KEPERAWATAN KOMUNITAS II
DOSEN PENGAMPU :
Ns. Aisyiah, M.Kep.,Sp.Kep.Kom
DI SUSUN OLEH :
Ajeng Dhikamarta 173112420150018
Ayu Nur Hayati 173112420150027
Awanis Nurhasyyati S 173112420150043
Syifa Fauziyah 173112420150058
Pratiwi Nur Novianti 173112420150097
UNIVERSITAS NASIONAL
2020
1. KASUS AGREGAT ANAK (STUNTING)
A. DEFINISI
Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang
kurang dalam waktu lama. Hal ini terjadi karena asupan makan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat
saat anak berusia dua tahun. Menurut UNICEF, stunting didefinisikan sebagai
persentase anak-anak usia 0 sampai 59 bulan, dengan tinggi di bawah minus (stunting
sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis) diukur dari standar pertumbuhan
anak keluaran WHO. Stunting diakibatkan oleh banyak faktor, seperti ekonomi
keluarga, penyakit atau infeksi yg berkali-kali. Kondisi lingkungan, baik itu polusi
udara, air bersih bisa juga mempengaruhi stunting. Tidak jarang pula masalah non
kesehatan menjadi akar dari masalah stunting, seperti masalah ekonomi, politik,
sosial, budaya, kemiskinan, kurangnya pemberdayaan perempuan, serta masalah
degradasi lingkungan.
B. ETIOLOGI
1. Stunting familial
Perawakan pendek dapat disebabkan karena faktor genetik dari orang tua dan
keluarga. Perawakan pendek yang disebabkan karena genetik dikenal sebagai familial
short stature (perawakan pendek familial). Tinggi badan orang tua maupun pola
pertumbuhan orang tua merupakan kunci untuk mengetahui pola pertumbuhan anak.
Faktor genetik tidak tampak saat lahir namun akan bermanifestasi setelah usia 2-3
tahun. Korelasi antara tinggi anak dan midparental high (MPH) 0,5 saat usia 2 tahun
dan menjadi 0,7 saat usia remaja. Perawakan pendek familial ditandai oleh
pertumbuhan yang selalu berada di bawah persentil 3, kecepatan pertumbuhan
normal, usia tulang normal, tinggi badan orang tua atau salah satu orang tua pendek
dan tinggi di bawah persentil 3.
2. Kelainan patologis
Perawakan pendek patologis dibedakan menjadi proporsional dan tidak
proporsional. Perawakan pendek proporsional meliputi malnutrisi, penyakit
infeksi/kronik dan kelainan endokrin seperti defisiensi hormon pertumbuhan,
hipotiroid, sindrom cushing, resistensi hormon pertumbuhan dan defisiensi IGF-1.
Perawakan pendek tidak proporsional disebabkan oleh kelainan tulang seperti
kondrodistrofi, displasia tulang, Turner, sindrom Prader-Willi, sindrom Down,
sindrom Kallman, sindrom Marfan dan sindrom Klinefelter.
3. Infeksi kronis
Penyakit infeksi akut akibat infeksi sistemik seperti penumonia, diare persisten,
disentri dan penyakit kronis seperti kecacingan mempengaruhi pertumbuhan linear.
Infeksi akan menyebabkan asupan makanan menurun, gangguan absorpsi nutrien,
kehilangan mikronutrien secara langsung, metabolisme meningkat, kehilangan nutrien
akibat katabolisme yang meningkat, gangguan transportasi nutrien ke jaringan. Pada
kondisi akut, produksi proinflamatori seperti cytokin berdampak langsung pada
remodeling tulang yang akan menghambat pertumbuhan tulang.
4. Defisiensi hormon
Growth hormon (GH) atau hormon pertumbuhan merupakan hormon esensial
untuk pertumbuhan anak dan remaja. Hormon tersebut dihasilkan oleh kelenjar
hipofisis akibat perangsangan dari hormon GH-releasing faktor yang dihasilkan oleh
hipotalamus. GH dikeluarkan secara episodik dan mencapai puncaknya pada malam
hari selama tidur. GH berefek pada pertumbuhan dengan cara stimulasi produksi
insulin-like growth faktor 1 (IGF-1) dan IGF-3 yang terutama dihasilkan oleh hepar
dan kemudian akan menstimulasi produksi IGF1 lokal dari kondrosit. Growth hormon
memiliki efek metabolik seperti 12 merangsang remodeling tulang dengan
merangsang aktivitas osteoklas dan osteoblas, merangsang lipolisis dan pemakaian
lemak untuk menghasilkan energi, berperan dalam pertumbuhan dan membentuk
jaringan serta fungsi otot serta memfasilitasi metabolisme lemak.
Hormon tiroid juga bermanfaat pada pertumbuhan linier setelah lahir.
Menstimulasi metabolisme yang penting dalam pertumbuhan tulang, gigi dan otak.
Kekurangan hormon ini menyebabkan keterlambatan mental dan perawakan pendek.
Hormon paratiroid dan kalsitonin juga berhubungan dengan proses penulangan dan
pertumbuhan tulang. Hormon tiroid mempunyai efek sekresi hormon pertumbuhan,
mempengaruhi kondrosit secara langsung dengan meningkatkan sekresi IGF-1 serta
memacu maturasi kondrosit.
Hormon glukokortikod diperlukan dalam meningkatkan glukoneogenesis,
meningkatkan sintesis glikogen, meningkatkan konsentrasi gula darah dan balance
nitrogen negatif. Pada gastrointestinal memiliki efek meningkatkan produksi pepsin
dilambung, meningkatkan produksi asam lambung, menghambat vitamin D sebagai
mediator untuk mengabsorpsi kalsium. Glukokortikoid pada jaringan berdampak
menurunkan kandungan kolagen pada kulit dan tulang, menurunkan kolagen pada
dinding pembuluh darah serta menghambat formasi granuloma. Efek 13
glukokortikoid lainnya diperlukan dalam pertumbuhan normal, kelemahan otot,
menghambat pertumbuhan skeletal dan menghambat pengeluaran hormon tiroid.
Sex steroid (estrogen dan testoteron) merupakan mediasi percepatan pertumbuhan
pada masa pubertas. Jika terjadi keterlambatan pubertas maka terjadi keterlambatan
pertumbuhan linier.19 Hormon ini tidak banyak berperan pada masa prapubertas, hal
ini dapat dilihat dengan tidak terdapatnya gangguan pertumbuhan pada pasien dengan
hipogonad, sebelum timbulnya pubertas.
5. Kelainan kromosom
Penyakit genetik dan sindrom merupakan etiologi yang belum jelas diketahui
penyebabnya berhubungan dengan perawakan pendek. Beberapa gangguan
kromosom, displasia tulang dan suatu sindrom tertentu ditandai dengan perawakan
pendek. Sindrom tersebut diantaranya sindrom Turner, sindrom Prader-Willi, sindrom
Down dan displasia tulang seperti osteochondrodystrophies, achondroplasia,
hipochondroplasia.
6. Malnutrisi
Penyebab perawakan pendek yang paling umum di seluruh dunia adalah
malnutrisi. Protein sangat essensial dalam pertumbuhan dan tidak adanya salah satu
asam amino menyebabkan retardasi pertumbuhan, kematangan skeletal dan
menghambat pubertas.
Klasifikasi malnutrisi berdasarkan respon jaringan atau terhambatnya
pertumbuhan dibedakan menjadi 2 tipe yaitu tipe 1 yang terdiri dari salah satu
defisiensi zat besi, yodium, selenium, tembaga, kalsium, mangan, tiamin, riboplavin,
piridoksin, niasin, asam askorbat, retinol, tokoferol, kalsiterol, asam folat, kobalamin
dan vitamin K. Tipe 2 diakibatkan oleh kekurangan nitrogen, sulfur, asam amino
esensiil, potasium, sodium, magnesium, seng, phospor, klorin dan air. Malnutrisi tipe
1 dikenal dengan functional nutrisi sedangkan tipe 2, membentuk jaringan dan energi
untuk menjalankan fungsi tubuh.
Malnutrisi tipe 1 disebabkan asupan yang kurang sehingga konsentrasi di jaringan
berkurang, menimbulkan gejala dan tanda klinis yang khas, konsentrasi dalam
jaringan bervariasi, mekanisme metabolik yang spesifik sehingga mudah dilakukan
pemeriksaan laboratorium, tidak menyebabkan kehilangan berat badan atau gagal
tumbuh, disimpan di dalam tubuh, menunjukkan efek sebagai pengganti nutrisi in
vitro maupun in vivo dan konsentrasi bervariasi pada air susu ibu (ASI). Malnutrisi
tipe 2 sulit untuk didiagnosis karena tanda dan gejala tidak khas seperti tipe 1. Nutrisi
tipe 2 berfungsi membangun jaringan sehingga jaringan tidak akan terbentuk bila
terjadi defisiensi nutrisi tersebut bahkan akan terjadi katabolisme jaringan dan seluruh
komponen jaringan akan diekskresikan. Apabila jaringan akan dibangun kembali
maka seluruh komponen harus diberikan dengan seimbang dan saling ketergantungan.
Tidak disimpan di dalam tubuh sehingga tergantung dari asupan setiap hari. Beberapa
nutrisi seperti phospor, seng dan magnesium sangat kecil jumlahnya di dalam
makanan sehingga konsentrasi yang tinggi diperlukan dengan cara fortifikasi pada
beberapa makanan untuk proses penyembuhan.
Dampak dari kekurangan gizi pada awal kehidupan anak akan berlanjut dalam
setiap siklus hidup manusia. Wanita usia subur (WUS) dan ibu hamil yang mengalami
kekurangan energy kronis (KEK) akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir
rendah (BBLR). BBLR ini akan berlanjut menjadi balita gizi kurang (stunting) dan
berlanjut ke usia anak sekolah dengan berbagai konsekuensinya. Kelompok ini akan
menjadi generasi yang kehilangan masa emas tumbuh kembangnya dari tanpa
penanggulangan yang memadai kelompok ini dikuatirkan lost generation. Kekurangan
gizi pada hidup manusia perlu diwaspadai dengan seksama, selain dampak terhadap
tumbuh kembang anak kejadian ini biasanya tidak berdiri sendiri tetapi diikuti
masalah defisiensi zat gizi mikro.
D. ANGKA KEJADIAN
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan
2018 menunjukkan 17,7% bayi usia di bawah 5 tahun (balita) masih mengalami
masalah gizi. Angka tersebut terdiri atas balita yang mengalami gizi buruk sebesar
3,9% dan yang menderita gizi kurang sebesar 13,8%.Dibanding hasil Riskesdas 2013,
bayi yang mengalami masalah gizi turun seperti terlihat pada grafik di bawah ini.
Sementara dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019,
bayi yang mengalami masalah gizi ditargetkan turun menjadi 17%. Adapun prevalensi
balita yang mengalami stunting (tinggi badan di bawah standar menurut usia) sebesar
30,8%, turun dibanding hasil Riskesdas 2013 sebesar 37,2%.Sebagai informasi, dalam
1.000 hari pertama (sejak janin dalam kandungan hingga berusia dua tahun)
kehidupan bayi merupakan usia emas bagi tumbuh kembang anak. Sayangnya anak-
anak yang seharusnya menjadi harapan masa depan bangsa Indonesia masih banyak
yang mengalami masalah gizi (29,9%) di usia dini. Untuk, itu pemerintah
menganggarkan dana dalam APBN 2019 sebesar Rp 123,1 triliun guna meningkatkan
akses dan kualitas layanan kesehatan serta penguatan penanganan stunting.
E. KASUS DARI BERITA
F. PROGRAM PEMERINTAH
Ada 12 kegiatan yang dapat berkontribusi pada penurunan stunting melalui Intervensi
Gizi Spesifik sebagai berikut:
1. Menyediakan dan memastikan akses terhadap air bersih
2. Menyediakan dan memastikan akses terhadap sanitasi
3. Melakukan fortifikasi bahan pangan
4. Menyediakan akses kepada layanan kesehatan dan Keluarga Berencana (KB)
5. Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
6. Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal)
7. Memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua
8. Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Universal
9. Memberikan pendidikan gizi masyarakat
10. Memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi serta gizi pada remaja
11. Menyediakan bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin
12. Meningkatkan ketahanan pangan dan gizi
Kanker payudara adalah kondisi ketika sel kanker terbentuk di jaringan payudara.
Kanker bisa terbentuk di kelenjar yang menghasilkan susu (lobulus), atau di saluran
(duktus) yang membawa air susu dari kelenjar ke puting payudara. Kanker juga bisa
terbentuk di jaringan lemak atau jaringan ikat di dalam payudara.
Kanker payudara terbentuk saat sel-sel di dalam payudara tumbuh tidak normal dan
tidak terkendali. Sel tersebut umumnya membentuk tumor yang terasa seperti
benjolan. Meski biasanya terjadi pada wanita, kanker payudara juga bisa menyerang
pria.
Kanker payudara yang paling umum terjadi, terbagi dalam beberapa jenis:
1. Ductal carcinoma in situ. Kanker ini tumbuh di duktus, dan tidak menyebar ke
jaringan sekitarnya. Jenis kanker ini termasuk kanker stadium awal dan mudah
diobati. Namun demikian, kanker ini bisa menyebar ke jaringan sekitarnya jika
tidak segera ditangani.
2. Lobular carcinoma in situ. Adalah kanker yang tumbuh di lobulus. Sama
seperti ductal carcinoma in situ, kanker ini tidak menyebar ke jaringan
sekitarnya.
3. Invasive ductal carcinoma. Kanker ini tumbuh di duktus dan bisa menyebar ke
jaringan sekitarnya, bahkan bisa menyebar ke area tubuh yang lain. Jenis
kanker ini terjadi pada 70-80% kasus kanker payudara.
4. Invasive lobular carcinoma. Adalah kanker yang tumbuh di lobulus dan bisa
menyebar ke jaringan sekitarnya. Kanker ini terjadi pada 10% kasus kanker
payudara.
5. Triple negative breast cancer. Adalah jenis kanker yang menunjukkan hasil
negatif pada pemeriksaan keberadaan reseptor hormon estrogen (ER), reseptor
hormon progesterone (PR), dan reseptor protein HER-2 pada jaringan kanker,
yang biasanya positif pada kanker payudara.
B. ETIOLOGI
Kanker payudara terjadi karena sel-sel di payudara tumbuh tidak normal dan
tidak terkendali. Sel-sel ini membelah dengan cepat dan berkumpul membentuk
benjolan, lalu bisa menyebar ke kelenjar getah bening atau ke organ lain.
Belum diketahui apa penyebab sel-sel tersebut berubah menjadi sel kanker,
namun para ahli menduga adanya interaksi antara faktor genetik dengan gaya hidup,
lingkungan, dan hormon, sehingga sel menjadi abnormal dan tumbuh tidak terkendali.
Faktor lain yang bisa meningkatkan risiko kanker payudara antara lain:
C. PATOFISIOLOGI
Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang disebut
transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi.
1. Fase inisiasi Sunting
Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang
memancing sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan
oleh suatu agen yang disebut karsinogen, yang bisa berupa bahan kimia, virus,
radiasi (penyinaran) atau sinar matahari. Tetapi tidak semua sel memiliki
kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen. Kelainan genetik dalam sel atau
bahan lainnya yang disebut promotor, menyebabkan sel lebih rentan terhadap
suatu karsinogen. Bahkan gangguan fisik menahunpun bisa membuat sel menjadi
lebih peka untuk mengalami suatu keganasan.
Progesteron, sebuah hormon yang menginduksi ductal side-branching pada
kelenjar payudara dan lobualveologenesis pada sel epitelial payudara,
diperkirakan berperan sebagai aktivator lintasan tumorigenesis pada sel payudara
yang diinduksi oleh karsinogen. Progestin akan menginduksi transkripsi regulator
siklus sel berupa siklin D1 untuk disekresi sel epitelial. Sekresi dapat ditingkatkan
sekitar 5 hingga 7 kali lipat dengan stimulasi hormon estrogen,oleh karena
estrogen merupakan hormon yang mengaktivasi ekspresi pencerap progesteron
pada sel epitelial. Selain itu, progesteron juga menginduksi sekresi kalsitonin sel
luminal dan morfogenesis kelenjar.
2. Fase promosi Sunting
Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah
menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh
oleh promosi. Karena itu diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan
(gabungan dari sel yang peka dan suatu karsinogen).
3. Fase metastasis Sunting
Metastasis menuju ke tulang merupakan hal yang kerap terjadi pada kanker
payudara, beberapa diantaranya disertai komplikasi lain seperti simtoma
hiperkalsemia, pathological fractures atau spinal cord compression.[6] Metastasis
demikian bersifat osteolitik, yang berarti bahwa osteoklas hasil induksi sel kanker
merupakan mediator osteolisis dan mempengaruhi diferensiasi dan aktivitas
osteoblas serta osteoklas lain hingga meningkatkan resorpsi tulang
Tulang merupakan jaringan unik yang terbuat dari matriks protein yang
mengandung kalsium dengan kristal hydroxyappatite sehingga mekanisme yang
biasa digunakan oleh sel kanker untuk membuat ruang pada matriks ekstraselular
dengan penggunaan enzim metaloproteinase matriks tidaklah efektif. Oleh sebab
itu, resorpsi tulang yang memungkinkan invasi neoplastik terjadi akibat interaksi
antara sel kanker payudara dengan sel endotelial yang dimediasi oleh ekspresi
VEGF.[6] VEGF merupakan mitogen angiogenik positif yang bereaksi dengan sel
endotelial. Tanpa faktor angiogenik negatif seperti angiostatin, sel endotelial yang
berinteraksi dengan VEGF sel kanker melalui pencerap VEGFR-1 dan VEGFR-2,
akan meluruhkan matriks ekstraselular, bermigrasi dan membentuk tubulus.
D. ANGKA KEJADIAN
Data lainnya, Globocan tahun 2018 menunjukkan kejadian penyakit kanker di
Indonesia sebanyak 136.2 per 100.000 penduduk. Angka ini menempatkan
Indonesia di urutan kedelapan dengan kasus terbanyak di Asia Tenggara, dan
peringkat ke-23 se-Asia. Angka kejadian tertinggi pada laki-laki adalah kanker
paru sebesar 19,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 10,9 per
100.000 penduduk. Disusul kanker hati dengan kejadian sebesar 12,4 per
100.000 penduduk, dan rata-rata kematian 7,6 per 100.000
penduduk.Sedangkan pada perempuan, kasus tertinggi adalah kanker
payudara sebesar 42,1 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian
17 per 100.000. Setelah itu kanker leher rahim sebesar 23,4 per 100.000
penduduk dengan rata-rata kematian 13,9 per 100.000 penduduk
Penyebab utama kanker adalah penerapan gaya hidup yang tak sehat. Maka,
promotif dan pencegahan merupakan salah satu program penting sebagai upaya
pengendalian kanker."Kementerian Kesehatan telah memperkuat sosialisasi
pengendalian kanker di berbagai daerah. Pedoman pengendalian faktor risiko kanker
telah disusun untuk petugas kesehatan, kader, anak usia sekolah, dan masyarakat yang
berisiko tinggi," jelas Tjandra.Program promotif dan pencegahan dilaksanakan
Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan lintas program, lintas sektor, organisasi
pemerintah, swasta, dan masyarakat.Konten program promotif dan pencegahan yang
telah dilaksanakan meliputi Kampanye Nasional Program Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS), dan advokasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
"Program deteksi dan tindak lanjut dini kanker payudara dan kanker leher rahim
telah dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan melalui kerja sama dengan berbagai
profesi dan pihak lainnya. Program deteksi dini kanker dapat dikembangkan
berdasarkan prevalensi kanker di masing-masing daerah dan ketersediaan sumber
daya," lanjut Tjandra.Program deteksi dini kanker telah dicanangkan oleh Ibu Negara
Indonesia sebagai program nasional pada 21 April 2008. Sampai 2011, program telah
dikembangkan di 310 Puskesmas pada 84 kabupaten/kota di 17 provinsi, yaitu
provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Jawa
Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Barat, DKI Jakarta, Bali, Kaimantan Barat, Kalimantan
Timur, Kalimanatan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,
Lampung, dan Banten."Program deteksi dini kanker dapat dikembangkan berdasarkan
prevalensi kanker di masing-masing daerah dan ketersediaan sumber daya. Selain
deteksi dini, buku saku untuk masyarakat untuk dapat melakukan deteksi dini sendiri
pun dibagikan,” tutupnya.
Harga deteksi kanker prostat sangat bervariasi di seluruh dunia, dengan Asia
Selatan dan Timur deteksi lebih jarang daripada di Eropa, dan khususnya Amerika
Serikat. Kanker prostat cenderung untuk mengembangkan pada pria berusia lebih
dari lima puluh dan meskipun ini adalah salah satu jenis kanker yang paling
umum pada laki-laki, banyak yang tidak pernah mengalami gejala, menjalani
terapi tidak, dan akhirnya meninggal karena penyebab lainnya. (Irdanatalia.2016)
Hal ini karena kanker prostat adalah, dalam banyak kasus, lambat
berkembang, gejala-bebas, dan karena laki-laki dengan kondisi yang lebih tua
mereka sering mati karena sebab-sebab yang tidak terkait dengan kanker prostat,
seperti jantung atau penyakit peredaran darah, pneumonia, lainnya tidak terkait
kanker, atau usia tua. Sekitar 2/3 dari kasus lambat tumbuh "kucing", yang lain
ketiga lebih agresif, cepat berkembang secara informal dikenal sebagai "macan".
(Irdanatalia.2016)
B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi ada beberapa hal yang dapat
meningkatkan risiko seseorang untuk terkena kanker prostat yaitu usia dan riwayat
keluarga. Hormon, diet tinggi lemak dan toksin juga disebutkan sebagai faktor risiko
kanker prostat walaupun kaitannya belum jelas.(Anonim.2016)
C. PATOFISIOLOGI
Menurut Mansjoer Arif dkk (2000), sebagian besar kanker prostat adalah
adenokarsinoma yang berasal dari sel asinar prostat dan bermula dari volume yang
kecil kemudian membesar hingga menyebar. Karsinoma prostat paling sering
ditemukan pada zona perifer sekitar 75%, pada zona sentral atau zona transisi sekitar
15-20%, sedangkan menurut Presti (2004), dan Purnomo (2011), sekitar 60-70%
terdapat pada zona perifer, 10-20% pada zona transisional, dan 5-10% pada zona
sentral.
Munculnya kanker prostat secara laten pada usia tua banyak terjadi. Sepuluh
persen pria usia enam puluh tahun mempunyai kanker prostat’diam’dan tidak
bergejala. Persentasi ini bertambah usia. Pada tiga puluh persen kematian pria yang
sebelumnya mempunyai keluhan atau gejala kanker prostat ternyata pada pemeriksaan
ditemukan adanya tumor ganas ini. Pertumbuhan dari kanker prostat asimtomatis
yang kebemukan pada umumnya lambat sekali. Sembilan puluh persen tumor tersebut
merupakan adenokarsinoma. Umumnya, penyakitnya multifocal keganasan sering
terjadi terletak di pinggir kelenjar. Prognosisnya langsung bergantung pada derajat
keganasan sel-sel dan kadar infiltrasi ke dalam pembuluh darah limfe dan pembuluh
balik (Jong dan Sjamsuhidayat, 2004)
Menurut Mc. NEAL (1988), mengemukakan konsep tantang zona anatomi dari
prostat. Komponen kelenjar dari prostat sebagian besar terletak atau membentuk zona
perifer. Zona perifer ini ditambah dengan zona sentral yang terkecil merupakan 95%
dari komponen kelenjar. Komponen kelenjar yang lain (5%) membentuk zona transisi.
Zona transisi ini terletak tepat di luar uretra di daerah verumontanum. Proses
hiperplasia dimulai di zona transisi. Sebagian besar proses keganasan (60-70%)
bermula di zona perifer, sebagian juga dapat tumbuh di zona transisi dan zona sentra
Karsinoma prostat berupa lesi multi sentrik.
Menurut data WHO, kanker prostat adalah kasus kanker paling umum urutan
kedua pada pria. Diperkirakan sekitar 1,1 juta pria di seluruh dunia didiagnosis
menderita kanker prostat dan terdapat 307 ribu kasus kematian pada tahun 2012.
Dilaporkan sekarang ini kanker prostat menjadi penyebab kematian terbanyak ketiga
akibat kanker pada pria di Asia. Di Indonesia sendiri, kanker prostat menempati
urutan kelima sebagai jenis kanker terbanyak, dengan jumlah penderita sebesar 971
orang pada tahun 2011. Pria usia 70-79 tahun merupakan keompok terbanyak yang
menderita penyakit ini. Data dari rumah sakit besar di Jakarta menunjukkan kenaikan
jumlah penderitanya hampir tiga kali lipat dalam 10 tahun terakhir (Daftar Nilai
Rujukan Tumor, 2012).
F. PROGRAM PEMERINTAH
Sebagian besar pasien dengan kanker prostat stadium awal tidak menyadari adanya
gejala. Gejala terkadang baru dirasakan pasien saat kanker sudah menyebar ke organ
lainnya. Gejala yang dikeluhkan meliputi gangguan berkemih, adanya darah pada
urin, pembesaran kelenjar getah bening sekitar prostat, penurunan berat badan, dan
jika kanker sudah menyebar ke tulang dapat menyebabkan nyeri tulang.
Dr. Lies Dina Liastuti, Sp. JP(K), MARS, FIHA, Direktur Utama RSCM
menjelaskan, dengan sistem satu pintu, layanan dapat diberikan kepada pasien secara
cepat dan tepat, mulai dari pemeriksaan awal sampai dengan diagnosis ditegakkan.
Pasien diharuskan untuk melakukan perjanjian konsultasi sehingga layanan
diharapkan dapat dilaksanakan dalam 1 hari atau pasien tidak perlu datang berulang-
ulang. Biopsi prostat dengan teknologi robotik meningkatkan ketepatan pengambilan
sampel di lokasi tempat sel kanker prostat berada. Dengan adanya teknologi ini,
waktu pelaksanaan biopsi dapat dilakukan lebih singkat. "Layanan ini merupakan
salah satu inovasi yang dibentuk untuk meningkatkan upaya deteksi dini kanker
prostat, yang bersifat one stop service yang menyediakan layanan inovasi terbaru
yaitu ‘Biopsy Prostate Transperineal Robotic’ pertama di Indonesia," ungkap Dr. Lies
Dina saat ditemui Suara.com, Senin (5/8/2019), di kawasan Jakarta Pusat.
Di tempat yang sama, dr. Chaidir Arif Mochtar, Sp.U (K), Ph.D, staf medik
Departemen Urologi RSCM - FKUI, menyampaikan tentang keunggulan yang
tersedia di Prostate Center. "Penggunaan teknik minimal invasif, yakni laparoskopi
yang dikombinasikan dengan visualisasi 3D dalam tatalaksana kanker prostat.
Pengaplikasian teknik laparoskopi dalam penatalaksanaan kanker prostat telah
terbukti memberikan efek komplikasi yang lebih ringan jika dibandingkan dengan
operasi terbuka pengangkatan prostat, di antaranya durasi rawat yang lebih singkat,
jumlah perdarahan yang lebih sedikit, serta risiko infeksi yang lebih rendah. Selain
itu, penggunaan visualisasi 3D intra operasi juga memberikan manfaat dalam proses
pengangkatan prostat, di antaranya durasi operasi yang lebih singkat, keluaran yang
lebih baik jika dibandingkan dengan laparoskopi standar, serta mempermudah
operator dalam melakukan manuver-manuver selama operasi," tandasnya.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Stunting
https://sardjito.co.id/2019/07/22/kenali-penyebab-stunting-anak/
http://eprints.undip.ac.id/50836/3/Sherly_Mediana_22010112130141_Lap.KTI_BAB_2.pdf
http://scholar.unand.ac.id/12188/5/TA%20UTUH.pdf
https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/18/01/24/p30s85396-who-78-juta-balita-
di-indonesia-penderita-stunting
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/01/25/177-balita-indonesia-masih-
mengalami-masalah-gizi
http://www.tnp2k.go.id/filemanager/files/Rakornis%202018/Sesi
%201_01_RakorStuntingTNP2K_Stranas_22Nov2018.pdf
https://jatim.sindonews.com/read/13594/1/kasus-anemia-pada-remaja-putri-di-gresik-tinggi-
ada-apa-1565852917
https://media.neliti.com/media/publications/238439-efektifitas-program-suplementasi-zat-
bes-277c24be.pdf
http://repository.ut.ac.id/7795/1/FMIPA2018-07.pdf
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/545/4/3.%20Chapter2.pdf.pdf
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/e751f0771de9f4355ead527b9cad51d7.pdf
https://id.wikipedia.org/wiki/Kanker_payudara
https://www.alodokter.com/kanker-payudara/penyebab
https://m.fimela.com/news-entertainment/read/3865864/andien-dan-kisah-perjuangan-4-artis-
lawan-ganasnya-kanker