Anda di halaman 1dari 5

“FARMAKOLOGI DARI SUDUT PANDANG PERAWAT”

1. PROSES KEPERAWATAN DAN PENYULUHAN KEPADA KLIEN

Dalam menjalankan perannya, perawat menggunakan pendekatan proses

keperawatan dengan memperhatikan 7 hal benar dalam pemberian obat, yaitu benar

pasien,obat, dosis, rute pemberian, waktu dokumentasi dan benar dalam informasi.

1) Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.

Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau

masalah pasien (Dongoes, 2000). Untuk menetapkan kebutuhan terhadap terapi

obat dan respon potensial terhadap terapi obat, perawat mengkaji banyak faktor.

Adapun data hasil pengkajian dapat dikelompokkan kedalam data subyektif dan

data obyektif.

a. Data subyektif

a) Riwayat kesehatan sekarang

Perawat mengkaji tentang gejala gejala dirasakan klien

b) Pengobatan sekarang

Perawat mengkaji informasi tentang setiap obat, termasuk kerja,

tujuan, dosis normal, rute pemberian, efek samping, dan implikasi

keperawatan dalam pemberian dan pengawasan obat. Perawat bertanggung

jawab untuk mengetahui sebanyak mungkin informasi tentang obat yang

diberikan : dosis, rute, frekuensi, dokter yang meresepkan, jika ada,

pengetahuan klien mengenai obat dan efek sampingnya, harapan dan persepsi

klien tentang efektivitas obat, kepatuhan klien terhadap aturan dan alasan

ketidakpatuhan, alergi dan reaksi terhadap obat, obat yang dibeli sendiri.
c) Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat penyakit dahulu yang pernag diderita pasien, obat

yang disimpan dalam pemakaian waktu lampau, obat yang dibeli

sendiri/OTC.

d) Sikap dan lingkungan

Sikap klien terhadap obat menunjukkan tingkat ketergantungan pada

obat. Klien sering kali engga mengungkapkan perasaanya tentang obat,

khususnya jika klien mengalami ketergantungan obat. Untuk mengkaji

sikap klien, perawat perlu mengobservasi perilaku klien yang

mendukung bukti ketergantungan obat.


2. PROSES PERSETUJUAN DAN SUMBER OBAT

Obat adalah bahan untuk mengurangi, menghilangkan, atau menyembuhkan

seseorang dari penyakit, sehingga jenis obat disesuaikan dengan apa yang kita

rasakan, dan penggunaan nya mengikuti saran dokter.

Dalam beberapa kasus, terkadang terdapat obat yang kita rasa tidak

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kesembuhan penyakit yang kita

alami. Keadaan itu membuat kita tidak percaya pada khasiat obat, hingga akhirnya

memilih cara penyembuhan alternatif atau memilih mengkonsumsi obat-obatan

herbal.

Namun mungkin perlu bagi kita mengetahui, bagaimana proses penemuan

obat sehingga khasiat dari obat yang disarankan dokter tidak perlu kita ragu dan

khawatirkan. Jauh sebelum obat dapat dijual dan dikonsumsi, sebuah obat harus

diteliti terlebih dahulu.

Pada tahapan awal penemuan obat, dilakukan proses identifikasi target obat

yang berupa senyawa-senyawa organik atau anorganik dengan aktivitas tertentu.

Untuk suatu penyakit yang belum diidentifikasi perkembangannya, akan lebih sulit

proses yang dilaluinya. Peneliti harus berusaha seoptimal mungkin sampai target

dapat teridentifikasi untuk kemudian dilakukan validasi target. Selanjutnya dilakukan

proses penemuan senyawa target, pada tahapan ini dilibatkan pengujian laboratorium

terhadap sejumlah besar senyawa(10.000 lebih) untuk menemukan senyawa mana

yang menunjukan aktivitas target. Senyawa yang menunjukan potensi akan di

identifikasi lebih lanjut, dan dikembangkan oleh ahli kimia obat untuk meningkatkan

potensi terhadap target, proses tersebut dikenal sebagin Lead Optimization.

Dalam critical thingking dilakukan uji klinis yang melibatkan manusia,

sebelumnya, obat-obatan harus menerima otorisasi percobaan klinis atau clinical trial
authorisation (CTA) di eropa atau juga diajukan ke investigational new drug (FDA)

sebagai obat baru yang diinvestigasi.

Namun sebelum dapat memulai uji klinis, secara umum dilakukan percobaan

terlebih dahulu, yang meliputi uji coba tahap satu, uji coba tahap dua, dan uji coba

tahap tiga, setiap tahapan merupakan proses yang cukup panjang dan mendetail. Uji

coba tahap satu.Dalam uji coba tahap satu, melibatkan 80 subjek (manusia) dengan

tujuan utama untuk menentukan efek samping obat yang di induksi pada manusia.Uji

ini dimulai dengan dosis yang sangat kecil kemudian meningkat sedikit demi sedikit

untuk mengurangi kemungkinan efek samping yang serius. Uji coba tahap satu ini

juga dapat mengetahui seberapa cepat obat diserap dan terurai dalam tubuh

manusia.Uji coba tahap dua Selanjutnya dilakukan uji coba tahap dua, melibatkan

ratusan subjek dimana pada titik ini khasiat obat akan teramati.

Peneliti pun akan melakukan percobaan terkontrol, yaitu membandingkan obat

tersebut dengan placeba (obat yang tidak memiliki dampak), untuk menentukan

efektifitas obat pada manusia.Pada tahapan ini sering ditemukan masalah berupa

khasiat yang terlihat dalam pengujian in vitro dan in vivo (melibatkan hewan)

sebelum nya dapat tidak terwujud pada manusia. Uji coba tahap tiga Uji coba ketiga

melibatkan lebih banyak subjek hingga mungkin mencapai ribuan, untuk tujuan yang

lebih luas pada daerah penelitian tertentu termasuk variasi dosis dan khasiat nya, pada

uji coba ketiga juga dilakukan pemantauan keamanan pada jumlah subjek yang lebih

besar.

Setiap obat baru akan melalui puluhan uji klinis sampai peneliti memiliki

bukti yang cukup terhadap keamanan dan khasiat nya, untuk kemudian mengajukan

persetujuan kepada badan pengawasan obat-obatan terkait.Tidak banyak obat yang

dapat melalui proses uji klinis secara sempurna, FDA memperkirakan hanya 70% obat
yang berhasil melewati uji tahap satu, hanya sekitar sepertiga dari kandidat yang lolos

di tahap kedua, dan hanya 20-25% yang berhasil melewati uji tahap ketiga.Adapun uji

klinis ini sedikitnya membutuhkan waktu sekitar 7 tahun, bahkan akan lebih lama lagi

untuk penemuan obat obatan tertentu.

Setelah bukti khasiat dan keamanan obat terkumpul, peneliti melakukan

permohonan pengajuan terhadap badan pengawasan terkait.Kemudian badan

pengawas akan mempertimbangkan dan memeriksa apakah obat yang diajukan

memiliki lebih banyak kandungan manfaat daripada risikonya, meskipun tidak ada

obat yang benar-benar aman.

Oleh karena itu, badan pengawas akan menentukan risiko yang dapat ditolerir

tergantung pada jenis obat tersebut, misalnya obat yang digunakan untuk pengobatan

penyakit studium lanjut cenderung memiliki tingkat toleransi risiko lebih tinggi

daripada obat penghilang rasa sakit sederhana.

Di Indonesia sendiri pedoman cara pembuatan atau penemuan obat yang baik

diatur dalam Peraturan Nomor HK. 03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012, dari mulai

manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas proses pembuatan, peralatan,

sampai kualitas diatur sedemikian rupa, jadi rasanya kita tidak perlu khawatir dan

meragukan kembali bagaimana khasiat obat dari dokter.

Anda mungkin juga menyukai