MAKALAH
Oleh:
SULHAM AGUSTAN.S
UNIVERSITAS LAKIDENDE
UNAAHA
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT., atas izin dan kehendak-Nya-
lah kami bisa menyelesaikan makalah ini. Salawat serta salam kami ucapkan kepada Nabi
Muhammad SAW, nabi terakhir sekaligus manusia yang menjadi teladan bagi kita semua.
Tujuan penyusunan makalah ini tentunya ialah untuk memenuhi salah satu tugas
kelompok mata kuliah Otonomi Daerah. Makalah yang kami susun ini berjudul ”Hubungan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah”.
Demi tersusunnya makalah ini, kami mengambil referensi dari berbagai buku bacaan serta
sumber lain dari internet.
Demikianlah, beberapa patah kata yang kami sampaikan. Kami menyadari bahwa
makalah yang kami buat ini masih memiliki banyak sekali kekurangan. Maka dari itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan sarannya agar penulis bisa membuat sebuah makalah yang
lebih baik di kemudian hari.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................... 2
C. Tujuan................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan.......................................................................................................... 11
B. Saran................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................13
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak Negara Republik Indonesia diproklamasikan, para pendiri negara (the founding
father) berkeinginan bahwa negara Indonesia ini merupakan Negara Kesatuan. Hal ini dapat
dilihat dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (1) yang menyebutkan bahwa: “Negara Indonesia ialah
negara Kesatuan yang berbentuk Republik.”
Menurut Syafrudin (1993), ciri yang melekat dari negara kesatuan yaitu adanya
Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah yang keduanya saling berhubungan erat dan
saling menentukan. Artinya, Pemerintah Pusat tidak akan mampu menjalankan tugas dan
kewajiban dalam organisasi kekuasaan negara yang sangat luas tanpa bantuan Pemerintah
Daerah. Di sisi lain, Pemerintahan Daerah tidak akan mendapat kekuasaan (power) yang
berbentuk kewenangan (authority) untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya apabila
tidak diberi wewenang oleh Pemerintah Pusat yang diatur melalui peraturan perundang-
undangan. Dengan demikian, hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah
di negara kesatuan sangat menentukan dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan.
Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang baik, perlu adanya pembinaan dan
pengawasan terhadap setiap tindakan daerah otonom. Selain dalam hal kewenangan dan
pembinaan serta pengawasan, hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah juga
mencakup hubungan dalam bidang keuangan, hubungan dalam bidang pelayanan umum dan
hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya.
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis membatasi rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam bidang
kewenangan?
2. Bagaimana hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam bentuk
pembinaan dan pengawasan?
3. Bagaimana hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam bidang
keuangan?
C. Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
Hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam bidang kewenengan
berkaitan dengan cara pembagian urusan penyelenggaraan pemerintahan atau cara
menentukan urusan rumah tangga daerah. Cara penentuan ini mencerminkan bentuk otonomi
terbatas atau otonomi luas. Menurut Manan (2002), suatu daerah dapat digolongkan sebagai
otonomi luas apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
1.Urusan-urusan rumah tangga daerah secara kategori dan pengembangannya diatur dengan
cara-cara tertentu pula.
2. Apabila sistem supervisi dan pengawasan dilakukan sedemikian rupa sehingga daerah
otonom kehilangan kemandirian untuk menentukan secara bebas cara-cara mengatur dan
mengurus rumah tangga daerahnya.
3.Sistem hubungan keuangan antara pusat dan daerah yang menimbulkan hal-hal seperti
keterbatasan kemampuan keuangan asli daerah yang akan membatasi ruang gerak otonomi
daerah.
1.Politik luar negeri, yaitu seperti urusan pengangkatan pejabat diplomatik dan menunjuk
keluarga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar
negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar
negeri dan sebagainya.
6
3.Keamanan, misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menetapkan kebijakan
keamanan nasional, menindak kelompok atau organisasi yang melanggar hukum negara,
menindak kelompok atau organisasi yang kegiatannya menggangu keamanan negara dan
sebagainya.
4.Moneter dan fiskal nasional, misalnya mencetak uang dan menentukan nilai mata uang,
menetapkan kebijakan moneter/fiskal, mengendalikan peredaran uang dan sebagainya.
5.Yustisi, misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hukum dan jaksa, mendirikan
lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberikan
grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang-undang peraturan pemerintah, dan peraturan lain
yang berlaku secara nasional.
6.Agama, misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional, memberi
hak pengakuan terhadap suatu agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan
kehidupan keagamaan dan sebagainya..
7
b).Akuntabilitas, yaitu pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan
pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan adalah
tingkat pemerintahan yang lebih langsung/dekat dengan dampak/akibat dari urusan yang
ditangani tersebut. Dengan demikian akuntabilitas penyelenggaraan bagian urusan
pemerintahan tersebut kepada masyarakat akan lebih terjamin.
8
a.koordinasi pemerintahan antar susunan pemerintahan;
d.pendidikan dan pelatihan bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah, anggota DPRD,
perangkat daerah, pegawai negeri sipil daerah, kepala desa, anggota badan permusyawaratan
desa, dan masyarakat secara umum;
Konsultasi dilaksanakan secara berkala pada tingkat nasional, regional, atau provinsi.
Pemberian pedoman dan standar mencangkup aspek perencanaan, pelaksanaan, tata laksana,
pendanaan, kualitas, pengendalian, dan pengawasan. Pemberian bimbingan, supervisi dan
konsultasi dilaksanakan secara berkala dan/ atau sewaktu-waktu, baik secara menyeluruh
kepada seluruh daerah maupu kepala daerah tertntu sesuai dengan kebutuhan. Pendidikan dan
pelatihan dilaksanakan secara berkala bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah, anggota
DPRD, perangkat daerah, pegawai negeri sipil daerah, dan kepala desa. Perencanaan,
penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi dilaksanakan secara berkala ataupun
sewaktu-waktu dengan memperhatikan susunan pemerintahan. Pelaksanaan ketentuan tersebut
dapat dilakukan secara kerja sama dengan perguruan tinggi dan/atau lembaga penelitian.
1.keserasian antara penyelenggaraan tugas pemerintah oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, dan
Pengawasan Pemerintah Pusat atas penyelenggaraan pemerintah daerah ini tentunya telah
mengalami pergeseran sejak adanya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 sebagaimana
9
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, dikenal dengan adanya
pengawasan umum, pengawasan preventif, dan pengawasan represif.
1.Pengawasan Umum
2.Pengawasan Preventif
b.Mengadakan ancaman pidana berupa denda atau hukuman kurungan atas pelanggaran
tertentu.
3.Pengawasan Represif
10
a.Pengawasan atas pelaksanaan dan urusan pemerintahan didaerah;
2.Pengawasan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh aparat
pengawas intern pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan.
Dalam alokasi sumber keuangan daerah, yang menjadi pokok permasalahan ialah
perimbangan antara keuangan pusat dan keuangan daerah. Perimbangan adalah memperbesar
pendapatan asli daerah sehingga lumbung keuangan daerah dapat berisi lebih banyak.
Permasalahan yang sering terjadi saat ini ialah minimnya jumlah uang yang dimiliki daerah
dibandingkan dengan uang yang dimiliki pusat.
Beberapa hal yang perlu dicatat mengenai hubungan keuangan antara pusat dan daerah ialah
sebagai berikut:
1.Meskipun pendapatan asli daerah tidak banyak, tidak berarti lumbung keuangan daerah tidak
berisi banyak. Lumbung keuangaan daerah tidak bersumber dari pendapatan sendiri, tetapi
dari uang yang diserahkan pusat kepada daerah seperti subsidi dan lainya. Tidak berarti pula
lumbung keuangan daerah yang terbatas itu menyebabkan rakyatnya menikmati kesejahteraan
karena usaha kesejahteraan ikut diselenggarakan pusat.
3.Meskipun sumber lumbung keuangan daerah diperbesar, tidak akan ada daerah yang mampu
membelanjai secara penuh rumah tangganya sendiri.
11
1.Pemberian sumber-sumber keuangan, untuk meneyelenggarakan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan pemerintah daerah.
Sementara itu, hubungan dalam bidang keuangan antar pemerintah daerah (horizontal)
meliputi sebagai berikut:
1.Bagi hasil pajak dan non pajak antara pemerintah ke daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/ kota.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 10 ayat (3), Ada enam hal yang
menjadi urusan Pemerintah Pusat yang tidak menjadi kewenangan Pemerintah Daerah yaitu
mengenai politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal nasional, yustisi dan
persoalan agama. Selain keenam hal tersebut, selebihnya menjadi urusan daerah. Untuk
mewujudkan pembagian kewenangan yang concurrent secara proporsional antara Pemerintah,
Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Kota maka disusunlah kriteria yang meliputi
eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi.
Dalam hal hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di bidang
keuangan, pelayanan umum serta pengelolaan sumber daya diatur dalam pasal 15 sampai
pasal 17 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 dimana disana diatur mengenai hubungan
secara vertikal (antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah) dan hubungan secara
horizontal (antar pemerintah daerah) mengenai ketiga bidang tersebut.
B. Saran
Pelaksanaan otonomi daerah di era globalisasi saat ini perlulah ditingkatkan lagi. Peran
Pemerintah Pusat sangatlah penting dalam membantu pembangunan di daerah-daerah. Dalam
hal pengelolaan keuangan daerah, sangatlah perlu adanya peningkatan dalam manajemen
13
pengelolaannya. Dalam hal pelayanan umum di daerah, kita masih sering menemukan
ketidakpuasan dari masyarakat. Beberapa rekomendasi terkait hal tersebut bisa dilakukan
melalui penetapan standar pelayanan, pengembangan Standard Operating Procedures (SOP),
pengembangan survey kepuasan pelanggan, dan pengembangan sistem pengelolaan
pengaduan. Selain itu perlu adanya reformasi birokrasi yang serius dalam mengatasi
kelemahan-kelemahan pelayanan di daerah.
14
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Rozali. 2000. Pelaksanaan Otonomi Luas & Isu Federalisme sebagai Suatu
Alternatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
http://dhyazjopi.blogspot.co.id/2013/05/hubungan-pemerintah-pusat-dan-daerah.html diakses
pada 15 November 2015 pukul 06.30 WIB
http://nurfaradilaa.blogspot.co.id/2013/04/hubungan-pemerintah-pusat-dengan_24.html
diakses pada 12 November 2015 pukul 11.54 WIB
Manan, Bagir. 2002. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah. Yogyakarta: Pusat Studi Hukum
Fakultas Hukum UII.
Rosidin, Utang. 2015. Otonomi Daerah dan Desentralisasi. Bandung: Pustaka Setia.
Safrudin, Ateng. 1993. Pengaturan Koordinasi Pemerintah di Daerah. Bandung: Citra Aditya.
15