Anda di halaman 1dari 54

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

PENERAPAN STRATEGI PELAKSANAAN (SP3) BERCAKAP-CAKAP


DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGONTROL
HALUSINASI PADA PASIEN HALUSINASI PENDENGARAN
DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI
SULAWESI TENGGARA

Oleh :

EKA YUSANTI
NIM. 17.012

AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
UNAAHA
2020

i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Eka Yusanti

NIM : 17.012

Program Studi : DIII Keperawatan

Institusi : Akademi Keperawatan Pemkab Konawe

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini adalah benar-benar

merupakan hasil karya sendiri dan bukan merupakan pengambil alihan tulisan dan

pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini

jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Unaaha, Mei 2020


Pembuat Pernyataan

Materai
Rp. 6.000

(Eka Yusanti)
NIM. 17.012

Mengetahui

Pembimbing I Pembimbing II

(SUPRIADI, S.Kep, Ns) (SUTARMO, S.ST)


NIDN. 34-160687-02 NIDN. 34-150365-01

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal Karya Tulis Ilmiah oleh Eka Yusanti, NIM. 17.012 dengan judul

“Penerapan strategi pelaksanaan (SP3) bercakap-cakap dalam meningkatkan

kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi pendengaran di ruang

Matahari Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2020” telah

diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan pada Ujian Proposal dihadapan Tim

Penguji.

Unaaha, Mei 2020

Tim Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

(SUPRIADI, S.Kep, Ns) (SUTARMO, S.ST)


NIDN. 34-160687-02 NIDN. 34-150365-01

Mengetahui
Direktur Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Konawe

(Hj. YOSIN NGII, SKM, M.Kes)


NIP. 19710906 199103 2001

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat

limpahan rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Penerapan strategi

pelaksanaan (SP3) bercakap-cakap dalam meningkatkan kemampuan mengontrol

halusinasi pada pasien halusinasi pendengaran di ruang Matahari Rumah Sakit

Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2020”.

Proposal Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai usulan penelitian studi

kasus yang merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan program

Diploma III Keperawatan di Akper Pemkab Konawe. Pada proses penyusunan

Proposal Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan

motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis dengan tulus dan ikhlas serta

penuh hormat mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Hj. Yosin Ngii, SKM.,M.Kes selaku Direktur Akper Pemkab Konawe

yang selalu memberikan motivasi.

2. Bapak Supriadi, S.Kep, Ns selaku pembimbing I dan Bapak Sutarmo, S.St

selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam

penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.

3. Terhormat dan tercinta buat Kedua Orangtuaku, dan Saudara-saudaraku

tercinta beserta keluarga yang telah banyak memberi motivasi dan do’a restu

selama menempuh pendidikan sampai pada penyelesaian studi akhir di Akper

Pemkab Konawe.

iv
4. Bapak dan Ibu Dosen Beserta Staf Tata Usaha Akper Pemkab Konawe yang

telah tulus hati memberikan bimbingan ilmu pengetahuan, dukungan moril

dan pendidikan etika kepada penulis.

5. Teman-teman angkatan 2017 yang telah banyak memberikan motivasi dan

bantuannya dalam penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

dan penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini. Oleh karena itu demi

kesempurnaan, penulis mengharapkan segala kritik dan saran dari semua pihak,

untuk menyempurnakannya.

Unaaha, Mei 2020

Penulis

v
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................... i


HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... x
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xi
DAFTAR ISTILAH ........................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 4
1. Tujuan umum ......................................................................... 4
2. Tujuan khusus ........................................................................ 4
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 4
1. Manfaat teoritis ...................................................................... 4
2. Manfaat praktis ...................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Halusinasi Pendengaran ................................................ 6
1. Pengertian Halusinasi Pendengaran ....................................... 6
2. Etiologi .................................................................................. 7
3. Tanda dan Gejala ................................................................... 10
4. Tingkatan halusinasi .............................................................. 11
5. Rentang respon neurologis .................................................... 12
6. Patofisiologi ........................................................................... 12
7. Penatalaksanaan medis .......................................................... 13
8. Akibat / dampak halusinasi .................................................... 14
B. Konsep Asuhan Keperawatan Halusinasi Pendengaran .............
17
1. Pengkajian ..............................................................................
17
2. Diagnosa keperawatan ...........................................................
19
3. Perencanaan keperawatan ......................................................
20
4. Implementasi keperawatan ....................................................
22
5. Evaluasi keperawatan ............................................................
22
C. Strategi Pelaksanaan 3 Bercakap-cakap......................................
24
1. Pengertian ..............................................................................
24
2. Tujuan Strategi Pelaksanaan (SP3)

vi
3. Prosedur Strategi Pelaksanaan (SP3) Halusinasi Bercakap-
Cakap .....................................................................................
24
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ........................................................................... 29
B. Subyek Penelitian ....................................................................... 29
C. Fokus Studi ................................................................................. 30
D. Definisi Operasional ................................................................... 30
E. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 30
F. Instrumen Penelitian ................................................................... 30
G. Pengumpulan Data ..................................................................... 30
H. Analisa data dan Penyajian Data ................................................ 31
I. Etika Penelitian .......................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii
DAFTAR TABEL

Nomor Teks Hal.

2.1 Karakteristik dan Perilaku Pasien Halusinasi ...........................................

11

2.2 Rencana Keperawatan Pada Pasien Halusinasi Pendengaran ...................

21

viii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Hal.

2.1 Rentang Respon Halusinasi ......................................................................

12

2.2 Pohon Masalah .........................................................................................

20

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks
1. Penjelasan Untuk Mengikuti Penelitian

2. Informed Consent

3. Standar Operasional Prosedur (SOP) Strategi Pelaksanaan 3 Bercakap-cakap

4. Lembar Observasi Evaluasi Tanda dan Gejala Kemampuan Mengontrol


Halusinasi

5. Format Konsultasi

x
DAFTAR SINGKATAN

Singkatan : Arti dan Keterangan


ADL : Activity Daily Living
BHSP : Bina Hubungan Saling Percaya
CPZ : Chlorpromazine
Dkk : Dan kawan-kawan
DR : Doktor
ECT : Electro Compulsive Therapy
GPS : Gangguan Persepsi Sensori
PPDGJ : Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
RSJ : Rumah Sakit Jiwa
SOAP : Subyektif, Obyektif, Assesment, Planning
SP : Strategi Pelaksanaan
THP : Trihexyphenidil
TAK : Terapi Aktivitas Kelompok
WHO : World Health Organization

xi
DAFTAR ISTILAH

Istilah : Arti / Makna


Agitasi : Suatu bentuk gangguan yang menunjukkan aktivitas
motorik berlebihan dan tak bertujuan atau kelelahan,
biasanya dihubungkan dengan keadaan tegang.
Akustik : Sesuatu yang berhubungan dengan suara.
Ansietas : Perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung
oleh situasi.
Antipsikosis : Jenis obat yang pada umumnya membuat tenang
tanpa mempengaruhi kesadaran dan tanpa
menyebabkan efek kegembiraan paradoksikal.
Artificial : Buatan
Atropi : Pengecilan atau penyusutan jaringan otot atau
jaringan saraf
Cerebellum : Bagian dari sistem syaraf pusat yang terletak di atas
batang otak
Comforting : Halusinasi bersifat menyenangkan
Condemming : Halusinasi bersifat menjijikkan
Controlling : Halusinasi bersifat mengontrol atau mengendalikan
Conquering : Halusinasi bersifat menakutkan dan klien sudah
dikuasai oleh halusinasinya
Delirium : Keadaan yang bersifat sementara dan biasanya terjadi
secara mendadak, di mana penderita mengalami
penurunan kemampuan dalam memusatkan
perhatiannya dan menjadi linglung, mengalami
disorientasi dan tidak mampu berfikir secara jernih.
Delusi : Suatu keyakinan yang salah karena bertentangan
dengan kenyataan (waham).
Destruktif : Bersifat merusak atau memusnahkan
Distorsi : Kondisi terjadinya kekacauan atau penyimpangan
Distraksi : Pengalihan terhadap focus tertentu
Distress : Stres yang bersifat negatif
Disorientasi : Kondisi mental yang berubah di mana seseorang yang
mengalami ini tidak mengetahui waktu atau tempat
mereka berada saat itu, bahkan tidak mengenali
identitas dirinya sendiri.
Dopamin : Neurotransmiter penting yang terdapat pada otak
manusia, yang berfungsi sebagai pengantar pesan atau
rangsangan antar saraf, dan sebagai hormon.
Frontal : Bagian depan kepala
Gustatorik : Kondisi merasakan sesuatu rasa tetapi tidak ada dalam
mulutnya.
Halusinasi : Gangguan persepsi sensori dimana klien merasakan
sensasi yang tidak nyata.
Hipertermia : Peningkatan suhu tubuh di atas 38 derajat celcius
Impairment : Suatu bentuk kerusakan

xii
Intoksikasi : Masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh
manusia yang menimbulkan efek merugikan pada
yang menggunakannya (keracunan).
Iritabilitas : Kepekaan terhadap rangsang.
Katatonia : Suatu keadaan yang mana seseorang menjadi bisu,
atau telah beradaptasi dengan keanehan, posisi yang
kaku.
Konstipasi : Kesulitan memulai buang air besar
Kortikal : Salah satu dari dua jenis jaringan internal yang
membentuk tulang.
Koping : Cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan,
respon terhadap situasi yang mengancam.
Lateral : Istilah anatomi untuk struktur terjauh dari garis
pertengahan tubuh.
Lesi : Istilah kedokteran untuk merujuk pada keadaan
jaringan yang abnormal pada tubuh.
Limbic : Himpunan struktur otak yang terletak pada kedua sisi
talamus, tepat di bawah serebrum.
Mood : Keadaan emosional yang bersifat sementara, bisa
beberapa menit sampai beberapa minggu
Neurobiologis : Pendekatan yang mencoba menjelaskan hubungan
antara perilaku yang dapat diamati dan kejadian-
kejadian mental (seperti pikiran dan emosi) menjadi
proses biologis. Misalnya : reaksi emosi, seperti takut
dan marah.
Neurologikal : Cabang dari ilmu kedokteran yang menangani
kelainan pada sistem saraf dan bedah saraf
Neuroleptika : Obat yang berfungsi menekan susunan saraf.
Neurotransmitter : Senyawa organik endogenus membawa sinyal
di antara neuron
Parkinson : Kerusakan otak dan saraf progresif yang
mempengaruhi gerakan (motor system), terjadi karena
hilangnya sel-sel otak yang memproduksi dopamin.
Post-mortem : Data diri korban setelah meninggal dunia
Predisposisi : Faktor yang dapat menyebabkan suatu penyakit
Presipitasi : Faktor dugaan penyebab suatu penyakit
Psikotik : Gangguan jiwa yang ditandai dengan
ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang
terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau
perilaku kacau dan aneh.
Sensori : Stimulus atau rangsang yang datang dari dalam
maupun luar tubuh.
Skizofrenia : Gangguan mental yang ditandai dengan gangguan
proses berpikir dan tanggapan emosi yang lemah.
Stressor : Sumber penyebab terjadinya stres

xiii
Takikardi : Kondisi di mana detak jantung seseorang di atas
normal dalam kondisi beristirahat. Detak jantung
orang dewasa sehat adalah 60 sampai 100 kali per
menit saat istirahat.
Temporal : Kawasan korteks otak besar yang terletak di bawah
sulkus lateral di kedua belahan serebral otak
mamalia.
Tremor : Gerakan yang tidak terkontrol dan tidak terkendali
pada satu atau lebih bagian tubuh.
Trihexyphenidil : Jenis obat yang digunakan untuk mengatasi gangguan
gerakan yang tidak normal dan tidak terkendali akibat
penyakit Parkinson atau efek samping obat.
Ventrikel : Ruang jantung yang mempunyai tanggung jawab
untuk memompa darah meninggalkan jantung.

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa merupakan unsur utama yang menunjang kualitas hidup

manusia. Seorang dikatakan sehat jiwa apabila mampu mengendalikan diri

dalam menghadapi stressor/masalah di lingkungan sekitar dengan selalu

berfikir positif. Masalah psikososial adalah setiap perubahan dalam

kehidupan individu yang mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam

menyebabkan terjadinya gangguan jiwa. Seseorang dikatakan memiliki

keseimbangan jiwa jika dapat menjalankan fungsi individual, interpersonal,

dan sosial secara keseimbangan. Adanya ketidakpuasan dengan karateristik

pribadi, hubungan tidak efektif terhadap peristiwa kehidupan atau perilaku

yang menyimpang dari budaya dapat menjadi indikasi gangguan jiwa

(Wulandari, 2019).

Gangguan jiwa menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis

Gangguan Jiwa (PPDGJ) III adalah sindrom pola perilaku seseorang yang

secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya

(impairment) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia, yaitu

fungsi psikologik, perilaku, biologik, dan gangguan itu tidak hanya terletak

di dalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat

(Yusuf dkk, 2015).

Gangguan jiwa yang umum terjadi adalah skizofrenia. Klien dengan

diagnosa skizofrenia paling banyak mengalami halusinasi. Diperkirakan lebih

dari 90% penderita skizofrenia mengalami halusinasi. Jenis halusinasi yang

1
dialami klien bervariasi, tetapi sebagian besar klien skizofrenia mengalami

halusinasi pendengaran. Suara dapat berasal dari dalam atau luar individu

(Trimelia, 2011 dikutip dalam Rabba dkk, 2014).

Halusinasi pendengaran adalah gangguan stimulus dimana pasien

mendengar suara-suara terutama suara-suara orang, biasanya pasien

mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang dipikirkannya

dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu (Prabowo, 2014 dikutip dalam

Fresa dkk, 2015).

Halusinasi dalam hal ini yang menyuruh pasien untuk melakukan

sesuatu, seperti membunuh dirinya sendiri, melukai orang lain, atau

bergabung dengan seseorang dikehidupan sesudah mati. Suara dapat berkisar

dari suara yang sederhana sampai suara orang bicara. Klien dapat mengalami

halusinasi pendengaran disebabkan karena ketidakmampuan klien dalam

menghadapi suatu stressor dan kurangnya kemampuan klien dalam mengenal

dan mengontrol halusinasi pendengaran tersebut (Sutinah, 2016).

Halusinasi yang muncul pada klien perlu dikontrol agar klien mampu

kembali dalam kondisi realita yang sebenarnya. Halusinasi yang tidak

dikontrol dapat berakibat klien mengalami kegagalan dalam mengenali realita

dan jatuh pada kondisi halusinasi yang semakin parah. Pengontrolan

halusinasi dapat dilakukan melalui strategi pelaksanaan (SP). Salah satu dari

empat strategi pelaksanaan yang dapat membantu pasien mengontrol

halusinasi yakni dengan strategi pelaksanaan 3 (SP 3) bercakap-cakap dengan

orang lain (Muhith, 2015 dikutip dalam Sutinah, 2016).

2
Bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu mengontrol

halusinasi, ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain terjadi distraksi,

fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang

dilakukan dengan orang lain (Keliat & Akemat, 2012).

Beberapa penelitian telah membuktikan manfaat terapi bercakap-cakap

terhadap halusinasi yakni pada penelitian Fresa dkk (2015) tentang

“Efektifitas terapi individu bercakap-cakap dalam meningkatkan kemampuan

mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi pendengaran di RSJ DR. Amino

Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah”, dimana hasil penelitian menunjukkan

bahwa adanya perbedaan antara kemampuan mengontrol halusinasi Posttest

pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Begitupun penelitian oleh

Wulandari (2019) tentang “Upaya mengontrol halusinasi dengan bercakap-

cakap pada pasien dengan gangguan persepsi sensori” yang mana hasil

penelitian menunjukkan bahwa upaya mengontrol halusinasi dengan cara

berakap-cakap bermanfaat dan efektif untuk mengontrol halusinasi.

Berdasarkan uraian dan data di atas, penulis termotivasi untuk

melakukan penelitian dengan judul “Penerapan strategi pelaksanaan (SP3)

bercakap-cakap dalam meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi pada

pasien halusinasi pendengaran di ruang Matahari Rumah Sakit Jiwa Provinsi

Sulawesi Tenggara”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini yaitu bagaimanakah penerapan strategi

pelaksanaan (SP3) bercakap-cakap dalam meningkatkan kemampuan

3
mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi pendengaran di Rumah Sakit

Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara ?

C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Untuk memperoleh gambaran penerapan strategi pelaksanaan (SP3)

bercakap-cakap dalam meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi

pada pasien halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Provinsi

Sulawesi Tenggara.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien

halusinasi pendengaran sebelum penerapan strategi pelaksanaan (SP3)

bercakap-cakap di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara.

b. Untuk mengetahui kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien

halusinasi pendengaran sesudah penerapan strategi pelaksanaan (SP3)

bercakap-cakap di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara.

c. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan mengontrol halusinasi pada

kedua pasien antara sebelum dan sesudah penerapan strategi

pelaksanaan (SP3) bercakap-cakap di Rumah Sakit Jiwa Provinsi

Sulawesi Tenggara.

D. Manfaat Studi Kasus

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat menambah khasanah pengetahuan tentang

manfaat terapi bercakap-cakap dalam meningkatkan kemampuan pasien

untuk mengontrol halusinasi.

4
2. Manfaat Praktis

a. Bagi Rumah Sakit Jiwa

Penelitian ini dapat menjadi acuan dalam upaya meningkatkan

mutu pelayanan pasien di ruang perawatan Rumah Sakit Jiwa.

b. Bagi profesi perawat

Penelitian ini dapat menjadi acuan bagi perawat dalam melakukan

asuhan keperawatan pada pasien halusinasi terutama dalam

meningkatkan kemampuan pasien mengontrol emosi melalui strategi

pelaksanaan (SP3) bercakap-cakap dengan oranglain.

c. Bagi institusi pendidikan

Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi dosen pembimbing dan

mahasiswa dalam melakukan bimbingan dan belajar tentang cara

meningkatkan kemampuan pasien mengontrol halusinasi dengan cara

bercakap-cakap.

b. Bagi klien

Penelitian ini dapat membantu pasien dalam meningkatkan

kemandiriannya dalam mengontrol halusinasi.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Halusinasi Pendengaran

1. Pengertian Halusinasi Pendengaran

Beberapa definisi halusinasi secara umum antara lain:

a. Menurut WHO tahun 2004 (dikutip dalam Keliat, 2014) halusinasi

adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan

perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi palsu berupa suara,

penglihatan, perabaan pengecapan dan penghiduan.

b. Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien

mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu

berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan.

Klien merasakan stimulus yang sebetul-betulnya tidak ada

(Damaiyanti, 2012).

c. Halusinasi adalah suatu gajala gangguan jiwa pada individu yang

ditandai dengan perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu

berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan.

Pasien seakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Nurarif dan

Kusuma, 2016).

Adapun halusinasi pendengaran adalah kondisi dimana pasien

mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai

suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap

suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2006 dikutip dalam Yusuf dkk,

2015).

6
2. Etiologi

Gangguan sensori persepsi: halusinasi terdiri dari dua faktor penyebab

yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi (Damaiyanti, 2012) :

a. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi adalah faktor yang mempengaruhi jenis dan

jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi

stres, faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah :

1) Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan

dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami.

Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:

a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak

yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada

daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku

psikotik.

b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter

yang berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor

dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.

c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan

terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada

anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan

pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi

otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut

didukung oleh otopsi (post-mortem) (Nurarif dan Kusuma, 2016).

7
2) Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat

mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap

atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas

adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien

(Nurarif dan Kusuma, 2016).

3) Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi

realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang,

kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai

stress (Nurarif dan Kusuma, 2016).

b. Faktor Presipitasi

1) Perilaku

Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,

perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku menarik diri,

kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak

dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut

Rawlins dan Heacock, mencoba memecahkan masalah halusinasi

berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang individu sebagai

makhluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-

spiritual. Sehingga halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu :

a) Dimensi Fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik

seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,

8
demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk

tidur.

b) Dimensi Emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang

tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi, isi

dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.

Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga

dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan

tersebut.

c) Dimensi Intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu

dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan

fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego

sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan

suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat

mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan

mengontrol semua perilaku klien.

d) Dimensi Sosial

Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal

dan comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi

dialam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan

halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi

kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang

tidak didapatkan dalam dunia nyata.

9
e) Dimensi Spiritual

Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan

hidup, rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan

jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri, irama

sirkardiannya terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan

bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak

jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah

dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan

dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.

3. Tanda dan Gejala

Menurut Damaiyanti (2012) perilaku klien yang terkait dengan

halusinasi adalah sebagai berikut:

a. Bicara sendiri

b. Tersenyum atau tertawa sendiri

c. Menggerakkan bibir tanpa suara

d. Respon verbal yang lambat

e. Menarik diri dari orang lain

f. Ekspresi muka tegang

g. Mudah tersinggung, jengkel dan marah

h. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat

i. Tampak tremor dan berkeringat

j. Ketakutan

k. Tidak dapat mengurus diri

l. Disorientasi waktu, tempat dan orang.

10
4. Tingkatan Halusinasi

Intensitas level halusinasi berdasarkan karakteristik dan perilaku

pasien halusinasi menurut Yusuf dkk (2015) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Karakteristik dan Perilaku Pasien Halusinasi (Yusuf dkk,


2015)

Level Karakteristik Halusinasi Perilaku Pasien


Tahap I 1. Mengalami ansietas 1. Tersenyum/tertawa
Comforting kesepian, rasa bersalah, dan sendiri.
(halusinasi bersifat ketakutan. 2. Menggerakkan bibir tanpa
menyenangkan) 2. Mencoba berfokus pada suara.
pikiran yang dapat 3. Penggerakan mata yang
menghilangkan ansietas. cepat.
3. Pikiran dan pengalaman 4. Respon verbal yang
sensori masih ada dalam lambat.
kontrol kesadaran (jika 5. Diam dan berkonsentrasi.
kecemasan dikontrol)
Tahap II 1. Pengalaman sensori 1. Peningkatan sistem saraf
Condemming menakutkan. otak, tanda-tanda ansietas,
(halusinasi bersifat 2. Mulai merasa kehilangan seperti peningkatan denyut
menjijikkan) kontrol. jantung, pernapasan, dan
3. Merasa dilecehkan oleh tekanan darah.
pengalaman sensori tersebut. 2. Rentang perhatian
4. Menarik diri dari orang lain. menyempit.
3. Konsentrasi dengan
NON PSIKOTIK pengalaman sensori.
4. Kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi
dari realita.
Tahap III 1. Pasien menyerah dan 1. Perintah halusinasi ditaati.
Controlling menerima pengalaman 2. Sulit berhubungan dengan
(halusinasi bersifat sensorinya. orang lain.
mengontrol atau 2. Isi halusinasi menjadi 3. Rentang perhatian hanya
mengendalikan) atraktif. beberapa detik atau menit.
3. Kesepian bila pengalaman 4. Gejala fisik ansietas berat
sensori berakhir. berkeringat, tremor, dan
tidak mampu mengikuti
PSIKOTIK
perintah.
Tahap IV 1. Pengalaman sensori menjadi 1. Perilaku panik.
Conquering ancaman. 2. Potensial tinggi untuk
(halusinasi bersifat 2. Halusinasi dapat bunuh diri dan membunuh.
menakutkan dan berlangsung selama 3. Tindakan kekerasan
klien sudah beberapa jam atau hari (jika agitasi, menarik diri, atau
dikuasai oleh tidak diintervensi). katatonia.
halusinasinya) 4. Tidak mampu berespons
PSIKOTIK terhadap perintah yang
kompleks.
5. Tidak mampu berespons
terhadap lebih dari satu
orang.

11
5. Rentang Respon Neurologis

Respon Adaptif Respon Maladaptif


- Pikiran logis - Distorsi pikiran - Gangguan pikir/delusi
- Persepsi akurat - Ilusi - Halusinasi
- Emosi konsisten - Reaksi emosi berlebihan - Sulit berespon emosi
dengan pengalaman atau kurang - Perilaku disorganisasi
- Perilaku sesuai - Perilaku aneh/tidak biasa - Isolasi sosial
- Berhubungan sosial - Menarik diri

Gambar 2.1 Rentang Respon Halusinasi (Sumber : Damaiyanti, 2012)

6. Patofisiologi

Menurut Yosep (2012), proses terjadinya halusinasi terbagi lima fase,

yaitu :

a. Fase pertama

Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan

terpisah, kesepian. Untuk menghilangkan hal tersebut klien

menfokuskan pikiran pada hal-hal yang menyenangkan atau melamun.

Cara ini mungkin dapat menolong, sementara klien dapat mengontrol

kesadarannya serta mengenal persepsinya.

b. Fase kedua

Kecemasan mungkin meningkat dan berhubungan dengan

pengalaman eksternal dan internal, dimana klien mulai mengenal atau

berada pada tingkat-tingkat mendengar halusinasinya. Pikiran internal

menjadi gambaran, suara dan sensori halusinasi dapat berupa bisikan

yang tidak jelas. Pada fase ini klien merasa takut bila ada orang lain

mendengar dank lien sudah tidak mampu mengontrol dirinya, sehingga

klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi yang dirasakan

12
dengan cara memproyeksikan seolah-olah halusinasi itu datang dari

lain atau tempat lain.

c. Fase ketiga

Pada fase ini halusinasi tampak makin menonjol, menguasai dan

mengontrol sehingga menjadi terbiasa dan tidak melawan

halusinasinya.

d. Fase keempat

Pada fase ini klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan

kontrol yang sebelumnya berubah menjadi perintah, memarahi dan

mengancam dirinya dan klien tidak dapat lagi melakukan interaksi

dengan orang lain. Klien mungkin berada dalam dunia yang

menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau sebelumnya.

Proses ini akan menjadi kronik apabila tidak dilakukan intervensi.

7. Penatalaksanaan Pasien Halusinasi

Menurut Nurarif dan Kusuma (2016), penataksanaan pasien

skizofrenia dengan gejala halusinasi antara lain :

a. Psikofarmakologis

Obat-obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi

pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada pasien skizofrenia

adalah obat-obatan antipsikosis. Chlorpromazine (CPZ), untuk

mengatasi psikosa dan mengurangi gejala emesis. Untuk gangguan

jiwa, dosis awal: 3×25 mg, kemudian dapat ditingkatkan supaya

optimal, dengan dosis tertinggi : 1000 mg/hari secara oral.

Trihexyphenidil (THP), diberikan 1 mg pada hari pertama dan  hari

13
kedua diberikan 2 mg /hari hingga mencapai 6-10 mg/ hari untuk

pengobatan berbagai bentuk Parkinson, efek samping mulut kering,

penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, takikardi dan konstipasi.

b. Terapi kejang listrik atau Elektro Compulcive Therapy (ECT)

Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan

kejang grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik

melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi

kejang listrik dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan

dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik

4-5 joule/detik.

c. Terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi halusinasi

pendengaran: mengenal halusinasi.

1) Mengontrol halusinasi dengan menghardik.

2) Mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.

3) Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap.

4) Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan.

8. Akibat / Dampak Halusinasi

Akibat gangguan sensori persepsi: halusinasi dapat berisiko

mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan yakni suatu keadaan

dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat

membahayakan secara fisik pada diri sendiri maupun oranglain

(Wijayaningsih, 2015).

14
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pasien Halusinasi Pendengaran

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses

keperawatan. Untuk dapat menjaring data yang diperlukan, umumnya

dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar

memudahkan dalam pengkajian. Menurut Damayanti (2012), isi

pengkajian meliputi :

a. Identitas klien

Terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau

masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis,

psikologis, sosial, dan spiritual. Cara pengkajian lain berfokus pada

5 (lima) aspek, yaitu fisik, emosional, intelektual, sosial dan

spiritual.

b. Keluhan utama atau alasan masuk

Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena

keluarga merasa tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien

dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa

ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan (Dalami, 2010).

c. Faktor predisposisi :

1) Faktor perkembangan terlambat

a) Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa

aman.

b) Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.

c) Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan

15
2) Faktor komunikasi dalam keluarga

a) Tidak ada komunikasi

b) Tidak ada kehangatan

c) Komunikasi dengan emosi berlebihan

d) Komunikasi tertutup

e) Orang tua yang membandingkan anak-anaknya, orang tua yang

otoritas dan konflik dalam keluarga.

3) Faktor sosial budaya

Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan

lingkungan yang terlalu tinggi.

4) Faktor psikologis

Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup

diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas,

krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.

5) Faktor biologis

Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran

vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.

6) Faktor genetik

Telah diketahui bahwa genetik skizofrenia diturunkan melalui

kromoson tertentu.

d. Aspek fisik atau biologis.

1) Activity Daily Living (ADL)

Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk tidak

makan, tidur terganggu karena ketakutan, kurang kebersihan diri

16
atau tidak mandi, tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan

aktivitas fisik yang berlebihan, agitasi gerakan atau kegiatan ganjil.

2) Kebiasaan

Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat – obatan dan zat

halusinogen dan tingkah laku merusak diri.

3) Riwayat kesehatan

Skizofrenia, delirium berhubungan dengan riwayat demam dan

penyalahgunaan obat.

4) Riwayat skizofrenia dalam keluarga

5) Fungsi sistim tubuh

a) Perubahan berat badan, hipertermia (demam)

b) Neurologikal perubahan mood, disorientasi

c) Ketidak efektifan endokrin oleh peningkatan temperatur

e. Aspek psikososial, terdapat genogram.

f. Status mental

1) Penampilan  : tidak rapi, tidak serasi

2) Pembicaraan : terorganisir/berbelit-belit

3) Aktivitas motorik : meningkat/menurun

4) Afek : sesuai/maladaprif

5) Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus

yang ada sesuai dengan informasi

6) Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak berfungsi

dengan baik dan dapat mempengaruhi proses

pikir

17
7) Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian

realistis

8) Tingkat kesadaran

9) Kemampuan konsentrasi dan berhitung

g. Konsep diri : tentang apa yang dimiliki di diri klien.

h. Kebutuhan persiapan pulang : kebutuhan sehari-hari.

i. Mekanisme koping

1) Regresi : malas beraktifitas sehari-hari

2) Proyeksi : perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk

mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

3) Menarik diri : mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus

internal.

j. Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan, pendidikan dan

perumahan atau pemukiman.

k. Pengetahuan : klien mempunyai pengetahuan umum.

l. Aspek medik : yaitu tentang pemeriksaan dan pengobatan.

Kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua

macam sebagai berikut :

1). Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini

didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh

perawat.

2). Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh klien

dan keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat

18
kepada klien dan keluarga. Data yang langsung didapat oleh

perawat disebut sebagai data primer, dan data yang diambil dari

hasil catatan tim kesehatan lain sebagai data sekunder (Damaiyanti,

2012).

2. Diagnosa Keperawatan

Langkah kedua dalam asuhan keperawatan adalah menetapkan

diagnosis keperawatan yang dirumuskan berdasarkan wawancara dan

gejala gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran yang

ditemukan. Data hasil observasi dan wawancara dilanjutkan dengan

menetapkan diagnosis keperawatan. Diagnosa keperawatan adalah suatu

pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau risiko

perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara

akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara

pasti untuk menjaga status kesehatan menurun, membatasi, mencegah dan

merubah (Nursalam, 2011).

Sebelum membuat diagnosis keperawatan, perawat dapat membuat

analisis data terlebih dahulu untuk menentukan masalah utama, etiologi

berdasarkan data yang ditemukan pada saat wawancara dan observasi

pasien dan efek dari masalah utama. Langkah selanjutnya adalah membuat

pohon masalah untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan. Gambar

dibawah ini merupakan menunjukkan pohon masalah gangguan sensori

persepsi : halusinasi pendengaran.

19
(Effect) Resiko Perilaku Kekerasan
(Diri sendiri, oranglain, lingkungan)

(Core Problem) Gangguan Persepsi Sensori :


Halusinasi Pendengaran

(Causa) Isolasi sosial

Gambar 2.2 Pohon Masalah (Sumber: Damaiyanti, 2012)

Menurut Damaiyanti (2012), diagnosa keperawatan pada klien

halusinasi pendengaran yaitu :

a. Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran

b. Risiko perilaku kekerasan

c. Isolasi sosial

3. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan keperawatan adalah rencana tindakan keperawatan

yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnosa

keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan

pasien (Nursalam, 2011).

Rencana keperawatan pada pasien halusinasi pendengaran dapat

dilihat pada tabel 2.2.

20
Tabel 2.2 Rencana Keperawatan Pada Pasien Halusinasi Pendengaran (Nurarif dan Kusuma, 2016)

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Gangguan persepsi sensori : halusinasi NOC NIC
pendengaran 1. Distorsi kendali pikir diri 1. Kaji lingkuangan terhadap kemungkinan bahaya
Definisi : perubahan pada jumlah atau pola stimulus 2. Status neurologis : fungsi motorik sensorik / terhadap keamanan
yang diterima, disertai respon terhadap stimulus kranial 2. Pantau dan dokumentasikan perubahan status
tersebut yang dihilangkan, dilebihkan, disimpangkan, 3. Fungsi sensorik : kutaneus neurologis pasien
atau dirusakan. 4. Perilaku kompensasi penglihatan 3. Pantau tingkat kesadaran pasien
Batasan karakteristik : Kriteria hasil : 4. Identifikasi faktor yang menimbulkan gangguan
1. Distorsi sensori 1. Berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan persepsi sensori, seperti deprivasi tidur,
2. Perubahan pada perilaku ini ketergantungan zat kimia, medikasi, terapi,
3. Perubahan kemampuan penyelesaian masalah 2. Memperlihatkan pengaturan pikiran yang logis ketidakseimbangan elektrolit, dan sebagainya.
4. Perubahan ketajaman sensori 3. Menginterpretasikan gagasan yang 5. Bantu pembelajaran dan penerimaan metode
5. Perubahan respon yang biasanya terhadap dikomunikasikan oleh orang lain secara benar alternatif untuk menjalani hidup dengan
stimulus 4. Mengompensasi defisit sensori dengan penurunan fungsi penglihatan
6. Disorientasi memaksimalkan indera yang tidak rusak 6. Tingkatkan kenyamanan dan keamanan serta
7. Halusinasi orientasi realitas pasien yang mengalami
8. Hambtan komunikasi keyakinan yang kuat dan salah yang tidak sesuai
9. Iritabilitas dengan kenyataan
10. Konsentrasi buruk 7. Manifulasi lingkungan sekitar pasien untuk
11. Gelisah manfaat terapiutik
Faktor yang berhubungan : 8. Tingkatkan keamanan dan kenyamanan serta
1. Perubahan resepsi, tranmisi, atau integrasi orientasi realitas pasien yang mengalami
sensori halusinasi
2. Ketidakseimbangan biokimia 9. Kumpulkan dan analisa data pasien untuk
3. Ketidakseimbangan elektrolit mencegah atau meminimalkan komplikasi
neurologis

21
4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan oleh klien. Hal yang

harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah tindakan

keperawatan yang akan dilakukan implementasi pada klien dengan GPS :

halusinasi dilakukan secara interaksi dalam melaksanakan tindakan

keperawatan, perawat harus lebih dulu melakukan :

a. Bina hubungan saling percaya (BHSP)

b. Identifikasi, isi halusinasi, waktu frekuensi, situasi, respon klien

terhadap halusinasi

c. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik

d. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara minum obat

e. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap

f. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara melaksanakan

kegiatan terjadwal (Ridhyalla, 2015).

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari

tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada

respon klien terhadap tindakan yang telah dilaksanakan, evaluasi dapat

dibagi dua jenis yaitu: evaluasi proses atau formatif dilakukan selesai

melaksanakan tindakan. Evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan

membandingkan respon klien pada tujuan umum dan tujuan khusus yang

telah ditentukan (Ridhyalla, 2015).

Menurut Hutahaean tahun 2010 (dikutip dalam Purwanti, 2012),

dokumentasi evaluasi keperawatan merupakan catatan tentang indikasi

22
kemajuan pasien terhadap tujuan yang akan dicapai. Evaluasi keperawatan

menilai keefektifan perawatan dan mengkomunikasikan status kesehatan

klien setelah diberikan tindakan keperawatan serta memberikan informasi

yang memungkinkan adanya revisi perawatan sesuai keadaan pasien

setelah dievaluasi.

Metode pendokumentasian implementasi keperawatan antara lain:

a. Menentukan kriteria, standar praktik, dan pertanyaan evaluatif

b. Mengumpulkan data mengenai status kesehatan klien yang baru

terjadi.

c. Menganalisis dan membandingkan data terhadap kriteria dan standar

yang ada.

d. Merangkum hasil dan membuat kesimpulan.

e. Melaksanakan intervensi yang sesuai berdasarkan intervensi yang

telah dilakukan sebelumnya (jika masalah belum teratasi).

f. Evaluasi dilakukan dengan pendekatan pada SOAP (Dinarti et al,

2009 dikutip dalam Purwanti, 2012), yaitu:

S : Data Subjektif, yaitu pernyataan atau keluhan pasien.

O : Data Objektif, yaitu data yang didapat dari hasil observasi

perawat, termasuk tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan

dengan penyakit klien (meliputi: data fisiologi dan informasi dari

pemeriksaan tenaga kesehatan).

A : Analisis, yaitu analisa atau pun kesimpulan dari data subjektif dan

data objektif.

23
P : Perencanaan, yaitu pengembangan rencana segera atau yang

akan datang untuk mencapai status kesehatan klien yang

optimal.

C. Konsep Strategi Pelaksanaan (SP3) Bercakap-cakap

1. Pengertian

Salah satu cara mengontrol halusinasi pendengaran adalah dengan

cara bercakap-cakap. Strategi pelaksanaan 3 (SP3) gangguan sensori

persepsi: halusinasi merupakan tahapan pelaksanaan tindakan keperawatan

pada pasien halusinasi dimana pasien halusinasi dilatih untuk bercakap-

cakap dengan oranglain (Freza dkk, 2015).

Bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu mengontrol

halusinasi, ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain terjadi

distraksi, fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke

percakapan yang dilakukan dengan orang lain (Keliat & Akemat, 2012

dikutip dalam Freza dkk, 2015).

2. Tujuan Strategi Pelaksanaan (SP3)

Strategi pelaksanaan 3 gangguan sensori persepsi: halusinasi

bertujuan untuk melatih pasien mengontrol halusinasi dengan bercakap-

cakap dengan orang lain. Kegiatan bercakap-cakap ditujukan untuk

mengalihkan halusinasi. Jika halusinasi tersebut tiba-tiba muncul, pasien

dapat mengalihkannya dengan bercakap-cakap (Robertha, 2013).

3. Prosedur Strategi Pelaksanaan (SP3) Halusinasi Bercakap-Cakap

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada strategi pelaksanaan 3

(SP3) pasien halusinasi adalah sebagai berikut (Robertha, 2013).

24
a. Tahap Pra Interaksi

Siapkan alat-alat yang meliputi:

1). Kertas / Buku catatan

2). Pena

b. Tahap Orientasi

1). Salam Terapeutik

“Selamat pagi, Bapak/Ibu X!”

2). Evaluasi Validasi

“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu X pagi ini?”

“Selama kita tidak bertemu, bagaimana dengan suara yang tak

tampak wujudnya yang menyuruh Bapak/Ibu naik ke atap?

Apakah Bapak/Ibu masih mendengar?”

“Berapa kali dalam sehari Bapak/Ibu mendengar suara tersebut?

“Saat Bapak/Ibu mendengar suara tersebut, apa yang Bapak/ Ibu

lakukan?”

“Wah bagus sekali jawaban Bapak/Ibu. Jadi Bapak/Ibu X juga

telah minum obat dengan teratur untuk mengontrol halusinasinya.

Bagaimana hasilnya?”

“Bagaimana dengan jadwal kegiatannya?”

“Bagus sekali Bapak/Ibu X telah minum obat sesuai dengan

jadwal yang telah kita buat. Coba Bapak/Ibu X sebutkan manfaat

yang Bapak/Ibu rasakan saat minum obat secara teratur.”

“Wah bagus sekali jawaban yang diberikan oleh Bapak/Ibu X.”

25
3). Kontrak (Waktu, Tempat, Tujuan, Topik)

“Sesuai janji saya kemarin, hari ini kita akan berbicara tentang

cara ketiga mengontrol halusinasi yaitu bercakap-cakap dengan

orang lain. Tujuannya adalah agar perhatian Bapak/Ibu X dapat

teralihkan ketika mendengar suara. Kita akan latihan selama 10

menit di taman.”

c. Tahap kerja

“Cara ketiga untuk mengontrol suara tak berwujud adalah dengan

mengajak orang lain untuk bercakap-cakap dengan Bapak/Ibu. Jadi

jika Bapak/Ibu X mulai mendengar suara-suara, langsung saja cari

perawat untuk diajak bercakap-cakap atau berbicara. Minta perawat

untuk bercakap-cakap dengan Bapak/Ibu X agar perhatian Bapak/Ibu

X teralihkan dari suara tak berwujud itu.”

“Contohnya begini, “Suster, tolong, saya mulai dengar suara-suara,

saya ingin.

bercakap-cakap. Begitu Bapak/Ibu X.”

“Coba Bapak/Ibu X lakukan seperti saya tadi lakukan.”

“Iya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya

Bapak/Ibu X!”

“Nah agar Bapak/Ibu X semakin mahir mengontrol suara tak

berwujud dengan mengajak orang lain bercakap-cakap, maka latihan

mengontrol halusinasi dengan mengajak orang lain bercakap-cakap

akan dimasukan dalam jadwal aktivitas Bapak/Ibu sehari-hari.

26
Bapak/Ibu X ingin berlatih mengontrol suara dengan bercakap-cakap

dengan perawat berapa kali sehari?”

“Wah bagus Bapak/Ibu X sudah mau berlatih bercakap-cakap dengan

perawat …kali sehari.”

“Bapak/Ibu X mau berlatih bercakap-cakap dengan perawat jam

berapa saja?”

“Jika Bapak/Ibu X berlatih tanpa diingatkan oleh suster, Bapak/Ibu X

dapat mengisi di sebelah kolom aktivitas ini dengan huruf M. jika

Bapak/Ibu X berlatih dengan diingatkan suster, maka Bapak/Ibu X

mengisi dengan huruf B. Jika Bapak/Ibu X tidak berlatih atau lupa,

Bapak/Ibu X mengisi huruf T di kolom tanggal pelaksanaan.”

d. Tahap terminasi

1). Evaluasi Subjektif

“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu X setelah berlatih cara

mengontrol suara-suara tak berwujud dengan bercakap-cakap

dengan orang lain?”

2). Evaluasi Objektif

“Coba Bapak/Ibu X peragakan bagaimana cara mengontrol

suara-suara dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”

“Bagus sekali Bapak/Ibu X sudah dapat memperagakan cara

mengontrol suara dengan mengajak orang lain bercakap-cakap!”

3). Rencana Tindak Lanjut

“Bapak/Ibu X jangan lupa untuk berlatih bercakap-cakap

dengan orang lain untuk mengontrol suara yang tak tampak

27
wujudnya sesuai dengan jadwal yang tadi telah kita buat yah Bu.

Dan jika Bapak/Ibu X mendengar suara yang tidak tampak

wujudnya, Bapak/Ibu X dapat menerapkan cara ketiga yaitu

dengan mengalihkan perhatian dengan mengajak perawat

bercakap-cakap dengan Bapak/Ibu X.”

4). Kontrak yang Akan Datang (Waktu, Tempat, Tujuan)

“Bapak/Ibu X, besok kita akan berbicara mengenai cara

keempat untuk mengontrol suara tak berwujud yaitu dengan

melakukan kegiatan yang sudah terjadwal. Bapak/Ibu mau

berbicara jam berapa dan di mana?”

“Baiklah, besok kita akan bertemu di taman jam 10 pagi

untuk berlatih cara yang keempat dengan melakukan kegiatan

yang sudah terjadwal. Permisi Bapak/Ibu…”

e. Tahap dokumentasi

Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan (nama

dan tanda tangan, tanggal dan jam tindakan, serta hasil pelaksanaan

tindakan)

28
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan metode

pendekatan studi kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan

kemampuan klien mengontrol halusinasi antara sebelum dan sesudah

dilakukan strategi pelaksanaan 3 (SP3) bercakap-cakap di Rumah Sakit Jiwa

Provinsi Sulawesi Tenggara.

B. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah klien dengan sensori persepsi:

halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara

sebanyak dua orang dengan kriteria subyek sebagai berikut:

1. Kriteria Inklusi

a. Pasien sedang menjalani perawatan di ruang Flamboyan RS Jiwa

Provinsi Sulawesi Tenggara

b. Pasien yang belum mampu melakukan SP3 bercakap-cakap

c. Pasien yang sudah pernah dilakukan SP1 dan SP2 halusinasi

d. Dapat berkomunikasi dengan baik

2. Kriteria Eksklusi

a. Pasien yang mengalami bisu atau tuli (komunikasi tidak efektif)

b. Pasien dengan masalah fisik (demam atau kelemahan)

c. Pasien halusinasi berulang (kambuh)

d. Pasien tidak kooperatif

29
C. Fokus Studi

Fokus studi dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan

mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi pendengaran sesudah dilakukan

tindakan keperawatan strategi pelaksanaan 3 (SP3) bercakap-cakap.

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

 Penelitian akan dilakukan di ruang Flamboyan RS Jiwa Provinsi

Sulawesi Tenggara pada bulan Juni 2020.

E. Definisi Operasional Fokus Studi

1. Kemampuan mengontrol halusinasi adalah kondisi dimana pasien

halusinasi pendengaran mampu mengendalikan halusinasi agar tidak

timbul. Penilaian didasarkan pada tanda dan gejala halusinasi yang

muncul.

2. Strategi pelaksanaan 3 (SP3) bercakap-cakap adalah metode pendekatan

yang dilakukan perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang

bertujuan untuk mengalihkan fokus klien dari halusinasi.

F. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini penulis menggunakan alat ukur penilaian

kemampuan mengontrol halusinasi yang didasarkan pada penilaian jumlah

tanda dan gejala halusinasi yang muncul.

G. Pengumpulan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini

adalah wawancara dan observasi yang dilakukan secara komprehensif pada

pasien gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran.

30
2. Langkah Pengumpulan Data

a. Mengurus perizinan dengan Institusi terkait yaitu Kesbang Provinsi

Sulawesi Tenggara dan RS Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara untuk

melakukan penelitian.

b. Menjelaskan maksud, tujuan, dan waktu penelitian pada Kepala ruang

atau perawat penanggung jawab di tempat penelitian dan meminta

persetujuan untuk melibatkan subyek dalam penelitian.

c. Meminta perawat untuk menandatangani lembar informed consent

sebagai bukti persetujuan menjadi wali subyek.

d. Mengidentifikasi atau mendiskusikan dengan klien dan keluarga

tentang tindakan keperawatan yang akan dilakukan yaitu strategi

pelaksanaan 3 (SP3) bercakap-cakap.

e. Mengidentifikasi kemampuan mengontrol halusinasi sebelum

penerapan strategi pelaksanaan 3 (SP3) bercakap-cakap.

f. Melakukan strategi pelaksanaan 3 (SP3) bercakap-cakap dalam sesuai

SOP.

g. Setelah pemberian strategi pelaksanaan 3 (SP3) bercakap-cakap selama

minimal 3 hari, selanjutnya dilakukan kembali penilaian kemampuan

klien mengontrol halusinasi.

h. Melakukan pendokumentasian dan pengolahan data.

H. Analisa Data dan Penyajian Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif.

Analisis data ini dilakukan dengan melihat adanya perubahan peningkatan

kemampuan mengontrol halusinasi pada dua pasien halusinasi pendengaran

31
antara sebelum dan sesudah dilakukan strategi pelaksanaan 3 (SP3) bercakap-

cakap.

Setelah dilakukan analisis data dan didapatkan hasil penelitian, maka

data/ hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel yang disertai

penjelasan tabel.

I. Etika Penelitian

Menurut Sugiyono (2013), dalam melakukan penelitian, penulis

menekankan masalah etika yang meliputi:

1. Informend Consent (lembar persetujuan)

Lembar persetujuan ini diberikan pada subyek yang akan diteliti.

Responden harus memenuhi kriteria. Lembar informend consent harus

dilengkapi dengan judul penelitian. Bila subyek menolak, maka peneliti

tidak boleh memaksa dan harus tetap menghormati hak-hak subyek.

2. Anonimity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasian, peneliti tidak akan mencantumkan

nama responden, tetapi pada lembar tersebut diberikan kode.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasian informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil

penelitian.

4. Justice (keadilan)

Prinsip yang terkandung dalam bioetik, berlaku adil dan tidak

membeda-bedakan perlakuan pada setiap responden.

32
5. Beneficience (bermanfaat bagi pasien)

Prinsip bioetik dimana seorang peneliti melakukan suatu tindakan

yang menguntungkan responden.

6. Nonmaleficience (terhindar dari cedera)

Prinsip menghindari terjadinya kerusakan atau prinsip moral yang

melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien.

33
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, M. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda: Refika Aditama.

Dalami. 2010. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. Jogjakarta :


Trans Info Media

Fresa, O; Rochmawati, DH; dan Arif, S. 2015. Efektifitas Terapi Individu


Bercakap-Cakap Dalam Meningkatkan Kemampuan Mengontrol Halusinasi
Pada Pasien Halusinasi Pendengaran di RSJ DR. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah. STIKES Telogorejo Semarang. Jurnal Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), Vol. 1 (No. 1). Hal 1-10

Keliat & Akemat. 2012. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC

Keliat, B.A. 2014. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta.


Penerbit: EGC

Nurarif, H.A & Kusuma, H. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan


Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC Dalam Berbagai Kasus. Edisi
Revisi Jilid I. Yogyakarta: Mediaction.

Nursalam. 2011. Proses dan Dokumentasi Keperawatan, Konsep dan Praktek.


Jakarta: Salemba Medika

Purwanti. 2012. Kelengkapan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Dan


Karakteristiknya Pada Pasien Rawat Inap Dewasa Non Kebidanan Di
Rumah Sakit Haji Jakarta. [Skripsi Online]. Departemen Biostatistika Dan
Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Rabba, E.P,. Dahrianis,. dan Rauf, S.P. 2014. Hubungan Antara Pasien
Halusinasi Pendengaran Terhadap Resiko Perilaku Kekerasan Diruang
Kenari RS Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. STIKES Nani
Hasanuddin Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis. Volume 4
Nomor 4, h.57-62

Ridhyalla, A. 2015. Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta : Gosyen Publishing

Robertha, A. 2013. Modul: Strategi Pelaksanaan Pada Pasien Dengan


Halusinasi Dengar. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu-Ilmu
Kesehatan Universitas Esa Unggul. Jakarta

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kombinasi Mixed Metod. Bandung.


Alfabeta

34
Sutinah. 2016. Penerapan Standar Asuhan Keperawatan dan Tak Stimulus
Persepsi Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi. Program Studi
Ners STIKES Harapan Ibu Jambi. Jurnal Ipteks Terapan. Vol.10 (No.13),
h.183-9.

Wijayaningsih, K.S. 2015. Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa.


Jakarta. CV. Trans Info Media

Wulandari, A. 2019. Upaya Mengontrol Halusinasi Dengan Bercakap-Cakap


Pada Pasien Dengan Gangguan Persepsi Sensori. [Karya Tulis Ilmiah
Online]. Institut Teknologi Sains dan Kesehatan PKU Muhammadiyah
Surakarta

Yosep, I. 2012. Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Rafika Aditama

Yusuf, Ah., Fitryasari, Rizky PK., Nihayati, Hanik Endang. 2015. Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta. Salemba Medika

35
Lampiran 1

PENJELASAN UNTUK MENGIKUTI PENELITIAN

1. Saya adalah peneliti berasal dari institusi Akper Pemkab Konawe dengan ini
meminta Bapak/Ibu untuk berpartisipasi dengan sukarela dalam penelitian
yang berjudul “Penerapan strategi pelaksanaan (SP3) bercakap-cakap dalam
meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi
pendengaran di ruang Matahari Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara
tahun 2020”.
2. Tujuan dari penelitian studi kasus ini adalah penerapan asuhan keperawatan
pada klien dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran melalui
strategi pelaksanaan (SP3) bercakap-cakap pada pasien yang dapat
memberikan manfaat meningkatnya kemampuan mengontrol halusinasi.
Penelitian ini akan berlangsung selama 3 hari perawatan di Rumah Sakit Jiwa.
3. Prosedur pengambilan data dengan melalui proses pengkajian yang meliputi
wawancara, dan observasi.
4. Keuntungan yang Bapak/Ibu peroleh dalam keikutsertaan Bapak/Ibu pada
penelitian ini adalah Bapak/Ibu turut terlibat aktif mengikuti perkembangan
asuhan keperawatan yang diberikan.
5. Nama dan jati diri Bapak/Ibu beserta seluruh informasi yang Bapak/Ibu
sampaikan akan tetapi dirahasiakan.
6. Jika Bapak/Ibu membutuhkan informasi sehubungan dengan penelitian ini,
silahkan menghubungi peneliti pada nomor Hp: 082247407493.

Peneliti

Eka Yusanti
NIM. 17.012

36
Lampiran 2

INFORMED CONSENT
(Persetujuan Menjadi Partisipan)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa saya

telah mendapat penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai

penelitian yang akan dilakukan oleh Eka Yusanti, Nim: 17.012 dengan

judul “Penerapan strategi pelaksanaan (SP3) bercakap-cakap dalam

meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi

pendengaran di ruang Matahari Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi

Tenggara tahun 2020”.

Saya memutuskan setuju jika pasien kami diikutsertakan

berpartisipasi pada penelitian ini secara sukarela tanpa paksaan. Bila

selama penelitian ini pasien kami menginginkan mengundurkan diri, maka

dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu tanpa sanksi apapun.

Unaaha, Mei 2020


Saksi Yang Memberikan

Persetujuan

(…………………….) (…………………………..)

Peneliti

37
(Eka Yusanti)
NIM. 17.012

Lampiran 3

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)


Strategi Pelaksanaan 3 Bercakap-cakap

NO TAHAP PELAKSANAAN TINDAKAN

I Tahap Pra Interaksi


Siapkan alat-alat yang meliputi:
1.   Kertas / Buku catatan
2.   Pena
II Tahap Orientasi
1. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, Bapak/Ibu X!”
2. Evaluasi Validasi
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu X pagi ini?”
“Selama kita tidak bertemu, bagaimana dengan suara yang tak tampak wujudnya
yang menyuruh Bapak/Ibu naik ke atap? Apakah Bapak/Ibu masih mendengar?”
“Berapa kali dalam sehari Bapak/Ibu mendengar suara tersebut?
“Saat Bapak/Ibu mendengar suara tersebut, apa yang Bapak/ Ibu lakukan?”
“Wah bagus sekali jawaban Bapak/Ibu. Jadi Bapak/Ibu X juga telah minum obat
dengan teratur untuk mengontrol halusinasinya. Bagaimana hasilnya?”
“Bagaimana dengan jadwal kegiatannya?”
“Bagus sekali Bapak/Ibu X telah minum obat sesuai dengan jadwal yang telah kita
buat. Coba Bapak/Ibu X sebutkan manfaat yang Bapak/Ibu rasakan saat minum obat
secara teratur.”
“Wah bagus sekali jawaban yang diberikan oleh Bapak/Ibu X.”
3. Kontrak (Waktu, Tempat, Tujuan, Topik)
“Sesuai janji saya kemarin, hari ini kita akan berbicara tentang cara ketiga
mengontrol halusinasi yaitu bercakap-cakap dengan orang lain. Tujuannya adalah
agar perhatian Bapak/Ibu X dapat teralihkan ketika mendengar suara. Kita akan
latihan selama 10 menit di taman.”

III Tahap Kerja


“Cara ketiga untuk mengontrol suara tak berwujud adalah dengan mengajak orang lain
untuk bercakap-cakap dengan Bapak/Ibu. Jadi jika Bapak/Ibu X mulai mendengar suara-
suara, langsung saja cari perawat untuk diajak bercakap-cakap atau berbicara. Minta
perawat untuk bercakap-cakap dengan Bapak/Ibu X agar perhatian Bapak/Ibu X
teralihkan dari suara tak berwujud itu.”
“Contohnya begini, “Suster, tolong, saya mulai dengar suara-suara, saya ingin
bercakap-cakap. Begitu Bapak/Ibu X.”
“Coba Bapak/Ibu X lakukan seperti saya tadi lakukan.”
“Iya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya Bapak/Ibu X!”
“Nah agar Bapak/Ibu X semakin mahir mengontrol suara tak berwujud dengan
mengajak orang lain bercakap-cakap, maka latihan mengontrol halusinasi dengan
mengajak orang lain bercakap-cakap akan dimasukan dalam jadwal aktivitas Bapak/Ibu
sehari-hari. Bapak/Ibu X ingin berlatih mengontrol suara dengan bercakap-cakap dengan
perawat berapa kali sehari?”
“Wah bagus Bapak/Ibu X sudah mau berlatih bercakap-cakap dengan perawat …kali
sehari.”
“Bapak/Ibu X mau berlatih bercakap-cakap dengan perawat jam berapa saja?”

38
“Jika Bapak/Ibu X berlatih tanpa diingatkan oleh suster, Bapak/Ibu X dapat mengisi di
sebelah kolom aktivitas ini dengan huruf M. jika Bapak/Ibu X berlatih dengan
diingatkan suster, maka Bapak/Ibu X mengisi dengan huruf B. Jika Bapak/Ibu X tidak
berlatih atau lupa, Bapak/Ibu X mengisi huruf T di kolom tanggal pelaksanaan.”

IV Tahap Terminasi
1. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu X setelah berlatih cara mengontrol suara-suara tak
berwujud dengan bercakap-cakap dengan orang lain?”
2. Evaluasi Objektif
“Coba Bapak/Ibu X peragakan bagaimana cara mengontrol suara-suara dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain.”
“Bagus sekali Bapak/Ibu X sudah dapat memperagakan cara mengontrol suara
dengan mengajak orang lain bercakap-cakap!”
3. Rencana Tindak Lanjut
“Bapak/Ibu X jangan lupa untuk berlatih bercakap-cakap dengan orang lain untuk
mengontrol suara yang tak tampak wujudnya sesuai dengan jadwal yang tadi telah
kita buat yah Bu. Dan jika Bapak/Ibu X mendengar suara yang tidak tampak
wujudnya, Bapak/Ibu X dapat menerapkan cara ketiga yaitu dengan mengalihkan
perhatian dengan mengajak perawat bercakap-cakap dengan Bapak/Ibu X.”
4. Kontrak yang Akan Datang (Waktu, Tempat, Tujuan)
“Bapak/Ibu X, besok kita akan berbicara mengenai cara keempat untuk mengontrol
suara tak berwujud yaitu dengan melakukan kegiatan yang sudah terjadwal.
Bapak/Ibu mau berbicara jam berapa dan di mana?”
“Baiklah, besok kita akan bertemu di taman jam 10 pagi untuk berlatih cara yang
keempat dengan melakukan kegiatan yang sudah terjadwal. Permisi Bapak/Ibu…”

V Tahap Dokumentasi
Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan
1. Nama dan tanda tangan
2. Tanggal dan jam tindakan
3. Hasil pelaksanaan tindakan
Sumber: Robertha (2013)

39
Lampiran 4
INSTRUMEN OBSERVASI

Evaluasi Tanda dan Gejala Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi


(Damaiyanti, 2012)

(Diisi oleh peneliti)


I. Identitas Subyek
Inisial Subyek : .................... Alamat : .................

Umur : .................... Pendidikan : .................

Jenis Kelamin : .................... Pekerjaan : .................

II. Hasil Penilaian


No Aspek perilaku yang dinilai Ya Tidak
1. Bicara sendiri

2. Tersenyum atau tertawa sendiri

3. Menggerakkan bibir tanpa suara

4. Respon verbal yang lambat

5. Menarik diri dari orang lain

6. Ekspresi muka tegang

7. Mudah tersinggung, jengkel dan marah

8. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat

9. Tampak tremor dan berkeringat

10. Ketakutan

11. Tidak dapat mengurus diri

12. Disorientasi waktu, tempat dan orang.

40

Anda mungkin juga menyukai