PENDAHULUAN
1
Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi dalam
kehamilan (25%), dan infeksi (12%). WHO memperkirakan kasus preeklampsia
tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang daripada di negara maju. Prevalensi
preeklampsia di Negara maju adalah 1,3% - 6%, sedangkan di Negara berkembang
adalah 1,8% - 18%. Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273
pertahun atau sekitar 5,3%. Kecenderungan yang ada dalam dua dekade terakhir
ini tidak terlihat adanya penurunan yang nyata terhadap insiden preeklampsia,
berbeda dengan insiden infeksi yang semakin menurun sesuai dengan
perkembangan temuan antibiotik.
2
Selain masalah kedokteran, preeklampsia juga menimbulkan masalah
ekonomi, karena biaya yang dikeluarkan untuk kasus ini cukup tinggi. Dari analisis
yang dilakukan di Amerika memperkirakan biaya yang dikeluarkan mencapai 3
milyar dollar Amerika pertahun untuk morbiditas maternal, sedangkan untuk
morbiditas neonatal mencapai 4 milyar dollar Amerika per tahun. Biaya ini akan
bertambah apabila turut menghitung beban akibat dampak jangka panjang
preeklampsia.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 ANAMNESA
Keluhan Utama
Nyeri kepala
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang melalui IGD RSI Mataram, rujukan dari dokter spesialis kandungan
agar melakukan persalinan di Rumah Sakit pada tanggal 13 Maret 2020, keluhan
sekarang kepala terasa sakit. Blood slime: (-), cairan putih jernih: (-), nyeri perut:
(+) jarang, gerakan janin: (+), trauma: (-), demam: (-), keputihan: (+) normal.
Riwayat Menstruasi
Pasien mengalami menstruasi pertama kali pada usia 14 tahun, pasien mengatakan
siklus menstruasi tidak teratur. Lamanya menstruasi 6-7 hari dengan volume ±
50cc. keluhan pada saat menstruasi yaitu nyeri perut dan pinggang.
Hari pertama haid terakhir pada tanggal 16 Juni 2019 dengan taksiran persalinan
tanggal 23 Maret 2020.
4
Riwayat Perkawinan
Pasien menikah 1 kali dengan suami sekarang, lama menikah 2 tahun, usia saat
menikah 23 tahun.
Riwayat Obstetri
1. Hamil saat ini
Riwayat Antenatal Care (ANC)
Pasien melakukan antenatal care sebanyak lebih dari 10 kali di bidan, dan
melakukan pemeriksaan kandungan dengan USG di dokter spesialis kandungan
sebanyak 5 kali.
Riwayat Kontrasepsi
Pasien mengatakan tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi sebelumnya.
Riwayah Penyakit Terdahulu
Riwayat asma, tekanan darah tinggi, dan kencing manis di sangkal oleh pasien,
pasien juga tidak memiliki alergi makanan ataupun obat-obatan.
Riwayat Sosial
Riwayat asma, tekanan darah tinggi, dan kencing manis dalam keluarga di sangkal,
pasien bukan perokok dan peminum alkohol, suami pasien perokok.
5
STATUS GENERAL
MATA : anemis -/-, icterus -/-
THT : T1/T1
THORAX COR : S1 S2 tunggal reguler, murmur –
PULMU : Vaskular +/+, ronchi -/-
MAMAE : Dalam batas normal
ABDOMEN : Sesuai status obstetri
EKSTREMITAS : Hangat +/+, Edema -/-
STATUS OBSTETRI
ABDOMEN
INSPEKSI : Perut tampak membesar, strae gravi (+)
PALPASI
TFU : Tinggi fundus 34 cm
LEOPOLD : 1: kesan bokong
2: punggung (kanan), ekstremitas (kiri)
3: kesan kepala
4: masuk PAP
HIS : (+) Jarang
AUSKULTASI : DJJ (+) 144x/menit
VAGINA : Pendarahan aktif (-), blood slime (-),
INSPEKSI air (-)
6
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Darah Lengkap (12 Maret 2020)
WBC : 8.48 103/ 𝜇𝐿
RBC : 4,85 106/𝜇𝐿
HGB : 11.8 g/dL
HCT : 35.5 %
PLT : 237 103/ 𝜇𝐿
2.5 DIAGNOSIS
G1P0A0H0 umur kehamilan 37-38 minggu T/H + PEB
2.6 PENATALAKSANAAN
Pax : MRS, Rencana persalinan pervaginam
Tx : Konsul dr Spesialis Obgyn
- IVFD Rl 20 tpm
7
- Terapi sesuai PEB (Loading Dose: 4gr MgSO4 40%
dilarutkan dalam normal saline I.V/10-15 menit.
Maintenance dose: 6gr MgSO4 40% dilarutkan dalam
normal saline diberikan perinfuse dengan tetesan 28 tpm
dalam 6 jam)
2.7 FOLLOW UP
8
12 Maret 2020, pukul 17.30 WITA
S : Nyeri kepala (-), Nyeri perut (+) jarang.
O : Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis
TD : 150/90 mmHg
Nadi : 93 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,°C
Mata : sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)
Jantung : S1S2 Tunggal Regular, gallop (-), murmur (-)
Pul : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Sesuai kehamilan
St. Obs. : His (+) jarang, DJJ (+) 140x/ menit
VT : Cairan (-), Darah (-), Pembukaan 1 cm, Pres. Kepala
A : G1P0A0H0 uk 37-38 minggu + PEB
P : IVFD RL + drip oxytocin 5 IU
9
Abdomen : Sesuai kehamilan
St. Obs. : His (+) jarang, DJJ (+) 140x/ menit
VT : Cairan (-), Darah (-), Pembukaan 1 cm, Pres. Kepala
A : G1P0A0H0 uk 37-38 minggu + PEB + Gagal Drip
P : Konsul dr Spesialis Obgyn
IVFD RL 20 tpm + drip oxy → stop
Drip MgSo4 40% → stop
Rencana SC
Pre OP inj. Claneksi 2 gr
10
Drip Fentanyl 100 mg + oxy 10 IU
Injeksi Parasetamol 1gr/8jam
Cefadroxil Tab 500mg/12 jam
KIE: Pasien terlentang hingga 9 jam post op
Bila kaki sudah bisa digerakkan, boleh miring kanan atau kiri
Setelah 1 hari post op belajar duduk dan berjalan bertahap
Awasi ketat tekanan darah, nadi, respirasi dan kontraksi uterus
11
KIE: Awasi ketat tekanan darah, nadi, respirasi dan kontraksi uterus
15 Maret 2020, pukul 09.00 WIB
S : Nyeri post sc berkurang
O : Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,°C
Mata : sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)
Jantung : S1S2 Tunggal Regular, gallop (-), murmur (-)
Pul : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Mamae : pengeluaran ASI +/+, Colostrum +/+
Abdomen : nyeri tekan (+), bekas operasi (+) tertutup perban, BU (+) N
St. Obs. : TFU 3 Jari diatas simpisis
Genitalia : Perdarahan (+) sedikit, lochea rubra
A : P1001 + Post SC hr 3
P : Cefadroxil Tab 500mg/12 jam
Parasetamol Tab 500 mg/ 8 jam
Boleh Pulang
12
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1 PREEKLAMSIA
Preeklampsia didefinisikan dengan adanya hipertensi dimana tekanan darah
sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg yang diukur dua kali
dengan selang waktu 4-6 jam, menetap sekurang-kurangnya selama 7 hari, disertai
proteinuria (≥ 30 mg/liter urin atau ≥ 300 mg/24 jam) yang didapatkan setelah
umur kehamilan 20 minggu, dan semua kelainan ini akan menghilang sebelum 6
minggu post partum.
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai
dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi
sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklampsia
ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan
disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20
minggu.
Preeklampsia, sebelumya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi dan
proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with
proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik
preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi disertai
gangguan multsistem lain yang menunjukkan adanya kondisi berat dari
preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami proteinuri. Sedangkan,
untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak
ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.
Penyebab preeklampsia berat belum sepenuhnya diketahui, berbagai
komplikasi preeklampsia terhadap ibu dapat berupa gagal ginjal akut, eklampsia,
edema paru, penyakit hepar akut, hemolisis dan trombositopenia. Tiga tanda yang
terakhir disebutkan muncul bersama-sama sebagai bagian dari sindroma HELLP
13
(haemolysis, elevated liver enzymes and low platelets). Komplikasi terhadap janin
meliputi prematuritas, gangguan perkembangan janin, oligohidramnion, dan
solusio plasenta.
3.2 PREVALENSI
WHO memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara
berkembang daripada di negara maju. Prevalensi preeklampsia di Negara maju
adalah 1,3% - 6%, sedangkan di Negara berkembang adalah 1,8% - 18%. Insiden
preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273 pertahun atau sekitar 5,3%.
3.3 KLASIFIKASI
Hipertensi dalam kehamiln terdiri atas:
1. Gestasional hipertensi:
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau lebih untuk pertama kalinya pada
kehamilan > 20 minggu tanpa disertai dengan proteinuria dan tekanan darah
kembali normal < 12 minggu post partum.
2. Hipertensi kronis:
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20
minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu post partum.
14
3. Preeklampsia:
a. Preeklampsia ringan
Tekanan darah sistol ≥140 sampai < 160 mmHg, tekanan diastolik ≥ 90
sampai < 110 mmHg dan proteinuria > 0,3 g/L atau kwalitatif +2
b. Preeklampsia berat
Tekanan darah sistol ≥160 mmHg, tekanan diastolik ≥ 110 mmHg dan
proteinuria > 5 gr/24 jam atau kwalitatif +4, oligouria, edema paru atau
sianosis, sindroma HELLP, dan tanda-tanda impending eklampsia.
4. Superimposed preeklampsia: preeklampsia pada pasien hipertensi kronis
5. Eklampsia: Preeklampsia disertai oleh kejang-kejang dan atau koma.
3.4 ETIOLOGI
Penyebab hipertensi kehamilan hingga saat ini belum di ketahui dengan
jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar.
Teori-teori yang sekarang dianut adalah:
1. Teori kelainan vaskularisasi
Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi
trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan
degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arterialis. Invasi
trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan
matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami
distensi dan dilatasi. Hal ini memberi dampak penururnan tekanan darah,
penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah
uteroplasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi
jaringan juga meningkat sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin
dengan baik. Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel
trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya.
Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen
15
arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi.
Akibatnya arteri spiralis relatif mengalami vasokontriksi, sehingga aliran
darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan
oksidan (radikal bebas). Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta
iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap
membran sel endotel pembuluh darah. Radikal ini akan merusak membran
sel yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida
lemak. Peroksida lemak selain dapat merusak membran sel, juga akan
merusak nukleus dan protein sel endotel. Jika sel endotel terpapar terhadap
peroksida lemak maka akan terjadi disfungsi endotel, yang akan berakibat:
Gangguan metabolisme prostaglandin
Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan suatu
vasokonstriktor kuat. Pada hipertensi kehamilan kadar tromboksan
lebih tinggi sehingga terjadi vasokontriksi, dan terjadi kenaikan tekanan
darah
Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus
Peningkatan permeabilitas kapilar
Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin
Peningkatan faktor koagulasi
3. Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin
Pada perempuan hamil normal, terdapat Human Leucocyte Antigen
Protein G (HLA-G) yang berfungsi melindungi trofoblas janin dari lisis oleh
sel Natural Killer (NK) ibu.Namun, pada plasenta hipertensi dalam
kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Penurunan HLA-G akan
menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Padahal Invasi trofoblas
16
penting agar jaringan desidua lunak dan gembur sehingga memudahkan
dilatasi arteri spiralis.
4. Teori Adaptasi Kardiovaskuler
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan
vasopressor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap
rangsangan bahan vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih
tinggi untuk menimbulkan respon vasokontriksi. Terjadinya refrakter
pembuluh darah karena adanya sintesis PG pada sel endotel pembuluh darah.
Akan tetapi, pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kehilangan daya
refrakter terhadap bahan vasokonstriktor dan terjadi peningkatan kepekaan
terhadap bahan vasopresor.
5. Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familiar dengan model gen tunggal. Telah
terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26 % anak
perempuan akan mengalami preeklampsia pula dan 8% anak menantu
mengalami preeklampsia.
6. Teori Defisiensi Gizi
Beberapa hasil penetilian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi
gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan, seperti defisiensi
kalsium pada wanita hamil dapat mengakibatkan risiko terjadinya
preeklampsia/eklampsia.
7. Teori Stimulus Inflamasi
Pada kehamilan normal plasenta akan melepkaskan debris trofoblas,
sebagai sisa proses apoptosis dan nektrotik trofoblas, akibat reaksi stres
oksidatif. Bahan-bahan ini selanjutnya akan merangsang proses inflamasi.
Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar,
sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Hal tersebut
berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, dimana terjadi
peningkatan stress oksidatif dan peningkatan produksi debris apoptosis dan
17
nekrotik trofoblas. Sehingga menjadi bebas reaksi inflamasi dalam darah ibu
sampai menimbulkan gejala-gejala preeklampsia padai ibu.
3.5 PATOFISIOLOGI
Dalam perjalanannya beberapa faktor di atas tidak berdiri sendiri, tetapi
kadang saling berkaitan dengan titik temunya pada invasi tropoblast dan terjadinya
iskemia plasenta. Pada preeklampsia ada dua tahap perubahan yang mendasari
patogenesianya. Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang terjadi karena
berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan
invasi sel tropoblast pada dinding arteri spiralis pada awal kehamilan dan awal
trimester kedua kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan
sempurna dengan akibat penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus
diplasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta. Hipoksia plasenta yang
berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksis seperti sitokin, radikal bebas
dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah ibu, dan akan menyebabkan
terjadinya stress oksidatif yaitu suatu keadaan di mana radikal bebas jumlahnya
lebih dominan dibandingkan antioksidan. Stress oksidatif pada tahap berikutnya
bersama dengan zat toksis yang beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan
pada sel endothel pembuluh darah yang disebut disfungsi endothel yang dapat
terjadi pada seluruh permukaan endothel pembuluh darah pada organ-organ
penderita preeklampsia.
Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang
bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan
dengan vasokonstriktor seperti endothelium I, tromboxan, dan angiotensin II
sehingga akan terjadi vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi.
Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi,
sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan thrombus. Secara
keseluruhan setelah terjadi disfungsi endothel di dalam tubuh penderita
18
preeklampsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi disfungsi dan kegagalan organ
seperti:
Pada ginjal: hiperurisemia, proteinuria, dan gagal ginjal.
Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi.
Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan oedema paru
dan oedema menyeluruh.
Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan koagulopati.
Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi hati.
Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang,
kebutaan, pelepasan retina, dan pendarahan.
Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia
janin, dan solusio plasenta.
19
2. PARITAS
4. KEHAMILAN MULTIPEL
Ketika seorang ibu mengandung lebih dari 1 janin dalam
kandungannya, maka risiko ibu tersebut mengalami preeklampsia
meningkat hampir 3 kali lipat. Satu buah penelitian menunjukkan bahwa
ibu hamil dengan 3 janin berisiko mengalami preeklampsia 3 kali lipat lebih
besar dari pada ibu hamil dengan 2 janin.
5. RIWAYAT PENYAKIT
20
6. JARAK ANTARA KEHAMILAN
21
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
3.8 PENEGAKAN PREEKLAMSIAO BERAT
Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada
preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi
kondisi pemberatan preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria
gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau
preklampsia berat adalah salah satu dibawah ini :
22
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara
kuantitas protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi protein urin
masif ( lebih dari 5 g) telah dieleminasi dari kriteria pemberatan preeklampsia
(preeklampsia berat).
3.9 PENATALAKSANAAN
Pengelolaan preeklamsia berat sebelum 34 minggu masih kontroversial. Di
beberapa lembaga, persalinan dicapai terlepas dari kematangan janin. Di sisi lain,
persalinanan ditunda untuk jangka waktu terbatas untuk memungkinkan
pemberian kortikosteroid. Empat uji coba terkontrol acak luas yang
membandingkan magnesium sulfat dengan pengobatan metode lain untuk
mencegah kejang pada wanita dengan preeklamsia berat telah menunjukkan bahwa
magnesium sulfat dikaitkan dengan jumlah yang signifikan lebih rendah dari
eklampsia daripada tidak ada pengobatan atau nimodipin. Lucas dan rekan
melaporkan tidak ada kejang di antara 1.049 wanita preeklampsia yang menerima
profilaksis magnesium sulfat.
Kehamilan yang dipersulit hipertensi gestasional dikelola menurut tingkat
keparahan, umur kehamilan, dan adanya preeklampsia. Prinsip penatalaksanaan,
sebagaimana ditekankan sebelumnya, juga memperhitungkan cedera sel endotel
dan disfungsi multiorgan yang disebabkan oleh sindrom preeklamsia. Tujuan
pengelolaan dasar untuk setiap kehamilan yang dipersulit oleh preeklamsia
meliputi:
1. Terminasi kehamilan dengan meminimalisir kemungkinan trauma
terhadap ibu dan janin
23
2. Kelahiran bayi yang kemudian tumbuh subur
3. Restorasi lengkap kesehatan untuk ibu
Pada banyak wanita dengan preeklampsia terutama yang mendekati atau
pada aterm, ketiga tujuan didapat sama baiknya dengan induksi persalinan. Salah
satu pertanyaan klinis yang paling penting untuk penatalaksanaan yang sukses
adalah pengetahuan yang tepat dari usia janin.
6 gr MgSo4 40% (15 cc MgSo4 40%) dan larutkan dalam 500 cc larutan
Ringer Laktat/Ringer Asetat lalu berikan melalui infus 28 tetes/menit
selama 6 jam (1gr/jam)
Diulang hingga 24 jam setelah persalinan atau kejang berakhir (bila
eklampsia)
24
diastolik < 105 mmHg. Kontrol tekanan darah yang terlalu agresif dapat
mengganggu perfusi maternal ruang intravilus dan mempengaruhi oksgenasi janin.
Hidralazin adalah vasodilator perifer yang dapat diberikan dalam dosis 5 -10 mg
secara intravena (IV). Onsetnya adalah 10-20 menit, dan dapat diulang dalam 20 -
30 menit jika diperlukan. Labetalol dapat diberikan dalam dosis 5 - 20 mg IV
dengan tekanan lambat. Dosis dapat diulang dalam 10 - 20 menit. Nifedipin adalah
penghambat kanal kalsium yang dapat digunakan dalam dosis 5-10 mg oral.
Pemberian melalui sublingual tidak boleh digunakan. Dosis dapat diulang dalam
20 - 30 menit, sesuai kebutuhan.
25
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 DIAGNOSIS
Diagnosis preeklmapsia dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Melalui anamnesis, keluahan-keluhan yang
dialami oleh pasien preeklampsia adalah adanya nyeri kepala, penglihayan kabur
atau nyeri perut kuadran kanan atas yang memperberat keluhan, dari anamnesis
juga perlu diketahui pada saat umur kehamilan berapa mulai terjadinya tekanan
darah tinggi, dan mengetahui umur kehamilan sekarang untuk menentukan
tindakan selanjutnya. Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan nyeri kepala,
tidak ada penglihatan kabur, pasien mengatakan tekanan darah tinggi mulai sejak
umur kehamilan 36 minggu. Dan sekarang umur kehamilan 38 minggu.
Dari pemeriksaan fisik pasien dengan preeklampsia dapat di tegakkan
dengan mengukur tekana darah yaitu tekanan darah sistolik ≥ 140, diastolik ≥ 90
mmHg, edema paru atau sianosis. Pada pasien tersebut di dapatkan hasil
pemeriksaan tekana darah 160/100 mmHg, tidak ada edema paru dan tidak ada
sianosis.
Pada meriksaan penunjang, preeklampsia dapat terdiagnosis dengan
pemeriksaan proteinuria meningkat ≥ +2, Platelet < 100.000, SGOT/SGPT > 70,
Lactic Acid Dehydrogenase (LDH) > 600. Namun pada kasus ini, pemeriksaan
penunjang masih dalam batas normal.
4.2 PENATALAKSANAAN
26
dapat dicapai dengan hidralazine, labetalol, atau nifedifin. Tujuan terapi
antihipertensi adalah untuk mencapai tekanan darah sistolik < 160 mmHg dan
tekanan darah diastolik < 105 mmHg. Kontrol tekanan darah yang terlalu agresif
dapat mengganggu perfusi maternal ruang intravilus dan mempengaruhi oksgenasi
janin.
Pada kasus ini, wanita usia 25 tahun dengan umur kehamilan 38 minggu.
Dimana terapi utama ialah memberikan magnesium sulfat (Loading Dose: 4gr
MgSO4 40% dilarutkan dalam normal saline I.V/10-15 menit. Maintenance dose:
6gr MgSO4 40% dilarutkan dalam Ringer Dextrose 5% diberikan perinfuse
dengan tetesan 28 tpm dalam 6 jam), bertujuan menghindari kejang yang akan
memperberat keadaan. Setelah itu, karena umur kehamilan aterm direncanakan
persalinan pervaginam dengan persetujuan keluarga. Setelah percobaan
persalinam pervaginam dengan bantuan drip oxytocin tidak ada kemajuan, diaman
pembukaan masih tetap 1cm sehingga dilakukan persalinan secara caesar.
27
DAFTAR PUSTAKA
A.A Gde Kiki Sanjaya Dharma. Faktor Resiko, Patogenesis, Dan Penatalaksanaan.
Cunningham FG, dkk. 2006. Kehamilan pada Manusia. Dalam Hartanto Huriawati,
pada kehamilan muda. Edisi ke-4. Cetakan ke-4. Jakarta: Bina pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Mochtar, Rustam. 2005. Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis Obstetri Patologi Edisi
Saifuddin, Abdul bari. 2002. Buku Panduan Praktik Pelayanan Kesehatan Maternal
Jakarta: EGC
28
World Health Organization (WHO). Dibalik angka - Pengkajian kematian maternal
WHO; 2007.
29