Anda di halaman 1dari 68

PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU SMA NEGERI 1 LAIS

KABUPATEN MUSI BANYUASIN MELALUI SUPERVISI KEPALA SEKOLAH

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam perkembangan pendidikan, peserta didik di masa yang

akan datang diharapkan menjadi manusia Indonesia berkualitas yang

senantiasa mampu memecahkan persoalan-persoalan kebutuhan

hidupnya secara mandiri dan pada gilirannya dapat memberikan

kontribusi dalam mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera. Kadar

kualitas SDM yang terukur akan menjadi tolok ukur untuk merekontruksi

pendidikan dari waktu ke waktu. Salah satu barometer keberhasilan

pendidikan dalam mewujudkan SDM adalah dengan mengukur kualitas

SDM yang ditandai dengan meningkatnya kualitas pengetahuan, sikap,

dan keterampilan yang lebih dinamis dan mandiri dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan beragama dengan tatanan nasional dan

internasional (Aqib, 2009:14).

Tujuan pendidikan nasional tertuang dalam Undang-Undang

Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 3 berikut ini: “Pendidikan nasional

berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik

agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” Oleh

sebab itu, transformasi sekolah era kontemporer menuju sekolah bermutu

diawali dengan komitmen bersama terhadap mutu pendidikan oleh

1
sekolah, administrator, guru, staf, siswa dan orang tua dalam komunitas

sekolah. Dalam hal ini, mutu yang dimaksud yaitu kemampuan sumber

daya sekolah mentransformasikan multi jenis masukan dan situasi untuk

mencapai derajat nilai tambah tertentu dari peserta didik. Jika dilihat dari

hasil pendidikan, mutu pendidikan dipandang berkualitas jika mampu

melahirkan keunggulan akademis dan ekstrakurikuler pada peserta didik

yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan

program pembelajaran tertentu.

Profesionalisme guru adalah suatu tingkat penampilan seseorang

dalam melaksanakan pekerjaan sebagai guru yang didukung dengan

keterampilan dan kode etik (Yunus, 2009:10). Secara etimologi, kata

profesionalitas sama dengan kata profesionalisme yakni keduanya

berasal dari kata professional. Dan kata professional adalah kata sifat dari

kata profesi yang berarti sangat mampu melakukan pekerjaan. Juga pada

bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan,

kejujuran, dan sebagainya) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2015:897).

Menurut Supardi (2013:8) menjelaskan bahwa ada tiga macam

tugas profesi guru yang tidak bisa dielakkan, yaitu tugas profesional,

tugas sosial, dan tugas personal. Selanjutnya Guru profesional yang

bermutu menurut Mulyasa (2013:30) adalah guru yang memiliki

kemampuan untuk menciptakan iklim belajar di kelas, memiliki

kemampuan tentang manajemen pembelajaran, memiliki kemampuan

dalam memberikan umpan balik dan penguatan serta memiliki

kemampuan dalam peningkatan diri. Guru adalah pendidik yang

professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi hasil pembelajaran

2
siswa. Tugas profesional guru meliputi mendidik, mengajar dan

melatih/membimbing, serta meneliti (riset) (Jamal, 2009:75).

Ciri-ciri profesionalisme guru dalam garis besar ada tiga: Pertama

seorang guru yang profesional harus menguasai bidang ilmu

pengetahuan yang akan diajarkannya dengan baik. Kedua seorang guru

yang profesional harus memiliki kemampuan menyampaikan atau

mengajarkan ilmu yang dimilikinya (transfer of knowledge) kepada murid-

muridnya secara efektif dan efisien. Ketiga seorang guru yang profesional

harus berpegang teguh kepada kode etik profesional guru harus memiliki

interest yang kuat untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan kaidah-

kaidah profesionalisme guru yang dipersyaratkan (Samana, 2014:13).

Dengan wawasan serta pengetahuan yang begitu luas dan

teramat kaya, guru seyogyanya memiliki keprofesionalan dalam mengajar

agar kualitas pendidikan dapat ditingkatkan. Bagi dunia pendidikan, guru

bukanlah hal yang asing. Guru merupakan sosok manusia yang patut

digugu dan ditiru. Digugu dalam arti segala ucapannya dapat dipercayai,

di tiru berarti segala tingkah lakunya harus dapat menjadi contoh atau

teladan bagi masyarakat (Sukadi, 2016:29). Guru dalam melaksanakan

tugas mengajar senantiasa berkeinginan untuk meningkatkan

kemampuan dalam memberikan pelayanan kepada siswa, masyarakat,

dan lingkungan terutama lingkungan tempat bertugas. Dalam

melaksanakan tugas ini guru berusaha untuk memenuhi kebutuhan dan

keinginannya. Salah satunya dengan mengikuti sertifikasi sehingga

memperoleh kesejahteraan dan kenyamanan yang lebih dalam

melaksanakan tugas.

3
Menurut Rochman (2011:8) gurulah yang langsung berhadapan

dengan peserta didik untuk mentransfer ilmu pengetahuan (transfer of

knowledge) dan teknologi (technology) sekaligus mendidik (educator)

dengan nilai-nilai positif melalui bimbingan dan keteladanan yang tiada

tara. Keberadaan guru dalam pendidikan sangatlah krusial, sebab

kewajibannya tidak hanya mentransfer pengetahuan (transfer of

knowledge) saja, tetapi juga dituntut untuk menginternalisasikan nilai-nilai

(values) kepada peserta didik.

Guru merupakan salah satu komponen dalam kegiatan belajar

mengajar dan memiliki posisi yang sangat menentukan keberhasilan

pembelajaran, karena fungsi utama guru adalah merancang, mengelola,

melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran. Disamping itu

kedudukan guru dalam proses belajar mengajar juga sangat strategis dan

menentukan. Strategis karena guru yang akan menentukan kedalaman

dan keluasan materi pelajaran, sedangkan bersifat menentukan karena

guru yang memilah dan memilih bahan pelajaran yang akan disajikan

(Zahroh, 2015:23).

Guru yang profesional merupakan kunci pokok kelancaran dan

kesuksesan dalam proses pembelajaran di sekolah. Karena hanya guru

profesional yang bisa menciptakan situasi aktif peserta didik dalam

kegiatan pembelajaran. Guru yang profesional diyakini mampu

mengantarkan peserta didik dalam pembelajaran untuk menemukan,

mengelola, memadukan perolehannya, dan memecahkan persoalan-

persoalan yang berkaitan dengan pengetahuan, sikap, dan nilai ataupun

keterampilan hidupnya. Guru yang profesional diyakini mampu membuat

peserta didik berpikir, bersikap dan bertindak kreatif.

4
Guru merupakan profesi yang jabatannya atau pekerjaan yang

memerlukan keahlian khusus. Adapun tugas guru sebagai profesi,

meliputi: mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti

mengembangkan nilai-nilai hidup, mengajar berarti meneruskan dan

mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan melatih

berarti mengembangkan keterampilan siswa (Kurniasih, 2017:17).

Guru adalah tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar,

dalam arti mengembangkan ranah cipta, rasa dan karsa siswa sebagai

implementasi konsep ideal mendidik. Karakteristik kepribadian guru

meliputi: fleksibilitas kognitif, dan keterbukaan psikologis. Kita berharap

guru mampu berkompetisi dan bekerja secara profesional. Kompetensi

guru adalah kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan

profesinya, sedangkan profesionalisme berarti kualitas dan perilaku

khusus yang menjadi ciri khas guru profesional, guru juga diharapkan

mampu melaksanankan KBM suatu kegiatan yang integral dan resiprokal

antara guru dan siswa dalam situasi instruksional. Dalam situasi ini guru

mengajar dan siswa belajar. (Zahroh, 2015:57).

Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun

2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, jabatan guru sebagai pendidik

merupakan jabatan profesional. Untuk itu profesionalisme guru dituntut

agar terus berkembang sesuai dengan perkembangan jaman, ilmu

pengetahuan dan teknologi, serta kebutuhan masyarakat termasuk

kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki

kapabilitas untuk mampu bersaing baik diforum regional, nasional

maupun internasional. (Sani, 2017:35).

Profesionalisme guru sangat ditentukan oleh operasional

manajemen di tingkat sekolah. Pembangunan pendidikan nasional

5
merupakan upaya bersama seluruh komponen pemerintah maupun

masyarakat. Pendidikan dapat melahirkan insan-insan terpelajar yang

mempunyai peranan penting dalam transformasi sosial dalam

masyarakat. Peran utama dalam menjalankan pola manajemen sekolah

terletak pada kepala sekolah dan seluruh komunitas sekolah, baik secara

bersama-sama maupun individu. Kepala sekolah adalah orang yang

bertanggungjawab untuk menjalankan roda organisasi sekolah. Menyikapi

tentang peran, fungsi dan bertanggungjawab kepala sekolah hendaknya

memiliki komitmen yang tinggi atas pekerjaannya disamping profesional

dan berdedikasi. kepala sekolah dituntut untuk terlibat aktif dalam proses

pengambangan seluruh personil sekolah. Sebagai pemimpin di sekolah,

kepala sekolah merupakan individu yang dituntut mampu melakukan

transformasi kemampuannya melalui bimbingan, tuntunan dan

pemberdayaan kepada seluruh warga sekolah (Purwanti, Murniati dan

Yusrizal, 2014: 391).

Dalam melaksanakan tugasnya, guru tidak berada dalam

lingkungan yang kosong. Ia bagian dari dari sebuah “mesin besar”

pendidikan nasional, dan karena itu ia terikat pada rambu-rambu yang

telah ditetapkan secara nasional mengenai apa yang mesti dilakukannya.

Hal seperti biasa dimanapun, namun dalam konteks profesionalisme guru

dimana mengajar dianggap sebagai pekerjaan profesional, maka guru

dituntut untuk profesional dalam melaksanakan tugasnya. (Sani,

2017:35).

Menurut Mangkunegara (2011:32) dalam proses pembelajaran

yang diberikan diartikan sebagai kinerja guru sebagai upaya

mengembangkan kegiatan yang ada menjadi kegiatan yang lebih baik,

sehingga tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dicapai dengan baik

6
melalui suatu kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru sesuai

dengan target dan tujuan.

Peran supervisi kepala sekolah dinilai dari kinerja yang

menghasilkan outcomes – produktivitas bagi organisasi dan ganjaran bagi

personil dalam bentuk gaji, tunjangan, jaminan pekerjaan, pengakuan dari

teman kerja dan atasan, serta kesempatan-kesempatan promosi bagi

para karyawan individual. Ini sejalan dengan faktor motivator dan faktor

kesehatan. Para karyawan pada umumnya sering mengukur kepuasan

pekerjaan dari sudut ganjaran ini, yang merupakan hal yang paling

tangible yang mereka terima dari pekerjaan. Individu bisa mendapatkan

kepuasan pekerjaan dari rasa pencapaian personal mereka melalui kerja

dan juga dari feedback mengenai Kinerja mereka. (Zahroh, 2015:61).

Untuk mencapai standar kelayakan dan kinerja yang baik, sekolah

perlu dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah yang berkualitas yang

memiliki pengetahuan luas tentang manajemen sekolah, memiliki budaya

kerja dan budaya organisasi, serta memiliki ketahanmalangan dalam

menghadapi segala bentuk permasalah, hambatan dan kesulitan pada

waktu melaksanakan tugas sebagai seorang pemimpin atau seorang

manajer (Syarwani, 2013:5-6).

Lebih lanjut Syarwani (2013:6) mengemukakan bahwa di bawah

kepemimpinan seorang Kepala Sekolah yang profesional, dapat

mengembangkan peserta didik dan para guru sesuai dengan potensinya,

sehingga akan meningkatnya pendidikan di sekolah yang ia pimpin.

Sebagai seorang pemimpin, harus mampu memberikan bimbingan

menuntun, mengarahkan, dan mendorong timbulnya kemauan yang

penuh semangat, percaya diri kepada para guru, staf, dan peserta didik

7
dalam melaksanakan tugas serta memberikan inspirasi dalam mencapai

tujuan.

Mengacu kepada Kemendiknas No.143/MPK/1990 dan Surat

Keputusan Mendiknas No.162/U/2003 dan ketentuan yang terbaru

dengan Peraturan Mendiknas No.13 Tahun 2007 bahwa Kepala Sekolah

adalah guru yang diberi tugas jabatan sebagai Kepala Sekolah dengan

lama masa jabatan empat tahun untuk mengendalikan sekolah tersebut.

Sebagai guru, ia berkewajiban melaksanakan tatap muka di kelas selama

enam jam per minggu. Kepala Sekolah sebagai staf, bahwa ia pejabat

formal yang pengangkatan, pembinaan, dan tanggungjawabnya terikat

oleh serangkaian ketentuan dan prosedur. Ia bertugas dan bertanggung

jawab kepada atasannya.

Salah satu kompetensi yang harus dimiliki kepala sekolah adalah

kompetensi supervisi. Kompetensi supervisi sesuai permendiknas nomor

13 tahun 2007 mencakup perencanakan program supervisi akademik

dalam rangka peningkatan profesionalisme guru, melaksanakan supervisi

akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan tehnik

supervisi yang tepat dan menindaklanjuti hasil supervisi akademis

terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.

Untuk menunjang kompetensi tersebut, kepala sekolah harus

mempunyai pengetahuan dan keterampilan dalam merencanakan,

melaksanakan dan menindaklanjuti supervisi dalam upaya meningkatkan

kualitas sekolah.Untuk meningkatkan kualitas guru, kegiatan supervisi

kepala sekolah melalui kegiatan pelayanan dan pembinaan dengan

memberikan kesempatan kepada guru-guru untuk dapat berkembang

secara profesional.

8
Supervisi merupakan aktivitas yang harus dilakukan oleh seorang

pemimpin berkaitan dengan peran kepemimpinan yang diembannya

dalam rangka menjaga kualitas produk yang dihasilkan lembaga.Hal

tersebut bertujuan meningkatkan kualitas dan kinerja. Dengan bimbingan

dan bantuan, kualitas sumber daya manusia yang ada akan senantiasa

bisa dijaga dan ditingkatkan (Arikunto, 2014:370).

Dalam proses supervisi, supervisor dapat berperan sebagai

sumber informasi, sumber ide, sumber petunjuk dalam berbagai hal

dalam rangka peningkatan kemampuan profesional guru. Supervisi

sebagai koordinasi, kepala sekolah sebagai supervisor harus memimpin

sejumlah guru/straf yang masing-masing mempunyai tugas dan tanggung

jawab sendiri-sendiri.Supervisor haruslah menjaga agar setiap guru dapat

menjalankan tugasnya dengan baik dalam situasi kerja yang kooperatif.

Supervisi sebagai evaluasi, untuk mengetahui kemampuan guru yang

akan dibina perlu dilakukan evaluasi sehingga program supervisi cocok

dengan kebutuhan guru. Selain itu melalui evaluasi dapat pula diketahui

kemampuan guru setelah mendapatkan bantuan dan latihan dari

supervisor (Kompri, 2015:196).

Lebih lanjut Hendarman (2018:45) mengemukakan bahwa kepala

sekolah merupakan center of leader yang mengatur dan mengelola

aktivitas menjadi terarah, terfokus dan mengalami peningkatan yang

signifikan. Oleh karena itu, kepala sekolah berperan penting dalam

peningkatan kinerja guru untuk lebih semangat dan profesional dalam

mengajar dan mengembangkan diri dalam mentransfer ilmu kepada

peserta didik. Kepala sekolah memimpin lembaganya dengan peranan

yang sangat besar bagi peningkatan kemajuan sekolah. Hal ini

9
dikarenakan tugas kepala sekolah dalam mengawasi kegiatan yang telah

diprogramkan agar menjadi terarah, terfokus dan berhasil dengan baik.

Dalam penelitian ini, supervisor yang efektif adalah kepala sekolah

yang baik. Kepala sekolah merupakan center of leader dalam membantu

efektivitas belajar mengajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa kepala

sekolah sebagai pemimpin pendidikan mempunyai peranan yang besar

dalam keberhasilan lembaga pendidikan. Kepala sekolah berperan

memandu, menuntun, membimbing, membangun dan memberi motivasi

kerja, menjalin jaringan komunikasi yang baik, memberikan supervisi atau

pengawasan yang efisien dengan ketentuan waktu dan perencanaan.

Keterlibatan kepala sekolah dan guru dalam pengembangan

efektivitas pembelajaran di sekolah juga mendorong rasa kepemilikan

yang lebih tinggi terhadap sekolahnya yang pada akhirnya mendorong

mereka untuk menggunakan sumber daya yang ada dengan seefisien

mungkin untuk mencapai hasil yang maksimal. Kepemimpinan kepala

sekolah merupakan suatu hal yang menarik untuk dikaji dan dipelajari

sebagai upaya mendapatkan sekolah yang baik dan berkualitas.

Kepala sekolah sebagai seorang supervisor mempunyai tanggung

jawab untuk peningkatan kemampuan guru dalam mengelola kegiatan

pembelajaran di sekolah serta mempunyai peranan yang sangat penting

terhadap perkembangan dan kemajuan sekolah. Oleh karena itu, kepala

sekolah harus melakukan supervisi secara baik dan benar sesuai dengan

prinsip-prinsip dan teknik serta pendekatan yang tepat. Pembinaan-

pembinaan yang dilakukan oleh kepala sekolah kepada guru dapat

meningkatkan kinerja dan dedikasi guru dalam pendidikan. Tugas

seorang supervisor adalah membantu, mendorong dan memberikan

keyakinan kepada guru bahwa proses belajar mengajar dapat

10
memberikan pengembangan berbagai pengalaman, pengetahuan, sikap

dan keterampilan guru serta proses belajar mengajar yang dilakukan oleh

guru tersebut harus dibantu secara profesional sehingga guru dapat

berkembang dalam pekerjaannya yaitu untuk meningkatkan efektivitas

dan efisiensi proses belajar mengajar.

Supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah yaitu untuk

meningkatkan kompetensi para guru dalam kegiatan belajar mengajar,

sehingga diharapkan dapat memenuhi misi pengajaran yang diembannya

atau misi pendidikan nasional dalam lingkup yang lebih luas.

Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa masalah profesi guru

dalam mengemban kegiatan belajar mengajar akan selalu dan terus

berlanjut dan bantuan supervisi dari kepala sekolah sangatlah penting

dalam mengembangkan profesionalisme guru dalam melaksanakan

tugasnya secara maksimal. Kepala sekolah menghendaki dukungan

kinerja guru yang selalu ada peningkatan yang konsisten dalam

melaksanakan pembelajaran disekolah.

Burhanuddin (2016:27) mengemukakan bahwa tujuan supervisi

adalah dalam rangka mengembangkan situasi belajar mengajar yang

lebih baik melalui pembinaan dan peningkatan profesi mengajar, secara

rinci sebagai berikut: (1) Meningkatkan efisiensi dan efektifitas belajar

mengajar; (2) Mengendalikan penyelenggaraan bidang teknis edukatif di

sekolah sesuai dengan ketentuan dan kebijakan yang telah ditentukan;

(3) Menjamin agar kegiatan belajar mengajar berlangsung dengan

ketentuan yang berlaku, sehingga berjalan lancar dan memperoleh hasil

yang optimal; (4) Menilai keberhasilan sekolah dalam pelaksanaan

tugasnya; dan (5) Memberikan bimbingan langsung untuk memperbaiki

masalah, kekurangan dan kekhilafan serta membantu memecahkan

11
masalah yang dihadapi sekolah sehingga dapat dicegah kesalahan yang

lebih jauh.

Hal tersebut di atas diperkuat oleh Permendiknas no.13 tahun

2007 mengenai standar kepala sekolah/madrasah yang telah

mencantumkan 5 kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala sekolah

yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi

kewirausahaan, kompetensi supervisi dan kompetensi sosial. Rambu-

rambu penilaian kinerja kepala sekolah Dirjen Dikdasmen tahun 2000

yaitu: 1) Kemampuan menyusun program supervisi pengajaran, 2)

Kemampuan melaksanakan program supervisi pengajaran, 3)

Kemampuan memanfaatkan hasil supervisi. Oleh karena itu, yang

menjadi pokok kajian dalam penelitian ini adalah supervisi yang meliputi:

1) Unsur-unsur yang disupervisi oleh kepala sekolah terhadap guru dalam

meningkatkan kinerja guru, 2) Strategi supervisi yang tepat bagi

peningkatan kinerja guru, 3) Feedback dan tindak lanjut supervisi kepala

sekolah dalam rangka peningkatan kinerja guru.

Berdasarkan uraian di atas, dan beberapa teori yang berkalitan

dengan penelitian ini, peneliti melihat bahwa di SMA Negeri 1 Lais

Kabupaten Musi Banyuasin merupakan salah satu lembaga pendidikan

formal pada jenjang menengah, yang diselenggarakan untuk melanjutkan

dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi

anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan

timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta

dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau

pendidikan tinggi. SMA Negeri 1 Lais, Kecamatan Lais Kabupaten Musi

Banyuasin memliliki tenaga pendidik sebanyak 26 orang guru, 12 orang

PNS, 14 orang guru honorer. Dalam proses pembelajaran di SMA Negeri

12
1 Lais padat dan terjadwal yang dimulai pada pukul 07.30 WIB – 15.45

WIB. Wawancara awal peneliti dengan kepala SMA Negeri 1 Lais

menjelaskan bahwa guru PNS yang sudah memiliki sertifikasi sebanyak 9

orang guru, sedangkan 3 orang guru PNS dan 14 orang guru honorer

belum bersertifikasi. Kepala SMA Negeri 1 Lais telah berupaya sebaik

mungkin untuk meningkatkan profesionalisme guru yang ada, terutama

yang belum bersertifikasi. Disamping itu juga, kepala SMA Negeri 1 Lais

menyadari bahwa proses belajar-mengajar selama ini belum berjalan

secara ekfektif, guru masih menemui kendala yang dihadapi saat

menyampaikan materi pembelajaran dan profesionalisme guru perlu

ditingkatkan lagi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor

internal maupun faktor eksternal. Bahkan, sering dijumpai proses belajar-

mengajar tidak mencapai sasaran dan tujuan pembelajaran. Bahkan ada

juga guru yang terlambat hadir, serta terkadang guru menyuruh siswa

untuk mencatat tentang materi yang akan dipelajari.

Berdasarkan uraian permasalahan yang ada, peneliti berkeinginan

untuk mengkaji tentang supervisi kepala sekolah dalam upayanya untuk

meningkatkan profesionalisme guru melalui sebuah penelitian yang

berjudul, “Peningkatan Profesionalisme Guru SMA Negeri 1 Lais

Kabupaten Musi Banyuasin Melalui Supervisi Kepala Sekolah.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan permasalahan

yang ada di SMA Negeri 1 Lais, dapat peneliti identifikasi permasalah

tersebut yaitu:

1. Masih ada guru PNS yang belum bersertifikasi, sehingga perlu

diupayakan melalui supervisi kepala sekolah.

13
2. Masih ada guru yang menyuruh siswa mencatat materi pelajaran yang

akan dibahas, sehingga profesionalisme guru peneliti anggap belum

optimal, bahkan masih ada guru yang belum disiplin yaitu sering

terlambat hadir mengajar.

3. Supervisi kepala sekolah belum berjalan secara maksimal, hal ini

disebabkan karena padatnya jadwal kerja kepala sekolah dalam

menanggulangi persoalan-persoalan dan kesulitan yang ada di

sekolah.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian identifikasi masalah di atas, maka peneliti

menganggap merasa perlu adanya pembatasan masalah dalam

penelitian ini, yaitu sebagai berikut.

1. Penelitian ini membahas tentang peningkatan profesionalisme guru di

SMA Negeri 1 Lais Kabupaten Musi Banyuasin melalui supervisi

kepala sekolah.

2. Penelitian ini membahas tentang profesionalisme guru di SMA Negeri

1 Lais Kabupaten Musi Banyuasin sejumlah 26 orang guru, baik PNS

maupun yang non PNS.

3. Penelitian ini membahas tentang supervisi yang dilakukan oleh kepala

sekolah dalam meningkatkan profesionalisme guru, serta fungsi dan

tugas pokok kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya.

D. Perumusan Masalah

Adanya identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang

telah dikemukakan di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut.

14
1. Bagaimanakah peningkatan profesionalisme guru SMA Negeri 1 Lais

Kabupaten Musi Banyuasin melalui supervisi kepala sekolah?

2. Usaha-usaha apa sajakah yang dilakukan oleh kepala sekolah melalui

supervisi yang dilaksanakan untuk meningkatkan profesionalisme

guru SMA Negeri 1 Lais Kabupaten Musi Banyuasin?

3. Kendala-kendala apa sajakah yang menjadi penyebab sehingga

profesionalisme guru SMA Negeri 1 Lais Kabupaten Musi Banyuasin

belum dapat ditingkatkan secara maksimal?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian perumusan masalah di atas, maka tujuan

yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui peningkatan profesionalisme guru SMA Negeri 1

Lais Kabupaten Musi Banyuasin melalui supervisi kepala sekolah.

2. Untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan kepala sekolah

melalui supervisi yang dilaksanakan untuk meningkatkan

profesionalisme guru SMA Negeri 1 Lais Kabupaten Musi Banyuasin.

3. Untuk mengetahui cara kepala sekolah melalui supervisi yang

dilaksanakan dalam mengatasi kendala-kendala yang ada untuk

meningkatkan profesionalisme guru SMA Negeri 1 Lais Kabupaten

Musi Banyuasin.

F. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini, diharapkan kiranya dapat memberikan

manfaat ke berbagai pihak yang terkait, yaitu sebagai berikut.

1. Secara teoretis

Penelitian ini sebagai alternatif rujukan bagi peneliti untuk

dapat meningkatkan profesionalisme guru SMA Negeri 1 Lais

15
Kabupaten Musi Banyuasin melalui peran supervisi kepala sekolah

secara maksimal.

2. Secara praktis

Secara praktis, diharapkan penelitian ini memberikan

kontribusi yang positif kepada pihak-pihak sebagai berikut:

a. Bagi Kepala Sekolah, sebagai bahan masukan untuk

selalu mengevaluasi kerja guru agar profesionalisme guru di

sekolah lebih baik lagi.

b. Bagi guru, sebagai bahan kajian untuk dapat bekerja

dengan baik secara profesional demi kemajuan pendidikan di

sekolah.

c. Bagi peneliti, sebagai bahan kajian untuk dapat

diterapkan di sekolah dan dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain

untuk mengkaji tentang supervisi kepala dengan kajian yang

berbeda.

16
II. KAJIAN TEORITIK

A. Teori-teori yang relevan dengan variabel yang diteliti

1. Profesionalisme Guru

a. Pengertian Profesionalisme Guru

Profesionalisme merupakan sikap dari seorang

profesional. Artinya sebuah tim menjelaskan bahwa setiap

pekerjaan hendaklah dikerjakan oleh seseorang yang mempunyai

keahlian dalam bidangnya atau profesinya.

Hamalik (2016:11), Profesionalisme merupakan sikap

profesional yang berarti melakukan sesuatu sebagai pekerjaan

pokok sebagai profesi dan bukan sebagai pengisi waktu luang

atau sebagai hoby belaka. seorang profesional mempunyai

kebermaknaan ahli (expert) dengan pengetahuan yang dimilki

dalam melayani pekerjaannya. Tanggung jawab (responsibility)

atas keputusannya baik intelektual maupun sikap, dan memiliki

rasa kesejawatan menjunjung tinggi etika profesi dalam suatu

organisasi yang dinamis. Seorang profesional memberikan

layanan pekerjaan secara terstruktur.

Kunandar (2017:45), kata profesi berasal dari bahasa

yunani “Propbaino” yang berarti menyatakan secara publik dan

dalam bahasa latin disebut “Professio” yang digunakan untuk

menunjukkan pernyataan publik yang dibuat oleh seorang yang

bermaksud menduduki suatu jabatan publik. Para politikus

Romawi harus melakukan “Professio” didepan publik yang

dimaksudkan untuk menetapkan bahwa kandidat bersangkutan

17
memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk menduduki jabatan

publik.

Danim (2010:24) mengemukakan bahwa profesionalisme

adalah suatu usaha dinamis dalam rangka pengoptimalan

penerapan tugas agar menjadi profesional dengan meningkatkan

kualitas unsur kompetensi. Profesionalisme guru diartikan sebagai

kondisi, arah, nilai, tujuan, serta kualitas keahlian dan

kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang

berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang dijadikan sebagai

mata pencaharian.

Selanjutnya Nurdin (2012:9) menjelaskan bahwa kata

profesional berhubungan dengan kata profesi. Jadi, kata

profesional dan profesi merupakan suatu hal yang sama-sama

memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya.

Berikutnya Rusman (2011:34) mengemukakan bahwa jabatan

guru adalah suatu profesi yang terhormat dan mulia. Upaya guru

selalu berusaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan

meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya, yaitu yang

beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, serta menguasai IPTEKS

dalam mewujudkan masyarakat yang berkualitas. Disamping

mengabdikan diri dan berbakti kepada bangsa, tugas utama guru

adalah mendidik, membimbing, melatih, dan mengembangkan

kurikulum (perangkat kurikulum). Profesi merupakan suatu jabatan

atau pekerjaan yang menuntut keahlian tertentu. Artinya, jabatan

tidak bisa dilakukan atau dipegang oleh sembarang orang yang

tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan

pekerjaan tersebut sehingga baru dapat dikatakan profesional.

18
Melainkan melalui proses pendidikan dan pelatihan yang

disiapkan secara khusus untuk bidang yang diembannya. Guru

profesional harus memiliki kompetensi keguruan yang didapat

melalui pendidikan guru seperti (S1-PGSD, Si Kependidikan,

AKTA Pendidikan) yang diperoleh dan pendidikan khusus untuk

bidang tersebut. Kompetensi guru tersebut diperoleh melalui apa

yang disebut profesionalisasi yang dilakukan baik sebelum

seseorang menjalani profesi itu (preservice training atau pra-

jabatan) maupun setelah menjalani suatu profesi (in-service

training). (Kristiawan, 2017:58).

Istilah profesional pada umumnya adalah orang yang

mendapat upah atau gaji dari apa yang dikerjakan, baik dikerjakan

secara sempurna maupun tidak (Yamin, 2017:15). Dalam konteks

ini bahwa yang dimaksud dengan profesional adalah guru adalah

pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara

mendalam yang hanya mungkin diperoleh dari lembaga-lembaga

pendidikan yang sesuai sehingga kinerjanya didasarkan kepada

keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggungjawabkan

secara ilmiah (Sanjaya, 2014:63). Jadi jelaslah bahwa guru perlu

memiliki kemampuan khusus yaitu kemampuan yang tidak

mungkin dimiliki oleh orang yang bukan guru.

Selanjutnya Santyasa (2014:31) mengemukakan bahwa

profesionalisme guru sering dikaitkan dengan tiga faktor yang

cukup penting, yaitu kompetensi guru, sertifikasi guru, dan

tunjangan profesi guru. Bagian dari ketiga faktor tersebut

berkaitan erat dengan kualitas pendidikan, dimana guru yang

dianggap profesional dibuktikan dengan kompetensi yang

19
dimilikinya untuk mendorong terwujudnya proses dan produk

kinerja yang dapat menunjang peningkatan kualitas pendidikan.

Sedangkan guru kompeten dibuktikan dengan diperolehnya

tunjangan profesi yang memadai menurut ukuran Indonesia.

Tersertifikasinya seorang guru merupakan dasar asumsi yang

kuat, bahwa guru tersebut telah memiliki kompetensi. Kompetensi

yang harus dimiliki seorang guru mencakup empat hal, yaitu (1)

kompetensi pedagogi (2) kompetensi profesional, (3) kompetensi

sosial, dan (4) kompetensi kepribadian. Berdasarkan uraian di

atas, dapat penulis simpulkan bahwa profesionalisme guru adalah

suatu bidang pekerjaan yang dimiliki oleh seseorang yang telah

menempuh pendidikan jenjang (SPG, D.III, S1, S2 dan S3) dan

ahli dibidangnya itu.

Lebih lanjut Bafadal (2014:73) mengemukakan bahwa guru

yang profesional adalah guru yang mampu mengelola dirinya

sendiri dalam melaksanakan tugas sehari-hari. guru profesional

adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk

melakukan tugas pendidikan dan pengajaran.

Berdasarkan kajian teori di atas, dapat peneliti simpulkan

bahwa profesionalisme guru adalah pekerjaan profesi seorang

guru yang profesional dan ditunjang oleh suatu ilmu tertentu

secara mendalam yang hanya mungkin diperoleh dari lembaga-

lembaga pendidikan yang sesuai sehingga keprofesionalannya

didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

b. Karakteristik Guru Profesional

20
Slavin (2011:18) mengemukakan bahwa guru dapat

disebut profesional jika memiliki 14 (empat belas) karakteristik

(teachers can be called professional if they have 14

characteristics), yaitu (1) mengenal karakteristik peserta didik; (2)

memahami makna belajar baik secara teori maupun praktik dan

prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik; (3) mengembangkan

kurikulum; (4) proses pembelajaran yang diberikan bersifat

pembelajaran yang mendidik; (5) memiliki kemampuan untuk

mengembangkan potensi; (6) mampu komunikasi baik dengan

peserta didik; (7) mampu memberikan penilaian dan mengevaluasi

dalam proses pembelajaran; (8) bertindak sesuai dengan norma

agama, hukum, sosial dan nasional; (9) menunjukan pribadi yang

dewasa dan teladan; (10) etos kerja, tanggung jawab yang tinggi

dan rasa bangga menjadi guru; (11) bersikap inskluisif, bertindak

obyektif, serta tidak diskriminatif; (12) komunikasi sesama guru,

tenaga pendidik, orang tua peserta didik dan masyarakat; (13)

penguasaan materi struktur konsep dan pola pikir keilmuan yang

mendukung mata pelajaran yang diampu; dan (14)

mengembangkan keprofesian melalui tindakan reflektif.

Selanjutnya Trianto (2013:7), seorang guru dapat

dikatakan profesional jika memiliki (1) kemampuan intelektual

yang diperoleh melalui pendidikan. Pendidikan yang dimaksud

adalah jenjang pendidikan tinggi. Syarat minimal untuk menjadi

guru secara akademik adalah S1. Semakin tinggi jenjang

pendidikan yang ditempuh oleh guru, semakin baik. Disamping itu,

guru semakin profesional, karena secara langsung guru kaya akan

pengetahuan (knowledge); (2) memiliki pengetahuan spesialisasi.

21
Pengetahuan spesialisasi adalah sebuah kekhususan

penguasaan bidang ilmu tertentu. Siapa saja bisa menjadi guru.

Tetapi tidak semua orang bisa menjadi guru sejati serta

profesional. Guru yang sesungguhnya adalah guru yang memiliki

spesifikasi bidang studi (subject matter) dan penguasaan

metodologi pembelajaran secara benar; dan (3) memiliki teknik

kerja yang dapat dikomunikasikan atau communicable. Seorang

guru harus mampu berkomunikasi dengan baik seyogyanya

seorang guru profesional. Komunikasi yang disampaikan guru

haruslah komunikasi yang memiliki makna, padat isi, dan jelas,

sehingga dari pesan tersebut dapat dipahami oleh peserta didik

saja, tetapi juga dipergunakan untuk berkomunikasi dengan

atasan, sesama kolega, wali peserta didik, dan dengan

masyarakat sekitar sekolah; (a) memiliki kode etik; dan (b) budaya

profesional.

Lebih lanjut Kurniasih (2017:25) menyebutkan kompetensi

pedagogik yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran

secara luas dan mendalam yang meliputi (1) konsep, struktur, dan

metode keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan

materi ajar; (2) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (3)

hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; dan (4) penerapan

konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan

kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap

melestarikan nilai dan budaya nasional.

Berdasarkan kajian teori di atas, dapat peneliti simpulkan

bahwa karakteristik guru profesional adalah guru yang memiliki ciri

dalam mengajar dan bersikap profesional yaitu dengan ciri

22
karakteristiknya mengenal peserta didik, memahami makna

belajar yang bersifat mendidik, mampu mengembangkan

kurikulum, mampu mengembangkan potensi dalam dirinya,

bertindak sesuai dengan norma-norma yang baik, menunjukkan

pribadi yang meneladani, memiliki tanggung jawab, mampu

berkomunikasi yang bersifat elastis baik dengan siswa, guru, dan

masyarakat.

c. Konsep Profesionalisme Guru

Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai,

tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang

pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan

seseorang yang menjadi mata pencaharian. Adapun guru yang

profesional itu sendiri adalah guru yang berkualitas, berkompeten,

dan guru yang dikehendaki untuk mendatangkan prestasi belajar

serta mempengaruhi proses belajar siswa yang nantinya akan

menghasilkan prestasi belajar siswa yang lebih baik (Hakam,

2013:1).

Selanjutnya Martinis (2015:123) mengemukakan bahwa

guru profesional yaitu sebagai designer (perancang

pembelajaran), edukator (pengembangan kepribadian), manager

(pengelola pembelajaran), administrator (pelaksanaan teknis

administrasi), supervisor (pemantau), inovator (melakukan

kegiatan kreatif), motivator (memberikan dorongan), konselor

(membantu memecahkan masalah), fasilitator (memberikan

bantuan teknis dan petunjuk), dan evaluator (menilai pekerjaan

siswa).

23
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa

konsep profesionalisme guru harus mampu menjadi perangcang

pembelajaran, mengembangkan kepribadian, mengelola

pembelajaran, melaksanakan teknis administrasi dengan baik,

memantau, membantu memecahkan permasalahan siswa dan

memberi petunjuk serta menilai hasil kerja siswa.

d. Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran

Ahmadi (2011:25) mengemukakan bahwa guru berperan

sebagai pembimbing dalam melaksanakan proses belajar

mengajar. Dimana seorang guru mampu menciptakan kondisi

yang membuat peserta didik merasa nyaman dan yakin bahwa

kecakapan dan prestasi yang dicapai akan mendapat

penghargaan dan perhatian sehingga dapat meningkatkan

motivasi berprestasi peserta didiknya.

Dipertegas oleh Rachman (2016:9) tugas guru merupakan

suatu proses mendidik, mengajar, dan melatih peserta didik.

Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai

hidup (afektif). Selanjutnya mengajar yang memiliki makna

meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan

teknologi (kognitif). Adapun melatih berarti mengembangkan

keterampilan para siswa (psikomotorik). Cakupan dari afektif,

kognitif, dan psikomotorik harus terintegrasi menjadi satu

kesatuan dan tidak dapat dipisahkan, maksudnya dalam

melaksanakan tugas mengajar seorang guru tidak boleh

mengabaikan nilai-nilai kehidupan dan keterampilan. Mereka

mengajarkan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi tidak

24
mengeyampingkan nilai-nilai penggunaan ilmu dan teknologi

tersebut. Begitupun dalam melatih para siswa, seorang guru tidak

bisa mengabaikan tugasnya sebagai pengajar dan pendidik. Untuk

melaksanakan ketiga tugas pokok tersebut, Rachman (2016:11)

mengemukakan bahwa seorang guru dituntut mempunyai

beberapa kemampuan sebagai berikut (1) berwawasan luas,

menguasai bidang ilmunya, dan mampu mentransfer atau

menerangkan kembali kepada siswa; (2) mempunyai sikap dan

tingkah laku (kepribadian) yang patut diteladani sesuai dengan

nilai-nilai kehidupan (values) yang dianut masyarakat dan bangsa;

dan (3) memiliki keterampilan sesuai dengan bidang ilmu yang

dimilikinya. Masih menurut Rachman (2016:12) sebagai seorang

guru yang memiliki peran sebagai seorang pengajar, haruslah

memiliki 4 (empat) kriteria, yaitu sebagai berikut.

1. Peran Guru Sebagai

Demonstrator

Agar dapat melaksanakan perannya dengan baik,

seorang guru harus menguasai bahan pelajaran yang akan

diajarkannya. Hal ini, merupakan peran guru sebagai

demonstrator, ia harus senantiasa belajar meningkatkan

penguasaannya terhadap ilmu sesuai dengan bidangnya. Agar

ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seorang guru dapat

disampaikan kepada peserta didik dengan baik, guru tersebut

harus terampil dalam memahami kurikulum, menjabarkannya

dalam tujuan-tujuan operasional, serta mampu menggunakan

metodologi dan sarana pembelajaran secara optimal.

25
2. Peran Guru Sebagai Pengelola

Kelas

Seorang guru harus mampu menciptakan suasana

atau kondisi belajar di kelas merupakan tugas guru sebagai

pengelola kelas. Ia juga harus mampu merangsang siswa

untuk aktif dalam proses pemelajaran, terampil mengendalikan

suasana kelas agar tetap hangat, aman, menarik, dan

kondusif.

3. Peran Guru Sebagai Mediator

dan Fasilitator

Sebagai mediator, seorang guru dituntut memiliki

pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media

pendidikan sebagai alat komunikasi dalam proses

pembelajaran. Dalam proses pembelajaran seorang guru

harus bisa memilih, menggunakan, dan mengusahakan media

pendidikan, serta mampu menjadi perantara (media) dalam

hubungan antar siswa dalam proses belajar-mengajar.

Sebagai fasilitator, guru hendaknya mampu mengusahakan

sumber belajar yang berguna serta dapat menunjang

tercapainya tujuan dalam proses belajar-mengajar, baik yang

terwujud narasumber, buku teks, majalah, surat kabar,

maupun sumber belajar lainnya.

4. Peran Guru Sebagai Evaluator

Sebagai evaluator, seorang guru dituntut mampu

melakukan proses evaluasi, baik untuk mengetahui

keberhasilan dirinya dalam melaksanakan pemelajaran (field

back), maupun untuk menilai hasil belajar siswa. Untuk

26
mewujudkan peran ini, seorang guru dituntut memiliki

keterampilan (1) mampu merumuskan alat tes yang valid dan

reliable; (2) mampu menggunakan alat tes dan non-tes secara

tepat; (3) mampu melaksanakan penilaian secara objektif,

jujur, dan adil; dan (4) menindaklanjuti hasil evaluasi secara

proporsional. Dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang “Sistem

Pendidikan Nasional” tentang guru yang berbunyi Pasal 39 (2)

Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas

merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,

menilai hasil proses pembelajaran, melakukan bimbingan dan

pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada

masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi;

Dalam pasal 40 (1) menyatakan pendidik dan tenaga

kependidikan berhak memperoleh, antara lain (a) penghasilan

dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai;

(b) penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; (c)

pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan

kualitas; (d) perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas

dan hak atas hasil kekayaan intelektual; dan (f) kesempatan

untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas

pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.

Pasal 40 (2) pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban

menciptakan suasana pendidikan yang bermakna,

menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; mempunyai

komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu

pendidikan; dan memberi teladan serta menjaga nama baik

27
lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan

yang diberikan kepadanya.

Pasal 42 (1) pendidik harus mempunyai kualifikasi

minimum serta sertifikasi sesuai dengan jenjang yang

diampuhnya, sehat jasmani dan rohani, serta mempunyai

kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Selanjutnya menurut Rachman (2016:14) fungsi guru meliputi

sebagai berikut.

a) Guru sebagai Pendidik

Dalam menjalankan fungsi sebagai pendidik, guru

dituntut menjadi inspirator dan menjaga disiplin kelas. Guru

memberikan semangat kepada para peserta didik tanpa

memandang tingkat kemampuan intelektual atau tingkat

motivasi belajarnya, merupakan fungsi guru sebagai

inspirator.

b) Guru sebagai Didaktikus

Rachman (2016:14) menjelaskan bahwa kualitas

pengajaran sangat tergantung pada cara menyajikan materi

yang harus dipelajari. Selain itu, bagaimana cara guru

menggunakan peneguhan, bagaimana cara guru

mengaktifkan siswa supaya berpartisipasi dan merasa

terlibat dalam proses belajar, dan bagaimana cara guru

memberikan informasi kepara siswa tentang keberhasilan

mereka, merupakan cara-cara yang biasa disampaikan.

Semua hal tersebut menuntut keterampilan didaktif guru.

Oleh sebab itu, dalam menjalankan tugasnya sebagai

didaktikus, seorang guru dituntut memiliki keterampilan (1)

28
jelas dalam menerangkan dan memberikan tugas; (2)

bervariasi dalam menggunakan prosedur didaktik; (3) cara

bekerjanya sistematik; (4) mampu menanggapi pertanyaan

dan gagasan siswa secara positif; dan (5) memberikan

umpan balik yang informatif tentang kemajuan siswa.

e. Kompetensi Guru

Guru sebagai agen pembelajar haruslah memiliki

kompetensi, dan kompetensi akan terwujud dalam bentuk

penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan

fungsinya sebagai guru. Senada dengan hal itu, Sani (2017:14)

mengemukakan bahwa kompetensi yang diperlukan guru dapat

diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman.

Kompetensi yang wajib dimiliki guru sesuai dengan UU yang ada

adalah haruslah mencakup kualifikasi akademik, kompetensi,

sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki

kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Selanjutnya Kurniasih (2017:30) mengemukakan bahwa

kompetensi guru yang dimaksud adalah serangkaian

pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki,

dihayati, dikuasai dan diaktualisasikan oleh guru dalam

melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi guru bersifat

holistik yang meliputi antara lain: kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi

profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi dan

memahami instruksi yang dibantu komputer (Kristiawan, 2014:27).

29
Lebih lanjut Yusutria (2016:22) mengemukakan bahwa

guru yang profesional adalah guru yang mampu (1)

merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi hasil

pembelajaran; (2) meningkatkan kualifikasi akademik dan

kompetensi secara berkelanjutan; (3) bertindak objektif dan tidak

diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suka,

ras dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan

status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaranl (4)

menjunjung tinggi peraturan perundangan-undangan, dan kode

etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan (5) memelihara

dan menumpuk persatuan dan kesatuan bangsa. Berdasarkan

uraian di atas, penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan

kompetensi guru adalah kemampuan guru yang diperoleh melalui

pendidikan formal maupun pengalaman bersifat holistik dalam

menjalankan tugasnya sebagai seorang pendidik yang memiliki

empat kompetensi yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi

kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

f. Tugas Pokok Guru dalam Pembelajaran

Seorang guru diharapkan pandai berkomunikasi, pandai

mengasuh, dan menjadi teman belajar bagi para siswa untuk

tumbuh dan berkembang. Menurut Sukadi (2014:33) bahwa

sebagai seorang profesional, guru memiliki lima tugas pokok,

yaitu: 1) merencanakan pembelajaran, 2) melaksanakan

pembelajaran, 3) mengevaluasi hasil pembelajaran, 4)

menindaklanjuti hasil pembelajaran, dan 5) melakukan bimbingan

30
dan konseling. Ke lima tugas pokok guru dalam pembelajaran,

peneliti uraikan sebagai berikut.

1. Merencanakan Kegiatan Pembelajaran

Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran,

seorang guru dituntut membuat perencanaan pembelajaran.

Fungsi perencanaan pembelajaran ialah untuk mempermudah

guru dalam melaksanakan tugas selanjutnya (Sukadi,

2014:33).

2. Melaksanakan Kegiatan Pembelajaran

Melaksanakan kegiatan pembelajaran merupakan

salah satu aktivitas inti guru di sekolah. Setelah perencanaan

selesai dibuat, seorang guru harus mampu mempraktikkan

perencanaannya di dalam kelas. Dalam melaksanakan

kegiatan pembelajaran, guru harus benar-benar siap materi,

siap mental, siap metodologi, siap media, dan siap strategi

pembelajaran. Pembelajaran merupakan inti kegiatan

pendidikan di sekolah. Seorang guru harus mampu

menampilkan seprima mungkin saat melaksanakan kegiatan

pemelajaran (Sukadi, 2014:33).

3. Mengevaluasi Hasil Pembelajaran

Kegiatan evaluasi ini dimaksudkan untuk mendapatkan

umpan balik (feed back) atas kegiatan pemelajaran yang

dilakukan. Dengan evaluasi, guru dapat mengetahui apakah

siswa telah mencapai standar kompetensi yang ditetapkan

atau belum. Selain itu, evaluasi juga dimaksudkan untuk

mengetahui efektivitas pemelajaran yang dilakukan guru

(Sukadi, 2014:34).

31
4. Menindaklanjuti Hasil Pembelajaran

Setelah dilakukan evaluasi, ada siswa yang mencapai

ketuntasan belajar, ada pula yang belum mencapai ketuntasan

belajar. Terhadap hal ini, seorang guru dituntut melakukan

upaya perbaikan dan pengayaan. Perbaikan dilakukan bagi

siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar, sedangkan

pengayaan dilakukan terhadap siswa yang sudah mencapai

ketuntasan belajar, tetapi dipandang perlu untuk meningkatkan

kemampuannya (Sukadi, 2014:34).

5. Melakukan Bimbingan dan Konseling

Tidak semua siswa mengalami pertumbuhan dan

perkembangan belajar dan psikologis yang stabil. Ada kalanya

terdapat siswa yang membutuhkan bantuan guru, baik secara

akademis maupun secara psikologis. Terhadap siswa yang

demikian, guru harus mampu memerankan dirinya sebagai

konselor. Guru harus mau dan mampu membuka diri terhadap

siswanya yang membutuhkan bimbingan dan konseling.

(Sukadi, 2014:34).

Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pembimbing

(konselor), guru dituntut memiliki kemampuan sebagai

konselor. Guru harus pandai menggunakan seni

berkomunikasi empati, sabar, dan telaten dalam mengurai

persoalan yang dialami siswa. Guru juga harus pandai

mengarahkan siswa untuk dapat menemukan

permasalahannya dan menemukan jalan pemecahan (Sukadi,

2014:35).

32
g. Kiat-Kiat Meningkatkan Profesional Guru

Zahroh (2015:108) mengemukakan bahwa secara

sederhana peningkatan kemampuan profesional guru dapat

diartikan sebagai upaya membantu guru yang belum matang

menjadi matang, yang tidak mampu mengelola sendiri menjadi

mampumengelola sendiri, yang belum memenuhi kualifikasi

menjadi memenuhi kualifikasi, yang belum terakreditasi menjadi

terakreditasi, yang belum sadar diri menjadi sadar diri, dan yang

belum profesional menjadi profesional atau bahkan lebih

profesional. Selanjutnya Halim (2010:74) untuk meningkatkan

profesional seorang guru, haruslah Ia mempunyai tujuan yang

jelas untuk setiap pelajaran dan bekerja untuk memenuhi tujuan

tertentu dalam setiap kelas, memiliki keterampilan disiplin yang

efektif sehingga bisa mempromosikan perubahan perilaku positif

di dalam kelas, memiliki keterampilan manajemen kelas yang baik

dan dapat memastikan perilaku siswa yang baik, saat siswa

belajar dan bekerja sama secara efektif, membiasakan

menanamkan rasa hormat kepada seluruh komponen di dalam

kelas dan memiliki harapan yang tinggi dari siswa dan mendorong

semua siswa di kelasnya untuk selalu bekerja dan mengerahkan

potensi terbaik mereka.

2. Supervisi Kepala Sekolah

a. Supervisi

1) Pengertian Supervisi

Ada beberapa istilah yang hampir sama dengan

supervisi bahkan dalam pelaksanaannya istilah-istilah tersebut

33
sering digunakan secara bergantian. Istilah-istilah tersebut

antara lain, pengawasan, pemeriksaan dan inspeksi.

Pengawasan mengandung arti suatu kegiatan untuk

melakukan pengamatan agar pekerjaan dilakukan sesuai

dengan ketentuan. Pemeriksaan dimaksudkan untuk melihat

bagaimana kegiatan yang dilaksanakan telah mencapai

tujuan. Inspeksi dimaksudkan untuk mengetahui kekurangan-

kekurangan atau kesalahan yang perlu diperbaiki dalam suatu

pekerjaan.

Supervisi secara etimologi berasal dari kata “super”

dan “visi” yang mengandung arti melihat dan meninjau dari

atas atau menilai dari atas yang dilakukan oleh pihak atasan

terhadap aktivitas, kreativitas, dan kinerja bawahan (Mulyasa,

2013:74). Selanjutnya Ngalim (2014:25) berpendapat bahwa

supervisi adalah suatu aktivitas yang direncanakan untuk

membantu para guru dan pegawai lainnya dalam melakukan

pekerjaan mereka secara efektif. Supervisi diartikan sebagai

pelayanan yang disediakan oleh pemimpin untuk membantu

para guru, orang yang dipimpin agar menjadi personil yang

cakap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan pada

umumnya dan pendidikan pada khususnya agar mampu

meningkatkan efektivitas proses belajar mengajar di sekolah.

Disini supervisi diartikan sebagai suatu usaha layanan dan

bantuan berupa bimbingan dari kepala sekolah kepada para

guru dan pegawai lainnya.

Berikutnya Burhanudin (2016:39) berpendapat

supervisi yaitu bantuan dalam mengembangkan situasi belajar

34
mengajar kearah yang lebih baik, dengan jalan memberikan

bimbingan dan pengarahan kepada guru dan pegawai lainnya

untuk meningkatkan kualitas kerja mereka dibidang

pengajaran dengan berbagai aspeknya. Lebih lanjut Nawawi

(2016:42) berpendapat bahwa supervisi yaitu pelayanan yang

disediakan pemimpin untuk membantu agar semakin cakap

atau terampil dalam melaksanakan tugas-tugasnya, sesuai

dengan tuntuan perkembangan dan kemajuan ilmu

pengetahuan dibidang tugasnya tersebut.

Dalam kaitannya dengan supervisi yang dilakukan oleh

kepala sekolah, menurut Purwanto (2014:7) pengertian

supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan

untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya

dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif. Menurut

Jones dalam Mulyasa (2013:11), supervisi merupakan bagian

tak terpisahkan dari seluruh proses administrasi pendidikan

yang ditujukan terutama untuk mengembangkan efektivitas

kinerja personalia sekolah yang berhubungan dengan tugas-

tugas utama pendidikan. Lebih lanjut Menurut Carter dalam

Sahertian (2016:28), supervisi adalah usaha-usaha dari

petugas sekolah dalam memimpin para guru dan pegawai

lainnya dalam memperbaiki pengajaran termasuk

menstimulasi , menyeleksi pertumbuhan jabatan dan

perkembangan para guru serta merevisi tujuan-tujuan

pendidikan, bahan pengajaran, dan metode serta evaluasi

pengajaran.

35
Berdasarkan uraian di atas, dapat peneliti simpulkan

bahwa supervisi kepala sekolah adalah lingkup kewenangan

kepala sekolah dalam menjalankan amanah dan tugasnya

sebagai seorang pemimpin sekolah untuk membina,

mengarahkan, mengatur, proses administrasi pendidikan yang

ditujukan terutama untuk mengembangkan efektivitas kinerja

personalia sekolah yang berhubungan dengan tugas-tugas

utama pendidikan.

2) Fungsi dan Peran Supervisi

Fungsi utama supervisi ditujukan pada perbaikan dan

peningkatan kualitas pengajaran (Sahertian, 2016:21).

Sahertian mengutip analisis yang dikemukakan oleh

Swearingan dalam bukunya yang berjudul Supervision of

Instruction Fondation and Dimension, mengemukakan ada 8

fungsi supervisi, yaitu:

a. Mengkoordinasi Semua Usaha Sekolah

Adanya perubahan yang terjadi secara terus

menerus pada kegiatan sekolah sehingga perlu usaha

sekolah untuk melakukan koordinasi yang baik diantara

personil sekolah yang meliputi para guru dan pegawai

lainnya. Adapun usaha yang perlu dilakukan yaitu:

1) Usaha tiap guru, yaitu setiap guru diberikan

kesempatan untuk mengemukakan idenya dan

menguraikan materi pelajaran menurut pandangannya

kearah peningkatan yang lebih baik.

2) Usaha-usaha sekolah, dalam menentukan kebijakan,

merumuskan tujuan-tujuan atas setiap kegiatan

36
sekolah termasuk program-program sepanjang tahun

ajaran perlu ada koordinasi yang baik.

3) Usaha-usaha bagi pertumbuhan jabatan, dalam usaha

pertumbuhan jabatan, supervisi memberikan berbagai

bentuk kegiatan melalui service training, extension

course, workshop, seminar guru-guru, selalu berusaha

meningkatkan diri sekaligus mengasah intelektual

shingga untuk itu perlu dilakukan koordinasi, tugas

mengkoordinasi ini adalah tugas supervisi.

b. Kepemimpinan Sekolah

Kepemimpinan yang demokratis itu perlu

dikembangkan karena kepemimpinan itu suatu ketrampilan

yang harus dipelajari dan itu harus melalui latihan yang

terus menerus dengan cara melatih dan memperlengkapi

para guru agar mereka memiliki ketrampilan dalam

kepemimpinan di sekolah.

c. Memperluas Pengalaman Guru

Pengalaman terletak pada sifat dasar manusia.

Manusia ingin mencapai tujuan yang maksimal perlu

belajar dari pengalaman, bila ia mau belajar dari

pengalaman nyata di lapangan melalui pengalaman baru ia

dapat belajar untuk memperkaya dirinya dengan

pengalaman belajar baru.

d. Menstimulasi usaha-usaha sekolah yang kreatif

Supervisi bertugas untuk menciptakan suasana yang

memungkinkan para guru dapat berusaha meningkatkan

potensi-potensi kreativitas dalam dirinya. Kemampuan

37
untuk menstimulasi para guru agar mereka tidak hanya

berdasarkan perintah-perintah atau instruksi dari atasan,

tetapi mereka adalah pelaku aktif dalam proses belajar

mengajar.

e. Memberikan fasilitas dan penilaian terus menerus

Untuk meningkatkan kualitas sumber daya diperlukan

penilaian secara terus menerus karena dengan adanya

penilaian dapat diketahui kelamahan dan kelebihan dari

hasil dan proses belajar mengajar. Penilaian tersebut

harus bersifat menyeluruh dan berkelanjutan. Menyeluruh

berarti mencakup semua aspek kegiatan sekolah,

berkelanjutan berarti penilaian berlangsung setiap saat,

yaitu pada awal, pertengahan dan diakhiri dengan

melakukan suatu tugas.

f. Menganalisis Situasi Belajar-Mengajar

Fungsi supervisi disini adalah menganalisa faktor-

faktor yang mempengaruhi perbaikan belajar mengajar

seperti mengenai aktivitas guru dan peserta didik akan

memberikan pengalaman dan umpan balik terhadap

perbaikan pembelajaran, tugas-tugas pembelajaran dan

tujuan pendidikan.

g. Memperlengkapi setiap anggota atau staf dengan

pengetahuan dan ketrampilan yang baru. Disini supervisi

memberikan dorongan stimulasi dan membantu para guru

agar mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan

dalam mengajar.

38
h. Memadukan dan menyelaraskan tujuan-tujuan pendidikan

dan membentuk kemampuan-kemampuan. Untuk

mencapai tujuan yang lebih tinggi harus berdasarkan

tujuan-tujuan sebelumnya, setiap guru pada suatu saat

sudah harus mampu mengukur kemampuannya.

Mengembangkan kemampuan guru adalah salah satu

fungsi supervisi.

Dipertegas Daryanto (2015:174), bahwa fungsi atau

tugas supervisi adalah: (1) Menjalankan aktivitas untuk

mengetahui situasi administrasi pendidikan sebagai kegiatan

pendidikan di sekolah dalam segala bidang; (2) Menentukan

syarat-syarat yang diperlukan untuk menciptakan situasi

pendidikan disekolah; (3) Menjalankan aktivitas untuk

mempertinggi hasil dan untuk menghilangkan hambatan-

hambatan.

Lebih lanjut dikemukakan oleh Hendarman (2018:42)

ada empat macam peran supervisi yang dilakukan oleh kepala

sekolah, yaitu sebagai berikut.

a. Koordinator

Sebagai seorang koordiantor ia dapat mengkoordinasi

program belajar mengajar, tugas anggota staf dengan

berbagai kegiatan yang berbeda-beda diantara para guru.

b. Konsultan

Sebagai konsultan, ia dapat memberikan bantuan bersama

mengkonsultasikan masalah yang dialami oleh guru baik

secara individual maupun secara kelompok.

c. Pemimpin Kelompok

39
Sebagai pemimpin kelompok, ia dapat memimpin sejumlah

staf guru dalam mengembangkan potensi kelompok, pada

saat mengembangkan kurikulum, materi pelajaran dan

kebutuhan profesional para guru secara bersama-sama.

Sebagai pemimpin kelompok ia dapat mengembangkan

ketrampilan dan kiat-kiat dalam bekerja untuk kelompok

(working for the group), bekerja dengan kelompok (working

with the group), dan bekerja melalui kelompok (working

through the group).

d. Evaluator

Sebagai evaluator ia dapat membantu para guru dalam

menilai hasil dan proses belajar, dapat menilai kurikulum

yang sedang dikembangkan. Sebagai seorang pemimpin

pendidikan dalam hal ini kepala sekolah yang berfungsi

sebagai supervisor nampak dengan jelas peranannya

sesuai dengan pengertian hakiki dari supervisi itu sendiri,

maka peranan supervisi adalah memberi support

(supporting), membantu (assisting) dan mengikutsertakan.

Dalam melakukan suatu pekerjaan, orang yang terlibat

dalam pekerjaan tersebut harus mengetahui dengan jelas

apakah tujuan pekerjaan itu, yaitu apa yang hendak dicapai. Di

bidang pendidikan dan pengajaran, seorang supervisor

pendidikan harus mempunyai pengetahuan yang cukup jelas

tentang apakah tujuan supervisi itu. Tujuan umum dari

supervisi pendidikan adalah memperbaiki situasi belajar

mengajar, baik belajar para siswa maupun situasi mengajar

guru (Soepandi, 2018:65).

40
Sesuai dengan fungsinya, supervisi harus dapat

mengkoordinasikan semua usaha-usaha yang ada

dilingkungan sekolah. Supervisi dapat mencakup semua

usaha setiap guru dalam mengaktualisasikan diri dan ikut

memperbaiki kegiatan-kegiatan sekolah. Dengan demikian

perlu dikoordinasikan secara terarah agar benar-benar

mendukung kelancaran program secara keseluruhan. Usaha-

usaha tersebut baik dibidang administrasi maupun edukatif,

membutuhkan ketrampilan seorang supervisor untuk

mengkoordinasikannya agar terpadu dengan sasaran yang

ingin dicapai.

3) Karakteristik Supervisi

Menurut Mulyasa (2013:112) salah satu supervisi

akademik yang populer adalah supervisi klinis, yang memiliki

karakteristik sebagai berikut: (1) Supervisi diberikan berupa

bantuan (bukan perintah), sehingga inisiatif tetap berada

ditangan tenaga kependidikan; (2) Aspek yang disupervisi

berdasarkan usul guru, yang dikaji bersama kepala sekolah

sebagai supervisor untuk dijadikan kesepakatan; (3) Instrumen

dan metode observasi dikembangkan bersama oleh guru dan

kepala sekolah; (4) Mendiskusikan dan menafsirkan hasil

pengamatan dengan mendahulukan interpretasi guru; (5)

Supervisi dilakukan dalam suasana terbuka secara tatap muka

dan supervisor lebih banyak mendengarkan serta menjawab

pertanyaan guru daripada memberi saran dan pengarahan; (6)

Supervisi klinis setidaknya memiliki tiga tahap, yaitu

41
pertemuan awal, pengamatan dan umpan balik; (7) Adanya

penguatan dan umpan balik dari kepala sekolah sebagai

supervisor terhadap perubahan perilaku guru yang positif

sebagai hasil pembinaan; (8) Supervisi dilakukan secara

berkelanjutan untuk meningkatkan suatu keadaan dan

memecahkan suatu masalah.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa supervisi

klinis lebih berorientasi kepada penemuan masalah secara

obyektif. Masalah tersebut bukan untuk menekan bawahan,

akan tetapi untuk dianalisis dan dilakukan pemecahan

masalah (problem solving) secara bersama-sama.

4) Faktor yang Mempengaruhi Berhasil Tidaknya Supervisi

Menurut Purwanto (2014:118) ada beberapa faktor

yang mempengaruhi berhasil tidaknya supervisi atau cepat

lambatnya hasil supervisi, antara lain: (1) Lingkungan

masyarakat tempat sekolah itu berada; (2) Besar kecilnya

sekolah menjadi tanggung jawab kepala sekolah; (3)

Tingkatan dan jenis sekolah; (4) Keadaan para guru dan

pegawai yang tersedia; dan (5) Kecakapan dan keahlian

kepala sekolah itu sendiri.

Diantara faktor-faktor tersebut faktor kecakapan dan

keahlian kepala sekolah itu sendiri adalah yang terpenting.

Bagaimanapun baiknya situasi dan kondisi yang tersedia, jika

kepala sekolah itu sendiri tidak mempunyai kecakapan dan

keahlian yang diperlukan, semuanya tidak akan ada artinya.

Sebaliknya, adanya keahlian dan kecakapan yang dimiliki oleh

42
kepala sekolah, segala kekurangan yang ada akan menjadi

perangsang yang mendorong untuk selalu berusaha

memperbaiki dan menyempurnakannya.

b. Kepala Sekolah

1) Pengertian Kepala Sekolah

Keberhasilan suatu lembaga pendidikan sangat

tergantung pada kepemimpinan kepala sekolah. Karena

kepala sekolah sebagai pemimpin dilembaganya, maka dia

harus mampu membawa lembaganya kearah tercapainya

tujuan yang telah ditetapkan, ia harus mampu melihat adanya

perubahan serta mampu melihat masa depan dalam

kehidupan globalisasi yang lebih baik. Kepala sekolah harus

bertanggung jawab atas kelancaran dan keberhasilan semua

urusan pengaturan dan pengelolaan secara formal kepada

atasannya atau informal kepada masyarakat yang telah

menitipkan anak didiknya.

Kepala sekolah termasuk pemimpin formal dalam

lembaga pendidikan. Diartikan sebagai kepala sekolah, karena

kepala sekolah adalah pejabat tertinggi disekolah. Kepala

sekolah merupakan penanggung jawab utama secara

struktural dan administratif disekolah. Oleh karena itu ia

memiliki staf atau pejabat yang berada dibawah pimpinannya

(Sulistiyorini, 2009:133).

43
Menurut kamus besar bahasa Indonesia kepala

sekolah yang terdiri dari dua kata yaitu “kepala” dan “sekolah”,

kata “kepala” dapat diartikan “ketua” atau “pemimpin” dalam

suatu organisasi atau lembaga. Sedang sekolah adalah

sebuah lembaga tempat menerima dan memberi pelajaran.

Kata “Pemimpin” dari rumusan diatas mengandung makna

luas, yaitu: “kemampuan untuk menggerakan segala sumber

yang ada pada suatu sekolah sehingga dapat didayagunakan

secara maksimal untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.” (Sani, 2017:32).

Kepala sekolah sebagai penentu kebijakan di sekolah

juga harus memfungsikan perannya secara maksimal dan

mampu memimpin sekolah dengan bijak dan terarah serta

mengarah kepada pencapaian tujuan yang maksimal demi

meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan di sekolahnya

yang tentu saja akan berimbas pada kualitas lulusan anak

didik sehingga membanggakan dan menyiapkan masa depan

yang cerah. (Sani, 2017:32).

Karena itu, kepala sekolah harus mempunyai

wawasan, keahlian manajerial, mempunyai karisma

kepemimpinan dan juga pengetahuan yang luas tentang tugas

dan fungsi sebagai kepala sekolah. Dengan kemampuan yang

dimiliki seperti itu, kepala sekolah tentu saja akan mampu

mengantarkan dan membimbing segala komponen yang ada

di sekolahnya dengan baik dan efektif menuju ke arah cita-cita

sekolah (Wahjosumidjo, 2015:26)

44
Masih menurut Wahjosumidjo (2016:26)

mendefinisikan Kepala Sekolah sebagai seorang tenaga

fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu

sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar,

atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi

pelajaran dan murid sebagai penerima pelajaran. Selanjutnya

Mulyasa (2017:14) mendefinisikan kepala sekolah adalah

salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam

meningkatkan kualitas pendidikan. Kepala Sekolah adalah

penanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan,

administrasi sekolah, pembinaan tenaga pendidikan lainnya,

pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana

juga sebagai supervisor pada sekolah yang dipimpinnya. Jika

dilihat dari syarat guru untuk menjadi Kepala Sekolah, Kepala

Sekolah bisa dikatakan sebagai jenjang karier dari jabatan

fungsional guru. Apabila seorang guru memiliki kompetensi

sebagai Kepala Sekolah dan telah memenuhi persyaratan

atau tes tertentu maka guru tersebut dapat memperoleh

jabatan Kepala Sekolah.

2) Fungsi dan Tugas Kepala Sekolah

Daryanto (2017:21) menyebutkan bahwa fungsi kepala

sekolah adalah sebagai berikut:

a. Perumusan tujuan kerja dan pembuat kebijakan sekolah.

b. Pengatur tata kerja sekolah, yang mengatur pembagian

tugas dan mengatur pembagian tugas dan mengatur

petugas pelaksana, menyelenggaraan kegiatan.

45
c. Pensupervisi kegiatan sekolah, meliputi: mengatur

kegiatan, mengarahkan pelaksanaan kegiatan,

mengevaluasi pelaksanaan kegiatan, membimbing dan

meningkatkan kemampuan pelaksana.

Lebih lanjut Sudrajat (2014:23) menjelaskan bahwa

tugas pokok dan fungsi kepala sekolah sebagai pemimpin

pendidikan adalah:

a. Perecanaan sekolah dalam arti menetapkan arah sekolah

sebagai lembaga pendidikan dengan cara merumuskan

visi, misi, tujuan dan strategi pencapaian.

b. Mengorganisasikan sekolah dalam arti membuat struktur

organisasi, menetapkan staf dan menetapkan tugas dan

fungsi masing-masing staf.

c. Menggerakkan staf dalam artian memotivasi staf melalui

internal marketing dan memberi contoh eksternal

marketing.

d. Mengawasi dalam arti melakukan supervisi,

mengendalikan dan membimbing semua staf dan warga

sekolah.

e. Mengevaluasi proses dan hasil pendidikan untuk dijadikan

dasar pendidikan dan pertumbuhan kualitas, serta

melakukan problem solving baik secara analitis sistematis

maupun pemecahan masalah secara kreatif dan

menghindarkan serta menanggulangi konflik.

Sebagai pemimpin pendidikan disekolahnya, seorang

kepala sekolah mengorganisasikan sekolah dan personilnya

yang bekerja didalamnya dalam situasi yang efektif, efisien,

46
demokratis, dan kerjasama tim (team work) dibawah

kepemimpinanya, program pendidikan untuk para siswa harus

direncanakan, diorganisasikan, dilaksanakan dan dievaluasi.

Dalam pelaksanaan program kepala sekolah harus dapat

memimpin secara professional, para staf pengajar, bekerja

secara ilmiah, penuh perhatian dan demokratis dengan

menekankan pada perbaikan proses belajar mengajar secara

terus-menerus Daryanto (2017:22).

Kepala Sekolah juga mempunyai tugas pokok

mengelola penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan

pembelajaran di sekolah. Secara lebih operasional tugas

pokok kepala sekolah mencakup kegiatan menggali dan

mendayagunakan seluruh sumber daya sekolah secara

terpadu dalam kerangka pencapaian tujuan sekolah secara

efektif dan efisien.

Mulyasa (2017:46) secara garis besar tugas dan fungsi

kepala sekolah dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pendidik (Educator)

Sebagai pendidik, kepala sekolah melaksanakan kegiatan

perencanaan, pengelolaan, dan evaluasi pembelajaran,

menerapkan strategi pembelajaran yang efektif dan efisien,

dan memilih metode evaluasi yang tepat dan dalam

memberikan tindak lanjut yang diperlukan terutama bagi

perbaikan pembelajaran (Mulyasa, 2017:46).

2. Pemimpin (leader)

47
Sebagai pemimpin, kepala sekolah berfungsi

menggerakkan semua potensi sekolah, khususnya

tenaga guru dan tenaga kependidikan bagi

pencapaian tujuan sekolah (Mulyasa, 2017:46).

3. Pengelola (manajer).

Sebagai pengelola, kepala sekolah secara operasional

melaksanakan pengelolaan kurikulum, peserta didik,

ketenagaan, keuangan, sarana dan prasarana, hubungan

sekolah-masyarakat, dan ketatausahaan sekolah

(Mulyasa, 2017:46).

4. Administrator.

Dalam pengertian yang luas, kepala sekolah merupakan

pengambil kebijakan tertinggi di sekolahnya. Sebagai

pengambil kebijakan, kepala sekolah melakukan analisis

lingkungan (politik, ekonomi, dan sosial-budaya) secara

cermat dan menyusun strategi dalam melakukan

perubahan dan perbaikan sekolahnya (Mulyasa, 2017:47).

5. Wirausahawan.

Sebagai wirausahawan, kepala sekolah berfungsi sebagai

inspirator bagi munculnya ide-ide kreatif dan inovatif dalam

mengelola sekolah (Mulyasa, 2017:47).

6. Pencipta Iklim Kerja.

Sebagai pencipta iklim kerja, kepala sekolah berfungsi

sebagai katalisator bagi meningkatnya semangat kerja

guru. Kepala sekolah perlu mendorong guru dan tenaga

kependidikan lainnya dalam bekerja di bawah atmosfir

kerja yang sehat (Mulyasa, 2017:47).

48
7. Penyelia (Supervisor).

Kepala sekolah sebagai supervisior mempunyai peran dan

tanggung jawab untuk membina, memantau dan

memperbaiki proses pembelajaran aktif, kreatif dan

menyenangkan. Supervisi kepala sekolah dapat dilakukan

secara individu maupun kelompok (Mulyasa, 2017:47).

Suhertian (2016:38) secara singkat menyatakan fungsi

dan atau tugas supervisi ialah sebagai berikut:

a. Menjalankan aktivitas untuk mengetahui situasi

administrasi pendidikan, sebgai kegiatan pendidikan

disekolah dalam segala bidang.

b. Menentukan syarat-syarat yang diperlukan untuk

menciptakan situasi pendidikan disekolah.

c. Menjalankan aktivitas untuk mempertinggi hasil dan untuk

menghilangkan hambatan-hambatan.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa

kepala sekolah harus bertanggung jawab atas

terlaksanakannya seluruh program pendidikan disekolah.

Untuk dapat merealisasikan semua tugas dan fungsi

kepemimpinannya maka kepala sekolah hendaknya

mengetahui jumlah pembantunya, mengetahui nama-nama

pembantunya, mengetahui tugas masing-masing

pembantunya, memelihara suasana kekeluargaan dan

memperhatikan kesejahteraan para pembantunya.

3) Keterampilan yang Harus Dimiliki Kepala Sekolah

49
Menurut Syarwani (2013:7) menyebutkan bahwa

kepala sekolah harus memiliki keterampilan dasar sebagai

manajer yaitu: (1) keterampilan teknis (technical skill), (2)

keterampilan hubungan manusia (human relation skill), dan (3)

keterampilan konseptual (conceptual skill). Keterampilan

teknis berkenaan dengan pengetahuan khusus yang

diperlukan untuk melaksanakan fungsi-fungsi pokok sebagai

pembina sekolah. Keterampilan hubungan kemanusiaan

berkenaan dengan kemampuan kepala seklah dalam

bekerjasama dengan orang lain dan memotivasi guru untuk

bekerja sungguh-sungguh. Sedangkan keterampilan

konseptual adalah kemampuan kepala sekolah dalam

membuat keputusan dan melihat hubungan-hubungan penting

dalam mencapai tujuan seperti menetapkan prioritas,

menganalisis lingkungan, memonitor dan mengontrol aktivitas

kelas.

Lebih lanjut dikemukakan oleh Yuliati (2018:6) bahwa

keterampilan yang harus dimiliki kepala sekolah dalam

meningkatkan mutu pendidikan meliputi: (1) mampu

meningkatkan kompetensi profesional guru, (2) menguasai

materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam

yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum

mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang

menaungi materi kurikulum tersebut, (3) mampu mengelola

kelas, penguasaan metode strategi belajar serta menambah

wawasan keilmuan sebagai guru.

50
4) Strategi Kepala Sekolah

Menurut Nanang (2016:23), strategi adalah langkah-

langkah yang sistematis dan sistematik dalam melaksanakan

rencana secara menyeluruh (makro) dan berjangka panjang

dalam pencapaian tujuan. Lebih lanjut Wahyusumidjo

(2016:19) menjelaskan bahwa kepemimpinan kepala sekolah

yaitu salah satu pelaksanaan kepemimpinan nasioanl yang

bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, harus

mencerminkan diwujudkannya kepemimpinan pancasila yang

memiliki watak dan berbudi luhur. Dengan demikian dapat

dijelaskan bahwa strategi itu merupakan alat manajemen yang

sangat kuat dan tidak dapat dihindarkan dalam sekolah.

Sedangkan kepemimpinan kepala sekolah yaitu

kemampuan dan kesiapan seseorang untuk mengarahkan,

membimbing dan mengatur orang lain (guru). Dalam hal

seperti ini, maka strategi kepemimpinan kepala sekolah

merupakan sebuah rencana yang dimiliki seseorang dengan

kemampuan semaksimal mungkin dalam menjalankan

tugasnya. Unsur yang terlibat dalam situasi kepemimpinan

antara lain yaitu orang yang dapat mempengaruhi orang lain di

satu pihak, orang yang dapat pengaruh di lain pihak, adanya

maksud-maksud atau tujuan-tujuan tertentu yang hendak

dicapai, adanya serangkaian tindakan tertentu untuk

mempengaruhi dan untuk mencapai maksud atau tujuan

tertentu itu (Soetopo, 2018:24).

B. Penelitian yang Relevan

51
Kajian penelitian relevan yang mendasari peneliti untuk

melakukan penelitian tentang peningkatan profesionalisme guru SMA

Negeri 1 Lais Kabupaten Musi Banyuasin melalui supervisi kepala

sekolah, peneliti uraikan sebagai berikut.

1. Penelitian Murtafiah (2015) dalam jurnal penelitiannya

yang berjudul: “Peranan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan

Profesionalisme Guru di MIN Panjang Ambarawa.” Hasil penelitiannya

menjelaskan bahwa profesionalisme guru dalam pelaksanaan

pembelajaran di MIN Panjang Ambarawa terlihat dalam pengeloiaan

pembelajaran yang guru lakukan dari kegiatan sebelum mengajar

(mempersiapkan rencana pembelajaran), proses kegiatan belajar

mengajar dan penilaian. Juga terlihat dalam pelaksanaan tugas-tugas

selain mengajar yaitu tugas administrasi sekolah dan kegiatan

ekstrakurikuler. Peran yang dilakukan kepala sekolah meliputi

pembinaan secara individual maupun kelompok. Supervisi secara

individual yang kepala sekolah lakukan meliputi kunjungan kelas,

pembicaraan individual, kunjungan antar kelas, dan penilaian sendiri.

Supervisi secara kelompok yang kepala sekolah lakukan antara lain

melalui rapat guru, studi banding, pengadaan bulletin-bulletin atau

majalah-majalah dan kegiatan seminar atau pelatihan.

2. Penelitian yang dilakukan Fahmi (2017) dalam jurnal

penelitiannya yang berjudul: “Upaya Kepala Sekolah dalam

Meningkatkan Profesionalisme Guru di Madrasah Tsanawiyah Negeri

Babat.” Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa upaya kepala

sekolah dalam meningkatkan profesionalisme guru di Madrasah

Tsanawiyah Negeri Stabat sudah berjalan dengan baik yang mana

sesuai dengan program yang telah dilaksanakan kepala madrasah.

52
3. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Merlia (2017) dalam

jurnalnya yang berjudul, “Peran Supervisi Kepala Madrasah dalam

Meningkatkan Profesionalisme Guru di MTs Futuhiyah 2 Gunung Batu

Bukit Kemuning Lampung Utara.” Hasil penelitiannya menyebutkan

bahwa pelaksanaan supervisi dilatar belakangi oleh masih belum

optimalnya guru pada proses pembelajaran yang efektifnya belum

berjalan dengan maksimal, hal itu bisa terlihat dari efektifitas

pembelajaran yang dilakukan oleh guru yang masih belum memenuhi

kompetensi-kompetensi profesionalisme guru. Dengan demikian

bahwa supervisi kepala madrasah di MTs Futuhiyah 2 sudah

berperan baik yaitu dengan pencapaian kategori yang baik dengan

melakukan: a. Kordinator: Pelaksanaan pengordinasian kepala

madrasah ini bekerja sama dengan berbagai bagian dalam organisasi

madrasah, maka pendelegasian supervisi kelas ini dipandang kepala

madrasah sebagai alternatif terbaik untuk memaksimalkan hasil

supervisi. b. Konsultan (pembantu/pelayan): Kepala madrasah

memberikan pelayanan yang baik berupa bimbingan dan pembinaan

untuk membantu guru dalam kaitannya dengan pengajaran. Guru

yang mengalami kesulitan dalam mengajar, bertanya kepada kepada

kepala madrasah. Di akhir pelaksanaan supervisi, kepala madrasah

juga melakukan sesuatu yang sifatnya memberikan bimbingan dan

pembinaan terhadap guru. Misalnya: apa hasil dari supervisi, dimana

letak kekurangan/kelebihan guru, bagaimana solusi pemecahannya

dan sebagainya, yang akhirnya dari semua itu dijadikan dasar untuk

memberikan bimbingan dan pembinaan terhadap guru. c. Pemimpin

kelompok: Peran kepala madrasah sebagai seorang pemimpin harus

mampu memberikan petujuk dan pengawasan guna meningkatkan

53
kemampuan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah,

dan mendelegasikan wewenang, maka sehubungan dengan ini

kepala mdrasah di MTs Futuhiyah 2 telah melakukan komunikasi dan

pendelegasian kemampuan pendidik. d. Evaluator: supervisor di MTs

Futuhiyah 2 Bukit Kemuning sudah berperan sebagai evaluator yang

optimal. Supervisor juga mengidentifikasi secara baik kelemahan-

kelemahan guru dalam mengajar kemudian supervisor dapat

memberikan pelayanan dan bantuan berupa saran, nasehat tau

bertukar pengalaman.

4. Selanjutnya penelitian Muslikhah (2018) dalam jurnal

penelitiannya yang berjudul, “Peran Kepala Sekolah Sebagai

Supervisor dalam Mengembangkan Profesionalisme Guru di SD

Negeri 02 Gawanan.” Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa Kepala

sekolah SD Negeri 02 Gawanan dalam meningkatkan profesionalisme

guru yaitu dengan memberikan motivasi dan rasa aman dalam

bekerja, menjalin hubungan kerja profesional, aktualisasi diri dan

pengembangan diri guru, bertukar pendapat (sharing), kerjasama

dalam pencegahan dan perbaikan serta peningkatan mutu

pembelajaran. Kendala-kendala yang dihadapi kepala sekolah

sebagai supervisor dalam mengembangkan profesionalisme guru di

SD Negeri 02 Gawanan adalah sarana dan prasarana yang belum

terpenuhi secara keseluruhan, adanya perasaan sungkan terhadap

guru senior dan kondisi finansial sekolah yang masih kurang. Upaya

yang dilakukan kepala sekolah sebagai supervisor dalam mengatasi

berbagai kendala dalam mengembangkan profesionalisme guru di SD

Negeri 02 Gawanan adalah melengkapi sarana dan prasarana,

54
bersikap luwes dan berkomunikasi yang baik dengan guru dan staf

serta mengembangkan sumber dana.

5. Penelitian yang relevan berikutnya dilakukan oleh

Muhtarom (2018) dalam jurnal penelitiannya yang berjudul, ”Peran

Supervisi Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru

(Studi Kasus di MI Ma’arif Mayak Tonatan Ponorogo). Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa pelaksanaan supervisi kepala

sekolah di MI Ma’arif Mayak Tonatan Ponorogo melalui tiga tahap

yaitu pada perencanaan supervisi, pelaksanaan supervisi dan

evaluasi supervisi. Adapun pendekatan supervisi yang digunakan

adalah pendekatan langsung dan tidak langsung namun

pendekatannya lebih dekat dengan pendekatan supervisi manusiawi.

Sedangkan teknik yang digunakan adalah dua teknik yaitu teknik

individual yang meliputi kunjungan kelas, observasi kelas, pertemuan

pribadi dan menilai sendiri, dan belum menerapkan kunjungan guru

antar kelas Dan teknik kelompok meliputi rapat guru, diskusi, seminar,

workshop dan organisasi jabatan.dan belum menerapkan tukar

menukar pengalaman antar guru, diskusi panel, perpustakaan

jabatan, dan simposium. Hasil supervisi yang dilakukan oleh kepala

sekolah MI Ma’arif Mayak Tonatan Ponorogo adalah mampu

meningkatkan profesionalisme guru pada kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi

sosial.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang peneliti anggap relevan di

atas, dapat peneliti asumsikan bahwa ada persamaan-persamaan yang

ada dalam penelitian terdahulu dan perbedaannya dengan penelitian

yang dilakukan peneliti sekarang, yaitu sama-sama mengkaji penelitian

55
tentang profesionalisme guru yang berkaitan dengan supervisi dan peran

kepala sekolah, sedangkan perbedaannya terletak pada tempat yang

dijadikan penelitian.

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat yang dijadikan penelitian adalah di SMA Negeri 1 Lais

Kabupaten Musi Banyuasin, Jl. Betung - Sekayu, Lais, Kabupaten Musi

Banyuasin. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari 2020 sampai

dengan bulan April 2020. Waktu penelitian yang akan dilakukan, peneliti

uraikan pada Tabel berikut ini.

Tabel. 31. Prakiraan Waktu Penelitian

Bulan dan Minggu ke- dalam Tahun 2020

No Kegiatan Januari Februari Maret April


1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4
1 Persiapan Rancangan
2 Pengumpulan Data
3 Menganalisis Data
4 Penyusunan laporan

B. Metode Penelitian

56
Menurut Arikunto (2010:327)), metode penelitian adalah suatu

cara ilmiah untuk memperoleh suatu data yang memiliki ciri khusus

rasional, empiris dan sistematis. Penelitian ini merupakan penelitian

kualitatif, dengan tujuan agar dapat memperoleh pemahaman dan

penafsiran mendalam tentang makna dari fenomena yang ada di

lapangan. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan

pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu

fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti

membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci

dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami.

Sedangkan sifat atau kategori dalam penelitian ini merupakan penelitian

evaluasi menggunakan metodologi studi kasus (case studies). Studi

kasus bertujuan untuk: (1) menghasilkan deskripsi detail dari suatu

fenomena; (2) mengembangkan penjelasan-penjelasan yang dapat

diberikan dari suatu studi kasus itu; (3) mengevalusi fenomena-fenomena.

Penelitian studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu masalah

dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam,

dan menyertakan berbagai sumber informasi. Penelitian ini dibatasi oleh

waktu dan tempat, dan kasus yang dipelajari berupa program, peristiwa,

aktivitas, atau individu.

Moleong (2011:4) mengemukakan bahwa penelitian yang memiliki

penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara

mengamati, dan dilakukan pada latar alamiah atau konteks keseluruhan,

dan alat pengumpulan data utama adalah penelitian sendiri. Selanjutnya

Sudaryono (2009:9) mengemukakan metode penelitian adalah cara yang

ditempuh dalam mencapai tujuan.

57
Berdasarkan uraian yang dikemukakan tersebut, metode

penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode kualitatif

digunakan untuk menganalisis data yang berupa keterangan-keterangan,

seperti hasil observasi, dokumentasi, dengan menggunakan dua cara

berpikir, yaitu sebagai berikut.

1. Berpikir deduktif

Berpikir deduktif yaitu cara berpikir yang berangkat dari

pengetahuan yang sifatnya umum dan bertitik tolak pada

pengetahuan yang sifatnya umum yang hendak menilai suatu

kegiatan khusus (Hadi, 2011:49).

2. Berpikir induktif

Berpikir induktif yaitu cara berpikir yang berangkat dari fakta-

fakta yang khusus, peristiwa yang konkret, kemudian dari fakta-fakta

yang konkret itu ditarik generalisasi yang bersifat umum (Hadi,

2011:49).

Dengan demikian, penelitian ini mengacu kepada pengamatan

langsung yang dilakukan oleh peneliti dalam mengumpulkan data

penelitian, sehingga data dan keabsahan penelitian benar-benar valid

untuk dijadikan penelitian.

C. Sumber Data dan Data

Sumber data yang diperoleh dari penelitian ini adalah guru-guru di

SMA Negeri 1 Lais Kabupaten Musi Banyasin dengan sebanyak 26 orang

guru dan kepala sekolah SMA Negeri 1 Lais Kabupaten Musi Banyuasin.

58
Adapun data yang dijadikan bahan penelitian wawancara, angket dan

data-data pendukung lainnya untuk memperkuat data penelitian.

D. Instrumen Penelitian

Adapun instrumen penelitian yang berkaitan dengan peningkatan

profesionalisme guru SMA Negeri 1 Lais Kabupaten Musi Banyuasin

melalui supervisi kepala sekolah, dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.1 Instrumen Penelitian Wawancara Kepala Sekolah

Fokus Kajian
Indikator Nara Sumber
Penelitian
Supervisi Kepala 1. Menetapk Kepala
Sekolah an arah sekolah sebagai Sekolah
lembaga pendidikan dengan
cara merumuskan visi, misi,
tujuan dan strategi pencapaian.
2. Mengorg
anisasikan sekolah dalam arti
membuat struktur organisasi,
menetapkan guru dan
menetapkan tugas dan fungsi
masing-masing guru.
3. Memotiva
si guru dalam melaksanakan
tugas mengajar dan memberi
contoh cara mengajar yang
efektif dan efisien.
4. Melakuka
n supervisi, mengendalikan,
membimbing semua guru warga
sekolah.
5. Mengeval

59
uasi proses dan hasil pendidikan
untuk dijadikan dasar pendidikan
dan pertumbuhan kualitas, serta
melakukan pemecahan masalah
secara kreatif dan
menghindarkan serta
menanggulangi permasalahan
yang ada.
(Sumber: Sudrajat, 2016).

Tabel 3.1 Instrumen Penelitian Wawancara Guru

Fokus Kajian
Indikator Nara Sumber
Penelitian
Profesionalisme 1. Merencanakan Guru SMA
Guru pembelajaran Negeri 1 Lais
2. Melaksanakan Kabupaten
pembelajaran Musi
3. Mengevaluasi hasil Banyuasin
Pembelajaran
4. Menindaklanjuti hasil
pembelajaran
5. Melakukan bimbingan
dan konseling
(Sumber: Sukadi, 2016).

E. Teknik Pengumpulan Data

Arikunto (2010:183) mengemukakan bahwa dalam suatu

penelitian dibutuhkan data. Dalam pengumpulan data dibutuhkan teknik,

baik teknik dalam penyediaan data, maupun teknik dalam melakukan

klasifikasi data yang telah dikumpulkan. Hal senada juga dikemukakan

Sugiyono (2015:312) bahwa metode pengumpulan data adalah cara yang

dilakukan untuk mengumpulkan data, sedangkan teknik pengumpulan

data adalah cara yang ditempuh dalam menjalankan metode yang telaih

dipilih. Secara singkat dapat dikakatan bahwa metode adalah cara,

sedangkan teknik adalah cara untuk menjalankan metode yang sudah

dipilih.

Penelitian ini merupakan studi kasus lapangan, sehingga data-

data yang diinginkan hanya bisa diperoleh dari lapangan, lokasi

60
penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi sebagai

berikut:

a. Wawancara atau Interview

Menurut Arikunto (2010:189), wawancara atau interview

merupakan data dimana penelitian berhadapan langsung dengan

responden guna mendapatan data-data atau informasi yang

dibutuhkan. Metode wawancara merupakan sebuah metode yang

sangat efektif dalam penelitian kualitatif. Wawancara yang digunakan

dalam penelitian adalah wawancara berstruktur, yaitu dalam

mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tertulis terlebih dahulu

sebagai pedoman akan tetapi unsur kebebasan masih dipertahankan,

sehingga kewajaran masih dapat dicapai secara maksimal untuk

memperoleh data secara mendalam.

Adanya variasi-variasi pertanyaan yang disesuaikan dengan

situasi dan kondisi tersebut bertujuan untuk memperoleh keterangan

rinci dan mendalam mengenai pandangan informan dan informasi

mengenai suatu peristiwa, situasi dan keadaan tertentu. Dalam

pelaksanaan wawancara ini, peneliti mewawancarai langsung kepada

kepala sekolah sebagai sumber data dan para guru yang mengajar di

SMA Negeri 1 Lais Kabupaten Musi Banyuasin dengan cara

memberikan lembar wawancara sebagaimana yang telah peneliti

uraikan pada tabel instrumen wawancara di atas sesuai waktu yang

telah disepakati.

b. Observasi

Menurut Arikunto (2010:196) observasi diartikan sebagai

pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang

tampak pada obyek penelitian. Pengamatan dan pencatatan yang

61
dilakukan terhadap gejala yang tampak pada obyek di tempat terjadi

atau berlangsungnya peristiwa, sehingga observer berada bersama

obyek yang diselidiki, disebut observasi pengamatan yang akan

peneliti laksanakan adalah pengamatan secara langsung terhadap

terjadinya peristiwa yakni keprofesionalan guru Sekolah Dasar Negeri

29 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin melalui peran supervisi kepala

sekolah yang dijadikan fokus penelitian yang meliputi serangkaian

kegiatan dalam proses belajar mengajar.

Berdasarkan uraian di atas, yang dijadikan fokus kajian

penelitian ini dalam kegiatan observasi adalah supervisi yang

dilakukan oleh kepala sekolah terhadap guru-guru di SMA Negeri 1

Lais Kabupaten Musi Banyuasin, baik dalam supervisi kunjungan

kelas maupun supervisi lainnya dilakukan kepala sekolah yang

berkaitan dengan peningkatan profesionalisme guru.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data guna

mendapatkan fakta-fakta tertulis yaitu berupa dokumen-dokumen,

laporan-laporan, arsip-arsip dan atau bahan-bahan tertulis lain yang

terkait dengan fokus penelitian (Arikunto, 2010:199).

Berkaitan dengan teknik dokumentasi, peneliti mengambil data

dokumentasi yang berkaitan dengan penelitian, seperti profil sekolah,

sarana prasarana, lembar wawancara, surat izin penelitian, photo-

photo hasil penelitian dan arsip lainnya yang mendukung sebagai

bahan penelitian.

F. Teknik Analisis Data

62
Data yang telah terkumpul tidak bisa langsung disajikan dalam

laporan penelitian, tetapi harus diolah dan dianalisis terlebih dahulu.

Analisis data dibuat setelah data-data dan informasi-informasi yang

diperoleh sesuai dengan kebutuhan disusun, digolongkan dan

dirumuskan atas dasar interpretasi data. Miles dan Humberman dalam

Sugiyono (2015:327) mengemukakan bahwa “analisis data kualitatif

merupakan upaya berlanjut, berulang dan terus menerus. Menurut

mereka ada tiga tahap analisis data yaitu: reduksi data, display atau

penyajian data serta pengambilan kesimpulan dan verifikasi data”.

Berdasarkan pendapat diatas, tahapan analisis data kualitatif adalah

sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Sugiyono (2015:328) mengungkapkan bahwa “proses reduksi

data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada

hal-hal yang penting, cari tema dan polanya dan membuang yang

tidak perlu”. Proses reduksi data dalam penelitian ini terdiri dari

pemilihan hal-hal yang berhubungan dengan aspek-aspek penting

yaitu peningkatan profesionalisme guru SMA Negeri 1 Lais Kabupaten

Musi Banyuasin melalui supervisi kepala sekolah sampai akhirnya

peneliti mereduksi data-data yang dianggap penting, dan membuang

data-data yang tidak diperlukan.

2. Penyajian Data

Penyajian data merupakan langkah kedua setelah reduksi

data dilakukan oleh peneliti. Penyajian data diikuti oleh proses

mengumpulkan data-data yang saling berhubungan satu sama lain

melalui wawancara, pendokumentasian dan pengamatan yang lebih

mendalam. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat hasil reduksi data

63
untuk diolah lebih lanjut sehingga pada akhirnya akan menghasilkan

suatu kesimpulan. Setelah data diperoleh berupa tulisan yang sudah

direduksi, data kemudian disajikan dalam bentuk deskripsi. Data-data

yang saling berhubungan dikelompokkan sehingga terbentuk

kelompok-kelompok data selanjutnya akan disimpulkan.

3. Pengambilan Kesimpulan dan Verifikasi Data

Langkah ketiga dalam pengolahan data kualitatif yaitu

kesimpulan dan verifikasi data. Setelah peneliti menarik kesimpulan

dari hasil penelitian, peneliti mempelajari dan memahami kembali

data-data hasil penelitian, meminta pertimbangan kepada berbagai

pihak mengenai data-data yang diperoleh di lapangan. Isi kesimpulan

tersebut akan menyatakan kredibilitas dari asumsi awal yang

ditentukan oleh peneliti.

DAFTAR PUSTAKA

Abu, Ahmadi. 2011. Guru dan Masa Depan. Jakarta: Rineka Cipta.

Arifin, Muzayyin. 2010. Kepemimipinan Kepala Sekolah. Jakarta: Media Pustaka.

Arikunto, Suharsimi, 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi


Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Aqib, Zainal. 2009. Menjadi Guru Profesional Berstandar Nasional. Bandung:


Yrama Widya.

Bafadal, I. 2014. Peningkatan Profesionalisme Guru dalam Kerangka


Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.

64
Buchori. Ahmad. 2009. Kinerja Guru. Jakarta: Raja Graffindo Persada.

Burhanuddin. 2016. Peranan Guru Terhadap Mutu Pendidikan. Bandung:


Universitas Pendidikan Indonesia.

Danim, S. 2010. Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru. Bandung: Alfabeta.

Daryanto. 2017. Administrasi Sekolah: Administrasi Pendidikan Mikro. Jakarta:


Rineka Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Metode Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Fahmi, M.Z. 2017. Jurnal. Upaya Kepala Sekolah dalam Meningkatkan


Profesionalisme Guru di Madrasah Tsanawiyah Negeri Babat. Medan:
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.

Hadi, Sutrisno. 2011. Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Hakam M Naja. 2013. Undang-undang Guru Dan Dosen, Jakarta: Pustaka


Pelajar.

Halim. 2010. Etika Profesi Guru. Jakarta: Kata Pena.

Hamalik, Oemar. 2016. Kepribadian Guru Indonesia. Jakarta: Raja Graffindo


Persada.

Hendarman dan Rohanim. 2018. Kepala Sekolah Sebagai Manajer Teori dan
Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Jamal Asmani, Ma’mur. 2009. Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif.
Yogyakarta: Diva Press.

Kompri. 2015. Manajemen Pendidikan 3, Bandung: Alfabeta.

Kristiawan, M., Safitri, D., & Lestari, R. 2017. Manajemen Pendidikan.


Yogyakarta: Deepublish.

Kunandar. 2017. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan


Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kurniasih, Imas. 2017. Kompetensi Pedagogik, Teori dan Praktik Untuk


Peningkatan Kinerja dan Kualitas Guru. Jakarta: Kata Pena.

Mangkunegara. 2011. Jurnal: Kinerja Guru dan Upaya Meningkatkannya.


Jakarta: www.emaskuwinggo-mangkunegara.html.

Martinis Yamin, 2015. Manajemen Pembelajaran Kelas, Jakarta: Gaung Persada.

Merlia. E. 2017. Jurnal. Peran Supervisi Kepala Madrasah dalam Meningkatkan


Profesionalisme Guru di MTs Futuhiyah 2 Gunung Batu Bukit Kemuning
Lampung Utara. Bandarlampung: Institut Agama Islam Negeri Raden
Intan.

65
Moleong, Lexy. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Muhtarom. 2018. Jurnal. Peran Supervisi Kepala Sekolah dalam Meningkatkan


Profesionalisme Guru (Studi Kasus di MI Ma’arif Mayak Tonatan
Ponorogo). Ponorogo: Program Pascasarjana Institut Agama Islam
Negeri.

Mulyasa, E. 2013. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep Strategi dan


Implementasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Mulyasa. 2017. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Murtafiah, S. 2015. Jurnal. Peranan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan


Profesionalisme Guru di MIN Panjang Ambarawa. Surakarta: Program
Studi Magister Pendidikan Agama Islam.

Muslikhah. 2018. Jurnal. Peran Kepala Sekolah Sebagai Supervisor dalam


Mengembangkan Profesionalisme Guru di SD Negeri 02 Gawanan.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Nanang. 2016. Strategi Pendidikan. Jakarta: Raja Graffindo Persada.

Nawawi, H. 2016. Administrasi Sekolah. Jakarta: Ghalia Indonesia

Ngalim. Purwanto. 2014. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Nurdin, S. 2012. Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum. Jakarta: Ciputat


Pers.

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan.


Jakarta: Kemendiknas RI.
Purwanti, K., Murniati, A.R. dan Yusrizal. 2014. Jurnal. Kepemimpinan Kepala
Sekolah Dalam Meningkatkan Kompetensi Guru Pada SMP Negeri 2
Simeulue Timur. Jurnal Ilmiah Didaktika XIV(2).

Purwanto, A. 2014. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa


Indonesa Edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Rachman. 2016. Guru Powerfull (Kunci Sukses Menjadi Guru Efektif). Bandung:
Kolbu.

Rochman, C. 2011. Pengembangan Kompetensi Kepribadian Guru. Jakarta:


Rajawali Pers.

Rusman. 2011. Guru dan Profesinya. Jakarta: Rineka Cipta.

66
Sahertian. 2016. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Samana. 2014. Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Kanisius.

Sani, B. (2017). Kompetensi Pedagogik, Teori dan Praktik Untuk Peningkatan


Kinerja dan Kualitas Guru. Jakarta: Kata Pena.

Sanjaya, Wina. 2014. Guru dan Anak Didik dalam Interaktif Edukatif. Jakarta:
Rineka Cipta.

Santyasa. 2014. Jurnal. Dimensi-Dimensi Teoritis Peningkatan Profesionalisme


Guru. Bali: Universitas Pendidikan Ganesha.

Slavin. 2011. Pengembangan Model Pembelajaran. Jakarta: Raja Graffindo


Persada.

Soetopo. 2018. Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan. Malang: Bina Aksara.

Sudaryono. 2009. Metodologi Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sudrajat. Rachmad. 2014. Supervisi Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif


dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana. 2014. Manajemen Pendidikan, Yogyakarta:


Aditya Media.

Suharsaputra. 2018. Supervisi Pendidikan (Pendekatan Sistem Berbasis


Kinerja). Bandung: Refika Aditama.

Suhertian, Rahmat. 2016. Supervisi Kepala Sekolah. Jakarta: Rajawali Pers.

Sukadi. 2009. Guru Powerfull, Kunci Sukses Menjadi Guru Efektif. Bandung:
Kolbu.

Sulistiyorini. 2009. Manajemen Pendidikan Islam. Surabaya: Elkaf.

Supardi. 2013. Kinerja Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Syarwani, Ahmad. 2013. Ketahanmalangan Kepemimpinan Kepala Sekolah


(Salah Satu Faktor Penentu Keberhasilan Kepala Sekolah). Yogyakarta:
Pustaka Felicha.

Trianto. 2013. Pengantar Penelitian Pendidikan Bagi Pengembangan Profesi


Pendidikan Dan Tenaga Kependidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.


Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas
Republik Indonesia.

67
Wahjosumidjo. 2015. Organisasi, Kepemimpinan & Prilaku Administrasi. Jakarta:
Gunung Agung.

Yamin, M. 2017. Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.

Yudha M.Saputra. 2018. Jurnal. Supervisi Pembelajaran untuk Meningkatkan


Kinerja Guru Pendidikan Jasmani. (Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 17,
Nomor 8, Juli 2018:417).

Yuliati, Eko, Atmojo. 2018. Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah.


Salatiga: Griya Media.

Yunus Abu Bakar dan Syarifan Nurjan. 2009. Profesi Keguruan. Surabaya:
Aprinta.

Yusutria. 2016. Jurnal. Profesionalisme Guru dalam Meningkatkan Sumber Daya


Manusia. Padang : STKIP-PGRI Sumatera Barat.

Zahroh, Aminatul. 2015. Membangun Kualitas Pembelajaran Melalui Dimensi


Profesionalisme Guru. Bandung: Yrama Widya.

68

Anda mungkin juga menyukai