Oleh:
Aminah
Pembimbing:
2020
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmat dan petunjuk dari-Nya penyusunan tugas journal reading
dengan judul Correlation of Features of Allergic Rhinitis and Allergic
Conjunctivitis with Treatment Modalities ini dapat diselesaikan dengan baik dan
tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan journal reading ini adalah
untuk memenuhi tugas dalam proses kepaniteraan klinik di bagian SMF ilmu
kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Mataram, Rumah Sakit
Umum Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Selain itu, saya berharap tulisan ini
dapat memberikan manfaat bagi profesi kedokteran, serta dapat meningkatkan dan
memperluas pemahaman mengenai kasus rhinitis alergi.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini masih terdapat banyak
kekurangan dan belum sempurna. Oleh karenanya, kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan untuk perbaikan kedepannya. Semoga Tuhan
Yang Maha Esa senantiasa memberikan bantuan dan melimpahkan petunjuk-Nya
kepada kita semua.
Penulis
2
I. IDENTITAS JURNAL
ABSTRAK
3
pada 38 pasien yang datang ke departemen THT dan Oftalmologi Rumah Sakit
Pendidikan Federal Ido-Ekiti, Ekiti State, Nigeria Barat Daya dan didiagnosis
dengan rhinitis alergi dan konjungtivitis alergi. Data yang relevan yang diperoleh
dianalisis menggunakan SPSS versi 20. P ≤ 0,05 dianggap signifikan.
Hasil : Rentang usia subjek penelitian berkisar antara 8 dan 81 tahun dengan usia
rata-rata 33 tahun. Mayoritas subjek penelitian berusia kurang dari 45 tahun
(63,2%) dengan rasio pria dan wanita hampir sama. Nyeri pada mata, gatal, dan
kemerahan menyumbang 97,4% dari semua gejala mata, sedangkan keberadaan
papila seperti Cobblestone adalah yang palig sedikit dan hanya menyumbang 5%.
Gatal pada hidung (92,1%) adalah gejala hidung yang paling umum. Gangguan
tidur ditemukan paling umum di antara subjek penelitian yang juga mengeluhkan
gatal pada mata (29,7%).
Kesimpulan : Penelitian ini dilakukan untuk mengkorelasikan karakteristik gejala
rhinitis alergi dengan konjungtivitis dan manajemen umum serta tindakan
pencegahan yang ditawarkan kepada pasien. Mayoritas pasien berusia kurang dari
45 tahun dengan rasio jenis kelamin yang hampir sama. Nyeri mata, gatal, dan
kemerahan merupakan penyebab sebagian besar dari semua gejala mata,
sedangkan keberadaan papila seperti Cobblestone adalah gejala mata yang paling
sedikit. Gatal hidung adalah gejala hidung yang paling umum dan terlihat pada
sebagian besar pasien dengan gejala mata.
Kata kunci : alergi, rhinitis, konjungtivitis
1. Pendahuluan
Rhinitis alergi atau allergic rhinitis (AR) merupakan gangguan alergi kronis dan
simptomatis pada hidung yang umumnya disebabkan oleh respons inflamasi yang
dimediasi oleh imunoglobulin E atau IgE setelah terpapar alergen. Alergen
tersebut dapat berupa debu, serbuk sari, bunga, bulu binatang, jamur, dingin,
alergen makanan atau serangga. Secara klinis, AR terjadi apabila terdapat gejala
nasal berulang yang reversibel baik secara spontan atau dengan obat dalam satu
tahun sebelumnya. Gejala-gejala nasal tersebut meliputi minimal dua dari gejala
yang berikut; bersin-bersin yang berlebihan, hidung meler, hidung gatal,
discharge hidung, dan kongesti atau obstruksi hidung.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan korelasi antara karakteristik
klinis AR dengan konjungtivitis alergi atau allergic conjunctivitis (AC).
Ketersediaan data tersebut akan diperlukan, tidak hanya untuk tujuan
4
epidemiologis tetapi juga untuk diagnosis klinis dan pengobatan individu yang
terkena dampak.
2. Metodologi
3. Hasil
Rentang usia subjek penelitian berkisar antara 8 dan 81 tahun dengan usia rata-
rata 33 tahun. Mayoritas subjek penelitian berusia kurang dari 45 tahun (63,2%)
dengan rasio pria terhadap wanita hampir sama, yaitu 1:1 (Tabel 1). Nyeri mata,
gatal, dan kemerahan menyumbang 97,4% dari semua gejala mata (Tabel 2),
sedangkan keberadaan papila Cobblestone adalah yang paling sedikit dan
5
menyumbang 5%. Gatal hidung (92,1%) adalah gejala hidung yang paling umum
(Tabel 3) sedangkan gejala hidung yang paling sedikit adalah polip hidung
(18,4%) dan gangguan tidur (28,9%). Hanya sekitar sepersepuluh pasien yang
menggunakan imunoterapi alergen dan sebagian besar menggunakan antihistamin
(Tabel 3). Gangguan tidur (Tabel 5a & 5b) ditemukan paling umum di antara
subjek penelitian yang mengeluhkan gatal pada mata (29,7%), pengelihatan kabur
(31,8%) dan yang menggunakan steroid (37,5%). Semua pasien (100%) membaik
dengan pengobatan anti-histamin (Tabel 3 & 6), steroid pada 28,9% pasien dan
pengobatan imunoterapi alergen pada 10,5% pasien.
6
Tabel 3. Karakteristik gejala hidung dan pilihan terapi yang ditawarkan
7
Tabel 4a. Korelasi antara gejala mata dengan hidung
8
Tabel 4b. Korelasi antara gejala mata dengan hidung
9
Tabel 5a. Korelasi antara gejala hidung dengan mata
10
Tabel 5a. Korelasi antara gejala hidung dengan mata
Tabel 6. Korelasi antara gejala mata dan hidung dengan modalitas terapi
11
4. Diskusi
Usia pasien yang terlibat dalam penelitian ini berkisar antara 8 dan 81 tahun
dengan usia rata-rata 33 tahun. Sebagian besar dari subjek penelitian berusia
kurang dari 45 tahun (63,2%) sementara rasio pria dan wanita hampir 1:1 (Tabel
1). Ini menunjukkan bahwa tidak terdapat kecenderungan jenis kelamin untuk
rhinitis alergi maupun konjungtivitis alergi.
Presentasi gejala AC yang umum meliputi gatal bilateral kedua mata yang intens,
lakrimasi, kemerahan, kelopak mata bengkak, sensasi terbakar dengan fotofobia.
Hal tersebut sesuai dengan apa yang ditemukan pada pasien yang menjadi subjek
dalam penelitian ini. Gejala mata dan terapi yang ditawarkan kepada pasien
ditampilkan dalam Tabel 1. Gejala mata yang paling umum adalah nyeri, gatal,
dan kemerahan (97,4%) sedangkan Cobblestone adalah presentasi yang paling
jarang (13,2%) dan sekitar setengah dari pasien diobati dengan VCT (52,6%).
Gejala hidung yang paling umum adalah gatal (92,1%) sedangkan presentasi yang
paling sedikit adalah polip hidung (18,4%) dan gangguan tidur (28,9%). Hanya
sekitar sepersepuluh dari pasien mendapatkan imunoterapi alergen sementara
sebagian besar mendapatkan terapi dengan pemberian antihistamin (Tabel 3).
12
Korelasi antara gejala hidung dan mata dari pasien penelitian ini mengungkapkan
bahwa gatal mata ditemukan lebih tinggi di antara pasien dengan penyumbatan
hidung, gangguan tidur, post nasal drip, dan polip nasal (Tabel 6). Kelompok
pasien ini mendapat manfaat dari pengobatan dengan steroid, imunoterapi alergen,
serta pengendalian lingkungan. Selain itu, nyeri mata diamati lebih banyak di
antara pasien dengan discharge hidung, eksoriasi nares eksternal, post nasal drip,
polip nasal, penggunaan steroid, dan imunoterapi alergen. Demikian pula, mata
merah ditemukan lebih tinggi di antara pasien dengan discharge hidung, eksoriasi
nares eksternal, post nasal drip, polip nasal, penggunaan steroid, dan imunoterapi
alergen. Proporsi pasien dengan lakrimasi mata ditemukan lebih tinggi di antara
pasien dengan discharge hidung, gangguan aktivitas hidup sehari-hari, dan
mukosa pucat atau abu-abu. Seperti yang ditunjukkan pada tabel, tidak ada
hubungan yang signifikan antara gejala mata utama dan karakteristik hidung
(Tabel 4a dan 4b).
Pada Tabel 4a dan 4b, gangguan tidur umumnya ditemukan di antara pasien
dengan gatal mata (29,7%), pengelihatan kabur (31,8%) dan pasien yang
menggunakan steroid (37,5%). Selain itu, didapatkan proporsi yang lebih besar
dari pasien dengan penglihatan kabur (90,9%) dan hiperemia (88,9%) yang
mengalami bersin sementara gatal hidung ditemukan lebih tinggi di antara pasien
dengan pengelihatan kabur, discharge mata, Cobblestone, abrasi kornea dan yang
menggunakan stabilisator sel mast serta steroid. Selain itu, pasien dengan mata
merah, lakrimasi, pengelihatan kabur, discharge mata, hiperemia, nyeri mata, dan
pasien yang menggunakan VCT terbukti memiliki prevalensi gejala discharge
13
hidung yang lebih tinggi dari (Tabel 6). Secara keseluruhan, gejala hidung utama
tidak ditemukan berkorelasi dengan gejala mata secara statistik.
AR dan AC dan bentuk alergi lainnya telah berdampak pada beban sosial dan
ekonomi yang berat pada populasi umum, serta menyebabkan penurunan kualitas
hidup terutama selama episode akut. Menurut sebuah studi oleh Olajide dan
rekan-rekannya dari Ido-Ekiti, kualitas hidup yang paling umum terganggu pada
anak-anak adalah lekas marah, absen, gangguan tidur dan gangguan kehidupan
sosial.
Gangguan AR dan AC umum ditemukan pada kalangan remaja dari kelas sosial
ekonomi tinggi dan mereka yang tinggal di kawasan industri dan perkotaan. AR
memiliki hubungan epidemiologis yang erat dengan AC dan menunjukkan
mekanisme patofisiologis yang serupa.
Gangguan ini umum terjadi pada populasi dan banyak penelitian yang telah
mengamati adanya peningkatan prevalensinya di banyak negara.
Epidemiologi alergi mata pada populasi orang dewasa dieksplorasi dalam survei
Pemeriksaan Kesehatan dan Gizi Nasional III. Survei ini menemukan 6,4%
melaporkan gejala okular, 16,5% gejala hidung dan 29,7% keduanya. Namun,
Michael R. Perkin dan rekannya menemukan prevalensi AC sebesar 17,5%, AR
15.1%, dan Rhino-konjungtivitis 13,4%. Oladimeji S.M. dan rekannya
menemukan prevalensi AC 26,0% dan AR 40,6%. Dalam sebuah studi oleh Uche
Okonkwo KC dan rekan-rekannya, prevalensi rhinitis alergi adalah 56,7% dimana
28,8% memiliki konjungtivitis alergi. Secara umum, AC ditemukan pada 5 - 22%
dari populasi umum.
14
Namun, tidak ada studi sebelumnya yang tersedia di area studi ini sehingga
menjadi alasan untuk dilakukannya penelitian ini.
5. Kesimpulan
Kelebihan jurnal
Judul dan abstrak disajikan secara informatif dan sesuai dengan isi jurnal
yang dibahas.
Latar belakang dan tujuan dari jurnal ini dijabarkan secara jelas.
Penyusunan jurnal ini dilakukan dengan sistematis sehingga memudahkan
pembaca.
Jurnal ini juga dilengkapi dengan berbagai tabel yang merangkum hasil
penelitian secara informatif.
Kekurangan Jurnal
Jurnal ini tidak menyebutkan kriteria inklusi dan eksklusi yang digunakan
dalam memilih subjek penelitian.
Terdapat beberapa studi penelitian yang digunakan sebagai referensi
merupakan publikasi lama.
15
IV. DAFTAR PUSTAKA
16