sweden 2002.
3. Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi III,cetakan enam. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2008. 732-
35.
4. Patel PK. Profile of Fetal Deaths in Dhahira Region, Oman. Oman Medical
Journal 2008, ;23(1)
5. Mu J, Kanzaki T, Si X, Tomimatsu T, Fukuda H, Shioji M. Apoptosis and
Related Proteins in Placenta of Intrauterine Fetal Death in Prostaglandin F
Receptor Deficient Mice. Biology or Reproduction 2003;68:1968-74
6. Ezechi OC, Kalu Bke, Ndububa VI, Nwokoro CA. Induction of Labour by
Vaginal Misoprostol for Intrauterine Fetal Death. J Obstet Gynecol Ind
2004;54(6):561-3
7. James L Lindsey, MD. Evaluation of Fetal Death. Stanford School of
Medicine, Department of Obstetrics and Gynecology, Santa Clara Valley
Medical Center. 2008
8. Cuningham FG., Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth, JC.,
Wenstrom KD. Williams Obstetrics Edisi ke 21. New York : McGraw-Hill
2001
9. Nucleus Medical Art Inc. Kennesaw, Georgia 30144, 1999 – 2009
10. Sarah D. McDonald, MD. Risk of Fetal Death Associated With Maternal
Drug Dependence and Placental Abruption A Population-Based Study.

31
1Department of Obstetrics and Gynecology, McMasterUniversity,
HamiltonON. 2007
11. Weeks A. Misoprostol in obstetrics and gynecology. International Journal of
Gynecology and Obstetrics 2007 99 : S156–S159
12. Gibbs RS, Roberts DJ. Case 27-2007: A 30-Year-Old Pregnant Woman with
Intrauterine Fetal Death. N Engl J Med 2007;357:918-25.

32

Anda mungkin juga menyukai