Anda di halaman 1dari 121

7.

Tujuan syariat maqaasidusysyariyyah

Setiap aktivitas pasti didalamnya mengandung tujuan. Begitupun sebuah


syariah. Maqashid syariah bila diartikan secara bahasa adalah tujuan syariah. Tujuan
utama dari maqashid syariah adalah merealisasikan kemanfaatan untuk umat manusia
(mashâlih al-’ibâd) baik urusan dunia maupun urusan akhirat mereka. 

Tujuan ini disepakati para ulama karena pada dasarnya tidak ada satupun ketentuan
dalam syarî’ah yang tidak bertujuan untuk melindungi mashlahah. Terlebih syariah
sangat mendorong untuk terciptanya maslahah dalam dua dimensi yaitu dimensi dunia
dan dimensi akhirat. Sehingga substansi dari maqashid syariah sendiri
adalah maslahah. 

Salah satu ulama yaitu Imam Asy-Syatibi merumuskan maqashid syariah ke dalam 5


hal inti. 

Apa saja 5 hal tersebut?

1) Hifdzun ad-diin (Menjaga Agama)

2) Hifdzun an-nafs (Menjaga Jiwa)

3) Hifdzun Aql (Menjaga Akal)

4) Hifdzun Nasl (Menjaga Keturunan)

5) Hifdzun Maal (Menjaga Harta)

8. Akhlak Mahmudah

Yakni akhlak terpuji atau akhlak yang baik. Contohnya: pemaaf, sabar, ikhlas, menepati janji,
qonaah, jujur, penyayang, pemurah, baik hati, husnudzon dan lain sebagainya. Dimana akhlak
mahmudah ini semuanya membawa kebaikan dan tidak merugikan orang lain.

Karena setiap akhlak terpuji ini telah ada tuntunan dan ajarannya baik dalam Al-Qur’an
ataupun Hadits nabi. Dari Imam Malik berkata “setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak
islam ialah malu”. Malu merupakan dasar akhlak manusia, karena dengan memiliki rasa malu
pada Allah SWT maka akan takut untuk melakukan perbuatan-perbuatan tercela dan keji.

Akhlak Madzmumah

Yakni akhlak tercela atau perbuatan yang buruk. Contohnya:

Riya’: Beramal atau melakukan suatu perbuatan baik dengan niat untuk dilihat orang atau
mendapat pujian orang, dengan kata lain riya’ sama artinya dengan pamer.

Sum’ah:  Melakukan perbuatan atau berkata sesuatu agar didengar oleh orang lain dengan
maksud agar namanya dikenal.

Ujub: Mengagumi diri sendiri

Takabur: Membanggakan diri sendiri karena merasa dirinya jauh lebih hebat dibandingkan
orang lain.

Tamak: Serakah atau rakus terhadap apa yang ingin dimiliki.

Malas: Enggan melakukan sesuatu.

Fitnah: Mengatakan sesuatu yang bukan sebenarnya. Memfitnah merupakan salah satu dosa
yang sangat dilarang oleh agama karena fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan.

Bakhil: pelit, medit dan tidak suka membagi atau memberikan sesuatu yang dimiliki pada
orang lain.

9. Adapun hal-hal yang merusak keimanan adalah ;

1. Syirik

Syirik adalah segala keyakinan dan amalan yang semestinya hanya untuk Allah tetapi
dilakukan untuk selain Allah. Syirik akbar (syirik besar) yaitu menyekutukan Allah
dengan mahluknya seperti keyakinan adanya kekuatan selain Allah. Misalnya
menyembah berhala.

Syirik yang seperti ini disebut dengan syirik I’tiqody, artinya syirik karena keyakinan
yang salah, dan juga disebut syirik jali artinya syirik yang nyata dan dikategorikan
sebagai dosa besar. Tidak ada yang bisa menghapus dosa ini selain bertaubat selagi
masih hidup dan menggantinya dengan bertauhid kepada Allah SWT.

Di dalam surat Al-Maidah ayat 72 dijelaskan bahaya syirik I’tiqodi:

“sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata “sesungguhnya


Allah ialah masih putra Maryam” padahal Al-Masih sendiri berkata “
hai bani isra’il sembahlah Allah tuhanku dan tuhanmu”. Sesungguhnya
orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti
Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka,
tidaklah ada bagi orang- orang yang dzalim itu seorang penolongpun
“ (QS Al-Maidah ayat 72).

Syirik asghor (syirik kecil), syirik kecil juga disebut syirik amali karena perbuatan-


perbuatan yang mempunyai tendensi selain Allah atau disebut juga syirik khofi
artinya syirik yang tersembunyi.

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda :

Telah bercerita kepada kami Yunus telah bercerita kepada kami Laits
dari Yazid bin Al Had dari 'Amru dari Mahmud bin Labid bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya yang
paling aku khawatirkan dari kalian adalah syirik kecil.” Mereka
bertanya: Apa itu syirik kecil wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: “Riya`,
Allah 'azza wajalla berfirman kepada mereka pada hari kiamat saat
orang-orang diberi balasan atas amal-amal mereka: Temuilah orang-
orang yang dulu kau perlihat-lihatkan di dunia lalu lihatlah apakah
kalian menemukan balasan disisi mereka?” telah bercerita kepada kami
Ibrahim bin Abu Al 'Abbas telah bercerita kepada kami 'Abdur
Rahman bin Abu Az Zinad dari 'Amru bin Abu 'Amru dari 'Ashim bin
'Umar Azh Zhafari dari Mahmud bin Labid bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya yang paling aku
khawatirkan dari kalian” lalu ia menyebut makna hadits. (Ahmad -
22523)

Larangan syirik ashgor termaktub dalam surat Al- Kahfi ayat 110 :

Katakanlah sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang


diwahyukan kepadaku bahwa sesungguhnya tuhan kamu adalah Tuhan
yang ESA
barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya (QS
Al-Kahfi 110)

Bahaya syirik ashgor diterangkan dalam dalil-dalil naqli surat Al-Furqan ayat 23 :

Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan
amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan” (QS Al-Furqan 23)

2. Melakukan sihir

Sihir yang dimaksud dalam bahasan ini adalah tata cara yang bertujuan merusak
rumah tangga orang lain atau menghancurkan orang lain dengan jalan meminta
bantuan kepada setan. Hal ini termasuk perbuatan terlarang dan dosa besar. Firman
Allah SWT :

Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa
kerajaan sulaiman) dan mereka mengatakan bahwa sulaiman itu
mengerjakan sihir),
padahal sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-
syaitanlah yang kafir (mengerjakan sihir). Merek mengajarkan sihir
kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada apa yang diturunkan
kepada malaikat di negri babil yaitu harut dan marut, sedangkan
keduanya tidak mengerjakan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum
mengatakan : “sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu
janganlah kamu kafir “ maka kami mempelajari dari kedua malaikat itu
apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang
(suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi
mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin
Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi manfaat.
Demi sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang
telah menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya
keuntungan diakhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual
dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui” (QS Al-Baqarah :
102)

Tidak diragukan lagi bahwa sihir termasuk dosabesar dan hukumnyapun sangat berat,
yakni dipenggal dengan pedang. Sebagaiman sabda Rosulullah SAW yang
diriwayatkan oleh turmudzi :

“hukuman bagi tukang sihir itu adalah dipenggal dengan pedang” (HR
Turmudzi)

Menurut hadits yang diriwayatkan secara marfu’ oleh ibnu mas’ud, perbuatan yang
temasuk sihir adalah memohon kekuatan pada alam, mempercayai bahwa benda-
benda tertentu dapat menolak dari gangguan pada diri, dan juga memalingkan hati
perempuan agar menyukainya.

Sihir dikatakan merusak, sebab sasaran sihir antara lain :

 Mempengaruhi hati dan badan seseorang, untuk di sakiti atau di bunuh.


 Memusnahkan harta benda seseorang.
 Memutuskan ikatan kasih sayang seseorang dengan suami istri atau anak atau
dengan anggota keluarga lainnya.

3. Memakan harta riba

Riba menurut bahasa berasal dari kata “rabaa- yarbuu” yang artinya tambahan,
sedangkan mengenai definisi riba menurut syara’ para ulama berbeda pendapat. Akan
tetapi secara umum riba diartikan sebagai utang piuitang atau pinjam meminjam
atau barang yang disertai dengan tambahan bunga. Agama islam dengan tegas
melarang umatnya memakan riba, sebagaimana firman Allah SWT:

Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan


berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keberuntungan Peliharalah dirimu dari api neraka, yang
disediakan untuk orang-orang yang kafir (QS Al-Imran : 130)

Hal itu dikarenakan merugikan dan mencekik pihak yang berhutang. Ia diharuskan
membayar dengan bunga yang berlipat. Seandainya terlambat membayar, bunganya
pun akan terus berlipat. Perbuatan seperti itu banyak dilakukan di zaman jahiliyah dan
para ulama menyebutnya istilah riba nasi’ah. Adapun bentuk riba lainnya adalah riba
fadhal yaitu menukar barang dengan barang sejenis, namun salah satunya
lebih banyak atau lebih sedikit dari pada yang lainnya.

Dari Abu sa’id Al-Khudri ra (beliau berkata) : sesungguhnya


Rosulullah SAW bersabda : janganlah kalian menjual emas dengan
emas, kecuali sama timbangan beratnya dan dan janganlah kalian
melebihkan sebagian dari sebagian yang lain; dan janganlah kalian
menjual perak, dengan perak kecuali sama berat timbangannya, dan
janganlah kamua melebihkan sebagian dari sebagiannya; dan janganlah
kalian menjual yang tempo (utang) dengan yang tunai (Muttafaqun
alaih)

4. Membunuh jiwa manusia

Maksud membunuh dalam pembahasan ini adalah membunuh jiwa yang diharamkan
tanpa hak dengan sengaja (QS. 25 :68-70). Orang yang berbuat seperti itu akan
dimasukkan keneraka jahannam dan kekal didalamnya sebagaimana firman Allah
SWT:

Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja


maka balasannya adalah jahannam, kekal ia didalamnya dan Allah
murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang
besar baginya (QS An-Nisa :93)

Sebagaimana halnya perbuatan musyrik membunuh orang mukmin tanpa sengaja juga
termasuk dosa yang kemungkinan besar tidak akan dapat ampunan Nya,
Rasulullah SAW bersabda :

Telah menceritakan kepada kami Shafwan bin Isa berkata; telah


Mengabarkan kepada kami Tsaur bin Yazid dari Abu Aun dari Abu
Idris berkata; saya mendengar Mu’awiyah -dan dia jarang
menyampaikan hadis dari Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam
berkata–, saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam
bersabda: “Semua dosa akan diampuni oleh Allah kecuali seorang laki-
laki yang meninggal dalam keadaan kafir atau seorang laki-laki yang
membunuh mukmin lainnya dengan sengaja.” (Ahmad - 16302)

5. Memakan harta anak yatim

Anak yatim adalah anak yang ditinggal mati oleh ayahnya atau ia masih kecil atau
dengan kata lain ditingggal mati oleh orang yang menanggung nafkahnya. Memakan
harta anak yatim dilarang apabila dilakukan secara dzalim. Sepeti firman Allah SWT :

Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anaka yatim secara


zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan
mereka akan masuk kedalam api yang menyala-nyala (neraka) (QS
An-Nisa: 10)

Dengan demikian apabila dilakukan dengan cara yang patut (baik) orang yang
memelihara anak yatim boleh mengambil sedikit harta anak tersebut (QS. 6: 512)
yaitu menambil sebatas biaya pemeliharaanya. Itupun kalau sinak sudah beranjak
dewasa. Akan tetapi, apabila mampu, sebaiknya dia tidak mengambil harta anak yatim
tersebut (QS. 4: 6)

6. Melarikan diri dari perang (jihad)

Kata al-jihad secara bahasa berasal dari kata jahadtu jihadan, artinya saya telah
berjuang keras. Adapun secara istilah jihad adalah berjuang dengan mengeluarkan
seluruh daya dan upaya memerangi kaum kafir dan pemberontak.
Islam mewajibkan kepada umatnya untuk memelihara, menjaga, membela agamanya,
serta mempertahankan agamanya. Jika islam diperangi musuh, umat islam wajib
berperang

Orang yang lari dari perang atau jihad telah menipu dirinya sendiri dan telah
berkhianat kepada Allah SWT dan dia dianggap tidak meyakini kemahakuasaan Allah
SWT yang senantiasa menolong setiap hambaNYA yang berjuang menegakkan
agama Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT :

Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) diwaktu itu,


kecuali berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan diri
dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali
dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya
ialah neraka jahannam dan amat buruklah tempat kembalinya” (QS Al-
Anfal : 16)

7. Menuduh wanita mukminat yang baik-baik berzina (qadzaf)

Al-qadzaf secara bahasa artinya menuduh, sedangkan menurut istilah adalah menuduh
seseorang berzina sehingga ia harus dijatuhi hukuman had.

Perempuan baik-baik dalam islam ialah seorang mukminat yang senantiasa taat


kepada Allah SWT dan menjaga kehormatannya dari perbuatan keji (zina).apabila
wanita seperti itu dituduh berzina tanpa disertai syarat yang telah ditetapkan syara’
seperti mendatangkan empat saksi dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri,
maka penuduhnya wajib didera delapan puluh kali dan kesaksiannya tidak boleh
diterima selama-lamanya. Allah SWT berfirman :

“dan orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik (berbuat zina)


dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah
mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah
kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka
itulah orang- orang yang fasik” (QS An-Nur : 4).

10.

Substansi da
n Strategi D
akwah Rasu
lullah Perio
de Makkah 
1) Substansi da
kwah Rasululla
h SAW
 Substansi ajara
n Islam periode 
Makkah, yang d
idakwahkan Ras
ulullah SAW di 
awal kenabiann
ya adalah sebag
ai berikut : a) K
eesaan Allah S
WT Islam meng
ajarkan bahwa p
encipta dan pem
elihara alam se
mesta adalah Al
lah SWT, Tuhan 
Yang Maha Esa. 
Allah SWT tem
pat bergantung s
egala apa saja d
an makhluk-
Nya, tidak beran
ak dan tidak dip
eranakkan, serta 
tidak ada selain 
Allah SWT, yan
g menyamai-
Nya (baca dan  
pelajari QS. A1-
Ikhlas, 112: 1-
4). Umat manusi
a harus beribada
h atau mengham
bakan diri hanya 
kepada Allah S
WT. Beribadah 
atau menyemba
h kepada selain 
Allah SWT, ter
masuk ke dalam 
perilaku syirik, 
yang hukumnya 
haram, dan mer
upakan dosa yan
g paling besar (l
ihat Q.S An-
 Nisa’,
4: 48).  b) Hari 
Kiamat sebagai 
hari pembalasan 
Islam mengajark
an bahwa mati y
ang dialami oleh 
setiap manusia, 
bukanlah akhir 
kehidupan, tetap
i merupakan aw
al dan kehidupa
n yang panjang, 
yakni kehidupan 
di alam kubur d
an di alam akhir
at.Manusia yang 
ketika di dunian
ya taat beribada
h, giat beramal s
aleh, dan senanti
asa berbudi  pek
erti yang terpuji, 
tentu akan mem
peroleh balasan 
yang menyenan
gkan. Di alam k
ubur akan mem
peroleh berbagai 
kenikmatan dan 
di alam akhirat a
kan ditempatkan 
di surga yang pe
nuh dengan hal-
hal yang memua
skan. Tetapi ma
nusia yang ketik
a di dunianya du
rhaka kepada Al
lah SWT dan ba
nyak berbuat jah
at, tentu setelah 
matinya akan m
endapat siksa ku
bur dan dicampa
kkan ke dalam n
eraka yang penu
h dengan berbag
ai macam siksaa
n. (Baca dan pel
ajari Q.S. Al-
Qari’ah, 101: 1
-11)c) Kesucian 
jiwa Islam meny
erukan umat ma
nusia agar senan
tiasa berusaha m
enyucikan jiwan
ya dan melarang 
keras mengotori
nya. Seseorang 
dianggap suci ji
wanya apabila s
elama hayat di k
andung badan se
nantiasa berima
n dan bertakwa 
atau meninggalk
an segala perbua
tan dosa, dan di
anggap mengoto
ri jiwanya apabi
la durhaka pada 
Allah SWT dan 
banyak berbuat 
dosa. Sungguh b
eruntung orang 
yang senantiasa 
memelihara kes
ucian jiwanya, d
an alangkah rugi
nva orang yang 
mengotori jiwan
ya (baca Q.S. A
sy-Syams, 91: 9
-10). 
Artinya : “Sesun
gguhnya berunt
unglah orang ya
ng mensucikan j
iwa itu, dan Ses
ungguhnya mer
ugilah orang ya
ng mengotoriny
a”.
 d) Persaudaraan 
dan Persatuan P
ersaudaraan me
mpunyai hubun
gan yang erat de
ngan persatuan, 
bahkan persauda
raan landasan  b
agi terwujudnya 
persatuan.Islam 
mengajarkan ba
hwa sesama ora
ng beriman adal
ah bersaudara. 
Mereka dituntut 
untuk saling me
ncintai dan saya
ng-menyayangi, 
di bawah naung
an rida Ilahi. Ra
sulullah SAW 
 bersabda: “Tida
k dianggap beri
man seorang M
uslim di antara k
amu, sehingga i
a mencintai sau
daranya, seperti 
rnencintai diriny
a.” (H.R. Bukha
ri, Muslim, Ah
mad, dan  Nasa’
i).
 Selain itu sesa
ma umat Islam, 
hendaknya salin
g menolong dala
m kebaikan dan 
ketakwaan,  jan
gan sekali-kali t
olong-menolong 
dalam dosa serta 
permusuhan. Ja
ngan saling men
ganiaya dan  jan
gan pula membi
arkan saudarany
a yang teraniaya 
tanpa diberikan 
pertolongan. Se
dangkan umat Is
lam yang mamp
u disuruh untuk 
memberikan per
tolongan kepada 
saudaranya yang 
du’afa, yakni pa
ra fakir miskin d
an anak 
-anak yatim tela
ntar (baca dan p
elajari Q.S. Al-
Ma’un,
107: 1-7). 
 

2) Strategi dak
wah Rasulullah 
SAW.
 Tujuan dakwah 
Rasulullah SA
W pada periode 
Mekah adalah a
gar masyarakat 
Arab meninggal
kan kejahiliahan
nya di bidang ag
ama, moral, dan 
hukum. Sehingg
a menjadi umat 
yang meyakini k
ebenaran kerasu
lan Nabi Muha
mmad SAW dan 
ajaran Islam yan
g disampaikann
ya, kemudian m
engamalkannya 
dalam kehidupa
n sehari-hari. Jik
a masyarakat Ar
ab telah menga
malkan seluruh 
ajaran Islam den
gan niat ikhlas k
arena Allah SW
T dan sesuai den
gan petunjuk-
petunjuk Rasulu
llah SAW, tentu 
mereka akan me
mperoleh kesela
matan, kedamai
an, dan kesejaht
eraan di dunia d
an di akhirat. A
dapun strategi d
akwah Rasululla
h SAW dalam b
erusaha mencap
ai tujuan yang lu
hur tersebut seb
agai berikut: a) 
Dakwah secara 
sembunyi-
sembunyi selam
a 3-4 tahun. Car
a ini ditempuh o
leh Rasulullah S
AW karena beli
au begitu yakin, 
bahwa masyarak
at Arab  jahiliah
, masih sangat k
uat mempertaha
nkan kepercayaa
n dan tradisi war
isan leluhur mer
eka. Sehingga m
ereka bersedia b
erperang dan rel
a mati dalam me
mpertahankanny
a. Pada masa da
kwah secara se
mbunyi-
sembunyi ini, R
asulullah SAW 
menyeru untuk 
masuk Islam, or
ang-orang yang 
berada di lingku
ngan rumah tan
gganya sendiri d
an kerabat serta 
sahabat dekatny
a. Mengenai ora
ng-orang yang t
elah memenuhi 
seruan dakwah 
Rasulullah SA
W tersebut adal
ah : 1. Khadijah 
binti Khuwailid 
(istri Rasulullah 
SAW, wafat tah
un ke-10 dari ke
nabian), 2. Ali b
in Abu Thalib (s
audara sepupu R
asulullah SAW, 
masuk Islam saa
t berusia 10 tahu
n), 3. Zaid bin H
aritsah (anak an
gkat Rasulullah 
SAW, wafat tah
un 8 H = 625 M
), 4. Abu Bakar 
Ash-Shiddiq (sa
habat dekat Ras
ulullah SAW, ya
ng hidup dan tah
un 573 
 – 
 634 M), 5. Um
mu Aiman (pen
gasuh Rasululla
h SAW pada wa
ktu kecil). Sesua
i dengan ajaran I
slam, bahwa ber
dakwah bukan h
anya kewajiban 
Rasulullah SA
W, tetapi  juga k
ewajiban para p
engikutnya (um
at Islam), maka 
Abu Bakar Ash-
Shiddiq, seoran
g saudagar kaya, 
yang dihormati 
dan disegani ba
nyak orang. Kar
ena budi bahasa
nya yang halus, 
ilmu  pengetahu
annya yang luas, 
dan pandai berg
aul telah menela
dani Rasuliillah 
SAW, yakni  be
rdakwah secara 
sembunyi-
sembunyi. 
Usaha dak’wah 
Abu Bakar Ash
-Shiddiq berhasi
l karena ternyata 
beberapa orang 
kawan dekatnya 
menyatakan diri 
masuk Islam, m
ereka adalah : (1
) Abdurrahman 
bin Auf , sebelu
mnya bernama 
Abdul Amar dar
i Bani Zuhrah, 
Abdul Amar  be
rarti hamba mili
k si Amar. Kare
na Islam melara
ng perbudakan, 
kemudian nama 
itu diganti oleh 
Rasulullah SA
W menjadi Abd
urrahman bin A
uf, yang artinya 
hamba Allah S
WT Yang Maha 
Pengasih. (2) A
bu Ubaidah bin 
Jarrah dan Bani 
Hari. (3) Utsma
n bin Affan. (4) 
Zubair bin Awa
m. 
(5) Sa’ad bin Ah
u Waqqas.
 (6) Thalhah bin 
Ubaidillah. Ora
ng-orang yang 
masuk Islam, pa
da masa dakwah 
secara sembunyi
-sembunyi, yang 
namanya sudah 
disebutkan di at
as disebut Assab
iqunal Awwalun 
(pemeluk Islam 
generasi awal).  
b) Dakwah Seca
ra terang-
terangan Dakwa
h secara terang-
terangan ini dim
ulai sejak tahun 
ke-4 dari kenabi
an, yakni setelah 
turunnya wahyu 
yang berisi peri
ntah Allah SWT 
agar dakwah itu 
dilaksanakan se
cara terang-
terangan. Wahy
u tersebut berup
a ayat Al-
Qur’an Surah 26

214-216 (coba k
amu cari dan  pe
lajari).Tahap-
tahap dakwah R
asulullah SAW 
secara terang-
terangan ini anta
ra lain sebagai b
erikut : 1) Meng
undang kaum ke
rabat keturunan 
dari Bani Hasyi
m, untuk mengh
adiri jamuan ma
kan dan mengaj
ak mereka agar 
masuk Islam. w
aktu itu mereka 
belum menerim
a Islam sebagai 
agama mereka. 
Namun ada 3 or
ang kerabat dari 
kalangan Bani 
Hasyim yang se
benarnya sudah 
masuk Islam, tet
api merahasiaka
n keislamannya, 
pada waktu itu d
engan tegas men
yatakan keislam
annya. Mereka a
dalah Ali bin Ab

Thalib, Ja’far bi
n Abu Thalib, d
an Zaid bin Hari
tsah.
 
 
2) Rasulullah S
AW mengumpul
kan para pendud
uk kota Mekah, 
terutama yang b
erada dan 
 bertempat tingg
al di sekitar Ka’
bah untuk berku
mpul Bukit Shaf
a, yang letaknya 
tidak jauh dan K
a’bah. Rasululla
h SAW me
mberi peringata
n kepada semua 
yang hadir agar 
segera meningg
alkan penyemba
han terhadap ber
hala-berhala dan 
hanya menyemb
ah atau mengha
mbakan diri kep
ada Allah SWT, 
Tuhan Yang Ma
ha Esa, Pencipta 
dan Pemelihara 
alam semesta. R
asulullah SAW j
uga menegaskan
, jika peringatan 
yang disampaik
annya itu dilaks
anakan tentu ak
an meraih rida Il
ahi bahagia di d
unia dan di akhi
rat. Tetapi apabi
la  peringatan it
u diabaikan tent
u akan mendapa
t murka Allah S
WT, sengsara di 
dunia dan di akh
irat. Menanggap
i dakwah Rasulu
llah SAW terseb
ut di antara yang 
hadir ada kelom
pok yang menol
ak disertai teriak
an dan ejekan, a
da kelompok ya
ng diam saja lal
u pulang. Bahka
n Abu Lahab, b
ukan hanya men
gejek tetapi bert
eriak-teriak bah
wa Muhammad 
orang gila, seray
a ia 
 berkata “Celaka
lah engkau Muh
ammad, untuk i
nikah engkau m
engumpulkan ka
mi?” Sebagai 
 balasan terhada
p kutukan Abu 
Lahab itu turunl
ah ayat Al- 
Qur’an yang ber
isi kutukan Alla

SWT terhadap 
Abu Lahab, yak
ni Surat Al-
Lahab, 111: 1-5 
(coba kamu cari 
dan pelajari ayat 
Al-
Qur’an tersebut)
.
 Pada periode da
kwah secara tera
ng-terangan ini j
uga telah menya
takan diri masuk 
Islam dua orang 
kuat dari kalang
an kaum kafir Q
uraisy, yaitu Ha
mzah bin Abdul 
Muthalib (pama
n Nabi SAW) da
n Umar bin Kha
ttab. Hamzah bi
n Abdul Muthali
b masuk Islam p
ada tahun ke-6 d
ari kenabian sed
angkan Umar bi
n Khattab (581-
644 M), tidak la
ma setelah seba
gian kaum Musl
imin berhijrah k
e Habasyah atau 
Ethiopia pada ta
hun 615 M. 3) R
asulullah SAW 
menyampaikan 
seruan dakwahn
ya kepada para 
penduduk di lua
r kota Mekah. S
ejarah mencatat 
bahwa pendudu
k di luar kota M
ekah yang masu
k Islam antara la
in : (a) Abu Zar 
Al-Giffari, seora
ng tokoh dan ka
um Giffar, yang 
bertempat tingg
al di sebelah bar
at laut Mekah at
au tidak jauh dar
i laut Merah, me
nyatakan diri di 
hadapan Rasulul
lah SAW masuk 
Islam. Keislama
nnya itu kemudi
an diikuti oleh k
aumnya. (b) Tuf
ail bin Amr Ad-
Dausi, seorang p
enyair terpandan
g dari kaum Dau
s yang bertempa
t tinggal di wila
yah barat kota 
Mekah, menyata
kan diri masuk I
slam di hadapan 
Rasulullah SA
W. Keislamann
ya itu diikuti ole
h bapak, istri, ke
luarganya, serta 
kaumnya. (c) Da
kwah Rasulullah 
SAW terhadap p
enduduk Yatsrib 
(Madinah), yang 
datang ke Meka
h untuk berziara
h nampak berha
sil. Berkat cahay
a hidayah Allah 
SWT, para pend
uduk Yatsrib, se
cara bergelomba
ng telah masuk I
slam di hadapan 
Rasulullah SA
W. Gelombang 
pertama tahun 6
20 M, telah mas
uk Islam dari su
ku Aus dan Kha
zraj sebanyak 6 
orang. Gelomba
ng kedua tahun 
621 M, sebanya
k 13 orang dan 
pada gelombang 
ketiga tahun ber
ikutnya lebih ba
nyak lagi. Pada 
gelombang ketig
a ini telah datan
g ke Mekah unt
uk berziarah dan 
menemui Rasul
ullah SAW, uma
t Islam pendudu
k Yatsrib yang j
umlahnya menc
apai 73 orang di 
antaranya 2 oran
g wanita. Waktu 
itu ikut pula ber
ziarah ke Mekah
, orang-orang Y
atsrib yang belu
m masuk Islam. 
Di antaranya Ab
u Jabir Abdullah 
bin Amr, pimpin
an kaum Salama
h, yang kemudia
n menyatakan di
ri masuk Islam d
i hadapan Rasul
ullah SAW. Pert
emuan umat Isla
m Yatsrib denga
n Rasulullah SA
W pada gelomb
ang ketiga ini, te
rjadi pada tahun 
ke-13 dari kena
bian dan mengh
asilkan B
ai’atul Aqabah. 
Isi Bai’atul Aqa
bah tersebut 
merupakan pern
yataan umat Isla
m Yatsrib bahw
a mereka akan 
melindungi dan 
membela Rasulu
llah SAW. Wala
upun untuk itu 
mereka harus m
engorbankan ten
aga, harta, bahk
an jiwa. Selain i
tu, mereka mem
ohon kepada Ra
sulullah SAW d
an para pengikut
nya agar berhijr
ah ke Yatsrib.
Setelah terjadin
ya peristiwa Bai
’atul Aqabah itu
, kemudian Rasu
lullah SAW me
nyuruh para 
sahabatnya yakn
i orang-orang Isl
am yang bertem
pat tinggal di M
ekah, untuk sege
ra berhijrah ke 
Yatsrib. Para sa
habat Nabi SA
W melaksanaka
n suruhan Rasul
ullah SAW terse
but. Mereka  ber
hijrah ke Yatsri
b secara diam-
diam dan sedikit 
demi sedikit, se
hingga dalam w
aktu dua bulan s
ebanyak 150 ora
ng umat Islam p
enduduk Mekah 
telah berhijrah k
e Yatsrib. Sedan
gkan Nabi Muh
ammad SAW, A
bu Bakar Ash-
Shiddiq r.a., dan 
Ali bin Abu Tha
lib masih tetap ti
nggal di Mekah, 
menunggu perin
tah dari Allah S
WT untuk berhij
rah. Setelah data
ng  perintah dari 
Allah SWT, ke
mudian Rasulull
ah SAW berhijr
ah bersama Abu 
Bakar Ash-
Shiddiq 
 

r.a., meninggalk
an kota Mekah t
empat kelahiran
nya menuju Yat
srib. Peristiwa h
ijrah Rasulullah 
SAW ini terjadi 
pada awal bulan 
Rabiul Awal tah
un pertama hijrh 
(622 M). Sedan
gkan Ali bin Ab
u Thalib, tidak i
kut berhijrah ber
sama Rasulullah 
SAW, karena be
liau disuruh Ras
ulullah SAW un
tuk mengembali
kan barang-
barang orang lai
n yang dititipka
n kepadanya. Se
telah  perintah R
asulullah SAW i
tu dilaksanakan, 
kemudian Ali bi
n Abu Thalib m
enyusul Rasulull
ah SAW berhijr
ah ke Yat
11. Sumber pokok ajaran islam

1. Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kalamullah yang berisikan firman-firman Allah,


diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu mukjizatnya melalui
perantara malaikat Jibril. Al-Qur’an yang merupakan kitab suci umat Islam yang
berisikan tentang aqidah, ibadah, hukum, peringatan, kisah-kisah dan isyarat
pengembangan iptek yang dijadikan sebagai acuan dan pedoman hidup bagi umat
Nabi Muhamad SAW.

“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan


berbahasa Arab, agar kamu memahaminya“. (QS. Yusuf: 2)

2. Hadits (Sunnah)

Merupakan sumber ajaran Islam yang kedua. Sunnah merupakan kebiasaan yang
dilakukan oleh Rasulullah baik dari segi perkataan, perbuatan maupun ketetapan atau
persetujuan Rasulullah terhadap apa yang dilakukan oleh para sahabatnya.

Menurut ulama Salaf, As-Sunnah ialah petunjuk yang dilakukan oleh Rasulullah dan
para sahabatnya, baik tentang ilmu, i’tiqad (keyakinan), perkataan maupun
perbuatannya.

As-Sunnah berfungsi untuk memperjelas, menafsirkan isi atau kandungan dari ayat-
ayat Al-Qur’an dan memperkuat pernyataan ayat-ayat Al-Qur’an serta
mengembangkan segala sesuatu yang samar-samar atau bahkan tidak ada
ketentuannya di dalam Al-Qur’an.

Macam-macam Hadits atau Sunnah

Hadits atau sunnah dilihat dari segi bentuknya, diantaranya:

 Qauliyah yakni semua perkataan Rasulullah


 Fi’liyah yakni semua perbuatan Rasulullah
 Taqririyah yakni penetapan, persetujuan dan pengakuan Rasulullah
 Hammiyah yakni sesuatu yang telah direncanakan oleh Rasulullah dan telah disampaikan
kepada para sahabatnya untuk dikerjakan namun belum sempat dikerjakan dikarenakan telah
datang ajalnya.

Hadits atau sunnah dilihat dari segi jumlah orang yang


menyampaikannya, diantaranya:

 Mutawatir yaitu hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak


 Masyhur yaitu diriwayatkan oleh banyak orang, namun tidak sampai (jumlahnya) kepada
derajat mutawatir
 Ahad yaitu diriwayatkan hanya oleh satu orang saja.

Hadits atau sunnah dilihat dari segi kualitasnya, diantaranya:

 Shahih yakni hadits yang benar dan sehat tanpa ada keraguan atau kecacatan.
 Hasan yakni hadits yang baik, memenuhi syarat seperti hadits shahih, letak
perbedaannya hanya dari segi kedhobitannya (kuat hafalan). Hadits shahih kedhobitannya lebih
sempurna daripada hadits hasan.
 Dhaif yakni hadits yang lemah.
 Maudhu yakni hadits yang palsu atau dibuat-buat.
3. Ijtihad

Ijtihad yaitu mengerahkan segala kemampuan berpikir secara maksimal untuk


mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara’ yaitu Qur’an dan hadits. Ijtihad
dapat dilakukan jika ada suatu masalah yang hukumnya tidak terdapat di dalam Al-
Qur’an maupun  hadits, maka dapat dilakukan ijtihad dengan menggunakan akal
pikiran dengan tetap mengacu dan berdasarkan pada Al-Qur’an dan  hadits.

Macam-macam Ijtihad

 Ijma’
Yaitu kesepakatan para ulama (mujathid) dalam menetapkan suatu hukum-hukum berdasarkan
Al-Qur’an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. Keputusan bersama yang dilakukan oleh
para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Adapun hasil dari
ijma’ adalah fatwa, yakni keputusan bersama para mujtahid yang berwenang untuk diikuti
seluruh umat.
 Qiyas
Yaitu menggabungkan atau menyamakan. Artinya menetapkan suatu hukum atau suatu perkara
yang baru muncul, yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalam
sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama.
Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal-hal yang ternyata belum
ditetapkan pada masa-masa sebelumnya.
 Istihsan
Yaitu tindakan meninggalkan satu hukum kepada hukum lainnya disebabkan karena adanya suatu
dalil syara’ yang mengharuskan untuk meninggalkannya. Berbeda dengan Al-Quran, Hadits, Ijma’
dan Qiyas yang kedudukannya sudah disepakati oleh para jumhur ulama sebagai sumber hukum
Islam. Istihsan ini adalah salah satu cara yang digunakan hanya oleh sebagian ulama saja.
 Maslahah Mursalah
Yakni kemaslahatan yang tidak disyari’atkan oleh syar’i dalam wujud hukum, dalam rangka
menciptakan kemaslahatan, disamping tidak terdapat dalil yang membenarkan atau
menyalahkan.
 Sududz Dzariah
Yakni tindakan dalam memutuskan sesuatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi
kepentingan dan kemaslahatan umat.
 Istishab
Yakni menetapkan ssuatu keadaan yang berlaku sebelumnya hingga adanya dalil yang
menunjukkan adanya perubahan keadaan itu. Atau menetapkan berdasarkan hukum yang
ditetapkan pada masa lalu secara abadi berdasarkan keadaan, hingga terdapat dalil yang
menunjukkan adanya perubahan.
 Urf
Yaitu segala sesuatu yang sudah dikenal oleh manusia karena telah menjadi kebiasaan, adat atau
tradisi baik bersifat perkataan, perbuatan atau dalam kaitannya dengan meninggalkan perbuatan
tertentu.

12. Konsep ijtihad

Secara etimologi, Ijtihad diambil dari kata al-jahd atau al-juhd, yang berarti al-


masyaqat (kesulitan dan kesusahan) dan at-thaqat (kesanggupan dan kemampuan). Ini
bermakna usaha lebih kuat dan bersungguh-sungguh. Oleh sebab itu, Ijtihad berarti
usaha keras atau pengerahan daya upaya. Sedangkan definisi Ijtihad secara
terminologi adalah

‫عمليّة استنباط اآلحكام ال ّشرعيّة من أدلّتها التّفصيليّة فى ال ّشريعة‬

“Aktivitas untuk memperoleh pengetahuan (istinbath) hukum syara’ dari dalil


terperinci dalam syari’at.”

Dengan kata lain, Ijtihad ialah pengerahan segala kesanggupan seorang faqih (pakar
fiqih Islam) untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui dalil
syara’ (agama).[

Konsep Ijtihad dan Perkembangannya


Telah kita ketahui bahwa Ijtihad telah berkembang sejak zaman Rasulullah saw.
Sepanjang fiqih mengandung “pengertian tentang hukum syara’ yang berkaitan
dengan perbuatan mukallaf”, maka Ijtihad akan terus berkembang. Perkembangan itu
berkaitan dengan perbuatan manusia yang selalu berubah-ubah, baik bentuk maupun
macamnya.dalam hubungan inilah, Asy-Syahrastani mengatakan bahwa kejadian-
kejadian, dan kasus-kasus dalam peribadatan dan muamalah termasuk yang tidak
dapat dihitung. Secara pasti diketahui bahwa tidak setiap kasus terdapat nash-nya.
Apabila nash-nya sudah berakhir, sedangkan kejadian-kejadiannya berlangsung terus
menerus tanpa terbatas; dan tatkala sesuatu terbatas tidak dapat mungkin mengikuti
sesuatu yang terbatas, maka qiyas wajib dipakai sehingga setip kasus ada Ijtihad
mengenainya.

Dalam masalah fiqih, Ijtihad bi Ar-ra’yutelah ada sejak zaman Rasulullah saw. Umar
Ibn Khattab sering menggunakan ijtihad ini apabila ia tidak menemukan ketentuan
hukum dalam al-Qur’an dan Hadits.demikian pula para sahabat lainnya dan para
tabi’in sehingga pada perkembangan selanjutnya muncul dua golongan yang dikenal
dengan golongan ahl ar-ra’yu sebagai bandingan golongan ahli hadits. Umar sendiri
dipandang sebagai pemuka ahl ar-ra’yu.

Demikianlah penggunaan ra’yu terus berlangsung secara alami. Pada zaman imam


Syafi’i, cara penggunaan ra’yu itu disistematiskan sehingga ada kerangka acuan yang
jelas, seperti apa yang dikenal dengan metode al-qiyas (analogi). Imam Syafi’i yang
mula-mula meletakkan persyaratan qiyas yang valid sehingga qiyasitu dapat dijadikan
alat penggalian hukum yang sahih.

Setelah Rasulullah saw. Wafat dan meninggalkan risalah Islamiyyah yang sempurna,
kewajiban berdakwah berpindah pada sabahat. Mereka melaksanakan  kewajiban itu
dengan memperluas wilayah kekuasaan Islam dengan berbagai peperangan. Mereka
berhasil menaklukan Persia, Syam, Mesir, dan Afrika Utara. Akibat perluasan wilayah
tersebut, terjadilah akulturasi bangsa dan kebudayaan sehingga muncul berbagai
masalah baru yang memerlukan pemecahan. Keadaan seperti ini mendorong pemuka
sahabat untuk berijtihad.

Upaya pencarian hukum tertentu terhadap masalah-masalah baru itu dilakukan


pemuka sahabat dengan berbagai tahapan. Pertama-tama, mereka berusaha mencari
hukum itu dari al-Qur’an dan apabila hukum itu telah ditemukannya, maka berpegang
teguh pada hukum tersebut, walaupun sebelumnya mereka berbeda pendapat.
Selanjutnya, apabila masalah itu tidak ditemukan dalam al-Qur’an, mereka
mencarinya dalam hadits dengan cara menggali hadits dan menanyakan hadits yang
berkenaan dengan masalah yang tengah dihadapinya kepada para sahabat. Apabila
masalah itu tidak ditemukan dalam hadits tersebut, mereka baru melakukan Ijtihad.[7]

13. Rukun nikah


1.calom mempelai pria

Berikut hal-hal yang harus diperhatikan bagi calon suami sebagai beberapa syarat
yang harus dipenuhi kriterianya:

a. Islam,
b. laki-laki,
c. bukan mahram bersama calon istri,
d. paham wali yang sebetulnya bagi akad nikah tersebut,
e. tidak dalam suasana ihram haji atau umroh,
f. bersama kerelaan sendiri dan bukan dalam suasana terpaksa,
g. tidak dalam suasana mempunyai empat istri yang sah dalam satu waktu,
h. dan paham bahwa wanita yang mengidamkan dinikahi adalah sah dijadikan sebagai
istri.

Tentang seorang yang sedang ihram, di dalam hadits disampaikan bahwa:


“Seorang yang sedang berihram tidak boleh menikahkan, tidak boleh dinikahkan, dan
tidak boleh mengkhitbah.” (HR. Muslim no. 3432)

2. Calon Pengantin Perempuan

Rukun nikah sesudah itu adalah ada calon istri. Pun seperti bersama calon suami, ada
calon istri ini harus dipastikan betul tidak ada hal-hal yang menghalangi dan yang
mengakibatkan terlarang secara syar’i untuk menikah.

Untuk calon pengantin perempuan atau calon istri, hendaknya juga memenuhi
beberapa syarat berikut ini supaya terpenuhi rukun nikah dalam Islam:

a. Islam
b. Perempuan tertentu
c. Bukan mahram berasal dari calon suami
d. Akil baligh
e. Tidak dalam suasana berihram haji atau umroh
f. Tidak dalam era iddah
g. Bukan istri orang

3.Wali nikah

Dalam pernikahan merupakan perihal yang juga sangat penting. Hal ini dapat kami
melihat dalam hadits Rasululullah SAW berikut ini berkenaan wali pernikahan.

“Tidak ada nikah kecuali bersama ada wali.” (HR. Al-Khamsah kecuali An-Nasa`i,
dishahihkan Al-Imam Al-Albani t dalam Al-Irwa` no. 1839).

Juga di dalam hadits berikut ini.

“Wanita mana saja yang menikah tanpa izin wali-walinya maka nikahnya batil,
nikahnya batil, nikahnya batil.” (HR. Abu Dawud no. 2083, dishahihkan Al-Imam Al-
Albani t dalam Shahih Abi Dawud).

Sahabat, jadi bila seorang wanita menikahkan dirinya sendiri tanpa ada wali nikahnya
maka itu bathil dan tidak sah. Demikian pula, bila ia menikahkan wanita lain.

Syarat-syarat wali nikah:

a. Laki-laki
b. Berakal
c. Islam
d. Baligh
e. Tidak sedang berihram haji atau umrah
f. Tidak fasik
g. Tidak cacat akal pikiran, gila atau sangat tuaTidak ada nikah kecuali bersama ada
wali dan dua saksi yang adil.” (HR. Al-Khamsah kecuali An-Nasa`i, dishahihkan Al-
Imam Al-Albani t dalam Al-Irwa’ no. 1839, 1858, 1860 dan Shahihul Jami’ no. 7556,
7557).

4.dua orang saksi


Saksi dalam pernikahan merupakan rukun pelaksanaan akad nikah. Dan tiap
pernikahan harus dipersaksikan oleh dua oraqng saksi.

Tentang beberapa syarat saksi dalam akad nikah adalah sebagai berikut:

a. Laki-laki muslim
b. Adil
c. Akil Baligh
d. Tidak terganggu ingatannya
e. Tidak tuna rungu atau tuli.

Nah sahabat, saksi ini harus hadir dan melihat secara segera akad nikah dan berada di
area akad nikah dilangsungkan.

Tautan: Jual Souvenir Pernikahan

5. Ijab dan Qabul

Adanya ijab dan qabul merupakan rukun berasal dari pernikahan. Adanya ijab dan
qabul ini merupakan perihal yang menandai ada akad pernikahan.

Ijab ini adalah lafadz ucapkan pernikahan oleh wali atau orang yang menukar wali.
Sedang qabul adalah lafadz yang diucapkan oleh calon suami atau wakilnya.

Contoh lafadz ijab: “Ankahtuka Fulanah” (“Aku nikahkan engkau bersama Fulanah”).
atau semisal lafadz yang kerap kami dengar digunakan di Indonesia, “Saya nikahkan
anda bersama … binti …. bersama mas kawin berwujud cincin emas dibayar tunai”

Contoh lafadz qabul: “Qabiltu Hadzan Nikah” atau “Qabiltu Hadzat Tazwij” (“Aku
menerima pernikahan ini”), atau semisal lafadz yang kerap kami dengar digunakan di
Indonesia, “Saya menerima nikahnya bersama … binti ….. bersama mas kawin
berwujud seperangkap alat salat dibayar tunai”
14. Hukum pernikahan

1.wajib

Pernikahan dapat menjadi wajib hukumnya jika seseorang memiliki kemampuan untuk
membangun rumah tangga atau menikah serta ia tidak dapat menahan dirinya dari hal-hal
yang dapat menjuruskannya pada perbuatan zina. Orang tersebut wajib hukumnya untuk
melaksanakan pernikahan karena dikhawatirkan jika tidak menikah ia bisa melakukan
perbuatan zina yang dilarang dalam islam (baca zina dalam islam). Hal ini sesuai dengan
kaidah yang menyebutkan bahwa

“Apabila suatu perbuatan bergantung pada sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain itu pun
wajib”

2. Sunnat

Berdasarkan pendapat para ulama, pernikahan hukumnya sunnah jika seseorang memiliki
kemampuan untuk menikah atau sudah siap untuk membangun rumah tangga akan tetapi ia
dapat menahan dirinya dari sesuatu yang mampu menjerumuskannya dalam perbuatan
zina.dengan kata lain, seseorang hukumnya sunnah untuk menikah jika ia tidak dikhawatirkan
melakukan perbuatan zina jika ia tidak menikah. Meskipun demikian, agama islam selalu
menganjurkan umatnya untuk menikah jika sudah memiliki kemampuan dan melakukan
pernikahan sebagai salah satu bentuk ibadah.

3. Haram

Pernikahan dapat menjadi haram hukumnya jika dilaksanakan oleh orang yang tidak memiliki
kemampuan atau tanggung jawab untuk memulai suatu kehidupan rumah tangga dan jika
menikah ia dikhawatirkan akan menelantarkan istrinya. Selain itu, pernikahan dengan maksud
untuk menganiaya atau menyakiti seseorang juga haram hukumnya dalam islam atau
bertujuan untuk menghalangi seseorang agar tidak menikah dengan orang lain namun ia
kemudian menelantarkan atau tidak mengurus pasangannya tersebut.

Beberapa jenis pernikahan juga diharamkan dalam islam misalnya pernikahan dengan
mahram (baca muhrim dalam islam dan pengertian mahram) atau wanita yang haram
dinikahi atau pernikahan sedarah, atau pernikahan beda agama antara wanita muslim dengan
pria nonmuslim ataupun seorang pria muslim dengan wanita non-muslim selain ahli kitab.

4. Makruh

Pernikahan maksruh hukumnya jika dilaksanakan oleh orang yang memiliki cukup
kemampuan atau tanggung jawab untuk berumahtangga serta ia dapat menahan dirinya dari
perbuatan zina sehingga jika tidak menikah ia tidak akan tergelincir dalam perbuatan zina.
Pernikahan hukumnya makruh karena meskipun ia memiliki keinginan untuk menikah tetapi
tidak memiliki keinginan atau tekad yang kuat untuk memenuhi kewajiban suami terhadap
istri maupun kewajiban istri terhadap suami.

5. Mubah

Suatu pernikahan hukumnya mubah atau boleh dilaksanakan jika seseorang memiliki
kemampuan untuk menikah namun ia dapat tergelincir dalam perbuatan zina jika tidak
melakukannnya. Pernikahan bersifat mubah jika ia menikah hanya untuk memenuhi
syahwatnya saja dan bukan bertujuan untuk membina rumah tangga sesuai syariat islam
namun ia juga tidak dikhwatirkan akan menelantarkan istrinya.

15. Pernikahan yang dilarang

1. Nikah Syighar
Definisi nikah ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam:

‫ك أُ ْختِي‬
َ ‫ك َوأُز َِّو ُج‬
َ َ‫ك ا ْبنَتِي أَوْ ز َِّوجْ نِي أُ ْخت‬
َ ‫ك َوأُز َِّو ُج‬
َ َ‫ ز َِّوجْ نِي ا ْبنَت‬:‫ َوال ِّشغَا ُر أَ ْن يَقُوْ َل ال َّر ُج ُل لِل َّرج ُِل‬.

“Nikah syighar adalah seseorang yang berkata kepada orang lain, ‘Nikahkanlah
aku dengan puterimu, maka aku akan nikahkan puteriku dengan dirimu.’ Atau
berkata, ‘Nikahkanlah aku dengan saudara perempuanmu, maka aku akan
nikahkan saudara perempuanku dengan dirimu.” [1]

Dalam hadits lain, beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫الَ ِشغَا َر فِي ْا ِإل ْسالَ ِم‬.


“Tidak ada nikah syighar dalam Islam.” [2]

Hadits-hadits shahih di atas menjadi dalil atas haram dan tidak sahnya nikah
syighar. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak membedakan, apakah nikah
tersebut disebutkan mas kawin ataukah tidak.[3]

2. Nikah Tahlil
Yaitu menikahnya seorang laki-laki dengan seorang wanita yang sudah ditalak tiga
oleh suami sebelumnya. Lalu laki-laki tersebut mentalaknya. Hal ini bertujuan
agar wanita tersebut dapat dinikahi kembali oleh suami sebelumnya (yang telah
mentalaknya tiga kali) setelah masa ‘iddah wanita itu selesai.

Nikah semacam ini haram hukumnya dan termasuk dalam perbuatan dosa besar.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ُ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ْال ُم َحلِّ َل َو ْال ُم َحلَّ َل لَه‬


َ ِ‫لَ َعنَ َرسُوْ ُل هللا‬.

“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melaknat muhallil [4] dan muhallala


lahu.” [5][6]

3. Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah disebut juga nikah sementara atau nikah terputus. Yaitu menikahnya
seorang laki-laki dengan seorang wanita dalam jangka waktu tertentu; satu hari,
tiga hari, sepekan, sebulan, atau lebih.

Para ulama kaum muslimin telah sepakat tentang haram dan tidak sahnya nikah
mut’ah. Apabilah telah terjadi, maka nikahnya batal!

Telah diriwayatkan dari Sabrah al-Juhani radhiyal-laahu ‘anhu, ia berkata,

‫ ثُ َّم لَ ْم ن َْخرُجْ ِم ْنهَا َحتَّى نَهَانَا َع ْنهَا‬،َ‫ح ِح ْينَ َدخ َْلنَا َم َّكة‬
ِ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بِ ْال ُم ْت َع ِة عَا َم ْالفَ ْت‬
َ ِ‫أَ َم َرنَا َرسُوْ ُل هللا‬.

“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan kami untuk


melakukan nikah mut’ah pada saat Fat-hul Makkah ketika memasuki kota
Makkah. Kemudian sebelum kami mening-galkan Makkah, beliau pun telah
melarang kami darinya (melakukan nikah mut’ah).” [7]

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam


bersabda:
‫ك إِلَى يَوْ ِم ْالقِيَا َم ِة‬ ِ ‫ت لَ ُك ْم فِي ْا ِال ْستِ ْمت‬
َ ِ‫ َوإِ َّن هللاَ قَ ْد َح َّر َم َذل‬،‫َاع ِمنَ النِّ َسا ِء‬ ُ ‫ت أَ ِذ ْن‬
ُ ‫يَا أَيُّهَا النَّاسُ ! إِنِّي قَ ْد ُك ْن‬.

“Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya aku pernah mengijinkan kalian untuk


bersenang-senang dengan wanita (nikah mut’ah selama tiga hari). Dan
sesungguhnya Allah telah mengharamkan hal tersebut (nikah mut’ah) selama-
lamanya hingga hari Kiamat.” [8]

4. Nikah Dalam Masa ‘Iddah.


Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

ُ‫اح َحتَّ ٰى يَ ْبلُ َغ ْال ِكتَابُ أَ َجلَه‬


ِ ‫ْز ُموا ُع ْق َدةَ النِّ َك‬
ِ ‫َواَل تَع‬

“Dan janganlah kamu menetapkan akad nikah, sebelum habis masa ‘iddahnya.”
[Al-Baqarah : 235]

5. Nikah Dengan Wanita Kafir Selain Yahudi Dan Nasrani.[9]


Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

‫ت َحتَّ ٰى ي ُْؤ ِم َّن ۚ َوأَل َ َمةٌ ُم ْؤ ِمنَةٌ َخ ْي ٌر ِم ْن ُم ْش ِر َك ٍة َولَوْ أَ ْع َجبَ ْت ُك ْم ۗ َواَل تُ ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر ِكينَ َحتَّ ٰى‬
ِ ‫َواَل تَ ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر َكا‬
‫ار ۖ َوهَّللا ُ يَ ْدعُو إِلَى ْال َجنَّ ِة َو ْال َم ْغفِ َر ِة‬ ٰ ُ
َ ِ‫ي ُْؤ ِمنُوا ۚ َولَ َع ْب ٌد ُم ْؤ ِم ٌن َخ ْي ٌر ِم ْن ُم ْش ِر ٍك َولَوْ أَ ْع َجبَ ُك ْم ۗ أولَئ‬
ِ َّ‫ك يَ ْد ُعونَ إِلَى الن‬
َ‫اس لَ َعلَّهُ ْم يَتَ َذ َّكرُون‬ ِ َّ‫ِبإ ِ ْذنِ ِه ۖ َويُبَيِّنُ آيَاتِ ِه لِلن‬

“Dan janganlah kaum nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman.


Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan
musyrik meskipun ia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-
laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman.
Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki
musyrik meskipun ia menarik hatimu. Mereka mengajak ke Neraka, sedangkan
Allah mengajak ke Surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan
ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.” [Al-Baqarah :
221]

6. Nikah Dengan Wanita-Wanita Yang Diharamkan Karena Senasab Atau


Hubungan Kekeluargaan Karena Pernikahan.
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

‫ت َوأُ َّمهَاتُ ُك ُم الاَّل تِي‬


ِ ‫َات اأْل ُ ْخ‬ُ ‫خ َوبَن‬ ُ ‫ت َعلَ ْي ُك ْم أُ َّمهَاتُ ُك ْم َوبَنَاتُ ُك ْم َوأَ َخ َواتُ ُك ْم َو َع َّماتُ ُك ْم َو َخااَل تُ ُك ْم َوبَن‬
ِ َ ‫َات اأْل‬ ْ ‫حُرِّ َم‬
ْ
‫ُور ُك ْم ِم ْن نِ َسائِ ُك ُم الاَّل تِي َدخَلتُ ْم ِب ِه َّن‬ ُ َ ‫ض ْعنَ ُك ْم َوأَ َخ َواتُ ُك ْم ِمنَ ال َّر‬
َ ْ‫أَر‬
ِ ‫ات نِ َسائِ ُك ْم َو َربَائِبُ ُك ُم الاَّل تِي فِي ُحج‬ ُ َ‫ضا َع ِة َوأ َّمه‬
‫فَإ ِ ْن لَ ْم تَ ُكونُوا َدخ َْلتُ ْم ِب ِه َّن فَاَل ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم َو َحاَل ئِ ُل أَ ْبنَائِ ُك ُم الَّ ِذينَ ِم ْن أَصْ اَل بِ ُك ْم َوأَ ْن تَجْ َمعُوا بَ ْينَ اأْل ُ ْختَي ِْن إِاَّل َما قَ ْد‬
‫َسلَفَ ۗ إِ َّن هَّللا َ َكانَ َغفُورًا َر ِحي ًما‬
“Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-
saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-saudara
perempuan ibumu, anak-anak perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-anak
perempuan dari saudara perem-puanmu, ibu-ibu yang menyusuimu, saudara-
saudara perempuan yang satu susuan denganmu, ibu-ibu isterimu (mertua), anak-
anak perempuan dari isterimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari isteri
yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum mencampurinya (dan sudah
kamu ceraikan) maka tidak berdosa atasmu (jika menikahinya), (dan diharamkan
bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan)
mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang
telah terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang.” [An-Nisaa’ : 23]

7. Nikah Dengan Wanita Yang Haram Dinikahi Disebabkan Sepersusuan,


Berdasarkan Ayat Di Atas.

8. Nikah Yang Menghimpun Wanita Dengan Bibinya, Baik Dari Pihak Ayahnya
Maupun Dari Pihak ibunya.
Berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

‫الَ يُجْ َم ُع بَ ْينَ ْال َمرْ أَ ِة َو َع َّمتِهَا َوالَ بَ ْينَ ْال َمرْ أَ ِة َوخَالَتِهَا‬.

“Tidak boleh dikumpulkan antara wanita dengan bibinya (dari pihak ayah), tidak
juga antara wanitadengan bibinya (dari pihak ibu).” [10]

9. Nikah Dengan Isteri Yang Telah Ditalak Tiga.


Wanita diharamkan bagi suaminya setelah talak tiga. Tidak dihalalkan bagi suami
untuk menikahinya hingga wanitu itu menikah dengan orang lain dengan
pernikahan yang wajar (bukan nikah tahlil), lalu terjadi cerai antara keduanya.
Maka suami sebelumnya diboleh-kan menikahi wanita itu kembali setelah masa
‘iddahnya selesai.

Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

‫فَإ ِ ْن طَلَّقَهَا فَاَل ت َِحلُّ لَهُ ِم ْن بَ ْع ُد َحتَّ ٰى تَ ْن ِك َح َزوْ جًا َغ ْي َرهُ ۗ فَإ ِ ْن طَلَّقَهَا فَاَل ُجنَا َح َعلَ ْي ِه َما أَ ْن يَتَ َرا َج َعا ِإ ْن ظَنَّا أَ ْن يُقِي َما‬
َ ‫ُحدُو َد هَّللا ِ ۗ َوتِ ْل‬
َ‫ك ُحدُو ُد هَّللا ِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْ ٍم يَ ْعلَ ُمون‬

“Kemudian jika ia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka perempuan


itu tidak halal lagi baginya sebelum ia menikah dengan suami yang lain.
Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi
keduanya (suami pertama dan bekas isteri) untuk menikah kembali jika keduanya
berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-
ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan.”
[Al-Baqarah : 230]

Wanita yang telah ditalak tiga kemudian menikah dengan laki-laki lain dan ingin
kembali kepada suaminya yang pertama, maka ketententuannya adalah keduanya
harus sudah bercampur (bersetubuh) kemudian terjadi perceraian, maka setelah
‘iddah ia boleh kembali kepada suaminya yang pertama. Dasar harus dicampuri
adalah sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,

‫ َحتَّى تَ ُذوْ قِى ُع َس ْيلَتَهُ َويَ ُذوْ قِى ُع َس ْيلَت َِك‬،َ‫ال‬. 

“Tidak, hingga engkau merasakan madunya (bersetubuh) dan ia merasakan


madumu.”[11]

10. Nikah Pada Saat Melaksanakan Ibadah Ihram.


Orang yang sedang melaksanakan ibadah ihram tidak boleh menikah, berdasarkan
sabda Nabi shallal-laahu ‘alaihi wa sallam:

ُ‫اَ ْل ُمحْ ِر ُم الَ يَ ْن ِك ُح َوالَ يَ ْخطُب‬.

“Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah atau melamar.” [12]

11. Nikah Dengan Wanita Yang Masih Bersuami.


Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

‫ت أَ ْي َمانُ ُك ْم‬
ْ ‫َات ِمنَ النِّ َسا ِء إِاَّل َما َملَ َك‬
ُ ‫صن‬َ ْ‫َو ْال ُمح‬

“Dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami…” [An-Nisaa’


: 24]

12. Nikah Dengan Wanita Pezina/Pelacur.


Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

َ ِ‫ك ۚ َوحُرِّ َم ٰ َذل‬


َ‫ك َعلَى ْال ُم ْؤ ِمنِين‬ ٌ ‫َان أَوْ ُم ْش ِر‬
ٍ ‫ال َّزانِي اَل يَ ْن ِك ُح إِاَّل زَانِيَةً أَوْ ُم ْش ِر َكةً َوال َّزانِيَةُ اَل يَ ْن ِك ُحهَا إِاَّل ز‬ 

“Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan pezina perempuan, atau
dengan perempuan musyrik; dan pezina perempuan tidak boleh menikah kecuali
dengan pezina laki-laki atau dengan laki-laki musyrik; dan yang demikian itu
diharamkan bagi orang-orang mukmin.” [An-Nuur : 3]
Seorang laki-laki yang menjaga kehormatannya tidak boleh menikah dengan
seorang pelacur. Begitu juga wanita yang menjaga kehormatannya tidak boleh
menikah dengan laki-laki pezina. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:

َ ِ‫ت ۚ أُو ٰلَئ‬


‫ك ُمبَ َّرءُونَ ِم َّما يَقُولُونَ ۖ لَهُ ْم‬ ِ ‫ات لِلطَّيِّبِينَ َوالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَا‬
ُ َ‫ت ۖ َوالطَّيِّب‬
ِ ‫ات لِ ْل َخبِيثِينَ َو ْال َخبِيثُونَ لِ ْل َخبِيثَا‬
ُ َ‫ْال َخبِيث‬
‫ق َك ِري ٌم‬ ٌ ‫َم ْغفِ َرةٌ َو ِر ْز‬

“Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji
untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan
yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-
perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang.
Mereka memperoleh ampunan dan rizki yang mulia (Surga).” [An-Nuur : 26]

Namun apabila keduanya telah bertaubat dengan taubat yang nashuha (benar, jujur
dan ikhlas) dan masing-masing memperbaiki diri, maka boleh dinikahi.

Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma pernah berkata mengenai laki-laki yang


berzina kemudian hendak menikah dengan wanita yang dizinainya, beliau berkata,
“Yang pertama adalah zina dan yang terakhir adalah nikah. Yang pertama adalah
haram sedangkan yang terakhir halal.”[13]

13. Nikah Dengan Lebih Dari Empat Wanita.

16. UU no 1 tahun 1974 tertang oernikahan pasal 12-14

Pasal 12

Tata-cara pelaksanaan perkawinan diatur dalam peraturan perundang-


undangan tersendiri.

BAB III
PENCEGAHAN PERKAWINAN

Pasal l3

Perkawinan dapat dicegah, apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-
syarat untuk melangsungkan perkawinan.

Pasal 14
(1) Yang dapat mencegah perkawinan ialah para keluarga dalam garis
keturunan lurus keatas dan kebawah, saudara, wali nikah, wali, pengampu
dari salah seorang calon mempelai dan pihak-pihak yang berkepentingan.

(2) Mereka yang tersebut pada ayat (1) pasal ini berhak juga mencegah
berlangsungnya perkawinan apabila salah seorang dari calon mempelai
berada di bawah pengampuan, sehingga dengan perkawinan tersebut nyata-
nyata mengakibatkan kesengsaraan bagi calon mempelai yang lainnya, yang
mempunyai hubungan dengan orang-orang seperti tersebut dalam ayat (1)
pasal ini.

Anda mungkin juga menyukai