MAKALAH
Oleh:
Peni Fidiyawati (16220014)
Juni 2020
1
DAFTAR ISI
BAB I.................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
1.3 TUJUAN..................................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN................................................................................................................6
BAB III............................................................................................................................15
PENUTUP.......................................................................................................................15
3.1 KESIMPULAN......................................................................................................15
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
Syarat dapat dilakukan penangkapan tersebut di antaranya adalah dilakukan
oleh aparat penegak hukum yang berwenang yaitu penyidik, penyidik pembantu
serta penyelidik atas perintah penyidik, dengan ketentuan adanya cukup bukti, dan
dengan tata cara yang diatur oleh undang-undang. Dengan demikian penyidiklah
yang memegang peranan penting dalam penangkapan. Hal ini berarti, apabila
tindakan penyidik yang melakukan penangkapan di luar syarat dan tata cara aturan
yang berlaku, maka dapat dikatakan bahwa tindakan perampasan HAM yang
dilegalkan tersebut tidak terpenuhi. Konsekuensi atas tindakan penangkapan
tersebut adalah ilegal, oleh karena itu dapat dikatakan sebagai pelanggaran HAM.
Dalam konteks HAM, dapat disimpulkan bahwa hak asasi manusia dan
kebebasan dasar manusia tidak dapat dilepaskan dari manusia pribadi, karena
tanpa hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia yang bersangkutan
kehilangan harkat dan martabat kemanusiaannya. Perlindungan mengenai hak
asasi manusia tersebut oleh Negara Republik Indonesia termasuk Pemerintah
berkewajiban, baik secara hukum maupun politik, ekonomi, sosial dan moral,
untuk melindungi dan memajukan serta mengambil langkah-langkah konkret demi
tegaknya hak asasi manusia dan kebabasan dasar manusia. Perlindungan tersebut
diperuntukkan bukan hanya bagi warga masyarakat pada umumnya, melainkan
juga perlindungan hak asasi manusia diperuntukkan bagi para pelaku tindak
pidana. Hal itu dikarenakan bahwa setiap orang mempunyai hak-hak dasar yang
harus dilindungi oleh negara dan pemerintah.
Dengan demikian, penangkapan dalam konteks HAM harus dikaitkan dengan
perlindungan negara terhadap orang yang ditangkap baik secara teoritis maupun
praktiknya. Aparat penegak hukum dituntut untuk memenuhi ketentuan yang
berlaku untuk dapat dikatakan tidak melakukan pelanggaran HAM, baik berkaitan
dengan prosedur dan hak-hak orang yang ditangkap serta keluarganya.
4
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana penangkapan terhadap tersangka menurut KUHP kolerasinya
dengaan hak asasi manusia ?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui penangkapan terhadap tersangka menurut KUHP
kolerasinya dengaan hak asasi manusia.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
d. Untuk kepentingan penyidikan.
2. Ansorie Sabuan, Syafruddin Pettanasse dan Ruben Achmad dalam bukunya
“Hukum Acara Pidana”.
Penangkapan itu tiada lain adalah merupakan tindakan yang
membatasi dan mengambil kebebasan bergerak seseorang, kebebasan atau
kemerdekaan disini dapat diartikan sebagai dapat berdiri ditempat mana dan
pergi ke mana saja yang orang kehendaki akan tetapi harus dilakukan
menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam KUHAP.
3. M. Yahya Harahap dalam bukunya “ Pembahasan Permasalahan dan
Penerapan KUHAP”. Penangkapan berarti pengekangan sementara waktu
kebebasan tersangka/ terdakwa guna kepentingan penyidikan dan penuntutan.
7
atau kebenaran yang sesungguhnya, atau keberatan yang selengkap-lengkapnya
atau ada juga yang mengatakan kebenaran yang sejati dalam suatu perkara pidana.
Tujuan KUHAP terdapat dalam konsiderasi KUHAP pada hurup c yang
menjelaskan : “bahwa pembangunan hukum nasional yang sedemikian itu
dibidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan
kewajiban dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak
hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya
hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia,
ketertiban serta kepastian hukum demi tersenggaranya negara hukum sesuai
dengan undang-undang dasar 1945. Maka dari itu setiap tindakan yang
berhubungan dengan hukum acara termasuk didalamnya mengenai tentang
penangkapan harus mengacu dan mewujudkan tujuan yang telah dimandatkan
oleh KUHAP tersebut.
8
Pasal 18 ayat 2 KUHAP menyatakan dalam hal tertangkap tangan
penangkapan dilakukan tanpa surat perintah dengan ketentuan bahwa
penangkapan harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti kepada
penyidik/pendikik pembantu.
Pada kejadian tertangkap tangan, KUHAP memberikan landasan cara-cara
penelesaian melakukan penangkapan tertangkap tangan yang diatur pada Pasal
111 KUHAP yaitu :
a. Dalam tertangkap tangan setiap orang berhak sedangkan setiap orang yang
mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban ketentraman dan keamanan
umum wajib menangkap tersangka guna diserahkan beserta atau barang
bukti kepada penyelidik/penyidik.
b. Menerima penyerahan tersangka sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
penyelidikan atau penyidik wajib segera melakukan pemeriksaan dan
tindakan lain dalam rangka penyidikan.
c. Penyelidik dan penyidik yang telah menerima laporan tersebut segera
datang ketempat kejadian dapat melarang setiap orang untuk
meninggalkan tempat selama pemeriksaan disitu belum selesai.
d. Melanggar larangan tersebut dapat dipaksa tinggal ditempat sampai
pemeriksaan dimaksud diatas selesai.
9
melanggar peraturan hukum dan perundangan-undang serta berbagai macam
bentuk pidana, maka polri harus cepat dan tanggap untuk mengambil tindakan
berdasarkan peraturan dan hukum yang berlaku.
Tidak dapat disangka bahwa didalam suatu masyarakat membutuhkan polisi.
Sudah menjadi suatu kenyataan di masyarakat didapati selalu sering terjadi
kejahatan. Hal ini tentunya menjadi tugas dan kewajiban kita untuk memberantas
dan menegakan hukum terhadap perilaku kejahatan tersebut khususnya pihak
kepolisian sebagai petugas yang diberikan mandat oleh negara untuk menyidik
tindak kejahatan agar dapat diperoses dipengadilan.
Suatu hal yang tidak dapat dibantai siapapun, semua manusia adalah ciptaan
Tuhan dan semua mesti kembali kepada Tuhan, tidak ada kelebihan dan
kemuliaan antara satu dengan lainnya, semua adalah sama-sama mempunyai
harkat dan martabat yang sesuai dengan hak-hak azasi yang melekat pada tiap diri
manusia.
Manusia sebagai hamba tuhan yang juga sebagai mahluk yang sama
derajatnya dengan manusia lainnya harus ditempatkan pada keluruhan harkat dan
martabatnya sebagai mahluk tuhan. Sebagai manusia memiliki hak dan kodrat
kemanusia serta martabat harkat pribadi yang harus dihormati dan dilindungi oleh
setiap orang tanpa kecuali, tidak ada seorangpun yang ingin direndahkan dan
diperlakukan dengan tidak layak. Semua manusia tidak sudi mendapat perlakukan
yang berbeda dengan manusia lainnya, Manusia tidak akan pernah senang dan
akan terluka hatinya setiap perilakuan yang biadab.
Bersumber dari landasan persamaan derajat hak dan kewajiban serta harkat
dan martabat yang ada pada setiap diri manusia tersebut melahirkan suatu
keinginan kebutuhan akan adanya suatu peraturan hukum yang benar benar adil
atau paling tidak mendekati keadilan yang mampu menjamin kepastian hukum
bagi setiap manusia untuk diperlakukan secara wajar dengan cara-cara manusiawi,
sekalipun yang dihadapi dan diperiksa oleh polisi itu adalah seorang tersangka
termasuk didalam hal tersebut diatas termasuk tindakan penangkapan.
Dalam menghadapi dan memeriksa sesuatu tindakan pidana (melakukan
penyilidikan/penyidikan) khususnya penangkapan tidaklah semudah seperti kita
membalikan telapak tangan karena dalam pelaksanaannya membutuhkan
10
pemahaman manusia dan kemanusian, dimana disitu pihak terdapat suatu harkat
dan martabat yang mesti dilindungi dan dilain pihak ada pemenuhan tujuan
tindakan penegakan hukum yaitu untuk mempertahankan dan melindungi
kepentingan masyarakat. Dalam pelaksanaan penegakan hukum guna untuk
mempertahankan dan melindungi masyarakat jangan sampai mengorbankan hak
dan martabat tersangka atau juga sebaliknya demi melindungi dan menjunjung
harkat dan martabat tersangka dikorbankan kepentingan masyarakat.
11
sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Alasannya, selain meminimalisir
penggunaan subjektifitas penyidik atau penyelidik dalam melakukan
penangkapan, juga agar penangkapan yang dilakukan penyidik tetap
memperhatikan dan menghormati hak asasi manusia tersangka/terdakwa.
Ketiga, tata cara penangkapan. Penyidik atau penyelidik yang melakukan
penangkapan memperlihatkan surat tugas, memberikan kepada tersangka surat
perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan
alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan
serta tempat ia diperiksa. Jika tertangkap tangan, surat perintah penangkapan
tidak diperlukan. Tapi, penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta
barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat
(Pasal 18).
Penangkapan tidak diadakan terhadap tersangka yang melakukan pelanggaran
kecuali dalam hal ia telah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tidak
memenuhi panggilan itu tanpa alasan yang sah.
Keempat, jangka waktu penangkapan.Pasal 17 KUHAP menyatakan bahwa
penangkapan dapat dilakukan untuk paling lama satu hari.Ini artinya, penyidik
atau penyelidik dapat menangkap seseorang kurang dari 24 jam, tetapi tidak
boleh lebih dari 24 jam. Penangkapan yang dilakukan lebih dari 24 jam harus
dinyatakan batal demi hukum dan melanggar hak asasi manusia.
Perspektif Hak Asasi Manusia Tentang Penangkapan dan Penahanan. Untuk
menilai bahwa penangkapan dan penahanan yang dilakukan penyidik atau aparat
penegak hukum yang lain sesuai atau bertentangan dengan prinsip-prinsip hak
asasi manusia, parameter yang digunakan tiga prinsip penegakan hukum dan hak
asasi manusia di atas.
Pertama, prinsip legalitas. Penangkapan dan penahanan terhadap seorang
tersangka atau terdakwa hanya sah dan tidak melanggar hak asasi apabila
dilakukan oleh pejabat yang diberikan kewenangan untuk itu. Meskipun pelaku
kejahatan adalah recidivist dan kejahatan yang dilakukannya adalah kejahatan
serius seperti terorisme, genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan,
penangkapan tetap harus dilakukan oleh pejabat yang tidak memiliki
kewenangan untuk itu, yaitu penyidik atau penyelidik atas perintah penyidik.
12
Sedangkan penahanan dilakukan baik oleh penyidik, penuntut umum maupun
hakim.Bila pejabat yang melakukan penangkapan atau penahanan tidak memiliki
kewenangan untuk itu, maka negara telah melanggar hak atas kebebasan dan
kemerdekaan individu warga negara.
Kedua, prinsip nesesitas. Harus diakui bahwa prinsip ini jarang digunakan
olehaparat penegak hukum untuk menilai apakah tindakan-tindakan mereka itu
sesuai dengan prinsip hak asasi manusia. Bahkan di tingkat kepolisian prinsip ini
hanya dibatasi ruang lingkupnya pada penggunaan senjata api. Penangkapan dan
penahanan, prinsip ini jarang dijadikan sebagai pijakan oleh penegak hukum
agar tindakan yang ditempuh memperhatikan dan sesuai dengan prinsip hak
asasi manusia.
Ketiga alasan tersebut tidak dapat serta merta digunakan oleh pejabatyang
berwenang untuk semua tindak pidana tanpa melihat karakteristik tindak pidana
dan kualitas pelakunya. Meskipun KUHAP memberikan kewenangan menahan
seseorang jika ada kekhawatiran melarikan diri, alasan ini tidak otomatis
diberlakukan oleh penyidik.Pelanggaran hak asasi manusia terjadi jika pejabat
yang berwenang tetap menahan tersangka meskipun dia sudah tua renta sehingga
tidak mungkin melarikan diri atau barang bukti sudah berada di penyidik.
Penyidik tidak dapat berlindung di balik prinsip legalitas jika penangkapan dan
penahanan yang dilakukannya bukanlah cara terakhir untuk mengungkap suatu
tindak pidana.
Ketiga, prinsip proporsionalitas. Inti dari prinsip ini adalah adanya
keseimbangan antara pembatasan terhadap kebebasan atau kemerdekaan
tersangka atau terdakwa dengan tujuan yang hendak dicapai dari penangkapan
dan penahanan, yaitu mengumpulkan alat bukti dan mempermudah proses
pemeriksaan peradilan. Pejabat negara yang diberikan kewenangan untuk
menangkap dan menahan tersangka atau terdakwa hams menjadikan tujuan
utama dari penangkapan dan penahanan sebagai pijakan dasar ketika hendak
menangkap atau menahan seseorang. Jika alat bukti dapat diperoleh tanpa harus
menangkap tersangka atau terdakwa, penyidik, penuntut umum atau hakim tidak
boleh melakukan penangkapan atau penahanan. Jika seorang terdakwa baik atau
tanpa adanya jaminan dari keluarga atau pihak lain siap menghadiri pemeriksaan
13
di tingkat penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan, ia
tidak boleh ditahan. Penahanan yang dilakukan berimplikasi pada pembatasan
hak atas kemerdekaan fisik maupun psikis dan tidak berbanding lurus dengan
tujuan utama dilakukannya penahanan.
Keempat, tata cara penangkapan Dalam perspektif hak asasi manusia, tata
cara ini terkait dengan petugas yang diberikan kewenangan untuk melakukan
penangkapan memperhatikan tradisi dan nilai-nilai budaya suatu negara. Sejak
esensi terpenting hak asasi manusia adalah penghormatan terhadap martabat dan
kemanusiaan manusia, penangkapan harus mampu mencerminkan hal
itu.Meskipun pejabat, berdasarkan prinsip legalitas, diberikan kewenangan untuk
menangkap atau menahan seseorang sesuai denganperaturan perundang-
undangan yang berlaku, tradisi dan nilainilai etika dan moralitas penting
diperhatikan. Perlakuan yang sopan dan tidak merendahkan martabat seseorang
sekalipun ia adalah seorang tersangka atau terdakwa tetap harus diperhatikan.
Cara menangkap dan menahan seseorang harus juga mengacu kepada prinsip-
prinsip etik dan moral yang dianut suatu negara.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa penegakan sementara
waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti
kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan menurut cara
yang telah diatur oleh undang-undang ini.
Penangkapan dalam sudut pandang KUHAP yaitu tinjauan terhadap
penangkapan yang bukan saja dari segi pengaturan hukum mengenai
penengkapan dan proses penangkapan, tetapi juga membahas dan
meninjau tentang kendala-kendala yang dihadapi didalam penangkapan
tersebut sekaligus membahas upaya-upaya yang dilakukan untuk
manghadapi dan menanggulangi kendala-kendala yang timbul.
Penangkapan yang diatur didalam KUHAP dapat dibagi atas 2 bagian
yaitu :
1. Penangkapan yang disertai dengan surat penangkapan.
2. Penangkapan yang tidak disertai dengan surat penangkapan
(tertangkap tangan).
Penangkapan dalam pelaksanaannya membutuhkan pemahaman manusia
dan kemanusian, dimana disitu pihak terdapat suatu harkat dan martabat
yang mesti dilindungi dan dilain pihak ada pemenuhan tujuan tindakan
penegakan hukum yaitu untuk mempertahankan dan melindungi
kepentingan masyarakat.
Penangkapan di satu sisi merupakan kewenangan yang diberikan oleh
undang-undang berdasarkan prinsip legalitas kepada penyidik, penyelidik
atas perintah penyidik, penuntut umum maupun hakim, namun di sisi lain
ia bersinggungan dengan perampasan kemerdekaan tersangka dan
terdakwa. Adanya cukup bukti yang menjadi dasar penangkapan dan
alasan-alasan subjektif maupun alasan objektif yang menjadi dasar
15
dilakukannya penahanan rentan melanggar hak asasi manusia tersangka
atau terdakwa.Oleh karena itu, aparat penegak hukum dituntut tidak hanya
mengacu kepada prinsip legalitas sebagai dasar hukum penangkapan, tapi
juga prinsip nesesitas dan prinsip proporsionalitas.
Prinsip legalitas mengindikasikan penangkapan dan terhadap seseorang
tersangka dan tidak melanggar hak asasi manusia dilakukan oleh pejabat
yang diberi kewenangan untuk itu berdasarkan bukti permulaan yang
cukup, jika penangkapan melanggar prinsip nesesitas, prinsip
proporsionalitas secara otomatis juga terlanggar. Prinsip nesesitas
mengacu kepada penggunaan kekuatan harus merupakan tindakan yang
luar biasa, dalam arti jika masih ada alternatif lain selain menangkap
tersangka atau tersangka, maka alternatif tersebut wajib dilakukan.
16