Tujuan ini disepakati para ulama karena pada dasarnya tidak ada satupun ketentuan
dalam syarî’ah yang tidak bertujuan untuk melindungi mashlahah. Terlebih syariah
sangat mendorong untuk terciptanya maslahah dalam dua dimensi yaitu dimensi dunia
dan dimensi akhirat. Sehingga substansi dari maqashid syariah sendiri
adalah maslahah.
8. Akhlak Mahmudah
Yakni akhlak terpuji atau akhlak yang baik. Contohnya: pemaaf, sabar, ikhlas, menepati janji,
qonaah, jujur, penyayang, pemurah, baik hati, husnudzon dan lain sebagainya. Dimana akhlak
mahmudah ini semuanya membawa kebaikan dan tidak merugikan orang lain.
Karena setiap akhlak terpuji ini telah ada tuntunan dan ajarannya baik dalam Al-Qur’an
ataupun Hadits nabi. Dari Imam Malik berkata “setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak
islam ialah malu”. Malu merupakan dasar akhlak manusia, karena dengan memiliki rasa malu
pada Allah SWT maka akan takut untuk melakukan perbuatan-perbuatan tercela dan keji.
Akhlak Madzmumah
Riya’: Beramal atau melakukan suatu perbuatan baik dengan niat untuk dilihat orang atau
mendapat pujian orang, dengan kata lain riya’ sama artinya dengan pamer.
Sum’ah: Melakukan perbuatan atau berkata sesuatu agar didengar oleh orang lain dengan
maksud agar namanya dikenal.
Takabur: Membanggakan diri sendiri karena merasa dirinya jauh lebih hebat dibandingkan
orang lain.
Fitnah: Mengatakan sesuatu yang bukan sebenarnya. Memfitnah merupakan salah satu dosa
yang sangat dilarang oleh agama karena fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan.
Bakhil: pelit, medit dan tidak suka membagi atau memberikan sesuatu yang dimiliki pada
orang lain.
1. Syirik
Syirik adalah segala keyakinan dan amalan yang semestinya hanya untuk Allah tetapi
dilakukan untuk selain Allah. Syirik akbar (syirik besar) yaitu menyekutukan Allah
dengan mahluknya seperti keyakinan adanya kekuatan selain Allah. Misalnya
menyembah berhala.
Syirik yang seperti ini disebut dengan syirik I’tiqody, artinya syirik karena keyakinan
yang salah, dan juga disebut syirik jali artinya syirik yang nyata dan dikategorikan
sebagai dosa besar. Tidak ada yang bisa menghapus dosa ini selain bertaubat selagi
masih hidup dan menggantinya dengan bertauhid kepada Allah SWT.
Telah bercerita kepada kami Yunus telah bercerita kepada kami Laits
dari Yazid bin Al Had dari 'Amru dari Mahmud bin Labid bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya yang
paling aku khawatirkan dari kalian adalah syirik kecil.” Mereka
bertanya: Apa itu syirik kecil wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: “Riya`,
Allah 'azza wajalla berfirman kepada mereka pada hari kiamat saat
orang-orang diberi balasan atas amal-amal mereka: Temuilah orang-
orang yang dulu kau perlihat-lihatkan di dunia lalu lihatlah apakah
kalian menemukan balasan disisi mereka?” telah bercerita kepada kami
Ibrahim bin Abu Al 'Abbas telah bercerita kepada kami 'Abdur
Rahman bin Abu Az Zinad dari 'Amru bin Abu 'Amru dari 'Ashim bin
'Umar Azh Zhafari dari Mahmud bin Labid bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya yang paling aku
khawatirkan dari kalian” lalu ia menyebut makna hadits. (Ahmad -
22523)
Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan
amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan” (QS Al-Furqan 23)
2. Melakukan sihir
Sihir yang dimaksud dalam bahasan ini adalah tata cara yang bertujuan merusak
rumah tangga orang lain atau menghancurkan orang lain dengan jalan meminta
bantuan kepada setan. Hal ini termasuk perbuatan terlarang dan dosa besar. Firman
Allah SWT :
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa
kerajaan sulaiman) dan mereka mengatakan bahwa sulaiman itu
mengerjakan sihir),
padahal sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-
syaitanlah yang kafir (mengerjakan sihir). Merek mengajarkan sihir
kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada apa yang diturunkan
kepada malaikat di negri babil yaitu harut dan marut, sedangkan
keduanya tidak mengerjakan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum
mengatakan : “sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu
janganlah kamu kafir “ maka kami mempelajari dari kedua malaikat itu
apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang
(suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi
mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin
Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi manfaat.
Demi sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang
telah menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya
keuntungan diakhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual
dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui” (QS Al-Baqarah :
102)
Tidak diragukan lagi bahwa sihir termasuk dosabesar dan hukumnyapun sangat berat,
yakni dipenggal dengan pedang. Sebagaiman sabda Rosulullah SAW yang
diriwayatkan oleh turmudzi :
“hukuman bagi tukang sihir itu adalah dipenggal dengan pedang” (HR
Turmudzi)
Menurut hadits yang diriwayatkan secara marfu’ oleh ibnu mas’ud, perbuatan yang
temasuk sihir adalah memohon kekuatan pada alam, mempercayai bahwa benda-
benda tertentu dapat menolak dari gangguan pada diri, dan juga memalingkan hati
perempuan agar menyukainya.
3. Memakan harta riba
Riba menurut bahasa berasal dari kata “rabaa- yarbuu” yang artinya tambahan,
sedangkan mengenai definisi riba menurut syara’ para ulama berbeda pendapat. Akan
tetapi secara umum riba diartikan sebagai utang piuitang atau pinjam meminjam
atau barang yang disertai dengan tambahan bunga. Agama islam dengan tegas
melarang umatnya memakan riba, sebagaimana firman Allah SWT:
Hal itu dikarenakan merugikan dan mencekik pihak yang berhutang. Ia diharuskan
membayar dengan bunga yang berlipat. Seandainya terlambat membayar, bunganya
pun akan terus berlipat. Perbuatan seperti itu banyak dilakukan di zaman jahiliyah dan
para ulama menyebutnya istilah riba nasi’ah. Adapun bentuk riba lainnya adalah riba
fadhal yaitu menukar barang dengan barang sejenis, namun salah satunya
lebih banyak atau lebih sedikit dari pada yang lainnya.
Maksud membunuh dalam pembahasan ini adalah membunuh jiwa yang diharamkan
tanpa hak dengan sengaja (QS. 25 :68-70). Orang yang berbuat seperti itu akan
dimasukkan keneraka jahannam dan kekal didalamnya sebagaimana firman Allah
SWT:
Sebagaimana halnya perbuatan musyrik membunuh orang mukmin tanpa sengaja juga
termasuk dosa yang kemungkinan besar tidak akan dapat ampunan Nya,
Rasulullah SAW bersabda :
Anak yatim adalah anak yang ditinggal mati oleh ayahnya atau ia masih kecil atau
dengan kata lain ditingggal mati oleh orang yang menanggung nafkahnya. Memakan
harta anak yatim dilarang apabila dilakukan secara dzalim. Sepeti firman Allah SWT :
Dengan demikian apabila dilakukan dengan cara yang patut (baik) orang yang
memelihara anak yatim boleh mengambil sedikit harta anak tersebut (QS. 6: 512)
yaitu menambil sebatas biaya pemeliharaanya. Itupun kalau sinak sudah beranjak
dewasa. Akan tetapi, apabila mampu, sebaiknya dia tidak mengambil harta anak yatim
tersebut (QS. 4: 6)
Kata al-jihad secara bahasa berasal dari kata jahadtu jihadan, artinya saya telah
berjuang keras. Adapun secara istilah jihad adalah berjuang dengan mengeluarkan
seluruh daya dan upaya memerangi kaum kafir dan pemberontak.
Islam mewajibkan kepada umatnya untuk memelihara, menjaga, membela agamanya,
serta mempertahankan agamanya. Jika islam diperangi musuh, umat islam wajib
berperang
Orang yang lari dari perang atau jihad telah menipu dirinya sendiri dan telah
berkhianat kepada Allah SWT dan dia dianggap tidak meyakini kemahakuasaan Allah
SWT yang senantiasa menolong setiap hambaNYA yang berjuang menegakkan
agama Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT :
Al-qadzaf secara bahasa artinya menuduh, sedangkan menurut istilah adalah menuduh
seseorang berzina sehingga ia harus dijatuhi hukuman had.
10.
Substansi da
n Strategi D
akwah Rasu
lullah Perio
de Makkah
1) Substansi da
kwah Rasululla
h SAW
Substansi ajara
n Islam periode
Makkah, yang d
idakwahkan Ras
ulullah SAW di
awal kenabiann
ya adalah sebag
ai berikut : a) K
eesaan Allah S
WT Islam meng
ajarkan bahwa p
encipta dan pem
elihara alam se
mesta adalah Al
lah SWT, Tuhan
Yang Maha Esa.
Allah SWT tem
pat bergantung s
egala apa saja d
an makhluk-
Nya, tidak beran
ak dan tidak dip
eranakkan, serta
tidak ada selain
Allah SWT, yan
g menyamai-
Nya (baca dan
pelajari QS. A1-
Ikhlas, 112: 1-
4). Umat manusi
a harus beribada
h atau mengham
bakan diri hanya
kepada Allah S
WT. Beribadah
atau menyemba
h kepada selain
Allah SWT, ter
masuk ke dalam
perilaku syirik,
yang hukumnya
haram, dan mer
upakan dosa yan
g paling besar (l
ihat Q.S An-
Nisa’,
4: 48). b) Hari
Kiamat sebagai
hari pembalasan
Islam mengajark
an bahwa mati y
ang dialami oleh
setiap manusia,
bukanlah akhir
kehidupan, tetap
i merupakan aw
al dan kehidupa
n yang panjang,
yakni kehidupan
di alam kubur d
an di alam akhir
at.Manusia yang
ketika di dunian
ya taat beribada
h, giat beramal s
aleh, dan senanti
asa berbudi pek
erti yang terpuji,
tentu akan mem
peroleh balasan
yang menyenan
gkan. Di alam k
ubur akan mem
peroleh berbagai
kenikmatan dan
di alam akhirat a
kan ditempatkan
di surga yang pe
nuh dengan hal-
hal yang memua
skan. Tetapi ma
nusia yang ketik
a di dunianya du
rhaka kepada Al
lah SWT dan ba
nyak berbuat jah
at, tentu setelah
matinya akan m
endapat siksa ku
bur dan dicampa
kkan ke dalam n
eraka yang penu
h dengan berbag
ai macam siksaa
n. (Baca dan pel
ajari Q.S. Al-
Qari’ah, 101: 1
-11)c) Kesucian
jiwa Islam meny
erukan umat ma
nusia agar senan
tiasa berusaha m
enyucikan jiwan
ya dan melarang
keras mengotori
nya. Seseorang
dianggap suci ji
wanya apabila s
elama hayat di k
andung badan se
nantiasa berima
n dan bertakwa
atau meninggalk
an segala perbua
tan dosa, dan di
anggap mengoto
ri jiwanya apabi
la durhaka pada
Allah SWT dan
banyak berbuat
dosa. Sungguh b
eruntung orang
yang senantiasa
memelihara kes
ucian jiwanya, d
an alangkah rugi
nva orang yang
mengotori jiwan
ya (baca Q.S. A
sy-Syams, 91: 9
-10).
Artinya : “Sesun
gguhnya berunt
unglah orang ya
ng mensucikan j
iwa itu, dan Ses
ungguhnya mer
ugilah orang ya
ng mengotoriny
a”.
d) Persaudaraan
dan Persatuan P
ersaudaraan me
mpunyai hubun
gan yang erat de
ngan persatuan,
bahkan persauda
raan landasan b
agi terwujudnya
persatuan.Islam
mengajarkan ba
hwa sesama ora
ng beriman adal
ah bersaudara.
Mereka dituntut
untuk saling me
ncintai dan saya
ng-menyayangi,
di bawah naung
an rida Ilahi. Ra
sulullah SAW
bersabda: “Tida
k dianggap beri
man seorang M
uslim di antara k
amu, sehingga i
a mencintai sau
daranya, seperti
rnencintai diriny
a.” (H.R. Bukha
ri, Muslim, Ah
mad, dan Nasa’
i).
Selain itu sesa
ma umat Islam,
hendaknya salin
g menolong dala
m kebaikan dan
ketakwaan, jan
gan sekali-kali t
olong-menolong
dalam dosa serta
permusuhan. Ja
ngan saling men
ganiaya dan jan
gan pula membi
arkan saudarany
a yang teraniaya
tanpa diberikan
pertolongan. Se
dangkan umat Is
lam yang mamp
u disuruh untuk
memberikan per
tolongan kepada
saudaranya yang
du’afa, yakni pa
ra fakir miskin d
an anak
-anak yatim tela
ntar (baca dan p
elajari Q.S. Al-
Ma’un,
107: 1-7).
2) Strategi dak
wah Rasulullah
SAW.
Tujuan dakwah
Rasulullah SA
W pada periode
Mekah adalah a
gar masyarakat
Arab meninggal
kan kejahiliahan
nya di bidang ag
ama, moral, dan
hukum. Sehingg
a menjadi umat
yang meyakini k
ebenaran kerasu
lan Nabi Muha
mmad SAW dan
ajaran Islam yan
g disampaikann
ya, kemudian m
engamalkannya
dalam kehidupa
n sehari-hari. Jik
a masyarakat Ar
ab telah menga
malkan seluruh
ajaran Islam den
gan niat ikhlas k
arena Allah SW
T dan sesuai den
gan petunjuk-
petunjuk Rasulu
llah SAW, tentu
mereka akan me
mperoleh kesela
matan, kedamai
an, dan kesejaht
eraan di dunia d
an di akhirat. A
dapun strategi d
akwah Rasululla
h SAW dalam b
erusaha mencap
ai tujuan yang lu
hur tersebut seb
agai berikut: a)
Dakwah secara
sembunyi-
sembunyi selam
a 3-4 tahun. Car
a ini ditempuh o
leh Rasulullah S
AW karena beli
au begitu yakin,
bahwa masyarak
at Arab jahiliah
, masih sangat k
uat mempertaha
nkan kepercayaa
n dan tradisi war
isan leluhur mer
eka. Sehingga m
ereka bersedia b
erperang dan rel
a mati dalam me
mpertahankanny
a. Pada masa da
kwah secara se
mbunyi-
sembunyi ini, R
asulullah SAW
menyeru untuk
masuk Islam, or
ang-orang yang
berada di lingku
ngan rumah tan
gganya sendiri d
an kerabat serta
sahabat dekatny
a. Mengenai ora
ng-orang yang t
elah memenuhi
seruan dakwah
Rasulullah SA
W tersebut adal
ah : 1. Khadijah
binti Khuwailid
(istri Rasulullah
SAW, wafat tah
un ke-10 dari ke
nabian), 2. Ali b
in Abu Thalib (s
audara sepupu R
asulullah SAW,
masuk Islam saa
t berusia 10 tahu
n), 3. Zaid bin H
aritsah (anak an
gkat Rasulullah
SAW, wafat tah
un 8 H = 625 M
), 4. Abu Bakar
Ash-Shiddiq (sa
habat dekat Ras
ulullah SAW, ya
ng hidup dan tah
un 573
–
634 M), 5. Um
mu Aiman (pen
gasuh Rasululla
h SAW pada wa
ktu kecil). Sesua
i dengan ajaran I
slam, bahwa ber
dakwah bukan h
anya kewajiban
Rasulullah SA
W, tetapi juga k
ewajiban para p
engikutnya (um
at Islam), maka
Abu Bakar Ash-
Shiddiq, seoran
g saudagar kaya,
yang dihormati
dan disegani ba
nyak orang. Kar
ena budi bahasa
nya yang halus,
ilmu pengetahu
annya yang luas,
dan pandai berg
aul telah menela
dani Rasuliillah
SAW, yakni be
rdakwah secara
sembunyi-
sembunyi.
Usaha dak’wah
Abu Bakar Ash
-Shiddiq berhasi
l karena ternyata
beberapa orang
kawan dekatnya
menyatakan diri
masuk Islam, m
ereka adalah : (1
) Abdurrahman
bin Auf , sebelu
mnya bernama
Abdul Amar dar
i Bani Zuhrah,
Abdul Amar be
rarti hamba mili
k si Amar. Kare
na Islam melara
ng perbudakan,
kemudian nama
itu diganti oleh
Rasulullah SA
W menjadi Abd
urrahman bin A
uf, yang artinya
hamba Allah S
WT Yang Maha
Pengasih. (2) A
bu Ubaidah bin
Jarrah dan Bani
Hari. (3) Utsma
n bin Affan. (4)
Zubair bin Awa
m.
(5) Sa’ad bin Ah
u Waqqas.
(6) Thalhah bin
Ubaidillah. Ora
ng-orang yang
masuk Islam, pa
da masa dakwah
secara sembunyi
-sembunyi, yang
namanya sudah
disebutkan di at
as disebut Assab
iqunal Awwalun
(pemeluk Islam
generasi awal).
b) Dakwah Seca
ra terang-
terangan Dakwa
h secara terang-
terangan ini dim
ulai sejak tahun
ke-4 dari kenabi
an, yakni setelah
turunnya wahyu
yang berisi peri
ntah Allah SWT
agar dakwah itu
dilaksanakan se
cara terang-
terangan. Wahy
u tersebut berup
a ayat Al-
Qur’an Surah 26
:
214-216 (coba k
amu cari dan pe
lajari).Tahap-
tahap dakwah R
asulullah SAW
secara terang-
terangan ini anta
ra lain sebagai b
erikut : 1) Meng
undang kaum ke
rabat keturunan
dari Bani Hasyi
m, untuk mengh
adiri jamuan ma
kan dan mengaj
ak mereka agar
masuk Islam. w
aktu itu mereka
belum menerim
a Islam sebagai
agama mereka.
Namun ada 3 or
ang kerabat dari
kalangan Bani
Hasyim yang se
benarnya sudah
masuk Islam, tet
api merahasiaka
n keislamannya,
pada waktu itu d
engan tegas men
yatakan keislam
annya. Mereka a
dalah Ali bin Ab
u
Thalib, Ja’far bi
n Abu Thalib, d
an Zaid bin Hari
tsah.
2) Rasulullah S
AW mengumpul
kan para pendud
uk kota Mekah,
terutama yang b
erada dan
bertempat tingg
al di sekitar Ka’
bah untuk berku
mpul Bukit Shaf
a, yang letaknya
tidak jauh dan K
a’bah. Rasululla
h SAW me
mberi peringata
n kepada semua
yang hadir agar
segera meningg
alkan penyemba
han terhadap ber
hala-berhala dan
hanya menyemb
ah atau mengha
mbakan diri kep
ada Allah SWT,
Tuhan Yang Ma
ha Esa, Pencipta
dan Pemelihara
alam semesta. R
asulullah SAW j
uga menegaskan
, jika peringatan
yang disampaik
annya itu dilaks
anakan tentu ak
an meraih rida Il
ahi bahagia di d
unia dan di akhi
rat. Tetapi apabi
la peringatan it
u diabaikan tent
u akan mendapa
t murka Allah S
WT, sengsara di
dunia dan di akh
irat. Menanggap
i dakwah Rasulu
llah SAW terseb
ut di antara yang
hadir ada kelom
pok yang menol
ak disertai teriak
an dan ejekan, a
da kelompok ya
ng diam saja lal
u pulang. Bahka
n Abu Lahab, b
ukan hanya men
gejek tetapi bert
eriak-teriak bah
wa Muhammad
orang gila, seray
a ia
berkata “Celaka
lah engkau Muh
ammad, untuk i
nikah engkau m
engumpulkan ka
mi?” Sebagai
balasan terhada
p kutukan Abu
Lahab itu turunl
ah ayat Al-
Qur’an yang ber
isi kutukan Alla
h
SWT terhadap
Abu Lahab, yak
ni Surat Al-
Lahab, 111: 1-5
(coba kamu cari
dan pelajari ayat
Al-
Qur’an tersebut)
.
Pada periode da
kwah secara tera
ng-terangan ini j
uga telah menya
takan diri masuk
Islam dua orang
kuat dari kalang
an kaum kafir Q
uraisy, yaitu Ha
mzah bin Abdul
Muthalib (pama
n Nabi SAW) da
n Umar bin Kha
ttab. Hamzah bi
n Abdul Muthali
b masuk Islam p
ada tahun ke-6 d
ari kenabian sed
angkan Umar bi
n Khattab (581-
644 M), tidak la
ma setelah seba
gian kaum Musl
imin berhijrah k
e Habasyah atau
Ethiopia pada ta
hun 615 M. 3) R
asulullah SAW
menyampaikan
seruan dakwahn
ya kepada para
penduduk di lua
r kota Mekah. S
ejarah mencatat
bahwa pendudu
k di luar kota M
ekah yang masu
k Islam antara la
in : (a) Abu Zar
Al-Giffari, seora
ng tokoh dan ka
um Giffar, yang
bertempat tingg
al di sebelah bar
at laut Mekah at
au tidak jauh dar
i laut Merah, me
nyatakan diri di
hadapan Rasulul
lah SAW masuk
Islam. Keislama
nnya itu kemudi
an diikuti oleh k
aumnya. (b) Tuf
ail bin Amr Ad-
Dausi, seorang p
enyair terpandan
g dari kaum Dau
s yang bertempa
t tinggal di wila
yah barat kota
Mekah, menyata
kan diri masuk I
slam di hadapan
Rasulullah SA
W. Keislamann
ya itu diikuti ole
h bapak, istri, ke
luarganya, serta
kaumnya. (c) Da
kwah Rasulullah
SAW terhadap p
enduduk Yatsrib
(Madinah), yang
datang ke Meka
h untuk berziara
h nampak berha
sil. Berkat cahay
a hidayah Allah
SWT, para pend
uduk Yatsrib, se
cara bergelomba
ng telah masuk I
slam di hadapan
Rasulullah SA
W. Gelombang
pertama tahun 6
20 M, telah mas
uk Islam dari su
ku Aus dan Kha
zraj sebanyak 6
orang. Gelomba
ng kedua tahun
621 M, sebanya
k 13 orang dan
pada gelombang
ketiga tahun ber
ikutnya lebih ba
nyak lagi. Pada
gelombang ketig
a ini telah datan
g ke Mekah unt
uk berziarah dan
menemui Rasul
ullah SAW, uma
t Islam pendudu
k Yatsrib yang j
umlahnya menc
apai 73 orang di
antaranya 2 oran
g wanita. Waktu
itu ikut pula ber
ziarah ke Mekah
, orang-orang Y
atsrib yang belu
m masuk Islam.
Di antaranya Ab
u Jabir Abdullah
bin Amr, pimpin
an kaum Salama
h, yang kemudia
n menyatakan di
ri masuk Islam d
i hadapan Rasul
ullah SAW. Pert
emuan umat Isla
m Yatsrib denga
n Rasulullah SA
W pada gelomb
ang ketiga ini, te
rjadi pada tahun
ke-13 dari kena
bian dan mengh
asilkan B
ai’atul Aqabah.
Isi Bai’atul Aqa
bah tersebut
merupakan pern
yataan umat Isla
m Yatsrib bahw
a mereka akan
melindungi dan
membela Rasulu
llah SAW. Wala
upun untuk itu
mereka harus m
engorbankan ten
aga, harta, bahk
an jiwa. Selain i
tu, mereka mem
ohon kepada Ra
sulullah SAW d
an para pengikut
nya agar berhijr
ah ke Yatsrib.
Setelah terjadin
ya peristiwa Bai
’atul Aqabah itu
, kemudian Rasu
lullah SAW me
nyuruh para
sahabatnya yakn
i orang-orang Isl
am yang bertem
pat tinggal di M
ekah, untuk sege
ra berhijrah ke
Yatsrib. Para sa
habat Nabi SA
W melaksanaka
n suruhan Rasul
ullah SAW terse
but. Mereka ber
hijrah ke Yatsri
b secara diam-
diam dan sedikit
demi sedikit, se
hingga dalam w
aktu dua bulan s
ebanyak 150 ora
ng umat Islam p
enduduk Mekah
telah berhijrah k
e Yatsrib. Sedan
gkan Nabi Muh
ammad SAW, A
bu Bakar Ash-
Shiddiq r.a., dan
Ali bin Abu Tha
lib masih tetap ti
nggal di Mekah,
menunggu perin
tah dari Allah S
WT untuk berhij
rah. Setelah data
ng perintah dari
Allah SWT, ke
mudian Rasulull
ah SAW berhijr
ah bersama Abu
Bakar Ash-
Shiddiq
r.a., meninggalk
an kota Mekah t
empat kelahiran
nya menuju Yat
srib. Peristiwa h
ijrah Rasulullah
SAW ini terjadi
pada awal bulan
Rabiul Awal tah
un pertama hijrh
(622 M). Sedan
gkan Ali bin Ab
u Thalib, tidak i
kut berhijrah ber
sama Rasulullah
SAW, karena be
liau disuruh Ras
ulullah SAW un
tuk mengembali
kan barang-
barang orang lai
n yang dititipka
n kepadanya. Se
telah perintah R
asulullah SAW i
tu dilaksanakan,
kemudian Ali bi
n Abu Thalib m
enyusul Rasulull
ah SAW berhijr
ah ke Yat
11. Sumber pokok ajaran islam
1. Al-Qur’an
2. Hadits (Sunnah)
Merupakan sumber ajaran Islam yang kedua. Sunnah merupakan kebiasaan yang
dilakukan oleh Rasulullah baik dari segi perkataan, perbuatan maupun ketetapan atau
persetujuan Rasulullah terhadap apa yang dilakukan oleh para sahabatnya.
Menurut ulama Salaf, As-Sunnah ialah petunjuk yang dilakukan oleh Rasulullah dan
para sahabatnya, baik tentang ilmu, i’tiqad (keyakinan), perkataan maupun
perbuatannya.
As-Sunnah berfungsi untuk memperjelas, menafsirkan isi atau kandungan dari ayat-
ayat Al-Qur’an dan memperkuat pernyataan ayat-ayat Al-Qur’an serta
mengembangkan segala sesuatu yang samar-samar atau bahkan tidak ada
ketentuannya di dalam Al-Qur’an.
Shahih yakni hadits yang benar dan sehat tanpa ada keraguan atau kecacatan.
Hasan yakni hadits yang baik, memenuhi syarat seperti hadits shahih, letak
perbedaannya hanya dari segi kedhobitannya (kuat hafalan). Hadits shahih kedhobitannya lebih
sempurna daripada hadits hasan.
Dhaif yakni hadits yang lemah.
Maudhu yakni hadits yang palsu atau dibuat-buat.
3. Ijtihad
Macam-macam Ijtihad
Ijma’
Yaitu kesepakatan para ulama (mujathid) dalam menetapkan suatu hukum-hukum berdasarkan
Al-Qur’an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. Keputusan bersama yang dilakukan oleh
para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Adapun hasil dari
ijma’ adalah fatwa, yakni keputusan bersama para mujtahid yang berwenang untuk diikuti
seluruh umat.
Qiyas
Yaitu menggabungkan atau menyamakan. Artinya menetapkan suatu hukum atau suatu perkara
yang baru muncul, yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalam
sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama.
Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal-hal yang ternyata belum
ditetapkan pada masa-masa sebelumnya.
Istihsan
Yaitu tindakan meninggalkan satu hukum kepada hukum lainnya disebabkan karena adanya suatu
dalil syara’ yang mengharuskan untuk meninggalkannya. Berbeda dengan Al-Quran, Hadits, Ijma’
dan Qiyas yang kedudukannya sudah disepakati oleh para jumhur ulama sebagai sumber hukum
Islam. Istihsan ini adalah salah satu cara yang digunakan hanya oleh sebagian ulama saja.
Maslahah Mursalah
Yakni kemaslahatan yang tidak disyari’atkan oleh syar’i dalam wujud hukum, dalam rangka
menciptakan kemaslahatan, disamping tidak terdapat dalil yang membenarkan atau
menyalahkan.
Sududz Dzariah
Yakni tindakan dalam memutuskan sesuatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi
kepentingan dan kemaslahatan umat.
Istishab
Yakni menetapkan ssuatu keadaan yang berlaku sebelumnya hingga adanya dalil yang
menunjukkan adanya perubahan keadaan itu. Atau menetapkan berdasarkan hukum yang
ditetapkan pada masa lalu secara abadi berdasarkan keadaan, hingga terdapat dalil yang
menunjukkan adanya perubahan.
Urf
Yaitu segala sesuatu yang sudah dikenal oleh manusia karena telah menjadi kebiasaan, adat atau
tradisi baik bersifat perkataan, perbuatan atau dalam kaitannya dengan meninggalkan perbuatan
tertentu.
Dengan kata lain, Ijtihad ialah pengerahan segala kesanggupan seorang faqih (pakar
fiqih Islam) untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui dalil
syara’ (agama).[
Dalam masalah fiqih, Ijtihad bi Ar-ra’yutelah ada sejak zaman Rasulullah saw. Umar
Ibn Khattab sering menggunakan ijtihad ini apabila ia tidak menemukan ketentuan
hukum dalam al-Qur’an dan Hadits.demikian pula para sahabat lainnya dan para
tabi’in sehingga pada perkembangan selanjutnya muncul dua golongan yang dikenal
dengan golongan ahl ar-ra’yu sebagai bandingan golongan ahli hadits. Umar sendiri
dipandang sebagai pemuka ahl ar-ra’yu.
Setelah Rasulullah saw. Wafat dan meninggalkan risalah Islamiyyah yang sempurna,
kewajiban berdakwah berpindah pada sabahat. Mereka melaksanakan kewajiban itu
dengan memperluas wilayah kekuasaan Islam dengan berbagai peperangan. Mereka
berhasil menaklukan Persia, Syam, Mesir, dan Afrika Utara. Akibat perluasan wilayah
tersebut, terjadilah akulturasi bangsa dan kebudayaan sehingga muncul berbagai
masalah baru yang memerlukan pemecahan. Keadaan seperti ini mendorong pemuka
sahabat untuk berijtihad.
Berikut hal-hal yang harus diperhatikan bagi calon suami sebagai beberapa syarat
yang harus dipenuhi kriterianya:
a. Islam,
b. laki-laki,
c. bukan mahram bersama calon istri,
d. paham wali yang sebetulnya bagi akad nikah tersebut,
e. tidak dalam suasana ihram haji atau umroh,
f. bersama kerelaan sendiri dan bukan dalam suasana terpaksa,
g. tidak dalam suasana mempunyai empat istri yang sah dalam satu waktu,
h. dan paham bahwa wanita yang mengidamkan dinikahi adalah sah dijadikan sebagai
istri.
Rukun nikah sesudah itu adalah ada calon istri. Pun seperti bersama calon suami, ada
calon istri ini harus dipastikan betul tidak ada hal-hal yang menghalangi dan yang
mengakibatkan terlarang secara syar’i untuk menikah.
Untuk calon pengantin perempuan atau calon istri, hendaknya juga memenuhi
beberapa syarat berikut ini supaya terpenuhi rukun nikah dalam Islam:
a. Islam
b. Perempuan tertentu
c. Bukan mahram berasal dari calon suami
d. Akil baligh
e. Tidak dalam suasana berihram haji atau umroh
f. Tidak dalam era iddah
g. Bukan istri orang
3.Wali nikah
Dalam pernikahan merupakan perihal yang juga sangat penting. Hal ini dapat kami
melihat dalam hadits Rasululullah SAW berikut ini berkenaan wali pernikahan.
“Tidak ada nikah kecuali bersama ada wali.” (HR. Al-Khamsah kecuali An-Nasa`i,
dishahihkan Al-Imam Al-Albani t dalam Al-Irwa` no. 1839).
“Wanita mana saja yang menikah tanpa izin wali-walinya maka nikahnya batil,
nikahnya batil, nikahnya batil.” (HR. Abu Dawud no. 2083, dishahihkan Al-Imam Al-
Albani t dalam Shahih Abi Dawud).
Sahabat, jadi bila seorang wanita menikahkan dirinya sendiri tanpa ada wali nikahnya
maka itu bathil dan tidak sah. Demikian pula, bila ia menikahkan wanita lain.
a. Laki-laki
b. Berakal
c. Islam
d. Baligh
e. Tidak sedang berihram haji atau umrah
f. Tidak fasik
g. Tidak cacat akal pikiran, gila atau sangat tuaTidak ada nikah kecuali bersama ada
wali dan dua saksi yang adil.” (HR. Al-Khamsah kecuali An-Nasa`i, dishahihkan Al-
Imam Al-Albani t dalam Al-Irwa’ no. 1839, 1858, 1860 dan Shahihul Jami’ no. 7556,
7557).
Tentang beberapa syarat saksi dalam akad nikah adalah sebagai berikut:
a. Laki-laki muslim
b. Adil
c. Akil Baligh
d. Tidak terganggu ingatannya
e. Tidak tuna rungu atau tuli.
Nah sahabat, saksi ini harus hadir dan melihat secara segera akad nikah dan berada di
area akad nikah dilangsungkan.
Adanya ijab dan qabul merupakan rukun berasal dari pernikahan. Adanya ijab dan
qabul ini merupakan perihal yang menandai ada akad pernikahan.
Ijab ini adalah lafadz ucapkan pernikahan oleh wali atau orang yang menukar wali.
Sedang qabul adalah lafadz yang diucapkan oleh calon suami atau wakilnya.
Contoh lafadz ijab: “Ankahtuka Fulanah” (“Aku nikahkan engkau bersama Fulanah”).
atau semisal lafadz yang kerap kami dengar digunakan di Indonesia, “Saya nikahkan
anda bersama … binti …. bersama mas kawin berwujud cincin emas dibayar tunai”
Contoh lafadz qabul: “Qabiltu Hadzan Nikah” atau “Qabiltu Hadzat Tazwij” (“Aku
menerima pernikahan ini”), atau semisal lafadz yang kerap kami dengar digunakan di
Indonesia, “Saya menerima nikahnya bersama … binti ….. bersama mas kawin
berwujud seperangkap alat salat dibayar tunai”
14. Hukum pernikahan
1.wajib
Pernikahan dapat menjadi wajib hukumnya jika seseorang memiliki kemampuan untuk
membangun rumah tangga atau menikah serta ia tidak dapat menahan dirinya dari hal-hal
yang dapat menjuruskannya pada perbuatan zina. Orang tersebut wajib hukumnya untuk
melaksanakan pernikahan karena dikhawatirkan jika tidak menikah ia bisa melakukan
perbuatan zina yang dilarang dalam islam (baca zina dalam islam). Hal ini sesuai dengan
kaidah yang menyebutkan bahwa
“Apabila suatu perbuatan bergantung pada sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain itu pun
wajib”
2. Sunnat
Berdasarkan pendapat para ulama, pernikahan hukumnya sunnah jika seseorang memiliki
kemampuan untuk menikah atau sudah siap untuk membangun rumah tangga akan tetapi ia
dapat menahan dirinya dari sesuatu yang mampu menjerumuskannya dalam perbuatan
zina.dengan kata lain, seseorang hukumnya sunnah untuk menikah jika ia tidak dikhawatirkan
melakukan perbuatan zina jika ia tidak menikah. Meskipun demikian, agama islam selalu
menganjurkan umatnya untuk menikah jika sudah memiliki kemampuan dan melakukan
pernikahan sebagai salah satu bentuk ibadah.
3. Haram
Pernikahan dapat menjadi haram hukumnya jika dilaksanakan oleh orang yang tidak memiliki
kemampuan atau tanggung jawab untuk memulai suatu kehidupan rumah tangga dan jika
menikah ia dikhawatirkan akan menelantarkan istrinya. Selain itu, pernikahan dengan maksud
untuk menganiaya atau menyakiti seseorang juga haram hukumnya dalam islam atau
bertujuan untuk menghalangi seseorang agar tidak menikah dengan orang lain namun ia
kemudian menelantarkan atau tidak mengurus pasangannya tersebut.
Beberapa jenis pernikahan juga diharamkan dalam islam misalnya pernikahan dengan
mahram (baca muhrim dalam islam dan pengertian mahram) atau wanita yang haram
dinikahi atau pernikahan sedarah, atau pernikahan beda agama antara wanita muslim dengan
pria nonmuslim ataupun seorang pria muslim dengan wanita non-muslim selain ahli kitab.
4. Makruh
Pernikahan maksruh hukumnya jika dilaksanakan oleh orang yang memiliki cukup
kemampuan atau tanggung jawab untuk berumahtangga serta ia dapat menahan dirinya dari
perbuatan zina sehingga jika tidak menikah ia tidak akan tergelincir dalam perbuatan zina.
Pernikahan hukumnya makruh karena meskipun ia memiliki keinginan untuk menikah tetapi
tidak memiliki keinginan atau tekad yang kuat untuk memenuhi kewajiban suami terhadap
istri maupun kewajiban istri terhadap suami.
5. Mubah
Suatu pernikahan hukumnya mubah atau boleh dilaksanakan jika seseorang memiliki
kemampuan untuk menikah namun ia dapat tergelincir dalam perbuatan zina jika tidak
melakukannnya. Pernikahan bersifat mubah jika ia menikah hanya untuk memenuhi
syahwatnya saja dan bukan bertujuan untuk membina rumah tangga sesuai syariat islam
namun ia juga tidak dikhwatirkan akan menelantarkan istrinya.
1. Nikah Syighar
Definisi nikah ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam:
ك أُ ْختِي
َ ك َوأُز َِّو ُج
َ َك ا ْبنَتِي أَوْ ز َِّوجْ نِي أُ ْخت
َ ك َوأُز َِّو ُج
َ َ ز َِّوجْ نِي ا ْبنَت: َوال ِّشغَا ُر أَ ْن يَقُوْ َل ال َّر ُج ُل لِل َّرج ُِل.
“Nikah syighar adalah seseorang yang berkata kepada orang lain, ‘Nikahkanlah
aku dengan puterimu, maka aku akan nikahkan puteriku dengan dirimu.’ Atau
berkata, ‘Nikahkanlah aku dengan saudara perempuanmu, maka aku akan
nikahkan saudara perempuanku dengan dirimu.” [1]
Hadits-hadits shahih di atas menjadi dalil atas haram dan tidak sahnya nikah
syighar. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak membedakan, apakah nikah
tersebut disebutkan mas kawin ataukah tidak.[3]
2. Nikah Tahlil
Yaitu menikahnya seorang laki-laki dengan seorang wanita yang sudah ditalak tiga
oleh suami sebelumnya. Lalu laki-laki tersebut mentalaknya. Hal ini bertujuan
agar wanita tersebut dapat dinikahi kembali oleh suami sebelumnya (yang telah
mentalaknya tiga kali) setelah masa ‘iddah wanita itu selesai.
Nikah semacam ini haram hukumnya dan termasuk dalam perbuatan dosa besar.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
3. Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah disebut juga nikah sementara atau nikah terputus. Yaitu menikahnya
seorang laki-laki dengan seorang wanita dalam jangka waktu tertentu; satu hari,
tiga hari, sepekan, sebulan, atau lebih.
Para ulama kaum muslimin telah sepakat tentang haram dan tidak sahnya nikah
mut’ah. Apabilah telah terjadi, maka nikahnya batal!
ثُ َّم لَ ْم ن َْخرُجْ ِم ْنهَا َحتَّى نَهَانَا َع ْنهَا،َح ِح ْينَ َدخ َْلنَا َم َّكة
ِ صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بِ ْال ُم ْت َع ِة عَا َم ْالفَ ْت
َ ِأَ َم َرنَا َرسُوْ ُل هللا.
“Dan janganlah kamu menetapkan akad nikah, sebelum habis masa ‘iddahnya.”
[Al-Baqarah : 235]
ت َحتَّ ٰى ي ُْؤ ِم َّن ۚ َوأَل َ َمةٌ ُم ْؤ ِمنَةٌ َخ ْي ٌر ِم ْن ُم ْش ِر َك ٍة َولَوْ أَ ْع َجبَ ْت ُك ْم ۗ َواَل تُ ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر ِكينَ َحتَّ ٰى
ِ َواَل تَ ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر َكا
ار ۖ َوهَّللا ُ يَ ْدعُو إِلَى ْال َجنَّ ِة َو ْال َم ْغفِ َر ِة ٰ ُ
َ ِي ُْؤ ِمنُوا ۚ َولَ َع ْب ٌد ُم ْؤ ِم ٌن َخ ْي ٌر ِم ْن ُم ْش ِر ٍك َولَوْ أَ ْع َجبَ ُك ْم ۗ أولَئ
ِ َّك يَ ْد ُعونَ إِلَى الن
َاس لَ َعلَّهُ ْم يَتَ َذ َّكرُون ِ َِّبإ ِ ْذنِ ِه ۖ َويُبَيِّنُ آيَاتِ ِه لِلن
8. Nikah Yang Menghimpun Wanita Dengan Bibinya, Baik Dari Pihak Ayahnya
Maupun Dari Pihak ibunya.
Berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
الَ يُجْ َم ُع بَ ْينَ ْال َمرْ أَ ِة َو َع َّمتِهَا َوالَ بَ ْينَ ْال َمرْ أَ ِة َوخَالَتِهَا.
“Tidak boleh dikumpulkan antara wanita dengan bibinya (dari pihak ayah), tidak
juga antara wanitadengan bibinya (dari pihak ibu).” [10]
فَإ ِ ْن طَلَّقَهَا فَاَل ت َِحلُّ لَهُ ِم ْن بَ ْع ُد َحتَّ ٰى تَ ْن ِك َح َزوْ جًا َغ ْي َرهُ ۗ فَإ ِ ْن طَلَّقَهَا فَاَل ُجنَا َح َعلَ ْي ِه َما أَ ْن يَتَ َرا َج َعا ِإ ْن ظَنَّا أَ ْن يُقِي َما
َ ُحدُو َد هَّللا ِ ۗ َوتِ ْل
َك ُحدُو ُد هَّللا ِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْ ٍم يَ ْعلَ ُمون
Wanita yang telah ditalak tiga kemudian menikah dengan laki-laki lain dan ingin
kembali kepada suaminya yang pertama, maka ketententuannya adalah keduanya
harus sudah bercampur (bersetubuh) kemudian terjadi perceraian, maka setelah
‘iddah ia boleh kembali kepada suaminya yang pertama. Dasar harus dicampuri
adalah sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
“Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah atau melamar.” [12]
ت أَ ْي َمانُ ُك ْم
ْ َات ِمنَ النِّ َسا ِء إِاَّل َما َملَ َك
ُ صنَ َْو ْال ُمح
“Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan pezina perempuan, atau
dengan perempuan musyrik; dan pezina perempuan tidak boleh menikah kecuali
dengan pezina laki-laki atau dengan laki-laki musyrik; dan yang demikian itu
diharamkan bagi orang-orang mukmin.” [An-Nuur : 3]
Seorang laki-laki yang menjaga kehormatannya tidak boleh menikah dengan
seorang pelacur. Begitu juga wanita yang menjaga kehormatannya tidak boleh
menikah dengan laki-laki pezina. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
“Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji
untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan
yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-
perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang.
Mereka memperoleh ampunan dan rizki yang mulia (Surga).” [An-Nuur : 26]
Namun apabila keduanya telah bertaubat dengan taubat yang nashuha (benar, jujur
dan ikhlas) dan masing-masing memperbaiki diri, maka boleh dinikahi.
Pasal 12
BAB III
PENCEGAHAN PERKAWINAN
Pasal l3
Perkawinan dapat dicegah, apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-
syarat untuk melangsungkan perkawinan.
Pasal 14
(1) Yang dapat mencegah perkawinan ialah para keluarga dalam garis
keturunan lurus keatas dan kebawah, saudara, wali nikah, wali, pengampu
dari salah seorang calon mempelai dan pihak-pihak yang berkepentingan.
(2) Mereka yang tersebut pada ayat (1) pasal ini berhak juga mencegah
berlangsungnya perkawinan apabila salah seorang dari calon mempelai
berada di bawah pengampuan, sehingga dengan perkawinan tersebut nyata-
nyata mengakibatkan kesengsaraan bagi calon mempelai yang lainnya, yang
mempunyai hubungan dengan orang-orang seperti tersebut dalam ayat (1)
pasal ini.