Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

DENGAN GANGGUAN TIDUR

Disusun oleh :

ROISUL FAHMI ILYAS

P1337420618085

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN SEMARANG
TAHUN 2019/2020
I. KONSEP DASAR
Tidur suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan status kesadaran yang terjadi selama
periode tertentu. Jika orang memperoleh tidur yang cukup, mereka merasa tenaganya telah pulih.
Bebrapa ahli tidur yakin bahwa perasaan tenaga yang pulih ini menunjukkan tidur memberikan waktu
untuk perbaikan dan penyembuhan system tubuh untuk periode keterjagaan yang berikutnya.

A. FISIOLOGI TIDUR
Tidur adalah proses fisiologisyang bersiklus yang bergantian dengan periode yang lebih lama
dari keterjagaan. Siklus tidur-terjaga mempengaruhi dan mengatur fungsi fisiologis dan respons
perilaku

1. Irama Sirkadian
Orang mengalami irama siklus sebagai bagian dari kehidupan mereka yang setiap hari. Irama
yang paling dikenal adalah siklus 24-jam, sing-malam yang dikenal dengan Irama diurnal atau
sirkadian. Irama sirkadian mempengaruhi pola fungsi biologis utama dan fungsi perilaku.
Fluktuasi dan prakiraan suhu tubuh, denyut jantung, tekanan darah, sekresi hormon, kemampuan
sensorik, dan suasana hati tergantung pada pemeliharaan siklus sirkadian 24 jam.
Irama sirkadian, termasuk siklus tidur-bangun harian, dipengaruhi oleh cahaya dan suhu serta
juga faktor-faktor eksternal seperti aktivitas social dan rutinitas pekerjaan. Semua orang
mempunyai jam yang sinkron dengan siklus tidur mereka. Beberapa orang dapat tertidur pada
pukul 8 malam, sementara yang lain tidur pada tengah malam atau dini hari. Horne dan Ostberg
(1976) menguraikan dua kelompok orang, jenis pagi dan malam. Orang pagi menyukai pergi tidur
dan bangun pagi, melakukan kegiatan pada pagi hari adalah paling baik. Orang malam menyukai
tidur dan bangun lambat, paling baik berfungsi pada malam hari.
Rumah sakit atau fasilitas perawatan-lanjutan biasanya tidak mengadaptasikan perawatan
dengan pilihan untuk siklus tidur-bangun klien. Rutinitas yang tipikal menyebabkan gangguan
dalam tidur atau mencegah klien tertidur pada waktu biasanya. Jika siklus tidur-bangun seseorang
berubah secara bermakna, maka akan menghasilkan kualitas tidur yang buruk. Sebaliknya dalam
siklus tidur-bangunseperti tertidur pada siang hari (atau sebaliknya untuk orang yang kerja pada
malam hari) dapat menuntjukkan penyakit yang serius. Kecemasan, kurang istirahat, mudah
tersinggung, dan gangguan penilaian adalah gejala umum gangguan dalam siklus tidur.

2. Pengaturan Tidur
Tidur melibatkan suatu urutan keadaan fisiologis yang dipertahankan oleh integrasi tinggi
aktivitas system saraf pusat yang berhubungan dengan perubahan dalam system saraf perifer,
endokrin, kardiovaskuler, pernapasan dan muscular (Robinson, 1993). Tiap rangkaian diidentifikasi
dengan respons fisik tertentu dan pola aktivitas otak. Peralatan seperti elektroensefalogram (EEG),
yang mengukur aktivitas listrik dalam selebral, elektromiogram (EMG) yang mengukur tonus otot
dan elektrookulogram (EOG) yang mengukur gerakan mata, memberikan informasi struktur aspek
fisiologis tidur.
Kontrol dan pengaturan tidur tergantung pada hubungan antara dua mekanisme serebral yang
mengaktivasi secara interminen dan menekan pusat otak tertinggi untuk mengontrol tidur dan
terjaga. Sebuah mekanisme menyababkan terjaga, dan yang lain menyebabkan tertidur.
Sistem aktivasi retikuler (SAR) berlokasi pada batang otak teratas. SAR dipercayai terdiri dari
sel khusus yang mempertahankan kewaspadaan dan terjaga. SAR menerima stimulus sensori
visual, auditori, nyeri, dan taktil. Aktivitas korteks serebral (mis. proses emosi atau pikiran) juga
menstimulasi SAR. Saat terbangun merupakan hasil dari neuron dalam SAR yang mengeluarkan
katekolamin seperti norepinefrin (Sleep Research Society, 1993)
Tidur dapat dihasilkan dari pengeluaran serotonin dari sel tertantu dalam system tidur raphe
pada pons dan otak depan bagian tengah. Daerah otak disebut daerah sinkronasi bulbar (bulbar
synchronizing region, BSR). Apakah seseorang tetap terjaga atau tertidur tergantung pada
keseimbangan impuls yang diterima dari pusat yang lebih tinggi (mis. pikiran), reseptor sensori
perifer (mis. stimulus bunyi atau cahaya) dan system limbic (emosi).
Ketika orang mencoba tidur, mereka akan menutup mata dan berada dalam posisi relaks.
Stimulus ke SAR menurun. Jika ruangan gelap dan tenang, maka aktivasi SAR selanjutnya
menurun. Pada beberapa bagian, BSR mengambil alih, yang menyebabkan tidur.

a. Tahapan Tidur
EEG, EMG, dan EOG sinyal listrik menunjukkan perbedaan tingkat aktivitas yang
berbeda dari otak, otot dan mata yang berhubungan dengan tahap tidur yang berbeda (Sleep
Research Society, 1993). Tidur yang normal melibatkan dua fase: pergerakan mata yang tidak
cepat (tidur nonrapid eye movement, NREM) dan pergerakan mata yang cepat (tidur rapid eye
movement, REM). Selama NREM seorang yang tidur mengalami kemajuan melalui empat
tahapan selama siklus tidur yang tipikal 90 menit. Kualitas tidur dari tahap 1 sampai tahap 4
bertambah dalam. Tidur yang danggal merupakan karakteristik dari tahap 1 dan 2 dan seorang
lebih mudah terbangun. Tahap 3 dan 4 melibatkan tidur yang dalam, disebut tidur gelombang
rendah, dan seorang sulit terbangun. Tidur REM merupakan fase pada akhir tiap siklus tidur 90
menit. Konsolidasi memori (Karni, dkk 1994) dan pemulihan psikologis terjadi pada waktu ini.
Factor yang berbeda dapat meningkatan atau menganggu tahapan siklus tidur yang berbeda.
Perawat memilih terapi yang membantu tidur atau berusaha mengeliminasi factor yang
mengganggu.

b. Siklus Tidur
Secara normal, pada orang dewasa, pola tidur rutin dimulai dengan periode sebelum
tidur, hanya pada rasa kantuk yang bertahap berkembang secara teratur. Periode ini secara
normal berakhir 10 hingga 30 menit, tetapi untuk seseorang yang memiliki kesulitan untuk
tertidur, akan berlangsung satu jam atau lebih.
Ketika seseorang tertidur, biasanya melewati 4 sampai 6 siklus tidur penuh, tiap siklus
tidur terdiri 4 tahap dari tidur NREM dan satu periode dari tidur REM. Pola siklus biasnya
berkembang dari tahap 1 menuju ke tahap 4 NREM, diikuti kebalikan tahap 4 ke-3, lalu ke-2,
diakhiri dengan periode dari tidur REM. Seseorang biasanya mencapai tidur REM sekitar 90
menit ke siklus tidur.
Dengan tiap-tiap siklus yang berhasil, tahap 3 dan 4 memendek, dan memperpanjang
periode REM. Tidur REM dapat berakhir sampai 60 menit selama akhir siklus tidur. Tidak
semua orang mengalami kemajuan yang konsisten menuju ke tahap tidur yang biasa. Sebagai
contoh, orang yang tidur dapat berfluktuasi untuk interval pendek antara NREM tingkat 2, 3,
dan 4 sebelum masuk tahap REM. Jumlah waktu yang digunakan tiap tahap bervariasi.
Perubahan tahap ke tahap cenderung menemani pergerakan tubuh dan perpindahan untuk tidur
yang dangkal cenderung terjadi tiba-tiba, dengan perpindahan untuk tidur nyenyak cenderung
bertahap (Closs, 1988). Jumplah siklus tidur tergantung pada jumlah total waktu yang klien
gunakan untuk tidur.

Tahap pratidur

NonREM NonREM NonREM NonREM


Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4

Tidur REM

NonREM NonREM
Tahap 2 Tahap 3

Tahap-tahap siklus tidur orang dewasa

B. FUNGSI TIDUR
Kegunaan tidur masih tetap belum jelas (Hodgson, 1991). Tidur dipercaya
mengkontribusi pemulihan fisiologis dan psikologis (Oswald, 1984; Anch dkk, 1998). Menurut
teori, tidur adalah waktu perbaikan dan persiapan untuk periode terjaga berikutnya. Selama tidur
NREM, fungsi biologis menurun. Laju denyut jantung normal pada orang dewasa sehat sepanjang
hari rata-rata 70 hingga 80 denyut per menit atau lebih rendah jika individu berada pada kondisi
fisik yang sempurna. Akan tetapi selama tidur laju denyut jantung turun sampai 60 denyut per
menit atau lebih rendah. Hal ini berarti bahwa denyut jantung 10 hingga 20 kali lebih sedikit dalam
setiap menit selama tidur atau 60 hingga 120 kali lebih sedikit dalam setiap jam. Secara jelas, tidur
yang nyenyak bermanfaat dalam memelihara fungsi jantung.
Tidur nampaknya diperlukan untuk memperbaiki proses biologis secara rutin. Selama
tidur gelombang rendah yang dalam (NREM tahap 4), tubuh melepaskan hormone pertumbuhan
manusia untuk memperbaiki dan memperbaharui sel epitel dan khusus seperti otak (Horne, 1983;
Mandleson, 1987; Born, Muth, dan Fehm, 1988). Akan tetapi, Horne (1983) juga berpendapat
bahwa peran hormone pertumbuhan yang umum sebagai suatu promotor sintesis protein adalah
terbatas dikarenakan pelepasannya tidak berhubungan dengan kadar glukosa darah dan asam
amino. Penelitian lain menunjukkan bahwa sintesis protein dan pembagian sel untuk pembaharuan
jaringan seperti pada kulit, sumsum tulang, mukosa lambung, atau otak terjadi selama istirahat dan
tidur (Oswald, 1984). Tidur NREM menjadi sangat penting khususnya pada anak-anak yang
mengalami lebih banyak tidur tahap 4.
Teori lain tentang kegunaan tidur adalah tubuh menyimpan energy selama tidur. Otot
skelet berelaksasi secara progresif, dan tidak adanya kontraksi otot menyimpan energy kimia untuk
proses seluler. Penurunan laju metabolic basal, lebih jauh menyimpan persediaan energy tubuh
(Anch dkk, 1988).
Tidur REM terlihat penting untuk pemulihan kognitif. Tidur REM dihubungkan dengan
perubahan dalam aliran darah serebral, peningkatan aktifitas kortikal, peningkatan konsumsi
oksigen, dan pelepasan efinefril. Hubungan ini dapat membantu penyimpanan memori dan
pembelajaran. Selama tidur, otak menyaring informasi yang disimpan tentang aktivitas hari
tersebut.
Kegunaan tidur pada perilaku seringkali tidak diketahui sampai seseorang mengalami
suatu masalah akibat deprivasi tidur. Kurangnya tidur REM dapat mengarah pada perasaan bingung
dan curiga. Tidak ada hubungan sebab dan akibat yang jelas keberadaannya antara kehilangan tidur
dan disfungsi tubuh yang spesifik (Webster dan Thompson, 1986). Akan tetapi berbagai fungsi
tubuh (mis. penampilan motoric, memori, dan keseimbangan) dapat berubah ketika terjadi
kehilangan tidur yang memanjang.

C. KEBUTUHAN DAN POLA TIDUR NORMAL


1. Neonatus
Neonatus sampai usia 3 bulan rata-rata tidur sekitar 16 jam sehari. Bayi yang lahir dari
ibu tanpa medikasi lahir dalam keadaan terjaga. Mata terbuka lebar dan mengisap kencang.
Setelah sekitar 1 jam bayi baru lahir menjadi diam dan kurang responsive terhadap stimulus
internal dan eksternal. Periode tidur berakhir beberapa menit sampai 2 hingga 4 jam setelahnya
(Wong, 1995). Kemudian bayi terbangun lagi dan seringkali menjadi terlalu responsif terhadap
stimulus. Stimulus lapar, nyeri, dingin, atau yang lain seringkali menyebabkan tangisan. Pada
minggu pertama, bayi baru lahir tidur dengan konstan. Kira-kira 50% dari tidur ini adalah tidur
REM, yang menstimulasi pusat otak tertinggi. Hal ini dianggap esensial bagi perkembangan
karena neonatus tidak terjaga cukup lama untuk stimulasi eksternal yang bermakna.

2. Bayi
Pada umumnya bayi mengalami pola tidur malam hari pada usia 3 bulan. Bayi tertidur
beberapa kali pada siang hari tetapi biasanya tidur rata-rata 8 sampai 10 jam pada malam hari.
Sekitar 30% dari waktu tidur dihabiskan dalam siklus REM. Bangun biasanya terjadi pada pagi
hari, meskipun tidak umum bagi bayi untuk terjaga selama malam hari. Jika bangun pada malam
hari menjadi rutin, masalahnya pada diet karena lapar, seringkali membangunkan anak. Bayi
yang minum ASI biasanya tidur selama periode yang lebih pendek, dengan lebih sering
terbangun, daripada bayi yang minum susu botol (Wong, 1995). Bayi yang lebih besar tidur
lebih lama daripada bayi yang lebih kecil karena kapasitas lambungnya lebih besar. Seorang
bayi antara usia 1 bulan dan satu tahun tidur rata-rata 14 jam sehari. Dibandingkan dengan anak-
anak yang lebih besar, tidur aktif (REM) membentuk proporsi tidur yang lebih besar.
Sebaliknya pada bayi baru lahir yang tidur dan bangun bergantian sepanjang periode 24 jam,
setelah usia 3 bulan periode tidur terpanjang terlihat pada malam hari.

3. Todler
Pada usia 2 tahun, anak-anak biasanya tidur sepanjang malam dan tidur siang sepanjang
hari. Total tidur rata-rata 12 jam sehari. Tidur siang dapat hilang pada usia 3 tahun. Hal yang
umum bagi toddler terbangun pada malam hari. Presentasi tidur REM berlanjut menurun.
Selama periode ini toddler tidak ingin tidur pada malam hari. Ketidakinginan ini dapat
berhubungan dengan kebutuhan untuk otonomi, atau takut perpisahan. Toddler mempunyai
kebutuhan untuk mengeksplorasi dan memuaskan keingintahuannya, yang dapat menjelaskan
mengapa beberapa dari mereka mencoba untuk menunda waktu tidur.

4. Prasekolah
Rata-rata tidur anak usia prasekolah sekitar 12 jam semalam (sekitar 20% adalah REM).
Pada usia 5 tahun, anak prasekolah jarang tidur siang (Wong, 1995). Kecuali pada kebudayaan
yaitu siesta adalah kebiasaan. Anak usia pra sekolah biasanya mengalami kesulitan untuk relaks
atau diam setelah hari-hari aktif yang pangjang. Anak usia prasekolah juga mempunyai masalah
dengan ketakutan waktu tidur, terjaga pada malam hari, atau mimpi buruk. Orang tua paling
berhasil untuk membawa anak prasekolah untuk tidur dengan membina ritual yang konsisten
yang mencangkup aktivitas waktu tenang sebelum waktu tidur. Biasanya para ahli tidak
merekomendasikan seorang anak diperbolehkan tidur dengan orang tua. Akan tetapi, di
beberapa kebudayaan, berbagi tempat tidur dengan orang tua telah diterima sebagai praktik
tidur.

5. Anak Usia Sekolah


Jumlah tidur yang diperlukan pada usia sekolah bersifat individual dikarenakan status
aktivitas dan tingkat kesehatan yang bervariasi. Anak usia sekolah biasanya tidak membutuhkan
tidur siang. Pada usia 6 tahun akan tidur malm rata-rata 11 sampai 12 jam, sementar anak 11
tahun tidur sekitar 9 sampai 10 jam (Wong, 1995). Anak usia 6 atau 7 tahun biasanya dapat
dibujuk untuk tidur dengan mendorong melakukan aktivitas yang tenang. Anak yang lebih tua
seringkali menolak tidur karena ketidaksadaran terhadap kelelahan atau kebutuhan mandiri.
Anak usia sekolah akan menjadi lelah pada hari berikutnya jika diijinkan untuk tinggal lebih
lama dari biasanya. Anak yang lebih tua meminta waktu tidur yang lebih larut sebagai suatu
simbol dominan dari anak yang lebih muda. Orang tua biasanya berhasil membuat anak yang
lebih tua untuk tidur dengan menggunakan pendekatan tegas dan konsisten. Anak usia sekolah
yang lebih tua diperbolehkan tidur lebih larut, tetapi hak istimewa ini tergantung pada anak
untuk tidur segera tanpa keluhan.

6. Remaja
Remaja memperoleh sekitar 7,5 jam untuk tidur setiap malam (Carskadon, 1990a). Pada
saat kebutuhan tidur yang actual meningkat, remaja umumnya mengalami sejumlah perubahan
yang seringkali mengurangi waktu tidur (Carskadon 1990b). biasanya orang tua tidak lagi
terlibat dalam penataan waktu tidur yang spesifik. Tuntutan sekolah, kegiatan social setelah
sekolah, dan pekerjaan paruh waktu menekan waktu yang tersedia untuk tidur. Remaja tidur
lebih larut dan tidur lebih cepat pada waktu sekolah menengah atas. Harapan social yang umum
adalah remaja membutuhkan tidur yang sedikit daripada praremaja. Akan tetapi, data
laboratorium menunjukkan bahwa remaja mempunyai kebutuhan fisiologis untuk tidur lebih
banyak bila dibandingkan dengan praremaja (Carskadon 1990b). Karena tuntutan gaya hidup
yang memperpendek waktu yang tersedia untuk tidur dan kemungkinan kebutuhan fisiologis,
maka remaja seringkali mengantuk berlebihan pada siang hari (excessive, daytime, sleepiness,
EDS). Penampilan di sekolah, kerentanan terhadap kecelakaan, dan masalah perilaku serta
suasana hati karena EDS yang berhubungan dengan tidur yang tidak cukup. Orang tua, guru,
dan remaja itu sendiri seringkali kekurangan pengetahuan tentang apa itu tidur yang
tepat.mereka memerlukan pendidikan untuk meningkatkan apa yang menjadi masalah kesehatan
yang penting bagi remaja.
7. Dewasa muda
Kebanyakan dewasa muda tidur malam hari rata-rata 6 sampai 8,5 jam, tetapi hal ini
bervariasi. Dewasa muda jarang sekali tidur siang. Kurang lebih 20% waktu tidur yang
dihabiskan yaitu tidur REM, yang tetap konsisten sepanjang hidup. Dewasa muda yang sehat
membutuhkan cukup tidur untuk berpartisipasi dalam kesibukan aktivitas yang mengisi hari-hari
mereka. Akan tetapi, hal yang umum untuk tuntutan gaya hidup yang mengganggu pola tidur
yang umum. Stres pekerjaan, hubungan keluarga, dan aktivitas social dapat mengarah pada
insomnia (mis. kesulitan memulai dan/atau mempertahankan tidur) dan penggunaan medikasi
untuk tidur. Penggunaan jangka panjang medikasi tersebut dapat menggaggu pola tidur dan
memperburuk masalah insomnia.

8. Dewasa tengah
Selama masa dewasa tengah total waktu yang digunakan untuk tidur malam hari mulai
menurun. Jumlah tidur tahap 4 mulai menurun, suatu penurunan yang berlanjut dengan
bertambahnya usia. Gangguan tidur seringkali mulai didiagnosa di antara orang-orang pada
rentang usia ini bahkan ketika gejala fari gangguan yang telah ada untuk beberapa tahun.
Insomnia terutama lazim terjadi, mungkin disebabkan oleh perubahan dan stress usia
mengengah. Gangguan tidur dapat disebabkan oleh perubahan dan stress usia menengah.
Gangguan tidur dapat disebabkan oleh kecemasan, depresi, atau penyakit fisik ringan tertentu.
Wanita yang mengalami gejala menopause dapat mengalami insomnia. Anggota kelompok usia
ini dapat tergantung pada obat tidur.

9. Lansia
Jumlah tidur total tidak berubah sesuai pertambahan usia. Akan tetapi, kualitas tidur
kelihatan menjadi berubah pada kebanyakan lansia (Bliwise, 1993). Episode tidur REM
cenderung memendek. Terdapat penurunan yang progresif pada tahap tidur NREM 3 dan 4,
beberapa lansia hampir tidak memiliki tahap 4, atau tidur yang dalam. Seorang lansia yang
terbangun lebih sering di malam hari, dan membutuhkan banyak waktu untuk jatuh tertidur.
Akan tetapi, pada lansia yang berhasil beradaptasi terhadap perubahan fisiologis dan psikoslogis
dalam penuaan lebih mudah memlihara tidur REM keberlangsungan dalam siklus tidur yang
mirip dengan dewasa muda (Reynolds dkk, 1993)
Keragaman dalam perilaku tidur lansia adalah umum. Keluhan tentang kesulitan tidur
waktu malam seringkali terjadi diantara lansia, seringkali akibat keberadaan penyakit kronik
yang lain. Sebagai contoh, seorang lansia yang mengalami artritis mempunyai kesulitan tidur
akibat nyeri sendi. Kecenderungan untuk tidur siang kelihatannya meningkat secara progresif
dengan bertambahnya usia. Peningkatan waktu siang hari yang dipakai untuk tidur dapat terjadi
karena seringnya terbangun pada malam hari. Dibandingkan dengan waktu yang dihabiskan di
tempat tidur, waktu yang dipakai tidur menurun sejam atau lebih (Evans dan Rogers, 1994).
Perubahan pola tidur pada lansia disebabkan perbahan SSP yang mempengaruhi
pengaturan tidur. Kerusakan sensorik, umum dengan penuaan, dapat mengurangi sensitivitas
terhadap waktu yang mempertahankan irama sirkadian.

D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIDUR


1. Penyakit Fisik
Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri, ketidaknyamana fisik (mis. kesulitan
bernapas), atau masalah suasana hati, seperti kecemasa atau depresi, dapat menyebabkan
masalah tidur. Seseorang dengan perubahan seperti itu mempunyai masalah kesulitan tertidur
atau tetap tertidur. Penyakit juga dapat memaksa klien untuk tidur dalam posisi yang tidak biasa.
Sebagai contoh, memperoleh posisi yang aneh saat tangan atau lengan diimobilisasi pada traksi
dapat mengganggu tidur.

2. Obat-obatan dan Substansi


Dari daftar obat di PDR 1990, dengan 584 obat resep atau obat bebas menuliskan
mengantuk sebagai salah satu efek samping, 486 menulis insomnia, dan 281 menyebabkan
kelelahan (Buysse, 1991). Mengantuk dan deprivasi tidur adalah efek samping medikasi yang
umum

3. Gaya Hidup
Rutinitas harian seeorang mempengaruhi pola tidur. Individu yang bekerja bergantian
berputar (mis. 2 minggu siang diikuti oleh satu minngu malam) seringkali mempunyai kesulitan
menyesuaikan perubahan jadwal tidur. Jam internal tubuh diatur pukul 22.00, tetapi sebaliknya
jadwal kerja memaksa untuk tidur pada pukul 9 pagi. Individu mampu untuk tidur hanya selama
3 sampai 4 jam karena jam tubuh mempersepsikan bahwa ini adalah waktu terbangun dan aktif

4. Pola Tidur yang Biasa dan Mengantuk yang Berlebihan pada Siang Hari (EDS)
EDS seringkali menyebabkan kerusakan pada fungsi terjaga, penampilan kerja atau
sekolah yang buruk, kecelakaan saat mengemudi atau menggunakan peralatan, dan masalah
perilaku atau emosional. Perasaan mengantuk biasanya paling intens saat terbangun dari, atau
sesaat sebelum pergi, tidur, dan sekitar 12 jam setelah periode tengah tidur.
Mengantuk menjadi patologis ketika mengantuk terjadi pada waktu ketika individu harus
atau ingin terjaga. Orang yang mengalami kehilangan tidur sementara karena kegiatan social
malam yang aktif atau jadwal kerja yang memanjang biasanya akan merasa mengantuk pada
hari berikutnya. Akan tetapi, mereka dapat mengatasi perasaan ini meskipun mengalami
kesulitan melakukan tugas dan tetap perhatian. Kurang tidur yang kronis jauh lebih serius
daripada kehilangan tidur yang sementara dan menyebabkan perubahan serius dan
menyebabkan perubahan serius dalam kemampuan untuk melakukan fungsi sehari-hari.

5. Stres Emosional
Kecemasan tentang masalah pribadi atau situasi dapat mengganggu tidur. Stress
emosional menyebabkan seseorang menjadi tegang dan seringkali mengarah frustasi apabila
tidak tidur. Stres juga menyebabkan seseorang mencoba terlalu keras untuk tertidur, sering
terbangun selama siklus tidur, atau terlalu banyak tidur. Stres yang berlanjut dapat
menyebabkan kebiasaan tidur yang buruk.

6. Lingkungan
Ventilasi yang baik adalah esensial untuk tidur yang tenang. Ukuran, kekerasan, dan
posisi tempat tidur mempengaruhi kualitas tidur. Tempat tidur rumah sakit seringkali lebih keras
daripada di rumah.
Suara juga mempengaruhi tidur. Tingkat suara yang diperlukan untuk membangunkan
orang tergantung pada tahap tidur (Webster dan Thompson, 1986). Suara yang rendah lebih
sering membangunkan seorang dari tidur tahap 1, sementara suara yang keras membangunkan
orang pada tahap tidur 3 atau 4. Beberapa orang membutuhkan ketenangan untuk tidur,
sementara yang lain lebih menyukai suara sebagai latar belakang seperti music lembut dan
televisi.
Tingkat cahaya dapat mempengaruhi kemampuan untuk tidur. Beberapa klien menyukai
ruangan yang gelap, sementara yang lain, seperti anak-anak atau lansia, menyukai cahaya
remang yang tetap menyala selama tidur. Klien juga mungkin bermasalah tidur karena suhu
ruangan. Ruangan yang terlalu hangat atau terlalu dingin seringkali menyebabkan klien gelisah.

7. Latihan Fisik dan Kelelahan


Seseorang yang kelelahan menengah (moderate) biasanya memperoleh tidur yang
mengistirahatkan, khususnya jika kelelahan adalah hasil dari kerja atau latihan yang
menyenangkan. Latihan 2 jam atau lebih sebelum waktu tidur membuat tubuh mendingin dan
mempertahankan suatu keadaan kelelahan yang meningkatkan relaksasi. Akan tetapi, kelelahan
yang berlebihan yang dihasilkan dari kerja yang meletihkan atau penuh stress membuat sulit
tidur. Hal ini dapat menjadi masalah yang umum bagi anak sekolah dan remaja.

8. Asupan Makanan dan Kalori


Orang tidur lebih baik ketika sehat sehingga mengikuti kebiasaan makan yang baik
adalah penting untuk kesehatan yang tepat dan tidur (Hauri dan Linde, 1990). Makan besar,
berat, dan/atau berbumbu pada makan malam dapat menyebabkan tidak dapat dicerna yang
mengganggu tidur. Kafein dan alcohol yang dikonsumsi pada malam hari mempunyai efek
produksi-insomnia sehingga mengurangi atau menghindari zat tersebut secara drastis adalah
strategi penting yang digunakan ntuk meingkatkan tidur. Alergi makanan menyebabkan
insomnia. Pada bayi, terbangun pada malam hari dan menangis atau kolik dapat disebabkan
alergi susu yang membutuhkan penggunaan ASI ibu atau formula bukan susu. Selain susu,
makanan lain yang sering menyebabkan alergi penghasil insomnia diantara anak-anak dan orang
dewasa meliputi jagung, gandum, kacang-kacangan, coklat, telur, ikan laut, pewarna makanan
warna merah dan kuning, dan ragi (Hauri dan Linde, 1990). Perbaikan tidur yang normal
memerlukan waktu sampai 2 minggu jika makanan tertentu yang menyebabkan masalah lelah
dihilangkan dari diet.
Kehilangan atau peningkatan berat badan mempengaruhi pola tidur. Ketika seseorang
bertambah berat badannya, maka periode tidur akan menjadi lebih panjang dengan lebih sedikit
interupsi. Kehilangan berat badan menyebabkan tidur pendek dan terputus-putus. Gangguan
tidur tertentu dapat dihasilkan dari diet semipuasa (semistarvation) yang popular di dalam
kelompok masyarakat yang sadar berat badan.

E. GANGGUAN TIDUR
Gangguan tidur adalah kondisi yang jika tidak diobati, secara umum akan menyebabkan
gangguan tidur malam yang mengakibatkan munculnyasalah satu dari ketiga masalah berikut:
insomnia; gerakan atau sensasi abnormal di kala tidur atau ketika terjaga di tengah malam; atau
rasa mengantuk yang berlebihan di siang hari (Naylor dan Aldrich, 1994).

1. Insomnia
Insomnia adalah gejala yang dialami oleh klien yang mengalami kesulitan kronis untuk
tidur, sering terbangun dari tidur, dan/atau tidur singkat atau tidur nonrestoratif (Zorick, 1994).
Penderita insomnia mengeluhkan rasa kantuk yang berlebihan di siang hari dan kuantitas serta
kualitas tidurnya tidak cukup. Namun, seringkali klien tidur lebih banyak dari yang disadarinya.
Insomnia dapat menandakan adanya gangguan fisik atau psikologis

2. Apnea Tidur
Apnea tidur adalah gangguan yang dicirikan dengan kurangnya aliran udara melalui
hidung dan mulut selama periode 10 detik atau lebih pada saat tidur. Ada tiga jenis apnea tidur:
apnea sentral, obstrktif, dan campuran yang mempunyai komponen apnea sentral dan obstruktif.
Bentuk yang paling terjadi, apnea tidur obstruktif (obstructive sleep apnea, OSA), terjadi
pada saat otot atau struktur rongga mulut atau tengkorak rileks pada saat tidur. Jalan napas atas
tersumbat sebagian atau seluruhnya, dan aliran udara pada hidung berkurang (hypopnea) atau
berhenti (apnea) selama 30 detik (Guilleminault, 1994). Individu masih berusaha untuk bernapas
karena gerakan dada dan abdomen terus terjadi, yang seringkali menyebabkan bunyi dengkuran
atau dengusan yang keras. Pada saat napas hilang sebagian atau seluruhnya, setiap gerakan
diafragma yang berhasil dilakukan menjadi lebih kuat sampai obstruksi tersebut berkurang.
Abnormalitas structural seperti diviasi septum, polip hidung, atau pembesaran tonsil dapat
menyebabkan klien mengalami apnea obstruktif. Upaya untuk bernapas selama tidur
menyebabkan seseorang terbangun dari tidur dalam ke siklus tidur tahap 2.
Apnea tidur sentral (central sleep apnea, CSA) melibatkan disfungsi pada pusat
pengendalian pernapasan di otak. Impuls untuk bernapas sementara terhenti, dan aliran udara
pada hidung dan gerakan dinding dada juga terhenti. Saturasi oksigen dalam darah menurun.
Kondisi ini terjadi pada klien yang mengalami cedera batang otak, distrofi otot, dan esefalitis dan
juga pada orang yang bernapas normal di siang hari. Kurang dari 10% apnea tidur berasal dari
sentral. Individu dengan CSA cenderung terbangun di waktu tidur dan oleh karena itu, ia
mengeluh insomnia dan EDS. Klien juga mengalami dengkuran yang ringan dan intermiten.

3. Narkolepsi
Narkolepsi adalah disfungsi mekanisme yang mengatur keadaan bangun dan tidur. EDS
adalah keluhan utama paling sering yang berkaitan dengan gangguan ini. Di siang hari seseorang
dapat merasakan kantuk berlebihan yang datang secara mendadak dan jatuh tertidur. Tidur REM
dapat terjadi dalam 15 menit sewaktu tertidur.

4. Deprivasi Tidur
Deprivasi tidur adalah masalah yang dihadapi banyak klien sebagai akibat disomnia.
Penyebabnya dapat mencakup penyakit (mis. demam, sulit bernapas, atau nyeri), stress
emosional, obat-obatan, gangguan lingkungan (mis. asuhan keperawatan yang sering dilakukan),
dan keanekaragaman waktu tidur yang terkait dengan waktu kerja.

5. Parasomnia
Parasomnia adalah masalah tidur yang lebih banyak terjadi pada anak-anak daripada
orang dewasa. Sindrom kematian bayi mendadak (sudden infant death syndrome, SIDS)
dihipotesis berkaitan dengan apnea, hipoksia, dan aritma jantung yang disebabkan oleh
abnormalitas dalam system saraf otonom yang dimanifestasikan selama tidur (Gillis dan Flemons,
1994).
Parasomnia yang terjadi pada anak-anak meliputi somnambulisme (berjalan dalam tidur),
terjaga malam, mimpi buruk, enuresis nocturnal (ngompol), dan menggeretakkan gigi (bruksisme)
(Mindell, 1993). Apabila orang dewasa mengalami hal ini maka hal tersebut dapat
mengindikasikan gangguan yang lebih serius.
II. PATHWAYS

III. PENGKAJIAN

A. PENGKAJIAN TIDUR
Kebanyakan individu dapat memberi perkiraan yang akurat dan beralasan tentang pola
tidur mereka, terutama jika terjadi suatu perubahan. Salah satu metode yang paling singkat dan
efektif untuk mengkaji kualitas tidur adalah dengan menggunakan skala analog visual (Closs,
1988). Perawat membuat sepanjang garis horizontal sepanjang kira-kira 10 cm. Tulis pernyataan-
pernyataan yang berlawanan seperti “tidur malam terbaik” dan “tidur malam terburuk” pada setiap
ujung garis. Klien diminta untuk memberi tanda titik pada garis yang menandakan persepsi mereka
terhadap tidur malam. Jarak tanda tersebut dapat diukur dengan milimeter dan diberi nilai angka
untuk kepuasan terhadap tidur. Skala ini dapat diberikan berulang-ulang untuk menunjukkan
adanya perubahan dari waktu ke waktu.
Pengkajian ditujukan pada pemahaman karakteristik suatu masalah tidur dan kebiasaan
tidur klien yang biasa sehingga cara untuk meningkatkan tidur dapat diintegrasikan ke dalam
asuhan keperawatan. Misalnya, jika riwayat keperawatan menunjukkan bahwa klien selalu
membaca sebelum tidur maka akan sangat masuk akal jika perawat menawarkan bahan bacaan
menjelang tidur.

SUMBER PENGKAJIAN TIDUR


Biasanya klien merupakan sumber terbaik untuk menggambarakan masalah tidur dan
sampai sejauh mana masalah tersebut mengubah pola tidur dan bangun mereka yang biasa.
Seringkali klien mengetahui penyebab masalah tidur tersebut, seperti kebisingan lingkungan atau
kekhawatiran akan suatu hubungan.
Selain itu, pasangan tidur juga dapat memberi informasi tentang pola tidur klien, yang
dapat mengungkapkan sifat gangguan tidur tertentu. Misalnya, pasangan klien yang mengalami
apnea tidur sering mengeluh bahwa tidur mereka terganggu oleh dengkuran klien. Seringkali
pasangan harus tidur di tempat tidur atau ruang ang berbeda supaya mendapatkan tidur yang
adekuat. Perawat harus menanyakan pada pasangan tidur klien apakah klien pernah mengalami
henti napas ketika tidur dan seberapa sering serangan apnea itu terjadi.
Pada saat merawat anak-anak, perawat perlu mencari informasi tentang pola tidur dari
orang tua karena biasanya mereka adalah sumber informasi yang baik tentang mengapa anak
mereka mengalami masalah tidur. Beberapa orang tua mungkin tidak menyadari bahwa terdapat
berbagai pola tidur bayi dan mungkin perlu ditenangkan jika bayi mereka tampaknya kurang tidur
dibandingkan bayi yang lain dan sebaliknya jika bayi mereka sehat dan tumbuh dengan baik
(Parkinson, 1994)

B. RIWAYAT TIDUR
Klien dapat melaporkan bahwa mereka menikmati tidur yang adekuat. Pada situasi ini
riwayat tidur dapat dioersigkat. Penentuan waktu tidur yang biasa, ritual tidur normal, lingkungan
yang disukai untuk tidur, dan pukul berapa biasanya klien bangun, memberikan informasi pada
perawat untuk merencanakan asuhan yang berhubungan dengan tidur. Saat mencurigai adanya
masalah tidur, perawat mengkaji kualitas an karakteristik tidur di kedalaman yang lebih luas.

1. Deskripsi Masalah Tidur


Pada saat klien mengakui atau perawat mencurigai adanya masalah tidur, riwayat
keperawatan harus diuat terperinci agar asuhan yang terapeutik dapat diberikan. Pertanyaan
terbuka membantu klien menggambarkan masalah tersebut dengan lebih lengkap. Deskripsi
umum tentang masalah yang diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih terfokus biasanya
mengungkapkan karakteristik spesifik yang dapat digunakan dalam merencanakan terapi.
Untuk memulai, perawat perlu terlebih dahulu memahami sifat dari masalah tidur, tanda
dan gejalanya, awitan dan durasinya, keparahannya, dan adanya factor pencetus atau penyebab-
penyebabnya, serta efeknya secara umum pada klien. Pertanyaan-pertanyaan pengkajian antara
lain mencangkup:
a. Sifat dari masalah: Beritahu saya jenis masalah tidur apa yang anda alami. Beritahu saya
mengapa anda beranggapan bahwa tidur anda tidak adekuat. Jelaskan pada saya tentang
karakteristik tidur malam anda. Seberapa jauh perbedaan tidur anda saat ini dari tidur anda
yang dulu?
b. Tanda dan gejala: Apakah anda mengalami kesulitan untuk tidur, tetap tidur, atau untuk
bangun? Pernahkan anda diberitahu bahwa anda mendengkur dengan keras? Apakah anda
mengalami sakit kepala ketika bangun? Apakah anda terbangun karena mimpi buruk?
c. Awitan dan durasi: Kapan pertama kali anda menyadari masalah ini? Sudah berapa lama
masalah ini terjadi?
d. Keparahan: Berapa lama waktu yang anda butuhkan untuk tertidur? Seberapa sering dalam
seminggu anda mengalami kesulitan untuk tidur? Beritahu saya berapa jam tidur malam yang
anda lakukan minggu ini; bandingkan dengan tidur malam anda yang biasa. Apa yang anda
lakukan di saat terbangun di malam hari atau terbangun terlalu dini di pagi hari?
e. Factor pencetus: Beritahu saya apa yang anda lakukan sesaat sebelum tidur. Apakah baru-
baru ini anda mengalami perubahan di tempat kerja atau di rumah? Bagaimana alam
perasaan anda dan apakah anda menyadari adanya perubahan baru-baru ini? Obat apa atau
obat rekreasional (obat yang dikonsumsi untuk kesenangan) apa yang anda gunakan secara
teratur? Apakah anda meminum obat dari resep yang baru atau obat bebas? Sudah berapa
lama anda menggunakan obat tersebut? Apakah anda memakan makanan (mis. makanan
pedas atau berminyak) atau zat minuman (mis. minuman beralkohol atau berkafein) yang
dapat mengganggu tidur Anda? Apakah anda menderita penyakit fisik yang dapat
mengganggu tidur anda?
f. Efek pada klien: Bagaimana pengaruh kurang tidur ini bagi Anda? (Tanyakan pada pasangan
atau teman: apakah anda merasa ada perubahan perulaku pada klien sejak masalah tidur ini
terjadi?) Apakah anda merasa kantuk yang berlebihan, sensitif, atau kesulitan berkonsentrasi
selama terjaga? Apakah anda mengalami kesulitan untuk tetap terjaga atau pernahkah anda
tertidur disaat yang tidak tepat, misalnya, ketika mengemudi, duduk tenang disebuah
pertemuan, atau menonton TV?

Pertanyaan yang tepat membantu perawat menemukan jenis gangguan tidur dan sifat dari
masalah tersebut
Selain tentang riwayat tidur, klien dan pasangan tidur diminta untuk mencatat aktivitas
tidur-bangun selama 1-2 minggu (Douglas, Carskadon, dan Houser, 1990). Catatan tidur-bangun
tersebut harus diisi dengan lengkap untuk memberi variasi pola tidur dari hari ke hari dalam
waktu yang lama.

2. Pola Tidur Biasa


Tidur normal sulit didevinisikan karena sangat bervariasi dalam hal kuantitas dan kualitas
yang dirasa adekuat pada setiap orang. Namun, meminta klien untuk menjelaskan pola tidur
mereka yang biasa merupakan hal yang sangat penting, karena berguna untuk menentukan
signifikansi perubahan yang ditimbulkan oleh gangguan tidur. Untuk menentukan pola tidur
klien perawat mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut
a. Pukul berapa anda naik ke tempat tidur setiap malam?
b. Pukul berapa anda biasanya tertidur? Apakah anda melakukan sesuatu yang khusus untuk
membantu anda tertidur?
c. Berapa kali anda terbangun di malam hari? Mengapa anda beranggapan bahwa anda
terbangun? Apa yang anda lakukan terhadap hal yang membuat anda bangun tersebut?
d. Pukul berapa biasanya anda terbangun di pagi hari?
e. Pukul berapa anda turun dari tempat tidur setelah anda terbangun?
f. Berapa jam rata-rata anda tidur di setiap malam?

3. Peristiwa Hidup yang Baru Terjadi.


Perawat mempelajari apakah klien mengalami suatu perubahan gaya hidup yang
mengganggu tidur. Pekerjaan seseorang dapat memberikan petunjuk tentang masalah tidur.
Perubahan tanggung jawab pekerjaan, rotasi jam dinas, atau kerja dalam waktu yang lama dapat
menimbulkan gangguan tidur. Pertanyaan tentang aktivitas social, tamasya terakhir, atau jadwal
waktu makan membantu mengklarifikasi pengkajian tidur.

4. Status Emosional dan Mental


Apabila klien merasa cemas, sensitive, atau marah, yang menarik perhatian mental dapat
mengganggu tidur secara serius. Klien dapat mengalami stress emosional yang berhubungan
dengan penyakit atau krisis situasional seperti kehilangan pekerjaan atau orang yang dicintai.
Oleh karena itu emosi klien dapat mempengaruhi kemampuan untuk tidur

5. Rutinitas Menjelang Tidur


Perawat menanyakan tentang apa yang klien lakukan untuk bersiap-siap tidur. Perawat
mengkaji kebiasaan yang menguntungkan dibandingkan dengan kebiasaan yang mengganggu
tidur.
Perawat harus memberi perhatian khusus pada ritual tidur seorang anak. Orangtua dapat
melaporkan apakah hal tersebut diperlukan, misalnya, membacakan verita menjelang tidur.

6. Lingkungan Tidur
Perawat meminta klien untuk menjelaskan kondisi kamar tidur yang diinginkan. Perawat
mempelajari bahwa perubahan-perubahan di lingkungan rumah atau institusi mungkin
diperlukan untuk meningkatkan tidur.

7. Perilaku Deprivasi Tidur


Perawat mengobservasi perilaku seperti mudah marah (iritabilitas), disorientasi (serupa
dengan perilaku mabuk), dan bicara tidak jelas. Apabila deprivasi tidur berlangsung lama, dapat
terjadi perilaku psikotik seperti delusi dan paranoia. Misalnya, klien dapat melaporkan melihat
benda-benda aneh atau warna-warna didalam ruangan. Klien dapat bersikap ketakutan pada saat
perawat memasuki ruangan.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Contoh Diagnosa Keperawatan NANDA untuk Gangguan Tidur
1. Insomnia
2. Deprivasi tidur
3. Kesiapan meningkatkan tidur
4. Gangguan pola tidur
V. PERENCANAAN
Penting bagi rencana asuahan untuk memasukkan strategi-strategi yang tepat untuk lingkungan
dan gaya hidup klien. Rencana yang efektif mencakup hasil yang akan dicapai dalam waktu yang
realistic yang berfokus pada tujuan perbaikan kualitas tidur di ruamah. Jenis perencanaan ini
memerlukan waktu beberapa minggu untuk selasai. Perawat bermitra erat dengan klien dan orang
dekat lainnya untuk memastikan bahwa terapi, seperti perubahan jadwal tidur atau perubahan
lingkungan kamar tidur, merupakan hal yang realistic dan dapat dicapai.
Keberhasilan terapi tidur tergantung dari pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan gaya hidup
klien dan sifat dari gangguan tidur. Tujuan dari rencana asuhan bagi klien yang memerlukan tidur atau
istirahat adalah sebagai berikut:
1. Klien mendapatkan perasaan segar setelah tidur
2. Klien mendapatkan pola tidur yang sehat
3. Klien memahami faktor-faktor yang meningkatkan atau mengganggu tidur
4. Klien melakukan perilaku perawatan diri untuk menghilangkan faktor-faktor yang
menyebabkan gangguan tidur
VI. IMPLEMENTASI
Intervensi keperawatan yang dirancang untuk memperbaiki kualitas tidur individu sangat
berfokus pada promosi kesehatan. Klien memerlukan tidur dan istirahat yang adekuat untuk
mempertahankan gaya hidup yang aktif dan produktif. Selain penyebab atau faktor-faktor yang
terkait dengan masalah tidur, perawat melakukan intervensi spesifik yang meningkatkan pola tidur
normal

A. KONTROL LINGKUNGAN
Semua klien memerlukan lingkungan tidur dengan temperature ruangan yang nyaman
dan ventilasi yang baik, sumber bising yang minimal, tempat tidur yang nyaman dan pencahayaan
yang tepat.

B. MENINGKATKAN RUTINITAS MENJELANG TIDUR


Rutinitas menjelang tidur merilekskan klien dengan persiapan untuk tidur. Penting bagi
seseorang untuk pergi tidur pada saat mereka merasa letih atau mengantuk. Pergi tidur pada saat
terjaga penuh dan berpikir tentang hal lain dapat menyebabkan insomnia dan terganggu dengan
tempat tidur sebagai stimulus untuk tidur.

C. MENINGKATKAN KENYAMANAN
Seseorang akan tertidur hanya jika ia telah merasa nyaman dan rileks. Perawat dapat
menganjurkan dan menggunakan tindakan untuk meningkatkan rasa nyaman.
Tindakan kenyamanan untuk meningkatkan tidur
 Lakukan tindakan hygiene bagi klien yang tirah baring
 Anjurkan klien untuk memakai pakaian malam yang longgar
 Singkirkan atau ganti adanya iritan pada kulit klien seperti balutan yang lembab atau
selang drainase
 Posisikan dan topang bagian tubuh yang menggantung untuk melindungi titik tekan dan
membantu relaksasi otot
 Berikan topi dan kaos kaki untuk klien lansia dan klien yang cenderung kedinginan.
 Anjurkan klien untuk berkemih sebelum tidur
 Berikan analgesic atau sedative sekitar 30 menit sebelum tidur
 Berikan masase tepat sesaat sebelum klien pergi tidur
 Berikan matras yang nyaman dan jaga agar tempat tidur tetap bersih dan kering

D. MENETAPKAN PERIODE ISTIRAHAT DAN TIDUR


Di rumah hal ini dapat membantu klien untuk tetap aktif secara fisik di siang hari
sehingga mereka cenderung tidur di malam hari. Meningkatkan aktivitas di siang hari mengurangi
masalah tidur. Latihan keras harus selalu direncanakan sedikitnya selama beberapa jam
menjelang tidur.

E. PENDEKATAN GANGGUAN FISIOLOGIS


Untuk klien dengan penyakit fisik, perawat dapat membantu mengendalikan gejala-gejala
yang menganggu tidur. Sebagai contoh, klien dengan abnormalitas pernapasan harus tidur dengan
bantal atau dengan posisi semi duduk untuk mempermudah pernapasan
F. PENGURANGAN STRES
Stres emosional dapat mengganggu tidur. Ketidakmampuan untuk tidur juga dapat
membuat seseorang peka dan tegang. Apabila seseorang mengalami kekacauan emosional,
mereka harus dianjurkan agar tidak memaksakan tidur. Sebaliknya, insomnia sering terjadi, dan
kemudian waktu tidur berhubungan dengan ketidakmampuan untuk rileks. Klien yang mengalami
kesulitan tertidur dapat dibantu dengan bangun dan melakukan aktivitas yang merilekskan.

G. KUDAPAN MENJELANG TIDUR


Beberapa orang menyukai kudapan menjelang tidur, sedangkan yang lain tidak dapat
tidur setelah makan. Kudapan produk susu seperti susu atau cokelat hangat yang mengandung
L-triptofan dapat membantu meningkatkan tidur sering menyebabkan gangguan gastrointestinal
dan mengganggu kemampuan untuk tidur.

H. PENDEKATAN FARMAKOLOGIS
Penggunaan obat-obatan untuk menatalaksanakan gejala merupakan hal yang banyak
dilakukan di Amerika. Stimulant saraf pusat seperti amfetamin, inikotin, terbutalin, teofilin, dan
pemolin (Cylert), harus digunakan secara terpisah dan di bawah penatalaksanaan medis
(McKEnry dan Salerno, 1995)

I. PROMOSI KESEHATAN MELALUI PENYULUHAN KLIEN


Untuk membentuk kebiasaan tidur yang baik di rumah klien dan pasangan tidurnya harus
mempelajari teknik-teknik yang meningkatkan tidur dan kondisi-kondisi yang mengganggu tidur
(Zarcone, 1994). Orangtua juga harus mempelajari bagaimana meningkatkan kebiasaan tidur
yang baik pada anak-anak mereka.

VII. EVALUASI
Setiap klien memiliki kebutuhan tidur dan istirahat yang unik. Oleh karena itu, evaluasi
terapi yang dirancang untuk meningkatkan tidur dan istirahat harus bersifat individual. Klien yang
relative sehat tidak memerlukan penyesuaian pola tidur atau sebanyak klien yang kondisi fisiknya
buruk. Perawat menentukan apakah hasil yang diharapkan terpenuhi atau tidak. Tindakan evaluasi
dapat dilakukan sesaat setelah terapi dicoba.
Perawat juga mengkaji tingkat pemahaman klien yang diperoleh klien atau anggota
keluarga setelah menerima intruksi tentang kebiasaan tidur. Kepatuhan terhadap hal-hal tersebut
dapat diukur ketika melakukan kunjungan rumah.
Jika hasil yang diharapkan tidak terpenuhi, perawat merevisi tindakan keperawatan
berdasarkan kebutuhan dan pilihan klien. Menemukan terapi yang efektif bergantung pada gangguan
tidur klien, usia dan pola tidur normal. Perawat mendokumentasikan respons klien terhadap terapi
tidur sehingga asuhan yang kontinu dapat dipertahankan. Perawat disebut efektif dalam
meningkatkan tidur dan istirahat jika tujuan asuhan tercapai.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
1. Herdman, T. Heather and Shigemi Kamitsuru. 2018. NANDA-I. EGC: Jakarta
2. Potter Patricia A. and Anne Griffin Perry. 2006. Fundamental Keperawatan. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai