Anda di halaman 1dari 20

Tugas !

PROPOSAL

TERAPI BERMAIN BONEKA TANGAN DI RUANG KEPERAWATAN

ANAK BLUD RSUD KONAWE

Oleh:

Nurul Sahira

Nim. 17.027

AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH

KABUPATEN KONAWE

TA 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan ptoposal ini yang berisikan tentang” TERAPI
BERMAIN BONEKA TANGAN DI RUANG KEPERAWATAN ANAK BLUD RSUD
KONAWE

Pada kesempatan kali ini kami menyampaikan terima kasih kepada dosen
pembimbing Ns. Karlina s.kep yang telah membimbing kami dalam pembuatan proposal ini
dan kepada teman teman dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian proposal
ini

Proposal ini dibuat untuk melengkapi tugas dari mata kuliah , dan diharapkan dapat
bermanfaat untuk menambah pengetahuan baru bagi para pembaca dan dapat digunakan
sebagai salah satu pedoman dalam proses pembelajaran.

Dalam penyusunan proposal ini kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangannya karena kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki cukup terbatas. Oleh
karena itu, kami berharap kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memenuhi syarat dan bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi para pembaca dan kami mohon maaf atas segala kekurangan dari
makalah ini.

Unaaha,12 juli 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................................. 1

KATA PENGANTAR .............................................................................................. 2

DAFTAR ISI ............................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...........................…………………………………...4


B. Rumusan Masalah .............................................................................. 4
C. Tujuan ................................................................................................ 6
1. Tujuan umum ................................................................................ 6
2. Tujuan khusus ............................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 6
BAB II TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Bermain....................................................................... 6


B. Fungsi bermain…………………………………………………. . 7
C. Klasifikasi bermain ........................................................................10
BAB III KEGIATAN BERMAIN

A. Rancangan Bermain ........................................................................... 14


B. Media Dan Alat Permainan ................................................................ 14
C. Sasaran .............................................................................................. 15
D. Waktu Pelaksanaan ........................................................................... 15
E. Pembagian Tugas ............................................................................... 16
F. Susunan Kegiatan................................................................................ 16
G. Evaluasi ............................................................................................. 17
H. Hambatan …………………………………………………………….... 18

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………………19
B. Saran ……………………………………………………………………..19
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Hospitalisasi merupakan keadaan dimana orang sakit berada pada lingkungan rumah
sakit untukm mendapatkan pertolongan dalam peawatan atau pengobatan dalam perawatan
atau pengobatan sehingga dapat mengatasi atau meringankan penyakitnya. Tetapi pada
umumnya hospitalisasi dapat menimbulkan ketegangan dan ketakutan serta dapat
menimbulkan ketegangan dan ketakutan serta dapat menimbulkan gangguan emos atau
tingkah laku yang mempengaruhi kesembuhan dan perjalanan penyakit anak selama dirawat
dirumah sakit. Hospitalisasi pada anak akan memberikan dampak negatif seperti trauma,
cemas dan ketakutan.

Bermain adalah bagian integral dari masa kanak-kanak, media yang unik untuk
memfasilitasi perkembangan ekspresi bahasa, ketrampilan komunikasi, perkembangan emosi,
ketrampilan sosial, ketrampilan pengambilan keputusan, dan perkembangan kognitif pada
anak-anak (Landreth, 2001). Bermain juga dikatakan sebagai media untuk eksplorasi dan
penemuan hubungan interpersonal, eksperimen dalam peran orang dewasa, dan memahami
perasaannya sendiri. Bermain adalah bentuk ekspresi diri yang paling lengkap yang pernah
dikembangkan manusia. Erikson (Landreth, 2001) mendefinisikan bermain sebagai suatu
situasi dimana ego dapat bertransaksi dengan pengalaman dengan menciptakan situasi model
dan juga dapat menguasai realitas melalui percobaan dan perencanaan.

Sementara Landreth (2001) mendefinisikan terapi bermain sebagai hubungan


interpersonal yang dinamis antara anak dengan terapis yang terlatih dalam prosedur terapi
bermain yang menyediakan materi permainan yang dipilih dan memfasilitasi perkembangan
suatu hubungan yang aman bagi anak untuk sepenuhnya mengekspresikan dan eksplorasi
dirinya (perasaan, pikiran, pengalaman, dan perilakunya) melalui media bermain.
International Association for Play Therapy (APT), sebuah asosiasi terapi bermain yang
berpusat di Amerika, dalam situsnya di internet mendefinisikan terapi bermain sebagai
penggunaan secara sistematik dari model teoritis untuk memantapkan proses interpersonal
dimana terapis bermain menggunakan kekuatan terapiutik permainan untuk membantu klien
mencegah atau menyelesaikan kesulitan-kesulitan psikososial dan mencapai pertumbuhan
dan perkembangan yang optimal (www.a4pt.org). Beberapa definisi terapi bermain tersebut
mengarah pada beberapa hal penting, yaitu: (a) tipe dan jumlah permainan yang digunakan;

4
(b) konteks permainan; (c) partisipan yang terlibat; (d) urutan permainan; (e) ruang yang
digunakan; (f) gaya bermain; (g) tingkat usaha yang dicurahkan dalam permainan. Terapi
bermain adalah pemanfaatan permainan sebagai media yang efektif oleh terapis, untuk
membantu klien mencegah atau menyelesaikan kesulitan psikososial dan mencapai
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, melalui kebebasan eksplorasi dan ekspresi
diri.

Melihat pentingnya bermain bagi seorang anak terutama anak yang mengalami
hospitalisasi, maka kami akan mengadakan terapi bermain dengan sasaran usia sekolah (> 6
tahun sampai 12 tahun) yang berada di ruang rawat inap anak RS Ibnu Sina Makassar. Kami
berharap dengan diadakannya terapi bermain ini, anak yang dirawat tetap dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal sesuai tahap tumbuh kembangnya.

B.  Tujuan

a.    Tujuan umum


Anak diharapkan dapat melanjutkan tumbuh kembangnya, mengembangkan
aktifitas dan kreatifitas melalui pengalaman bermain dan beradaptasi efektif terhadap
stress karena penyakit dan dirawat.
b.    Tujuan Khusus
1. Meningkatkan volume cairan di dalam tubuh anak
2. Merangsang kemauan anak untuk mengkonsumsi minuman yang dapat membantu
mempercepat proses penyembuhan
3. Gerakan motorik halusnya lebih terarah
4. Mengembangkan kognitifnya
5. Mampu meningkatkan kemampuan yang dimiliki oleh anak
6. Mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan teman yang dirawat di ruang yang
sama
7. Mampu mengurangi kejenuhan selama dirawat di RS
8. Mampu beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan dirawat dirumah
sakit
c. manfaat

1. Bagi Keluarga Pasien


Sebagai terapi untuk meningkatkan perkembangan sosial dan intelektual anak

5
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan intervensi keperawatan anak
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan evaluasi pendidikan untuk meningkatkan mutu Pendidikan,
khususnya di bidang perawatan anak
4. Bagi Mahasiswa
Sebagai pembelajaran dalam rangka mencapai kompetensi pelaksanaan asuhan
keperawatan pada anak dengan menerapkan terapi modalitas pada anak.

6
BAB II

TINJAUAN TEORI

A.  Konsep Dasar Bermain


a.    Pengertian

Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan


social dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain,
anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan
lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak serta
suara (Wong, 2000).
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa
mempergunakan alat yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi
kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak (Anggani Sudono, 2000).

Bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, dan merupakan aspek
terpenting dalam kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling efektif untuk
menurunkan stress pada anak, dan penting untuk kesejahteraan mental dan emosional
anak (Champbell dan Glaser, 1995).

Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan kebutuhan anak seperti
halnya makanan, perawatan dan cinta kasih. Dengan bermain anak akan menemukan
kekuatan serta kelemahannya sendiri, minatnya, cara menyelesaikan tugas-tugas dalam
bermain (Soetjiningsih, 1995).
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bermain
merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang mencerminkan kemampuan fisik,
intelektual, emosional, dan social anak tersebut. Walaupun tanpa mempergunakan alat
yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun
mengembangkan imajinasi anak, dalam bermain anak akan menemukan kekuatan serta
kelemahannya sendiri, minatnya, serta cara menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain.

b.    Fungsi Bermain


Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik,
perkembangan intelektual, perkembangan sosial, perkembangan kreativitas, perkembangan
kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi.

7
1. Perkembangan Sensoris-Motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik merupakan komponen
terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan
fungsi otot. Misalnya, alat permainan yang digunakan untuk bayi yang mengembangkan
kemampuan sensoris-motorik dan alat permainan untuk anak usia toddler dan prasekolah
yang banyak membantu perkembangan aktivitas motorik baik kasar maupun halus.
2. Perkembangan Intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu
yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur
dan membedakan objek. Pada saat bermain pula anak akan melatih diri untuk
memecahkan masalah. Pada saat anak bermain mobil-mobilan, kemudian bannya terlepas
dan anak dapat memperbaikinya maka ia telah belajar memecahkan masalahnya melalui
eksplorasi alat mainannya dan untuk mencapai kemampuan ini, anak menggunakan daya
pikir dan imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi
seperti ini akan semakin terlatih kemampuan intelektualnya.
3. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya.
Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan menerima. Bermain dengan
orang lain akan membantu anak untuk mengembangkan hubungan social dan belajar
memecahkan masalah dari hubungan tersebut. Pada saat melakukan aktivitas bermain,
anak belajar berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara, dan belajar
tentang nilai sosial yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada anak usia
sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak usia toddler dan prasekolah adalah
tahapan awal bagi anak untuk meluaskan aktivitas sosialnya dilingkungan keluarga.
4. Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya kedalam
bentuk objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan
belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan membongkar
dan memasang satu alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk semakin
berkembang.
5. Perkembangan Kesadaran Diri
Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam mengatur mengatur
tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan membandingkannya

8
dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan
mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap orang lain. Misalnya, jika anak mengambil
mainan temannya sehingga temannya menangis, anak akan belajar mengembangkan diri
bahwa perilakunya menyakiti teman. Dalam hal ini penting peran orang tua untuk
menanamkan nilai moral dan etika, terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk
memahami dampak positif dan negatif dari perilakunya terhadap orang lain
6. Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang tua dan
guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapatkan kesempatan untuk
menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat
menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya.
Melalui kegiatan bermain anak juga akan belajar nilai moral dan etika, belajar
membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta belajar bertanggung-jawab
atas segala tindakan yang telah dilakukannya. Misalnya, merebut mainan teman
merupakan perbuatan yang tidak baik dan membereskan alat permainan sesudah bermain
adalah membelajarkan anak untuk bertanggung-jawab terhadap tindakan serta barang
yang dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan kognitifnya, bagi anak usia toddler dan
prasekolah, permainan adalah media yang efektif untuk mengembangkan nilai moral
dibandingkan dengan memberikan nasihat. Oleh karena itu, penting peran orang tua
untuk mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas bermain dan mengajarkan nilai
moral, seperti baik/buruk atau benar/salah.
7. Bermain Sebagai Terapi
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat
tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut
merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa
stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan
anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan
permainan anak akan depat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan
relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan. Dengan demikian, permainan
adalah media komunikasi antar anak dengan orang lain, termasuk dengan perawat atau
petugas kesehatan dirumah sakit. Perawat dapat mengkaji perasaan dan pikiran anak
melalui ekspresi nonverbal yang ditunjukkan selama melakukan permainan atau melalui
interaksi yang ditunjukkan anak dengan orang tua dan teman kelompok bermainnya.

9
c.    Klasifikasi Bermain

1. Berdasarkan Isi Permainan


a) Social affective play
Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan antara
anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapatkan kesenangan dan kepuasan
dari hubungan yang menyenangkan dengan orang tuanya atau orang lain. Permainan
yang biasa dilakukan adalah “Cilukba”, berbicara sambil tersenyum dan tertawa, atau
sekadar memberikan tangan pada bayi untuk menggenggamnya, tetapi dengan
diiringi berbicara sambil tersenyum dan tertawa. Bayi akan mencoba berespons
terhadap tingkah laku orang tuanya misalnya dengan tersenyum, tertawa, dan
mengoceh.
b) Sense of pleasure play
Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang pada anak
dan biasanya mengasyikkan. Misalnya, dengan menggunakan pasir, anak akan
membuat gunung-gunungan atau benda-benda apa saja yang dapat dibentuknya
dengan pasir . Bisa juga dengan menggunakan air anak akan melakukan macam-
macam permainan, misalnya memindah-mindahkan air ke botol, bak, atau tempat
lain. Ciri khas permainan ini adalah anak akan semakin asyik bersentuhan dengan
alat permainan ini dan dengan permainan yang dilakukannya sehingga susah
dihentikan
c) Skill play
Sesuai dengan sebutannya, permainan ini akan meningkatkan ketrampilan anak,
khususnya motorik kasar dan halus. Misalnya, bayi akan terampil memegang benda-
benda kecil, memindahkan benda dari satu tempat ke tempat yang lain, dan anak
akan terampil naik sepeda. Jadi, keterampilan tersebut diperoleh melalui pengulangan
kegiatan permainan yang di lakukan. Semakin sering melakukan latihan, anak akan
semakin terampil.
d) Games
Games atau permainan adalah jenis permainan yang menggunakan alat tertentu yang
menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini bisa dilakukan oleh anak sendiri
atau dengan temannya. Banyak sekali jenis permainan ini mulai dari yang sifatnya

10
tradisional maupun yang modern.misalnya, ular tangga, congklak, puzzle, dan lain-
lain.
e) Unoccupied behavior
Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar-mandir, tersenyum, tertawa, jinjit-
jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja, atau apa saja yang ada di
sekelilingnya. Jadi, sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan tertentu, dan
situasi atau obyek yang ada di sekelilingnya yang digunakannya sebagai alat
permainan. Anak tampak senang, gembira, dan asyik dengan situasi serta
lingkungannya tersebut.
f) Dramatic play
Sesuai dengan sebutannya, pada permainan ini anak memainkan peran sebagai orang
lain melalui permainannya. Anak berceloteh sambil berpakaian meniru orang
dewasa, misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya, kakaknya, dan sebagainya yang ingin ia
tiru. Apabila anak bermain dengan temannya, akan terjadi percakapan di antara
mereka tentang peran orang yang mereka tiru. Permainan ini penting untuk proses
identifikasi anak terhadap peran tertentu .
2. Berdasarkan Karakter Sosial
a) Onlooker play
Pada jenis permainan ini, anak hanya mengamati temannya yang sedang bermain,
tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan. Jadi, anak tersebut
bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap permainan yang sedang
dilakukan temannya.
b) Solitary play
Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok permainan, tetapi anak
bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya, dan alat permainan tersebut
berbeda dengan alat permainan yang digunakan temannya, tidak ada kerja sama,
ataupun komunikasi dengan teman sepermainannya.
c) Parallel play
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama, tetapi
antara satu anak dengan anak lainnya tidak terjadi kontak satu sama lain sehingga
antara anak satu dengan anak lain tidak ada sosialisasi satu sama lain. Biasanya
permainan ini dilakukan oleh anak usia toddler.

11
d) Associative play
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak lain,
tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin permainan, dan
tujuan permainan tidak jelas. Contoh permainan jenis ini adalah bermain boneka,
bermain hujan-hujanan dan bermain masak-masakan.
e) Cooperative play
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan jenis ini, juga
tujuan dan pemimpin permainan. Anak yang memimpin permainan mengatur dan
mengarahkananggotanya untuk bertindak dalam permainan sesuai dengan tujuan
yang diharapkan dalam permainan tersebut. Misalnya, pada permainan sepak bola,
ada anak yang memimpin permainan, aturan main harus dijalankan oleh anak dan
mereka harus dapat mencapai tujuan bersama, yaitu memenangkan permainan
dengan memasukkan bola ke gawang lawan mainnya.

B.     Konsep Dasar Anak Usia Sekolah


a. Anak usia sekolah (> 6 tahun sampai 12 tahun)
Kemampuan sosial anak usia sekolah semakin meningkat. Mereka lebih mampu
bekerja sama dengan teman sepermainannya. Seringkali pergaulan dengan teman menjadi
tempat belajar mengenal norma baik atau buruk. Dengan demikian, permainan pada anak
usia sekolah tidak hanya bermanfaat untuk meningkatkan ketrampilan fisik atau
intelektualnya, tetapi juga dapat mengembangkan sensitivitasnya untuk terlibat dalam
kelompok dan bekerja sama dengan sesamanya. Mereka belajar norma kelompok
sehingga dapat diterima dalam kelompoknya. Sisi lain manfaat bermain bagi anak usia
sekolah adalah mengembangkan kemampuannya untuk bersaing secara sehat. Bagaimana
anak dapat menerima kelebihan orang lain melalui permainan yang ditunjukkannya.
Karakteristik permainan untuk anak usia sekolah dibedakan menurut jenis
kelaminnya. Anak laki-laki lebih tepat jika diberikan mainan jenis mekanik yang akan
menstimulasi kemampuan kreativitasnya dalam berkreasi sebagai seorang laki-laki,
misalnya mobil-mobilan. Anak perempuan lebih tepat diberikan permainan yang dapat
menstimulasinya untuk mengembangkan perasaan, pemikiran dan sikapnya dalam
menjalankan peran sebagai seorang perempuan, misalnya alat untuk memasak dan
boneka.

12
b. Reaksi Hospitalisasi
1. Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang dicintai,
keluarga, kelompok sosial sehingga menimbulkan kecemasan
2. Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan peran dalam keluarga, kehilangan
kelompok sosial, perasaan takut mati, kelemahan fisik
3. Reaksi nyeri bisa digambarkan dengan verbal dan non verbal

13
BAB III
KEGIATAN BERMAIN

A.  Rancangan bermain

Kegiatan terapi bermain yang kelompok buat kali ini bertema “Cepat sembuh
dengan banyak minum”. Kegiatan ini terdiri dari 3 sesi yaitu : pada sesi pertama tentang
pemaparan cerita mengunakan boneka tangan yang menceritakan tentang pentingnya
mengkonsumsi banyak air bagi penderita DHF. Pada sesi kedua, ANAK diajak untuk
menghabiskan air mineral yang disediakan oleh kelompok. Pada sesi ketiga, anak diajak
untuk melipat kertas yang sudah disediakan. Pemilihan bentuk lipatan pada sesi ketiga ini
tidak dibatasi. Kemudian hasil kreasi lipatan yang telah selesai, diberikan tali untuk
digantung ditempat tiap tidur anak.

B.  Media dan Alat


1.    Boneka Tangan
2.    Air mineral gelas
3.    Kertas origami
5.    Tali

14
C.  Sasaran
a.    Kelompok usia sekolah (> 6 tahun sampai 12 tahun)
b.    Kriteria anak:
1. Anak usia sekolah (> 6 tahun sampai 12 tahun)
2. Anak dengan DHF
3. Anak yang tidak memiliki masalah intoleransi aktivitas
D.  Waktu Pelaksanaan
a.    Hari / Tanggal : Rabu, 12 juli 2020
b.    Waktu : Pukul 10.00 s/d 11.00
c.    Tempat : Ruang Anak BLUD RSUD Konawe

Waktu yang dipilih untuk memberikan permainan ini pada anak, yaitu pada saat anak
tersebut sedang santai, atau tidak pada waktu makan dan tidur, misalnya pada pagi hari
sekitar pukul 10.00 atau pada sore hari sekitar pukul 15.00. Durasi atau lamanya bermain
adalah sekitar 40 menit untuk menghindari anak merasa bosan dengan permainan tersebut.
E.   Pengorganisasian
1. Penanggung Jawab : Ns Karlina S.kep
2. Leader : Nurul Sahira
3. Co Leader : Wa Ode Polan Djafir
4. Fasilitator :Eka Yusanti
Iis Resky P

15
F.   Pembagian Tugas
1. Leader    : Nurul Sahira
Peran Leader
a. Katalisator, yaitu mempermudah komunikasi dan interaksi dengan jalan menciptakan
situasi dan suasana yang memungkinkan klien termotivasi untuk mengekspresikan
perasaannya
b. Auxilery Ego, sebagai penopang bagi anggota yang terlalu lemah atau mendominasi
c. Koordinator, yaitu mengarahkan proses kegiatan kearah pencapaian tujuan dengan
cara memberi motivasi kepada anggota untuk terlibat dalam kegiatan
2. Co Leader : Wa Ode Polan Djfir
Peran Co Leader
a. Mengidentifikasi issue penting dalam proses
b. Mengidentifikasi strategi yang digunakan Leader
c. Mencatat modifikasi strategi untuk kelompok pada sesion atau kelompok yang akan
datang
d. Memprediksi respon anggota kelompok pada sesion berikutnya
3. Fasilitator : Eka Yusanti
Iis Resky P
Peran Fasilitator
a. Mempertahankan kehadiran peserta
b. Mempertahankan dan meningkatkan motivasi peserta
c. Mencegah gangguan atau hambatan terhadap kelompok baik dari luar maupun dari
dalam kelompok

G. Susunan Kegiatan

No Waktu Terapis Anak Ket

1 5 menit Pembukaan :
- Co-Leader membuka dan Menjawab salam
mengucapkan salam
- Memperkenalkan diri terapis Mendengarkan
- Memperkenalkan pembimbing
- Memperkenalkan anak satu Mendengarkan
persatu dan anak saling
berkenalan Mendengarkan dan

16
- Kontrak waktu dengan anak saling berkenalan
- Mempersilahkan Leader
Mendengarkan
Mendengarkan

2 25 menit Kegiatan bermain :


- Leader menjelaskan cara Mendengarkan
permainan
- Menanyakan pada anak, anak Menjawab pertanyaan
mau bermain atau tidak
- Membagikan permainan
- Leader ,co-leader, dan Menerima permainan
Fasilitator memotivasi anak Bermain
- Fasilitator mengobservasi
anak Bermain
- Menanyakan perasaan anak
Mengungkapkan
perasaan

3 10 menit Penutup :
- Leader Menghentikan Selesai bermain
permainan
- Menanyakan perasaan anak Mengungkapkan
perasaan
- Menyampaikan hasil Mendengarkan
permainan
- Memberikan hadiah pada anak Senang
yang cepat menyelesaikan
gambarnya dan bagus
- Membagikan
souvenir/kenang-kenangan Senang
pada semua anak yang
bermain
- Menanyakan perasaan anak
Mengungkapkan
- Co-leader menutup acara perasaan
- Mengucapkan salam Mendengarkan
Menjawab salam

H. Evaluasi
a. Evaluasi struktur yang diharapkan :
1. Alat-alat yang digunakan lengkap
2. kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana
b. Evaluasi proses yang diharapkan

17
1. Terapi dapat berjalan dengan lancar
2. Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik
3. Tidak adanya hambatan saat melakukan terapi
4. Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai tugasnya
c. Evaluasi hasil yang diharapkan
1. Anak dapat mengembangkan motorik halus dengan menghasilkan satu origami,
kemudian digantung
2. Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik
3. Anak merasa senang
4. Anak tidak takut lagi dengan perawat
5. Orang tua dapat mendampingi kegiatan anak sampai selesai
6. Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan aktifitas bermain

G.  Hambatan
Hambatan yang mungkin ditemui dalam permainan ini, antara lain :
 Anak tidak mau bermain karena sakit yang dia rasakan
 Anak kurang mau berinteraksi dengan orang lain selain orang tuanya
 Anak merasa bosan dengan permainan yang diberikan

  

18
BAB IV

PENUTUP

A.  Kesimpulan

Bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang mencerminkan


kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social anak tersebut, tanpa mempergunakan
alat yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun
mengembangkan imajinasi anak, dimana dalam bermain anak akan menemukan kekuatan
serta kelemahannya sendiri, minatnya, serta cara menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain.
Bermain bagi anak adalah suatu kebutuhan selayaknya bekerja pada orang dewasa, oleh
sebab itu bermain di rumah sangat diperlukan guna untuk mengatasi adanya dampak
hospitalisasi yang diasakan oleh anak. Dengan bermain, anak tetap dapat melanjutkan
tumbuh kembangnya tanpa terhambat oleh adanya dampak hospitalisasi tersebut.

B.  Saran

1. Orang tua
Sebaiknya orang tua lebih selektif dalam memilih permainan bagi anak agar anak dapat
tumbuh dengan optimal. Pemilihan permainan yang tepat dapat menjadi poin penting
dari stimulus yang akan didapat dari permainan tersebut. Faktor keamanan dari
permainan yang dipilih juga harus tetap diperhatikan.
2. Rumah Sakit
Sebagai tempat pelayanan kesehatan, sebaiknya rumah sakit dapat meminimalkan
trauma yang akan anak dapatkan dari hospitalisasi dengan menyediakan ruangan khusus
untuk melakukan tindakan.
3. Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat tetap membantu anak untuk mengurangi dampak
hospitalisasi dengan terapi bermain yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak.

19
Karena dengan terapi bermain yang tepat, maka anak dapat terus melanjutkan tumbuh
kembang anak walaupun dirumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Stuart, Gail and Laraia, Michele. (1998). Principles and practice of psychiatric nursing. St.
Louis: Mosby.
Internet. http://klinis.wordpress.com/2007/08/30/penerapan-terapi-bermain-bagi-penyandang-
autisme-1/. Downloaded on Wednesday, 14th April 2010 at 04.00 p.m.
Internet. http://konsultanmainan.multiply.com/journal/item/5/Terapi_Bermain. Downloaded on
Wednesday, 14th April 2010 at 03.30 p.m.
Internet. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/pathology/1916947-terapi-bermain/
Downloaded on Wednesday, 14th April 2010 at 03.45 p.m.
Supartini, Yupi. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
Wong, Donna L. (2003). Clinical Manual of Pediatric Nursing. USA: Mosby.

20

Anda mungkin juga menyukai