Anda di halaman 1dari 3

Pada jaman dahulu kala di negeri Cina tepatnya di propinsi Zhejiang hiduplah

keluarga Zhu. Mereka termasuk keluarga kaya dan terpandang di daerah tersebut.
Keluarga Zhu mempunyai seorang putri yang sangat cantik bernama Cuk Eng Tay.
Sebagai anak perempuan, Eng Tay tidak boleh sering keluar rumah. Hal itu selalu
membuatnya bosan. Dia ingin sekali pergi bersekolah seperti anak laki-laki.
Berulang kali Eng Tay membujuk ayahnya untuk mengijinkannya pergi sekolah,
namun ayahnya selalu menolak dengan tegas.

Suatu hari dia mendapat sebuah ide. Eng Tay mengurung diri di kamar dan berpura-
pura sakit. Tuan Zhu yang khawatir dengan kesehatan putri tunggalnya menyetujui
usul Lin Ce, pengasuh putrinya, untuk memanggil seorang peramal.

"Tuan, saya sarankan anda untuk mengirim putri anda ke sekolah di luar kota, maka
dia akan sembuh," kata si peramal.
"Apa? Tidak mungkin aku mengirim anak perempuanku bersekolah. Tak ada
seorang gadis pun di sana!" kata Tuan Zhu gusar.

Tiba-tiba peramal itu menyingkap tutup kepala dan jubahnya. Tuan Zhu terkejut
karena peramal itu tidak lain adalah Eng Tay.
"Ayah, kalo aku berpakaian seperti laki-laki, bolehkah aku pergi ke sekolah? Tidak
akan ada yang menyangka bahwa aku seorang gadis," bujuk Eng Tay.
Akhirnya dengan berat hati Tuan zhu mengijinkan Eng Tay untuk pergi bersekolah.

Pada hari yang ditentukan dengan ditemani Lin Ce yang setia, Eng Tay berangkat
ke sekolah Sung Yee. Tentu saja dengan menyamar sebagai laki-laki. Di tengah
perjalanan Eng Tay bertemu dengan seorang pemuda yang juga akan pergi ke Sung
Yee. Mereka pun berkenalan dan memutuskan untuk melanjutkan perjalanan
bersama-sama. Pemuda itu bernama Liang Sam Pek dan berasal dari Guiji. Mereka
pun menjadi akrab dan berjanji untuk saling menjaga. Sam Pek menganggap Eng
Tay sebagai adik dan demikian sebaliknya Eng Tay menganggap Sam Pek sebagai
kakak.

Di sekolah Eng Tay belajar dengan giat. Dia sangat bersemangat, apalagi kini dia
semakin akrab dengan Sam Pek sehingga hari-harinya tidak lagi membosankan.
Karena Eng Tay gadis yang cerdik, tidak seorang pun mencurigai penyamarannya.
Maka Sam Pek pun memperlakukan Eng Tay sebagai adik laki-laki. Padahal Eng
Tay ternyata mulai menaruh hati pada Sam Pek.

Tidak terasa bertahun-tahun Eng Tay menghabiskan harinya di Sung Yee. Selama
itu dia tidak pernah sekali pun pulang menengok ayahnya. Hanya Lin Ce yang
pulang pergi membawa kabar dari Eng Tay dan ayahnya. Suatu hari Lin Ce
membawa surat dari rumah yang mengabarkan bahwa ayahnya sakit keras dan
menyuruhnya pulang. Eng Tay bimbang, dia sangat ingin pulang menengok ayahnya
namun dia juga takut sekembalinya ke rumah dia tidak akan bisa kembali ke
sekolah. Itu artinya Eng Tay tidak bisa bertemu lagi dengan Sam Pek. Kepada Lin
Ce dia berterus terang bahwa dia telah jatuh cinta kepada Sam Pek.

Akhirnya Eng Tay dan Lin Ce memutuskan utnuk meminta nasehat kepada guru Eng
Tay. Eng Tay berterus terang bahwa dia adalah seorang gadis yang menyamar agar
bisa sekolah. Untunglah beliau tidak marah. Eng Tay menitipkan sebuah bandulan
kipas kepada guru untuk diberikan kepada Sam Pek.

Dengan berat hati Sam Pek mengantar kepergian Eng Tay. Sebelum berpisah Eng
Tay mencoba memberi isyarat kepada Sam Pek bahwa dia adalah seorang gadis,
namun Sam Pek tidak mengerti arti isyarat Eng Tay. Akhirnya Eng Tay menyerah
dan berkata bahwa dia akan menjodohkan Sam Pek dengan adiknya, maka Sam
Pek harus datang menemuinya dan melamarnya.

Setelah ditinggal Eng Tay, Sam Pek merasa kesepian. Akhirnya dia meminta ijin
gurunya untuk menjenguk Eng Tay. Guru Sun Yee lalu memberikan bandulan kipas
dari Eng Tay kepada Sam Pek dan memberitahukannya bahwa Eng Tay sebenarnya
adalah seorang gadis. Sam Pek terkejut mendengarnya. Akhirnya dia mengerti
bahwa sebenarnya Eng Tay ingin agar Sam Pek melamar Eng Tay dan bukan
adiknya. Dengan hati berbunga-bunga Sam Pek pun berpamitan dan langsung
memacu kudanya ke rumah Eng Tay.

Sementara itu Tuan Zhu bermaksud menjodohkan Eng Tay dengan anak keluarga
kaya dan berkuasa bernama Ma Wencai. Tentu saja Eng Tay menolaknya dan
berterus terang bahwa dia sudah memiliki seorang kekasih yang akan segera
melamarnya. Tuan Zhu sangat marah mendengarnya. Dia tetap memaksa Eng Tay
untuk menerima lamaran Ma Wencai dan mengancam akan mencelakakan Sam Pek
jika Eng Tay berani menolaknya. Maka Eng Tay pun hanya bisa menangis sedih
mendengar keputusan ayahnya.

Beberapa hari kemudian Sam Pek sampai di rumah Eng Tay. Setelah memohon
pada ayahnya, akhirnya Eng Tay bisa menemui Sam Pek. Mereka sangat bahagia
bisa bertemu lagi. Namun Eng Tay juga bersedih karena ini adalah terakhir kalinya
dia bisa menemui Sam Pek. Ketika Sam Pek mengutarakan niatnya untuk
mempersunting Eng Tay, Eng Tay pun tak kuasa menahan air matanya.
"Kenapa kau kelihatan menangis, adik Eng Tay? Apakah kau tidak suka aku
melamarmu?" tanya Sam Pek.
"Aku bahagia kakak Sam Pek. Tapi... ayahku telah menjodohkanku dengan pria lain
dan aku tidak bisa menolaknya. Maafkan aku kakak!" tangis Eng Tay.

Sam Pek sangat marah mendengarnya. Dia pikir Eng Tay sudah melupakannya dan
tidak ingin menjadi istrinya.
"Jadi kau lebih memilih menjadi istri orang kaya itu daripada aku yang miskin?" kata
Sam Pek dengan marah.
"Bukan begitu kakak Sam Pek, ini adalah keinginan ayah dan aku tidak kuasa
menolaknya. Mengertilah kakak! Meski aku harus menikah dengan orang lain,
cintaku hanya untuk kakak seorang," isak Eng Tay.

Sam Pek tidak mau mendengar perkataan Eng Tay, dengan sedih dia memacu
kudanya pulang ke rumahnya. Sam Pek kehilangan semangat hidupnya. Maka dia
pun menghabiskan waktunya dengan minum banyak arak hingga lupa makan, lupa
tidur. Akhirnya Sam Pek pun jatuh sakit. Semakin hari sakitnya semakin parah. Sam
Pek pun tidak mau berobat. Baginya hidup sudah tidak berarti lagi.

Ibu Sam Pek sangat sedih melihat keadaan putranya. Maka dengan berlinang air
mata dia pergi ke rumah Eng Tay dan memohon kepada Tuan Zhu supaya
mengijinkan Eng Tay menemui Sam Pek untuk terakhir kalinya. Namun Tuan Zhu
menolaknya. Dengan hati sedih Eng Tay hanya bisa menitipkan sebuah bingkisan
berisi puisi-puisi cinta dan segumpal rambutnya.

Sam Pek semakin sedih dan semakin tidak bergairah untuk sembuh. Suatu hari
ketika sakitnya semakin parah, dia berpesan kepada ibunya bahwa jika ia meninggal
dia ingin dikuburkan di jalan yang akan dilalui oleh iring-iringan pengantin Eng Tay.
Beberapa saat kemudian Sam Pek pun menghembuskan nafas terakhirnya.

Eng Tay pun berduka mendengar kematian kekasihnya. Dia menangis sepanjang
hari dan meratapi nasib yang tidak menyatukannya dengan kekasih yang
dicintainya.

Tuan Zhu sangat khawatir melihat keadaaan putrinya, maka dia meminta supaya
tanggal pernikahan putrinya dipercepat.

Eng Tay lalu memohon kepada ayahnya supaya diijinkan untuk turun sebentar dari
tandu pengantin dan mengunjungi makam Sam Pek untuk memberi penghormatan
terakhir. Meski tidak setuju tapi akhirnya Tuan Zhu dan keluarga Ma memberi ijin.

Maka ketika iringan pengantin Eng Tay tiba di makam Sam Pek. Eng Tay turun dari
tandu dan berlutut di makam kekasihnya. Dengan menangis sedih dia berkata:
"Kakak Sam Pek percayalah bahwa cintaku hanya untukmu. Aku tidak ingin menikah
dengan orang lain. Jika kakak mendengarku, bawalah aku pergi bersama kakak!"

Mendadak angin bertiup sangat kencang dan hujan pun turun dengan derasnya. Di
tengah suara petir yang menggelegar tiba-tiba makam Sam Pek terbelah dua dan
muncullah lubang menganga di depan Eng Tay. Tanpa pikir panjang Eng Tay pun
terjun ke dalam lubang tersebut tanpa sempat dicegah oleh para pengiringnya.
Kemudian makam tersebut kembali menutup dan Eng Tay pun menghilang.

Suasana kembali cerah seperti tidak pernah ada kejadian apapun. Tinggallah para
pengiring yang masih terkejut dengan kejadian tersebut. Hanya Lin Ce yang
menangis meratapi kepergian majikannya. Tiba-tiba dari balik makam, muncullah
sepasang kupu-kupu yang cantik. Mereka berputar-putar sebentar di kepala Lin Ce
sebelum akhirnya terbang jauh dengan gembira. Lin Ce yakin bahwa kupu-kupu itu
adalah penjelmaan roh majikannya yang telah bersatu dengan kekasihnya.

Anda mungkin juga menyukai