Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

AKUNTANSI SYARIAH
“EKONOMI ISLAM DAN PEMIKIRAN MENUJU AKUNTANSI SYARIAH”

Dosen Pengampu : Yuli hauliyatin nahdlah,M.Ak

KELOMPOK III :

1. Siti alawiyaturra’i
2. Risma wati
3. Nur hidayatussyifa
4. Sultan wahidy
5. Ramli
FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN MUAMALAH
INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI NAHDLATUL WATHAN
LOMBOK TIMUR 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ EKONOMI ISLAM DAN
PEMIKIRAN MENUJU AKUNTANSI SYARIAH“. Penulisan makalah ini merupakan salah
satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah”AKUNTANSI SYARIAH”.
Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi. Mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu,kritik dan
saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini
khususnya kepada dosen kami dalam hal ini yang telah memberikan tugas petunjuk kepada
kami,sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………… 2

Daftar Isi ………………………………………………………………… 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang……………………………………………....... 4

1.2. Rumusan Masalah……………………………………….......... 4

1.3. Tujuan dan Manfaat………………………….......................... 5

BAB II PEMBAHASAN

A. Aliran-Aliran Pemikiran Akuntansi Syariah……………… 13


B. Faktor Perkembangan Akuntansi Di Negara Islam……….. 16
C. Perkembangan Akuntansi Syariah di Dunia……………….. 17
D. Perkembangan Akuntansi Syariah Di Indonesia…………… 19

BAB III PENUTUP

Kesimpulan…………………………………………………. …

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akuntansi sebagai salah satu ilmu yang pada zaman sekarang sering
diterapkan dalam mengelola aset keuangan,telah dikenal sejak zaman
dahulu,salah satu tokoh yang dianggap berperan penting dalam mengembangkan
ilmu ini adalah Luca Paciolli yang berkebangsaan Italia.

Namun sebenarnya pengetahuan tentang hal ini,sudah jauh sebelumnya


diterapkan oleh Bangsa Arab.Dalam perkembangan akuntansi itu sendiri bangsa
Arab juga telah banyak memberikan sumbangannya,bahkan tidak menutup
kemungkinan juga bahwa Bangsa Arablah yang telah terlebih dahulu menerapkan
konsep akuntansi di dunia.

Maka dari itu kemudian berkembanglah konsep akuntasi syariah,dimana


dalam pelaksanaannya berdasarkan pada ajaran-ajaran Islam atau ketentuan-
ketentuan dalam Islam.Namun meskipun demikian,akuntansi syariah bukanlah
suatu ilmu yang hanya bisa diterapkan oleh Negara-negara Islam,karna akuntansi
syariah sendiri lebih berkembang pesat di Negara yang bukan Negara Islam yaitu
Australia.

Hal ini menandakan bahwa ajaran tersebut juga bersifat umum,selagi


memberikan kebaikan kepada masyarakat bukan hanya kepada orang tertentu
saja.Jadi sangat penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana awalnya akuntansi
syariah itu dikembangkan,dan tentunya untuk mengetahui seberapa besar
perkembangan akuntansi syariah di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Aliran-Aliran Pemikiran Dalam Akuntansi Syariah
2. Perkembangan Akuntansi Syariah di Dunia
3. Perkembangan Akuntansi Syariah di Indonesia
4. Faktor Perkembangan Akuntansi Syariah di Negara Islam
C. Tujuan dan Manfaat
1. Aliran-Aliran Pemikiran Dalam Akuntansi Syariah
2. Perkembangan Akuntansi Syariah di Dunia
3. Perkembangan Akuntansi Syariah di Indonesia
4. Faktor Perkembangan Akuntansi Syariah di Negara Islam
BAB II

PEMBAHASAN

A. Aliran-Aliran Pemikiran Akuntansi Syariah

Perkembangan akuntansi syari’ah saat ini menurut Mulawarman masih menjadi


diskursus serius di kalangan akademisi akuntansi. Diskursus terutama berhubungan
dengan pendekatan dan aplikasi laporan keuangan sebagai bentukan dari konsep dan
teori akuntansinya. Perbedaan-perbedan yang terjadi mengarah pada posisi diametral
pendekatan teoritis antara aliran akuntansi syari’ah pragmatis dan idealis.

1. Akuntansi Syariah Aliran Pragmatis

Aliran akuntansi pragmatis lanjut Mulawarman (2007a) menganggap


beberapa konsep dan teori akuntansi konvensional dapat digunakan dengan
beberapa modifikasi (lihat juga misalnya Syahatah 2001; Harahap 2001;
Kusumawati 2005 dan banyak lagi lainnya). Modifikasi dilakukan untuk
kepentingan pragmatis seperti penggunaan akuntansi dalam perusahaan Islami
yang memerlukan legitimasi pelaporan berdasarkan nilai-nilai Islam dan tujuan
syari’ah. Akomodasi akuntansi konvensional tersebut memang terpola dalam
kebijakan akuntansi seperti Accounting and Auditing Standards for Islamic
Financial Institutions yang dikeluarkan AAOIFI secara internasional dan PSAK
No. 59 atau yang terbaru PSAK 101-106 di Indonesia. Hal ini dapat dilihat
misalnya dalam tujuan akuntansi syari’ah aliran pragmatis yang masih
berpedoman pada tujuan akuntansi konvensional dengan perubahan modifikasi
dan penyesuaian berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah. Tujuan akuntansi di sini
lebih pada pendekatan kewajiban, berbasis entity theory dengan akuntabilitas
terbatas.

Bila kita lihat lebih jauh, regulasi mengenai bentuk laporan keuangan
yang dikeluarkan AAOIFI misalnya, disamping mengeluarkan bentuk laporan
keuangan yang tidak berbeda dengan akuntansi konvensional (neraca, laporan
laba rugi dan laporan aliran kas) juga menetapkan beberapa laporan lain seperti
analisis laporan keuangan mengenai sumber dana untuk zakat dan
penggunaannya; analisis laporan keuangan mengenai earnings atau expenditures
yang dilarang berdasarkan syari’ah; laporan responsibilitas sosial bank syari’ah;
serta laporan pengembangan sumber daya manusia untuk bank syari’ah.
Ketentuan AAOIFI lebih diutamakan untuk kepentingan ekonomi, sedangkan
ketentuan syari’ah, sosial dan lingkungan merupakan ketentuan tambahan.
Dampak dari ketentuan AAOIFI yang longgar tersebut, membuka peluang
perbankan syari’ah mementingkan aspek ekonomi daripada aspek syari’ah, sosial
maupun lingkungan. Sinyal ini terbukti dari beberapa penelitian empiris seperti
dilakukan Sulaiman dan Latiff (2003), Hameed dan Yaya (2003b), Syafei, et al.
(2004).

Penelitian lain dilakukan Hameed dan Yaya (2003b) yang menguji secara
empiris praktik pelaporan keuangan perbankan syari’ah di Malaysia dan
Indonesia. Berdasarkan standar AAOIFI, perusahaan di samping membuat
laporan keuangan, juga diminta melakukan disclose analisis laporan keuangan
berkaitan sumber dana zakat dan penggunaannya, laporan responsibilitas sosial
dan lingkungan, serta laporan pengembangan sumber daya manusia. Tetapi hasil
temuan Hameed dan Yaya (2003b) menunjukkan bank-bank syari’ah di kedua
negara belum melaksanakan praktik akuntansi serta pelaporan yang sesuai
standar AAOIFI.

Syafei, et al. (2004) juga melakukan penelitian praktik pelaporan tahunan


perbankan syari’ah di Indonesia dan Malaysia. Hasilnya, berkaitan produk dan
operasi perbankan yang dilakukan, telah sesuai tujuan syari’ah (maqasid
syari’ah). Tetapi ketika berkaitan dengan laporan keuangan tahunan yang
diungkapkan, baik bank-bank di Malaysia maupun Indonesia tidak murni
melaksanakan sistem akuntansi yang sesuai syari’ah. Menurut Syafei, et al.
(2004) terdapat lima kemungkinan mengapa laporan keuangan tidak murni
dijalankan sesuai ketentuan syari’ah. Pertama, hampir seluruh negara muslim
adalah bekas jajahan Barat. Akibatnya masyarakat muslim menempuh
pendidikan Barat dan mengadopsi budaya Barat. Kedua, banyak praktisi
perbankan syari’ah berpikiran pragmatis dan berbeda dengan cita-cita Islam yang
mengarah pada kesejahteraan umat. Ketiga, bank syari’ah telah establish dalam
sistem ekonomi sekularis-materialis-kapitalis. Pola yang establish ini
mempengaruhi pelaksanaan bank yang kurang Islami. Keempat, orientasi Dewan
Pengawas Syari’ah lebih menekankan formalitas fiqh daripada substansinya.
Kelima, kesenjangan kualifikasi antara praktisi dan ahli syari’ah. Praktisi lebih
mengerti sistem barat tapi lemah di syariah. Sebaliknya ahli syariah memiliki
sedikit pengetahuan mengenai mekanisme dan prosedur di lapangan.

2. Akuntansi Syari’ah Aliran Idealis

Aliran Akuntansi Syari’ah Idealis di sisi lain melihat akomodasi yang terlalu
“terbuka dan longgar” jelas-jelas tidak dapat diterima. Beberapa alasan yang
diajukan misalnya, landasan filosofis akuntansi konvensional merupakan
representasi pandangan dunia Barat yang kapitalistik, sekuler dan liberal serta
didominasi kepentingan laba (lihat misalnya Gambling dan Karim 1997;
Baydoun dan Willett 1994 dan 2000; Triyuwono 2000a dan 2006; Sulaiman
2001; Mulawarman 2006a). Landasan filosofis seperti itu jelas berpengaruh
terhadap konsep dasar teoritis sampai bentuk teknologinya, yaitu laporan
keuangan.

Keberatan aliran idealis terlihat dari pandangannya mengenai Regulasi baik


AAOIFI maupun PSAK No. 59, serta PSAK 101-106, yang dianggap masih
menggunakan konsep akuntansi modern berbasis entity theory (seperti penyajian
laporan laba rugi dan penggunaan going concern dalam PSAK No. 59) dan
merupakan perwujudan pandangan dunia Barat. Ratmono (2004) bahkan melihat
tujuan laporan keuangan akuntansi syari’ah dalam PSAK 59 masih mengarah
pada penyediaan informasi. Yang membedakan PSAK 59 dengan akuntansi
konvensional, adanya informasi tambahan berkaitan pengambilan keputusan
ekonomi dan kepatuhan terhadap prinsip syari’ah. Berbeda dengan tujuan
akuntansi syari’ah filosofis-teoritis, mengarah akuntabilitas yang lebih luas
(Triyuwono 2000b; 2001; 2002b; Hameed 2000a; 2000b; Hameed dan Yaya
2003a; Baydoun dan Willett 1994).

Konsep dasar teoritis akuntansi yang dekat dengan nilai dan tujuan syari’ah
menurut aliran idealis adalah Enterprise Theory (Harahap 1997; Triyuwono
2002b), karena menekankan akuntabilitas yang lebih luas. Meskipun, dari sudut
pandang syari’ah, seperti dijelaskan Triyuwono (2002b) konsep ini belum
mengakui adanya partisipasi lain yang secara tidak langsung memberikan
kontribusi ekonomi. Artinya, lanjut Triyuwono (2002b) konsep ini belum bisa
dijadikan justifikasi bahwa enterprise theory menjadi konsep dasar teoritis,
sebelum teori tersebut mengakui eksistensi dari indirect participants.

Berdasarkan kekurangan-kekurangan yang ada dalam VAS, Triyuwono


(2001) dan Slamet (2001) mengusulkan apa yang dinamakan dengan Shari’ate
ET. Menurut konsep ini stakeholders pihak yang berhak menerima
pendistribusian nilai tambah diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu direct
participants dan indirect participants. Menurut Triyuwono (2001) direct
stakeholders adalah pihak yang terkait langsung dengan bisnis perusahaan, yang
terdiri dari: pemegang saham, manajemen, karyawan, kreditur, pemasok,
pemerintah, dan lain-lainnya. Indirect stakeholders adalah pihak yang tidak
terkait langsung dengan bisnis perusahaan, terdiri dari: masyarakat mustahiq
(penerima zakat, infaq dan shadaqah), dan lingkungan alam (misalnya untuk
pelestarian alam).

3. Komparasi Antara Aliran Idealis dan Pragmatis

Kesimpulan yang dapat ditarik dari perbincangan mengenai perbedaan


antara aliran akuntansi syari’ah pragmatis dan idealis di atas adalah, pertama,
akuntansi syari’ah pragmatis memilih melakukan adopsi konsep dasar teoritis
akuntansi berbasis entity theory. Konsekuensi teknologisnya adalah
digunakannya bentuk laporan keuangan seperti neraca, laporan laba rugi dan
laporan arus kas dengan modifikasi pragmatis. Kedua, akuntansi syari’ah idealis
memilih melakukan perubahan-perubahan konsep dasar teoritis berbasis shari’ate
ET. Konsekuensi teknologisnya adalah penolakan terhadap bentuk laporan
keuangan yang ada; sehingga diperlukan perumusan laporan keuangan yang
sesuai dengan konsep dasar teoritisnya.

B. Faktor Perkembangan Akuntansi Di Negara Islam

Perkembangan akuntansi di negara Islam dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Hal


universal yang mempengaruhi perkembangan akuntansi syariah adalah pemenuhan
kebutuhan dasar dari negara tersebut, misalnya dalam hal pendirian kantor-kantor
pemerintahan, spesialisasi kemampuan, dan juga kebutuhan akan tenaga kerja yang
memiliki kapasitas dan kemampuan yang memadai. Selain hal universal yang harus
dipenuhi tersebut, perkembangan akuntansi syariah juga dilatarbelakangi oleh sisi
kebutuhan pribadi dari seorang muslim sendiri yaitu faktor zakat. Penghitungan zakat
harus dilakukan secara benar karena kita tahu bagi umat Islam, zakat merupakan salah
satu rukun Islam yang wajib untuk dipatuhi.

Faktor pendorong perkembangan akuntansi di negara Islam dapat dijelaskan


sebagai berikut :

1. Pendirian kantor – kantor pemerintahan yang disebut dengan kata diwan sangat
berkaitan erat dengan perkembangan sistem administrasi dalam kantor tersebut.
Perkembangan sistem administrasi ini yang kemudian menjadi faktor
pendorong perkembangan akuntansi di negara Islam.
2. Spesialisasi kemampuan dan signifikansi karena adanya pembagian tugas dari
masing-masing tenaga kerja yang nantinya akan dapat melakukan tugas serta
fungsinya sesuai dengan kemampuan yang dia miliki. Begitu pula dengan
spesialisasi dalam bidang akuntansi, ketika seorang tenaga kerja telah
mendapatkan spesialisasi di bidang akuntansi sesuai dengan kemampuannya,
tentu itu akan menjadi faktor untuk perkembangan akuntansi semakin lebih
lagi.
3. Memilih dan memilah pegawai yang benar-benar memiliki kemampuan serta
kapasitas yang cocok dengan bidang kerja yang dia akan duduki. Seperti ketika
Muhammad SAW memilih pegawainya, beliau sangat memperhatikan dari
kemampuan pegawainya sehingga bidang pekerjaan yang ditekuni pun dapat
berjalan dengan maksimal. Begitu pula dalam bidang akuntansi, seorang yang
memiliki kemampuan dan kapasitas tinggi dalam bidang akuntansi tentu akan
sangat membantu perkembangan akuntansi semakin lebih lagi.
4. Rasa takut akan Allah, hal ini sangat mendasari dalam perkembangan
akuntansi, karena ketika kita takut akan Allah kita akan melakukan
pengawasan lebih terhadap sistem akuntansi yang berlangsung, hal ini untuk
menjaga validitas dan relibilitas dari informasi yang dihasilkan oleh proses
akuntansi dan tetap mengasilkan informasi yang benar untuk digunakan
berbagai pihak. Tentu saja pengawasan proses akuntansi yang baik akan sangat
mendorong perkembangan akuntansin untuk semakin lebih lagi.
C. Perkembangan Akuntansi Syariah di Dunia

Perbankan Islam pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel


Islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya
sebagai gerakan fundamentalis. Perintisnya adalah Ahmad El Najjar. Sistem pertama
yang dikembangkan adalah mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis
profit sharing (pembagian laba / bagi hasil) pada tahun 1963. Kemudian pada tahun
’70-an, telah berdiri setidaknya 9 bank yang tidak memungut usaha-usaha perdagangan
dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang
didapat dengan para penabung.

Konferensi Negara-negara Islam sedunia yang dileselenggarakan tanggal 21-27


April 1969 di Kuala Lumpur menghasilkan beberapa keputusan yang terkait dengan
perkembangan bank Islam dunia. Dan dengan beberapa pertemuan OKI, pertumbuhan
bank Islam mulai tampak cepat tahun 1980-an, terutama di Negara-negara timur tengah
dan beberapa Negara eropa. Secara umum lembaga keuangan Islam secara internasional
diklasifikasikan menjadi dua yaitu bank komersia (Islamic commercial Bank) dan
lembaga investasi dalam bentuk International Holding Company. Pada tahun 1984 telah
berkembang 5 bank Islam di Negara non muslim (Inggris, Swiss, Cyprus, Luxemburg,
dan Denmark), dan 23 bank Islam di Negara-negara Islam.

Perkembangan bank Islam ini telah menarik minat bank – bank konvensional
untuk menawarkan produk syariah. Produk Islamic Windows yang ditawarkan dari
Malaysia, Islamic Transaction dari cabang bank Mesir dan Islamic services di cabang
bank perdagangan Arab Saudi.

Baru kemudian berdiri Islamic Development Bank pada tahun 1974 disponsori
oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, yang
menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara
anggotanya dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah Islam.

Kemudian setelah itu, secara berturut-turut berdirilah sejumlah bank berbasis


Islam antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan
(1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979)
Phillipine Amanah Bank (1973) berdasarkan dekrit presiden, dan Muslim Pilgrims
Savings Corporation (1983)

Konsep Akuntansi Syariah terus berkembang dari waktu ke waktu, adanya


pengakuan dari beberapa tokoh tentang keberadaan Akuntansi Syariah juga semakin
memperkuat posisi Akuntansi Syariah di kancah Internasional, berikut ini merupakan
pendapat beberapa tokoh mengenai Akuntansi Syariah itu sendiri :

 E.S. Hendriksen (1982), mengakui bahwa penemuan dan penggunaan angka


Arab sangat membantu perkembangan Akuntansi.
 Robert Arnold Russel (1986), mengakui bahwa sistem pembukuan
berpasangan telah muncul lama di Arab sebelum Luca Pacioli menerbitkan
bukunya.
 T.E. Gambling dan R.A.A. Karim (1986), mengakui bahwa akuntansi Islam
tidak hanya menekankan pada aspek modal dan kepentingan investor akan
tetapi juga pada aspek sosial yang menjangkau permasalahan masyarakat
Islam.
 Mueller (1991), mengakui memang ada beberapa model akuntansi di dunia
Internasional dan salah satunya Akuntansi Syariah.
D. Sejarah Perkembangan Akuntansi Syariah di Indonesia

Akuntansi pertama kali dikenal di Indonesia sekitar tahun 1960an, sementara


akuntansi konvensional yang kita pahami dari berbagai literature menyebutkan bahwa
akuntansi pertama kali berkembang di Italia dan dikembangkan oleh Lucas Pacioli
(1494). Pemahaman ini sudah mendarah daging pada masyarakat akuntan kita.
Olehnya itu, ketika banyak ahli yang mengemukakan pendapat bahwa akuntansi
sebenarnya telah berkembang jauh sebelumnya dan di mulai di Arab, akan sulit
diterima oleh masyrakat akuntan.

Perkembangan akuntansi syariah beberapa tahun terakhir sangat meningkat ini di


tandai dengan seringnya kita menemukan seminar, workshop, diskusi dan berbagai
pelatihan yang membahas berbagai kegiatan ekonomi dan akuntansi Islam, mulai dari
perbankan, asuransi, pegadaian, sampai pada bidang pendidikan semua berlabel
syariah.

Namun dokumen tertulis yang menyiratkan dan mencermikan proses perjuangan


perkembangan akuntansi syariah masih sangat terbatas jumlahnya. Demikian pula
dengan sejarah perkembangan akuntansi syariah di Indonesia. Kekurang tertarikan
banyak orang terkait masalah ini, baik sebagai bagian dari kehidupan penelitian
maupun sebagai sebuah ilmu pengetahuan menjadikan sejarah akuntansi syariah masih
sangat minim di temukan.

Bank syariah sebagai landasan awal perkembangan akuntansi syariah.


Perkembangan akuntansi syariah di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari proses
pendirian Bank Syariah. Pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) merupakan
landasan awal diterapkannya ajaran Islam menjadi pedoman bermuamalah. Pendirian
ini dimulai dengan serangkaian proses perjuangan sekelompok masyarakat dan para
pemikir Islam dalam upaya mengajak masyarakat Indonesia bermuamalah yang sesuai
dengan ajaran agama. Kelompok ini diprakarsai oleh beberapa orang tokoh Islam,
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), serta Majelis Ulama Indonesia (MUI)
yang pada waktu itu, sekitar tahun 1990-199.

Setelah didirikannya bank syariah, terdapat keganjilan ketika bank membuat


laporan keuangan. Dimana pada waktu itu proses akuntansi belumlah mengacu pada
akuntansi yang dilandasi syariah Islam. Maka selanjutnya munculah kebutuhan akan
akuntansi syariah Islam. Dan dalam proses kemunculannya tersebut juga mengalami
proses panjang.

Berdirinya bank syariah tentunya membutuhkan seperangkat aturan yang tidak


terpisahkan, antara lain, yaitu peraturan perbankan, kebutuhan pengawasan, auditing,
kebutuhan pemahaman terhadap produk-produk syariah dan Iain-Iain. Dengan
demikian banyak peneliti yang meyakini bahwa kemunculan kebutuhan,
pengembangan teori dan praktik akuntansi syariah adalah karena berdirinya bank
syariah. Pendirian bank syariah adalah merupakan salah satu bentuk implementasi
ekonomi Islam.

Dengan demikian, berdasarkan data dokumen, dapat diinterpretasikan bahwa


keberadaan sejarah pemikiran tentang akuntansi syariah adalah setelah adanya standar
akuntansi perbankan syariah, setelah terbentuknya pemahaman yang lebih konkrit
tentang apa dan bagaimana akuntansi syariah, dan terbentuknya lembaga-lembaga
yang berkonsentrasi pada akuntansi syariah. jadi secara historis, sejak tahun 2002
barulah muncul ide pemikiran dan keberadaan akuntansi syariah, baik secara
pengetahuan umum maupun secara teknis. Sebagai catatan, IAI baru membentuk
Komite Akuntansi Syariah di Indonesia.

Pada tahun 2007, terdapat setidaknya 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu
Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara
bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya
merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat
Indonesia (Persero). Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan
Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.

Sektor syariah yang sedang berkembang adalah transaksi investasi syariah dan
sektor keuangan non-bank Transaksi ini terus mengalami peningkatan, diantaranya :
Obligasi Syariah (Sukuk), Pasar Modal Syariah, Dana Pensiun Syariah, Pendanaan
Proyek Syariah, Real Estat Syariah.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan atas apa yang telah dibahas pada bab sebelumnya,maka dapat kita
simpulkan bahwa ternyata selama ini,kebanyakan masyarakat tidak mengetahui
bahwa akuntansi itu telah terlebih dulu diterapkan oleh Bangsa
Arab.Perkembangan akuntansi itu sendiri tidak bisa dilepaskan dari sumbangsih
dari Bangsa Arab itu sendiri.Seperti yang kita tahu bahwa tak sedikit,ilmuwan-
ilmuwan yang berasal dari Bangsa Arab,contohnya Ibnu Sina.Maka dari itu
muncullah sebuah konsep yang dinamakan konsep akuntansi syariah,yang pada
dasarnya didasarkan pada ketentuan dalam agama Islam.Seiring dengan
berjalannya waktu,akuntansi syariah ini tidak hanya diterapkan oleh Negara
dengan mayoritas Islam saja namun juga oleh Negara lain,karna akuntansi syariah
ini dinilai merupakan suatu konsep yang baik.

Akuntansi Syariah adalah menyangkut semua aspek kehidupan yang lebih luas
tidak hanya menyangkut praktek ekonomi dan bisnis sebagaimana dalam sistem
kapitalis. Akuntansi Syariah sebenarnya lebih luas dari hanya perhitungan angka,
informasi keuangan atau pertanggungjawaban. Dia menyangkut semua penegakan
hukum sehingga tidak ada pelanggaran hukum baik hukum sipil maupun hukum
yang berkaitan dengan ibadah.

Sementara di Indonesia,perkembangan akuntansi syariah ini juga dinilai


meningkat pesat di tandai dengan seringnya kita menemukan seminar, workshop,
diskusi dan berbagai pelatihan yang membahas berbagai kegiatan ekonomi dan
akuntansi Islam, mulai dari perbankan, asuransi, pegadaian, sampai pada bidang
pendidikan semua berlabel syariah.Dan pada saat ini dapat kita lihat telah banyak
berdiri bank atau institusi keuangan lainnya yang berlandaskan akuntasi
syariah,hal ini menandakan bahwa konsep akuntansi syariah itu sudah sangat
berkembang.Apalagi IAI juga mengeluarkan aturan mengenai Akuntansi Syariah
yang dituangkan dalam PSAK Syariah.

Hal universal yang mempengaruhi perkembangan akuntansi syariah adalah


pemenuhan kebutuhan dasar dari negara tersebut, misalnya dalam hal pendirian
kantor-kantor pemerintahan, spesialisasi kemampuan, dan juga kebutuhan akan
tenaga kerja yang memiliki kapasitas dan kemampuan yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA

http://nammattonuniversity.blogspot.co.id/2012/05/sejarah-perkembangan-akuntansi-
syariah.html,diakses pada tanggal 19 Februari 2016.

Nurhayati Sri,Warsilah.”Akuntansi Syariah di Indonesia,Edisi 2”.2009.Jakarta:Salemba


Empat.

http://putrimarchela.blogspot.co.id/2014/05/sejarah-perkembangan-akuntansi-
syariah_28.html,diakses pada tanggal 19 Februari 2016

http://banksyariahcenter.blogspot.co.id/p/daftar-lengkap-bank-syariah-di-indonesia.html.

https://kurmakurma.wordpress.com/ekonomi/mengenal-akuntansi-syariah/

http://nilampamularsih.blogspot.co.id/2011/09/akuntansi-syariah.html

Anda mungkin juga menyukai