Kritis ACS
Kritis ACS
DISUSUN OLEH:
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Taufik dan Inayah
KELOMPOK VII
ii
DARTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................ii
DARTAR ISI...............................................................................................................................iii
BAB I...........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG......................................................................................................1
B. Tujuan..............................................................................................................................1
BAB II..........................................................................................................................................3
TINJAUAN TEORI.....................................................................................................................3
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULER.....................................3
B. PENGERTIAN SINDROM KORONER AKUT (SKA)..................................................8
C. ETIOLOGI SINDROM KORONER AKUT (SKA).......................................................10
E. PATHWAY....................................................................................................................12
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG...................................................................................14
I. PENATALAKSANAAN...............................................................................................14
K. PENGKAJIAN...............................................................................................................24
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN....................................................................................25
M. INTERVENSI............................................................................................................25
BAB III......................................................................................................................................29
iii
PENUTUP..................................................................................................................................29
A. KESIMPULAN..............................................................................................................29
B. SARAN..........................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................31
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
1
Untuk Mengetahui dan Memahami Tentang Konsep Dasar Teori dan
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Pasien dengan Sindrom Koroner
Akut.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat menganalisis kesenjangan antara teori dengan praktik nyata dalam
mengatasi masalah keperawatan pada klien dengan dengan Sindrom
Koroner Akut.
b. Mampu melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif pada
pasien dengan Sindrom Koroner Akut meliputi:
1) Melakukan pengkajian secara komprehensif baik fisik maupun data
penunjang
2) Merusmuskan diagnosa keperawatan dengan mengklasifikasikan data
berdasarkan data objektif dan data subjektif yang tepat, dan
menentukan prioritas diagnosis keperawatan
3) Menentukan tujuan keperawatan dan menetapkan kriteria pencapaian
tujuan
4) Merencanakan tindakan keperawatan / intervensi
5) Melaksanakan tindakan keperawatan / implementasi
6) Melakukan mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan,
melakukuan tindakan asuhan keperawatan (follow up care) dengan
pendekatan SOAP (subjektif, objektif, analisa, dan planing)
7) Memodifikasi perencanaan keperawatan berdasarkan hasil evaluasi
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
iktus kordis. Ukuran jantung kurang lebih sebesar genggaman tangan kanan
dan beratnya ± 250 – 300 gram.
b. Myocardium:
Otot jantung yang cuma ada di jantung. Bekerja tidak di bawah
kontrol seperti otot. Tiap sel memiliki nuckleus dan cabang-cabang.
Ujung-ujung sel dan cabang-cabang berhubungan sangat dekat dengan
ujung dan cabang dari adjacent cell. Myocardium lebih tebal pada bagian
apex dan semakin tipis pada bagian base. Hal ini menggambarkan jumlah
beban kerja pada tiap bilik terhadap kontribusinnya dalam memompa
darah. Myocardium paling tebal terdapat pada ventrikel kiri yang
mempunyai beban kerja paling tinggi.
c. Endocardium:
Bagian tipis, halus, glistening membrane yang membuat aliran darah
mulus masuk ke dalam jantung. Mengandung epithelial sel datar, dan
bersambungan dengan garis endhotelium pada pembuluh darah.
2. Siklus jantung
Siklus jantung terdiri dari periode sistol (kontraksi dan pengosongan isi)
dan diastole (relaksasi dan pengisian jantung).Atrium dan ventrikel
mengalami siklus sistol dan diastole yang terpisah.Kontraksi terjadi akibat
penyebaran eksitasi ke seluruh jantung, sedangkan relaksasi timbul satelah
repolarisasi otot jantung.
5
Kontraksi kedua atrium pendek, sedangkan kontraksi ventrikel lebih
lama dan lebih kuat. Daya dorong ventrikel kiri harus lebih kuat karena harus
mendorong darah keseluruh tubuh untuk mempertahankan tekanan darah
sistemik. Meskipun ventrikel kanan juga memompakan darah yang sama tapi
tugasnya hanya mengalirkan darah ke sekitar paru-paru ketika tekanannya
lebih rendah.
3. Curah Jantung
Curah jantung merupakan volume darah yang di pompa tiap ventrikel
per menit. Pada keadaan normal (fisiologis) jumlah darah yang dipompakan
oleh ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama besarnya. Bila tidak demikian
akan terjadi penimbunan darah di tempat tertentu. Jumlah darah yang
dipompakan pada setiap kali sistolik disebut volume sekuncup. Dengan
demikian curah jantung = volume sekuncup x frekuensi denyut jantung
permenit. Umumnya pada tiap sistolik ventrikel tidak terjadi pengosongan
total ventrikel, hanya sebagian dari isi ventrikel yang dikeluarkan.Jumlah
darah yang tertinggal ini dinamakan volume residu.Besar curah jantung
seseorang tidak selalu sama, bergantung pada keaktifan tubuhnya. Curah
jantung orang dewasa pada keadaan istirahat lebih kurang 5 liter dan dapat
meningkat atau menurun dalam berbagai keadaan (Smeltzer, 2002).
6
4. Denyut Jantung dan Daya pompa Jantung
Saat jantung normal dalam keadaan istirahat, maka pengaruh sistem
parasimpatis dominan dalam mempertahankan kecepatan denyut jantung
sekitar 60 hingga 80 denyut per menit. Kecepatan denyut jantung dalam
keadaan sehat dipengaruhi oleh pekerjaan, tekanan darah, emosi, cara hidup
dan umur. Sewaktu banyak pergerakan, kebutuhan oksigen (O 2) meningkat
dan pengeluaran karbondioksida (CO2) juga meningkat sehingga kecepatan
jantung bisa mencapai 150 x/ menit dengan daya pompa 20-25 liter/menit.
Keadaan normal jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel kanan dan
ventrikel kiri sama sehingga tidak teradi penimbunan. Apabila pengembalian
dari vena tidak seimbang dan ventrikel gagal mengimbanginya dengan daya
pompa jantung maka vena-vena dekat jantung jadi membengkak berisi darah
sehingga tekanan dalam vena naik dalam jangka waktu lama, bisa menjadi
edema.
5. Pembuluh darah
Keseluruhan sistem peredaran (sistem kardiovaskuler) terdiri dari arteri,
arteriola, kapiler, venula dan vena.
Arteri (kuat dan lentur) membawa darah dari jantung dan menanggung
tekanan darah yang paling tinggi.Kelenturannya membantu mempertahankan
tekanan darah diantara denyut jantung.Arteri yang lebih kecil dan arteriola
7
memiliki dinding berotot yang menyesuaikan diameternya untuk
meningkatkan atau menurunkan aliran darah ke daerah tertentu.
Kapiler merupakan pembuluh darah yang halus dan berdinding sangat
tipis, yang berfungsi sebagai jembatan diantara arteri (membawa darah dari
jantung) dan vena (membawa darah kembali ke jantung).Kapiler
memungkinkan oksigen dan zat makanan berpindah dari darah ke dalam
jaringan dan memungkinkan hasil metabolisme berpindah dari jaringan ke
dalam darah.darah dalam volume yang sama tetapi dengan kecepatan yang
lebih rendah dan tidak terlalu dibawah tekanan.
Dari kapiler, darah mengalir ke dalam venula lalu ke dalam vena, yang
akan membawa darah kembali ke jantung. Vena memiliki dinding yang tipis,
tetapi biasanya diameternya lebih besar daripada arteri, sehingga vena
mengangkut darah dalam volume yang sama tetapi dengan kecepatan yang
lebih rendah dan tidak terlalu dibawah tekanan.
8
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah sekumpulan gejala yang di akibatkan
oleh pengganggunya aliran darah pada pembuluh darah koroner di jantung
secara akut. Gangguan pada aliran darah tersebut disebabkan oleh thrombosis
(pembekuan darah) yang terbentuk di dalam pembuluh darah sehingga
menghambat alirah darah.
Sindrom Koroner Akut (SKA) terbagi atas 2 bagian yakni angina tidak
stabil dan infark miokard akut. Angina tidak stabil adalah dimana pembekuan
darah tidak sampai menyebabkan sumbatan total pada pembuluh darah,
sedangkan infark miokard akut terjadi jika pembekuan darah menyebabkan
aliran darah tersumbat total.
1. Angina Pectoris
Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis berupa serangan sakit dada
yang khas, yaitu ditekan atau terasa berat di dada yang sering kali menjalar
ke lengan kiri.Hal ini bisa timbul saat pasien melakukan aktivitas dan segera
hilang apabila aktivitas di hentikan. Ciri khas tanda dan gejala angina
pectoris dapat dilihat dari letaknya (daerah yang terasa sakit), kualitas sakit
hubungan timbulnya sakit dengan aktivitas dan lama serangannya, sakit
biasanya timbul di daerah sterna atau dada sebelah kiri, dan menjalar ke
lengan kiri. Kualitas sakit yang timbul beragam dapat seperti di tekan benda
berat di jepit atau terasa panas.Sakit dada biasanya timbul saat melakukan
aktivitas dan hilang saat berhenti dengan lama serangan berlangsung antara
1-5 menit.
2. Infark Miokard Akut
Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard darah ke otot
jantung. Nyeri dada serupa dengan angina tetapi lebih insentif dan menetap
lebih dari 30 menit, tidak sepenuhnya menghilang dengan istirahat ataupun
pemberian nitro gliserin nausea berkeringat dan sangat menakutkan pasien,
pada saat pemeriksaan fisik didapatkan muka pucat karti kardi dan bunyi
jantung 3 (bila disertai gagal jantung kongestif).
9
Klasifikasi Sindrom Koroner Akut (SKA), Wasid (2007) mengatakan berat/
ringannya Sindrom Koroner Akut (SKA) menurut Braunwald (1993) adalah
1. Kelas I : Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat,
dengan nyeri pada waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan,
terjadi >2 kali per hari.
2. Kelas II : Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan
pada waktu istirahat.
3. Kelas III : Akut, yakni kurang dari 48 jam.Secara Klinis:
a. Kelas A : Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti
anemia, infeksi, demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan
hipoksia karena gagal napas.
b. Kelas B : Primer.
c. Kelas C : Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah diobati.
Dengan anti angina (penghambat beta adrenergik, nitrat, dan
antagonis kalsium) Antiangina dan nitrogliserin intravena.
11
sementara dan reversibel. Penurunan suplai oksigen akan meningkatkan
mekanisme metabolisme anaerobik. Iskemia yang lama dapat menyebabkan
kematian otot atau nekrosis.Keadaan nekrosis yang berlanjut dapat
menyebabkan kematian otot jantung (infark miokard).Ventrikel kiri merupakan
ruang jantung yang paling rentan mengalami iskemia dan infark, hal ini
disebabkan kebutuhan oksigen ventrikel kiri lebih besar untuk
berkontraksi.Metabolisme anaerobik sangat tidak efektif selain energi yang
dihasilkan tidak cukup besar juga meningkatkan pembentukan asam laktat yang
dapat menurunkan PH sel (asidosis). Iskemia secara khas ditandai perubahan
EKG: T inversi, dan depresi segmen ST. Gabungan efek hipoksia, menurunnya
suplai energi, serta asidosis dapat dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel
kiri. Kekuatan kontraksi pada daerah yang terserang mengalami gangguan,
serabut ototnya memendek, serta daya kecepatannya menurun.Perubahan
kontraksi ini dapat menyebakan penurunan curah jantung.Iskemia dapat
menyebabkan nyeri sebagai akibat penimbunan asam laktat yang
berlebihan.Angina pektoris merupakan nyeri dada yang menyertai iskemia
miokardium.
Angina pektoris dapat dibagi: angina pektoris stabil (stable angina), angina
pektoris tidak stabil (unstable angina), angina variant (angina prinzmetal).
Angina Pektoris Stabil: Nyeri dada yang tergolong angina stabil adalah nyeri
yang timbul saat melakukan aktifitas. Rasa nyeri tidak lebih dari 15 menit dan
hilang dengan istirahat. Angina Pektoris Tidak Stabil (UAP): Pada UAP nyeri
dada timbul pada saat istirahat, nyeri berlangsung lebih dari 15 menit dan terjadi
peningkatan rasa nyeri. Angina Varian: Merupakan angina tidak stabil yang
disebabkan oleh spasme arteri koroner.
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 menit dapat menyebabkan
kerusakan sel yang ireversibel dan kematian otot (nekrosis). Bagian miokardium
yang mengalami nekrosis atau infark akan berhenti berkontraksi secara
permanen (yang sering disebut infark).
E. PATHWAY
12
Aliran darah ke jantung menurun
Gejala sindrom koroner akut berupa keluhan nyeri ditengah dada, seperti:
rasa ditekan, rasa diremas-remas, menjalar ke leher,lengan kiri dan kanan, serta
ulu hati, rasa terbakar dengan sesak napas dan keringat dingin, dan keluhan
nyeri ini bisa merambat ke kedua rahang gigi kanan atau kiri, bahu,serta
punggung. Lebih spesifik, ada juga yang disertai kembung pada ulu hati seperti
masuk angin atau maagh.Menurut Tapan (2002) menambahkan gejala kliniknya
meliputi:
1. Terbentuknya thrombus yang menyebabkan darah sukar mengalir ke otot
jantung dan daerah yang diperdarahi menjadi terancam mati .
13
2. Rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa terbakar di dada (angina).
Lokasi nyeri biasanya berada di sisi tengah atau kiri dada dan berlangsung
selama lebih dari 20 menit. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke rahang bawah,
leher, bahu dan lengan serta ke punggung. Nyeri dapat timbul pada waktu
istirahat. Nyeri ini dapat pula timbul pada penderita yang sebelumnya belum
pernah mengalami hal ini atau pada penderita yang pernah mengalami angina,
namun pada kali ini pola serangannya menjadi lebih berat atau lebih sering.
3. Selain gejala-gejala yang khas di atas, bisa juga terjadi penderita hanya
mengeluh seolah pencernaannya terganggu atau hanya berupa nyeri yang
terasa di ulu hati. Keluhan di atas dapat disertai dengan sesak, muntah atau
keringat dingin.
1. Aritmia
2. Emboli Paru
3. Gagal Jantung
4. Syok kardiogenik
5. Kematian mendadak
6. Aneurisma Ventrikel
7. Ruptur septum ventikuler
8. Ruptur muskulus papilaris
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
14
5. Ekokardiografi transesofageal, memperlihatkan area berkurangnya
pergerakan dinding otot jantung yang mengindikasikan iskemia
6. Scan citra nuklir menggunakan thallium 201 atau technetium 99 m, untuk
mengidentifikasi area infarksi dan sel otot yang aktif
7. Pengujian laboratoris, memperlihatkan jumlah sel darah putih yang
meningkat dan tingkat sedimentasi eritrosit berubah dalam tingkat elektrolit
yang naik;
8. Kateterisasi kardiak, untuk mengetahui arteri koroner yang terlibat,
memberikan informasi mengenai fungsi ventrikular srta tekanan dan volume
didalam jantung.
I. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum:
1. Mengembalikan aliran darah koroner dengan trombolitik/ PTCA primer untuk
menyelamatkan oto jantung dari infark miokard
2. Membatasi luasnya infark miokard
3. Mempertahankan fungsi jantung
4. memperlambat atau menghentikan progresifitas penyakit
5. Memperbaiki kualitas hidup dengan mengurangi frekuensi serangan
angina
6. Mengurangi atau mencegah infark miokard dan kematian mendadak.
a. Terapi Awal
Dalam 10 menit pertama harus selesai dilaksanakan adalah sebagai
berikut:
15
4) Nitrogliserin (NTG):
Kontraindikasi bila TD sistolik < 90 mmHg), bradikardia (< 50
kali/menit), takikardia. Mula-mula secara sublingual (SL) (0,3 –
0,6 mg ), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x
NTG setiap 5 menit dilanjutkan dengan drip intravena 5–10
ug/menit (jangan lebih 200 ug/menit) dan tekanan darah sistolik
jangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya ialah memperbaiki
pengiriman oksigen ke miokard; menurunkan kebutuhan oksigen di
miokard; menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah
tegangan dinding ventrikel; dilatasi arteri koroner besar dan
memperbaiki aliran kolateral; serta menghambat agregasi platelet
(masih menjadi pertanyaan).
5) Morphine:
Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan;
mengurangi rasa sakit akibat iskemia; meningkatkan venous
capacitance; menurunkan tahanan pembuluh sistemik; serta nadi
menurun dan tekanan darah juga menurun, sehingga preload dan
after load menurun, beban miokard berkurang, pasien tenang tidak
kesakitan. Dosis 2 – 4 mg intravena sambil memperhatikan efek
samping mual, bradikardi, dan depresi pernapasan. Dapat diulang
tiap 5 menit sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg
intravena atau tramadol 25-50 mg iv
6) Aspirin:
Harus diberikan kepada semua pasien sindrom koroner akut jika
tidak ada kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya
ialah menghambat siklooksigenase –1 dalam platelet dan mencegah
pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal tersebut menyebabkan
agregasi platelet dan konstriksi arterial. Dosis yang dianjurkan
ialah 160–325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik "chewable"
dari pada tablet. Aspirin suppositoria (325 mg) dapat diberikan
pada pasien yang mual atau muntah.
7) Antitrombolitik lain:
Clopidogrel, Ticlopidine: derivat tinopiridin ini menghambat
agregasi platelet, memperpanjang waktu perdarahan, dan
16
menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP
(adenosine diphosphate) pada reseptor platelet, sehingga
menurunkan kejadian iskemi. Ticlopidin bermakna dalam
menurunkan 46% kematian vaskular dan non fatal infark miokard.
Dapat dikombinasi dengan Aspirin untuk prevensi trombosis dan
iskemia berulang pada pasien yang telah mengalami implantasi
stent koroner. Pada pemasangan stent koroner dapat memicu
terjadinya trombosis, tetapi dapat dicegah dengan pemberian
Aspirin dosis rendah (100 mg/hari) bersama Ticlopidine 2x 250
mg/hari. Colombo dkk. Memperoleh hasil yang baik dengan
menurunnya risiko trombosis tersebut dari 4,5% menjadi 1,3%, dan
menurunnya komplikasi perdarahan dari 10–16% menjadi 0,2–
5,5%21. Namun, perlu diamati efek samping netropenia dan
trombositopenia (meskipun jarang) sampai dengan dapat terjadi
purpura trombotik trombositopenia sehingga perlu evaluasi hitung
sel darah lengkap pada minggu II – III. Clopidogrel sama
efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin,
namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih rendah
komplikasi gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun
tidak terlepas dari adanya risiko perdarahan. Didapatkan setiap
1.000 pasien SKA yang diberikan Clopidogrel, 6 orang
membutuhkan tranfusi darah 17,22. Clopidogrel 1 x 75 mg/hari
peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi sebagai antiplatelet
agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40–60% inhibisi
dicapai dalam 3–7 hari. Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA
in Patients at Risk of Ischemic Events) menyimpulkan bahwa
Clopidogrel secara bermakna lebih efektif daripada ASA untuk
pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA, stroke) pada
aterosklerosis (Product Monograph New Plavix).
b. Terapi lanjutan (Reperfusi) : dilakukan oleh yang berkompeten dan
dalam pengawasan ketat di ICCU
1) Trombolitik
Penelitian menunjukan bahwa secara garis besar semua obat
trombolitik bermanfaat.Trombolitik awal (kurang dari 6 jam) dengan
17
strptokinase atau tissue Plasminogen Activator (t-PA) telah terbukti
secara bermakna menghambat perluasan infark, menurunkan
mortalitas dan memperbaiki fungsi ventrikel kiri.
Indikasi:
a) Umur < 70 tahun
b) Nyeri dada khas infark, lebih dari 20 menit dan tidak hilang
dengan pemberian nitrat.
c) Elevasi ST lebih dari 1 mm sekurang-kurangnya pada 2 sadapan
EKG
Saat ini ada beberapa macam obat trombolisis yaitu
streptokinase, urokinase, aktivator plasminogen jaringan yang
direkombinasi (r-TPA) dan anisolated plasminogen activator
complex (ASPAC).Yang terdapat di Indonesia hanya
streptokinase dan r-TPA.R-TPA ini bekerja lebih spesifik pada
fibrin dibandingkan streptokinase dan waktu paruhnya lebih
pendek.
Kontraindikasi:
18
dilanjutkan dengan pemasangan sten agar pembuluh darah tersebut
tetap terbuka. Sesuai dengan namanya, tindakan dilakukan dengan
hanya insisi kulit (percutaneous) yang kecil, kemudian dimasukkan
kateter ke dalam pembuluh darah (transluminal) sampai ke
pembuluh darah koroner dan dilakukan tindakan intervensi dengan
inflasi balon dan pemasangan sten (coronary angioplasti)
PTCA pertama kali diperkenalkan oleh gruentzig pada tahun
1975. Ia menggunakan kateter balon untuk memperlebar ke arteri
koroner yang menyempit. Angka kesuksesan PTCA telah banyak
mengalami kemajuan sejak era gruentzig. Setelah angiografi koroner
diagnostik melokalisasi lesi, sebuah kateter pemandu dimasukkan ke
pembuluh darah menggunakan sebuah pipa atau konektor. Kateter
didorong secara pelan dan jika perlu menggunakan sebuah pemutar
(torque) agar melewati lesi koroner. Jika ujung floppy kateter
pemandu telah melewati lesi, maka dimasukkan lebih dalam lagi
hingga ke pembuluh darah distal. Injeksi untuk mengecek kontras
melalui kateter pemandu akan mempermudan visualisasi kononer
sehingga posisi akhir katetr pemandu (guide wire) akan terlihat. Jika
kateter pemandu sudan berada diposisinya, sebuah kateter balon
dipasang di atas kateter pemandu dan diletekkan di atas lesi. Setelah
posisi balon periksa, balon dipompa menggunakan sebuah indeflator.
Pemompaan dilakukan secara seksama untuk mencegah
tertekan yang berlebihan terhadap balon. Setelah dipompa selama 20
detik, balon dikempiskan dan diberi tekanan negatif. Balon di tarik
perlahan dan diberikan injeksi cek kontras untuk menampilkan hasil
angioplasi balon. Di masa lalu, hanya angioplasti balon sederhana
yang dilakukan. Namun saat ini, sebagai besar dilatasi balon diikuti
pemasangan sten untuk mencegah penutupan pembuluh darah secara
tiba-tiba. Pemasangan sten juga berguna untuk membentengi diseksi
(jika ada) setelah dilatasi balon
Pemompaan dilakukan secara seksama untuk mencegah
tekanan yang berlebihan terhadap balon. Setelah dipompa sekitar 20
detik, balon dikempiskan dan diberi tekanan negatif. Balon ditarik
perlahan dan diberikan injeksi cek kontras untuk menampilkan hasil
19
angioplasi balon. Di masa lalu, hanya angioplasi balon sederhana
yang dilakukan.
Indikasi
Kontraindikasi
20
revaskularisasikedua) adalah suatu kelemahan yang terjadi pada sekitar
30-50% pasien, sesuai definisi stenosis yang digunakan.saat ini,angka
keberhasilan setinggi 95% setelah angioplasty balon secara konversiona
dan bahkan lebh tinggi lagi jika disrtai farmakoterapi penunjang.
21
normalnya kembali.Dalam beberapa minggu hingga beberapa
nulan,bebagai kekuatan berinteraksi satu sama lain dan menyebabkan
perubahan dinding pembuluh darah disertai pengurangan diameter lumen
(remodeling negative) atau pertambahan diameter lumen (remodeling
positif).keadaan ini adalah gambaran dari restenosis.jumlah diameter
lumen yang hilang tergantung kepada jumlah proliferasi neointimal dan
tingkat remodeling atau perubahan bentuk setelah intervensi.setelah
enam bulan,proses perbaikan akan stabil dan risiko stemosis turun secara
signifikan.
Bedah CABG adalah salah satu operasi besar yang paling sering
dilakukan.penyakit arteri coroner muncul karena pengerasan dinding
arteri (aterosklerosis) yang memasok darah ke otot hati.Uji diagnostic
sebelum (dan setelah) CABG mencangkup alat elektrokardiogram
(EKG) uji stress, ekokardiogram, dan angiografi coroner.
6. EKG 12 lead
10. Ganti pakaian dengan pakaian tindakan dan pasang penutup rambut
11. Cek kembali identitas pasien dan buat laporan pasien pindah
23
12. Berikan kesempatan pasien dan keluarga untuk berdoa
c. Evaluasi keluhan nyeri dada (50% pasca PCI dapat mengalami nyeri
dada
c) Duduk di kursi
d) Berjalan
i. Pasien pasca PCI bisanya dapat pulang 24 jam pasca tindakan jika
kondisi stabil dan tidak terjadi komplikasi.
a) Lakukan discharge planning dan edukasi tentang hasil tindakan
serta program rehabilitasi dan perawatan di rumah).
b) Jelaskan kepada pasien untuk menghindari aktivitas berat atau
mengangkat beban berat pada 1 minggu pertama pasca PCI.
c) Anjurkan pasien untuk mengikuti program rehabilitasi pasca PCI
untuk meningkakan kepercayaan diri pasien dan level aktivitas
25
K. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Primer
Kaji:
c) distress pernafasan
Kaji:
Kaji:
b) tekanan darah
26
d) tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
4. disability
Kaji:
a) tingkat kesadaran
b) gerakan ekstremitas
c) Glasgow coma scale (GCS), atau pada anak tentukan: alert (A),
respon verbal (v), respon nyeri (p), tidak berespons/ un responsive
(u)
5. exposure control
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
27
M.INTERVENSI
Kriteria hasil : TTV normal (TD: 100/80 – 140/90), Kulit hangat, Nadi
perifer teraba
Intervensi
29
a. Anjurkan klien untuk istirahat
Rasional : istirahat akan memberikan ketenangan sebagai salah satu
relaksasi klien sehingga rasa nyeri yang dirasakan
berkurang
b. Motivasi teknik relaksasi nafas dalam
Rasional : relaksasi napas dalam adalah salah satu teknik relaks dan
distraksi, kondisi relaks akan menstimulus hormon endorfin
yang memicu mood ketenangan bagi klien
c. Kolaborasi analgesik ASA 1 x 100 mg
Rasional : Analgesik akan mengeblok nosireseptor, sehingga respon
nyeri klien berkurang
5. Ansietas b/d ancaman kematian
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24
jam diharapkan cemas berkurag
Kriteria hasil : Klien tampak lebih tenang
Intervensi
a. Kaji tingkat kecemasan klien
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kecemasan klien
b. Melalukan pendidikan kesehatan tentang penyakit klien
Rasional : Untuk memberikan informasi tentang penyakit klien
c. Mengajarkan klien mengurangi cemas dengan cara mendengarkan musik
Rasional : Untuk mengalihkan perhatian agar klien menjadi lebih
tenang
d. Melakukan tindakan kolaborasi untuk pemberian obat
Rasional : Untuk mempercepat proses penyembuhan klien
30
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pengkajian
31
Dalam melakukan pengkajian, penulis dapat mengumpulkan data pada
klien dengan Sindrom Koroner Akut (SKA) yang dilakukan dengan
wawancara, pemeriksaan fisik, observasi dan dokumentasi keperawatan.
2. Diagnosa Keparawatan
4. Implementasi
Pada tahap ini merupakan realisasi mandiri dan kolaborasi dari perencanaan
yang sudah disusun.
5. Evaluasi
B. SARAN
32
Kepada klien dan keluarga diharapkan mampu menjaga kesehatan
serta mempunyai keinginan untuk melaksanakan tindakan-tindakan dan
nasehat-nasehat yang telah diberikan tenaga kesehatan demi kesehatan
klien.
2. Tenaga Perawat
3. Institusi Pendidikan
33
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Pelayanan Jantung Terpadu RSCM. (2007). Clinical Pathway PCI. Jakarta, DKI Jakarta,
Jakarta Pusat.
Wong, E., Wu, E., WW, C., & CM, Y. (2006). A Review of the Management of
Patients after Percutaneous Coronary Intervention. International Journal of Clinical
Practice , 582-589.
34