Anda di halaman 1dari 26

TUGAS

ADMINISTRASI KESEHATAN DAN PROMOSI KESEHATAN

KASUS OSTEOMIELITIS

Oleh

NAMA : JOERKAL HAKINAN


NIM : 1811401053
KELAS :B

DOSEN PEMBIMBING : NOVI WULANSARI, SKM. M.Kes

PROGRAM STUDI D III FISIOTERAPI


UNIVERSITAS FORT DE KOCK
BUKITTINGGI
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Yang Maha Pengasih. Berkat

rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

“Kasus Osteomielitis”. Makalah ini diajukan untuk memenuhi sebagian

persyaratan memperoleh nilai mata kuliah Administrasi Kesehatan Dan Promosi

Kesehatan di Universitas Fort De Kock Bukittinggi.

Dalam penulisan makalah ini, penulis dibimbing dan diberi motivasi oleh

berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : (1) Ibu

Novi Wulansari SKM. M.Kes selaku Pembimbing dan Dosen di Universitas

Fort De Kock Bukittinggi, (2) Kedua orang tua yang selalu memberikan

motivasi dan dukungan, (3) serta teman-teman yang memberi motivasi dan

dukungan dalam penulisan makalah ini.

Makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis meminta

kritik dan saran kepada pembaca untuk penulis perbaiki dimasa yang akan

datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Dharmasraya, 17 April 2020

Joerkal Hakinan

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena
penyebaran infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering,
setelah kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen).
Osteomielitis adalah penyakit yang sulit diobati karena dapat terbentuk
abses local. Abses tulang biasanya memiliki pendarahan yang sangat kurang,
dengan demikian, penyampaian sel-sel imun dan antibiotic terbatas. Apabila
infeksi tulang tidak diobati secara segera dan agresif, nyeri hebat dan ketidak
mampuan permanen dapat terjadi (Corwin, 2001). 
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula
ditemukan pada bayi dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak
perempuan (4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur,
tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula.(Yuliani 2010). Prevalensi keseluruhan
adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonatal adalah sekitar 1
kasus per1.000. Kejadian tahunan pada pasien dengan anemia sel sabit adalah
sekitar 0,36%. Insiden osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000
penduduk. Kejadian tertinggi pada Negara berkembang. Tingkat mortalitas
osteomielitis adalah rendah, kecuali jika sudah terdapat sepsis atau kondisi medis
berat yang mendasari. (Randall, 2011)

 Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana pemecahan masalah pada kasus Osteomelitis
dan bagaimana cara seorang tenaga kesehatan untuk menyelesaikan
permasalahan dan mencari prioritas masalah yang ada.

 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, rumusan masalah
dalam makalah ini adalah bagaimana Problem Solving Pada Kasus Dengan
Osteomielitis.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. OTEOMYELITIS
Osteomyelitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum
dan atau korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh)
atau hematogenous (infeksi masuk dari dalam tubuh). (Reeves, 2001)
Osteomyelitis adalah infeksi pada tulang dan sum-sum tulang yang dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, atau proses spesifik (m.tuberkulosa,jamur). (Arif
mansjoer, 2002). Osteomyelitis adalah infeksi jaringan tulang yang dapat bersifat
akut maupun kronis. (Price and wilson, 2005).

B. KLASIFIKASI
Menurut Arif Mansjoer dkk (2002):
Pembagian Osteomyelitis yang lazim dipakai adalah :
1. Osteomyelitis primer yang disebabkan penyebaran kuman-kuman
mencapai tulang secara langsung melalui luka Osteomyelitis primer dapat
dibagi menjadi Osteomyelitis akut dan kronik
2. Osteomyelitis sekunder atau Osteomyelitis yang disebabkan penyebaran
kuman dari sekitarnya, seperti bisul dan luka.

C. ETIOLOGI
Menurut Efendi (2007):
Osteomyelitis dapat disebabkan oleh karena bakteri, virus, jamur dan mikro
organisme lain. Golongan atau jenis patogen yang sering adalah
Staphylococcus aureus menyebabkan 70%-80% infeksi tulang,
Pneumococcus, Typhus bacil, Proteus, Psedomonas, Echerchia coli,
Tuberculose bacil dan Spirochaeta.

4
D. PATOFISIOLOGI
Menurut Smletzher, 2002:
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi
tulang. Organism patogenik lainnya yang sering dijumpai pada osteomilitis
meliputi proteus, pseudomonas, dan escerechia coli. Terdapat peningkatan insiden
infeksi resisten penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobic.
Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3
bulan pertama( akut fulminan stadium 1) dan sering berhubungan dengan
penumpukan hematoma atau infeksi supervisial. Infeksi awitan lambat (stadium
2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan
lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau
lebih setelah pembedahan.
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi,
peningkatan vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, thrombosis pada
pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan
nekrosis tulang sehubungan dengan peingkatan tekanan jaringan dan medulla.
Inveksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan kebawah poriesteum dan
dapat menyeber ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses
inveksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses pada tulang.
Pada perjalan alamiahnya, abses dapat keluar secara spontan; namun yang
lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang
terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada
rongga abses pada umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum) tidak mudah
mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh,
seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru
(involukrum) dan mengelilingi sequestrum.jadi meskipun tampak terjadi proses
penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang tetap ada tetap rentan
mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis
tipe kronik.

5
E. PATHWAY

Factor predisposisi : virulensi kuman,riwayat trauma,


usia, nutrisi
Invasi mikroorganisme
dari tempat lain melalui Fraktur terbuka
darah
Masuk ke juksta epifisis Kerusakan pembuluh darah
tulang panjang dan adanya port de entree

Invasi kuman ke tulang sendi

osteomilitis

fagositosis

Proses inflamasi : gang fungsi ,pembengkakan, pembentukan pus,


kerusakan integritas jaringan

Proses Keterbatasan Peningkatan Pembentukan pus,


inflamasi pergerakan jaringan nekrosis jaringan
secara umum tulang dan
medula
Penyebaran Komplikasi
Demam , Penurunan Risiko Iskemia dan infeksi ke infeksi
malaise, kemampuan tinggi nekrosis tulang organ
penurunan pergerakan traum penting
kemampuan a
tonus otot Pembentukan abses septikemia
Hambatan
tulang
mobilitas fisik
Kurang terpajan
informasi dan
Defisit perawatan diri Involucrum, nyeri pengetahuan
pengeluaran pus
dan luka
Kerusakan lempeng
Ketidakseimb Kelemahan fisik epifisis
angan nutrisi :
kurang dari Deformitas, bau Risiko
Tirah baring lama, dari adanya luka Gangguan osteomilitis
kebutuhan penekanan lokal pertumbuhan kronis

Kerusakan integritas Gg citra Defisiensi pengetahuan


kulit diri dan informasi

6
E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Smeltzer (2002)
1. Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering
terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam
tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum). Gejala sismetik pada
awalnya dapat menutupi gejala lokal secara lengkap. Setelah infeksi
menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai
periosteum dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi
nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri
konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan
berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.
2. Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau
kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi
membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.
3. Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu
mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri,
inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah
dapat menjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.

F. FAKTOR PREDISPOSISI
Menurut Arif muttaqin (2008)
1. Usia ( terutama mengenai bayi dan anak-anak)
2. Jenis kelamin (lebih sering pada pria daripada wanita dengan
perbandingan 1:4)
3. Trauma( hematoma akibat trauma pada daerah metafisis merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya osteomilitis)
4. Lokasi ( osteomilitis sering terjadi pada daerah metafisis)
5. Nutrisi, lingkungan dan imunitas yang buruk serta adanya fokus infeksi
sebelumnya

7
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Arif mansjoer dkk (2002):
1. Pemeriksaan laboratarium: pada fase akut ditemukan CRP yang meninggi,
laju endap darah (LED ) yang meninggi dan leukositosis.
2. Pemeriksaan Radiologik: pada fase akut gambaran radiologik tidak
menunjukkan kelainan, pada fase kronik ditemukan suatu involukrum dan
sekuester.
H. PENATALAKSANAAN
Menurut Arif Mansjoer (2002):
a. Perawatan di rumah sakit
b. Pengobatan suportif dengan pemberian infuse
c. Pemeriksaan biakan darah
d. Antibiotic spectrum luas yang efektif terhadap gram positif maupun gram
negative diberikan langsung tanpa menunggu hasil biakan darah secara
parenteral selama 3-6 minggu
e. Immobilisasi anggota gerak yang terkena
f. Tindakan pembedahan indikasi untuk melakukan pembedahan ialah :
a. Adanya abses
b. Rasa sakit yang hebat
c. Adanya sekuester
d. Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma
epedermoid).
Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila
infolukrum telah cukup kuat untuk mencegah terjadinya fraktur peasca
pembedahan.

8
I. KOMPLIKASI
Menurut Arif muttaqin (2008) :
1. Septikemia. Dengan makin tersedianya obat-obat antibiotik yang
memadai, kematian akibat septikemia pada saat ini jarang ditemukan
2. Infeksi yang bersifat metastatik. Infeksi dapat bermetastasis ke tulang
sendi lainnya ,otak dan paru-paru, dapat bersifat multifokal, dan
biasanya terjadi pada klien dengan gizi buruk
3. Artitis supuratif. Dapat terjadi pada bayi karena lempng epifisis bayi
belum berfungsi dengan baik
4. Gangguan pertumbuhan. Osteomilitis hematogen akut pada bayi dapat
menyebabkan kerusakan lempeng epifisis sehingga terjadi gangguan
pertumbuhan, tulang yang bersangkutan menjadi lebih pendek
K. SIKLUS PROBLEM SOLVING
a) Kasus atau Permasalahan
Seorang lelaki, Didit (20 tahun), diduga menderita infeksi bakteri
patogenik dengan keluhan pyrexia, rubor, dolor, dan sinus pada
tungkai bawah. 2 tahun yang lalu, ada riwayat kecelakaan dengan
fraktur terbuka pada tungkai bawah lalu dibawa ke dukun tulang. Pada
plain foto didapatkan penebalan periosteum, bone resorption, sklerosis
sekitar tulang, involucrum.
Pasien didiagnosa osteomyelitis, didapatkan deformitas, scar
tissue, sinus dengan discharge, seropurulent, dan ekskoriasi sekitar
sinus. Klien mengeluh nyeri pada tungkai bawah yang mengalami
fraktur, skala nyeri 7, terasa senut-senut, panas, sifatnya sering, wajah
menahan sakit, akral hangat, bibir kering.
Pemeriksaan TTV didapatkan: TD: 130/90 mmHg, S: 39 0C, N :
100 x/mnt, RR : 22 x/mnt

9
b) Uraian Masalah
1. Pasien yang datang dengan awitan gejala akut (mis. Nyeri lokal,
pembengkakan, eritema, demam) atau kambuhan keluarnya pus dari sinus
disertai nyeri, pembengkakan dan demam sedang.
2. Kaji adanya faktor risiko (mis. Lansia, diabetes, terapi kortikosteroid
jangka panjang) dan cedera, infeksi atau bedah ortopedi sebelumnya.
3. Pasien selalu menghindar dari tekanan di daerah tersebut dan melakukan
gerakan perlindungan.
4. Pada osteomielitis akut, pasien akan mengalami kelemahan umum akibat
reaksi sistemik infeksi.
5. Pemeriksaan fisik memperlihatkan adanya daerah inflamasi,
pembengkakan nyata, hangat yang nyeri tekan. Cairan purulen dapat
terlihat. Pasien akan mengalami kelemahan umum akibat reaksi sistemik
infeksi.
6. Pasien akan mengalami peningkatan suhu tubuh.
7. Pada osteomielitis kronik, peningkatan suhu mungkin minimal, yang
terjadi pada sore dan malam hari.
c) Analisis Akar Masalah
DATA ETIOLOGI PROBLEM
DO: Inflamasi, infeksi, Gangguan rasa
 Wajah pasien tampak meringis, bengkak, hipertermia, nyaman: nyeri
menahan sakit, dan sering nekrosis jaringan,
mengeluh tentang sakitnya. fraktur.
 suhu tubuh pasien 390C.
 terdapat bekas fraktur pada
tungkai bawah, scar tissue,
sinua dengan discharge,
seropurulen, dan ekskoriasi.

DS:
Pasien mengatakan bahwa;

10
P: nyeri terasa apabila
dipegang atau diraba.
Q: nyeri terasa panas, senut-
senut
R: nyeri terasa pada bagian
tungkai bawah yang
mengalami fraktur
S: skala nyeri pasien 7
T: nyeri sifatnya sering dan
terus menerus.
DO: Nyeri, tidak nyaman, Kerusakan
 Terdapat penebalan kerusakan mobilitas fisik
periosteum, bone resorption, muskuloskeletal,
sclerosis sekitar tulang. anjuran imobilitas
 Terdapat scar tissue dan bekas
fraktur pada tungkai bawah.

DS:
 Pasien mengatakan nyeri, tidak
nyaman pada tungkai bagian
bawah.
DO: Proses penyakit, Risiko fraktur
 Terdapat penebalan penyebaran infeksi patologi
periosteum, bone resorption,
sclerosis sekitar tulang.
 Terdapat scar tissue dan bekas
fraktur pada tungkai bawah.

DS:
 Pasien mengatakan nyeri, tidak
nyaman pada tungkai bagian

11
bawah.
DO: Proses infeksi, Hipertermia
 Suhu tubuh pasien 390C. peningkatan kecepatan
 Akral hangat metabolik.

 Terdapat rubor
 Frekuensi napas meningkat:
22x/mnt

DS:
 Pasien mengeluh badannya
panas.
DO: Keterbatasan Defisit
 Pasien selalu mengeluh, informasi, interpretasi pengetahuan
gelisah, dan selalu bertanya. yang salah terhadap
informasi.
DS:
 Pasien mengatakan bahwa
dirinya pernah datang ke
dukun tulang untuk mengobati
penyakitnya.

Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa pada pasien dengan osteomielitis


menurut wilknson (2006) /NANDA meliputi:
1. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri, tidak nyaman,
kerusakan muskuloskeletal, anjuran imobilitas.
3. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan proses supurasi di
tulang, luka fraktur terbuka, sekunder akibat infeksi inflamasi tulang.
4. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, peningkatan kecepatan
metabolik.

12
5. Defisit pengetahuan tentang pengobatan berhubungan dengan keterbatasan
informasi, interpretasi yang salah terhadap informasi.

d) Implementasi Solusi Dan Hasil


1. Nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi dan pembengkakan
Tujuan: nyeri berkurang, hilang, atau teratasi.
Kriteria hasil: secara subyektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau
dapat diatasi, mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau
mengurangi nyeri. Klien tidak gelisah. Skala nyeri 0-1 atau teratasi.

Intervensi Rasional
Mandiri
a. Kaji nyeri dengan skala 0-4 a. Nyeri merupakan respon subyaktif
yang dapat dikaji dengan
menggunakan skala nyeri. Klien
melaporkan nyeri biasanya di atas
b. Atur posisi imobilisasi pada tingkat cidera.
daerah nyeri sendi atau nyeri b. Imobilisasi yang adekuat dapat
di tulang yang mengalami mengurangi nyeri pada daerah nyeri
infeksi. sendi atau nyeri di tulang yang
c. Bantu klien dalam mengalami infeksi.
mengidentifikasi factor c. Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan ,
pencetus. pergerakan sendi
d. Jelaskan dan bantu klien d. Pendekatan dengan menggunakan
terkait dengan tindakan relaksasi dan tindakan
peredaran nyeri nonfarmakologi lain menunjukkan
nonfarmakologi dan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
noninvasi. e. Teknik ini melancarkan peredaran
darah sehingga kebutuhan O2 pada
e. Ajarkan relaksasi: teknik jaringan terpenuhi dan nyeri
mengurangi ketegangan otot berkurang.

13
rangka yang dapat
mengurangi intensitas nyeri
dan meningkatkan relaksasi f. Mengalihkan perhatian klien terhadap
masase. nyeri ke hal-hal yang menyenangkan.
f. Ajarkan metode distraksi g. Istirahat merelaksasi semua jaringan
selama nyeri akut. sehingga meningkatkan kenyamanan.
g. Beri kesempatan waktu
istirahat bila terasa nyeri dan
beri posisi yang nyaman
(misal: ketika tidur, h. Pengetahuan tersebut membantu
punggung klien diberi bantal mengurangi nyeri dan dapat
kecil). membantu meningkatkan kepatuhan
h. Tingkatkan pengetahuan klien terhadap rencana terapeutik.
tentang penyebab nyeri dan
hubungan dengan beberapa
lama nyeri akan berlangsung. Analgesik memblok lintasan nyeri
sehingga akan berkurang.
Kolaborasi
Pemberian analgesik

2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri, tidak


nyaman, kerusakan muskuloskeletal, anjuran imobilitas.
Tujuan: meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling
tinggi yang mungkin.
Kriteria Hasil: Pasien mampu :
a. mempertahankan posisi fungsional.
b. meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian
tubuh.
c. menunjukkan teknik yang memampukan melakukan aktivitas
Intervensi Rasional
Mandiri:

14
o Kaji derajat imobilitas yang a. Pasien mungkin dibatasi oleh
dihasilkan oleh pandangan diri/persepsi diri tentang
cedera/pengobatan dan keterbatasan fisik aktual, memerlukan
perhatikan persepsi pasien informasi, intervensi untuk
terhadap imobilisasi meningkatkan kemajuan kesehatan.
o Dorong partisipasi pada
aktivitas terapeutik/rekreasi. b. Memberikan kesempatan untuk
mengeluarkan energi, memfokuskan
kembali perhatian, meningkatkan rasa
kontrol diri/harga diri dan membantu
o Instruksikan pasien menurunkan isolasi sosial.
untuk/bantu dalam rentang c. Meningkatkan aliran darah ke otot dan
gerak pasien tulang untuk meningkatkan tonus otot,
mempertahankan gerak sendi,
mencegah kontraktur/atrofi, dan
resorpsi kalsium karena tidak
o Dorong penggunaan latihan digunakan.

isometrik mulai dengan d. Kontraksi otot isometrik tanpa

tungkai yang tak sakit. menekuk sendi atau menggerakkan


tungkai dan membantu

o Bantu/dorong perawatan mempertahankan kekuatan dan masa

diri/kebersihan (contoh: otot.

mandi, mencukur. e. Meningkatkan kekuatan otot dan

o Berikan/bantu dalam sirkulasi, meningkatkan kontrol pasien


dalam situasi, dan meningkatkan
movilizáis dengan cursi roda,
kesehatan diri langsung.
kruk, tongkat, sesegera
mungkin. Instruksikan f. Mobilisasi dini menurunkan komplikasi
tirah baring (contoh: flebitis) dan
keamanan dalam
meningkatkan penyembuhan dan
menggunakan alat mobilitas.
normalisasi fungsi organ. Belajar
memperbaiki cara menggunakan alat
o Awasi TD dengan melakukan

15
aktivitas. Perhatikan keluhan penting untuk mempertahankan
pusing. mobilisasi optimal dan keamanan
pasien.
g. Hipotensi postural adalah masalah
umum menyertai tirah baring lama dan
memerlukan intervensi khusus (contoh:
Kolaborasi: kemiringan meja dengan peninggian
Konsul dengan ahli terapi secara bertahap sampai posisi tegak).
fisik/okupasi dan/atau rehabilitasi
spesialis.
Kolaborasi:
Berguna dalam membuat aktivitas
individual/program latihan. Pasien dapat
memerlukan bantuan jangka panjang
dengan gerakan, kekuatan, aktivitas, yang
mengendalikan berat badan, juga
penggunaan alat.

3. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan proses


supurasi di tulang, luka fraktur terbuka, sekunder akibat infeksi
inflamasi tulang.
Tujuan: integritas jaringan membaik secara optimal
Kriteria hasil: pertumbuhan jaringan meningkat, keadaan luka membaik,
pengeluaran pus pada luka tidak ada lagi, luka menutup.

Intervensi Rasional
Mandiri
a. Kaji kerusakan jaringan lunak a. Menjadi data dasar untuk memberi
informasi tentang intervensi
perawatan luka, alat, dan jenis larutan
apa yang akan digunakan.

16
b. Lakukan perawatan luka : b. Perawatan luka dengan tehnik steril
lakukan perawatan luka dapat mengurangi kontaminasi
dengan tehnik steril. kuman langsung ke area luka.
c. Kaji keadaan luka dengan c. Manajemen membuka luka dengan
tehnik membuka balutan dan mengguyur larutan NaCl ke perban
mengurangi stimulus nyeri, dapat mengurangi stimulus nyeri dan
bila perban melekat kuat, dapat menghindari terjadinya
perban diguyur dengan NaCl. perdarahan pada luka osteomielitis
kronis akibat perban yang kering oleh
d. Larutkan pembilasan luka pus.
dari arah dalam keluar d. Tehnik membuang jaringan dan
dengan larutan NaCl. kuman diarea luka sehingga keluar
e. Tutup luka dengan kasa steril dari area luka.
atau kompres dengan NaCl
yang dicampur dengan e. NaCl merupakan larutan fisiologis
antibiotik. yang lebih mudah diabsorbsi oleh
jaringan daripada larutan antiseptik.
NaCl yang dicampur dengan
antibiotik dapat mempercepat
f. Lakukan nekrotomi pada penyembuhan luka akibat infeksi
jaringan yang sudah mati. osteomielitis.
g. Rawat luka setiap hari atau f. Jaringan nekrotik dapat menghambat
setiap kali bila pembalut penyembuhan luka.
basah atau kotor. g. Memberi rasa nyaman pada klien dan
h. Hindari pemakaian peralatan dapat membantu meningkatkan
perawatan luka yang sudah pertumbuhan jaringan luka.
kontak dengan klien h. Pengendalian infeksi nosokomial
osteomielitis, jangan dengan menghindari kontaminasi
digunakan lagi untuk langsung dari perawatan luka yang
melakukan perawatan luka tidak steril.
pada klien lain.

17
i. Gunakan perban elastis dan
gips pada luka yang disertai
kerusakan tulang atau i. Pada klien osteomielitis dengan
pembengkakan sendi. kerusakan tulang, stabilitas formasi
tulang sangat labil. Gips dan perban
j. Evaluasi perban elastis elastis dapat membantu memfiksasi
terhadap resolusi edema. dan mengimobilisasi sehingga dapat
mengurangi nyeri.
k. Evaluasi kerusakan jaringan j. Pemasangan perban elastis yang
dan perkembangan terlalu kuat dapat menyebabkan
pertumbuhan jaringan dan edema pada daerah distal dan juga
lakukan perubahan intervensi menambah nyeri pada klien.
bila pada waktu yang k. Adanya batasan waktu selama 7x24
ditetapkan tidak ada jam dalam melakukan perawatan luka
perkembangan pertumbuhan klien osteomielitis menjadi tolok
jaringan yang optimal. ukur keberhasilan intervensi yang
diberikan. Apabila masih belum
Kolaborasi mencapai kriteria hasil sebagainya
a. Kolaborasi dengan tim bedah kaji ulang faktor-faktor yang
untuk bedah perbaikan pada menghambat pertumbuhan jaringan
kerusakan jaringan agar luka.
tingkat kesembuhan dapat
dipercepat. a. Bedah perbaikan terutama pada klien
fraktur terbuka luas sehingga menjadi
b. Pemeriksaan kultur jaringan pintu masuk kuman yang ideal.
(pus) yang keluar dari luka Bedah perbaikan biasanya dilakukan
setelah masalah infeksi osteomielitis
teratasi
c. Pemberian b. Manajemen untuk menentukan
antibiotik/antimikroba antimikroba yang sesuai dengan
kuman yang sensitif atau resisten

18
terhadap beberapa jenis antibiotik.
c. Antimikroba yang sesuai dengan
hasil kultur (reaksi sensitif) dapat
membunuh atau mematikan kuman
yang menginvasi jaringan tulang.

4. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, peningkatan


kecepatan metabolik.
Tujuan: Pasien akan menunjukkan termoregulasi, yaitu merupakan
keseimbangan di antara produksi panas, peningkatan panas, dan
kehilangan panas.
Kriteria Hasil: suhu kulit dalam rentang yang diharapkan, suhu tubuh
dalam batas normal, nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapakan,
perubahan warna kulit tidak ada, keletihan tidak tampak.

Intervensi Rasional
Mandiri:
a. Pantau terhadap tanda a. kewaspadaan terhadap hipertermia
hipertermia maligna malignan dapat mencegah atau
(misalnya demam, takipnea, menurunkan respon hipermetabolik
aritmia, perubahan tekanan terhadap obat-obatan farmakologis yang
darah, bercak pada kulit, digunakan selama pembedahan.
kekakuan, dan berkeringat
banyak). b. Regulasi suhu dapat mencapai atau
b. Pantau suhu minimal setiap mempertahankan suhu tubuh yang
dua jam, sesuai dengan diinginkan selama intraoperasi.
kebutuhan. Pantau warna
kulit dan suhu secara kontinu. c. Pemantauan tanda vital seperti
c. Pantau tanda vital pengumpulan dan analisis data

19
kardiovaskuler, respirasi, suhu tubuh
untuk menentukan serta mencegah
komplikasi.
Kolaborasi:
a. Berikan obat antipiretik a. Obat antipiretik digunakan untuk
sesuai dengan kebutuhan. menurunkan suhu tubuh.
b. Gunakan matras dingin dan b. Matras dingin dan mandi air hangat
mandi air hangat digunakan untuk mengatasi gangguan
suhu tubuh, sesuai dengan kebutuhan.

5. Defisit pengetahuan tentang pengobatan berhubungan dengan


keterbatasan informasi, interpretasi yang salah terhadap informasi.
Tujuan: pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan
pengobatan.
Kriteria Hasil: melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan
alasan dari suatu tindakan, memulai perubahan gaya hidup yang
diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan

intervensi Rasional
a. kaji ulang patologi, a. memberikan dasar pengetahuan dimana
prognosis dan harapan yang pasien dapat membuat pilihan informasi.
akan datang b. Sebagian besar osteomilitis
b. Memberikan dukung an memerlukan penopang selama proses
cara-cara mobilisasi dan pe- nyembuhan sehingga keterlambatan
ambulasi sebagaimana yang pe- nyembuhan disebab- kan oleh
dianjurkan oleh bagi- an penggunaan alat bantu yang kurang
fisioterapi. tepat.
c. Memilah-milah aktif- itas c. Mengorganisasikan kegiatan yang
yang bisa mandiri dan yang diperlu kan dan siapa yang perlu
harus dibantu. menolongnya. (apakah fisioterapi,

20
d. identifikasi tersedianya perawat atau ke- luarga).
sumber pelayanan di d. Memberikan bantuan untuk
masyarakat , contoh tim memudahkan perawatan diri dan
rehabilitasi, pelayanan mendukung kemandirian . meningkatkan
perawatan dirumah perawatan diri optimal dan pemulihan
e. Memudahkan perawatan diri dan
e. Ajarkan cara teknik balutan menjaga terjadi infeksi secara mandri
secara steril dan dan teknik dan optimal
kompres hangat.

L. FISHBONE

Equipment Prosces Poeple

Prosedur yang Tidak


Peraltan yang
salah menghadiri
tidak canggih
penyuluhan

Kurang peralatan Tidak Ada Kemampuan Meningkat nya kasus


prosedur K3 infeksi Tulang
(Osteomyelitis di
masyarakat )
Kurangnya Kualitas
kebersihan Rendah
diri Tidak ada
pengukuran
Tidak bersih yang tepat
Material yang Tidak ada alat
salah ukur

Envoiment Materials Measurment

21
M. PRIORITAS MASALAH
Daerah yang terkena harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan
dan mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama
20 menit beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran darah.
Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi.
Kultur darah, swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme
dan memilih antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari
satu pathogen.
Begitu spesimen kultur diperoleh dimulai terapi antibiotika intravena, dengan
asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap peningkatan
semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengontrol infeksi sebelum
aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian
dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar
antibiotika dalam darah yang terus-menerus tinggi. Antibiotika yang paling
sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan bila telah diketahui biakan
dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah terkontrol antibiotika dapat
diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi
antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibioka, tulang yang
terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan
daerah itu diirigasi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Terapi
antibiotika dilanjutkan.
Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen
bedah. Dilakukan sequestrektomi (pangangkatan involukrum secukupnya supaya
ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan
tulang untuk menjalankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal
(saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat
supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.

22
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau
dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan grunulasi atau
dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpenghisap untuk
mengontrol hematoma dan membuang  debris. Dapat diberikan irigasi larutan
salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dangan
pemberian irigasi ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan grafit tulang kanselus untuk
merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi
dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flap otot (dimana suatu otot
diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh).
Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah, perbaikan asupan darah
kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi.
Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan
penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, yang kemudian
memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat
penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang (Smeltzer, Suzanne
C, 2002).

N. POA
No Masalah Penyebab Tujuan Waktu Dan Kegiatan Keberhasilan

Masalah sasaran

1. Belum tidak adanya Terjadwaln Puskesmas Terlaksananya

adanya jadwal ya penyuluhan yang

penyuluhan penyuluhan penyuluhan diadakan oleh

dan mengenai rutin yang tenaga kesehatan.

sosialisasi diadakan

mengenai oleh tenaga

Osteomyliti kesehatan

23
s

2. Belum Kurangnya Merekomen Puskesmas Diterimanya

adanya tenaga dasikan rekomendasi yang

sosialisasi kesehatan kepada diajukan dan

terhadap dibidang tenaga ditambahnya 1

upaya fisioterapis kesehatan orang tenaga ahli

pencegahan untuk fisioterapi

Osteomyliti menambah

s tenaga ahli

fisioterapis

BAB III
PENUTUP

3.1.   KESIMPULAN
  Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena
penyebaran infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih
sering, setelah kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi (osteomielitis
eksogen).
  Luka tusuk pada jaringan lunak atau tulang akibat gigitan hewan,
manusia atau penyuntikan intramusculus dapat menyebabkan
osteomielitis eksogen. Osteomielitis akut biasanya dapat disebabkan
oleh bakteri maupun virus, jamur, dan mikro-organisme lain.
  Osteomielitis adalah penyakit yang sulit diobati karena dapat terbentuk
abses local. Abses tulang biasanya memiliki pendarahan yang sangat
kurang, dengan demikian, penyampaian sel-sel imun dan antibiotic
terbatas. Apabila infeksi tulang tidak diobati secara segera dan agresif,
nyeri hebat dan ketidak mampuan permanen dapat terjadi (Corwin,
2001).

24
3.2.   SARAN

Penerapan penanganan secara fisioterapi hendaknya lebih ditingkatkan


lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Hinchliff,Sue. 2000. Kamus keperawatan.Penerbit buku kedokteran EGC :


Jakarta

Donges Marilynn, E. 20000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,


Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta

Price Sylvia, A 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Jilid 2 . Edisi 4. Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta

Smeltzer Suzanne, C 2002. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner &


Suddart. Edisi 8. Vol 3. Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7.


Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta

25
26

Anda mungkin juga menyukai