Pathway Appendicitis
Pathway Appendicitis
Apendiksitis
Inflamasi
Edema
(Berisi Pus)
Infeksi
Abses
Konstipasi sekunder
Rangsang syaraf
reseptor
Jumlah
lekosit
2. Etiologi
Appendicitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi Yaitu :
a. Factor yang tersering adalah obtruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
1. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak
2. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
3. Adanya benda asing seperti biji – bijian
4. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
c. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun (remaja
dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk appendiks
1. Appendik yang terlalu panjang
2. Messo appendiks yang pendek
3. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4. Kelainan katup di pangkal appendiks
3. Patofisiologi
Appendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat ,
kemungkinan oleh faecalit ( massa keras dari faeces ), tumor , benda asing , bacterial dan virus.
Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau
menyebar hebat secara prodresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari
abdomen, akhirnya appendiks yanag terinflamasi berisi pus.
Sebagian kecil dari appendiks dapat menjadi membengkak atau nekrosis. Tekanan didalam
appendiks meningkat dengan cepat , menimbulkan nekrosis yang cepat dari dinding appendiks
dengan diikuti oleh perforasi.
6. Komplikasi
Apabila tindakan operasi terlambat, timbul komplikasi sebagai berikut
Peritonitis generalisata karena ruptur appendiks
Abses hati
Septi kemia
7. Penatalaksanaan
a) Perawatan prabedah perhatikan tanda – tanda khas dari nyeri:
Kuadran kanan bawah abdomen dengan rebound tenderness (nyeri tekan lepas),
peninggian laju endap darah, tanda psoas yang positif, nyeri tekan rectal pada sisi kanan. Pasien
disuruh istirahat di tempat tidur, tidak diberikan apapun juga per orang. Cairan intravena mulai
diberikan, obat – obatan seperti laksatif dan antibiotik harus dihindari jika mungkin.
b) Terapi bedah :
Appendicitis tanpa komplikasi, appendiktomi segera dilakukan setelah keseimbangan
cairan dan gangguan sistemik penting.
c) Terapi antibiotik,
Terapi antibiotic ini diberikan tetapi anti intravena harus diberikan selama 5 – 7 hari jika
appendicitis telah mengalami perforasi.
2. Risiko terhadap perubahan volume cairan / kekurangan volume cairan berhubungan dengan
muntah, mual, pembatasan makanan dan cairan, kadang-kadang diare.
Intervensi keperawatan dan rasionalisasi :
a. Kaji tanda – tanda vital klien; awasi tekanan darah dan nadi
Rasional : Tanda – tanda vital sangat membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskuler
b. Lihat membrane mukosa, kaji turgor kulit dan pengisian kapiler.
Rasional : Turgor kulit dan membran mukosa merupakan indikasi status hidrasi serta
keadekuatan sirkulasi perifer
c. Kaji dan catat intake dan output cairan secara teliti, termasuk urine output,catat warna
urine/konsentrasi dan jenis
Rasional : Penurunan output urine pekat dan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi/ kebutuhan
peningkatan cairan.
d. Berikan cairan peroral atau parenteral sesuai anjuran dan lanjutkan dengan diet sesuai
toleransi
Rasional : Dapat menurunkan iritasi gaster dan muntah serta meminimalkan kehilangan cairan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan perforasi atau ruptur appendiks, peritonitis, pembentukan
abses.
Intervensi keperawatan dan rasionalisasi :
a. Awasi dan catat tanda – tanda vital, perhatikan bila ada demam berkeringat, perubahan
mental, meningkatnya nyeri abdomen
Rasional : Segera timbulnya dugaan infeksi atau terjadinya sepsis, abses peritonitis memudahkan
perawat merencanakan dan melakukan tindakan keperawatan secara dini.
b. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka septic sesuai prosedur kerja
Rasional : Dapat menurukan atau mencegah terjadinya infeksi
c. Pantau insisi luka dan balutan, catatan karakteristik drainase luka/ adanya eritema
Rasional : Memberikan deteksi dini terjadinya situasi proses infeksi atau pengawasan
penyembuhan
d. Berikan informasi yang tepat dan jujur pada klien atau orang terdekatnya tentang kondisi klien
Rasional : Suatu informasi yang akurat memberikan pengetahuan tentang adanya kemajuan
situasi sehingga memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan kecemasan
e. Kolaborasi dalam pemberian abat – obat antibiotic
Rasional : Memungkinkan penurunan jumlah organisme terutama pada infeksi yang telah ada
sebelumnya
f. Kolaborasi tim kesehatan lain tentang pemenuhan kebutuhan gizi klien
Rasional : agar kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan baik.
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman.
Intervensi keperawatan dan rasionalisasi :
a. Tentukan kebiasaan tidur yang biasanya dan perubahan yang terjadi.
Rasional : mengkaji perlunya dan mengidentifikasi intervensi yang tepat.
b. Berikan tempat tidur yang nyaman dan beberapa milik pribadi, misalnya : bantal dan guling.
Rasional : meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan fisiologis/psikologis.
c. Buat rutinitas tidur baru yang dimasukkan dalam pola lama dan lingkungan baru.
Rasional : bila rutinitas baru mengandung aspek sebanyak kebiasaan lama, stress dan ansietas
dapat berkurang.
d. Cocokkan dengan teman sekamar yang mempunyai pola tidur yang serupa dan kebutuhan
malam hari.
Rasional : menurunkan kemungkinan bahwa teman sekamar yang “ burung hantu “ dapat
menunda pasien untuk terlelap atau menyebabkan terbangun.
e. Dorong beberapa aktivitas fisik pada siang hari, jamin pasien berhenti beraktivitas beberapa
jam sebelum tidur.
Rasional : aktivitas siang hari dapat membantu pasien menggunakan energy dan siap untuk tidur
malam hari.
f. Instruksikan tindakan relaksasi
Rasional : membantu menginduksi tidur.
g. Kurangi kebisingan dan lampu
Rasional : memberikan situasi kondusif untuk tidur
h. Gunakan pagar tempat tidur sesuai indikasi, rendahkan tempat tidur bila mungkin
Rasional : pagar tempat tidur memberikan keamanan dan dapat digunakan untuk membantu
merubah posisi
i. Kolaborasi dalam pemberian obat sedate, hipnotik sesuai indikasi
Rasional : mungkin diberikan untuk membantu pasien tidur atau istirahat selama periode transisi
dari rumah ke lingkungan baru.
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang mengingat, atau kurangnya informasi.
Intervensi keperawatan dan rasionalisasi :
a. Kaji pembatasan aktivitas pasien
Rasional : Memberi informasi pada klien untuk merencanakan kembali rutinitas tanpa
menimbulkan masalah.
b. Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat
Rasional : Mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan dan mepermudah aktifitas normal
c. Diskusikan mengenai perawatan dengan pasien dan keluarga.
Rasional : Pemahaman meningkatkan kerjasama dalam program terapi, meningkatkan
penyembuhan dan proses perbaikan
d) Evaluasi
1. Mengalami peredaan nyeri
Melaporkan berkurangnya nyeri
Tidak mengalami nyeri tekan ditempat terjadinya infeksi
Tidak mengalami ketidaknyamanan bila bergerak
2. Defisit volume cairan tidak terjadi
turgor kulit baik,
kelembaban membran mukosa baik,
tanda – tanda vital stabil dan keluaran urine adekuat.
3. Tidak terjadi infeksi
tidak dijumpainya tanda – tanda infeksi
inflamasi,
drainase purulenta,
eritema
suhu badan normal
angka leukosit dan laju endap darah kembali normal.
4. Ansietas berkurang
Ekspresi wajah relaks
Cemas dan rasa takut hilang atau berkurang.
5. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
6. Peningkatan toleransi terhadap aktivitas
Menurunnya keluhan terhadap kelemahan
Tidak terjadi kelelahan dalam melakukan aktivitas
Berkurangnya nyeri
7. Pola tidur kembali normal
Jumlah jam tidur tidak terganggu
Insomnia berkurang
Adanya kepuasan tidur
Pasien menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologi
8. Pengetahuan pasien tentang proses penyakitnya bertambah.
2.1 Pengkajian
2.1.1 Anamnese
1) Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, tanggal atau jam masuk rumah sakit, nomor
register, diagnosa, nama orang tua, alamat, umur pendidikan, pekerjaan, pekerjaan orang tua,
agama dan suku bangsa.
2) Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan post appendiktomy mempunyai keluhan utama nyeri yang disebabkan insisi
abdomen.
3) Riwayat penyakit dahulu
Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti hipertensi, operasi abdomen yang
lalu, apakah klien pernah masuk rumah sakit, obat-abatan yang pernah digunakan apakah
mempunyai riwayat alergi dan imunisasi apa yang pernah diderita.
4) Riwayat penyakit keluarga
Adalah keluarga yang pernah menderita penyakit diabetes mellitus, hipertensi, gangguan jiwa
atau penyakit kronis lainnya uapaya yang dilakukan dan bagaimana genogramnya.
5) Pola Fungsi Kesehatan
Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan olah raga (lama
frekwensinya), bagaimana status ekonomi keluarga kebiasaan merokok dalam mempengaruhi
lamanya penyembuhan luka.
Pola Tidur dan Istirahat
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat mengganggu
kenyamanan pola tidur klien.
Pola aktifitas
Aktifitas dipengaruhioleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri luka operasi, aktifitas
biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya setelah pembedahan.
Pola hubungan dan peran
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran baik dalam
keluarganya dan dalam masyarakat, penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
Pola sensorik dan kognitif
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan, pearaan serta pendengaran, kemampuan
berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat.
Pola penanggulangan stress
Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi masalah.
Pola tata nilai dan kepercayaan
Bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan bagaimana cara klien mendekatkan diri dengan
tuhan selama sakit.
2.1.2 Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
Kesadaran biasanya kompos mentis, ekspresi wajah menahan sakit tanpa sakit ada tidaknya
kelemahan.
2) Integumen
Ada tidaknya oedem, sianosis, pucat, pemerahan luka pembedahan pada abdomen sebelah kanan
bawah.
3) Kepala dan Leher
Ekspresi wajah kesakitan pada konjungtiva lihat apakah ada warna pucat.
4) Thoraks dan Paru
Apakah bentuknya simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, gerakan cuping hidung maupun
alat Bantu nafas frekwensi pernafasan biasanya normal (16 – 20 kali permenit). Apakah ada
ronchi, whezing, stridor.
5) Abdomen
Pada post operasi biasanya sering terjadi ada tidaknya pristaltik pada usus ditandai dengan
distensi abdomen, tidak flatus dan mual, apakah bisa kencing spontan atau retensi urine, distensi
supra pubis, periksa apakah produksi urine cukup, keadaan urine apakah jernih, keruh atau
hematuri jika dipasang kateter periksa apakah mengalir lancar, tidak ada pembuntuan serta
terfiksasi dengan baik.
6) Ekstremitas
Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri yang hebat, juga apakah ada
kelumpuhan atau kekakuan.
2.1.3 Pemeriksaan Penunjang.
1) Pemeriksaan Laboratorium
Darah : Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 mn.
Urine : Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit .
2) Pemeriksaan Radiologi
BOF, tampak distensi sekum pada appendisitis akut.
dilakukan tindakan.
Ciptakan lingkungan yang tenang.
2. Resiko kekurangan voCairan dan elektrolit da- Observasi tanda vital suhu, nadi,
lume cairan berhubung anlam keadaan seimbang. tekanan darah, perna-pasan tiap 4
dengan mual, mun- tah,Kriteria : jam.
anoreksia dan diare. Turgor kulit baik. Observsi cairan yang keluar dan
pipa lambung
medik.
DAFTAR PUSTAKA :
Sjamsuhidajat, R. & Jong, W.D. (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. Revisi, EGC, Jakarta.