Anda di halaman 1dari 4

A.

Tri Mandala
Konsep ruang Tri Mandala merupakan ungkapan tiga tata nilai wilayah ruang, yang terdiri
dari: ruang sakral/spiritual – ruang profan/komunal – ruang pelayanan/komersial. Struktur
tata ruang Tri Mandala ini berpedoman pada orientasi gunung – laut (kaja – kelod) dan
orientasi terbit – terbenamnya matahari (kangin – kauh). Dengan berpedoman pada
orientasi gunung – laut, maka tata ruang di bagian hulu digunakan untuk kegiatan spiritual
dan ruangnya disebut “Utama Mandala”. Ruang yang bersifat komunal berada di bagian
tengah, disebut “Madya Mandala”. Sedangkan ruang yang bersifat komersial atau
pelayanan/servis, ditempatkan di bagian hilir dan ruangnya disebut “Nista Mandala”. Dan
bila konsep ruang Tri Mandala ini berpedoman pada orientasi terbit dan terbenamnya
matahari, maka tata ruang paling timur adalah “Utama Mandala”, bagian tengah “Madya
Mandala” dan yang paling barat adalah “Nista Mandala”.
B. Padmasana
Ketika hendak ke Pura yang memiliki pelinggi tiga, maka tempat itu adalah tempat untuk
memuja Deva Siwa dalam wujut beliau sebagai Tri Purusa. Bila anda melihat tiga warna
yakni kuning, merah dan hitam. Maka Kuning adalah symbol untuk Parama siwa, merah
untuk Sada Siwa dan hitam Untuk Dewa Siwa.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Tri Purusa adalah tiga nama Siwa dalam konsep vertical.
Adapun bagian-bagian dari Tri Purusa yakni:
Parama Siwa adalah Tuhan dalam keadaan tampa aktifitas, ada dimana-mana dan maha
tahu.
Sada Siwa adalah tuhan yang sudah memiliki fungsi, sifat, aktifitas dan sudah menunjukan
kemahakuasaan-Nya. Kemahakuasaan Tuhan ini dipersonifikasikan dalam wujud dewa-
dewa, seperti: Dewa Brahma dalam fungsinya sebagai pencipta, Dewa Wisnu sebagai
fungsinya pemelihara dan Dewa Siwa dalam fungsinya sebagai dewa pelebur alam beserta
isinya.
Siwa atau Siwatman adalah tuhan yang sudah terkenah pengaruh oleh keduniaan, yang
member hidup (jiwa) pada semua mahluk di dunia ini.

Kata padmasana berasal dari bahasa Sanskerta, menurut Kamus Jawa Kuno-Indonesia yang
disusun oleh Prof. Dr. P.J. Zoetmulder (Penerbit Gramedia, 1995) terdiri dari dua kata yaitu
: "padma" artinya bunga teratai dan "asana" artinya sikap duduk. Hal ini juga merupakan
sebuah posisi duduk dalam yoga.

Simbol dari Padmasana menggambarkan tingkatan alam yaitu Tri Loka (bhur, bwah dan
swah). Hal ini terlihat dari Bhedawang Nala dengan dua naga (Anantabhoga dan Basuki)
melambangkan alam bawah (bhur loka), badannya (padma termasuk singhasana)
melambangkan atmosfer bumi (bwah loka). Sedangkan swah loka tidak dilukiskan dalam
wujud bangunan tetapi di dalam pesimpen pedagingan yang berwujud padma dan di dalam
puja yang dilukiskan dengan “Om Padmasana ya namah dan Om Dewa Pratistha ya
namah.”Padma dalam Bahasa Bali artinya bunga teratai, dan Sana artinya duduk. Dewa
Siwa digambarkan sebagai Dewa yang duduk di atas bunga teratai.

Bunga teratai yang berhelai delapan tepat pula sebagai simbol delapan kemahakuasaan
Sanghyang Widhi yang disebut Asta-Aiswarya.
Asta-Aiswarya ini juga menguasai delapan penjuru mata angin. Keistimewaan bunga
padma adalah: puncak atau mahkotanya bulat, daun bunganya delapan, tangkainya lurus,
dan tumbuh hidup di tiga lapisan: lumpur, air, dan udara.
Bunga teratai dipilih sebagai simbol yang tepat menggambarkan kesucian dan keagungan
Hyang Widhi (Tuhan) karena memenuhi unsur-unsur:

a. Helai daun bunganya berjumlah delapan sesuai dengan jumlah manifestasi Hyang
Widhi di arah delapan penjuru mata angin sebagai kedudukan horizontal: Timur
(Purwa) sebagai Iswara, Tenggara (Agneya) sebagai Maheswara, Selatan (Daksina)
sebagai Brahma, Barat Daya (Nairiti) sebagai Rudra, Barat (Pascima) sebagai
Mahadewa, Barat Laut (Wayabya) sebagai Sangkara, Utara (Uttara) sebagai Wisnu,
Timur Laut (Airsanya) sebagai Sambhu.
b. Puncak mahkota berupa sari bunga yang menggambarkan symbol kedudukan
Hyang Widhi secara vertikal dalam manifestasi sebagai: Siwa (adasthasana/dasar),
Sadasiwa (madyasana/tengah) dan Paramasiwa (agrasana/puncak).
c. Bunga teratai hidup di tiga alam yaitu tanah/lumpur disebut pertiwi, air disebut
apah, dan udara disebut akasa. Bunga teratai merupakan sarana utama dalam
upacara-upacara Panca Yadnya dan juga digunakan oleh Pandita-Pandita ketika
melakukan surya sewana (pemujaan Matahari).

Dilihat dari bentuk bangunan padmasana, dibedakan adanya lima jenis padmasana yaitu:

1. Padma Anglayang: memakai dasar bhedawangnala, bertingkat tujuh dan di


puncaknya ada tiga ruang. Digunakan selain sebagai niyasa stana Sanghyang Siwa
Raditya atau Sanghyang Tripurusa, juga sebagai niyasa stana Trimurti.
2. Padma Agung: memakai dasar bhedawangnala, bertingkat lima dan di puncaknya
ada dua ruang. Digunakan selain sebagai niyasa stana Sanghyang Siwa Raditya atau
Sanghyang Tripurusa, juga sebagai niyasa Ardanareswari yaitu kekuatan/ kesaktian
Hyang Widhi sebagi pencipta segala yang berbeda misalnya: lelaki-perempuan,
siang-malam, kiri (pengiwa) - kanan (penengen), dst.
3. Padmasana: memakai bhedawangnala, bertingkat lima dan di puncaknya ada satu
ruang. Digunakan selain sebagai niyasa stana Sanghyang Siwa Raditya atau
Sanghyang Tripurusa, juga sebagai niyasa Sanghyang Tunggal yaitu Hyang Widhi
Yang Maha Esa
4. Padmasari: tidak memakai dasar bhedawangnala, bertingkat tiga dan di puncaknya
ada satu ruang. Digunakan hanya untuk niyasa stana Sanghyang Siwa Raditya atau
Sanghyang Tripurusa
5. Padma capah: tidak memakai dasar bhedawangnala, bertingkat dua dan di
puncaknya ada satu ruang. Digunakan untuk niyasa stana Hyang Widhi dalam
manifestasi sebagai Baruna (Dewa lautan)
Pemilihan bentuk kelima jenis Padmasana itu berdasarkan pertimbangan kemampuan
penyungsung melaksanakan upacara, baik ketika mendirikannya maupun pada setiap hari
piodalannya. Oleh karena itu dipertimbangkan juga jumlah penyungsungnya. Makin
banyak penyungsungnya makin "utama" bentuk padmasana, sesuai dengan urutan di atas.

Anda mungkin juga menyukai