Anda di halaman 1dari 16

JOURNAL READING

“Correlation of Features of Allergic Rhinitis and Allergic Conjunctivitis


with Treatment Modalities”

Shuaib Kayode Aremu, Tayo Ibrahim, Azeez Oyemomi Ibrahim dan


Popoola Tomilayo Ajoke

Journal of Advances in Medicine and Medical Research

Oleh:

Aminah

H1A 015 006

Pembimbing:

dr. Didit Yudhanto, Sp. THT-KL, M.Sc

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI


BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK DAN
KEPALA LEHER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmat dan petunjuk dari-Nya penyusunan tugas journal reading
dengan judul Correlation of Features of Allergic Rhinitis and Allergic
Conjunctivitis with Treatment Modalities ini dapat diselesaikan dengan baik dan
tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan journal reading ini adalah
untuk memenuhi tugas dalam proses kepaniteraan klinik di bagian SMF ilmu
kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Mataram, Rumah Sakit
Umum Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Selain itu, saya berharap tulisan ini
dapat memberikan manfaat bagi profesi kedokteran, serta dapat meningkatkan dan
memperluas pemahaman mengenai kasus rhinitis alergi.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini masih terdapat banyak
kekurangan dan belum sempurna. Oleh karenanya, kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan untuk perbaikan kedepannya. Semoga Tuhan
Yang Maha Esa senantiasa memberikan bantuan dan melimpahkan petunjuk-Nya
kepada kita semua.

Mataram, 8 Maret 2020

Penulis

2
I. IDENTITAS JURNAL

Judul jurnal : Correlation of Features of Allergic Rhinitis and Allergic

Conjunctivitis with Treatment Modalities

Penulis : Shuaib Kayode Aremu, Tayo Ibrahim, Azeez Oyemomi

Ibrahim dan Popoola Tomilayo Ajoke

Tahun terbit : 2019

Jurnal : Journal of Advances in Medicine and Medical Research

Jenis jurnal : Original research article

II. ISI JURNAL

ABSTRAK

Pendahuluan : Rhinitis alergi atau allergic rhinitis (AR) merupakan gangguan


alergi kronis dan simptomatis pada hidung yang umumnya disebabkan oleh
respons inflamasi yang dimediasi oleh imunoglobulin E atau IgE setelah terpapar
alergen. Alergen tersebut dapat berupa debu, serbuk sari, bunga, bulu binatang,
jamur, dingin, alergen makanan atau serangga. Secara klinis, AR terjadi apabila
terdapat gejala nasal berulang yang reversibel baik secara spontan atau dengan
obat dalam satu tahun sebelumnya. Gejala-gejala nasal tersebut meliputi minimal
dua dari gejala yang berikut; bersin-bersin yang berlebihan, hidung meler, hidung
gatal, discharge hidung, dan kongesti atau obstruksi hidung.
Penelitian sebelumnya telah mengaitkan AR dengan bentuk lain dari gangguan
alergi termasuk konjungtivitis alergi atau allergi conjunctivitis (AC), dermatitis
atopik dan asma.
Penelitian ini bertujuan untuk menilai karakteristik pasien AR dengan koeksisten
AC serta mengevaluasi efektivitas terapi.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk menemukan korelasi antara karakteristik
gejala hidung dan mata pada pasien yang memiliki rhinitis alergi dan
konjungtivitis alergi.
Metodologi : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross-sectional yang
dilakukan dalam kurun waktu antara bulan Agustus 2018 dan November 2019

3
pada 38 pasien yang datang ke departemen THT dan Oftalmologi Rumah Sakit
Pendidikan Federal Ido-Ekiti, Ekiti State, Nigeria Barat Daya dan didiagnosis
dengan rhinitis alergi dan konjungtivitis alergi. Data yang relevan yang diperoleh
dianalisis menggunakan SPSS versi 20. P ≤ 0,05 dianggap signifikan.
Hasil : Rentang usia subjek penelitian berkisar antara 8 dan 81 tahun dengan usia
rata-rata 33 tahun. Mayoritas subjek penelitian berusia kurang dari 45 tahun
(63,2%) dengan rasio pria dan wanita hampir sama. Nyeri pada mata, gatal, dan
kemerahan menyumbang 97,4% dari semua gejala mata, sedangkan keberadaan
papila seperti Cobblestone adalah yang palig sedikit dan hanya menyumbang 5%.
Gatal pada hidung (92,1%) adalah gejala hidung yang paling umum. Gangguan
tidur ditemukan paling umum di antara subjek penelitian yang juga mengeluhkan
gatal pada mata (29,7%).
Kesimpulan : Penelitian ini dilakukan untuk mengkorelasikan karakteristik gejala
rhinitis alergi dengan konjungtivitis dan manajemen umum serta tindakan
pencegahan yang ditawarkan kepada pasien. Mayoritas pasien berusia kurang dari
45 tahun dengan rasio jenis kelamin yang hampir sama. Nyeri mata, gatal, dan
kemerahan merupakan penyebab sebagian besar dari semua gejala mata,
sedangkan keberadaan papila seperti Cobblestone adalah gejala mata yang paling
sedikit. Gatal hidung adalah gejala hidung yang paling umum dan terlihat pada
sebagian besar pasien dengan gejala mata.
Kata kunci : alergi, rhinitis, konjungtivitis

1. Pendahuluan

Rhinitis alergi atau allergic rhinitis (AR) merupakan gangguan alergi kronis dan
simptomatis pada hidung yang umumnya disebabkan oleh respons inflamasi yang
dimediasi oleh imunoglobulin E atau IgE setelah terpapar alergen. Alergen
tersebut dapat berupa debu, serbuk sari, bunga, bulu binatang, jamur, dingin,
alergen makanan atau serangga. Secara klinis, AR terjadi apabila terdapat gejala
nasal berulang yang reversibel baik secara spontan atau dengan obat dalam satu
tahun sebelumnya. Gejala-gejala nasal tersebut meliputi minimal dua dari gejala
yang berikut; bersin-bersin yang berlebihan, hidung meler, hidung gatal,
discharge hidung, dan kongesti atau obstruksi hidung.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan korelasi antara karakteristik
klinis AR dengan konjungtivitis alergi atau allergic conjunctivitis (AC).
Ketersediaan data tersebut akan diperlukan, tidak hanya untuk tujuan

4
epidemiologis tetapi juga untuk diagnosis klinis dan pengobatan individu yang
terkena dampak.

2. Metodologi

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross-sectional yang dilakukan


dalam kurun waktu antara bulan Agustus 2018 dan November 2019 pada 38
pasien yang datang ke departemen THT dan Oftalmologi Rumah Sakit Pendidikan
Federal Ido-Ekiti, Ekiti State, Nigeria Barat Daya dan didiagnosis dengan rhinitis
alergi dan konjungtivitis alergi. Ukuran sampel diperoleh dengan menggunakan
perangkat lunak G*Power versi 3.1.9 untuk menghitung analisis daya dan
menentukan ukuran sampel yang optimal. Jenis analisis daya yang dipilih dalam
G*Power adalah "priori: ukuran sampel yang dibutuhkan komputer - diberikan α,
daya, dan ukuran efek" dan uji yang dipilih adalah uji Chi square. Tes statistik
yang dipilih adalah tes Goodness of fit: tabel kontingensi. Ukuran efek yang
diidentifikasi adalah 0,5 (ukuran efek besar), tingkat alfa adalah 0,05 sedangkan
tingkat daya adalah 0,80. Total ukuran sampel yang dihitung adalah 32 namun
semua 38 pasien yang datang ke departemen THT dan Oftalmologi dengan
rhinitis alergi dan konjungtivitis alergi antara bulan Agustus 2018 dan November
2019 terdaftar dalam penelitian ini. Riwayat yang relevan diambil dan
pemeriksaan klinis dilakukan pada pasien. Terapi yang memadai ditawarkan dan
setiap pasien ditindaklanjuti selama 3 bulan untuk mengevaluasi respon terhadap
terapi yang diberikan. Data yang dikumpulkan dari pasien dimasukkan ke dalam
perangkat lunak komputer dan dianalisis menggunakan SPSS versi 20. P ≤ 0,05
dianggap signifikan.

3. Hasil

Rentang usia subjek penelitian berkisar antara 8 dan 81 tahun dengan usia rata-
rata 33 tahun. Mayoritas subjek penelitian berusia kurang dari 45 tahun (63,2%)
dengan rasio pria terhadap wanita hampir sama, yaitu 1:1 (Tabel 1). Nyeri mata,
gatal, dan kemerahan menyumbang 97,4% dari semua gejala mata (Tabel 2),
sedangkan keberadaan papila Cobblestone adalah yang paling sedikit dan

5
menyumbang 5%. Gatal hidung (92,1%) adalah gejala hidung yang paling umum
(Tabel 3) sedangkan gejala hidung yang paling sedikit adalah polip hidung
(18,4%) dan gangguan tidur (28,9%). Hanya sekitar sepersepuluh pasien yang
menggunakan imunoterapi alergen dan sebagian besar menggunakan antihistamin
(Tabel 3). Gangguan tidur (Tabel 5a & 5b) ditemukan paling umum di antara
subjek penelitian yang mengeluhkan gatal pada mata (29,7%), pengelihatan kabur
(31,8%) dan yang menggunakan steroid (37,5%). Semua pasien (100%) membaik
dengan pengobatan anti-histamin (Tabel 3 & 6), steroid pada 28,9% pasien dan
pengobatan imunoterapi alergen pada 10,5% pasien.

Tabel 1. Demografi variabel

Tabel 2. Karakteristik gejala mata dan pilihan terapi yang ditawarkan

6
Tabel 3. Karakteristik gejala hidung dan pilihan terapi yang ditawarkan

7
Tabel 4a. Korelasi antara gejala mata dengan hidung

8
Tabel 4b. Korelasi antara gejala mata dengan hidung

9
Tabel 5a. Korelasi antara gejala hidung dengan mata

10
Tabel 5a. Korelasi antara gejala hidung dengan mata

Tabel 6. Korelasi antara gejala mata dan hidung dengan modalitas terapi

11
4. Diskusi

Penelitian sebelumnya telah menghubungkan AR dengan bentuk lain dari


gangguan alergi termasuk AC, dermatitis atopik dan asma.

Konjungtivitis alergi atau allergic conjunctivitis (AC) merupakan gangguan


inflamasi akut atau kronis pada konjungtiva dan permukaan mata lainnya yang
biasanya disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas yang dimediasi IgE terhadap
alergen.

Usia pasien yang terlibat dalam penelitian ini berkisar antara 8 dan 81 tahun
dengan usia rata-rata 33 tahun. Sebagian besar dari subjek penelitian berusia
kurang dari 45 tahun (63,2%) sementara rasio pria dan wanita hampir 1:1 (Tabel
1). Ini menunjukkan bahwa tidak terdapat kecenderungan jenis kelamin untuk
rhinitis alergi maupun konjungtivitis alergi.

Presentasi gejala AC yang umum meliputi gatal bilateral kedua mata yang intens,
lakrimasi, kemerahan, kelopak mata bengkak, sensasi terbakar dengan fotofobia.
Hal tersebut sesuai dengan apa yang ditemukan pada pasien yang menjadi subjek
dalam penelitian ini. Gejala mata dan terapi yang ditawarkan kepada pasien
ditampilkan dalam Tabel 1. Gejala mata yang paling umum adalah nyeri, gatal,
dan kemerahan (97,4%) sedangkan Cobblestone adalah presentasi yang paling
jarang (13,2%) dan sekitar setengah dari pasien diobati dengan VCT (52,6%).
Gejala hidung yang paling umum adalah gatal (92,1%) sedangkan presentasi yang
paling sedikit adalah polip hidung (18,4%) dan gangguan tidur (28,9%). Hanya
sekitar sepersepuluh dari pasien mendapatkan imunoterapi alergen sementara
sebagian besar mendapatkan terapi dengan pemberian antihistamin (Tabel 3).

AC apabila juga disertai AR disebut sebagai rhinokonjungtivitis alergi. Rhinitis


alergi dan konjungtivitis alergi mengikuti pola bentuk musiman dan perenial,
meskipun, gejala hidung sebagian besar merupakan tipe perenial dengan insiden
puncak selama musim kemarau sedangkan gejala mata sebagian besar merupakan
tipe musiman dengan insiden puncak selama musim hujan.

12
Korelasi antara gejala hidung dan mata dari pasien penelitian ini mengungkapkan
bahwa gatal mata ditemukan lebih tinggi di antara pasien dengan penyumbatan
hidung, gangguan tidur, post nasal drip, dan polip nasal (Tabel 6). Kelompok
pasien ini mendapat manfaat dari pengobatan dengan steroid, imunoterapi alergen,
serta pengendalian lingkungan. Selain itu, nyeri mata diamati lebih banyak di
antara pasien dengan discharge hidung, eksoriasi nares eksternal, post nasal drip,
polip nasal, penggunaan steroid, dan imunoterapi alergen. Demikian pula, mata
merah ditemukan lebih tinggi di antara pasien dengan discharge hidung, eksoriasi
nares eksternal, post nasal drip, polip nasal, penggunaan steroid, dan imunoterapi
alergen. Proporsi pasien dengan lakrimasi mata ditemukan lebih tinggi di antara
pasien dengan discharge hidung, gangguan aktivitas hidup sehari-hari, dan
mukosa pucat atau abu-abu. Seperti yang ditunjukkan pada tabel, tidak ada
hubungan yang signifikan antara gejala mata utama dan karakteristik hidung
(Tabel 4a dan 4b).

Penyebab AR dan AC dan bentuk alergen lainnya merupakan hasil interaksi


antara faktor genetik (ras, kecenderungan alergi, riwayat keluarga) dan faktor
lingkungan (alergen, polusi udara, makanan, air dan paparan asap rokok). AR dan
AC adalah penyakit pada masa kanak-kanak, remaja, dewasa muda dan dapat
terjadi pada usia berapa pun terlepas dari ras. Sebelum pubertas, lebih banyak
anak laki-laki daripada anak perempuan yang terpengaruh namun setelah
pubertas, tidak terdapat bias gender.

Pada Tabel 4a dan 4b, gangguan tidur umumnya ditemukan di antara pasien
dengan gatal mata (29,7%), pengelihatan kabur (31,8%) dan pasien yang
menggunakan steroid (37,5%). Selain itu, didapatkan proporsi yang lebih besar
dari pasien dengan penglihatan kabur (90,9%) dan hiperemia (88,9%) yang
mengalami bersin sementara gatal hidung ditemukan lebih tinggi di antara pasien
dengan pengelihatan kabur, discharge mata, Cobblestone, abrasi kornea dan yang
menggunakan stabilisator sel mast serta steroid. Selain itu, pasien dengan mata
merah, lakrimasi, pengelihatan kabur, discharge mata, hiperemia, nyeri mata, dan
pasien yang menggunakan VCT terbukti memiliki prevalensi gejala discharge

13
hidung yang lebih tinggi dari (Tabel 6). Secara keseluruhan, gejala hidung utama
tidak ditemukan berkorelasi dengan gejala mata secara statistik.

AR dan AC dan bentuk alergi lainnya telah berdampak pada beban sosial dan
ekonomi yang berat pada populasi umum, serta menyebabkan penurunan kualitas
hidup terutama selama episode akut. Menurut sebuah studi oleh Olajide dan
rekan-rekannya dari Ido-Ekiti, kualitas hidup yang paling umum terganggu pada
anak-anak adalah lekas marah, absen, gangguan tidur dan gangguan kehidupan
sosial.

Gangguan AR dan AC umum ditemukan pada kalangan remaja dari kelas sosial
ekonomi tinggi dan mereka yang tinggal di kawasan industri dan perkotaan. AR
memiliki hubungan epidemiologis yang erat dengan AC dan menunjukkan
mekanisme patofisiologis yang serupa.

Gangguan ini umum terjadi pada populasi dan banyak penelitian yang telah
mengamati adanya peningkatan prevalensinya di banyak negara.

Epidemiologi alergi mata pada populasi orang dewasa dieksplorasi dalam survei
Pemeriksaan Kesehatan dan Gizi Nasional III. Survei ini menemukan 6,4%
melaporkan gejala okular, 16,5% gejala hidung dan 29,7% keduanya. Namun,
Michael R. Perkin dan rekannya menemukan prevalensi AC sebesar 17,5%, AR
15.1%, dan Rhino-konjungtivitis 13,4%. Oladimeji S.M. dan rekannya
menemukan prevalensi AC 26,0% dan AR 40,6%. Dalam sebuah studi oleh Uche
Okonkwo KC dan rekan-rekannya, prevalensi rhinitis alergi adalah 56,7% dimana
28,8% memiliki konjungtivitis alergi. Secara umum, AC ditemukan pada 5 - 22%
dari populasi umum.

Studi sebelumnya telah menunjukkan peningkatan pengetahuan tentang hubungan


antara AR dan AC. Uji klinis terapi intranasal telah membuktikan kemanjuran
dalam pengobatan AR dan AC. Mayoritas responden dengan AR juga mengalami
gejala AC dan bentuk alergi lainnya. Korelasi klinisnya meliputi gatal berulang,
kemerahan pada mata, bersin persisten, pilek dengan disertai riwayat alergi. Hal
tersebut berkorelasi dengan temuan dalam penelitian ini (Tabel 5a, 5b dan 6).

14
Namun, tidak ada studi sebelumnya yang tersedia di area studi ini sehingga
menjadi alasan untuk dilakukannya penelitian ini.

5. Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan untuk mengkorelasikan karakteristik gejala rhinitis alergi


dengan konjungtivitis dan manajemen umum serta tindakan pencegahan yang
ditawarkan kepada pasien. Mayoritas pasien berusia kurang dari 45 tahun dengan
rasio jenis kelamin yang hampir sama. Nyeri pada mata, gatal, dan kemerahan
merupakan gejala mata yang paling banyak ditemukan, sedangkan keberadaan
papilla seperti Cobblestone adalah gejala mata yang paling sedikit. Gatal pada
hidung adalah gejala hidung yang paling umum dan ditemukan pada sebagian
besar pasien dengan gejala mata.

III. ANALISA JURNAL

Kelebihan jurnal

 Judul dan abstrak disajikan secara informatif dan sesuai dengan isi jurnal
yang dibahas.
 Latar belakang dan tujuan dari jurnal ini dijabarkan secara jelas.
 Penyusunan jurnal ini dilakukan dengan sistematis sehingga memudahkan
pembaca.
 Jurnal ini juga dilengkapi dengan berbagai tabel yang merangkum hasil
penelitian secara informatif.

Kekurangan Jurnal
 Jurnal ini tidak menyebutkan kriteria inklusi dan eksklusi yang digunakan
dalam memilih subjek penelitian.
 Terdapat beberapa studi penelitian yang digunakan sebagai referensi
merupakan publikasi lama.

15
IV. DAFTAR PUSTAKA

Aremu, S. K., Ibrahim, T., Ibrahim, A. O., dkk. Correlation of Features of


Allergic Rhinitis and Allergic Conjunctivitis with Treatment Modalities.
Journal of Advances in Medicine and Medical Research. 2019. Vol. 29
(8); pp. 1-10.

16

Anda mungkin juga menyukai