Anda di halaman 1dari 10

KUMPULAN TEORI

1. Menurut Stewart (dalam Moekijat, 2010), inti dari kerjasama adalah


komunikasi (communication), koordinasi (coordination), dan kolaborasi
(colaboration).

2. George R. Terry sebagaimana dikutip Muchsan (dalam Sunarno, 2005,


hlm. 97) menyatakan bahwa pengawasan adalah menentukan apa yang
telah dicapai, mengevaluasi dan menerapkan tindakan korektif, serta jika
perlu memastikan sesuai dengan rencana.

3. Menurut Thomas Lickona (1991) pendidikan karakter adalah suatu usaha


yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami,
memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti. Lebih lanjut
Thomas Lickona mengatakan bahwa terdapat tiga komponen karakter
yang baik yang diperlukan agar seseorang mampu memahami,
merasakan, dan mengerjakan nilai-nilai kebaikan yaitu berupa nilai pada
aspek pengetahuan (cognitive values), nilai pada aspek keyakinan diri
atau komitmen (affective values), dan nilai pada aspek perilaku/perbuatan
(action values).

4. George R. Terry menyatakan bahwa manajemen merupakan sebuah


proses yang khas yang terdiri dari tindakan perencanaan,
pengorganisasian, penggerakkan dan pengawasan yang dilakukan untuk
menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan
melalui pemanfaatan sumber daya manusia serta sumber-sumber lain.
Dari ulasan di atas, terdapat 4 (empat) fungsi penting dalam manajemen,
yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan
(actuating) dan pengawasan (controlling)
5. Menurut George R. Terry dalam bukunya Principle of Management
mengatakan bahwa ada enam sumber daya pokok dari suatu organisasi,
yaitu: Man (sumber daya manusia), Materials (sarana dan prasarana),
Machines (mesin), Methods (metode), Money (anggaran), dan Markets
(pasar)

6. George R. Terry, Pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan


hubungan – hubungan kelakuan yang efektif antara orang – orang,
sehingga mereka dapat bekerjasama secara efisien, dan dengan demikian
memperoleh kepuasan pribadi dalam hal melaksanakan tugas –tugas
tertentu dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau
sasaran tertentu

7. Menurut Handoko dalam Busro (2018:166-167), dalam pengawasan


terdapat beberapa tipe pengawasan yang didasari oleh fokus aktivitas
pengawasan, antara lain pengawasan pendahuluan ( feed forward control),
yaitu pengawasan yang terjadi sebelum kerja dilakukan; pengawasan
pada waktu kerja berlangsung (concurent control), yaitu pengawasan
yang terjadi ketika pekerjaan dilaksanakan; dan pengawasan feed back
(feed back control), yaitu pengawasan dengan mengukur hasil dari suatu
kegiatan yang telah dilaksanakan.

8. SP HASIBUAN, Pengorganisasian adalah suatu proses penentuan,


pengelompokan dan pengaturan bermacam – macam aktifitas yang
diperlukan untuk mencapai tujuan, menempatkan orang – orang pada
setiap aktifitas, menyediakan alat – alat yang diperlukan, menetapkan
wewenang yang secara relatif didelegasikan kepada setiap individu yang
akan melakukan aktifitas tersebut.
9. Menurut Hutapea dan Thoha dalam Busro (2018:32-33) menyebutkan
bahwa ada tiga komponen utama dalam membentuk kompetensi yaitu :
pengetahuan (Knowledge), kemampuan (skill), dan sikap (attitude).

10. Menurut Abraham Harold Maslow, manusia memiliki lima kebutuhan


dasar, yakni:
a. Kebutuhan fisiologis/biologis, yang merupakan kebutuhan pokok
utama, yaitu H2, H2O, cairan elektrolit, makanan dan seks. Apabila
kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi ketidakseimbangan
fisiologis. Misalnya, kekurangan O2 yang menimbulkan sesak nafas
dan kekurangan H2O dan elektrolit yang menyebabkan dehidrasi.
b. Kebutuhan rasa aman, misalnya :
a) Rasa aman terhindar dari pencurian, penodongan, perampokan
dan kejahatan lain.
b) Rasa aman terhindar dari konflik, tawuran, kerusuhan,
peperangan dan lain-lain.
c) Rasa aman terhindar dari sakit dan penyakit
d) Rasa aman memperoleh perlindungan hukum.
c. Kebutuhan mencintai dan dicintai, misalnya :
a) Mendambakan kasih sayang/cinta kasih orang lain baik dari orang
tua, saudara, teman, kekasih, dan lain-lain.
b) Ingin dicintai/mencintai orang lain.
c) Ingin diterima oleh kelompok tempat ia berada.
d. Kebutuhan harga diri, misalnya :
a) Ingin dihargai dan menghargai orang lain
b) Adanya respek atau perhatian dari orang lain
c) Toleransi atau saling menghargai dalam hidup berdampingan
e. Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya :
a) Ingin dipuja atau disanjung oleh orang lain
b) Ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita-cita
c) Ingin menonjol dan lebih dari orang lain, baik dalam karier, usaha,
kekayaan, dan lain-lain.

11. Dimensi akuntabilitas ada 5, yaitu (Syahrudin Rasul, 2002:11):


a. Akuntabilitas hukum dan kejujuran (accuntability for probity and
legality) 
Akuntabilitas hukum terkait dengan dilakukannya kepatuhan terhadap
hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam organisasi,
sedangkan akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran
penyalahgunaan jabatan, korupsi dan kolusi. Akuntabilitas hukum
menjamin ditegakkannya supremasi hukum, sedangkan akuntabilitas
kejujuran menjamin adanya praktik organisasi yang sehat.
b. Akuntabilitas manajerial 
Akuntabilitas manajerial yang dapat juga diartikan sebagai
akuntabilitas kinerja (performance accountability) adalah
pertanggungjawaban untuk melakukan pengelolaan organisasi secara
efektif dan efisien.
c. Akuntabilitas program 
Akuntabilitas program juga berarti bahwa program-program organisasi
hendaknya merupakan program yang bermutu dan mendukung
strategi dalam pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi. Lembaga
publik harus mempertanggungjawabkan program yang telah dibuat
sampai pada pelaksanaan program.
d. Akuntabilitas kebijakan 
Lembaga-lembaga publik hendaknya dapat
mempertanggungjawabkan kebijakan yang telah ditetapkan dengan
mempertimbangkan dampak dimasa depan. Dalam membuat
kebijakan harus dipertimbangkan apa tujuan kebijakan tersebut,
mengapa kebijakan itu dilakukan.
e. Akuntabilitas financial 
Akuntabilitas ini merupakan pertanggungjawaban lembagalembaga
publik untuk menggunakan dana publik ( public money) secara
ekonomis, efisien dan efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran
dana, serta korupsi. Akuntabilitas financial ini sangat penting karena
menjadi sorotan utama masyarakat. Akuntabilitas ini mengharuskan
lembaga-lembaga publikuntuk membuat laporan keuangan untuk
menggambarkan kinerja financial organisasi kepada pihak luar.

12. Browne dan Wildavsky, yang mengemukakan bahwa pelaksanaan adalah


perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan. Faktor-faktor yang dapat
menunjang program pelaksanaan adalah sebagai berikut:
a. Komunikasi, merupakan suatu program yang dapat dilaksanakan
dengan baik apabila jelas bagi para pelaksana. Hal ini menyangkut
proses penyampaian informasi, kejelasan informasi dan konsistensi
informasi yang disampaikan;
b. Resouces (sumber daya), dalam hal ini meliputi empat komponen
yaitu terpenuhinya jumlah staf dan kualitas mutu, informasi yang
diperlukan guna pengambilan keputusan atau kewenangan yang
cukup guna melaksanakan tugas sebagai tanggung jawab dan fasilitas
yang dibutuhkan dalam pelaksanaan;
c. Disposisi, sikap dan komitmen dari pada pelaksanaan terhadap
program khususnya dari mereka yang menjadi implementasi program
khususnya dari mereka yang menjadi implementer program;
d. Struktur Birokrasi, yaitu SOP (Standar Operating Procedures), yang
mengatur tata aliran dalam pelaksanaan program. Jika hal ini tidak
sulit dalam mencapai hasil yang memuaskan, karena penyelesaian
khusus tanpa pola yang baku

13. Teori pengendalian yang dikemukakan oleh Boyton dan Johnson (2006)
tentang pengendalian internal, yaitu proses yang dipengaruhi oleh dewan
entitas direksi, dan personil lainnya, yang dirancang untuk memberikan
keyakinan tentang pencapaian tujuan dalam kategori berikut :
a. Keandalan pelaporan keuangan
b. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
c. Efektivitas dan efisiensi operasi

14. Teori Komunikasi Lasswell, Harold Lasswell, Teoritikus ternama yang


banyak menyumbangkan ide dan fikirannya terkait cabang ilmu sosial dan
komunikasi. Di tahun 1948, Ia mengemukakan model komunikasi yang
sederhana dan hingga kini masih diterapkan sebagai model komunikasi
dasar. Model tersebut yakni :
a. Siapa (Who) –
b. Berbicara apa (Says What) –
c. Dengan media apa (In Which Channel) –
d. Kepada Siapa (To Whom) –
e. Dan dengan Efek apa (With What Effect)

15. Teori komunikasi behaviourisme, Teori ini dikembangkan oleh ilmuan asal
Amerika Serikat bernama Jhon B. Watson (1878 – 1958). Menurutnya
Teori Behaviorisme ini mencakup semua perilaku, termasuk tindakan
balasan atau respon terhadap suatu rangsangan atau stimulus. Artinya
bahwa selalu ada kaitan antara stimulus dengan respon pada perilaku
manusia. Jika suatu stimulus atau rangsangan yang diterima seseorang
telah teramati, maka dapat diprediksikan pula respon dari orang tersebut.

16. Teori komunikasi, Menurut Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995)


mendefinisikan komunikasi sebagai the process by which people attempt
to share meaning via the transmission of symbolic messages . Komunikasi
adalah proses dimana seseorang berusaha untuk memberikan pengertian
atau pesan kepada orang lain melalui pesan simbolis. Komunikasi bisa
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, dengan menggunakan
berbagai media komunikasi yang tersedia. Komunikasi langsung berarti
komunikasi disampaikan tanpa penggunaan mediator atau perantara,
sedangkan komunikasi tidak langsung berarti sebaliknya

17. Teori kolaborasi dijelaskan oleh Hadari Nawawi adalah usaha untuk
mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan melalui pembagian
tugas/pekerjaan, tidak sebagai pengkotakan kerja akan tetapi sebagai
satu kesatuan kerja, yang semuanya terarah pada pencapaian tujuan.

18. Teori perencanaan “Perencanaan adalah proses pemilihan dan penetapan


tujuan, strategi, metode, anggaran, dan standar (tolak ukur) keberhasilan
suatu kegiatan.” (Nawawi, H. 2003:29).

19. Teori perencanaan “Perencanaan adalah proses memilih sejumlah


kegiatan untuk ditetapkan sebagai keputusan tentang suatu pekerjaan
yang harus dilakukan, kapan, bagaimana dan siapa yang melakukannya.”
(Nawawi, H. 2003:30).

20. Teori pemecahan masalah Menurut John Deway (Dalam Ahmadi, 1997 :
123), langkah-langkah yang harus dicapai dalam memecahkan masalah
adalah sebagai berikut :
a. Menyadari dan merumuskan masalah
b. Merumuskan hipotesis
c. Mengumpulkan dan mengolah data
d. Menguji hipotesis dengan data
e. Menarik kesimpulan

21. Menurut Brans ford & Stein (dalam Suharnan, 2005) ada beberapa tahap
dalam memecahkan masalah yaitu:
a. Identifikasi masalah Seperti yang kita ketahui, mengidentifikasikan
suatu situasi masalah yang kompleks merupakan suatu langkah yang
sulit, tetapi kita harus mengetahui langkah apa saja yang harus kita
tempuh.
b. Mendefinisikan masalah Pada saat kita mengidentifikasikan suatu
masalah, setelah masalah pokok ditemukan, tindakan berikutnya ialah
merumuskan dan menggambarkan persoalan secermat mungkin.
Dalam tahap ini kita tidak boleh semberono, karna jika kita semberono
maka kemungkinan menyelesaikan masalah ini sangatlah kecil.
c. Perumusan strategi Perumusan masalah adalah suatu proses
penyajian atau pernyataan seperangkat kondisi yang menyebabkan
gejala-gejala muncul dan memicu peristiwa sehingga menjadi masalah
tertentu yang cukup dipahami.
d. Ekplorasi berbagai kemungkinan alternatif Pada tahap ini kita
mengeksplorasi atau melakukan pencarian terhadap berbagai
alternatif cara pemecahan masalah. Beberapa cara atau strategi
pemecahan yang diambil sering tidak direalisasikan oleh seseorang.
Hal tersebut dikarenakan sebagian orang gagal menggunakan strategi
yang tepat.
e. Aksi atau tindakan seseorang melaksanakan apa-apa yang telah
direncanakan. Strategi-strategi yang sudah dipilih kemudian
diterapkan atau dilaksanakan untuk memperoleh suatu pemecahan
atas masalah yang dihadapi.
f. Lihat efek-efeknya Pada tahap akhir, orang harus melakukan evaluasi
mengenai apakah strategi yang digunakan bias berjalan dengan baik
atau tidak baik. Apakah persoalan dapat dipecahkan secara
memuaskan melalui strategi yang telah dipilih dan dilaksanakan
tersebut. Jika belum, mungkin orang harus kembali pada langkah awal
mengenai pendefinisian pokok persoalan.

22. Teori pembinaan Miftah Thoha dalam bukunya yang berjudul “Pembinaan
Organisasi” mendefinisikan, pengertian pembinaan bahwa :
a. Pembinaan adalah suatu tindakan, proses, atau pernyataan menjadi
lebih baik.
b. Pembinaan merupakan suatu strategi yang unik dari suatu sistem
pambaharuan dan perubahan (change).
c. Pembinaan merupakan suatu pernyataan yang normatif, yakni
menjelaskan bagaimana perubahan dan pembaharuan yang
berencana serta pelaksanaannya.
d. Pembinaan berusaha untuk mencapai efektivitas, efisiensi dalam
suatu perubahan dan pembaharuan yang dilakukan tanpa mengenal
berhenti. (Miftah,1997:16-17).

23. Mintzberg yang dikutip oleh Alfonsus Sirait dalam bukunya Manajemen
menggambarkan empat cara mengenai teknik-teknik dalam suatu
pembinaan, yaitu:
a. Teknik Adaptif (teknik yang berliku-liku).
Teknik yang sifatnya relatif dan terfragmentasi serta fleksibilitas,
yakni suatu teknik yang mampu berjalan berliku-liku dalam
menghadapi suatu hambatan.
b. Teknik Perencanaan (planning strategy).
Teknik ini memberikan kerangka pedoman dan petunjuk arah yang
jelas. Menurut teknik ini perencana tingkat puncak mengikuti suatu
prosedur sistematik yang mengharuskan menganalisis lingkungan
dan lembaga/organisasi, sehingga dapat mengembangkan suatu
rencana untuk bergerak ke masa depan.

c. Teknik Sistematik dan Terstruktur.


Teknik yang berdasarkan pilihan yang rasional mengenai peluang
dan ancaman yang terdapat di dalam lingkungan dan yang disusun
begitu rupa, supaya sesuai dengan misi dan kemampuan
lembaga/organisasi. 

d. Teknik Inkrementalisme Logis.


Merupakan suatu teknik perencanaan yang mempunyai gagasan
yang jells mengenai tujuan lembaga/organisasi dan secara informal
menggerakan lembaga/organisasi ke arah yang diinginkan. Dengan
teknik ini paling sesuai dengan situasi tertentu untuk mendorong
lembaga/organisasi secara tahap demi tahap menuju sasarannya.

24. Teori penetapan tujuan


Teori penetapan tujuan atau goal setting theory awalnya dikemukakan
oleh Dr. Edwin Locke pada akhir tahun 1960. Lewat publikasi artikelnya
‘Toward a Theory of Task Motivation and Incentives’ tahun 1968, Locke
menunjukkan adanya keterkaitan antara tujuan dan kinerja seseorang
terhadap tugas.
Dia menemukan bahwa tujuan spesifik dan sulit menyebabkan kinerja
tugas lebih baik dari tujuan yang mudah. Beberapa tahun setelah Locke
menerbitkan artikelnya, penelitian lain yang dilakukan Dr. Gary Latham,
yang mempelajari efek dari penetapan tujuan di tempat kerja.
Penelitiannya mendukung persis apa yang telah dikemukakan oleh Locke
mengenai hubungan tak terpisahkan antara penetapan tujuan dan
kinerja. Pada tahun 1990, Locke dan Latham menerbitkan karya bersama
mereka, ‘A Theory of Goal Setting and Task Performance’.
Dalam buku ini, mereka memperkuat argumen kebutuhan untuk
menetapkan tujuan spesifik dan sulit.

5 prinsip penetapan tujuan :


1. Kejelasan
Tujuan harus jelas terukur, tidak ambigu, dan ada jangka waktu
tertentu yang ditetapkan untuk penyelesaian tugas. Manfaatnya ketika
ada sedikit kesalahpahaman dalam perilaku maka orang masih akan
tetap menghargai atau toleran. Orang tahu apa yang diharapkan, dan
orang dapat menggunakan hasil spesifik sebagai sumber motivasi.

2. Menantang
salah satu karakteristik yang paling penting dari tujuan adalah tingkat
tantangan. Orang sering termotivasi oleh prestasi, dan mereka akan
menilai tujuan berdasarkan pentingnya sebuah pencapaian yang telah
diantisipasi. Ketika orang tahu bahwa apa yang mereka lakukan akan
diterima dengan baik, akan ada motivasi alami untuk melakukan
pekerjaan dengan baik. Dengan catatan sangat penting untuk
memperhatikan keseimbangan yang tepat antara tujuan yang
menantang dan tujuan yang realistis.

3. Komitmen
Tujuan harus dipahami agar efektif. Karyawan lebih cenderung
memiliki tujuan jika mereka merasa mereka adalah bagian dari
penciptaan tujuan tersebut. Gagasan manajemen partisipatif terletak
pada ide melibatkan karyawan dalam menetapkan tujuan dan
membuat keputusan. Mendorong karyawan untuk mengembangkan
tujuan-tujuan mereka sendiri, dan mereka menjadi berinisiatif
memperoleh informasi tentang apa yang terjadi di tempat lain dalam
organisasi. Dengan cara ini, mereka dapat yakin bahwa tujuan mereka
konsisten dengan visi keseluruhan dan tujuan perusahaan.

4. Umpan balik (feedback)


Umpan balik memberikan kesempatan untuk mengklarifikasi harapan,
menyesuaikan kesulitan sasaran, dan mendapatkan pengakuan.
Sangat penting untuk memberikan kesempatan benchmark atau
target, sehingga individu dapat menentukan sendiri bagaimana
mereka melakukan tugas.

5. Kompleksitas Tugas
Faktor terakhir dalam teori penetapan tujuan memperkenalkan dua
persyaratan lebih untuk sukses. Untuk tujuan atau tugas yang sangat
kompleks, manajer perlu berhati-hati untuk memastikan bahwa
pekerjaan tidak menjadi terlalu berlebihan.

Orang-orang yang bekerja dalam peran yang kompleks mungkin sudah


memiliki motivasi tingkat tinggi. Namun, mereka sering mendorong diri
terlalu keras jika tindakan tidak dibangun ke dalam harapan tujuan untuk
menjelaskan kompleksitas tugas, karena itu penting untuk memberikan
orang waktu yang cukup untuk memenuhi tujuan atau meningkatkan
kinerja.

Sediakan waktu yang cukup bagi orang untuk berlatih atau mempelajari
apa yang diharapkan dan diperlukan untuk sukses. Inti dari penetapan
tujuan adalah untuk memfasilitasi keberhasilan. Oleh karena itu pastikan
bahwa kondisi sekitar tujuan tidak menyebabkan frustrasi atau
menghambat orang untuk mencapai tujuan mereka.
Penentuan tujuan adalah sesuatu yang diperlukan untuk kesuksesan.
Dengan pemahaman teori penetapan tujuan, kemudian dapat secara
efektif menerapkan prinsip-prinsip untuk tujuan yang akan ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai