Anda di halaman 1dari 17

TUGAS

KEPERAWATAN MATERNITAS

“ Perawatan Bayi dalam Inkubator dan Fototerapi ”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Maternitas

Dosen Pengampu: Ibu Hj. Ns. Agustine Ramie M.Kep.

Oleh Kelompok 1:

1. Ahmad Rifa’I : P07120118043


2. Dewi Anggraini : P07120118044
3. Lia Apriliana : P07120118075
4. Muhammad Khair : P07120118089
5. Radih : P07120118105

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN

JURUSAN DIII KEPERAWATAN

BANJARBARU

2020
PERAWATAN BAYI DALAM INKUBATOR

A. Persiapan, Prosedur Kerja dan Tahap Terminasi Perawatan Bayi dalm


Inkubator
1. Persiapan Alat :
a. Inkubator
b. Perlak
c. Selimut
d. Termometer
e. Hand scrub
f. Sarung tangan bersih

2. Persiapan Pasien :
a. Perkenalan diri kepada ibu pasien
b. Identifikasi kepada ibu pasien
c. Menjelaskan tujuan kepada ibu pasien.
d. Menjelaskan langkah dan prosedur kerja kepada ibu pasien

3. Persiapan perawat :
a. Cuci tangan
b. Menggunakan hand scrub
c. Memakai sarung tangan bersih

4. Prosedur Kerja
a. Pastikan perawat yang terlibat dalam perawatan ini mampu menggunakan
inkubator dengan benar
Rasional : menghindari terjadinya kesalahan
b. Tentukan suhu yang tepat untuk inkubator berdasarkan usia dan berat badan
bayi
Rasional : untuk mengetahui suhu bayi sebelum di incubator
c. Menyesuaikan suhu inkubator untuk mempertahankan lingkungan suhu
netral (NTE). Inkubator memerlukan pasokan listrik yang tidak terputus.
Hangatkan inkubator sampai suhu yang diinginkan sebelum meletakkan
bayi di dalamnya.
d. Perhatikan lokasi inkubator di ruang bayi. Inkubator harus jauh dari jendela
yang tidak bisa ditutup rapat.
e. Bersihkan kasur dan tutupi dengan lembaran seprai bersih.
f. Pastikan bahwa reservoir air inkubator kosong; bakteri yang berbahaya
dapat berkembang dalam air dan menginfeksi bayi. Membiarkan reservoir
kering tidak akan mempengaruhi fungsi inkubator.
g. Lepaskan pakaian bayi
h. Letakkan hanya satu bayi dalam tiap inkubator.
i. Tutup kap secepat mungkin setelah meletakkan bayi di dalamnya, dan
pertahankan jendela inkubator tetap tertutup setiap saat guna
mempertahankan kehangatan inkubator.
j. Periksa suhu inkubator setiap jam selama delapan jam pertama, dan
kemudian setiap tiga jam
k. Ukur suhu bayi setiap jam selama delapan jam pertama, dan kemudian
setiap tiga jam
l. Suhu neonatus harus dipantau secara berkala, setiap 4 jam atau sesuai
instruksi dokter.
Rasional : untuk mempertahankan suhu tubuh 36,5 – 37,5°C.
m. Jika suhu bayi kurang dan 36,5 °C atau lebih dan 37,5 °C, sesuaikan suhu
inkubator berdasarkan suhu tersebut.
n. Lubang jendela inkubator sedapat mungkin harus digunakan saat melakukan
perawatan neonatus, dan tidak dengan membuka pintu inkubator yang lebih
besar.
o. Berikan bayi kepada ibu segera setelah bayi tidak lagi membutuhkan
perawatan khusus dan prosedur serta terapi yang sering.
5. Tahap Terminasi :
a. Berikan bayi kepada ibunya
b. Jelaskan bahwa perawatan bayi dalam inkubator sudah selesai
c. Sampaikan pada ibu bahwa suhu tubuh bayi sudah normal yaitu 37,5oC
d. Tanyakan apakah ibu ada yang belum paham atau ada yang ingin di
tanyakan
e. Ijin untuk kembali ke ruang jaga perawa

Suhu Inkubator

BERAT LAHIR SUHU INKUBATOR (OC) MENURUT UMUR


35oC 34 oC 33 oC 32 oC
<1500 g 1-10 hari 11hari- 3 minggu 3-5 minggu >5 minggu

1500-2000 g 1-10 hari 11 hari –4 minggu >4 minggu

2100 – 2500 g 1-2 hari 3 hari – 3 minggu >3 minggu

>2500 g 1-2 hari > 2 hari


PEMASANGAN NESTING PADA PERAWATAN BAYI PADA
INKUBATOR

A. Pengertian

Nesting berasal dari kata nest yang berarti sarang. Filosofi ini diambil dari
sangkar burung yang dipersiapkan induk burung bagi anak-anaknya yang baru
lahir, ini dimaksudkan agar anak burung tersebut tidak jatuh dan induk mudah
mengawasinya sehingga posisi anak burung tetap tidak berubah (Bayuningsih,
2011).

Nesting adalah suatu alat yang digunakan diruang NICU/Perinatologi yang


terbuat dari bahan phlanyl dengan panjang sekitar 121 cm-132 cm, dapat
disesuaikan dengan panjang badan bayi yang diberikan pada bayi prematur
atau BBLR. Nesting ditujukan untuk meminimalkan pergerakan pada neonatus
sebagai salah satu bentuk konservasi energi merupakan salah satu bentuk
intervensi keperawatan (Bayuningsih, 2011).

B. Tujuan Penggunaan Nesting

Untuk meminimalkan pergerakan bayi, memberikan rasa nyaman,


meminimalkan stress.

C. Manfaat

Menurut Priya dan Bijlani (2005, dalam Bayuningsih, 2011), manfaat


penggunaan nesting pada neonatus adalah:

1. Memfasilitasi perkembangan neonatus


2. Memfasilitasi pola posisi hand to hand dan hand to mouth pada neonatus
sehingga posisi fleksi tetap terjaga
3. Meminimalisasi kecatatan akibat salah posisi bayi
4. Mencegah komplikasi yang disebabkan pengaruh posisi akibat gravitasi
5. Mendorong perkembangan normal neonatus
6. Mempercepat masa rawat neonatus
D. Kriteria
1. Neonatus (usia 0-28 hari)
2. Prematur atau BBLR

E. Posisi Pada Bayi yang Prematur


1. Supinasi
Indikasi : Bayi prematur yang memiliki kontraindikasi posisi lateral,
pronasi, dan quarter prone.
Langkah :
a. Pertahankan kepala bayi di garis tengah dan tidak menoleh ke satu sisi.
Berikan bantalan halus di leher untuk membantu menopang posisi
kepala.
b. Posisi kepala sedikit fleksi dengan dagu mendekati dada
c. Topang bahu dengan kain hingga posisi bahu sedikit fleksi kearah dada
d. Abduksikan kedua tangan sehingga ujung tangan berada didekat mulut
bayi
e. Posisikan pinggul dan lutut fleksi.
f. Lutut berada di garis tengah sumbu tubuh dan posisi lutut tidak terbuka
keluar (posisi supine B)
g. Posisikan nest untuk dapat menjadi penopang kaki membentuk posisi
fleksi dan menyilang. Rapatkan nest pada bagian terluar tubuh bayi
sehingga tampak bayi terkurung dalam sangkar.
h. Bentangkan kain halus untuk menutupi dada hingga kaki bayi dengan
posisi kain menyilang sumbu tubuh.

2. Pronasi
Indikasi :
a. Bayi prematur dengan Respiratory Distress Syndrome (RDS)
b. Memperbaiki serapan Air Susu Ibu (ASI) melalui OGT
Langkah :

a. Posisikan bayi pronasi


b. Saat membalik posisi dari supinasi ke pronasi, tetap pertahankan posisi
supinasi dengan cara memegang tangan dan kaki bayi selama proses
peralihan posisi
c. Hadapkan kepala pada salah satu sisi dan ubah posisi kepala secara rutin
untuk mencegah deformitas kepala
d. Pinggul dan lutut di fleksikan sehingga membentuk posisi kaki katak.
e. Pastikan posisi pinggul lurus dengan sumbu tubuh dan tidak miring
kesalah satu posisi.
f. Posisikan tangan dan kaki dibawah tubuh bayi dengan posisi ujung
tangan menuju kemuka Berikan bantalan lembut dan tipis dibawah
sternum dan perut untuk mensuport dada bayi bernafas dan mencegah
retraksi bahu.
g. Rapatkan nest sehingga dapat menopang dan mempertahankan bentuk
posisi yang dijelaskan di atas
h. Pemberian posisi ini harus diiringi dengan pemasangan monitor kardio-
respiratori untuk memantau status oksigenasi

3. Quarter prone/semiprone
Indikasi :
a. Bayi prematur dengan Respiratory Distress Syndrome (RDS)
b. Memperbaiki serapan ASI melalui OGT
Langkah :
a. Siapkan linen/ kain panel sebanyak 2 buah
b. Gulung masing-masing kedua kain menjadi kecil
c. Hangatkan kedua tangan sebelum menyentuh tubuh bayi
d. Letakan kain 1 yang sudah di gulung pada bagian satu sisi bayi
e. Posiskan bayi miring kanan atau kiri (sesuaikan kebutuhan bayi)
f. Posisikan sisi Bagian kepala diatas gulungan kain, secara berbarengan
posisikan tangan dan kaki kanan atau kiri seperti memeluk guling namun
posisi hampir seperti prone (tengkurap) Perhatikan tangan bayi fleksi dan
sedekat mungkin dengan mulut dan kaki sedekat mungkin dekat dengan
perut
g. Berikan kain ke 2 yang sudah digulung melingkari bagian kaki dengan
membentuk “U”

4. Lateral
Indikasi :
a. Bayi dengan Gastroesofageal reflux (GER) (dianjurkan lateral kanan)
b. Alternatif posisi dari posisi pronasi pada bayi prematur dengan oksigen-
dependen (RDS)

Langkah :

a. Posisikan bayi lateral kanan ataupun kiri (sesuai indikasi)


b. Pertahankan kepala agar tetap lurus dengan cara memberikan bantalan
disepanjang kepala, tulang belakang (mengikuti sumbu tubuh), hingga
melingkar kedepan dada Posisikan kedua tangan memeluk bantalan
tersebut .
c. Fleksikan lutut
d. Pasang nest dengan rapat sehingga dapat menopang dan
mempertahankan bentuk posisi yang dijelaskan di atas.

F. Langkah – Langkah Penggunaan Nesting


Persiapan
a. Pengkajian sebelum dan sesudah melakukan tindakan
b. Evaluasi tindakan
c. Alat-alat yang dibutuhkan:
1) Bedongan bayi sebanyak 7 buah,
2) erlak dan selotip

Pelaksanaan

a. Lakukan pengkajian awal pada bayi yang dirawat diruang


Perinatologi/NICU khususnya untuk bayi prematur dan BBLR
b. Pengkajian meliputi skala nyeri, TTV serta tindakan-tindakan yang
akan dilakukan.
c. Saat melakukan tindakan perhatikan keadaan umum bayi, bila bayi
dalam keadaan stress dapat ditunjukan dengan tangisan yang
melengking, perubahan warna kulit serta apnoe.
d. Setelah melakukan tindakan berikan sentuhan positif seperti mengelus
ataupun menggendong bayi Setelah bayi dalam kondisi tenang
kemudian letakkan dalam nesting yang sudah dibuat.
e. Cara membuat nesting:
Buat gulungan dari 3 bedongan kemudian ikat kedua ujungnya
sehingga didapatkan 2 gulungan bedongan dari 6 bedongan yang
dipersiapkan. Gunakan selotip untuk merekatkan sisi gulungan
bedongan, 1 gulungan bedong tersebut dibuat setengah lingkaran, jadi
dari 2 gulungan bedongan tersebut terlihat seperti lingkaran, kemudian
bayi diletakkan didalam nest dengan posisi yang sesuai dengan indikasi.

Evaluasi

Setelah melakukan tindakan yang dapat membuat stress pada bayi, bayi
yang terpasang nest tersebut tampak tenang tidak rewel, dan nyaman didalam
nest tersebut.

Kesimpulan

Nesting merupakan salah satu intervensi keperawatan yang ditujukan


untuk meminimalisasi pergerakan pada neonatus sebagai salah satu bentuk
konservasi energi. Neonatus yang diberikan nesting akan teteap pada posisi
fleksi menyarupai posisi janin dalam kandungan.
FOTOTERAPI

A. Definisi
Fototerapi merupakan terapi dengan menggunakan sinar yang dapat dilihat
untuk pengobatan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir. Keefektifan suatu
fototerapi ditentukan oleh intensitas sinar. Adapun faktor yang mempengaruhi
intensitas sinar ini adalah jenis sinar, panjang gelombang sinar, jarak sinar ke
pasien yang disinari, luas permukaan tubuh yang terpapar dengan sinar serta
penggunaan media pemantulan sinar.
Bayi dengan ikterus perlu diamati apakah fisiologis atau akan berkembang
menjadi ikterus patologis. Anamnesis kehamilan dan kelahiran sangat
membantu pengamatan klinik dan dapat menjadi petunjuk untuk melakukan
pemeriksaan yang tepat. Early feeding yaitu pemberian makanan dini pada bayi
dapat mengurangi terjadinya ikterus fisiologik pada bayi.
Sistem fototerapi mampu menghantarkan sinar melalui bolam lampu
fluorcent, lampu quartz, halogen, emisi dioda lampu dan matres optik fiber.
Keberhasilan pelaksanaan fototerapi tergantung dari efektifitas dan minimnya
komplikasi yang terjadi (Stokowski, 2006 dalam Shinta, 2015).

B. Tujuan
Fototerapi merupakan terapi pilihan pertama yang dilakukan terhapa bayi
baru lahir dengan hiperbilirubinemia (Kumar et al, 2010 dalam Shinta, 2015).
Fototerapi merupakan penatalaksanaan hiperbilirubinemia yang bertujuan
untuk menurunkan konsentrasi bilirubin dalam sirkulasi atau mencegah
peningkatan kadar bilirubin.

C. Cara Kerja Fototerapi


1. Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk
yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin.
2. Ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu
isomerisasi.
3. Terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya bernama
lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma melalui empedu.
4. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar
pada manusia.
5. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonyugasi diubah oleh cahaya
menjadi dipyrole yang diekskresikan lewat urin. Foto isomer bilirubin lebih
polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan
melalui empedu.
6. Dari empedu kemudian diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang
bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984).
7. Hanya produk foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin.
8. Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar
Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis
dapat menyebabkan Anemia.

D. Indikasi Fototerapi
Fototerapi direkomendasikan apabila :
1. Kadar bilirubin total 5-8 mg/dl pada bayi dengan berat badan <1500 gram.
2. Kadar 8-12 mg/dl pada bayi dengan berat badan 1500-1999 gram.
3. Kadar 11-14mg/dl pada bayi dengan berat badan 2000-2499 gram.(wong et
al., 2009).

E. Dampak fototerapi akan meningkat jika kadar bilirubin di kulit makin


tinggi
Fototerapi mengubah bilirubin di kapiler superfisial dan jaringan
interstitial dengan reaksi fotokimia dan fotooksidasi menjadi isomer
(isomerisasi struktural dan konfigurasi) secara cepat, yang larut dalam air dan
dapat diekskresi melalui hepar tanpa proses konjugasi sehingga mudah
diekskresi dan tidak toksik. Penurunan bilirubin total paling besar terjadi pada
6 jam pertama.
Faktor yang mengurangi efikasi terapi sinar adalah paparan kulit tidak
adekuat, sumber cahaya terlalu jauh dari bayi (radiasi menurun secara terbalik
dengan kuadrat jarak), lamu flouresens yang terlalu panas menyebabkan
perusakan fosfor secara cepat dan emisi spektrum dari lampu yang tidak tepat.
Idealnya, semua ruang perawatan perinatologi memiliki peralatan untuk
melakukan terapi sinar intensif (Giyatmo, 2011).

F. Evektivitas Fototerapi
1. Jenis Cahaya
Cahaya biru (fluoresens biru) dengan spektrum 460-490 nm merupakan
cahaya yang paling efektif dalam fototerapi karena dapat menembus
jaringan dan diabsorbsi oleh bilirubin (bilirubin menyerap lebih kuar pada
cahaya biru dengan spektrum 460 nm ini).
2. Saluran energi atau imadiance sumber cahaya
Imadiance diukur dengan radiometer atau spektroradiometer dalam satuan
watt/cm¬¬2 atau µ watt/cm¬¬2nm. Sebagai contoh, sumber cahaya (tipe
konvensional atau standar) yang diletakkan ±20 cm diatas bayi dapat
menghantarkan spektrum imadiance, berkisar 8-10 µ watt/cm¬¬2 nm pada
panjang gelombang cahaya 430-490 nm.Adapun cahaya flourenens biru
dapat menghantarkan spektrum imadiance berkisar 30-40 µ watt/cm¬¬2nm.
American academy of pediatriks mendefinisikan intensif fototerapi sebagai
fototerapi dengan spektrum imadiance berkisar 30-40 µ watt/cm¬¬2 nm
yang dapat menjangkau permukaan tubuh bayi dengan lebih luas. (Maisels
& McDonagh, 2008).
3. Jarak antara bayi dengan sumber cahaya dan luasnya area kulit yang
terpajan
Jarak antara bayi dengan sumber cahaya tidak boleh kurang dari 45 cm.
Penelitian terkontrol menyebutkan bahwa semakin luas daerah kulit yang
terpajan, semakin besar reduksi kadar bilirubin total. (Wong et al., 2009).
Efektivitas fototerapi tergantung pada kualitas cahaya yang dipancarkan
lampu (panjang gelombang), intensitas cahaya (iridasi), luas permukaan
tubuh, ketebalan kulit dan pigmentasi, lama paparan cahaya, kadar
bilirubuin total saat awal fototerapi (Sakundarno,2008).
G. Perawatan Bayi Dengan Fototerapi
1. Pasang penutup mata dan pastikan terpasang dengan baik
2. Baringkan bayi tanpa pakaian, kecuali popok/ bilibottom
3. Ubah posisi bayi setiap 3 jam
4. Ketika fototerapi dimulai, periksa kadar bilirubin setiap 24 jam
5. Pantau subuh tubuh bayi
6. Observasi status hidrasi bayi, pantau intake dan output cairan
7. Edukasi dan motivasi orangtua / keluarga bayi
8. Dokumentasikan nama bayi, no RM, tanggal dan jam dimulai dan
selesainya fototerapi, jumlah jam pemakaian alat fototerapi dalam lembar
dkomentasi pemakaian alat.
9. Dokumentasikan pula tanggal dan jam penggunaan fototerapi, tampilan
klinis bayi, dan tindakan lainnya yang dilakukanterkait fototerapi dalam
lembar dokumentasi perawatan bayi

H. Hal-hal yang harus diperhatikan


1. Toksisitas cahaya terhadap retina bayi yang imatur sehingga selama
pemberian fototerapi, penutup mata harus terpasang (Maisels & McDonagh,
2008).
2. Gunakan diapers selama fototerapi untuk melindungi genetalia bayi (Wong
et al., 2009).

I. Durasi Fototerapi
Lamanya durasi fototerapi selah satunya ditentukan oleh nilai total serum
bilirubin saat mulai fototerapi dan fototerapi dihentikan jika nilai total serum
bilirubin mencapai nilai kurang dari 12 mg/dl (Moeslihchan et al, 2004 dalam
Rahmah et al, 2013).

J. Prosedur Pemberian Fototerapi


Persiapan Unit Terapi sinar
1. Hangatkan ruangan tempat unit terapi sinar ditempatkan, bila perlu,
sehingga suhu di bawah lampu antara 38 0C sampai 30 0C.
2. Nyalakan mesin dan pastikan semua tabung fluoresens berfungsi dengan
baik.
3. Ganti tabung/lampu fluoresens yang telah rusak atau berkelip-kelip
(flickering):
a. Catat tanggal penggantian tabung dan lama penggunaan tabung tersebut.
b. Ganti tabung setelah 2000 jam penggunaan atau setelah 3 bulan,
walaupun tabung masih bisa berfungsi.
4. Gunakan linen putih pada basinet atau inkubator, dan tempatkan tirai putih
di sekitar daerah unit terapi sinar ditempatkan untuk memantulkan cahaya
sebanyak mungkin kepada bayi

Pemberian Terapi sinar


1. Tempatkan bayi di bawah sinar terapi sinar
a. Bila berat bayi 2 kg atau lebih, tempatkan bayi dalam keadaan telanjang
pada basinet. Tempatkan bayi yang lebih kecil dalam inkubator.
b. Letakkan bayi sesuai petunjuk pemakaian alat dari pabrik.
2. Tutupi mata bayi dengan penutup mata, pastikan lubang hidung bayi tidak
ikut tertutup. Jangan tempelkan penutup mata dengan menggunakan selotip.
3. Balikkan bayi setiap 3 jam
4. Pastikan bayi diberi makan:
5. Motivasi ibu untuk menyusui bayinya dengan ASI ad libitum, paling kurang
setiap 3 jam:
6. Selama menyusui, pindahkan bayi dari unit terapi sinar dan lepaskan
penutup mata
7. Pemberian suplemen atau mengganti ASI dengan makanan atau cairan lain
(contoh: pengganti ASI, air, air gula, dll) tidak ada gunanya.
8. Bila bayi menerima cairan per IV atau ASI yang telah dipompa (ASI perah),
tingkatkan volume cairan atau ASI sebanyak 10% volume total per hari
selama bayi masih diterapi sinar
9. Bila bayi menerima cairan per IV atau makanan melalui NGT, jangan
pindahkan bayi dari sinar terapi sinar .
10. Perhatikan: selama menjalani terapi sinar, konsistensi tinja bayi bisa
menjadi lebih lembek dan berwarna kuning. Keadaan ini tidak
membutuhkan terapi khusus.
11. Teruskan terapi dan tes lain yang telah ditetapkan:
12. Pindahkan bayi dari unit terapi sinar hanya untuk melakukan prosedur yang
tidak bisa dilakukan di dalam unit terapi sinar .
13. Bila bayi sedang menerima oksigen, matikan sinar terapi sinar sebentar
untuk mengetahui apakah bayi mengalami sianosis sentral (lidah dan bibir
biru)
14. Ukur suhu bayi dan suhu udara di bawah sinar terapi sinar setiap 3 jam. Bila
suhu bayi lebih dari 37,5 0C, sesuaikan suhu ruangan atau untuk sementara
pindahkan bayi dari unit terapi sinar sampai suhu bayi antara 36,5 0C – 37,5
0C.
15. Ukur kadar bilirubin serum setiap 24 jam, kecuali kasus-kasus khusus:
16. Hentikan terapi sinar bila kadar serum bilirubin < 13mg/dL
17. Bila kadar bilirubin serum mendekati jumlah indikasi transfusi tukar,
persiapkan kepindahan bayi dan secepat mungkin kirim bayi ke rumah sakit
tersier atau senter untuk transfusi tukar. Sertakan contoh darah ibu dan bayi.
18. Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa, hentikan terapi sinar setelah 3 hari.
Setelah terapi sinar dihentikan:
19. Observasi bayi selama 24 jam dan ulangi pemeriksaan bilirubin serum bila
memungkinkan, atau perkirakan keparahan ikterus menggunakan metode
klinis.
20. Bila ikterus kembali ditemukan atau bilirubin serum berada di atas nilai
untuk memulai terapi sinar , ulangi terapi sinar seperti yang telah dilakukan.
Ulangi langkah ini pada setiap penghentian terapi sinar sampai bilirubin
serum dari hasil pemeriksaan atau perkiraan melalui metode klinis berada di
bawah nilai untuk memulai terapi sinar.
21. Bila terapi sinar sudah tidak diperlukan lagi, bayi bisa makan dengan baik
dan tidak ada masalah lain selama perawatan, pulangkan bayi.
22. Ajarkan ibu untuk menilai ikterus dan beri nasihat untuk membawa kembali
bayi bila bayi bertambah kuning
Kesimpulan

Hiperbilirubinemia dapat terjadi pada bayi cukup bulan sehat yang


menyusui. Hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan pemberian ASI dapat
berupa breastfeeding jaundice (BFJ) dan breastmilk jaundice (BMJ). Penyebab
BFJ adalah kekurangan asupan ASI, biasanya timbul pada hari ke-2 atau ke-3
pada waktu ASI belum banyak.

Saran

The American Academy of Pediatrics (AAP) tidak menganjurkan


penghentian ASI dan merekomendasikan pemberian ASI terus menerus (minimal
8-10 kali dalam 24 jam). Jadi untuk ibu diharapkan untuk tetap memberikan ASI
kepada bayi.
SUMBER :

Bayuningsih, R. (2011). Efektivitas penggunaan nesting dan posisi prone


terhadap saturasi oksigen dan frekuensi nadi pada bayi prematur di rumah sakit
umum daerah (rsud) kota bekasi. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.

Efendi,Deffi. dkk. (2019). Pemberian posisi (positioning) dan nesting pada


bayi prematur: evaluasi implementasi perawatan di neonatal intensive care unit
(nicu). Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Kosim, M,S., Soetandio, Robert. M Sakundaro. 2008. Dampak Lama


Fototerapi Terhadap Penurunan Kadar Bilirubin Total Pada Hiperbilirubinemia
Neontal.

Shinta P, Tina. 2015. Pengaruh Perubahan Posisi Tidur Pada Bayi Baru Lahir
Hiperbilirubinemia Dengan Total Fototerapi Terhadap Kadar Bilirubin Total

Anda mungkin juga menyukai