Anda di halaman 1dari 16

PENANGKAPAN TERHADAP TERSANGKA MENURUT KUHP

KOLERASINYA DENGAN HAK ASASI MANUSIA

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH


Perkuliahan On line Hukum Acara Pidana
Yang dibina oleh Bapak Drs. Heru Ismaya, M.H

Oleh:
Peni Fidiyawati (16220014)

Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
IKIP PGRI BOJONEGORO

Juni 2020

1
DAFTAR ISI
BAB I.................................................................................................................................3

PENDAHULUAN.............................................................................................................3

1.1 LATAR BELAKANG..............................................................................................3

1.2 RUMUSAN MASALAH.........................................................................................5

1.3 TUJUAN..................................................................................................................5

BAB II...............................................................................................................................6

PEMBAHASAN................................................................................................................6

2.1 PENGERTIAN PENANGKAPAN..........................................................................6

2.2 PELAKSANAAN PENANGKAPAN DALAM PERSFEKTIP KUHAP................7

2.3 JENIS-JENIS PENANGKAPAN.............................................................................8

2.4 SYARAT-SYARAT MELAKUKAN PENANGKAPAN DI KUHP.....................10

2.5 HAK ASASI MANUSIA TENTANG PENANGKAPAN.....................................11

BAB III............................................................................................................................15

PENUTUP.......................................................................................................................15

3.1 KESIMPULAN......................................................................................................15

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Hukum acara pidana merupakan perangkat hukum pidana yang mengatur tata
cara penegakan hukum pidana materiil. Artinya, apabila terjadi pelanggaran
hukum pidana materiil, maka penegakannya menggunakan hukum pidana formal.
Dengan kata lain, bahwa hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur
tentang bagaimana para penegak hukum serta masyarakat dalam beracara di muka
pengadilan pidana. Berkaitan dengan penegakan tersebut, maka peran aparat
penegak hukum menjadi sangat penting. Hal ini dikarenakan hukum acara pidana
melegalkan setiap tindakan- tindakan dari aparat penegak hukum terhadap orang
yang diduga melakukan tindak pidana dengan merampas kemerdekaannya.
Perampasan tersebut sekali lagi dilegalkan, oleh karena itu legalitas tersebut harus
diwujudkan pada suatu aturan yang jelas untuk meminimalisir tindakan-tindakan
perampasan kemerdekaan di luar aturan tersebut.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah aturan yang
melegalkan tindakan-tindakan aparat penegak hukum tersebut, oleh karena itu,
KUHAP dapat dijadikan panduan untuk melaksanakan setiap tindakan aparat
penegak hukum yang sebenarnya adalah merampas kemerdekaan manusia.
Tindakan yang merupakan perampasan kemerdekaan tersebut di antaranya adalah
penangkapan dan penahanan seseorang yang diduga melakukan tindak pidana.
Penangkapan dalam Pasal 1 butir 20 KUHAP dinyatakan sebagai suatu
tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka
atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau
penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta cara yang diatur oleh undang-
undang. Hakekatnya, setiap pengekangan seseorang adalah perampasan
kemerdekaan, oleh karena itu pengekangan dalam penangkapan tersebut adalah
perampasan Hak Asasi Manusia (HAM). Namun, tindakan pengekangan tersebut
telah dilegalkan dengan syarat dan tatacara sebagaimana diatur dan tunduk pada
peraturan yang melegalkan tindakan tersebut.

3
Syarat dapat dilakukan penangkapan tersebut di antaranya adalah dilakukan
oleh aparat penegak hukum yang berwenang yaitu penyidik, penyidik pembantu
serta penyelidik atas perintah penyidik, dengan ketentuan adanya cukup bukti, dan
dengan tata cara yang diatur oleh undang-undang. Dengan demikian penyidiklah
yang memegang peranan penting dalam penangkapan. Hal ini berarti, apabila
tindakan penyidik yang melakukan penangkapan di luar syarat dan tata cara aturan
yang berlaku, maka dapat dikatakan bahwa tindakan perampasan HAM yang
dilegalkan tersebut tidak terpenuhi. Konsekuensi atas tindakan penangkapan
tersebut adalah ilegal, oleh karena itu dapat dikatakan sebagai pelanggaran HAM.
Dalam konteks HAM, dapat disimpulkan bahwa hak asasi manusia dan
kebebasan dasar manusia tidak dapat dilepaskan dari manusia pribadi, karena
tanpa hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia yang bersangkutan
kehilangan harkat dan martabat kemanusiaannya. Perlindungan mengenai hak
asasi manusia tersebut oleh Negara Republik Indonesia termasuk Pemerintah
berkewajiban, baik secara hukum maupun politik, ekonomi, sosial dan moral,
untuk melindungi dan memajukan serta mengambil langkah-langkah konkret demi
tegaknya hak asasi manusia dan kebabasan dasar manusia. Perlindungan tersebut
diperuntukkan bukan hanya bagi warga masyarakat pada umumnya, melainkan
juga perlindungan hak asasi manusia diperuntukkan bagi para pelaku tindak
pidana. Hal itu dikarenakan bahwa setiap orang mempunyai hak-hak dasar yang
harus dilindungi oleh negara dan pemerintah.
Dengan demikian, penangkapan dalam konteks HAM harus dikaitkan dengan
perlindungan negara terhadap orang yang ditangkap baik secara teoritis maupun
praktiknya. Aparat penegak hukum dituntut untuk memenuhi ketentuan yang
berlaku untuk dapat dikatakan tidak melakukan pelanggaran HAM, baik berkaitan
dengan prosedur dan hak-hak orang yang ditangkap serta keluarganya.

4
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana penangkapan terhadap tersangka menurut KUHP kolerasinya
dengaan hak asasi manusia ?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui penangkapan terhadap tersangka menurut KUHP
kolerasinya dengaan hak asasi manusia.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN PENANGKAPAN


Pokok permasalahan ini yaitu mengenai penangkapan maka penjelasan lebih
lanjut akan dibahas mengenai penangkapan. Pengertian penangkapan ditinjau dari
etimologi kata tangkap. Kata tangkap menurut pendapat dari Dani K adalah
memegang sesuatu yang bergerak cepat. Sedangkan menangkap adalah :
mendapati orang yang berbuat jahat, kesalahan. Penangkapan sendiri berarti :
proses, cara, perbuatan menangkap.
Menurut KUHAP pada Pasal 1 butir 20 memberikan pengertian bahwa yang
dimaksud penangkapan adalah : suatu tindakan penyidik berupa penegakan
sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti
kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan menurut cara yang
telah diatur oleh undang-undang ini.
Di dalam Pasal 1 butir 20 KUHAP, para sarjana telah memberiakan
pengertian penangkapan antara lain :
1. Djoko Prakoso dalam bukunya “kedudukan justisiabel didalam KUHAP”
memberikan pengertian penangkapan adalah ;
a. Berupa tindakan penyidik.
Penyidik dalam hal ini mempunyai wewenang untuk menangkap atas
dasar Pasal 16 KUHAP yang menyebutkan ;
(1) Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidi dan penyidik pembantu
berwenang melakukan penangkapan.
(2) Untuk kepentingan penyidikan, penyelidik dan penyidik pembantu
berwenang melakukan penangkapan.
b. Berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka tersangka
menurut Pasal 1 butir 14 adalah : seorang yang karena perbuatannya atau
keadaanya berdasarkan bukti permulaan patut diduga pelaku tindak
pidana. Terdawak menurut Pasal 1 butir 15 adalah : seorang tersangka
yang dituntut diperiksa dan diadili disidang peradilan.
c. Adanya bukti permulaan yang cukup.

6
d. Untuk kepentingan penyidikan.
2. Ansorie Sabuan, Syafruddin Pettanasse dan Ruben Achmad dalam bukunya
“Hukum Acara Pidana”.
Penangkapan itu tiada lain adalah merupakan tindakan yang
membatasi dan mengambil kebebasan bergerak seseorang, kebebasan atau
kemerdekaan disini dapat diartikan sebagai dapat berdiri ditempat mana dan
pergi ke mana saja yang orang kehendaki akan tetapi harus dilakukan
menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam KUHAP.
3. M. Yahya Harahap dalam bukunya “ Pembahasan Permasalahan dan
Penerapan KUHAP”. Penangkapan berarti pengekangan sementara waktu
kebebasan tersangka/ terdakwa guna kepentingan penyidikan dan penuntutan.

2.2 PELAKSANAAN PENANGKAPAN DALAM PERSFEKTIP KUHAP


Persfektip menurut dari Dani K adalah : cara melukiskan suatu benda pada
permukaan yang mendatar sebagaimana terlihat oleh mata dengan tiga dimensi.
Sedangkan menurut Sutan Muhamma Zein Persfektip adalah : Pandangan
atau sudut pandang luas.
Dari pengertian tersebut diatas penggunaan kata persfektip pada kalimat
“Pelaksanaan Penangkapan Dalam Perfektip KUHAP” adalah penangkapan dalam
sudut pandang KUHAP yaitu tinjauan terhadap penangkapan yang bukan saja dari
segi pengaturan hukum mengenai penengkapan dan proses penangkapan, tetapi
juga membahas dan meninjau tentang kendala-kendala yang dihadapi didalam
penangkapan tersebut sekaligus membahas upaya-upaya yang dilakukan untuk
manghadapi dan menanggulangi kendala-kendala yang timbul. Untuk itu dalam
tulisan ini digunakan kata persfektip untuk menerangkan pembahasan yang lebih
luas tentang penangkapan yang akan diuraikan pada bab berikutnya.
KUHAP disahkan dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1981 yang kemudian
menjadi kodifikasi hukum acara di Indonesia. Dalam literature hukum acara
pidana banyak sarjana/ para ahli yang mengemukakan tentang tujuan hukum acara
pidana dengan berbagai versinya dan reaksinya masingmasing. Dari pendapat-
pendapat tentang tujuan hukum acara pidana itu terdapat inti persamaannya yaitu
hukum acara pidana bertujuan untuk mencari dan mendapatkan kebenaran materil

7
atau kebenaran yang sesungguhnya, atau keberatan yang selengkap-lengkapnya
atau ada juga yang mengatakan kebenaran yang sejati dalam suatu perkara pidana.
Tujuan KUHAP terdapat dalam konsiderasi KUHAP pada hurup c yang
menjelaskan : “bahwa pembangunan hukum nasional yang sedemikian itu
dibidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan
kewajiban dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak
hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya
hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia,
ketertiban serta kepastian hukum demi tersenggaranya negara hukum sesuai
dengan undang-undang dasar 1945. Maka dari itu setiap tindakan yang
berhubungan dengan hukum acara termasuk didalamnya mengenai tentang
penangkapan harus mengacu dan mewujudkan tujuan yang telah dimandatkan
oleh KUHAP tersebut.

2.3 JENIS-JENIS PENANGKAPAN


Penangkapan yang diatur didalam KUHAP dapat dibagi atas 2 bagian yaitu :
1. Penangkapan yang disertai dengan surat penangkapan.
2. Penangkapan yang tidak disertai dengan surat penangkapan (tertangkap
tangan).
Adapun penjelasan penangkapan yang diatur di dalam KUHAP dapat penulis
uraikan bahwa sebagai berikut ;
1. Penangkapan yang disertai dengan surat penangkapan.
Di dalam hal tidak tertangkap tangan penangkapan yang diduga keras
melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup harus
dilakikan dengan menggunakan surat penangkapan.
Pelaksanaan penangkapan dengan disertai dengan surat penangkapan ini
diatur pada pasal 18 ayat 1 KUHAP yang menyatakan pelaksanaan petugas
penangkapan dilakukan oleh petugas polisi nagara Republik Indonesia dengan
memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah
penangkapan serta uraian singkat atas perkara kejahatan yang disangkakan serta
tempat ia dioperiksa.
2. Penangkapan yang tidak disertai dengan surat penangkapan (tangkap tangan).

8
Pasal 18 ayat 2 KUHAP menyatakan dalam hal tertangkap tangan
penangkapan dilakukan tanpa surat perintah dengan ketentuan bahwa
penangkapan harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti kepada
penyidik/pendikik pembantu.
Pada kejadian tertangkap tangan, KUHAP memberikan landasan cara-cara
penelesaian melakukan penangkapan tertangkap tangan yang diatur pada Pasal
111 KUHAP yaitu :
a. Dalam tertangkap tangan setiap orang berhak sedangkan setiap orang yang
mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban ketentraman dan keamanan
umum wajib menangkap tersangka guna diserahkan beserta atau barang
bukti kepada penyelidik/penyidik.
b. Menerima penyerahan tersangka sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
penyelidikan atau penyidik wajib segera melakukan pemeriksaan dan
tindakan lain dalam rangka penyidikan.
c. Penyelidik dan penyidik yang telah menerima laporan tersebut segera
datang ketempat kejadian dapat melarang setiap orang untuk
meninggalkan tempat selama pemeriksaan disitu belum selesai.
d. Melanggar larangan tersebut dapat dipaksa tinggal ditempat sampai
pemeriksaan dimaksud diatas selesai.

2.4 SYARAT-SYARAT MELAKUKAN PENANGKAPAN DI KUHP


Pekerjaan Polisi dan kewenangan polisi sebagai penyidik luar biasa penting
dan sulit, mengingat adanya fungsi dalam tugas pokok Kepolisian Negara
Republik Indonesia sebagai Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang kepolisian
Negara Kepublik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri
yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan
tegaknya hukum, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung
tinggi hak azasi penegak hukum yakni sebagai penyidik dalam bidang pengadilan.
Tugas tersebut terutama ditujukan terhadap tindak pidana yang merintangi tujuan
mencapai masyarakat adil dan makmur.
Dalam melaksanakan tugas pokok Polri memiliki fungsi dan peranan sebagai
pengabdi, pelindung dan pengayom masyarakat. Oleh karena fungsi dan peran
tersebut diatas, maka terhadap masyarakat yang tersebut yaitu masyarakat yang

9
melanggar peraturan hukum dan perundangan-undang serta berbagai macam
bentuk pidana, maka polri harus cepat dan tanggap untuk mengambil tindakan
berdasarkan peraturan dan hukum yang berlaku.
Tidak dapat disangka bahwa didalam suatu masyarakat membutuhkan polisi.
Sudah menjadi suatu kenyataan di masyarakat didapati selalu sering terjadi
kejahatan. Hal ini tentunya menjadi tugas dan kewajiban kita untuk memberantas
dan menegakan hukum terhadap perilaku kejahatan tersebut khususnya pihak
kepolisian sebagai petugas yang diberikan mandat oleh negara untuk menyidik
tindak kejahatan agar dapat diperoses dipengadilan.
Suatu hal yang tidak dapat dibantai siapapun, semua manusia adalah ciptaan
Tuhan dan semua mesti kembali kepada Tuhan, tidak ada kelebihan dan
kemuliaan antara satu dengan lainnya, semua adalah sama-sama mempunyai
harkat dan martabat yang sesuai dengan hak-hak azasi yang melekat pada tiap diri
manusia.
Manusia sebagai hamba tuhan yang juga sebagai mahluk yang sama
derajatnya dengan manusia lainnya harus ditempatkan pada keluruhan harkat dan
martabatnya sebagai mahluk tuhan. Sebagai manusia memiliki hak dan kodrat
kemanusia serta martabat harkat pribadi yang harus dihormati dan dilindungi oleh
setiap orang tanpa kecuali, tidak ada seorangpun yang ingin direndahkan dan
diperlakukan dengan tidak layak. Semua manusia tidak sudi mendapat perlakukan
yang berbeda dengan manusia lainnya, Manusia tidak akan pernah senang dan
akan terluka hatinya setiap perilakuan yang biadab.
Bersumber dari landasan persamaan derajat hak dan kewajiban serta harkat
dan martabat yang ada pada setiap diri manusia tersebut melahirkan suatu
keinginan kebutuhan akan adanya suatu peraturan hukum yang benar benar adil
atau paling tidak mendekati keadilan yang mampu menjamin kepastian hukum
bagi setiap manusia untuk diperlakukan secara wajar dengan cara-cara manusiawi,
sekalipun yang dihadapi dan diperiksa oleh polisi itu adalah seorang tersangka
termasuk didalam hal tersebut diatas termasuk tindakan penangkapan.
Dalam menghadapi dan memeriksa sesuatu tindakan pidana (melakukan
penyilidikan/penyidikan) khususnya penangkapan tidaklah semudah seperti kita
membalikan telapak tangan karena dalam pelaksanaannya membutuhkan

10
pemahaman manusia dan kemanusian, dimana disitu pihak terdapat suatu harkat
dan martabat yang mesti dilindungi dan dilain pihak ada pemenuhan tujuan
tindakan penegakan hukum yaitu untuk mempertahankan dan melindungi
kepentingan masyarakat. Dalam pelaksanaan penegakan hukum guna untuk
mempertahankan dan melindungi masyarakat jangan sampai mengorbankan hak
dan martabat tersangka atau juga sebaliknya demi melindungi dan menjunjung
harkat dan martabat tersangka dikorbankan kepentingan masyarakat.

2.5 HAK ASASI MANUSIA TENTANG PENANGKAPAN


Pasal 1 angka 20 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undan-
gundang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mendefinisikan penangkapan sebagai
suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan
tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan
penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara
yang diatur dalam undang-undang ini.
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam penangkapan. Pertama,
pejabat yang diberikan kewenangan untuk melakukan penangkapan. KUHAP
hanya memberikan kewenangan kepada penyidik untuk melakukan
penangkapan. Tapi untuk kepentingan penyelidikan, penyidik dapat
memerintahkan penyelidik untuk melakukan penangkapan (Pasal 16 ayat (1)
KUHAP). Jadi, kewenangan penyelidik untuk melakukan penangkapan hanya
dalam tahap penyelidikan dan itu atas perintah penyidik. Jika tidak ada perintah
oleh penyidik, penyelidik tidak berwenang melakukan penangkapan.
Kedua, alasan penangkapan. Berdasarkan definisi penangkapan di atas,
penangkapan diperbolehkan jika memang ‘terdapat cukup bukti’. Dengan
mengacu kepada Pasal 17 KUHAP, frase ini dimaknai sebagai ‘seseorang yang
diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang
cukup’. Tidak jelas apa yang dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup itu,
sehingga dalam praktik hal itu diserahkan sepenuhnya kepada penyidik. Maka,
perlu ada definisi yang tegas mengenai makna bukti permulaan yang cukup,
misalnya penangkapan hanya boleh dilakukan oleh penyidik atau penyelidik atas
perintah penyidik jika didasarkan pada minimal dua alat bukti yang sah

11
sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Alasannya, selain meminimalisir
penggunaan subjektifitas penyidik atau penyelidik dalam melakukan
penangkapan, juga agar penangkapan yang dilakukan penyidik tetap
memperhatikan dan menghormati hak asasi manusia tersangka/terdakwa.
Ketiga, tata cara penangkapan. Penyidik atau penyelidik yang melakukan
penangkapan memperlihatkan surat tugas, memberikan kepada tersangka surat
perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan
alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan
serta tempat ia diperiksa. Jika tertangkap tangan, surat perintah penangkapan
tidak diperlukan. Tapi, penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta
barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat
(Pasal 18).
Penangkapan tidak diadakan terhadap tersangka yang melakukan pelanggaran
kecuali dalam hal ia telah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tidak
memenuhi panggilan itu tanpa alasan yang sah.
Keempat, jangka waktu penangkapan.Pasal 17 KUHAP menyatakan bahwa
penangkapan dapat dilakukan untuk paling lama satu hari.Ini artinya, penyidik
atau penyelidik dapat menangkap seseorang kurang dari 24 jam, tetapi tidak
boleh lebih dari 24 jam. Penangkapan yang dilakukan lebih dari 24 jam harus
dinyatakan batal demi hukum dan melanggar hak asasi manusia.
Perspektif Hak Asasi Manusia Tentang Penangkapan dan Penahanan. Untuk
menilai bahwa penangkapan dan penahanan yang dilakukan penyidik atau aparat
penegak hukum yang lain sesuai atau bertentangan dengan prinsip-prinsip hak
asasi manusia, parameter yang digunakan tiga prinsip penegakan hukum dan hak
asasi manusia di atas.
Pertama, prinsip legalitas. Penangkapan dan penahanan terhadap seorang
tersangka atau terdakwa hanya sah dan tidak melanggar hak asasi apabila
dilakukan oleh pejabat yang diberikan kewenangan untuk itu. Meskipun pelaku
kejahatan adalah recidivist dan kejahatan yang dilakukannya adalah kejahatan
serius seperti terorisme, genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan,
penangkapan tetap harus dilakukan oleh pejabat yang tidak memiliki
kewenangan untuk itu, yaitu penyidik atau penyelidik atas perintah penyidik.

12
Sedangkan penahanan dilakukan baik oleh penyidik, penuntut umum maupun
hakim.Bila pejabat yang melakukan penangkapan atau penahanan tidak memiliki
kewenangan untuk itu, maka negara telah melanggar hak atas kebebasan dan
kemerdekaan individu warga negara.
Kedua, prinsip nesesitas. Harus diakui bahwa prinsip ini jarang digunakan
olehaparat penegak hukum untuk menilai apakah tindakan-tindakan mereka itu
sesuai dengan prinsip hak asasi manusia. Bahkan di tingkat kepolisian prinsip ini
hanya dibatasi ruang lingkupnya pada penggunaan senjata api. Penangkapan dan
penahanan, prinsip ini jarang dijadikan sebagai pijakan oleh penegak hukum
agar tindakan yang ditempuh memperhatikan dan sesuai dengan prinsip hak
asasi manusia.
Ketiga alasan tersebut tidak dapat serta merta digunakan oleh pejabatyang
berwenang untuk semua tindak pidana tanpa melihat karakteristik tindak pidana
dan kualitas pelakunya. Meskipun KUHAP memberikan kewenangan menahan
seseorang jika ada kekhawatiran melarikan diri, alasan ini tidak otomatis
diberlakukan oleh penyidik.Pelanggaran hak asasi manusia terjadi jika pejabat
yang berwenang tetap menahan tersangka meskipun dia sudah tua renta sehingga
tidak mungkin melarikan diri atau barang bukti sudah berada di penyidik.
Penyidik tidak dapat berlindung di balik prinsip legalitas jika penangkapan dan
penahanan yang dilakukannya bukanlah cara terakhir untuk mengungkap suatu
tindak pidana.
Ketiga, prinsip proporsionalitas. Inti dari prinsip ini adalah adanya
keseimbangan antara pembatasan terhadap kebebasan atau kemerdekaan
tersangka atau terdakwa dengan tujuan yang hendak dicapai dari penangkapan
dan penahanan, yaitu mengumpulkan alat bukti dan mempermudah proses
pemeriksaan peradilan. Pejabat negara yang diberikan kewenangan untuk
menangkap dan menahan tersangka atau terdakwa hams menjadikan tujuan
utama dari penangkapan dan penahanan sebagai pijakan dasar ketika hendak
menangkap atau menahan seseorang. Jika alat bukti dapat diperoleh tanpa harus
menangkap tersangka atau terdakwa, penyidik, penuntut umum atau hakim tidak
boleh melakukan penangkapan atau penahanan. Jika seorang terdakwa baik atau
tanpa adanya jaminan dari keluarga atau pihak lain siap menghadiri pemeriksaan

13
di tingkat penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan, ia
tidak boleh ditahan. Penahanan yang dilakukan berimplikasi pada pembatasan
hak atas kemerdekaan fisik maupun psikis dan tidak berbanding lurus dengan
tujuan utama dilakukannya penahanan.
Keempat, tata cara penangkapan Dalam perspektif hak asasi manusia, tata
cara ini terkait dengan petugas yang diberikan kewenangan untuk melakukan
penangkapan memperhatikan tradisi dan nilai-nilai budaya suatu negara. Sejak
esensi terpenting hak asasi manusia adalah penghormatan terhadap martabat dan
kemanusiaan manusia, penangkapan harus mampu mencerminkan hal
itu.Meskipun pejabat, berdasarkan prinsip legalitas, diberikan kewenangan untuk
menangkap atau menahan seseorang sesuai denganperaturan perundang-
undangan yang berlaku, tradisi dan nilainilai etika dan moralitas penting
diperhatikan. Perlakuan yang sopan dan tidak merendahkan martabat seseorang
sekalipun ia adalah seorang tersangka atau terdakwa tetap harus diperhatikan.
Cara menangkap dan menahan seseorang harus juga mengacu kepada prinsip-
prinsip etik dan moral yang dianut suatu negara.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
 Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa penegakan sementara
waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti
kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan menurut cara
yang telah diatur oleh undang-undang ini.
 Penangkapan dalam sudut pandang KUHAP yaitu tinjauan terhadap
penangkapan yang bukan saja dari segi pengaturan hukum mengenai
penengkapan dan proses penangkapan, tetapi juga membahas dan
meninjau tentang kendala-kendala yang dihadapi didalam penangkapan
tersebut sekaligus membahas upaya-upaya yang dilakukan untuk
manghadapi dan menanggulangi kendala-kendala yang timbul.
 Penangkapan yang diatur didalam KUHAP dapat dibagi atas 2 bagian
yaitu :
1. Penangkapan yang disertai dengan surat penangkapan.
2. Penangkapan yang tidak disertai dengan surat penangkapan
(tertangkap tangan).
 Penangkapan dalam pelaksanaannya membutuhkan pemahaman manusia
dan kemanusian, dimana disitu pihak terdapat suatu harkat dan martabat
yang mesti dilindungi dan dilain pihak ada pemenuhan tujuan tindakan
penegakan hukum yaitu untuk mempertahankan dan melindungi
kepentingan masyarakat.
 Penangkapan di satu sisi merupakan kewenangan yang diberikan oleh
undang-undang berdasarkan prinsip legalitas kepada penyidik, penyelidik
atas perintah penyidik, penuntut umum maupun hakim, namun di sisi lain
ia bersinggungan dengan perampasan kemerdekaan tersangka dan
terdakwa. Adanya cukup bukti yang menjadi dasar penangkapan dan
alasan-alasan subjektif maupun alasan objektif yang menjadi dasar

15
dilakukannya penahanan rentan melanggar hak asasi manusia tersangka
atau terdakwa.Oleh karena itu, aparat penegak hukum dituntut tidak hanya
mengacu kepada prinsip legalitas sebagai dasar hukum penangkapan, tapi
juga prinsip nesesitas dan prinsip proporsionalitas.
 Prinsip legalitas mengindikasikan penangkapan dan terhadap seseorang
tersangka dan tidak melanggar hak asasi manusia dilakukan oleh pejabat
yang diberi kewenangan untuk itu berdasarkan bukti permulaan yang
cukup, jika penangkapan melanggar prinsip nesesitas, prinsip
proporsionalitas secara otomatis juga terlanggar. Prinsip nesesitas
mengacu kepada penggunaan kekuatan harus merupakan tindakan yang
luar biasa, dalam arti jika masih ada alternatif lain selain menangkap
tersangka atau tersangka, maka alternatif tersebut wajib dilakukan.

16

Anda mungkin juga menyukai